Anda di halaman 1dari 21

Kesulitan download ?

Kunjungi: https://warungbidan.blogspot.com/2020/11/asuhan-keperawatan-multiple-vehicle.html

Asuhan Keperawatan Multiple Vehicle Trauma (Syok Hipovolemik Dan Syok


Neurogenik)

Syok didefinisikan sebagai suatu keadaan tidak adekuatnya perfusi jaringan, Keadaan akut
yang menyebar secara luas dimana terjadi penurunan perfusi jaringan dan tidak adekuatnya
sirkulasi volume darah intravaskuler yang efektif. Syok merujuk kepada suatu keadaan di
mana terjadi kehilangan cairan tubuh dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ
failure akibat perfusi yang tidak adekuat.

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kemajuan di berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi semakin
pesat yang diikuti dengan peningkatan kebutuhan hidup manusia sehingga
menuntut seseorang untuk beraktivitas dengan cepat guna memenuhi
kebutuhannya tanpa memikirkan resiko-resiko yang akan dihadapinya. Penyebab
trauma pada tulang belakang yang banyak terjadi salah satunya pada pekerja yaitu
di kalangan pekerja kasar yang tidak memperhatikan keselamatan kerja, prosedur
atau cara kerja yang salah, serta kelalaian dan kurangnya kewaspadaan terhadap
pekerjaan cedera sehingga menyebabkan jatuh dari ketinggian atau tertimpa benda-
benda keras pada tulang yang mengakibatkan susunan tulang belakang mengalami
kompresi dan menyebabkan fraktur.
Diseluruh dunia terdapat 6-20 juta kematian tiap tahun, meskipun penyebab
nya berbeda-beda tiap negara. Jumlah insiden syok semakin semakin meningkat di
Indonesia. Tidak jarang kita temui insiden seperti ini. Dinegara maju penyebab
terbanyak hipovolemik adalah perdarahan akibat trauma. Sebuah studi
menyebutkan bahwa prevalensi insiden trauma di Amerika diperkirakan mencapai
700 hingga 900 kasus tiap satu juta penduduk (200.000 hingga 250.000 orang).
Enam puluh persen yang cedera berusia antara 16 sampai 30 tahun dan 80%
berusia antara 16 sampai 45 tahun. Laki-laki mengalami cedera empat kali lebih
banyak daripada perempuan. Faktor etiologi yang paling sering adalah kecelakaan
kendaraan bermotor (45%), terjatuh (21,5%), luka tembak atau kekerasan (15,4%),
dan kecelakaan olah raga, biasanya menyelam (13,4%). Lebih kurang 53% dari
cedera itu adalah kuadriplegi.
Syok didefinisikan sebagai suatu keadaan tidak adekuatnya perfusi
jaringan, Keadaan akut yang menyebar secara luas dimana terjadi penurunan
perfusi jaringan dan tidak adekuatnya sirkulasi volume darah intravaskuler yang
efektif. Syok merujuk kepada suatu keadaan di mana terjadi kehilangan cairan
tubuh dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ failure akibat perfusi yang
tidak adekuat. Syok paling sering timbul setelah terjadi perdarahan hebat (syok
hemoragik). Perdarahan eksternal akut akibat trauma tembus dan perdarahan hebat
akibat kelianan gastrointestinal merupakan 2 penyebab syok hemoragik yang
paling sering ditemukan. Syok hemoragik juga bisa terjadi akibat perdarahan
internal akut ke dalam rongga toraks dan rongga abdomen. Penyebab utama
perdarahan internal adalah terjadinya trauma pada organ dan ruptur pada
aneurysme aortic abdomen. Syok bisa merupakan akibat dari kehilangan cairan
tubuh lain selain dari darah dalam jumlah yang banyak. Contoh syok hipovolemik
yang terjadi akibat kehilangan cairan lain ini adalah gastroenteritis refraktrer dan
luka bakar hebat. Objektif dari keseluruhan jurnal ini adalah terfokus kepada syok
hipovolemik yang terjadi akibat perdarahan dan pelbagai kontroversi yang timbul
seputar cara penanganannya.
Resusitasi cairan dan intervensi pembedahan awal merupakan langkah
terpenting untuk menyelamatkan pasien dengan trauma yang menimbulkan syok
hemoragik. Ini dan beberapa prinsip lain membantu dalam perkembangan garis
panduan untuk penanganan syok hemoragik akibat trauma. Akan tetapi, peneliti-
peneliti terbaru telah mempersoalkan garis panduan ini, dan hari ini telah timbul
pelbagai kontroversi tentang cara penanganan syok hemoragik yang paling
optimal. Kita sebagai mahasiswa keperawatan harus mampu mengenal tanda dan
gejala syok dan melaksanakan penatalaksanaan pada pasien syok. Sehingga ketika
menemukan kasus syok mahasiswa mampu memberikan pertolongan pertama pada
klien. Oleh karena itu, mahasiswa perlu mempelajari tentang syok dan
penatalaksaannya.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah konsep dan Asuhan Keperawatan pada klien dengan
Multiple Vehicle Trauma (Syok Hipovolemik dan Syok Neurogenik) ?.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan konsep dari Syok Hipovolemik dan Syok Neurogenik
dan asuhan keperawatan pada klien dengan Syok Hipovolemik dan Syok
Neurogenik
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan konsep Multiple Vehicle Trauma
2. Menjelaskan definisi Syok Hipovolemik dan Syok Neurogenik
3. Menjelaskan etiologi Syok Hipovolemik dan Syok Neurogenik
4. Menjelaskan manifestasi klinis Syok Hipovolemik dan Syok
Neurogenik
5. Menjelaskan patofisiologi Syok Hipovolemik dan Syok Neurogenik
6. Menjelaskan WOC Syok Hipovolemik dan Syok Neurogenik
7. Menjelaskan pemeriksaan penunjang pada Syok Hipovolemik dan
Syok Neurogenik
8. Menjelaskan penatalaksanaan pasien dengan Syok Hipovolemik dan
Syok Neurogenik
9. Menjelaskan komplikasi Syok Hipovolemik dan Syok Neurogenik
10. Menjelaskan prognosis dari Syok Hipovolemik dan Syok Neurogenik
11. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan Syok Hipovolemik
dan Syok Neurogenik
1.4 Manfaat
1. Mengetahui dan memahami konsep Multiple Vehicle Trauma
2. Mengetahui dan memahami definisi Syok Hipovolemik dan Syok
Neurogenik
3. Mengetahui dan memahami etiologi Syok Hipovolemik dan Syok
Neurogenik
4. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari Syok Hipovolemik dan
Syok Neurogenik

5. Mengetahui dan memahami patofisiologi Syok Hipovolemik dan Syok


Neurogenik
6. Mengetahui dan memahami WOC Syok Hipovolemik dan Syok
Neurogenik
7. Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang pada Syok
Hipovolemik dan Syok Neurogenik
8. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan Syok
Hipovolemik dan Syok Neurogenik
9. Mengetahui dan memahami komplikasi dari Syok Hipovolemik dan Syok
Neurogenik
10. Mengetahui dan memahami prognosis dari Syok Hipovolemik dan Syok
Neurogenik
11. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pasien dengan Syok
Hipovolemik dan Syok Neurogenik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SYOK HIPOVOLEMIK


2.1.1 Definisi
Syok hipovolemik merujuk keada suatu keadaan di mana terjadi
kehilangan cairan tubuh dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ failure
akibat perfusi yang tidak adekuat (Smeltzer, 2001)
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi
kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ,
disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi
yang tidak adekuat.

2.1.2 Etiologi

Penyebab trauma dapat terjadi oleh karena trauma tembus atau trauma benda
tumpul. Trauma yang sering menyebabkan syok hemoragik adalah sebagai
berikut: laserasi dan ruptur miokard, laserasi pembuluh darah besar, dan
perlukaan organ padat abdomen, fraktur pelvis dan femur, dan laserasi pada
tengkorak.

Kelainan pada pembuluh darah yang mengakibatkan banyak kehilangan darah


antara lain aneurisma, diseksi, dan malformasi arteri-vena.

Kelainan pada gastrointestinal yang dapat menyebabkan syok hemoragik


antara lain: perdarahan varises oesofagus, perdarahan ulkus peptikum,
Mallory-Weiss tears, dan fistula aortointestinal.

Kelainan yang berhubungan dengan kehamilan, yaitu kehamilan ektopik


terganggu, plasenta previa, dan solutio plasenta. Syok hipovolemik akibat
kehamilan ektopik umum terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik
pada pasien dengan tes kehamilan negatif jarang terjadi, tetapi pernah
dilaporkan.

Tabel 1. Kondisi Pasien Syok Hipovolemik


Kondisi-kondisi yang Menempatkan Pasien pada Risiko Syok Hipovolemik
kehilangan cairan eksternal Trauma Pembedahan Muntah-muntah Diare
Diuresis
Diabetes Insipidus
Perpindahan cairan internal Hemoragi internal Luka bakar
Asites Peritonitis

Sumber : Smeltzer, 2001

2.1.3 Manifestasi Klinis


1. Agitasi
2. Akral dingin
3. Penurunan konsentrasi
4. Penurunan kesadaran
5. Penurunan atau tidak ada keluaran urine
6. Lemah
7. Warna kulit pucat
8. Napas cepat
9. Berkeringat

2.1.4 Tahapan Syok Hipovolemik


Perbeadaan antara kelas-kelas syok hemoragik mungkin tidak terlihat jelas
pada seorang penderita, dan penggantian volume harus diarahkan pada respon
terhadap terapi semula dan bukan dengan hanya mengandalkan klasifikasi awal
saja. System klasifikasi ini berguna untuk memastikan tanda-tanda dini dan
patofisiologi keadaan syok. (ATLS, 2001)

Klasifikasi Penemuan Klinis Pengelolaan


Kelas I : kehilangan Hanya takikardi minimal, Tidak perlu penggantian
volume darah < 15 % nadi < 100 kali/menit volume cairan secara
EBV IVFD
Kelas II : kehilangan Takikardi (>120 Pergantian volume darah
kali/menit),
volume darah 15 – 30 % yang hilang dengan cairan
takipnea (30-40
EBV kristaloid (RL atau NaCl
kali/menit), penurunan
0,9%) sejumlah 3 kali
pulse pressure, penurunan
volume darah yang hilang
produksi urin
(20-30 cc/jam)
Kelas III : kehilangan Takikardi (>120 Pergantian volume darah
kali/menit),
volume darah 30 - 40 % yang hilang dengan cairan
takipnea (30-40
EBV kristaloid (NaCl 0,9%
kali/menit), perubahan
atau RL) dan darah
status mental (confused),
penurunan
produksi urin (5-15
cc/jam)
Kelas IV : kehilangan Takikardi (>140 Pergantian volume darah
kali/menit),
volume darah > 40 % yang hilang dengan cairan
takipnea (35 kali/menit),
EBV kristaloid (NaCl 0,9%
perubahan status mental
atau RL) dan darah
(confused dan lethargic),
Bila kehilangan volume
darah > 50 % : pasien
tidak sadar, tekanan
sistolik sama dengan
diastolik, produksi urin
minimal atau tidak
keluar

Beberapa faktor akan sangat mengganggu penilaian respon hemodinamis terhadap


perdarahan, antara lain ;

a. Usia penderita
b. Parahnya cedera, dengan perhatian khusus bagi jenis dan lokasi
anatomis cederanya
c. Rentang waktu antar cedera dan permulaan terapi
d. Terapi cairan pra-rumah sakit dan penerapan pakaian anti syok
pneumatic (PSAG)
e. Obat-obat yang sebelumnya sudah diberikan karena ada penyakit kronis

2.1.5 Patofisiologi Syok Hipovolemik


Saat sel-sel tubuh kekurangan pasokan darah dan oksigen, maka
kemampuan metabolisme enrgi pada sel-sel tersebut akan terganggu.
Metabolisme energi terjadi di dalam sel tempat nutrien secara kimiawi dipecah
dan disimpan dalam bentuk ATP (adenosin tripospat). Sel-sel menggunakan
simpanan energi ini untuk melakukan berbagai fungsi penting seperti traspor
aktif, kontraksi otot, sintesa biokimia, dan melaukan fungsi selular khusus
seperti konduksi impuls listrik. ATP dapat disintesa secara aerob (pada adanya
oksigen)atau secara anaerob (tanpa adanya oksigen). Meskipun begitu,
metabolisme aerob akan menghasilkan jumlah ATP yang jauh lebih besar per
mol glukosa dibanding metabolisme anaerob, dan karenanya adalah cara yang
lebih efisien dan lebih efektif dalam penghasil energi. Selain itu, metabolisme
anaerob mengakibatkan akumulasi produk akhir yang toksik, asam laktat, yang
harus dibuang dari sel dan ditranspor ke hepar untuk pengubahan menjadi
glukosa dan glikogen.

Pada keadaan syok, sel-sel tidak mendapat pasokan darah yang adekuat
dan kekurangan oksigen dan nutrien; karenanya, sel-sel harus menghasilkan
energi melalui metabolisme anaerob. Metabolisme ini menghasilkan tingkat
energi yang rendah dari sumber nutrien, dan lingkungan intraseluler, yang
bersifat asam. Karena perubahan ini, fungsi normal sel menurun. Sel
membengkak dan membrannya menjadi lebih permeabel, sehingga
memungkinkan elektrolit dan cairan untuk merembes dari dan ke dalam sel.
Pompa kalium-natrium menjadi terganggu. Struktur sel (mitokondria dan
lisosom) menjadi rusak dan terjadi kematian sel (Hardaway, 1988).

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan antara lain:
analisis Complete Blood Count (CBC), kadar elektrolit (Na, K, Cl, HCO3, BUN,
kreatinin, kadar glukosa), PT, APTT, AGD, urinalisis (pada pasien yang
mengalami trauma), dan tes kehamilan. Darah sebaiknya ditentukan tipenya dan
dilakukan pencocokan.
Pemeriksaan Penunjang lainnya:

Langkah diagnosis pasien dengan trauma, dan tanda serta gejala hipovolemia
langsung dapat ditemukan kehilangan darah pada sumber perdarahan.

Pasien trauma dengan syok hipovolemik membutuhkan pemeriksaan


ultrasonografi di unit gawat darurat jika dicurigai terjadi aneurisma aorta
abdominalis. Jika dicurigai terjadi perdarahan gastrointestinal, sebaiknya
dipasang selang nasogastrik, dan gastric lavage harus dilakukan. Foto polos
dada posisi tegak dilakukan jika dicurigai ulkus perforasi atau Sindrom
Boerhaave. Endoskopi dapat dilakukan (biasanya setelah pasien tertangani)
untuk selanjutnya mencari sumber perdarahan.
Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan usia subur.
Jika pasien hamil dan sementara mengalami syok, konsultasi bedah dan
ultrasonografi pelvis harus segera dilakukan pada pelayanan kesehatan yang
memiliki fasilitas tersebut. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik sering
terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien dengan hasil
tes kehamilan negatif jarang, namun pernah dilaporkan.

Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan dari foto
polos dada awal, dapat dilakukan transesofageal echocardiography, aortografi,
atau CT-scan dada.

Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan FAST


(Focused Abdominal Sonography for Trauma) yang bisa dilakukan pada
pasien yang stabil atau tidak stabil. CT-Scan umumnya dilakukan pada pasien
yang stabil.

2.1.7 Penatalaksanaan
Diagnosis dan terapi syok harusilakukan secara simultan. Untuk hampir
semua penderita trauma, penanganan dilakukan seolah-olah penderita menderita
syok hipovolemi, kecuali bila ada bukti jelas bahwa keadaan syok disebabkan
oleh suatu etiologi yang bukan hipovolemia. Prinsip pengelolaan dasar yang
harus dipegang ialah menghentikan perdarahan dan mengganti kehilangan
volume.
Primary Survey
Pemeriksaan jasmani diarahkan kepada diagnosis cedera yang
mengancam nyawa dan meliputi penilaian dari ABCDE. Mencatat tanda vital
awal (baseline recording) penting untuk memantau respon penderita terhadap
terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin, dan
tingkat kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan menyusul bila
keadaan penderita mengijinkan.
A. Airway (+ lindungi tulang servikal)
B. Breathing (+ oksigen jika ada)
C. Circulation + kendalikan perdarahan
1. Posisi syok
Angkat kedua tungkai dengan menggunakan papan setinggi
± 45o. 300 – 500 cc darah dari kaki pindah ke sirkulasi sentral.
Gambar 2. Posisi syok

2. Cari dan hentikan perdarahan


3. Ganti volume kehilangan darah Menghentikan perdarahan
(prioritas utama)
Tekan sumber perdarahan

Tekankan jari pada arteri proksimal dari luka Bebat


tekan pada seluruh ekstremitas yang luka Pasang tampon
sub fasia (gauza pack)
Hindari tourniquet (torniquet = usaha terakhir)
Perdarahan permukaan tubuh ekstremitas lakukan
penekanan, gunakan sarung tangan atau plastik sebagai pelindung
!
Gambar 3. Perdarahan dan cara menekan perdarahan

Perdarahan 20 cc/menit = 1200 cc / jam


4. Pemasangan infus dan pergantian volume darah dengan
cairan/darah.
5. Cari sumber perdarahan yang tersembunyi
Rongga perut (hati, limpa, arteri), rongga pleura, panggul
atau pelvis, tulang paha (femur), kulit kepala (anak)
6. Lokasi dan Estimasi perdarahan
Fraktur femur tertutup : 1,5-2 liter Fraktur tibia tertutup :
0,5 liter
Fraktur pelvis : 3 liter Hemothorak : 2 liter
Fraktur iga (tiap satu) : 150 cc Luka sekepal tangan : 500
cc Bekuan darah sekepal : 500 cc

Catatan :
1. Menilai respon pada penggantian volume adalah penting, bila
respon mnmal kemungkinan adanya sumber perdarahan aktif
yang harus dihentikan, segera lakukan pemeriksaan golongan
darah dan cross matched, konsultasi dengan ahli bedah, hentikan
perdarahan luar yang tampak (misalnya pada ekstremitas)
2. Penggantian darah dapat digunakan darah lengkap (WBC) atau
komponen darah merah (PRC). Usahakan jangan memberikan
tranfusi yang dingin karena dapat menyebabkan hipotermi.
D. Disability – Pemeriksaan neurologi
Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk
menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil,
fungsi motorik dan sensorik. Informasi ini bermanfaat dalam menilai
perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan
meramalkan pemulihan. Perubahan fungsi system syaraf sentral tidak
selalu disebabkan cedera intracranial tetapi mungkin mencerminkan
perfusi dan oksigenasi otak harus dicapai sebelum penemuan tersebut
dapat dianggap berasal dari cedera intracranial.
E. Exposure – Pemeriksaan lengkap
Setelah mengurus prioritas-prioritas untuk menyelamatkan
jiwanya, penderita harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun
sampai ke jari kaki sebagai bagian dari mencari cedera. Bila
menelanjangi penderita, sangat penting mencegah hypothermia.
F. Folley Catheter
Kateterisasi kandung kencing memudahkan penilaian urin akan
adanya hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau
produksi urin. Darah pada urethra atau prostat dengan letaktinggi,
mudah bergerak, atau tidak tersentuh pada laki-laki merupakan
kontraindikasi mutlak bagi pemasangan kateter urethra sebelum ada
konfirmasi radiografis tentang urethra yang utuh.
G. Gastric Cholic – Dekompresi
Dilatasi lambung seringkali terjadi pada penderita trauma,
khususnya pada anak-anak, dan dapat mengakibatkan hipotensi atau
disritmia jantung yang tak dapat diterangkan, biasanya berupa
bradikardi dari stimulasi syaraf vagus yang berlebihan. Distensi
lambung membuat terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang
tidak sadar, distensi lambung membesarkan resiko aspirasi isi
lambung, ini merupakan suatu komplikasi yang bias menjadi fatal.
Dekompresi lambung dilakukan dengan memasukkan selang/pipa
kadalam perut melalui hidung atau mulut dan memasangnya pada
penyedot untuk mengeluarkan isi lambung. Namun walau
penempatan pipa sudah baik, masih memungkinkan terjadi aspirasi.

Bidang Kegawatdaruratan
Tiga tujuan penanganan kegawatdaruratan pasien dengan syok
hipovolemik antara lain:
1. Memaksimalkan pengantaran oksigen-dilengkapi dengan ventilasi
yang adekuat, peningkatan saturasi oksigen darah, dan
memperbaiki aliran darah,
2. Mengontrol kehilangan darah lebih lanjut, dan
3. Resusitasi cairan.

1. Memaksimalkan penghantaran oksigen

Jalan napas pasien sebaiknya dibebaskan segera dan stabilisasi jika perlu.
Kedalaman dan frekuensi pernapasan, dan juga suara napas, harus
diperhatikan. Jika terjadi keadaan patologi (seperti pneumothoraks,
hemothoraks, dan flail chest) yang mengganggu pernapasan, harus segera
ditangani. Tambahan oksigen dalam jumlah besar dan bantuan ventilator
harus diberikan pada semua pasien. Ventilasi tekanan positif yang
berlebihan dapat berbahaya pada pasien yang mengalami syok
hipovolemik dan sebaiknya dihindari.

Sebaiknya dibuat dua jalur intravena berdiameter besar. Hukum Poeseuille


mengatakan bahwa aliran berbanding terbalik dengan panjang kateter infus
dan berhubungan langsung dengan diameter. Sehingga kateter infus
intravena yang ideal adalah pendek dan diameternya lebar; diameter lebih
penting daripada panjangnya. Jalur intravena dapat ditempatkan pada vena
antecubiti, vena sphena, atau vena tangan, atau pada vena sentralis dengan
menggunakan teknik Seldinger. Jika digunakan jalur utama vena sentralis
maka digunakan kateter infus berdiameter lebar. Pada anak kurang dari 6
tahun dapat digunakan jalur intraosseus. Faktor yang paling penting dalam
melakukannya adalah skill dan pengalaman

Pengadaan infus arteri perlu dipertimbangkan pada pasien dengan


perdarahan hebat. Untuk pasien ini, infus arteri akan memonitoring
tekanan darah secara berkala dan juga analisa gas darah.
Pada jalur intravena, cairan yang pertama digunakan untuk resusitasi
adalah kristaloid isotonik, seperti Ringer Laktat atau Saline Normal. Bolus
awal 1-2 liter pada orang dewasa (20 ml/kgBB pada pasien anak), dan
respon pasien dinilai.

Jika tanda vital sudah kembali normal, pasien diawasi agar tetap stabil dan
darah pasien perlu dikirim untuk dicocokkan. Jika tanda vital membaik
sementara, infus kristaloid dilanjutkan dan dipersiapkan darah yang cocok.
Jika perbaikan yang terjadi tidak bermakna atau tidak ada, infus kristaloid
harus dilanjutkan, dan darah O diberikan (darah tipe O rhesus (-) harus
diberikan kepada pasien wanita usia subur untuk mencegah sensitasi dan
komplikasi lanjut).

Jika pasien kritis dan hipotensi berat (syok derajat IV), diberikan cairan
kristaloid dan darah tipe O. Pedoman pemberian kristaloid dan darah tidak
diatur, terapi yang diberikan harus berdasarkan kondisi pasien.

Posisi pasien dapat digunakan untuk memperbaiki sirkulasi; salah satu


contohnya menaikkan kedua kaki pasien sementara cairan diberikan.
Contoh lain dari posisi yang bermanfaat adalah memiringkan pasien yang
sementara hamil dengan trauma kearah kirinya, dengan tujuan
memposisikan janin menjauhi vena cava inferior dan meningkatkan
sirkulasi. Posisi Trendelenburg tidak dianjurkan untuk pasien dengan
hipotensi karena dikhawatirkan terjadi aspirasi. Posisi Trendelenburg juga
tidak memperbaiki keadaan kardiopulmonal dan dapat mengganggu
pertukaran udara.

Autortransfusi mungkin dilakukan pada beberapa pasien trauma. Beberapa


alat diizinkan untuk koleksi steril, antikoagulasi, filtrasi, dan retransfusi
darah disediakan. Pada penanganan trauma. Darah yang berasal dari
hemothoraks dialirkan melalui selang thorakostomi.

2. Kontol perdarahan lanjut

Kontrol perdarahan tergantung sumber perdarahan dan sering memerlukan


intervensi bedah. Pada pasien dengan trauma, perdarahan luar harus diatasi
dengan menekan sumber perdarahan secara langsung, perdarahan dalam
membutuhkan intervensi bedah. Fraktur tulang panjang ditangani dengan
traksi untuk mengurangi kehilangan darah.

Pada pasien dengan nadi yang tidak teraba di unit gawat darurat atau awal
tibanya, dapat diindikasikan torakotomi emergensi dengan klem menyilang
pada aorta diindikasikan untuk menjaga suplai darah ke otak. Tindakan ini
hanya bersifat paliatif dan butuh segera dibawa di ruang operasi.

Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, vasopressin intravena dan


H2 bloker telah digunakan. Vasopressin umumnya dihubungkan dengan
reaksi negatif, seperti hipertensi, aritmia, gangren, dan iskemia miokard
atau splanikus. Oleh karena itu, harus dipertimbangkan untuk
penggunaanya secara tetap. H2 Bloker relatif aman, tetapi tidak terlalu
menguntungkan
Infus somatostatin dan ocreotide telah menunjukkan adanya pengurangan
perdarahan gastrointestinal yang bersumber dari varises dan ulkus
peptikum. Obat ini membantu kerja vasopressin tanpa efek samping yang
signifikan.

Pada pasien dengan perdarahan varises, penggunaan Sengstaken-


Blakemore tube dapat dipertimbangkan. Alat ini memiliki balon gaster dan
balon esofagus. Balon gaster pertama dikembangkan dan dilanjutkan balon
esofagus bila perdarahan berlanjut. Penggunaan selang ini dikaitkan
dengan akibat yang buruk, seperti ruptur esofagus, asfiksi, aspirasi, dan
ulserasi mukosa. Oleh karena alasan tersebut, penggunaan ini
dipertimbangkan hanya sebagai alat sementara pada keadaan yang ekstrim.

Pada dasarnya penyebab perdarahan akut pada sistem reproduksi


(contohnya kehamilan ektopik, plasenta previa, solusio plasenta, ruptur
kista, keguguran) memerlukan intervensi bedah.

PASG dapat digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah tulang


pelvis atau ekstremitas bagian bawah, namun tidak boleh mengganggu
resusitasi cairan cepat. Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah
cairan resusitasi yang diperlukan. Mungkin diperlukan operasi untuk dapat
mengendalikan perdarahan internal

3. Resusitasi Cairan
Apakah kristaloid dan koloid merupakan resusitasi terbaik yang
dianjurkan masih menjadi masalah dalam diskusi dan penelitian. Banyak
cairan telah diteliti untuk digunakan pada resusitasi, yaitu: larutan natrium
klorida isotonis, larutan ringer laktat, saline hipertonis, albumin, fraksi protein
murni, fresh frozen plasma, hetastarch, pentastarch, dan dextran 70.

Pendukung resusitasi koloid membantah bahwa peningkatan tekanan


onkotik dengan menggunakan substansi ini akan menurunkan edema
pulmonal. Namun, pembuluh darah pulmonal memungkinkan aliran zat
seperti protein antara ruang intertisiel dan ruang intravaskuler.
Mempertahankan tekanan hidrostatik pulmoner (< 15 mmHg
tampaknya menjadi faktor yang lebih penting dalam mencegah edama
paru)
Pendapat lain adalah koloid dalam jumlah sedikit dibutuhkan untuk
meningkatkan volume intravaskuler. Penelitian telah menunjukkan akan
kebenaran hal ini. Namun, mereka belum menunjukkan perbedaan hasil
antara koloid dibandingkan dengan kristaloid.
Larutan koloid sintetik, seperti hetastarch, pentastarch, dan dextran 70
mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan koloid alami
seperti fraksi protein murni, fresh frozen plasma, dan albumin. Larutan
ini mempunyai zat dengan volume yang sama, tetapi karena strukturnya
dan berat molekul yang tinggi, maka kebanyakan tetap berada pada
intravaskuler, mengurangi edema intertisiel. Meskipum secara teoritis
menguntungkan, penelitian gagal menunjukkan perbedaan pada
parameter ventilasi, hasil tes fungsi paru, lama penggunaan ventilator,
lama perawatan, atau kelangsungan hidup.

Kombinasi salin hipertonis dan dextran juga telah dipelajari sebelumnya


karena fakta-fakta menunjukkan bahwa hal ini dapat meningkatkan
kontraktilitas dan sirkulasi jantung. Penelitian di Amerika Serikat dan
Jepang gagal menunjukkan perbedaan kombinasi ini jika dibandingkan
dengan larutan natrium klorida isotonik atau ringer laktat. Selanjutnya,
meski ada banyak cairan resusitasi yang dapat digunakan, tetap
dianjurkan untuk menggunakan Ringer Laktat terlebihdahulu,dan
pilihan keduayaitu Normal Saline 0,9%.

Area yang lain yang menarik tentang resusitasi adalah tujuan untuk
mengembalikan volume sirkulasi dan tekanan darah kepada keadaan
normal sebelum control perdarahan.

4. Medikasi Obat
Tujuan farmakoterapi adalah untuk mengurangi morbiditas dan mencegah
komplikasi
Obat Anti Sekretorik : Obat ini memiliki efek vasokonstriksi dan dapat
mengurangi aliran darah ke sistem porta.
a. Somatostatin (Zecnil)
Secara alami menyebabkan tetrapeptida diisolasi dari hipotalamus
dan pankreas dan sel epitel usus. Berkurangnya aliran darah ke sistem
portal akibat vasokonstriksi. Memiliki efek yang sama dengan vasopressin,
tetapi tidak menyebabkan vasokonstriksi arteri koroner. Cepat hilang
dalam sirkulasi, dengan waktu paruh 1-3 menit.

Dosis
Dewasa : bolus intravena 250 mcg, dilanjutkan dengan 250-500
mcg/jam, infus selanjutnya; maintenance 2-5 hari jika berhasil Anak-
anak Tidak dianjurkan
Interaksi
Epinefrin, demeclocycline, dan tambahan hormon tiroid dapat
mengurangi efek obat ini.

Kontraindikasi
- Hipersensitifitas
- Kehamilan
- Risiko yang fatal ditunjukkan pada binatang percobaan, tetapi
tidak diteliti pada manusia, dapat digunakan jika
keuntungannya lebih besar daripada risiko terhadap janin.
Perhatian
Dapat menyebabkan eksaserbasi atau penyakit kandung kemih;
mengubah keseimbangan pusat pengaturan hormon dan dapat
menyebabkan hipotiroidisme dan defek konduksi jantung.
b. Ocreotide (Sandostatin)
Oktapeptida sintetik, dibandingkan dengan somatostatin memiliki
efek farmakologi yang sama dengan potensi kuat dan masa kerja yang
lama.
Digunakan sebagai tambahan penanganan non operatif pada sekresi
fistula kutaneus dari abdomen, duodenum, usus halus (jejunum dan ileum),
atau pankreas.

Dosis
Dewasa: 25-50 mcg/jam intravena, kontinyu; dapat dilanjutkan
dengan bolus intravena 50 mcg; penanganan hingga 5 hari. Anak-
anak : 1-10 mcg/kgBB intravena q 12 jam; dilarutkan dalam 50-100
ml Saline Normal atau D5W.

Kontraindikasi
- Hipersensitivitas
- Kehamilan
- Risiko terhadap janin tidak diteliti pada manusia, tetapi telah
ditunjukkan pada beberapa penelitian pada binatang.

Perhatian
Efek samping yang utama berhubungan dengan perubahan motilitas
gastrointestinal, termasuk mual, nyeri abdomen, diare, dan
peningkatan batu empedu dan batu kandung kemih; hal ini karena
perubahan pada pusat pengaturan hormon (insulin, glukagon, dan
hormon pertumbuhan), dapat timbul hipoglikemia, bradikardi,
kelainan konduksi jantung, dan pernah dilaporkan terjadi aritmia,
karena penghambatan sekresi TSH dapat terjadi hipotiroidisme, hati-
hati pada pasien dengan gangguan ginjal, kolelithiasis dapat terjadi.

Algoritme penatalaksanaan Syok Hipovolemik


Penderita perdarahan

Pasang IV line jarum besar + catat tekanan darah, nadi,perfusi,


Ambil sample darah produksi urin,
Siap transfusi darah 500-1000 ml
Ringer Laktat atau NaCl 0,9% 1000-2000 ml dalam 30-60 menit, Ulangi sampai
2-4 x lost volume (kalau perlu 2 IV line)

Hemodinamik naik Hemodinamik buruk

Tekanan darah >100, nadi <100 teruskan cairan


Perfusihangat, kering 2-4 x lost volume Urin >1/2
ml/kg/jam
Hemodinamik baik Hemodinamik buruk

Evaluasi Evaluasi Emergency


medikasi

2.1.8 Komplikasi Syok Hipovolemik


1. Kerusakan ginjal
2. Kerusakan otak
3. Gangren dari lengan atau kakikadang-kadang mengarah ke amputasi
4. Serangan jantung

2.1.9 Prognosis
Syok Hipovolemik selalu merupakan darurat medis. Namun, gejala-gejala
dan hasil dapat bervariasi tergantung pada:
1. Jumlah volume darah yang hilang
2. Tingkat kehilangan darah
3. Cedera yang menyebabkan kehilangan
4. Mendasari pengobatan kondisi kronis, seperti diabetes dan jantung, paru- paru,
dan penyakit ginjal

BAB 4 PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal
gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas
dan efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama pasien mengalami syok.
Syok adalah gangguan sistem sirkulasi dimana sistem kardiovaskuler (jantung
dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam
jumlah yang memadai yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi
jaringan. Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya
aliran darah, termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal
jantung), volume darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi) atau
perubahan pada pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau infeksi)

4.2 Saran
Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang nantinya
menjadi seorang perawat professional agar dapat lebih peka terhadap tanda dan
gejala ketika menemukan pasien yang mengalami syock sehingga dapat melakukan
pertolongan segera. Mahasiswa dapat melakukan tindakan- tindakan emergency
untuk melakukan pertolongan segera kepada pasien yang mengalami syock.

20 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l 2
DAFTAR PUSTAKA

Hudak & Gallo, 1994, Keperwatan Kritis: Pendekatan Holistik, edk. 6, vol. 2, trans.
Sumarwati, M. dkk., EGC, Jakarta.
Cole, Elaine. 2009. Trauma Care. UK : Wiley-Blackwell
Huether. McCance & Brashers. Rote. Understanding Patophysiology. 2008.
Missouri: Mosby
Urden, linda D.dkk. 2008. Priorities in critical care nursing. Canada: Mosby Elseveir
Zimmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C, Diagnosis and Management of
Shock, dalam buku: Fundamental Critical Support. Society of Critical Care
Medicine, 1997
Duane lynn, 2008. Types of Shock. Diakses dari www.mnhealthandmedical.com Advance
Trauma Life Support. 2001. Edisi keenam. American Collage of
Surgeons.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart.
Jakarta : EGC.
Bewes, Petter. 2001. Bedah Primer : Trauma. Jakarta : EGC

21 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l 2

Anda mungkin juga menyukai