Anda di halaman 1dari 26

PERBANDINGAN KURIKULUM INDONESIA DAN THAILAND

BERDASARKAN MATERI ATURAN SINUS DAN KOSINUS

LAPORAN
Disusun untuk memenuhi tugas :
Diklat Telaah Kurikulum Indonesia Thailand

Disusun oleh :

Bunga Yana Rosanggreni (140210101001)


Inggrit Apriani Kurnialia (140210101016)
Dyah Prihastuti Nanda Hutami (140210101083)
Maulidiyah Tutut Nurjanah (140210101087)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
BAB 1
PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang


Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari kualitas sumber daya
manusianya. Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang mampu untuk
menggunakan semua sumber daya yang dimiliki oleh bangsa tersebut. Salah
satu hal yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia adalah melalui pendidikan. Tak dapat dielakkan lagi, pendidikan
merupakan salah satu aspek yang memegang peranan penting bagi kehidupan
manusia. Terlebih, pendidikan merupakan salah satu pilar penting bagi
peradaban sebuah bangsa. Pendidikan dan kemajuan bangsa bagaikan dua sisi
mata uang. Keberadaannya saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Oleh
karena itu, kemajuan sebuah bangsa sejatinya tidak pernah lepas dari peranan
pendidikan.
Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin dicapai
oleh setiap Negara di dunia. Sudah menjadi suatu rahasia umum bahwa maju
tidaknya suatu Negara dipengaruhi oleh faktor pendidikan. Begitu pentingnya
pendidikan, sehingga suatu bangsa dapat diukur apakah bangsa itu maju atau
tidak, karena seperti kita ketahui bahwa dengan pendidikan yang bagus dan
memadai akan dapat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas baik
dari segi spiritual, intelegensi, dan skill. Apabila output dari proses
pendidikan ini gagal maka akan sulit dibayangkan bagaimana suatu bangsa
dapat mencapai suatu kemajuan.
Begitu pentingnya pendidikan untuk kemajuan bangsa, tahun 1972 The
International Comission for Education Development dari Unesco sudah
mengingatkan jika ingin membangun dan berusaha mmperbaiki keadaan
sebuah bangsa harus dimulai dari pendidikan sebab pendidikan adalah kunci,
tanpa hal itu usaha akan sia-sia. Kesadaran akan pentingnya pendidikan inilah
yang membuat Negara-Negara maju memberi prioritas tinggi akan
pendidikan, mengadakan modernisasi dan penyempurnaan lembaga-lembaga
pendidikan, tidak segan-segan mengadakan pembaharuan termasuk
meningkatkan anggaran pendidikan secara progresif.
Sebuah pendidikan yang baik juga didukung oleh berbagai hal seperti,
kurikulum dan sistem pendidikan yang ada. Dari hal tersebut untuk itulah
diperlukan suatu kajian yang dapat dijadikan sebagai gambaran arah konsep
dan kebijakan pendidikan yang baik. Salah satu caranya adalah dengan
melakukan perbandingan pendidikan di Indonesia dengan pendidikan di
Negara yang mutu pendidikannya lebih baik, diantaranya Negara Thailand.
Dalam laporan ini membahas tentang perbandingan kurikulum
pendidikan di Indonesia dan Thailand terkait materi “Aturan Sinus dan
Cosinus”, karena Thailand memiliki kemampuan yang cukup baik dalam hal
pendidikan serta berada diatas Indonesia dalam hal sistem pendidikannya.
Sehingga diharapkan Indonesia dapat membenahi sistem pendidikannya.

2.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang di atas didapatkan rumusan masalah sebagai
berikut:
2.2.1 Bagaimana Perubahan Kurikulum di Indonesia hingga saat ini?
2.2.2 Bagaimana Perubahan Kurikulum di Thailand hingga saat ini?
2.2.3 Bagaimana Perbandingan Kurikulum di Indonesia dan Thailand?

2.3 TUJUAN
2.3.1 Untuk Mengetahui Perubahan Kurikulum di Indonesia hingga saat ini.
2.3.2 Untuk Mengetahui Perubahan Kurikulum di Thailand hingga saat ini.
2.3.3 Untuk Mengetahui Perbandingan Kurikulum di Indonesia dan Thailand.

2.4 MANFAAT
Diharapkan laporan ini dapat memberikan manfaat berupa tambahan
wawasan dan masukan yang positif bagi mahasiswa dan guru tenaga
kependidikan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan.
BAB 2
KURIKULUM DI INDONESIA

2.1 Kurikulum pada Masa Kerajaan


a. Zaman Hindu Budha
Pada saat zaman hindu budha, pendidikan hanya dinikmati oleh
kelas Brahmana, yang merupakan kelas teratas dalam kasta Hindu.
Mereka umumnya belajar teknologi, sastra, bahasa, ilmu pasti, dan ilmu
seni bangunan. Sejarah mencatat, kerajaan-kerajaan Hindu seperti
Kalingga, Kediri, Singosari, dan Majapahit, melahirkan para empu,
punjangga, karya sastra, dan seni yang hebat. Padepokan adalah model
pendidikan zaman hindu yang dikelola oleh seorang guru/bengawan dan
murid/cantrik mempelajari ilmu bersifat umum, religius, dan juga
kesaktian. Murid di Padepokan bisa keluar masuk bila merasa cukup atau
tidak puas dengan pengajaran guru. Di dalam sistem sosial masyarakatnya
pun, pendidikan juga sudah mulai berkembang. Pengajaran agama dari
para pendeta ke masyarakat dan kalangan bangsawan sudah tentu
menggunakan sebuah sistem yang terstruktur. Tulisan Pallawa dan
Sansekerta yang digunakan dalam tiap prasasti pun, tentu ada sistem
pengajaran yang digunakan sehingga masyarakat pribumi mampu
menguasainya.
b. Zaman Islam
Pada zaman penyebaran islam, pola pendidikan berlandasakan
islam menyebar dan mewarnai penyelenggaraan pendidikan. Pusat-pusat
pendidikan tesebar di langgar, surau, meunasah (madrasah), masjid, dan
pesantren. Pesantren adalah lembaga pendidikan formal tertua di
Indonesia. Pesantren diajar oleh seorang kyai, dan santri/murid tinggal di
pondok/asrama di sekitar pesantren. Jumlah pondok pesantren cukup
banyak tersebar di Jawa, Aceh, dan sumatera selatan.
2.2 Kurikulum pada Masa Sebelum Kemerdekaan
a. Masa VOC
Pada masa VOC ( abad 17 – 18), sistem pendidikan dikelola oleh
gereja. Sistem ini tidak diatur oleh pemerintah pendudukan, melainkan
oleh para pastur atau biarawan. Sistem yang digunakan berlandaskan
dengan ajaran agama Nasrani yang mengunakan konsep asrama pula.
Namun, pada masa ini, pendidikan hanya untuk tingkat dasar sebatas
mengajarkan baca, tulis, dan menghitung.
b. Masa Hindia Belanda
Pada masa nusantara dikendalikan langsung oleh kerajaan Belanda,
sistem pendidikan sudah mulai terstruktur. Jenjang-jenjang pendidikan
sudah ditetapkan dengan menganut prinsip-prinsip yang jelas. Adapun
dalam masa ini, sistem pendidikan masa kolonial dibuat sekuler atau
menjauh dari kecenderungan agama atau etnis tertentu. Pemerintah
langsung mengelola pendidikan, bukan para biarawan lagi. Selain itu,
rekrutmen siswa dibuat secara diskriminatif. Sekolah-sekolah dibuat
berdasarkan lapisan sosial di dalam masyarakat. Dengan kata lain, akan
dibedakan sekolah baik untuk pelajar keturunan Eropa atau bagi para
pribumi. Bahkan sekolah untuk pribumi pun, hanya diperuntukan bagi
mereka yang berasal dari kalangan bangsawan.
Secara umum, sistem pendidikan di Indonesia pada masa penjajahan
Belanda sejak diterapkannya Politik Etis dapat digambarkan sebagai
berikut:
1. Pendidikan dasar meliputi jenis sekolah dengan pengantar Bahasa
Belanda (ELS, HCS, HIS), sekolah dengan pengantar bahasa daerah
(IS, VS, VgS), dan sekolah peralihan.
2. Pendidikan lanjutan yang meliputi pendidikan umum (MULO, HBS,
AMS) dan pendidikan kejuruan.
3. Pendidikan tinggi. Hal ini dapat dilihat dengan berdirinya sekolah-
sekolah kejuruan. Misal STOVIA(1902) yang kemudia berubah jadi
NIAS(1913) dan GHS adalah cikal bakal dari fakultas kedokterannya
UI. Rechts School (1922) dan Rechthoogen School (1924). 3. Masa
Pendudukan Jepang Saat perang Asia Timur Raya meletus (1942 –
1945), Indonesia tidak luput dari sasaran pendudukan tentara Jepang.
Dengan pasukan gerak cepatnya, tentara Jepang dengan mudah dapat
menaklukan pemerintah Hindia Belanda pada awal tahun 1942.
Dengan peralihan kekuasaan ini, tentu banyak perubahan baik dari
segi politik, ekonomi, sosial, hingga pendidikan. Semua kebijakan
yang diterapkan, sudah tentu, ditujukan bagi kepentingan Jepang
yang sedang berperang melawan sekutu. Di bidang pendidikan, ada
perubahan yang jelas terjadi. Salah satunya adalah penggunaan
bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi pengantar di sekolah. Hal ini
tentu sebuah terobosan besar di Indonesia sendiri. Sebelumnya,
bahasa pengantar yang digunakan semasa penajajahan Belanda
adalah bahasa Belanda atau bahasa daerah masing-masing.
Penggunaan bahasa Indonesia ini, secara langsung telah memupuk
rasa nasionalisme bangsa Indonesia terhadap identitasnya sendiri
Adapun sistem pendidikan di masa Jepang ini dapat dijabarkan
sebagai berikut:
4. Pendidikan Dasar (Kokumin Gakko / Sekolah Rakyat). Lama studi 6
tahun. Termasuk SR adalah Sekolah Pertama yang merupakan
konversi nama dari Sekolah dasar 3 atau 5 tahun bagi pribumi di
masa Hindia Belanda.
5. Pendidikan Lanjutan. Terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah
Menengah Pertama) dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko
(Sekolah Menengah Tinggi) juga dengan lama studi 3 tahun.
6. Pendidikan Kejuruan. Mencakup sekolah lanjutan bersifat vokasional
antara lain di bidang pertukangan, pelayaran, pendidikan, teknik, dan
pertanian.
7. Pendidikan Tinggi..
2.3 Kurikulum pada Masa Setelah Kemerdekaan
a. Rencana Pelajaran 1947
Awal kurikulum terbentuk pada tahun 1947, yang diberi nama
Rencana Pembelajaran 1947. Kurikulum ini pada saat itu meneruskan
kurikulum yang sudah digunakan oleh Belanda karena pada saat itu masih
dalam proses perjuangan merebut kemerdekaan. Yang menjadi ciri utam
kurikulum ini adalah lebih menekankan pada pembentukan karakter
manusia yang berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain. Rencana Pelajaran
1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan
menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950.
Bentuknya memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam
pengajarannya, plus garisgaris besar pengajaran. Rencana Pelajaran 1947
mengurangi pendidikan pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak,
kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan
dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan
jasmani. Setelah rencana pembelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum
Indonesia mengalami penyempurnaan. Dengan berganti nama menjadi
Rentjana Pelajaran Terurai 1952.
b. Rencana Pelajaran Terurai 1952

Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut


Rencana Pelajaran Terurai 1952. ―Silabus mata pelajarannya jelas sekali.
seorang guru mengajar satu mata pelajaran,‖ kata Djauzak Ahmad,
Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di
usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang,
Riau. Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan
1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta,
rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran
diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan,
emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan
dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional prak
tis.Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964 pemerintah kembali
menyempurnakan sistem kurikulum pendidikan di indonesia. Kali ini
diberi nama dengan Rentjana Pendidikan 1964. Yang menjadi ciri dari
kurikulum ini pembelajaran dipusatkan pada program pancawardhana
yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional, kerigelan dan jasmani.
Yang menjadi ciri dalam kurikulum ini adalah setiap pelajaran harus
memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-
hari.

c. Kurikulum 1964 & 1968


Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali
menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama
Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang
menjadi ciri dari kurikulum ini adalah: bahwa pemerintah mempunyai
keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan
pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program
Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan,
emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani. Kurikulum 1968 merupakan
pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur
kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa
pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968
merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD
1945 secara murni dan konsekuen. Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum
1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk
membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani,
mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti,
dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan
mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik
yang sehat dan kuat.

d. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968. Kurikulum
1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif.
Menurut direktur pembinaan TK dan SD Depdiknas yaitu Drs. Mudjito,
Ak, Msi bahwa pengaruh konsep di bidang manejemen dilatar belakangi
oleh MBO (management by objective) yang terkenal pada saat itu.
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Masza sepertiu itu dikenal
dengan istilah satuan pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan
bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lag yaitu terdiri atas petunjuk
umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran,
kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik
karena guru lebih mementingkan menulis rincian apa yang akan dicapai
dari setiap kegiatan pembelajaran.

e. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 menerapkan process skill approach. Meski
mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting.
Kurikulum ini juga sering disebut kurikulum 1975 yang disempurnakan.
Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar muali dari mengamati,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Tokoh penting dibalik lahirnya kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny
R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986
yang juga Rektor IKIP Jakarta hingga sekarang dan Universitas Negeri
Jakarta periode 1984-1992. Konsep CBSA yang bagus secara teoritis dan
prakteknya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak
deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional namun banyak sekolah
kurang mampu menafsirkan CBSA. Situasi yang terjadi adalah suasana
gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan
gambar, dan guru tak lagi mengajar model berceramah. Masyarakat
banyak yang tidak setuju dengan kurikulum 1984 sehingga muncul
penenolakan terhadap CBSA.
f. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-
kurikulum sebelumnya namun, perpaduan tujuan dan proses belum
berhasil. Banyak kritik bermunculan karena beban belajar siswa dinilai
terlalu berat. Mulai dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal
disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa
daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan
kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu
masuk dalam kurikulum. Alhasil,menjelma menjadi kurikulum super
padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998,diikuti kehadiran suplemen
Kurikulum 1999.Tapi perubahannya lebih pada menambah sejumlah
materi. Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984
dan dilaksanakan sesuai dengan undang-undang no. 2 tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian
waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem
caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu
tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi
siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak. Terdapat ciri-
ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya
sebagai berikut:

1. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem catur wulan.


2. Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup
padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi).
3. Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem
kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat
kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan
pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan
masyarakat sekitar.
4. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan
strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental,
fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan
bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka,
dimungkinkan lebih dari satu jawaban) dan penyelidikan.
5. Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan
kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa,
sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang
menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan
keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
6. Pengajaran dari hal yang konkrit ke ha yang abstrak, dari hal yang mudah
ke hal yang sulit dan dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks.
7. Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan
untuk pemantapan pemahaman.
8. Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan,
terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan
penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut :
9. Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan
banyaknya materi/ substansi setiap mata pelajaran.
10. Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan
tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang
terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.

g. Kurikulum 2004
Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap
pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa.
Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi
siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal
pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu
lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur
seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa. Meski baru
diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota
besar di luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak
memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi
yang diinginkan pembuat kurikulum. Kurikulum ini dikatakan sebagai
perbaikan dari KBK yang diberi nama Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). KTSP ini merupakan bentuk implementasi dari UU
No. 20 tahun 2003 tentang siste8m pendidikan nasional yang dijabarkan ke
dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19
tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Peraturan Pemerintah ini
memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan
standar nasional pendidikan, yaitu: (1)standar isi, (2)standar proses,
(3)standar kompetensi lulusan, (4)standar pendidik dan tenaga
kependidikan, (5)standar sarana dan prasarana, (6)standar pengelolaan,
standar pembiayaan, dan (7)standar penilaian pendidikan. Kurikulum
dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk
mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan
pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan
dilaksanakan di setiap satuan pendidikan. Secara substansial,
pemberlakuan (baca: penamaan) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP
No. 19/2005. Akan tetapi, esensi isi dan arah pengembangan
pembelajarantetap masih bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi
(dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject matter), yaitu:

1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual


maupun klasikal.
2. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode
yang bervariasi.
4. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang
memenuhi unsur edukatif.
5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya
penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. Terdapat perbedaan
mendasar dibandingkan dengan KBK tahun 2004 dengan KBK tahun 2006
(versi KTSP), bahwa sekolah diberi kewenangan penuh dalam menyusun
rencana pendidikannya dengan mengacu pada standar-standar yang
ditetapkan, mulai dari tujuan, visimisi, struktur dan muatan kurikulum,
beban belajar, kalender pendidikan hingga pengembangan silabusnya.

h. KTSP 2006
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan. Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi
dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga
teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004.
Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan
untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi
siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar
(KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan
kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan
pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi
pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem
penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah
koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota. (TIAR) Kurikulum
yang terbaru adalah kurikulum 2006 KTSP yang merupakan
perkembangan dari kurikulum 2004 KBK.

Kurikulum 2006 yang digunakan pada saat ini merupakan


kurikulum yang memberikan otonomi kepada sekolah untuk
menyelenggarakan pendidikan yang puncaknya tugas itu akan diemban
oleh masing masing pengampu mata pelajaran yaitu guru. Sehingga
seorang guru disini menurut Okvina (2009) benar-benar digerakkan
menjadi manusia yang professional yang menuntuk kereatifitasan seorang
guru. Kurikulum yang kita pakai sekarang ini masih banyak kekurangan di
samping kelebihan yang ada. Kekurangannya tidak lain adalah (1)
kurangnya sumber manusia yang potensial dalam menjabarkan KTSP
dengan kata lin masih rendahnya kualitas seorang guru, karena dalam
KTSP seorang guru dituntut untuk lebihh kreatif dalam menjalankan
pendidikan. (2) kurangnya sarana dan prasarana yang dimillki oleh
sekolah.

i. Kurikulum pada saat ini


Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 terbalik dengan KTSP. Dalam
kurikulum 2013 Standar Kompetensi Lulusan seperti apa yang diinginkan
akan membentuk mata pelajaran. Jadi, apa yang menjadi kebutuhan di
zaman sekarang dan mendatang itulah yang akan diberikan. Kedua,
kurikulum 2013 memiliki pendekatan pembelajaran yang lebih utuh
dengan mengutamakan kreativitas siswa. Kurikulum baru memenuhi tiga
komponen utama pendidikan yaitu pengetahuan, keterampilan dan sikap
yang baik. Ketiga, kurikulum 2013 didisain berkesinambungan antara
kompetensi yang ada di SD, SMP hingga SMA. Intinya, dalam kurikulum
2013 setiap peserta didik dituntut kreatif dan inovatif karena ke depannya
temuan dan kreatifitas yang menjadi andalan. Selain itu ada juga
pengembangan karakter bangsa telah diintegrasikan kedalam semua
program studi.
BAB 3
KURIKULUM PENDIDIKAN DI THAILAND

Kurikulum pendidikan di Thailand bermula dari tahun 2001, di bawah Perdana Menteri
Thaksin Shinawatra, Kementerian Pendidikan Thailand mula memperkembang kurikulum
nasional yang baru dalam usaha mewujudkan standart pembelajaran yang
berpusatkan pelajar (Student Centered learning methods). Pada tahun 2001-2006
menunjukkan beberapa penambahbaikan di dalam bidang pendidikan, seperti penyediaan
komputer di sekolah-sekolah dan peningkatan jumlah guru tempatan yang menguasai bahasa
asing. Pada tahun 2008, walaupun terdapat perubahan yang nyata walaupun dirasakan kecil,
namun banyak usaha yang telah dilaksanakan untuk membentuk kurikulum yang
berkualitas dan peningkatan tahap kelayakan masuk ke universitas namun tetap
gagal lantaran campur tangan politik dan masalah rasuah yang berleluasa.

3.1 Sistem Pendidikan di Thailand


Sistem pendidikan Thailand saat ini didasarkan pada reformasi pendidikan yang
diatur menurut Undang-Undang Pendidikan Nasional tahun 1999. Perubahan-perubahan
yang signifikan dari reformasi pendidikan ini terletak pada implementasi kebijakan yang
seragam, fleksibilitas dari implementasi kebijakan tersebut, desentralisasi, penjaminan
mutu, pelatihan peningkatan kualitas guru di seluruh jenjang dan mobilisasi sumber daya.
Perubahan-perubahan penting tersebut mencakup:
a. Perluasan wajib belajar sampai pendidikan menengah pertama dan pendidikan gratis
sampai jenjang pendidikan menengah atas.
b. Reformasi kurikulum pendidikan dasar, pendidikan vokasi dan pendidikan tinggi, yang
didasarkan pada kubutuhan masyarakat
c. Pendirian Kantor Standar Pendidikan Nasional dan Penilaian Kualitas (Office for
National Education Standards and Quality Assessment, ONESQA), yang bertanggung
jawab terhadap pengendalian kualitas eksternal.
Sistem pendidikan di Thailand terbagi menjadi 3, yaitu : pendidikan formal,
pendidikan non-formal dan pendidikan informal.Untuk sistem pendidikan formal terdiri
dari pendidikan dasar dan pendidikan tinggi. sedangkan sistem pendidikan non-formal
terdiri dari : program sertifikat kejuruan, program short course sekolah kejuruan dan
interest group program.
Di Thailand terdapat juga system Wajib Belajar seperti di Indonesia. Wajib belajar
di Thailandlebih menekankan wajib belajar 12 tahun ertinya bahawa usia sekolah menjadi
perhatian bagipemerintah Thailand, dengan perincian grade seperti berikut :
 Pendidikan play group dan TK usia 3-6 tahun
 Pendidikan Sekolah dasar (selama 6 tahun), grade 1-6
 Pendidikan Sekolah Menengah (selama 3 tahun), grade 7-9
 Pendidikan Sekolah Menengah atas (selama 3 tahun), grade 10-12
Untuk grade 7-12 dalam satu kompon sekolahan, mereka tak harus mendaftar lagi ,
sudah otomatis melanjutkan di sekolah itu. Tingkatan ke empat, adalah siswa yang duduk
dibangku sekolah menengah atas yang disebut Matthayom 4-6 umumnya mereka berumur
15-17 tahun. Pada tingkatan yang keempat ini siswa diberi kebebasan untuk memilih jalur
kejuruan atau akademis, sehingga setelah memiliki mereka dibedakan menjadi dua
kelompok sesuai dengan pilihanya tersebut.
Sebagaimana disebut di atas bahwa para siswa di sekolah-sekolah menengah atas,
diberikan kebebasan memilih jalur akademik atau kejuruan. Atas dasar pilihan tersebut
maka terdapat tiga jenis sekolah menengah atas akademik, sekolah menengah atas
kejuruan, dan juga sekolah menengah atas komprehensif yang menawarkan atau
menyelenggarakan kedua jalur tersebut yaitu jalur akademik dan jalur kejuruan. Para
siswa yang memilih jalur akademis biasanya berniat untuk masuk ke universitas,
sedangkang sisawa yang masuk sekolah kejuruan biasanya masuk di dunia kerja.
Untuk dapat menjadi siswa pada siswa sekolah menengah atas, maka calon siswa
mengikuti ujian masuk. Untuk dapat naik tingkat, siswa harus mengikuti dan lolos tes
nasional yang disebut NET ( National Education Test). Anak-anak Thailand membutuhkan
waktu 6 tahun bersekolah dasar tambahan tiga tahun akhir sekolah menengah. Mereka
yang lulus 6 tahun sekolah menengah adalah mereka yang lulus dari O-NET (Ordinary
National Education Test).
Pendidikan dasar di Thailand dimaksudkan sebagai 12 tahun belajar yang dibagi
menjadi 6 tahun sekolah dasar (Prathom 1-6), diikuti dengan 3 tahun sekolah menengah
pertama (Mattayom 1-3) dan 3 tahun sekolah menengah atas (Mattayom 4-6). Sejak tahun
2003, wajib belajar telah diperluas sampai 9 tahun (6 tahun sekolah dasar dan 3 tahun
sekolah menengah pertama), namun pendidikan sekolah digratiskan sampai 12 tahun
sehingga siswa diharapkan dapat menyelesaikan pendidikan sampai Mattayom 6, atau
setara dengan tamat SMU.
Secara umum sekolah Prathom terpisah dari sekolah Mattayom, namun di beberapa
tempat di Thailand di jumpai sekolah yang memberikan pelayanan pendidikan mulai dari
Prathom 1 sampai dengan Mattayom 6. Dalam hal sekolah menengah umumnya,
pendidikan Mattayom 1-6 berada di dalam satu sekolah, akan tetapi dapat dijumpai
pendidikan Mattayom yang dilayani oleh dua sekolah yang terpisah, yaitu sekolah yang
melayani Mattayom 1-3 dan sekolah yang melayani Mattayom 4-6.
Kurikulum nasional memuat 8 mata pelajaran inti yaitu: Bahasa Thai, Matematika,
Sains, Ilmu Sosial, Agama dan Budaya, Kesehatan dan Olah raga, Seni, Karir dan
Teknologi, dan Bahasa Asing. Fleksibilitas kurikulum memungkinkan integrasi budaya
dan kearifan lokal sehingga konsisten dengan standar keluaran pembelajaran. Dengan
diterapkannya wajib belajar, angka partisipasi kasar (APK) untuk tingkat sekolah dasar
cukup tinggi mencapai 98.3 persen untuk populasi anak berumur 6-11 tahun (2010).
Sementara APK untuk sekolah menengah pertama pada tahun 2010 menunjukkan lebih
besar dari 90 persen, namun pada tingkat menengah atas hanya berkisar sebesar 60 persen.
Kunci yang mendukung pendidikan yang bermakna adalah dengan menjaga nilai-
nilai budaya sehingga Thailand menjadi negara bersih, tertib hukum dan disiplin, serta
selalu berpegang pada ideologi yang ada pada Thailand. Sistem Pendidkan suatu negara
juga maju dan berkualiti namun memerlukan prosesyang sangat panjang dan lama
terutama dalam mendisiplinkan guru dan siswanya, pasalnyaguru guru di Thailand benar-
benar menfokuskan sepenuh kerjanya pada satu tugas saja. Dalam masalah pendidikan di
Thailand guru yang dipanggil “Kunkru” merupakan penentu keberhasilan pendidikan,
yang tidak jauh beda dengan Indonesia.

3.2 Visi Kurikulum Inti 2008


Kurikulum Inti pendidikan Dasar 2008 bertujuan untuk meningkatkan kapasitas seluruh
siswa yang merupakan kekuatan utama negara sehingga mendapatkan pengembangan
yang seimbang di seluruh aspek – kekuatan fisik, ilmu pengetahuan dan moralitas. Anak
didik diharapkan sadar terhadap komitmen dan tanggungjawabnya sebagai warga negara
Thailand juga sebagai anggota komunitas dunia. Terikat bentuk pemerintahan demokrasi
di bawah konstitusi monarki, anak didik harus dibekali dengan pengetahuan dasar dan
ketrampilan-ketrampilan penting dan karakter yang baik bagi studi lanjut, kecakapan
hidup dan belajar sepanjang hidup. Oleh karena itu, pendekatan yang berpusat kepada
anak didik perlu dilaksanakan, yang berlandaskan pada kenyataan bahwa setiap orang
punya kemampuan untuk belajar dan mengembangkan diri untuk mencapai potensi
tertinggi masing-masing.

3.3 Prinsip-prinsip Kurikulum Inti 2008


Prinsip-prinsip yang penting yang mendasari Kurikulum Inti Pendidikan Dasar 2008
adalah sebagai berikut:
a. Sasaran utama pengembangan kurikulum ini adalah mencapai persatuan nasional;
standar pembelajaran dan tujuan pembelajaran dirancang dengan harapan agar siswa
mendapatkan pengetahuan, ketrampilan, karakter dan moral sebagai landasan bagi
kebangsaan dan nilai-nilai universal.
b. Kurikulum 2008 ini memberikan peluang pendidikan untuk semua, karena setiap
warga negara berhak memiliki akses yang sama untuk mengenyam pendidikan dengan
kualitas tinggi.
c. Kurikulum 2008 ini memberikan peluang desentralisasi otoritas dengan mendorong
masyarakat untuk berpartisipasi terhadap penyelenggaraan pendidikan, sesuai dengan
situasi dan kebutuhan setempat.
d. Struktur kurikulum 2008 ini cukup fleksibelitas dalam hal isi, alokasi waktu dan
manajemen pembelajaran.
e. Pendekatan yang berpusat kepada siswa (student-centered) sangat diharapkan.
f. Kurikulum 2008 ini ditujukan untuk seluruh jenis pendidikan – formal, nonformal dan
informal, mencakupi seluruh kelompok target dan memungkinkan perpindahan hasil
pembelajaran dan pengalaman.

3.4 Sasaran Kurikulum Inti 2008


Kurikulum Inti Pendidikan Dasar ini bertujuan untuk mengembangkan siswa secara
maksimal dalam hal moral, pemahaman, kenyamanan, dan potensi untuk studi lanjut dan
menjalani kehidupan. Sasaran-sasaran berikut diharapkan dicapai oleh anak didik setelah
meyelesaikan pendidikan dasar:
1. Moralitas, etika, nilai-nilai yang diinginkan, harga diri, disiplin diri, ketaatan terhadap
ajaran Buddha atau menurut kepercayaan seseorang dan prinsip-prinsip Ekonomi
Kecukupan;
2. Pengetahuan dan keterampilan untuk berkomunikasi, berpikir, memecahkan masalah,
keterampilan teknologi know-how, dan kecakapan hidup;
3. Kesehatan fisik dan mental yang baik, kebersihan dan preferensi untuk latihan fisik;
4. Patriotisme, kesadaran akan tanggung-jawab dan komitmen sebagai warga negara
Thailand dan anggota komunitas dunia, dan kepatuhan terhadap kehidupan demokratis
dan bentuk pemerintahan di bawah monarki konstitusional;
5. Kesadaran akan perlunya melestarikan budaya Thailand dan kearifan lokal Thailand,
perlindungan dan pelestarian lingkungan, dan pola fikir masyarakat dengan dedikasi
untuk pelayanan publik untuk perdamaian dan co-eksistensi yang harmonis.

3.5 Standar Pembelajaran


Perhatian terhadap prinsip-prinsip perkembangan kecerdasan otak dan multi
intelengensia diperlukan untuk mencapai pengembangan peserta didik yang seimbang.
Oleh karena itu, Kurikulum Inti Pendidikan Dasar telah mencanangkan delapan bidang
pembelajaran sebagai berikut:
1. Bahasa Thailand
2. Matematika
3. Sains
4. Ilmu Sosial, Agama dan Budaya
5. Pendidikan Jasmani dan kesehatan
6. Seni
7. Okupasi dan Teknologi
8. Bahasa Asing
Untuk setiap bidang pembelajaran, standar baku berperan sebagai target yang ingin
dicapai dalam mengembangkan kualitas peserta didik. Standar ini menentukan apa yang
peserta didik harus tahu dan harus mampu lakukan. Standar ini juga menunjukkan nilai-
nilai moral dan etika serta karakter yang diinginkan setelah menyelesaikan pendidikan
dasar. Selain itu, standar pembelajaran berperan sebagai mekanisme penting dalam
memajukan sistem pendidikan secara keseluruhan, karena standar ini memberikan
informasi kepada kita tentang isi pelajaran dan metoda pengajaran dan evaluasi. Standar
juga berfungsi sebagai instrumen untuk penjaminan mutu dan diadopsi baik sebagai
evaluasi penjaminan mutu internal dan maupun eksternal, yang telah dipraktekkan pada
layanan pendidikan di tingkat daerah maupun tingkat nasional. Pemantauan pelaksanaan
penjaminan mutu internal merupakan hal yang sangat penting, karena hal ini menunjukkan
tingkat keberhasilan dalam mencapai kualitas seperti yang ditentukan dalam standar yang
bersangkutan.
BAB 4
MATERI ATURAN SINUS COSINUS

4.1 Materi Sinus Cosinus di Indonesia


A. Aturan sinus dan kosinus
1. Aturan sinus

Perhatikan pada Gambar 14. Jika a, b, dan


c masing-masing menyatakan panjang sisi
segitga sembarang ABC, maka berlaku
rumus yang disebut “aturan sinus”.

Gambar 14
a b c
= =
sin A sin B sin C

Bukti 1 : Aturan Sinus

Perhatikan Gambar 15
Dalam ∆AEC,
CE
sin A = atau CE = b sin A ...(1)
AC
Dalam ∆BEC,

CE
Gambar 15 sin B = atau CE = a sin B ...(2)
BC

Berdasarkan (1) dan (2), a sin B = b sin A (masing-masing ruas dibagi


sin A sin B)

a sin B b sin A
=
sin Asin B sin Asin B
maka :
a b
= ...(3)
sin A sin B
Masih dalam Gambar 15, perhatikan ∆ADB,
BD
sin A = atau BD = c sin A ...(4)
AB
Dalam ∆BEC,
BD
sin C = atau BD = a sin C ...(5)
BC

Berdasarkan (4) dan (5), c sin A = a sin C (masing-masing ruas dibagi sin
A sin C)

c sin A a sin C c a
= = = ...(6)
sin Asin sin Asin
C C sin C sin A
Berdasarkan (3) dan (6), diperoleh:
a = b = c

sin A sin B sin C

Gambar 16

Gambar 16 menunjukkan bukti aturan sinus untuk segitiga tumpul,

dengan 90◦< A <180◦

sinus suatu sudut = sinus pelurus sudut itu


sin (180◦ - ) = sin
kosinus suatu sudut = - kosinus pelurus sudut itu
cos (180◦ - ) = - cos

Pada ∆BEC, CE = a sin B ……….. (1)


Pada ∆AEC,

CAE 180◦ - A , maka

CE = b sin (180◦ - )

CE = b sin A ……….. (2)


 (1) = (2)  a sin B = b sin A

a b
  ...(3)
sin A sin B

 Pada ∆BDA,
AD = c sin B ...(4)

 Pada CDA,
AD = b sin C ...(5)

 (4) = (5)  c sin B = b sin C

b c
  ...(6)
sin B sin C

(3) dan (6) memenuhi sifat transitif, maka diperoleh :

a b c
sin A = sin B = sin C

Bukti II: Aturan sinus


 Pada Gambar 17, diketahui dengan
A   , B   , dan C   .
 Buatlah garis bantu (diameter) AD dan BE, maka

ACD  90◦ dan ADC   BAE 90◦ dan BEA  








Gambar 17
AC b
 Dalam , sin   
AD 2r
b

2r  sin  ...(1)
 Dalam ∆BAE, sin   
AB AB

BE  BE

2r  sin  ...(2)
a

Serta, 2r  sin  ( BAC   ) ...(3)


Jadi,
a b c
   2r
sin  sin  sin 

1  

2  

3  

2. Aturan kosinus

2 13

Gambar 18

Perhatikan Gambar 18 di atas. Pada ABC diketahui AB = 9 cm, BC = 5 cm, AC 


2 13 cm. Hitunglah besar B !
Soal tersebut tidak dapat diselesaikan dengan aturan sinus. Untuk itu perhatikan
langkah-langkah penyelesaiannya sebagai berikut.
 Kita buat garis bantu atau tinggi garis tinggi dari C ke sisi AB, CD  AB.

Misalkan BD = x cm, maka AD = (9 - x) cm. Pada BDC ; CD2 = 25 -x2

dan x = 5 cos B, maka:


CD 2  25  25 cos 2 B
Pada ∆ADC;

CD2 = 52 – (9 – x)2

= 52 – 81 + 18x – x2

CD2 = -29 + 90 cos B - 25 cos2 B

Berdasarkan (1) dan (2);

-29 + 90 cos B – 25 cos2 B = 25 – 25 cos2 B

90 cos B = 54
54
Cos B   0,6
90

Jadi, besar sudut B = 53,13o


Ternyata kita memerlukan rumus baru untuk mempermudah perhitungan
yang disebut aturan kosinus. Untuk setiap segitiga ABC berlaku:
a2  b2  c2  2bc cos A
b2  a2  c2  2ac cos B
c2  a2  b2  2ab cos A

Bukti:

(i) (ii)
Gambar 19
Pada Gambar 19 (i) dan (ii). ∆ABC segitiga lancip CD ┴ AB
Misalkan AD = x, maka BD = ( c – x )
Pada ∆ADC;

CD2 = b2 – x2 ...(1)
Pada ∆BDC;

CD2 = a2 – ( c – x )2 = a2 – c2 + 2cx – x2 ...(2)


Berdasarkan (1) dan (2)

b2 – x2 = a2 – c2 + 2cx – x2
b2 = a2 – c2 + 2cx

atau

a2 = b2 + c2 - 2cx ...(3)
dalam ∆ADC;
cos A  a  x  b cos A
...(4)
b
Berdasarkan (3) dan (4)
a2  b2  c2  2bc cos A

Jadi, a2 = b2 + c2 – 2bc cos A

Dengan cara yang serupa dapat kita buktikan pula bahwa :

b2= a2 + c2 – 2ac cos B dan c2= a2 + b2 – 2ab cos C

jadi, aturan kosinus dalam ∆ABC secara lengkap adalah sebagai

berikut, a2 = b2 + c2 – 2bc cos A

b2= a2 + c2 – 2ac cos B

c2= a2 + b2 – 2ab cos C

aturan kosinus dapat digunakan langsung jika urutan yang diketahui adalah
(ss, ss, ss), (sd, sd, sd), dan (ss, sd, ss). Adapun, aturan kosinus di atas
berlaku juga untuk segitiga tumpul. Seperti Gambar 19. (ii)

4.2 Materi Sinus Cosinus di Thailand


Adapun untuk materi aturan sinus dan kosinus di Thailand tidak jauh berbeda
dengan di Indonesia. Materi aturan sinus dan kosinus termasuk dalam materi
perbandingan trigonometri di Thailand. Seperti yang di jelaskan untuk learners’s quality
atau kualitas pelajar matematika di Thailand pada lulusan jenjang Mathayom 4 – 6
adalah di nomer 2 sebagai berikut : Apply knowledge of trigonometric ratio for
estimating distance and height, and solve measurement problems ( Mengaplikasikan
kemampuan perbandingan trigonometri untuk menaksir jarak dan ketinggian, dan
menyelesaikan permasalahan pengukuran ).
Terdapat enam ruang lingkup materi dalam kurikulum matematika di Thailand.
Enam ruang lingkup materi tersebut terbagi kembali ke dalam beberapa standar
kompetensi. Ruang lingkup materi yang diajarkan pada tingkat Matthayom 4-6 pada
mata pelajaran matematika di Thailand dari adalah sebagai berikut:
1. Bilangan dan operasinya
2. Pengukuran
3. Geometri
4. Aljabar
5. Analisis data dan peluang
6. Kemampuan matematika dan proses

Enam ruang lingkup materi tersebut terbagi lagi menjadi beberapa standar
kompetensi pada masing - masing ruang lingkup materi. Adapun pembagiannya adalah
sebagai berikut:
1. Empat standar kompetensi pada ruang lingkup materi bilangan dan operasinya
2. Dua standar kompetensi pada ruang lingkup materi pengukuran
3. Dua standar kompetensi pada ruang lingkup materi geometri
4. Dua standar kompetensi pada ruang lingkup materi aljabar
5. Tiga standar kompetensi pada ruang lingkup materi analisis data dan peluang
6. Satu standar kompetensi pada ruang lingkup materi kemampuan matematika
dan proses

Pembelajaran matematika pada tingkat sekolah menengah atas di Thailand atau


Mathayom 4 - 6 memiliki alokasi waktu 240 jam dalam tiga tahun dengan 6 kredit
semester. Sehingga dalam satu tahun atau satu tahun ajaran memiliki alokasi waktu
pembelajaran matematika yaitu 80 jam dan dalam satu semesternya adalah 40 jam.

Anda mungkin juga menyukai