Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Typhoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh
Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan
bakteremia tanpa keterlibatan struktur endhotelia atau endokardial dan invasi bakteri
sekaligus multiplikasi kedalam sel fagosit monocular dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan
peyer’s patch dan dapat menular pada orang lain melalui makanan atau air yang
terkontaminasi. (Amin Huda & Hardhi Kusuma, 2015). Typhoid adalah suatu penyakit
infeksi usus halus yang di sebabkan oleh Salmonella tipe A, B dan C yang dapat menular
melalui oral, fekal, makanan dan minuman yang terkontaminasi. (Dewi & Meira, 2016).
Typhoid adalah penyakit infeksi bakteri pada usus halus, dan terkadang pada aliran darah,
yang disebabkan oleh kuman salmonella typhi atau salmonella paratyphi A, B dan C, yang
terkadang juga dapat menyebabkan gastroenteritis (keracunan makanan) dan septicemia
(tidak menyerang usus). Menurut Ardiansyah (2012) dalam buku yang di tulis oleh Dewi &
Meira (2016). Typhoid ialah penyakit infeksi akut yang menyerang saluran pencernaan yang
ditandai dengan demam yang berlangsung lebih dari satu minggu, gangguan pencernaan dan
bisa sampai terjadi gangguan kesadaran (Arfiana & Arum L, 2016).
Kesimpulan dari pengertian diatas dapat disimpulkan, typhoid merupakan suatu penyakit
infeksi yang disebabkan oleh bakteri usus halus Salmonella typhi dengan ditandai panas
berkepanjanga dan dapat pula menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan serta
gangguan kesadaran, yang dapat menular melalui oral, fekal, makanan dan minuman yang
terkontaminasi.
B. Anatomi Fisiologi
Pencernaan makanan adalah proses mengubah makanan, dari ukuran besar menjadi
ukuran yang kecil dan halus. Proses tersebut juga meliputi pemecahan molekul makanan
yang kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana dengan bantuan enzim dan organ-
organ pencernaan. Zat makanan yang sudah dicerna akan diserap oleh tubuh. Proses
pencernaan makanan pada tubuh manusia dapat dibedakan atas dua macam, yaitu :
a. Proses pencernaan mekanik
Proses mengubah makanan dari bentuk besar atau kasar menjadi bentuk kecil dan
halus.
b. Proses pencernaan kimiawi
Proses mengubah makanan dari zat yang kompleks menjadi zat-zat yang lebih
sederhana dengan bantuan enzim.
Proses pencernaan makanan pada manusia melibatkan alat-alat pencernaan makanan.
Alat-alat pencernaan dapat dibedakan menjadi saluran pencernaan dan kelenjar
pencernaan.
1) Saluran Pencernaan
Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima makanan
dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap tubuh. Proses pencernaan meliputi
proses mengunyah, menelan, dan mencampur dengan enzim-enzim yang
diproduksi, mulai dari mulut sampai anus.
a) Mulut
Proses pencernaan dimulai sejak makanan masuk ke dalam mulut. Rongga
mulut merupakan bagian pertama dari tabung pencernaan. Fungsi utamanya
adalah untuk melayani sebagai pintu masuk dari saluran pencernaan dan untuk
memulai proses pencernaan dengan air liur dan tenaga penggerak dari
pencernaan bolus ke faring. Bagian-bagian mulut meliputi : bibir, rongga
mulut, palatum, faring, gigi, lidah dan kelenjar ludah
b) Kerongkongan
Kerongkongan (esophagus) merupakan saluran penghubung antara rongga
mulut dengan lambung. Kerongkongan berfungsi sebagai jalan bagi makanan
yang telah dikunyah dari mulut menuju lambung. Otot kerongkongan dapat
berkontraksi secara bergelombang, sehingga mendorong makanan masuk ke
dalam lambung, gerakan kerongkongan ini disebut gerak peristalsis. Gerak ini
terjadi karena otot yang memanjang dan melingkari dinding kerongkongan
mengerut secara bergantian.
c) Lambung
Lambung (ventrikulus) merupakan kantung besar yang terletak disebelah kiri
rongga perut. Ini adalah tempat sejumlah proses pencernaan berlangsung.
Lambung terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian atas (kardiak), letaknya
berdekatan dengan hati dan berhubungan dengan kerongkongan, bagian
tengah (fundus), yang berbentuk membulat, serta bagian bawah (pylorus),
yang berhubungan langsung dengan usus dua belas jari. Ujung kardiak dan
pylorus terdapat klep atau sfingter yang mengatur masuk dan keluarnya
makanan ke dan dari lambung.
d) Usus halus
Usus halus (intestinium) merupakan tempat penyerapan sari makanan dan
tempat terjadinya proses pencernaan yang paling panjang. Usus halus terdiri
dari, usus duabelas jari (duodenum), usus kosong, usus penyerap (jejenum),
dan usus penyerap (ileum)
e) Usus besar
Makanan yang tidak dicerna di usus halus, misalnya selulosa, bersama dengan
lender akan menuju ke usus besar menjadi feses, didalam usus besar terdapat
bakteri Escherichia Coli. Bakteri ini membantu dalam proses pembusukan sisa
makanan menjadi feses.
f) Anus
Anus merupakan lubang tempat pembuangan feses dari tubuh. Sebelum
dibuang lewat anus, feses ditampung terlebih dahulu pada bagian rectum.
Apabila feses sudah siap dibuang, maka otot spinker rectum mengatur
pembukaan dan penutupan anus. (Kirnanoro dan Maryana, 2014)
2) Saluran pengeluaran limbah
a) Hati
Hati adalah organ serta kelenjar terbesar dari tubuh manusia. Hati terletak di
rongga perut, yaitu ruang yang berada diantara dada dan daerah panggul.
Dengan kata lain hati terletak tepat dibawah diafragma, di kuadran kanan atas
perut. Fungsi hati adalah membantu dalam sintesis berbagai zat penting
seperti sintesis glukosa dan gliserol. Organ ini juga membantu metabolisme
lemak dan protein tertentu.
b) Ginjal
Ginjal merupakan organ penting dalam tubuh yang berfungsi menyaring racun
dan menjaga keseimbangan cairan tubuh. Selain fungsi tersebut, ginjal juga
bekerja menghilangkan limbah yang dihasilkan melalui proses metabolisme.
Ginjal juga membantu dalam mengontrol produksi sel darah merah dengan
mengeluarkan hormone yang disebut dengan eritropietin. Selain dengan
mendukung produksi sel darah merah, ginjal juga membantu dalam
merangsang vitamin D. Ginjal memainkan peran penting dalam menjaga
tekanan darah dan volume darah.
c) Pancreas
Pancreas terletak di belakang lambung dan dibagian belakang perut. Panjang
organ ini 15 cm dan berbentuk seperti ikan atau tabung. Ada kelompok sel
yang berbeda, disebut sebagai Pulau Langerhans, yang menyusun pancreas.
Kelompok sel tersebut termasuk sel – sel beta, sel gamma, sel-sel alfa dan sel-
sel delta. Masing-masing ini memiliki fungsi tertentu dalam tubuh. Sel alfa
bertanggungjawab dalam memproduksi glucagon sedangkan sel beta penting
dalam produksi insulin. Glucagon mempertahankan jumlah glukosa diantara
waktu makan. Insulin memungkinkan glukosa yang diambil oleh sel-sel yang
berbeda di dalam tubuh untuk digunakan. Somatostatin, protein atau hormon
yang membantu mengatur system saraf dan system endokrin, dilepaskan oleh
sel –sel delta pancreas, serta oleh beberapa sel-sel dari otak dan anus. Sel
gamma berfungsi untuk membantu dalam pengurangan nafsu makan.
d) Kandung empedu
Kandung empedu atau gallbladder adalah tempat cairan empedu dikumpulkan
sebelum di sekresikan kedalam usus halus. Cairan empedu adalah cairan
pencerna berwarna kuning kehijauan yang dihasilkan oleh hati. Kandung
empedu merupakan kantong otot kecil yang memiliki bentuk seperti buah pir
dengan panjang 7-10 cm dan merupakan membrane berotot. Terletak di dalam
fossa dari permukaan visceral hati. (Kirnanoro dan Maryana, 2014)
C. Etiologi
Typhoid disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella thyposa/Eberthela thyposa yang
merupakan mikroorganisme pathogen yang berada di jaringan limfatik usus halus, hati,
limpa, dan aliran darah yang terinfeksi. Kuman ini berupa gram negative yang akan nyaman
hidup dalam suhu tubuh manusia. Kuman ini akan mati pada suhu 70˚C dan dengan
pemberian antiseptic. Masa inkubasi penyakit ini antara 7-20 hari. Namun, ada juga yang
memiliki masa
inkubasi paling pendek yaitu 3 hari, dan paling panjang yaitu 60 hari. (Marni, 2016).
Salmonella thyphosa memiliki 3 macam antigen yaitu :
1. Antigen O : Ohne Hauch, yaitu somatic antigen (tidak menyebar)
2. Antigen H : Hauch ( menyebar ), terdapat pada flagella dan bersifat termolabil.
3. Antigen V : Kapsul, merupakan kapsul yang menyelimuti tubuh kuman dan melindungi
antigen O terhadap fagositosis. (Marni, 2016).

Padila (2013) dalam buku yang di tulis Dewi dan Meira (2016) menyampaikan bahwa
Salmonella parathyphi terdiri dari 3 jenis yaitu A, B, dan C. ada dua sumber penularan
Salmonella thyphi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien carrier. Carrier adalah
orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekskresi Salmonella typhi
dalam tinja dan air kemih selama lebih dari satu tahun (Dewi & Meira, 2016).

D. Manifestasi Klinis
Dewi dan Meira (2016) mengungkapkan gejala klinis penyakit typhoid pada anak
biasanya lebih ringan dibandingkan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Masa
tunas tersingkat adalah empat hari, jika infeksi terjadi melalui makanan. Sedangkan, jika
infeksi melalui minuman mana tunas terlama berlangsung 30 hari. Selama masa inkubasi,
mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala,
pusing, dan tidak bersemangat, yang kemudian disusul dengan gejala – gejala klinis sebagai
berikut :
a. Demam
Demam khas (membentuk pelana kuda) berlangsung 3 minggu, sifat febris remitten
dan suhu tidak seberapa tinggi. Minggu pertama suhu meningkat setiap hari, menurun
pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Minggu kedua pasien
terus berada dalam keadaan demam. Minggu ketiga suhu tubuh berangsur turun dan
normal pada akhir minggu ketiga.
b. Gangguan pada saluran pencernaan
Napas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah-pecah, lidah tertutup selaput putih
kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai tremor, anoreksia, mual, dan
perasaan tidak enak di perut. Abdomen kembung, hepatomegali, dan splenomegli,
kadang normal, dapat terjadi diare.
c. Gangguan kesadaran
Kesadaran menurun yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi spoor, koma, atau
gelisah. (Ardiansyah, 2012).

Menurut pendapat Padila dari buku yang di tulis Dewi dan Meira (2016) masa tunas typhoid
adalah sekitar 10-14 hari dengan rincian sebagai berikut :

a. Minggu 1
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama pada sore hari dan malam hari. Dengan
keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anoreksia, dan mual, batuk,
epistaksis, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut.
b. Minggu ke – 2
Pada minggu ke-2 gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas
(putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.
(Dewi dan Meira, 2016)
E. Pathway

F. Klasifikasi
Menurut WHO (2003), ada 3 macam klasifikasi demam tifoid dengan perbedaan gejala
klinis:
a. Demam tifoid akut non komplikasi
Demam tifoid akut dikarakterisasi dengan adanya demam berkepanjangan abnormalis
fungsi bowel (konstipasi pada pasien dewasa, dan diare pada anak-anak), sakit kepala,
malaise, dan anoksia. Bentuk bronchitis biasa terjadi pada fase awal penyakit selama
periode demam, sampai 25% penyakit menunjukkan adanya resespot pada dada,
abdomen dan punggung.
b. Demam tifoid dengan komplikasi
Pada demam tifoid akut keadaan mungkin dapat berkembang menjadi komplikasi
parah. Bergantung pada kualitas pengobatan dan keadaan kliniknya, hingga 10%
pasien dapat mengalami komplikasi, mulai dari melena, perforasi, susu dan
peningkatan ketidaknyamanan abdomen.
c. Keadaan karier
Keadaan karier tifoid terjadi pada 1-5% pasien, tergantung umur pasien. Karier tifoid
bersifat kronis dalam hal sekresi Salmenella typhi di feses. (WHO, 2003)

G. Patofisiologi
Istilah system fagosit makrofag, system sel histiosit, system retikulo – histiosit dan
system RES adalah istilah lama yang merupakan sebutan kolektif untuk semua sel fagosit
yang dapat hidup lama diseluruh jaringan tubuh. Sekarang system itu disebut system fagosit
makrofag. Dalam hal ini system makrofag memiliki peran penting dalam penyebaran dari
kuman Salmonella typhi yang merupakan bakal penyakit typhoid. (Baratawidjaja dan Iris,
2012).
Masuknya kuman Salmonella typhi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan
yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dilambung dan sebagian lagi
lolos masuk kedalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral
mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel sel epitel (terutama sel-M)
dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan
difagositkan oleh sel-sel fagosit terutama magrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang
biak didalam magrofag dan selanjutnya dibawa ke plak peyeri ileum distal dan kemudian ke
kelenjar getah bening mesentrika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat
di makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang
asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan
limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang
biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi
mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala
penyakit infeksi sistemik.
Kuman dapat masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan
empedu di eksresikan secara intermitten ke dalam usus halus. Sebagian kuman dikeluarkan
melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses
yang sama terulang kembali, karena makrofag yang telah teraktvasi, hiperaktif; maka saat
fogositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang
selanjutnya
akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit
kepala, sakit perut, gangguan vaskular, mental, dan koagulasi.
Didalam plak payeri makrofag hiperaktif menimbukan reaksi hyperplasia jaringan (S.
typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia jaringan
dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah
sekitar plague peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-
sel mononuclear di dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang
hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi.
Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya
komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan, dan gangguan
organ lainnya. (Widodo Djoko, 2009)
Infeksi terjadi pada saluran pencernaan basil yang diserap di usus halus. Melalui
pembuluh limfe halus masuk kedalam peredaran darah sampai di organ-organ terutama hati
dan limpa. Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limpa sehingga
organ – organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Kemudian basil masuk
kembali ke dalam darah (bakterimia) dan menyebar ke seluruh tubuh terutama dalam kelenjar
limfoid usus halus, menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa di atas plak peyeri.
Tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam
disebabkan oleh endotoksin sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh
kelainan pada usus. (Arfiana & Arum , 2016).
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid menurut pendapat Padila (2013) dalam
buku yang di tulis oleh Dewi dan Meira (2016) terdiri dari :
a. Pemeriksaan leukosit
Didalam beberapa literature dinyatakan bahwa demam typhoid terdapa leucopenia
dan limpositosis relative tetapi kenyataannya leucopenia tidaklah sering dijumpai. Pada
kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada
batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada
komplikasi atau infeksi sekunder.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOPT dan SGPT pada klien typhoid sering kali meningkat tetapi dapat kembali
normal setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan adanya penyakit typhoid, tetapi bila biakan
darah negative tidak menutup kemungkinan juga tetap dapat terjadi penyakit typhoid. Hal
ini karena hasil biakan darah tergantung dari beberapa factor yaitu ;
1) Teknik pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain. Hal
ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah saat demam tinggi, yaitu pada saat bakterimia
berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama
dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah
dapat positif kembali.
3) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibody
dalam darah klien, antibody ini dapat menekan bakterimia sehingga biakan darah
negative.
4) Pengobatan dengan obat antimikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin
negative.
d. Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan
typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan
pada uji widal adalah suspense Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah
dilaboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutini dalam
serum klien yang disangka menderita typhoid. (Dewi dan Meira, 2016)
e. Uji Typhidot
Uji thypidot dapat mendeteksi antibody IgM dan IgG yang terdapat pada protein
membrane luar Salmonella typhi. Hasil positif pada uji typhidot didapatkan 2-3 hari
setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibody IgM dan IgG
terhadapa antigen s.typhi seberat 50kD, yang terdapat pada strip nitroselulosa. (Djoko
widodo, 2014)
f. Uji IgM Dipstik
Uji ini khusus mendeteksi antibody IgM spesifik terhadap s. typhi pada specimen
serum atau whole blood. Uji ini menggunakan strip yang mengandung antigen
lipopolisakarida (LKS) S.typhi dan antigen IgM (sebagai control), reagen deteksi yang
mengandung antibody antigen IgM yang dilekati dengan lateks pewarna, cairan
membasahi strip sebelum diinkubasi dengan reagen dan serum pasien, tabung uji.
Komponen perlengkapan ini stabil untuk disimpan selama 2 tahun pada suhu 4-25˚C
ditempat kering tanpa paparan sinar matahari. Pemeriksaan dimulai dengan inkubasi strip
pada larutan campuran reagen deteksi dan serum, selama 3 jam pada suhu kamar. Setelah
inkubasi, strip dibilas dengan air mengalir dan dikeringkan. Secara semi kuantitatif,
diberikan penilaian terhadap garis uji dengan membandingkan dengan reference strip.
Garis control harus terwarna dengan baik. (Djoko widodo, 2014)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas, sering ditemukan pada anak berumur di atas satu tahun.

2. Keluhan utama berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan

kurang bersemangat, serta nafsu makan kurang (terutama selama masa inkubasi).

3. Suhu tubuh. Pada kasus yang khas, demam berlangsung selama tiga minggu,

bersifat febris remiten, dan suhunya tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama

suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap harinya, biasanya menurun pada pagi hari

dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, pasien terus

berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga, suhu berangsur turun dan

normal kembali pada akhir minggu ketiga.

4. Kesadaran. Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak beberapa dalam,

yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi spoor, koma, atau gelisah (kecuali bila

penyakitnya berat dan terlambat mendapat pengobatan). Di samping gejala-gejala

tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Pada punggung dan anggota gerak dapat

ditemukan reseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler

kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam. Kadang-kadang

ditemukan pula bradikardia dan epistaksis pada anak besar.

5. Pemeriksaan fisik

1) Mulut, terdapat napas yang berbau tidak sedap serta bibir kering dan pecah-

pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (Cated tongue), sementara

ujung dan tepinya berwarna kemerahan, dan jarang disertai tremor.

2) Abdomen, dapat ditemukan keadaan perut kembung (Meteorismus). Bisa

terjadi konstipasi, atau mungkin diare atau normal.


3) Hati dan limpa membesar disertai dengan nyeri pada perabaan.

6. Pemeriksaan laboratorium

1) Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia, limfositosis

relative, dan aneosiniofilia pada permulaan sakit.

2) Darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal.

3) Bukan empedu basil Salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah pasien

pada minggu pertama sakit. Selanjutnya, lebih sering ditemukan dalam urin

dan feces.

4) Pemeriksaan widal

Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan ialah liter zat anti

terhadap antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih menunjukkan kenaikan

yang progresif (Nursalam, 2005).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adanya

nafsu makan, mual, dan kembung.

2. Risiko kurang volume cairan berhubungan dengan kurang intake cairan dan

peningkatan suhu tubuh.

3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif (Suriadi, 2006)


C. RENCANA TINDAKAN

Diagnosa dan intervensi keperawatan menurut Suriadi (2006) adalah:

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adanya

nafsu makan, mual, dan kembung.

Tujuan : Anak menunjukkan tanda-tanda kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Kriteria Hasil :

a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan

b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan

c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi

e. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

Intervensi :

a. Menilai status nutrisi anak.

Rasional : untuk mengetahui dan memantau nutrisi anak.

b. Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak.

Rasional : untuk menambah status nutrisi.

c. Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan

kualitas intake nutrisi.

Rasional : meningkatkan kualitas intake nutrisi.

d. Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik

porsi kecil tapi sering.

Rasional: untuk meningkatkan intake.

e. Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama dan dengan skala

yang sama.
Rasional: untuk mengetahui peningkatan berat badan.

f. Mempertahankan kebersihan mulut anak.

Rasional : meningkatkan nafsu makan pada anak.

g. Menjelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan

penyakit.

Rasional : membantu proses peningkatan intake nutrisi yang adekuat.

2. Risiko kurang volume cairan berhubungan dengan kurang intake cairan dan

peningkatan suhu tubuh.

Tujuan : Anak menunjukkan tanda-tanda terpenuhi kebutuhan

cairanya.

Kriteria Hasil :

a. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT

normal

b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal

c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa

lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan

Intervensi :

a. Mengobservasi tanda-tanda vital (suhu tubuh) paling sedikit 4 jam.

Rasional : mengetahui tanda-tanda vital.

b. Monitor tanda-tanda meningkatnya cairan, turgor tidak elastis, ubun-ubun

cekung, produksi urin menurun, membran mukosa kering, bibir pecah-pecah.

Rasional : untuk mengetahui perkembangan keadaan umum klien.

c. Mengobservasi dan mencatat intake dan output dan mempertahankan intake

dan output yang adekuat.

Rasional : untuk mengetahui dan memantau cairan yang keluar masuk.


d. Memonitor dan mencatat berat badan pada waktu yang sama dan skala yang

sama.

Rasional : mengetahui peningkatan berat badan.

e. Memonitor pemberian cairan melalui intravena setiap jam.

Rasional : memonitor cairan yang masuk.

f. Memberikan antibiotik sesuai program.

Rasional : membantu dan mempercepat proses penyembuhan.

3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.

Tujuan : Anak dapat menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas

normal.

Kriteria Hasil :

a. Suhu tubuh dalam rentang normal

b. Nadi dan RR dalam rentang normal

c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

Intervensi :

a. Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang hipertermi.

Rasional : mengetahui tingkat pengetahuan klien tentang hipertermi.

b. Observasi suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan.

Rasional : mengetahui keadaan umum klien.

c. Beri minum yang cukup.

Rasional : mencegah dehidrasi.

d. Berikan kompres air biasa.

Rasional : mempercepat proses penurunan suhu.

e. Lakukan tepid sponge (seka).


Rasional : mempercepat proses penurunan suhu.

f. Pakaikan baju yang tipis dan menyerap keringat.

Rasional : mempercepat proses penurunan suhu.

g. Pemberian obat antipireksia.

Rasional : mempercepat proses penurunan suhu.

h. Pemberian cairan parenteral (iv) yang adekuat.

Rasional : mencegah kekurangan volume cairan.

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis

Tujuan : Masalah nyeri akut teratasi seluruhnya

Kriteria Hasil :

a. Mampu mengontrol nyeri

b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri

c. Mampu mengenali nyeri

d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

Intervensi :

a. Catat dan kaji lokasi dan intensitas nyeri (skala 0-10). Selidiki perubahan

karakteristik nyeri

Rasional : mengetahui respon dan sejauh mana tingkat nyeri pasien

b. Berikan tindakan kenyamanan (contoh : ubah posisi)

Rasional : mencegah penekanan pada jaringan yang luka

c. Berikan lingkungan yang tenang

Rasional : agar pasien dapat beristirahat

d. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian analetik, kaji efektifitas dari

tindakan penurunan rasa nyeri


Rasional : untuk mengurangi rasa sakit/nyeri

5. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif


Tujuan : Mengatakan pemahaman poses belajar
Kriteria hasil :
a. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program pengobatan
b. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang yang dijelaskan
secara benar
c. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan lainnya
Intervensi :
a. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan
anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat
Rasional : memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat
membuat pilihan berdasarkan informasi.
b. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara
yang tepat
Rasional : memberikan pengetahuan pada pasien dan supaya pasien mampu
menganalisa tanda dan gejala yang dialaminya sesuai penjelasan perawat/tim
kesehatan lainnya.
c. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
Rasional : agar pasien mampu mengidentifikasi kemungkinan penyebab
penyakit yang terjadi pada dirinya
d. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit
Rasional : membantu pasien untuk dapat menentukan perilaku yang harus
dirubah supaya terhindar dari kambuhnya penyakit dan mampu mengontrol
kesehatan diri.
DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit: Edisi 2. EGC. Jakarta.

Rampengan, T.H. 2008. Penyakit Infeksi Trofik pada Anak: Edisi. 2. EGC. Jakarta.

Rohim Abdul.2002 . Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa & Penatalaksanaan: Edisi 1. Jakarta.

Suriadi. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak: Edisi 2. Jakarta.

M,Nurs, Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak: Edisi 1. Jakarta

S.Poorwo Soedarmo, Sumarmo. 2008. Buku Ajar Ilmu Penyakit Anak. Jakarta.

Valman Bernad. 2006. Gangguan & Penyakit Yang Sering Menyerang Anak Serta Cara
Mengatasinya: Edisi pertama. Yogyakarta.

W. Sudoyo. Aru. 2006 Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai