Anda di halaman 1dari 67

.

/[ :£
636. :it,p},
,~ .

f PENGENDALIAN HAYATI OLEH SERANGGA PARASIT


DAN SERANGGA PREDATOR TERHADAP LAlAT
PENGGANGGU PAD A PETERNAKAN AYAM

Oleh

SRIWINARIS SOESILOWATI
B 17 0937

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1987.
SRIWINARIS SOESILOWATI. F'engendal i an Hayati
Serangga Par-a5it dan Serangga Predator ter-hadap Lalat

Pengganggu pads Peternakan I~yam. Di ba~-"!ah bi mbi n~jan

Dr. F.X. Koesharto.

Salah satu penghambat keberhasilan suatu peternakan

ayam adalah keadaan sanitasi lingkungan termasuk aclanya

lalat-lalat pengganggu pada peternakan tersebut.

Lalat-lalat pengganggu pads peternakan ayam p2da

umumnya termasuk dal am fami 1 i Musc:i craE', .;:uTt.3r-a 1 ai n ~ t!.hL~:~.

stabuJans .'

Dari lalat-lalat pengganggu di atas, Musca 9..[)m..§lst.:~J,;:~g~.

merupakan lalat yang terbanyak dan paling berpengaruh pada

peternakan ayam karena lalat tersebLlt merupakan lalat se-

teolpat dan menetap pada pete~nakan ayam. Sedangkan lalat

lainnya hanya mempunyai peranan yang keeil karen a jumlah-

nya sedikit dan seringkali merupakan 1 alat-L,\l at asing

yang masuk ke dalam peternakan.

t1L1~iCa domesti ca merLtpakan penyebal. . . clar-i beberapa PE",,-

nyakit, misalnya Fowl Cholera, NewCas~le Disease,

minthiasis, Limber-neck dan lain-lain yang dapat meni mtJul·~"

kan kerugiall. Di samping itu aktifitas lalat :tni

mengganggu ketenangan ayaln bahkan dapat menimbulkan

gatal.
Se~angga-serangga pa~a~i't <jJarasitoid) dan

se~-angg~\ predator dapat digunakan untu~ memLltusk,;;\n cl€;,u~

hidup dari lalat ini. PenLlrunan popu1asi dapat

pula dengan meningkatkan sanitasi, menggunakan jebakan dan

insektis:Ldi:\.

Serangga parasit yang mer'upakan musuh hayati dar-i

Muse€!. domesi ca ufTlumny~:\ termasuk dal am ordo Hymenopter"a,

f2mi1i pteroma1idae. Stadium pradewasa dari serangga pa-

I"'ssi t ini hidup di dalam larva stau pupa lalat. Setel Ed,

dewasa serangga parasit ini keluar, sedangkan larva stall

pupa lalat menjadi tidak dapat berkembang at aLI bahkan ma-

ti.

Serangga-serangga predator antara lain adalah tungau,

kumbang dan semut. Sifat predator dari serangga-serangga

ini umumnys dimiliki pads stadium dewasa dan makanan uta-

manya adalah stadium pradewasa dari lalat.


PENGENDALIAN HAYATI OLEH SERANGGA PARASIT

DAN SERANGGA PREDATOR TERHADAP LALAT

PENGGANGGU PADA PETERNAKAN AYAM

SKRiPSi
Sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Dokter Hewan pada
Fak ultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

oleh

SRIWIN ARIS SOESILOWATI

B i70937

FAKULTAS KEDOKTERAN HEW AN


INSTITUT PERTANIAN BOG OR

i987
Judul PENGENDALIAN HAYATI OLEH SERANGGA

PARASIT DAN SERANGGA PREDATOR

TERHADAP LALAT PENGGANGGU PADA

PETERNAKAN AYAM.

Nama Mahasiswa Sriwinaris SoesilOl;ati.

Nomor Mahasi s\.~Ja B 170937.

Pembimbing Dr. F.X. Koesharto.

Disetujui

oleh

_____________---
~
-----~==-_ ~ 4
........-~I-o
~. ~ Koesharto)

Tanggal '02~ Desember 1987.


RIWAYA"r H10lJP

Penulis dilahirkan di Magetan (Jawa Timur) pada tang-

gal 24 oktober 1961, merupakan putri kedua dari empat ber-

saudara keluarga Lasniarto (ayah) dan Soemiyati (ibu).

Tahun 1968 penulis masuk Sel<olah Dasar Budidharma di

Surabaya, kemudian pada tahun 1972 pindah ke Sekolah Dasar

YPPK di Sorong Irian Jaya dan lulus pada tahun 1973. Se-

lanjutnya pada tahun 1974 meneruskan ke Sekolah Menengah

Pertama YPPK Sarong dan lulu5 tahun 1976. Pad a tahun 1977

melanjutkan ke Sekolah Menengah Alas Negeri Sarong dan

lulus tahun 1980.

Pada tahun 1980 penulis diterima di Institut Pertani-

an Bogor melalui jalur Proyek Perintis II. Tahun 1982 me-

milih Fakultas Kedokteran Hewan dan lulus sebagai Sarjana

Kedokteran Hewan pada tanggal 10 Maret 1986.

Untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Dokter Hewan, penulis melakukan studi pustaka dalam bidang

Entomologi dengan judul "PENGENDALIAN HAYATI OLEH

SERANGGA PARASIT DAN SERANGGA PREDATOR TERHADAP LALAT

PENGGANGGU PADA PETERNAKAN AYAM", di bawah bimbingan

Dr. F.X. Koesharto.


TLl.lisEtn yang bel"- judul "F'erigendal ian Hayat i 01 eh Se-

ranggga Pa~asit dan Serangga Predator terhadap Lalat Peng-

ganggu pada Peternakan Ayam" ini disusun sebagai salah sa-

tu syarat bagi sarjana Kedokteran Hewari pada Fakultas Ke-

dakteran Hewan Institut Pertanian Bogar

Pad a ~esempatan ini, penulis menyampaikan ter-ima ka-

sih kepada Dr. F.X. Koesharto selaku clasen pembimbing yang

telah memberikan bantuan dan bimbingan serta kepacla

pihak yang telah membantu dan memberikan dorongan seman gat

hingga terselesaikannya penulisan ini.

dengan ker"endahan hati penulis menyadari

bahwa isi dan penyajian tulisan ini tidak luput dari keku-

rangan~ Semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang mE.~ mI.:~ 1'- 1 L.l-

kE\nnya~

Bogar, 1 (> Desernbel~ 1987

F'snulis
l<ala F'engantal' i

i i

iii

Daft~:;H- Lampiran iv

1. PENDAHULUAN 1

II.. T I[\IJ AUAN F'IJSTAKA

Lalat-lalat F'engganggu
1. Pengenalan Lalat-Ialat Pengganggu
pada F'eternakan Ayam
2. Kerugian yang Ditimbulkan .
3. Daur Hidup Musca domestica .1.0
4. Tempat Perindukan dan Kemampuan
ffil2nyebalr-

B .. Pengendalian Musca domestica


Secara Fisik dan Kimia :l5
1. Pengendalian Secara Fisik :l~5
Sani tas:i. . 15
Jeb",kan 17
~. Pengendalian Secara Kimia 18

c. Pengendal i an t"lL~ daffiesti ka


Seeara Hayati
1. Serangga Par-a5it (Parasitoid) r:'I'":!'
.':"--'
Serangga Predator . 30
Tltngau Pr-et:latot-
Kumbang F'redator
Semut Predator

III. F'EMBP,HASAN

IV. KESIMF'IJLAN DAN SARAN if?


~:::e~:;:i mpul an 4?
Sar-an 49

Lampl I"" an

Daftar Pustaka 54
Halaman

Teks

1 Serangga Par"asit terhadap Musca


domestica pada Peternakan Ayam
dan Daerah Penyebarannya .

2 Prosentase Parasitoid yang Dapat


Dikoleksi dari Peternakan Ayam
Bt-oi let- - BreE~det-1I dengan at au
II

Tanpa Pelepasan Muscidufurax rapt or 29

3 Prosentase Jumlah Lalat Pradewasa


yang Dapat Bertahan Hidup/Berkembang
Dengan Adanya Macrocheles muscae-
domesticae 34

4 Keuntungan dan Kerugian Pengendalian


Lalat Pengganggu Secara Fisika Kimia
dan Hayati 61
1 Si kl us Hi dup Musca DOfTh=st i ca 51

2 Serangga-Serangga Parasit dan


Serangga-Serangga Predator
terhadap Musca Domestica 52
7
"-' Stadium Serangga Musuh Hayati
yang Berperanan dan Stadium
!:1!;-.!.§Cd.:. Damest i ca yang Di set-ang 53
Sampai saat irli unggas khususnya ayam memegang peran-"

an penting dalam memenuhi kebutuhan pangan akan

lni disebabkan anta~a lain karena biaya yang

latif lebih ~ingan dan sistem pemeliharaan yang I"-el at i-f

Iebih mudah dibandingkan dengan tel'-nak 1 ai rL Sehi ng~)a

ha~9a karkas dan telur dapat dijangkau oleh sebagian besar

Keberhasilan suatu peternakan juga dipengaruhi

jenis hewan, -Faktor penyakit dan keadaan lingkungan. Sua-

tu peternakan dengan keadaan kandang dan lingkungan

ko"tor dapat mengaki ba.tkan :: (1.) Resi stensi ternak tt.'=.'r"ha-

dap penyaki t fTlenu~un, (2) MenLu'-unkan produksi

bobot karkas dan jumlah telur), (3) Jasad renik bet"kernb{:J.n'd

clengan SUDUI"- sehingga mengunclang Ialat dan hefrJ-::tn

umumnya berfungsi sebagai pembawa penyakit, (4) De.erah

sekitarnya menjadi ticlak sehat bagi masyarakat.

Oleh karena itu perlu diperhatikan kebersihan ling-

kungan peternakan dan sekitarnya termasuk pula kehacli ~-an

J.alat-l.aJ.at pengganggu yang mengganggu ketenangan terfl~:·i.k

(ayam) at au sebagai vektor penyakit.

Musca domestica atau 1a1at ,-umah (house flY) ine-:F"Upa--

kan salah satu lalat pengganggu yang mempunyai pl""D~5f~ntE:\se

terbesar clari popu1asi la1at-lalat pengganggu. L.<::l.l at ini


2

SLldah sangat dikenal karena bersifat kosmopolitan (terse-

bar di seluruh dunia)~ hidup berdekatan dengan manLlsia dan

hewan serta bermukim di sekitar pemu!(imam manusia dan kan-

dang ternak. Selain itu Ialat rumah ini menyukai sampah,

kotoran/tinja manusia dan hewan, luka/jaringan tubuh yang

rusak sebagai tempat bertelur dan mencari makan

1974) .

Cara-cara pengendalian terhadap lalat-lalat penggang-

gu sudah lama dikenal, antara lain dengan menjaga keber-

sihan lingkungan, menggunakan zat-zat kimia (insektisida),

menggunakan jebakan dan lain-lain. Namun pengendalian

terhadap lalat pengganggu dengan menggunakan musuh hayati-

nya terutama dengan serangga musuh hayati kurang mendapat

perhatian (Keiding, 1974).

Coppel dan Mertins (1977) mengatakan bahwa serangga-

serangga musuh hayati dari lalat-lalat penggangu merupakan

serangga-serangga parasit (parasi toid) dan serangga-

serangga predator. Yang termasuk serangga parasit adalah

lebah-Iebah kecil dari ordo Hymenoptera, sedangkan yang

termasuk serangga predator adalah tungau (Subclass Acari

Order Parasitiformes) dan kumbang (order Coleoptera) serta

beberapa lebah kecil dan semut dari or do Hymenoptera

(West, 1951; Koesharto dkk., 1986).

Waktu yang diperlukan oleh serangga-serangga musuh

hayati untuk mengendalikan populasi lalat-lalat pengganggu

ini tidak secepat penggunaan bahan-bahan kimia at au cara-


:3

cera yang lain dan hasilnya tidak seger a terlihat. hl<::tnlL.ln

dalam jangka waktu tertentu serangga-serangga musuh hayati

inl dapat mengendalikan kenaikan yang berlebihan dari po-

pulasi lalat-Ialat pengganggu untuk waktu yang lama, kare-

na sifat penekanan dari serangga musuh hayati ini tet- j ;:{d i

perlahan-lahan dalam waktu yang relatif lama (l<asnD

dkk., 1983).

Mungkin hal tersebut yang menyebabkan kurangnya per-

hatian terhadap cara pengendalian lalat-Ialat pengganggu

dengan menggunakan musuh hayati, sehingga pengetahuan ser-

ta manfaat serangga-serangga parasit dan predator terhadap

lalat-lalat pengganggu khususnya pada peternakan ayam di

Indonesia hampir terlupakan.

DIeh karena itu tulisan ini disusun untuk menggugah

perhatian masyarakat peternak khususnya dokter hewsn seba-

gai tenaga ahli kesehatan terhadap adanya serangga-serang-

ga musuh hayati dan peranannya dalam pengendalian lalat-

Islat pengganggu, minimal mengetahui bahwa di a1am ada

pengendalian hayati yang tidak diatur Dleh manusia dan

seharusnya dapat dimanfaatkan demi peningkatan produksi.


II. TINJAUAN PUSTA~A

A. LALAT LALAT PENGGANGGU

Usaha pengendalian serangga pengganggu khususnya

lalat-Ialat pengganggu di Indonesia sudah berkembang

dan sudah dikenal masyarakat baik car a pencegahan

maupun pemberantasannya. Namun demikian, pemberantas-

an lalat-lalat pengganggu tersebut secara total 'liddk

mungkin di lakukan kc;~rena selalu masill ditecOLtkG.n 'l:empE\t

tempClt yang bai k bc(gi pe~rkembangannya. Saldh Sd'lL<

penyebabnya adalah kurangnya kesadaran terhadap kebef"-

sihan Iingkungan.

Informasi-informasi dasar yang diperlukan sebagai

langkah awal dari usaha pengendalian tersebut dikemu-

kakan oleh Sastrodihal-djo (1982) yang anter-a lain ada-

Iah (1) Cara dan usaha untuk mengenal 1 e:il at-l a1 at

pengganggu serta kerusakan yang disebabkannya, (2) Da-

ta penyebaran dan kemampuan menyebar dari lalat-laiat

pengganggu, (3) Induk semang yang dibutuhkannya, (4)

Perilaku dan kerugian akibat populasi yang tinggi dan

mobil i tasnya, (5) Daur- hi dup (jangka waktu untuk 5ua-

tu genel'asi.) dari Ialat--Ialat penggang'Ju., (6) F'en<:F,,-uh

lingkungan terhadap populasi laiat-ialat pengganggu,


(7) f':ecepatan dan car-a penyeba,-annya, (8) Adapt.asi ke-

hidupan pada induk semang yang bar-u, (9) Pengar-uh mu-

suh hayati pada keadaan setempat~ (10) Pengaruh dari

cara-cara pengendaliannyaM

Dari faktor--faktor- ter-sebut di atas, pengendalian

lalat-lalat pengganggu yang baik dapat dikat.akan seba-

gai pengatur-an populasi lalat-lalat pengganggu yang

dapat dicapai bila digunakan semua t.eknik yang saling

menunjangM Dengan demikian diharapkan dapat mengu-

rangi populasi serta menjaganya pada tingkat populasi

di bawah ambang ker-usakan ekonomi. Namun ambang keru-

sakan ekonomi ter-sebut tidak mempunyai batas yang je-

las dan nilai ter-tentu yang dapat dipakai sebagai pa-

tokan mengingat keragaman dari faktor-faktor yang mem-

pengaruhi setiap peternakan ayam ..

1. Pengenalan Lalat-Lalat Pengganggu Pada Peter-nakan

Ayam.

Adanya lalat-Ialat pengganggu pada peter-nakan

ayam mer-upakan salah satu penyebab ketidakber-ha-

silan peter-nakan ter-sebut. Untuk mengatasi hal

itu diper-lukan pengetahuan mengenai lalat itu sen-

diri, an tar-a lain yang menyangkut pengelompokan-

nya.
6

lomro~ l~]at-Jala·t pengganggu, Y'::oI,itu ~ (l) L.a.1E. . t··-

lalat rengganggu yang masuk ke peternakan (lalat-


,
lalat l;?t~"3ing)!t
~
( ..::..J Lalat-lalat pengganggu yang

telah ada pada s\Jatu peternakan tetapi tidak dike-

tahui status ekonominya, (3) Lalat-lalat penggang-

gLt setempat yang telah dikenal.

Harwood dan James (17'81) secara umum meng-

klasifikasikan lalat-lalat pengganggu

bel":l kut

Phylum Arthropoda

Class Insecta

Sub class Endopterygota

Or-do Di pter-a

Sub Dr-do eyclon-hapha

Super- faroi 1 i. 11uscoidea

Farnili Muscidae

Genus Musca

Fannia

Muscina

tlydrotaea

Famili lainnya adalah Stratiomyidae dari orda Bra-

chioptera~

Menurut Perez (1982) sebagian besar lal2t-

lalat pengganggu yang ditemukan pada p8t~rnakan

ayam adal ah !jL\S;Ca domest i ca dan kadang-kadang


7

dapat eli temukan 2-tufno::u cal Cl trans .. Sedar-J\:;)kan

Mulla dan ?~}~ell'-Dd (1983) m.engata.kan bahv~a sE·bagia.n

besar dari lalat-lalat pengganggu tersebut adalah

domestica, Fannia femoralis dan

stabulansM Stevenson (1983) dalam penelitiannya

tentang keuntungan penggunaan larvisida pada pe-

tE.;rnakan ayam:! mengatakan bahl,"-l3 ~ domest.i C'::i meru--

pakan lalat yang paling sering ditemukan dan meru-

pakan jumlah yang terbanyak dari populasi 1 al E\t-

lalat pengganggu lainnya, misalnya Fannia caniCLt-

lar-is, LuCilia sp .. (sub genus Phaeniciai,

Di samping itu hasil peneliti-

an Ginting (1985) menyebutkan baht.."a!:::L... domestica

merupakan lalat yang terbanyak ditemukan pada pe-

ternakan ayam.

Quisenberry dan Foster (1984) mengatakan bah-

wa Musra domestica merupakan lalat pengganggu ter-

ban yak pada pete~nakan ayam. Ini disebabkan kare-

na feses unggas dalam hal ini ayam, dalam jumlah

yang cukup mer-upakan sumber pr-otei n untLik pema-

tangan telur bagi Musca domestica betina dan dapat

digunakan sebagai medium untuk meletakkan telur

dan perkembangan larva selanjutnya (Beard dan Sand,

1973) . Pernyataan tersebut diperkuat DIsh Axtell

(1985) yang mengatakan bahwa Musca domestica meru-

pakan lalat pengganggu terpenting dan terbanyak


c3

pad a pete~nakan ayam.

Musca domesti ca in i terma"3uk dal am genus Mus-

Van Embden menemukan tiga sub spesies dari

t::!usca domestica, yaitu Musc.£, dDmesticEI, damestica

L., Musca domestica vicilla 1"1acq dan i"1usc:a domesti-

ca nebulo F. yang di kemukakan kembal i 01 (~h Pater-

son (1975).

2. t<el.... ugian ~ Ditimbulkan.

Kerugian yang ditimbulkan dengan hadirnya la-

lat-Ialat pengganggu ini dapat berupa kerugian ba-

gi manusia maupun terhadap ternak itu sendiri yang

berakhir dengan penurunan produktifitas.

L"l i,t-l ,,1 at pengganggu dari famili ['Iusci dae

ini merupakan vektor mekanik bagi kuman-kuman pa-

togen, bakteri-bakteri enterik serta protozoa dan

telur-telur cacing yang menyebabkan beberapa pe-

nyakit baik pada manusia maupun ternak. ~<emampuan

memindahkan organisme tersebut dapat dimiliki oleh

l"lat karena lalat mempuny"i bulu-bulu di seluruh

tubuh dan di daerah kaki serta mempunyai kebiasaan

memuntahkan kembali cairan yang telah

U3now, 1974).

Vi I"'" us dari VVND (~Jelogenic Vi ~5cerotropi c


9

NewCastle Disease) kemung~inan ditularkan oleM

Fannia canicula~is, Musca domestica dan spesies

lain dari Fannia~ Demikian pula halnya dengan

penyakit Limberneck yang merupakan penyakit botu-

lismus unggas yang disebabkan oleh Clostridium

botulinum serta penyakit lain yang disebabkan oleh

infestasi cacing pada ayam (Greenberg~ 19'7~::; dan

Rogoff clkk., 1977 clalam Harwoocl clan

1981) .

Pendapat yang sarna dikemukakan juga oleh Ax--

tell (1985), bahwa Musca domestica merupakan vek-

tor dari penyakit Fowl Cholera~ NewCastle Disease

clan penyakit yang clisebabkan oleh infestasi cacing

pacla mata ayam.

Lalat-lalat pengganggu yang umumnya termasuk

genus Musca, meskipun tidak secara aktif menghisap

darah, sangat rnenyukai rembesan darah dal'-i luka

sebagai makanannya. Selain itu juga dapat hiclup

dar-i jaringan tubuh ternak yang rusak (fo::oe",h ar t 0

clkk. , 1986). Disamping itu lalat tersebut juga

mengganggu ketenangan hi dup dari ternak ayc~m!1 da-

pat menimbulkan rasa gatal dan luka-luka pada ku-

lit ",erta gangguan karena aktifitas terbangnya

(Djanah, 1982).
l0

.":'. Daur t:!i.5.dJdQ. Musca 9 omes tJ_c s.

Ciri khas yang dimiliki oleh lalat pengganggu

ini adalah adanya metamorfosis, yaitu perubahan

bentuk pada tahap-tahap yang harus dilewatinya se-

lama pertumbuhan dari telur sampai menjadi indivi-

du dewasa~ Proses tersebut harus terjadi untuk

melengkapi daur hidupnya.

Ciri-ciri lain adalah adanya sepasang sayap

pada bagian dada, kecuali sub class Apterygota.

Bagian mUlutnya tidak berfungsi sebagai alat

penusuk, sebagai gantinya adalah labella untuk

menghisap cairan dan untuk mengikis makanan yang

padat dengan gerigi pada labella tersebut.

(1951) mengatakan bahwa probocis dari Musca dapat

diperpanjang melebihi panjang kepalanya sendiri

pada waktu makan dan dapat ditarik kembali sehing-

9a hanya akan terlihat labellanya saja.

Berdasarkan metamorfosenya Kirkpatrick

(1957) mengelompokkan menjadi kelompok Ametabola,

Hemimetabola dan Holometabola. Kelompok Holometa-

bola ini bermetamorfose sempurna dari telur menja-

di larva kemudian pupa dan akhirnya menjadi lalat

dewasa. Sub class Endopterygota termasuk kelompok

ini dan genus Musca termasuk di dalamnya.


,(
Empat sampai delapan hari setelah kopulasi,~
II

Musca betina secara naluri akan menyelidiki perse-

diaan substrat untuk meletakkan telurnya dan ini

dilakukannya sampai tingkat perkembangan larva ka-

rena substrat merupakan medium dari makanannya

(West, 1951).

Telur ditemukan di tempat-tempat yang kotor

dan lembab misalnya pada feses hewan, feses manu-

sia dan pada tumpukan sampah. Berbentuk seperti

buah pisang berwarna putih dengan panjang sekitar

1 milimeter.
Menurut West (1951), lalat betina meletakkan

telurnya sebanyak 4 - 6 tumpukan dengan jumlah

100-150 butir dalam setiap tumpukan. Telur ini

diletakkan 4 - 8 hari sesudah kopulasi. F'endapat

lain mengatakan bahwa kopulasi terjadi 24 jam

setelah lalat menetas secara alami atau 3 4

hari dalam laboratorium percobaan dan meletakkan

100 150 butir telur sebanyak 21 tumpukan pada

umur 9 - 12 hari setelah menetas.

Snm~ (1974) mengemukakan bahwa lalat betina

akan meletakkan telurnya sebanyak 600 butir sepan-

jang hidupnya dengan 100 - 150 butir dalam setiap

tumpukan" Sedang Axtell (1985) mengatakan bahwa

lalat betina akan meletakkan 5 - 6 tumpukan telur

dengan jumlah 75 - 200 butir pada setiap tumpukan.

Telur tersebut diletakkan pada permukaan feses


lZ

yang masii, basah bai~- di dalam maupun di luar kan-

dang aY-3f(i ..

Telur mengalami masa penyempu~naan perkem-

bangan embrionik selama 24 jam (West, 1951'. Ke-

mudian telur menetas dan keluar larva yang beru-

kuran 10 -12 milimeter. Bentuk ini bertahan sela-

rna 4 - 7 hari dan mengalami tiga kali pergantian

kulit sebelum menjadi pupa yang kaku, keras dan

bel'-~'I,Iarna coklat (Sno~..", 1974 dan A){tell, 1985) .. 8e'-

tiap tahap pergantian kulit dikenal dengan sebu-tan

instar y.ng merupakan perubahan struktur terten-tu.

F'1.... oses ini cjisebut ekdisis (llJS!:5.t, 1951) ft

Instar pertama bertahan selama 20 jam sampai

4 hari, instar kedua bertahan selama 24 jam dan

instar ketiga selama 3 9 hari (West, 1951.) .

Bentuk yang terakhir ini akan menuju ke tempat-

tempat pembusukan untuk meneari makan sebelum ber-

ubah menjadi pupa yang berukuran 6,3 milime-ter.

Stadium pupa berlangsung selama 3 - 25 hari

(Snm_, 1974), 3 - 4 hay-i (A,,,tell, 1985) tel-gantung

pad a suhu setempat. Akhirnya lalat dewasa akan

keluar dari bagian ujung anterior pupa.

~lenLlrut A,,,tell (1985), dari telur sampai men-

jadi lslat dewasa diperlukan waktu 7 10 hat"i dan

lalat dewasa akan hidup se1ama 2 - 4 minggu bahkan

sc-?lama 2 bulan.
13

Lalat pengganggu ini menyukai tempat-tempat

yang penuh dengan massa organik yang membusuk

sepet-·ti sampah~ feses hewan dan feses manusia

untuk berkembangbiak. Faktor penting yang menarik

lalat untuk meletakkan telurnya adalah bau dan ke-

hangatan feses serta sampah tersebut. Beard dk k. ,

(1974) mengatak~\n bahwa feses unggas mengandung

substra.t yanQ dipilih lalat (Musca sp .. ) untuk

meletakkan telurnya dan merupakan sumber protein

untuk pematangan telur serta sebagai medium makan-

an bagi perkembangan larva selanjutnya. Namun de-

mikian, feses unggas bukan merupakan medium yang

paling disukai oleh t:h. domestica .. Rabari dan F'a-

tel (1978) mengutarakan bahwa feses sapi merupakan

medium yang paling disukai untuk perkembangbiakan-

nya.

Selain persediaan substrat dalam suatu feses,

faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan 12.12.t

adalah kesegaran dan kecepatan fermentasi dari fe-

ses ter-sebut ..

Pada tahun 1954 Schoof dan Siver-Iv mengemuka-

kan hasil penelitiannya tentang kemampuan menyebar

!i..... domestica. Di katakan bah.,a!i..... domesti ca


14

yang diberi tanda dengan radio isotop diketahui

dapat terbang sejauh 20 mil dari tempat perinduk-

annya dan pada keadaan tertentu lalat-Ialat terse-

but dapat bermigrasi sejauh 1 - 4 mil dalam ke-

lompok yang besar. Selain itu dapat diketahui

pula bahwa lalat ini mempunyai daya penyebaran

dalam radius 0,5 -2 mil dari temp at perindukan-

nya.

t1enurut Har_mod dan Mauri ce (1981), th.. do-

mestica mempunyai kemampuan terbang sejauh 32

kilometer dan mempunyai daya penyebaran dalam ra-

dius 1-3 kilometer dari tempat perindukannya.


l5

B. F'ENGENDAL I AN 1j1Lg;(~ ~LQr1EST I CA SECAF"''' I" I S I K DAr" I':: I MI",

Sastrodi hardj 0 (1982) mengatakan bahwa pengencici-

lian lalat dapat dilakukan melalui penekanan populasi

dengan cara menjaga daerah yang bebas lalat supaya ti-

dak dimasuki olsh lalat dari daerah lain atau dengan

mengendalikan perkembangan lalat yang suciah ada. Bah-

kan ciengan memberantas atau membunuh pada saat lalat

tersebut ada cialam keaciaan terkumpul pada suatu tempat

dan relatif tidak berpindah tempat serta muciah dijum-

pai.

1. F'engendalian Secara Fisik

Pengendalian secara fisik ini meliputi pe-"

ningkatan sanitasi kandang dan sekitarnya serta

penangkapan lalat-lalat dengan menggunakan jebakan

dan sebagainya.

Sanitasi

Menjaga kebersihan lingkungan merupakan salah

satu cara untuk mengurangi populasi lalat yang su-

dah ada atau mencegah masuknya lalat. Perlakuan

yang dapat diberikan terhadap feses ayam misalnya:

(1) Mengeringkan, dengan menaburkan tipis-tipis di


16

lapangan terbuka pada waktu hari panas at au dengan

membakar-nya~ (2) Mengubur at au menyimpan di tem-

pat-tempat tertutup selama tiga minggu, kemudian

baru disebarkan di ladang. Tinja yang berumur ti-

ga minggu ini tidak disukai lalat lagi dan meru-

pakan pupuk yang baik. Fermentasi yang terjadi


0
pada pembuatan kompos akan menghasilkan suhu 40 C

yang te~nyata dapat membunuh larva lalat, kecua-

Ii larva yang terdapat pada pe~mukaan feses yang

suhunya kurang dari 40°C Weiding, 1974; Soe-

kardono, 1977).

Selain itu, kandang ayam memerlukan perhatian

sebagai berikut : ( 1) Konstruksi kandang dibuat

untuk memungkinkan lancarnya sirkulasi udara di

dalam kandang dan sinal'" matahari mudah masuk. (2)

Dr-ainasi yang baik dan melindungi tumpukan feses

agar tidak menjadi basah. (3) Bahan yang dipakai

sebagai alas kandang harus mampu menyerap air te-

tapi tidak mudah menggumpal atau dilakukan peng-

gantian sesering mungkin. Seringkali terjadi ba-

sahnya alas kandang ini dapat disebabkan karena

sistem pember-ian air minum kurang baik, kebocoran

atap kandang dll.

Mengendalikan lalat dengan meningkatkan sanitasi

seperti disebutkan di atas, relatif tidak memerlu-

kan biaya kecuali waktu, tenaga dan disiplin ker-


17

ja~ akan tetapi hasil yang didap2ltkan cukup memu-

askan. Sehingga cara tersebut merupakan langkah

yang pertama-tama harus dilakukan.

:Tebakan

Cara lain untuk populasi lalat-lalat peng-

ganggu adalah dengan menggunakan j ebakan.

I<eiding (1974) mengatakan bahwa jebakan-jebakan

electrocutors serta black-light atau sinar-sinar

lainnya sering menarik perha,tian lInt.uk diteliti

o;isalnY2 DIsh Thimijan dkk., (1970). Namun kemc\iTr-

puan daya tariknya dan kemampuan menurunkan popu-

lasi dari lalat rumah dinilai sang at keeil

tergantung pada 101-::a5i, suhu setempat dan kondisi

fisiologis dari lalat itu sendiri. Jika. cliban-

dingkan dengan penggunaan insektisida, keun:tungan

jebakan ini sangat keeil. Sehingga dapat dikata-

kan penggunaan jebakan ini tidak efektif.

Jebakan lain yang saring digunakan adalah de-

ngan menggunakan lampu-Iampu pemikat ultra violet

yang dihubungkan dengan kipas penghisap atau kan-

tong-kantong perangkap, bak berisi air dan lain-

lain.

Cara ini dipakai untuk menutupi kekuran';Jan-

kekurangan dari penggunaan insektisida.


l2

Telah diketahui bahwa pada proses fermentasi

dari feses maupun sampah organik lainnya tidak

semua larva lalat dapat terbunuh oleh panas yang

dihasilkan~ terutama larva yang berada pada permu-

kaan feses atau sampah tersebut. Maka perlu cli--

tambahkan perlakuan lain baik terhadap feses at au

sampah sebagai sumber telur, larva clan pupa lalat

maupun terhadap lalat dewasanya sendiri; yaitu de-

ngan men9gLlnaJ~an baha.n-bahan k i mi a.

Bahan-bahan kimia yang sering dicampurkan pa-

da feses at au sampah-sampah organik misalnya :

2. Kapur; sering dicampurkan pada feses ayam ataLI

pada III i ttel.- II


• Untuk tiap 10 kg feses ayam

diperlukan 1 kg kapur. Litter sebaiknya di-

aduk setiap 3 hari.


3
b. Borax; 1 kg borax yang dicampurkan pacla 1 m

feses dapat membunuh larva lalat. Cara ini a-

gak mahal tetapi tidak merusak fungsi feses

sebagai pupuk dan tidak berbahaya terhaclap

lingkungan, sehingga hanya cocok untuk feses

dalam volume keeil.

c. Creasot, Cresol dan parafin dapat menghalau

lalat dan mencegah lalat dewasa bertelur pada

feses yang telah clitaburi bahan tersebut.


19

Selain mahal, cal~a ini merusak kondisi

sebagai pupuk.

d. Insektisida; yang telah sering dipakai adalah

DDT, lindare, diazinon, malathion, ronnel dan

lain-lain. Pada umumnya pemakaian insektisi-

da terutama yang tidak terkendali akan meru-

sak kondisi feses sebagai pupuk, msj.... usak

lingkungan, meningkatkan resistensi telur,

larva dan pupa serta menghambat perkembangan

serangga-serangga musuh hayatinya.

Menurut BrOwn (1961), penggunaan borax at au

sodium fluosilicate pada permukaan feses merupakan

cara yang sangat praktis selama bahan kimia terse-

but tidak teriarut dan terbawa oleh air hujan.

DDT relatif efektif, karena hanya bersifat toksik

terhadap larva.

Selanjutnya Brown (1961) mengatakan bahwa da-

ri hasil penelitiannya diketahui thiourea, phtha-

lonitr-ile, BHe dan chlordane sangat toksik bagi


larva Musca.

Untuk mengendalikan populasi lalat, larvi.ida

terlihat penting. Namun menurut Keiding 11974')

dalam prakteknya teori tersebut mempunyai ban yak

keterbatasan antara lain harus selalu diberikan

dengan teratur bahkam seringkali harus diulangi

dalam jarak waktu yang tertentu. Selain itu lar-


20

viSlda dapat memusnahkan musuh hayatinya dan me-

nyebabkan larva menjadi resisten te~hadap perse-

nyawaan-persenyawaan organophosphor lainnya.

Pengendalian Musca domestira memang sebaiknya

dilakukan pada stadium-stadium telur dan larva se-

perti yang telah diuraikan di atas; namun tidak

dapat dilakukan pada semua tempat perkembangbiak-

annya. Sehingga selalu masih banyak di'temukan 1a-

lat-lalat dalam stadium dewasa.

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi

gangguan dari lalat-Ialat dewasa tersebut adalah

dengan bahan-bahan kimia yang disemprotkan dan de-

ngan menggunakan umpan-umpan yang mengandung ba-

han-bahan kimia.

Bahan-bahan kimia tersebut antara lain adalah

golongan pyrethrin, allethrin, aliphatic thiocyna-

tes yang bekerja sinergis dan golongan chlorina-

ted hydrocarbons yang terdiri at as DDT, metoxy-

chlar, chlordane, lindane, BHe dan lain-lain ser-

ta golongan organophosphor misalnya diazinon, ma-

lathion, ronnel dan golongan-golongan lsinnya

(Keiding, 1974; Quisenberry dan Foster, 1984'.

Umpan-umpan yang digunakan umumnya terdiri

dari tali/kapas yang dicelupkan dalam ronnel dan

xylol at au deoterex yang ditambahkan ke dalam la-

rutan gula serta bahan-bah an lain yang mengandung


2l

molal~se dan lindane O<el cI 1 11g,

1977) ~

Insektisida memerlukan waktu pemakaian yang

singkat sampai menunjukkan hasil kerjanya dan cara

pemakaiannya relatif lebih mudah dari

yang 1a1 n" Namun insektisida tersebut mempun';/C":li

faktor-faktor negatif sebagai berikut ,

a. Tt~rhadap lOll at. Pemakaian suatu jenis insek-

tlsicla akan menyebabkan resistensi terhaclap

insektisida tersebut dan terhadap jenis yang

lain dalam 9010n9an yang sarna. Sehlngga j UH}--

lah pemakaian insektisida tersebut untuk waktu

berikutnya menjacli meningkat untuk menclapatkan

hasil yang sarna (Brm'm, 1961).

b. Terhaclap ayam. Pemakaian insektisida yang ce-

roboh dapat menyebabkan pencemaran pada makan-

an dan minuman ayam yang selanjutnya dapat

mencemarkan produkslnya (karkas dan telur).

c. Terhadap lingkungan. Pemakaian insektisidCI

yang tidak terkendali akan mencemarkan tanah,

air, tanaman dan lain-lain. Selain mer-usak

lingkungan, dapat menyebabkan keracunan pada

manusia (Sukardono, 1977).

d. Terhadap musuh hayati. Cara pemakaian insekti-

sida yang salah atau tidak terkenclali men~"Jak i-

batkan kemusnahan musuh-musuh hayatinya.


22

Pengendalian hayati merupakan pengendalian yang

dilakukan oleh musuh-musuh hayati dari lalat penggang-

gll (Musca domestica).

West (1951) mengolongkan musuh-musuh hayati dari

Musca domestica sebagai berikut :

B. Jamur, bakteri, riketsia, virus dan spirochaeta

b. Protoz oa.

c. Cacing.

d. Arthropoda.

e. Reptil dan amfibi.

f. Burung.

g. Mamalia pemakan serangga.

Arthropoda terutama insekta merupakan musuh ha-

yati yang sangat berperanan dalam pengendalian lalat-

lalat pengganggu pada peternakan ayam. Selanjutnya

t~est (1951) mengatakan bahwa dari phylum Arthropoda

ada tiga class yang berperanan yaitu (1) Chilopoda;

(2 ) Arachnida : sub class Acarina, Pseudoscorpianida

dan Araneida; (3) Hexapoda : orda Orthoptera, Odonata,

Anoplura, Hemiptera, Dermaptera, Coleoptera, Diptera,

Hymenoptera.

Penelitian Legner dan Brydon (1966) menunjukkan

bah~o,Ja pengendal i an ~ domesti ca dal am suatu peternakan

ayam dengan menggunakan serangga musLlh hayati (Hyme-


23

memperlihatkan hasil yang cukup berarti.

J(eberhasilan ini disebabkan oleh sifat/perilal<u

yang dimiliki oleh serangga musuh hayati itu sendiri

serta oleh pengaruh lingkungan misalnya habitat, SLlhu

dan sistem pemeliharaan.

Serangga musuh hayati dari lalat-lalat pengganggu

ini menurut Copel dan Mertins (1977) dapat digolongkan

menjadi serangga parasit (parasitoid) dan ser-angga

1. Serangga Parasit (Parasitoid)

Serangga parasit oleh Askew (1971) yang diku-

tip dalam Cappel dan Mertins (1977) didefinisikan

sebagai serangga yang hidup sebagai parasit di da-

lam inang yang umumnya belum dewasa.

yang hidup sebagai parasit pada invertebrata ini

dikenal dengan nama parasitoid, untuk membedakan-

nya dengan serangga parasit pada vertebrata~ Sta-

dium parasitoid yang berperanan umumnya adalah

stadium larva.

Figg dkk., (1983) mengemukakan bahwa serangga-

serangga parasit lain yang kadang-kadang ditemukan

pada peternakan ayam adalah dari or-do Dipter-a

yaitu famili: Stratiomydae, Sepsidae, Anthomyldae,


Muscidae dan Sarcophagidae. Dari ordo Coleoptera

yaitu ·Famili Staphylinldae.

~1enun.\t. Rueda dan A:,t.ell (1985), pada t.ahun

1932 Handschin menemukan bahwa jenis serangga

parasit. pada lalat. pengganggu dan lalat penghisap

ci.arah terna.k benJpa 1 ebah-l ebah keeil yang umumnya

termasuk dalam ordo Hymenoptera. rni memperkuat

pendapat West. (1951) yang memasukkan serangga pa-

rasit (parasitoid) ke dalam golongan tersendiri

yaitu "Hymenoptera parasites " .

Ordo Hymenoptera terdiri dari famili Encyrti-

dae, Cynipidae, Braconidae, Eulophidae, Diapiridae

dan Ptel. . . omalidcie (Chalcidoidea) (v.Jest, 1951) ~ T(~--

tapi yang sering didapatkan pada peternakan ayam

adalah famili pt.eromalidae (Axtell, 1985;:

dan A:·,te,ll 198:3).

Lebah-Iebah kecil ini merupakan parasit pads

larva stadium akhir dan pupa lalat, tetapi bukan

unt.uk kepentingannya sendiri melainkan untuk ke-

pent.ingan ket.urunannya. Lebah dewasa bert.elur di

dalam larva at.au pupa lalat. sampai berkembang men-

jadi larva lebah. Sesudah 1 - 2 minggu pupa lalat

mati dan lebah dewasa tersebut keluar. Lebah de-

wasa hidup dari sari tanaman atau madu (~<oesh ar-t 0

dkk .., 19E16).

Menurut. Rueda dan Axt.ell (1985) ,


25

serangga parasitoid

terdapat pada peternakan ayam beserta daerah pe~

nyebarannya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1 Parasi.toid terhacJap ~ domestica pada


Peternakan Ayam dan Daerah Penyebaran-
nya <Rueda dan A,., tell , 1985).

Serangga Parasit Daerah Penyebarannya


(Chalcidoidea Ptero
malidae)

Muscidurufax raptor Amerika Utara, Amerika


Tengah, Amerika Selatan,
Timltr Tengah, Eropa,
Australia dan Kepulauan
Pasifi k.

Muscidurufax zaraptor Amet-i ka Utara

Nasonia vitripennis Amerika utara, Afrika,


Australia, Eropa, Asia
Selatan dan daerah Pasi-
f i k.

Pachvcrepoideus Amerika Utara, Amerika


vindemiae Selatan, Puerto Rico,
Afrika, Timur Tengah,
Eropa, Australia, Asia
Sela.tan, daerah Pasi -fi k
termasuk Indonesi a.

Spalangia cameroni Amerika Utara, Amerika


Tengah, Amerika Selatan,
India Bar-at, Afrika, Ti-
mur Tengah, Eropa, Cy-
prus, Asia Tengah, dae-
r~ah Pasifik.

Spalangia endius Amerika Utara, Amet"i ka


Tengah, Amerika Selatan,
India Barat, Aft"i ka,
Timur Tengah, Eropa,
Cyprus, Asia Ten I:;! ah ,
daerah F'asifik.

Tengah, Ame~ika Selatan,


India Barat, Afrika, Ti-
mur Tengah, Eropa~ Cy-
prus, Asia Ten';lah, Prsia
Selatan, Australia, dae-
rah Pasifik termasuk In-
donesia.
Spalangia nigt-a Amerika Utara, India Ba-
rat, Eropa dan daerah
PasHik.

Spalanqia drosophilae Amerika Utara dan India


Barat.

Legner dan Brydon (1966) mengatakan bahwa eli

Ca.l.ifm-nia Ordo Hymenoptera yaitu Spalangia endLI,j~

dan Muscidufurax raptor merupakan parasitoid yang

dominan yaitu 95% dari jumlah parasitoid yang

di temukan pada peternakan ayam dengan hO~jpe'l.:i MqsC:;..s1

domestica dan Fannia fernor-alisH Enampuluh per-sen

dari Hymenoptera ini adalah ~ raptor. Ini dise-

babkan karena M~ raptor lebih menonjol pada daerah

dingin dan lembab, sedangkan h endius pada ciael"ah

panas dan kering.

Axtell (1985) mengatakan pula bahwa Muscielu-

fUI"ax sp. dan Spalanqia sp. merupakan par-a5it

utama terhadap ~ domestica.

Muscidufurax raptor betina yang dewasa men em-

bus pupa lalat dan meletakkan telurnya dengan ovo-

positor. Penusukan ini sering dapat mematikan pu-

pa lala.t. Jika pupa lalst tidak mati, maka 10-13


27

hari telur akan menj{O\cJj larva dan 10 - 12 hari ke-

muc:lian rnenj ad i pupa (Kogan dan Legner, 1970;

Wylie, 1970 galam Rueda clan A"tell, 1985). Ber-be-

da dengan !:1..... r-aptor-, lar-va !:1..... zar-aptor- dapat ber--

ger-ak untuk memper-oleh makanannya dar-i telur- dan

dari larva lainnya.

Spalangia sp" mempunyai kemampuan yang tinggi

dalam mencari dan menemukan larva atau pupa lalat

sebagai hospesnya serta mempunyai kemiripan dalam

musim, daerah dan faktor ekologi dengan hospesnya

(Koeshar-to dkk.,1986'. S. came~-oni bahkan dapat

membedakan antara pupa lalat yang sudah mengandung

parasitoid lain dengan pupa yang belum ada parasi-

toidnya. Belain itu setiap penusukannya selalu

dapat mematikan pupa lalat dalam 24 jam (Rueda dan

A>< t ell. , 1985).

$ Sel anj utnya Rueda dan A"tell <1985' mengata-

kan bahwa setelah kopulasi Spalangia nigr-oaenea

akan mencari feses yang lembab untuk melE·takkan

telur-nya. Dalam satu pupa lalat dapat diletakkan

lebih dari satu telur tetapi yang clapat ber-tallan

sampai menjadi dewasa hanya satu saja. Daur- hi cI up

yang lengkap clari parasitoid tersebut memerlukan

waktu selama 33 - 35 hari di alam terbuka.

Spesie!:5- yang lain yaitu Spalanqia nigr-a, S~

d~osophilae, Nasonia vitr-ipennis dan Pachycr-epoi=


28

di.pa-

kai sebagai pengendali dari lalat kar(-2rl21 ti dak

umum atau jarang ditemukan sebagai musuh hayati

dari lalat-Ialat pengganggu pada peternakan ayam.

Hasil penelitian Legner dan Brydon (1966)

tentang keefektifan Hymenoptera sebagai parasitoid

pada Muscidae menunjukkan bahwa Spalangia endius,

~ nigr-oaenea, Muscidufura~{ r..§lQ.tOf". merLlpakan pal'''a-

sitoid pada pupa Fannia fernoralis dan

costoma. ~ carneroni dan Nasonia vitrioennis rne·-

rupakan pat-asitoid pada pupa E....... fernocalis saja.

Semua spesies di atas aktif pada suhu panas ~ecua-

Ii tL:.. ,·-aptor.

Tabel di bawah ini menunjukkan hasil .peneli-

tian dari Rutz dan Axtell (1981) rnengenai pengen-·

dalian Musca domestica pada peternakan ayarn "brCli-

ler-breeder ll dengan ~enggunakan parasitCiid yang

ada rnaupun dengan pel epasan Musei dufur a;., C§!l2tor di

North Carolina.
29

Tabel 2 P~osentase parasitoid yang dapat dika-


leksi dari petet-nakan ayam flbl""'oi IE?I'-
breeder" baik dengan atau tanpa pele-
pasan Muscidufurax raptor (Rutz dan
A><tell, 1981).

Prosentase Parasit yang Dapat DiKoleKsi


PETERNAKAN
III III 1m IVI VI Rata-rata
Spesies :
Spalanqia tameroni 10.6 93.6 53.9 38.B 58.8 69.4
Huscidufurax raptor 81.4 5.6 33.6 39.6 14.4 21.3
h endius 6.2 0.8 11.8 11.5 lB.6 7.6
S. nigroaenea 0.1 0.1 7.2 1.0 O. B
Pachycrepoideus vinde.iae 1.1 2.9 7.2 0.7
h drosophi I ae 0.1 0.3 0.1
h nigra 0.5 0.3 0.1

Keterangan I dengan pelepasan !!... raptor, II tanpa pelepasan it:. raptor

Parasitoid yang paling dominan dari tujuh pa-

rasitoid yang dapat dikoleksi adalah Spalangia £a-

mer-oni (69,4'l.), kemudian diikuti oleh Muscidufura;.:

raptor, S .. endius, ~ niqr-oainia, F'achycrepoidius

vindemiae, §..:- dt-osophilae dan ~ nigra ..

Muscidufurax raptor dan Spalangia carner-ani

merupakan pal-asi toi d utama terhadap 1 al at peng-

ganggu pada peternakan ayam di North Carolina.

Keduanya memerlukan kondisi feses ayam yang berbe-

da. M._ raptor lebih banyak menyerang pupa yang

berada pada permukaan feses, sedangkan ~ carner-Clni

lebih aktif terhadap pupa yang terletak lebih da-

lam.

Pada kandang "layer" feses ayam cenderung ba-


30

sah sehingga pupa lalat akan berada pada pe~mukaan

feses. Dalam kondisi seperti in i !I Musci dufura:.:

raptor merupakan parasitoid yang dominan. Sedang-

kan pada kandang "broiler breeder II feses ayam re-

I atif lebih kering sehigga pupa lalat akan -masuk

ke dalam feses. Spalangia carner-ani dominan pada

kondi si i ni. Namun dengan penambahan (pelepasan)

!1::.. rapt or membuat pat-asi-toid ini menjadi dominan,

yaitu merupakan 81,4% dari semua parasitoid yang

ditemukan. Tanpa penambahan, parasitoid ini hanya

mencapai 5,6% - 39,6% dari parasitoid yang ada.

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa kom-

binasi penggunaan Spalangia cameroni dan Muscidu-

raptor merupakan cara yang baik dalam me-

ngendalikan lalat pengganggu pada pete(nakan ayam

secara hayati.

2. Serangga Predator

Cappel dan Mertins (1977) memberi batasan

bahwa seF"angga predator adalah serangga yang hidup

bebas sebagai pemangsa lalat baik dalam stadium

teIur, larva, pupa maupun Ialat dewasa.


3l

Menurut West (1951)~ sebagian besar serangga

dari class Chilopoda, Arachnida dan Hexapoda meru-

pakan serangga predator.

Class Chilopoda merupakan serangga pemakan

lalat-lalat muda. Misalnya Scutigera forceps,

coleoptera dan ~ smithii.

Sub class Acarina dari class Arachnida meru-

pakan tungau predator yang sangat berperanan dalam

pengendalian lalat-lalat pengganggu, terutama fa-

mili Macrochelidae (Kinn, 1966; Axtell, 1985) .

Macrocheles muscapdomesti~ae sebagai salah satu

speciesnya umum dijumpai sebagai musuh hayati dari

Musca domestica di Brasil (Pireira dan De Castro,

1945 dalam West 1951).

Sub class lain dari class Arachnida adalah

Pseudoscorpionida dan Araneida yang memakai Musca

domestica sebagai alat transport dan memakan lalat

dewasa baik yang masih hidup maupun yang sudah ma-

ti.

Ordo Coleoptera misalnya Scarabidae, Histeri-

dae, Staphylinidae dan Hymenoptera misalnya Formi-

cidae merupakan orda yang paling banyak dijumpai

sebagai predator dari pada ordo lain dari class

He~< apada..

Ordo Orthoptera, Anoplura, Hemiptera dan Der-

maptera merupakan pemangsa lalat-lalat dewasa pada


32

Hl2l1am hElI·-i. Dari orda Diptera diketahui H"/d~-(Jtaeci


__ ..1________ _

dentipes dalam stadium larva merupakan predator

pada Stomoxys sp. dan Musca domestica (West,

1951) .

Serangga-serangga predator yang berperanan

dalam pengendalian lalat-lalat pengganggu pada pe-

ternakan ayam adalah tungau (Macrochelidae), kum-

bang (Histeridae) dan semut . (For-micidaE') (West :1

1951; A"tell, 1985).

a. Tungau gredator

Tungau predator ini termasuk dalam class

Arachnida, sub class Acarina, orda PaJ~asitifor-

mes ..

Macrochelidae merupakan tungau predator

yang umum didapatkan dalam kotoran unggas dan

telah diketahui efisiensinya dalam pengendalian

1 al at-l al at pengganggu (A::tell, 1963)-.

Macrocheles muscaedomesticae merupakan tu-

ngau yang umum dijumpai sebagai musuh hayat.i

lalat-lalat pengganggu. Tungau cle~""asa

memproduksi telur 1 butir setiap hari dan akan

menetas menjadi larva dalam 5 - 6 jam, selan-

jutnya akan menjadi nymphe dan tungau dewasa.

Sifat predator dari tungau ini dimiliki dalam

stadium nymphe dan dewasa (West, 1951). Menu--


rut Kinn (1966) ma~:anan ut~manya adalah telLlr

dan larva lalat bentu~ pertama_ Tungau ini ku-

rang efisj.en sebagai predator pada larva bentuk

kedua dan sangat keell efe~nya terhadap larva

bentuk ketiga bahkan tidak berefek pada stadium

pupa dari lalat. Lalat-Ialat dewasa hanya di-

gunakan sebagai alat transport.

F'ada umumnya ~ muscaeclomesticae il'li meng-

hisap cairan telur lalat sehingga sangat meru-'

sak daya tetas telur. Dalam satu minggu, seti-

ap tungau dapat menyerang 20 butir telur lalat

jika faktor kompetisi antar jenis serangga di-

hilangkan (Kinn, 1966) ~

Koeshal'-to dkk.. (1986) mengutar-akan beber-a-

pa sifat t1acJ'-ocheles mllscaedomestirae yanl;} ku-

rang menguntungkan dalam mengendalikan populasi

lal at. Sifat-sifat tersebut an tara lain adalah

sifat predatornya menjadi menurun dengan makin

banyaknya telur lalat yang ada dalam feses, ju-

ga dalam beberapa hal tungau dewasa hidup be-

bas.

Selanjutnya hasil penelitian Kinn (1966)

menunjukkan bahwa dengan adanya tungau ini, te-

lur lalat yang dapat berkembang sampai menjadi


0
pupa sebanyak 8% pada suhu 35 C dan 48% pada

suhu 25°C serta 26% pada suhu 20DC dengan ada-


34

nya lima tungau.

ka ada lima tungau yang menyerang lalat i nstar"

pertama pada suhu 25°C dan 20°C, lar-va terse-

but menjadi tidak dapat be~kenlbang atau bahkan

mati .. 1 a~-v,:~. dapat

bertahan hidup sekalipun ada 40 tungau.

Tabel
.,.'-' PI'-osent,:::\sE? jumlah lali:it PI'- ad el,.',I,-J,S a
ya.ng clapat bertahan hi dup liJer- kE.lffI-
bang dengan adanya. Macr·gct}~.l es_ iJlLlS--
caedomesticae (Kinn, 1';>66).

Temgeratur
0
Stadiuii Tuogau 35° 25 20 e

Jumlah Tungau 0 5 10 20 40 0 5 10 20 40 0 5 11) 20 40

Telur I 11 3 - 55 7 0 0 - 28 2
Inst_r II 75 - 23 12 5 3 57 0 (J 0 0 42 0 0 0 0
Instar IIII 96 - 96 86 86 90 S8 - 82 78 74 74 70 34 36 32 20
Inst_r IIIII 95 sa 84 74 74 90 - B8 90 "10 86 92 82 74 62 80
Pupa II 76 - 78 b4 74 62 - 50 48 70 38 - 26 36 38
Keterangan I 20 spesi •• n per t.st , II 10 spesi.en per test.

b. Kumbang Predator

Kumbang predator termasuk dalam class He-

,.,apoda, or-do Coleopter-a (llJC-0St, 1951.) dan t(~'I'"-

dapat dalam dua kelompok yaitu kelompok

gatorv breeder", yaitu kumbang yang hidup di

dalam feses yang masih baru dan akan pindah ke

feses yang lain jika pe~sediaan makanan sudah


35

tida~- merlcukupi lagi. Kelompok yang lain ada-

hidup di dalam feses yang sudah lama. MakanCtn

utamanya adalah flora yang tumbuh di dalam

feses tersebut~ Sebagian besar kumbang preda-

tOI~ acja dalam kelompok obligatory breeder

(Koesharto dkk.,19851.

D2~- i hasil penelitian Koesharto dkk ..

(1986) menunjukkan bahwa ·FesEs tel~nak yang ba-

nyak mendapat sinar matahari merupakan tempat

perindukan yang baik bagi fauna di

Dengan adanya ban yak fauna, kumbang predator-

akan lebih ter-tarik datang pada feses tersebut.

Kumbang predator terpenting yang terdapat

pada peternakan ayam adalah kumbang dari famili

Histet-idae (A>:tell, 1985) ~

Menurut West (1951) sifat predator dar-i

kumbang ini dimiliki pada stadium larva dan ma-

kanan utamanya adalah telur lalat.

Hister cinpnsis (Histeridae) mer up ~i k an

kumbang predator yang berasal dari pulau Jawa,

d i pakai sebagai kontrol tet-hadap Musca dOmi?51: i -

£~ vicina di kepulauan Fiji (Lever, 1938 dalam

"Jest, 1951.1. Tetapi menurut Simon (19401 dalam

~Jest (1951) t:h- cinensis ini ternyat.a lebih cCJ-

cok sebagil.i predator dari ~ domestica di pulau


36

Jawa~ Ini te~jadi karena perbedaan iklim di

kedua daerah 'tersebllt.

Famili lainnya adalah Scarabidae misalnya

Har-palu~ SPM~ Platymus Sp~,AgDnoderus Sp. yang

merupakan pemakan larva lalat serta Staphylini-

dae (West, 1951l. Kumbang-kumbang ini banyak

dijumpai di dalam -feses sapi <Koesharto dkk.,

1986) .

~. Semut predator

Semut-semut predator ini tet-masuk dal am

class Hexapoda, ordo Hymenoptera dan -famili

Fot-micidae (West, 1951) ~

Howard (1911) dalam West (1951) mengatakan

bahw-B. Sol snopsi s gemmi nata di abol a,~ Monomori ur!l

minimum dan Iridomyrmex humilis dapat memakan

lalat rumah yang belum dewasa. Selain itu SE'-'

mut Phei dol e megachepal a dapa.t meman'Jsa tel Ltr,

larva, pupa dan lalat ,-umah (!i:... domestica) yan'J


dewasa (Bridwell, 1978 dalam West 1951).

Sifat predator dari semut-semut ini dimi-

liki dalam stadium dewasa (West, 1951).


III. F'EME<?,HASAN

Keberhasilan suatu peternakan ayam antara lain dipe-

ngar-uhi oleh adanya lalat-lalat pengganggu yang secara

langsung maupun tidak langsung akan menurunkan produksi.

Lalat-Ialat penggang9u yang dibicarakan di sini ter-

ffi2SL\k orda Diptera, famili Muscidae.

(soldier fly) merupakan spesies utama d21n

terbanyak yang ditemukan sebagai lalat pengganggu pada pe-

t.ernakan ayam disamping Hermetia sp.dari famlli Stt"* at i c-

myidae dan ordo Brachioptera (Quisenberry dan Foster,

1<7'84, I~;ct:ell, 1985)~

Lalat-lalat tersebut merupakan pembawa

patogen, bakteri enterik, protozoa dan telur-telur c:ac::i.ng

yang menyebabkan beberapa penyakit pada hewan maupun pada

manusia. Hal ini dise~abkan karena lalat-lalat pengganggu


tet-sebut hidup dari kotoran/feses hewan maupun manusia,

kemudian terbang bebas membawa kotoran dan kuman-kuman pe-

nyakit yang menempel pada buIu-bulu tubuh dan kakinya~

Lalat ini umumnya bermukim disekitar rumah dan kandang he-

wan .. Selain itu, lalat ini mempunyai kebiasaan memuntah-

kan kembali cairan yang telah dihisapnya

sehingga kuman-kuman yang telah ditelan ikut dimuntahl:an-

nya dan akan menimbulkan penyakit-penyakit tertentuR

Sebenarnya manusia mempunyai banyak waktu untuk me-


38

ngendalikan sattJ gene~asl lalat, ka~ena lalat pengganggll

ini mampu be~tat\an hidup selamp 2 mlnggu sampai

dan pada umumnya lalat betlna lebih lama hidup dari pad a

lalat jantan <Harwood dan James 1981) .

Dengan kemampuan menyebar sejauh 1 - 3 kilometer, ma-

ka daerah dengan radius tersebut merupakan daerah penye-

baran lalat yang memerlukan perhatian khusus dalam pena-

nganan pengendaliannya selain di temp at perindukannya.

t1akin meningka'tnya 5uhu di suatu daer-ah, maka v..ral:tu

penetasan yang diperlukan oleh telur lalat akan mat~in

singkat. Ini menunjukkan bahwa Indonesia sebagai

tropis mempunyai lalat dalam jumlah ban yak dan mengalami

uoverl appi ng genet-ati on I! atau ffit?mpunyai ber-agam genel.... ..=ts:l

dalam satu periode waktu, karena perkembangan dari setiap

stadium tidak pernah berhenti sepanjang tahun dan ber-lallg-

sung dengan cepat, sehingga populasi lalat akan meningkat

dengan cepat pula~ Belain itu suhu juga mempengar-uhi ak-

ti f i tas 1 al a.t. Semakin tinggi suhu maka aktifitas lalat

akan makin meningkat pula, sehingga lalat-lalat di Indone-

sia melakukan aktifitas sepanjang hari dan kadang-kadang

juga aktif pada malam hari jika suhu tidak terlalu dingin

(Luvchiev dan Krusteva, 1.958).

Sampai saat ini pengendalian terhadap lalat-lalat

pengganggu telah berkembang sejalan dengan berkembangnya

pengetahuan tentang insektisida. Namun demikian lalat-

lalat pengganggu tersebut tidak dapat diberantas 100%,


59

bahkan dapat muncul lalat-lalat pengganggu dengan st~ain

baru yang tahan terhadap insektisida tertentu. Dieh kare-

na itu perlu digunakan teknik-teknik lain yang saling me-

nunjang sehingga akan didapatkan hasil yang semaksimal

mungkin. Teknik tersebut antara lain adalah dengan meng-

gunakan serangga musuh hayati.

Kotoran/feses ternak merupakan tempat perindukan yang

baik karena menyediakan unsur-unsur hara yang diperlukan

bagi pertumbuhan larva dari lalat-Ialat pengganggu. Di-

samping itu kotoran/feses juga merupakan tempat perindukan

yang baik bagi serangga-serangga musuh hayati, yaitu se-

rangga-serangga parasit, serangga-serangga predator atau

serangga-serangga yang bukan parasit maupun predator teta-

pi karena perilakunya dapat menekan populasi lalat-lalat

pengganggu. Misalny~ kumbang-kumbang yang mempercepat

proses pengeringan feses, sehingga menyebabkan feses ter-

sebut tidak disukai lalat. Maka makin baik kondisi feses

sebagai tempat perindukan serangga, makin banyak jenis se-

rangga yang hidup sehingga makin tinggi kompetisi untuk

hidup.

Jadi dengan kata lain dapat disebutkan bahwa serangga

parasit atau predator yang ditemukan terbanyak dalam suatu

habitat bukan merupakan musuh hayati yang terpenting. Me-

lainkan serangga parasit atau serangga predator yang meru-

pakan pemangsa utama dari lalat-lalat tersebut. Per an an

serangga musuh hayati ini terlihat jika serangga tersebut


dapat menemukan Inangsanya dalam jumlah sedikit dan terpi-

Serangga parasit adalah musuh hayati yang lebih ba-

nyak berupa endoparasit, yaitu parasit yang hidup di dalam

tubuh induk semangnya dalam hal ini lalat terutama larva

1 a.l a:t (I nformaE.i f<es.,an, 1978). Ini disebabkan karena

adanya persediaan substrat pada telur, larva, pupa lalat

yang dapat memenuhi kebutuhan hidup dari serangga parasit

ter-sebut.

Serangga parasit yang berupa lebah-lebah keeil ini

bel'-telur cli dalam larva stadium akhit- dan cii dEll am pupa

lalat~ Setelah dew3s2 lebah ini akan meninggalkan pupa

lalat dan mengakibatl<an pupa lalat tersebut tidak dapat

berkembang atau bahkan mati. Kematian pupa lalat yang di-

serang parasitoid ini mempunyai lubang keei! bekas jalan

keluarnya parasitoid. Tanda ini membedakan dengan kemati-

an pupa olsh hal-hal lain, misalnya Dleh bakteri, j ,;;\muI""

patogen dan lain-lain. Letak dan bentuk lubang ini mel'-u-

pakan ciri untuk setiap serangga parasit (Koesharto dkk.,

1986) .

Penggunaan parasitoid dalam pengendalian populasi la-

lat pengganggu, dikarenakan pertimbangan dari perilaku pa-

rasitoid dalam menurunkan keturunannya yang terus berkesi-

nambungan tanpa perlu mengulangi pelepasan parasitcJid 5e-

lama keseimbangan alam tetap terjaga.

8eberapa perilaku parasitoid dalam mencari dan mene-


4l

mLlkan lal~va ataLI pupa lal~t adalah dengan menemukan dae~ah

hospesnY2~ m(~nE?mukan pUp'::t dC':\l alll SU'=:ltu 1 okasi ~ ':3E,l ek::.;i PU.PEl

(d~umming, tapping, drilling) kemudian dilanjutkan

ovoposi £5i .. Perilaku parasitoid tersebut sangat perlu di-

ketahui sebagai usaha manusia untuk memperkembangkan musuh

hayati selain memanipulasi serangga itu sendiri dan

kungan hidupnya.

Dengan mengetahui perilaku dan sifat-sifat dari para-

sitoid di atas dapat diketahui kapan dan di mana serangga

p.Etr asi t tersebut dapat dilepaskan dengan

hi dLlp, tempat perindukan kemampuan menyebar

sifat-sifat lalat lainnya serta pengaruh

lalat-lalat pengganggu sebagai induk semangnya.

Muscidufurax sp. dan Spalangia sp. merupakan parasit-

Did utama pada Musca domestica (Axtell, 1985) . F'el'-ani::\n

Musc:idufura}{ sp. lebih menonjol pada daerah

dangkan Spalangia sp. lebih berperanan pada daerah panas.

Parasitoid utama pada Musca domestica di IndCJnesia

adalah Spalangia nigroaenea. Parasit ini bersifat kO'S5mo-

politano Parasitoid lain yang bersifat kosmopolitan ada-

1 ah Muse i duf Ut- a}; r aptot-, Pachycrepoi deus vi ndemi a.§..!... SP&a-~

nqia carnerani dan Spalangia endius (Rueda dan

1985).

Besar per-anan parasitoid dalam mengendalikan

I alat pengganggu ini berbeda-beda tergantung pada 51"Fat

dan perilaku dari parasitoid itu sendiri, lokasi W€:\kt:.u


42

Legne~ dan Br~don (1966) di Califo~nia Se-

latan mendapatkan efektifitas parasitoid terhadap pengen-

dalian lalat-Ialat pengganggu sebesa~ 60%, sedangkan jauh

sebelumnya Handschin (1932) di pulau Jawa menemukan bahwa

efektifitas pa~asitoid (Spalanqia sundaical sebesa~ 46%.

Spalanqi.:i. nigt-oaenea dapat menj,E!di parasitoid yang

utam2 dalam mengendalikan popu]asi lalat-lalat pengganggu

karena mempunyai beberapa kelebihan. Oalam kondisi maksi-

mal, dengan menghilang~an faktor-faktor yang mempengaruhi-

nya, parasitoid ini mempunyai efeJ,tifitas 60 % dalam me-

ngendalikan lalat rumah pada petern~kan ayam (Legner dan

Byrdon, 1966) • Rao dkk .. (1971) menambahkan bah~...,l..~ ~pala-

ngia carner-ani yang dikenal seba';:lai parasitoid di kepulauan

Pasifik telah diteliti dapat memusnah~an 50% dar-i populasi

lalat ~umah di lapangan te~buka atau di padang.

prestasi yang telah dihasilkannya, dapat dikatakan bahwa

Spalanqia sp. pe~lu diperhatikan untuk dikembangkan seba-

gai se~angga musuh hayati terhadap lalat-lalat pengganggu

khususnya di peternakan ayam.

Serangga-serangga predator pada umumnya adalah ekto-

parasit, yaitu pa~asit yang hidup di luar tubuh induk se-

mang dalam hal ini adalah lalat-Ialst pengganggu (Info~ma-

si Keswan, 1978). Tungau, kumbang dan semut merupakan

serangga-serangga predator utama dalam pengendalian lalat-

Ialat pengganggu.

Tungau Macrochelidae umumnya menghisap cairan dari


Selain menghisap cairan dari t(21ur· lalat,.

~<i nn (1966) merlg~takan bahwa tungau dapat Juga menghisap

cairan larva instar pertama yaitu larva yang telah menga-

lami pergantian kulit satu kali. Makin dewasa stadium 1a-

lat, efektifitas dari tungau ini semakin menurun. F'ada

stadium pupa dari lalat, efek dari tungau ini sudah tidak

ada lagi.. Di dalam laboratorium, peranan tung au ini dalam

mengendalikan populasi lalat pengganggu mencapai 73%

88%, bilamal12 kompetitornya dihilangkan~

ring ditemukan adalah Macrocheles muscaedomesticae.

Kumbang Hi s,.teri dae merupakan kumbang predator- yr.:u19

sering ditemukan pads peternakan ayam. Sifat predatornya

dimiliki pada stadium larva dan makanan utamanya adalah

telur lalat .. Kumbang ini dimasukkan ke dalam golongan

obligatory breeder. Kumbang predator yang makanan utama-

nya bukan lalat digolongkan ke dalam I(elompok fakul'tatif

breeder"

Beberapa kumbang predator mempunyai sifat predator

pada stadium dewasa dan makanannyapun tidal< hanya telur

lalat melainkan juga lalat dewasa. Kumbang ini mel LIked

lalat kemudian menghisap cairannya (W~st, 1951).

Efisiensi tungau dan kumbang predator dalam mengenda-

likan populasi lalat-lalat pengganggu sulit diketahui de-

ngan pasti ~ karena tungau dan kumbang memiliki ber-agam

makananM

Tungau dapat bersifat predator (predaceus mites), pe-


'~4

makan tanaman (phytophagus mites). pem61 ~n )amur (fungifo-

rOllS mites) dan pemakan sampah (coprop~!~gc'us mites dan sa-

prophagoLls mites). Sedangkan kumbang mempunyai sifat pre-

dator/carniforous, coprophagous dan saprophagous selain

sebagai pemakan flora yang terdapat di dalam feses (go-

longan fakultatif breeder). karena sifat carniforousnya

illi kumbang lebih tertarik pada feses yang mengandung ba-

nyak fauna, yaitu feses yang banya~ mendapatkan sinar ma-

tahari.

Serangga predator lainnya adalah semut-semut yang me--

mangsa telur sampai lalat-lalat dew2s2. Sifat predato~nya

ini dimiliki pada stadium deW2S2.

Seperti halnya parasjtoid~ efektifitas serangga-

serangga predator ini dipengaruhi olsh berbagai faktor.

Misalnya curah hujan yang tinggi menyebab}(an feses menjadi

busuk, tumpukan feses yang ter121u tinggi sehingga sukar

ditembus oleh serangga predator maupun parasit untuk men-

cari mangsanya atau induk semangnya.

8eberapa keuntungan dan kerugian dalam pengendalian

lalat-lalat pengganggu pada peternakan ayam secara fisika,

kimia dan hayati dapat dilihat pads tabel di bawah ini.


Keuntungar: ~~n Pei-ugj~n 00n92r:rl~llan Lalat
F'en~]ut:\ng';J:_i c(?',:_::<r . ,:-, Fi,,",s"! 1 :~~ ! im! ,~, -j'::ln \--IE-l.yc":\t"i

F!SIKA KlHIA HAYATI

nanusia ;

Tidak ada efek saffi- ReSldu yang ditlng- Tidar ada efek sam-
ping. galkan pada pengguna- ping.
ar. yang ceroboh IDEra-
(uni manusia ielalui
p~ncelllarafi tafl3h, air
dan tanaman.

He.an layami :

Tidak arla efek sam- Penggunaan yang cero- Tida, ada ,fe, 5,,-
ping. bah merusa~ ~';qal i tas ping.
ddy 11i 9·

Lalat :

Hanya dapat .enger, - Dapat mengatasi Ie - Dapat .,ngatasi Ie -


dalilan lalat dala. dalan popul.si dalam da,an populasi dala.
ju.lah yang relatif ju.lan berapapun. iu.lan tertentu.
sedikit, tidak dapat
.engatasi led.kan
populasi.

Tida, dapat .ening - Dapat .eningkatkan Tidak dapat .ening -


katkan r~sistensi resistensi lalat. katkan resistensi
1al at. 1alat.

Ling,ungan

Tida, ~erubah kese - Meruban 'es.iobangan Tida, .erubah ,.5. -


ilb,ngan lingkungan, lingkungan, merusak ilbangan lingkungan,
feses aasih dapat kondisi feses seba - fes.s aasih dapat
diguna,an sebagai gai pupuL digunakan s,bagai
pupuL pupuk.

Serangga musuh hayati

Tidak mempengaruhi Penggunaan secara Tidak .e'p,ngaruhi


pengenoalian SEcara luas dapat .enutupi pengendalian secara
ki sia, serangga mu- hasil pengendalian fi si ,a, dapat .. ngu-
suh hayati ,adang - secara fisika dan rangi penggunaan
kadang ilut terbu - .e.bunuh s,rangga zat-zat kimia.
nuh. ~usuh hayati.
L~jn - lain:

Tida, .e.erlukao Hanya olefflerlukan Memerlukan pengeta -


keahliao khusus. pengetahuan prak - huan tentang serang-
ti s. ga musuh hayati dan
sifatiperilakunya.

Me.erluk" biaya Me.erlu'an biaya I~eaerlukan biaya


yang relati! .ahal yang relati! .ahal yang re!atif aahal
baik untuk iangka baik untuk iangka untuk iangka pendek
pende, aaupun untuk pendek .aupun untuk tetapi murah untuk
iang" paniang. iangka paniang. jangka p,niang.

~2gerlukan waktu Meaerlukan waktu Me~erlur.an waktu


yang rel,ti! pendek yang sang at singkat sangat lama untuk
untuk mengetahui untuk rnengetahui mengetahui hasilnya.
hasilnya. hasi loya.

Pen99unaannya harus Penggunaannya harus Penygunaannya tidak


terus iDenerus diu - terus menerus diu - perlu diulangi, se -
langi. 1angi • (afa alami akan oer-
ialan terus iik. ke-
sei ffibangan alali ti
dak terganggu.
IV. :ESIMPULAN DAN SARAN

Adanya lalat-lalat pengganggu pada peternakan

ayam merupakan salah satu faktor penghalang terhadap

k~berhasilan peternakan tersebut. Oleh karena itu di-

perlukan suatu penanganan terhadap pengendalian dari

lalat-lalat pengganggu tersebut baik berupa pencegahan

maupun pemberantasan.

Lalat-lalat pengganggu tersebut sebagian terbesar

adalah Musca domestica (lalat rumah) yang merupakan

penular penyakit atalA pembawa berbagai flii kroor-gani sme

penyebab penyakit. Selain itu kehadiran lalat-lalat

tersebut dapat mengganggu ketenangan ayam.

Pengendalian terhadap lalat-lalat pengganggu ss-

car-a fisik yaitu dengan memelihara kebersihan ling-

kungan, dengan menggunakan jebakan dan lain-lain atau

dengan menggunakan bahan-bahan kimia sudah umum dila-

kukan. Namun pengendalian Ialat-Ialat pengganggu de-

ngan menggunakan musuh hayati kurang mendapat perhati-

an. Ini mungkin disebabkan karen a waktu yang diguna-

kan untuk menekan populasi lalat pengganggu relatif

lebih lama dibandillgkan dengan menggunakan cara-ca~a

yang lain .. Serangga-serangga musuh hayati yang digu-

nakan sebagai pengendali lalat-lalat pengganggu dike-


nal sebagai serangga p~l~aslt <parasltoid) dan serangga

predator.

Serangga paraslt yang umumnya lebah-lebah kecil

(Hymenoptera) menyerang Inangsanya buJ~an untuk kepen-

tingannya sendiri melainkan untuk keturunannya, yaitu

dengan meletakkan telurnya pada larva atau pada pupa

lalat. Sehingga dapat dikatakan sebagai endoparasit

pada lalat pengganggu. Sedangkan serangga predator

yang umumnya adalah kumbang (Coleoptera) dan tungau

(Acari Parasitoformes) lebih merupakan ektoparasit

pada lalat-lalat pengganggu dan akan menyerang mangsa-

nya dengan menghisap cairan telur atau larva, kenludian

segera pergi.

Dari hal tersebLlt dj atas, nampaknya serangga pa-

rasit lebih baik daripada serangga predator. Namun

perlu diperhatikan mengenai lingkungan hidupnya yang

dapat memberi harapan hidup optimal bagi parasitoid

dewasa, misalnya dengan menyediakan pohon/tanaman ber-

bunga sebagai sumber makanan bagi serangga dewasa khu-

susnya serangga parasit, pembiakan masal dan seleksi

strain di laboratorium serta dengan mengatur suhu,

kelembaban dan mengurangi pemakaian insektisida yang

merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan

serangga musuh hayati.

Serangga parasit yang telah dikenal dan merupakan

bagian terbesar dari populasi serangga parasit adalah


49

i o:::..mopDl i tan tetap i 11usc i du·f Ltt'··j.:\;·; sp. menyukai

chngin. Spalangia sp. di pulau Jaws dikenal

dengan Spalanqia sundaica yang kemudian disebut

).a.nqia nigroaenea (Rueda dan 1:4;.; tel 1~ 1985) ~

Serangga-serangga predator umumnya ber-upa tungau,

kumbang dan semut. Tungau predatot- banyak dijumpai

Sedanqkan yang di~enal

denqan kumbang predator adalah kumb ang - k umb ,;t.n!~j

famili

Staphyliriidae~

Dilihat dari pengaruhnya terhadap manusia,

(ayam), lalat dan lain-lain, maka per-snan serangga mu-

suh hayati perlu dipertimbangkan untuk digunakan seba-

gai pengendali lalat-Ialat pengganggu pada peternakan

Elyam"

B~ Sar-an saran

Sar-angga musuh hayati memerlukan perhatian dat-i

para entomologiwan untuk di. tel i t i d i (japat kan

data-data biologi, fisiologi, cara hidup dan lain-lain

yang sampai saat ini sangat minim di

hingga peranan serangga musuh hayati dapat dil·:enaJ.

oleh masyarakat -dan kemudian dapat clipergunakan seba-


50

cal.... a "·Cal a
r
·

yang SLldah um!Jm dipa~~ai~

Sudah SE:\dtnya untuk mempet-kembangbiakkan set-ang~1a

musuh Ilayati di laboratorium yang meliputi pembi,·3.kan.~

seleksi stl-ain, pemberian makan, pengaturan suhu, ke-

lembaban dan lain-lain., l<emLldi an di 1 epask"'"

tetE\!] memberi~an ling~ungan hldup yang baik

dapat mengendalikan populasi lalat-Ialat penggallggu.

Dengan pemakaian serangga musuh hayati ini secara

tidak langsung dapat mengurangi akibat sampingan

peng\:;Junc:\an inse~tisida yang semakin meningkat

meningkatnya resistensi dari 1 al a.t-l ",,1 at


51

kmpiran 1 Sil:1us Hi<lup Eusc?'l <lome stica


('Jent, 1951 den Snovl, 1974)

DElvASA

3-25 hari 4-8 jam

TELUR

3-9 hari 24 jFm

LARVA
INSTAR III

24 jam 1-4 ri

Ill.RVA
INST!>R II
I_amp i 1'- ,::In 2 (':;':,l( '21'; ~l ,I::; :3t::'~-;:;\ n 9 q 21 F' ,9 r- ,;;; "':? 1 t 'J -:;\ n ;:) f? 1'- ,~\ n 'J 9 a ··_·E; E~'-
j'- d.n 9~J i;', r::;- ,::."j ,:-?t eJr- t e1'- h ,-;'.ri ~tC! tl~tS_t;§l 9flfll.est i C ';;:1.•
(lrJe!::;t~ I '''~1]

Phylum AI'"thl"C)poda.

Class, Chilopoda
?c,!tiqer-a forceps
SA coleopter-a
S .. smithii

Class Ar-achnida
sub class AcarIna
famili Macrochelidae
genus f 1-Etcr-ochel es
v

t12!.. mu sea E.\ d 9jJjl¥:.§~r.:_L~':'~~?L


Pseudoscorpionida
sub c..l ass Araneida

Class
OJ·-do Ot-·thoptet- a

or-do Odoll3.ta

ol'-do Hi?miptera

or-do Der-mapter-a
ordo Coleoptera
famili Scarabidae
Harpal'L;tS sp ..
E:..1 atYilllts sp ..
t\.9..9!lOderLts sp.
famill Histeridae
Hister cinensis
famili Staphylinidae
AJ.eochara sp.
or-do Diptera
eordo Hymenoptera
famili pteromalidae
famili i dae EncYI~t
famili Eulophidae
famili Diapiridae
'f,,,mili
Cynipidae
·famili FDrmicldae
53

Lampi j--an :5 Stadium Serangga Musuh Hayati


yang Berperanan dan Stadium
Musca. Domesti ca yang Di serang

5erangga Musuh Hayati


Stadium ~ domestica.
5tadiu. yang bersifat Stadiuo Dewasa yang Diserang
Parasit atau Predator

Lebah-Iebah ,edl (Parasitoid) telur, larva, pupa • enghi sap sari larva, pupa .

Tungau Predator nymphe, dewasa beberapa hidup telur, larva.


bebas

Kuobang Predator (obligatory- larva, pupa, dewasa telur, larva, pupa,


breeder) de.asa.

s",ut Predator dewasa telur I larva, pupa,


dewasa.
DAFTAF( PUSTAKA

1. Axtell, R.C. 1963. Manure inhabiting Macrochelidae


(Acarina Mesostigmata) predaceus on house fly.
Dalam Adv~ in Acarology 1 : 55-59.

2~ A~{tell!1 R~ C.. .1985.. Pw·thl'-opod pest of paul try.. Da-


lam R.E William, R.D. Hall, A.B. Broce dan R.J.
Scoll eds. Livestock Entomology. John Willev
and Sons. New YOI~k.

3.. Beard, R .. L .. dan Du C .. Sand.. 1973.. Factors affecting,


degradation of poultry manure by flies. Env.
Entomol. 2(5) : 801-806.

4. B,-own A. W. A. 1961. Insect control by chemicals.


,John "Ji 11 ey and Sons. New York.

Coppel, H.C dan J.W. Mertins. 1977: Biological in-


sect suppl'-esi on.
pest Springerverlag Berlin
Heidelberg, New York.
,
o. Djanah, D. 1982.. Pengendal ian ektoparasit .. C.V.
Yasaguna. Jakarta"

7. Figg. D.E., R.D. Hall dan G.D. Thomas. 1983. Insect


parasites associated with Diptera developing in
bovine dung pats in central Missouri pastures.
Env. Entomol. 12 : 961-966.

8. Gintillg, T.D.N. 1985. Efikasi insektisida Napor-ex 2


WSG. terhadap larva lalat (Diptera) pada lantai
kandang dan efsknya bagi kesehatan dan produksi
·telur ayam dj sekitarnya. Penyakit hawan (1985)
17(29) ::;:::l2-~31.I;jM Balitvet. Bagar.. Indonesiau

9. ~iarwood, R~F~ dan M.T. James 1981. Entomol.ogy


in human and animal health. 7th ed. Macmillan
Publ ishing Co~ Inc.

10. Kasno, Pudjianto dan J. Wiroatmodjo. 1981. Perlunya


meningkatkan perhatia~ pada serangga musuh alami
serangga hama di Indonesia~ Kongres Entomologi
II. Perhimpunan Entomologi Indonesia. Jakarta.

11.. Keiding, J. 1974. Houseflies (Musca domestica).


DC';\lam Pal!! R. dan R.H. Wharton eds. Control of
Artht-CJpCld~, of medical and veterinary importance.
F'1 anum F'lr-ess" NE:'W YOF" k.
55

l<inn, D.N. 1966. P,-edat.i on of t.he mit.e, Macrocheles


muscaedomesticae (Acarina : Macrochelidae), on
t.hree ~pesies of flies. J. med. Ent. 3(2)
155-158 ..

13. Kirkpat.rick, T.W. 1957. Insect. life in t.he t.ropics.


Longmans. Green and Co. New Yo~k.

14. Koeshart.o, F.X., Singgih H. Sigit. dan Upik Kusumawa-


t.i, 1986. Suat.u t.elash penggunaan musuh hayat.i
(se,-ang,~a parasi t. dan p,-edat.or) unt.uk pemberan-
t.asan Ialat pengganggu (Dipt.era : Muscidae) pada
ternak sapi dan kerbau. Lap. Penelit.ian. Juru-
san Parasitology dan Patologi, Fakultas Kedok-
teran He,~an, IPB. Bogar.

15. I_abm-atorium Kesehat.an Hewan Bukittinggi. 1978. Ek-


toparasit. Infor-masi Keswan, tahun IV nomor 71.

16. Legner, E.F., E.C. Bay dan E.B. Whit.e. 1967. Acti-
vity of parasites from Biptera : Musca domesti-
c.s., StOinONYS ralcitt-ans, Fannia canicularis and
Fannid f~moralis, at sites in the We~tern He-
mi~phere. Ann. Ent. Soc. Am. 60(2) : 462-468~

17. dan H.W Brydon. 1966~ Suppresion of


dLlng inhabiting fly populations by pupal para-
!:3ii:es.. Ann .. Ent~ Soc .. Afn. 59 (LI·) 638-651"

1~3H Luvchiev, t). I~ dan I"A~ t<r·-usteva.. 1958. A contcibu-


tion to the stLtdies on the house fly (t""1u5ca do-
mestica) activity under natural conditions II.
Ekol. Bulg. (16) : 30-39.

1'7. i1ul12~ f~1,.S. dan H~


l~~<Elf'"'odft 1983~ Evaluation of
lar~vade;:, new IGF.~ fot- the contt'-ol Df
E\ pestife-
rous flies on poultry ranches~ J" of Ec~ Ent.
(1983) 76(3) : 520-524ft

20. Peterson, H~E~ 1975. The Musca domestics complex in


31"'j lanka. J. Entomol. B. 43(2) : 247-259u

21. Perez, A.M. 1982. Controi integrado de Musca domes-


ti~, - StomD;'~vscalcitrans en E}{plotac:iones le-
charas 2vicoJas. Folia Entomologica Mexicana
(1982). Dalam Poultry Abstract 1984, vol. 10,
no. 2-3, hal. 56.
56

'"..,'"...
.,:~..::' . Quisenbel'"l"Y, 8.8. dan D.F. Foster. 1984. Cost-bene-
fit evaluation of house fly (Diptera Muscidae)
control in caged layer poultry houses. Paul tr'y
science 63(11) 2132-2139~

Rabari, P.M. dan R.C. Patel. 1978. Breeding of the


housefly Musca domestica L. in different media
in J.... ural areas .. Indm J. EntomCJlr. 39(2) 186-
188.

24. Rao, V.P. 1971. A review of the biological control


of insect and other pest in 80uth Ea~t Asia and
the Pasific region. Bangalore Press. Bangalore.

25~ Rueda, L.M .. dan R .. C .. AxtE'..:ll~ 1985 .. GLtide to common


species of pupal parasites (Hymenoptera: Ptero-
malidae) of the hoese fly and other musciod
flies associated with poultry and livestock ma-
nure. North Carolina Agric. Res. Service.
N.C.S. Univ. U.S.A. Tech. Bul. 278 : 88pp.

Rutz, D.A. dan R.C. Axtell. 1981. House fly (Musca.


domestica> control in broiler breeder poultry
house by pupal parasites (Hymenoptera : F'tE~roma­
lidae) indigenous parasite spesies and release
of Muscidurufax raptork Env. Ent. ( 1981:- .
10 (3) : 34.3-345~

27. Sastrodihardjo, S. 1982. Kebijaksanaan pengendalian


serangga hama. Simposium Entomologi. Perhimpun-
an Entomologi Indonesia dan Univel~sitas HasanLt-
din. Ujung Pandang.

28~ Sawicki, R.M. dan DnU. Holbrook. 1961. The rearing


handling anc! biology of house flies (Musca dCj-
mestica L.) for assay of insecticides by the
applicstion of measured drops. Pyrethrum Post
6 (2) ~ 3-18. Dalam Abs" Rev" pzppl.. Entomol u

8el..... B" 51. ~ 1::,El-·1~19 {1963).

29~ Schoof, H.F. dan RuE. Siverly. 1954" Mu.ltiple reIe-


ase studies in the dispersion of tvlusca domesti ca
at F'hoeni~~:, (~I'-izona~ ,) .. Econ. Entomol. 47 :
830 ..·880.

30. Snort.,!, K~ RH 1974" Tnsect and disease. John (~i.lley


and Sons Co. New York.
'57

31.. !:"it,evenson, D.B. 1983. Fly contl'"ol in fedlot, dail"y


and poultry operations. Dalam Poultry Abstract
1985, vol. 11, no. 9, hal. 214.

32. West, L.S. 1951. The house fly, it~s natural histo-
ry, medical importance and control". Comstock
PUb. Co., COI"nell Uni v. Press, Ithaca, Ne," Yod,:.

Anda mungkin juga menyukai