LAPORAN
Disusun untuk memenuhi tugas :
Diklat Telaah Kurikulum Indonesia Thailand
Disusun oleh :
2.3 TUJUAN
2.3.1 Untuk Mengetahui Perubahan Kurikulum di Indonesia hingga saat ini.
2.3.2 Untuk Mengetahui Perubahan Kurikulum di Thailand hingga saat ini.
2.3.3 Untuk Mengetahui Perbandingan Kurikulum di Indonesia dan Thailand.
2.4 MANFAAT
Diharapkan laporan ini dapat memberikan manfaat berupa tambahan
wawasan dan masukan yang positif bagi mahasiswa dan guru tenaga
kependidikan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan.
BAB 2
KURIKULUM DI INDONESIA
d. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968. Kurikulum
1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif.
Menurut direktur pembinaan TK dan SD Depdiknas yaitu Drs. Mudjito,
Ak, Msi bahwa pengaruh konsep di bidang manejemen dilatar belakangi
oleh MBO (management by objective) yang terkenal pada saat itu.
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Masza sepertiu itu dikenal
dengan istilah satuan pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan
bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lag yaitu terdiri atas petunjuk
umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran,
kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik
karena guru lebih mementingkan menulis rincian apa yang akan dicapai
dari setiap kegiatan pembelajaran.
e. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 menerapkan process skill approach. Meski
mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting.
Kurikulum ini juga sering disebut kurikulum 1975 yang disempurnakan.
Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar muali dari mengamati,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Tokoh penting dibalik lahirnya kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny
R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986
yang juga Rektor IKIP Jakarta hingga sekarang dan Universitas Negeri
Jakarta periode 1984-1992. Konsep CBSA yang bagus secara teoritis dan
prakteknya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak
deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional namun banyak sekolah
kurang mampu menafsirkan CBSA. Situasi yang terjadi adalah suasana
gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan
gambar, dan guru tak lagi mengajar model berceramah. Masyarakat
banyak yang tidak setuju dengan kurikulum 1984 sehingga muncul
penenolakan terhadap CBSA.
f. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-
kurikulum sebelumnya namun, perpaduan tujuan dan proses belum
berhasil. Banyak kritik bermunculan karena beban belajar siswa dinilai
terlalu berat. Mulai dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal
disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa
daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan
kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu
masuk dalam kurikulum. Alhasil,menjelma menjadi kurikulum super
padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998,diikuti kehadiran suplemen
Kurikulum 1999.Tapi perubahannya lebih pada menambah sejumlah
materi. Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984
dan dilaksanakan sesuai dengan undang-undang no. 2 tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian
waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem
caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu
tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi
siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak. Terdapat ciri-
ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya
sebagai berikut:
g. Kurikulum 2004
Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap
pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa.
Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi
siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal
pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu
lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur
seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa. Meski baru
diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota
besar di luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak
memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi
yang diinginkan pembuat kurikulum. Kurikulum ini dikatakan sebagai
perbaikan dari KBK yang diberi nama Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). KTSP ini merupakan bentuk implementasi dari UU
No. 20 tahun 2003 tentang siste8m pendidikan nasional yang dijabarkan ke
dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19
tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Peraturan Pemerintah ini
memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan
standar nasional pendidikan, yaitu: (1)standar isi, (2)standar proses,
(3)standar kompetensi lulusan, (4)standar pendidik dan tenaga
kependidikan, (5)standar sarana dan prasarana, (6)standar pengelolaan,
standar pembiayaan, dan (7)standar penilaian pendidikan. Kurikulum
dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk
mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan
pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan
dilaksanakan di setiap satuan pendidikan. Secara substansial,
pemberlakuan (baca: penamaan) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP
No. 19/2005. Akan tetapi, esensi isi dan arah pengembangan
pembelajarantetap masih bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi
(dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject matter), yaitu:
h. KTSP 2006
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan. Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi
dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga
teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004.
Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan
untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi
siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar
(KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan
kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan
pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi
pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem
penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah
koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota. (TIAR) Kurikulum
yang terbaru adalah kurikulum 2006 KTSP yang merupakan
perkembangan dari kurikulum 2004 KBK.
Kurikulum pendidikan di Thailand bermula dari tahun 2001, di bawah Perdana Menteri
Thaksin Shinawatra, Kementerian Pendidikan Thailand mula memperkembang kurikulum
nasional yang baru dalam usaha mewujudkan standart pembelajaran yang
berpusatkan pelajar (Student Centered learning methods). Pada tahun 2001-2006
menunjukkan beberapa penambahbaikan di dalam bidang pendidikan, seperti penyediaan
komputer di sekolah-sekolah dan peningkatan jumlah guru tempatan yang menguasai bahasa
asing. Pada tahun 2008, walaupun terdapat perubahan yang nyata walaupun dirasakan kecil,
namun banyak usaha yang telah dilaksanakan untuk membentuk kurikulum yang
berkualitas dan peningkatan tahap kelayakan masuk ke universitas namun tetap
gagal lantaran campur tangan politik dan masalah rasuah yang berleluasa.
Gambar 14
a b c
= =
sin A sin B sin C
Perhatikan Gambar 15
Dalam ∆AEC,
CE
sin A = atau CE = b sin A ...(1)
AC
Dalam ∆BEC,
CE
Gambar 15 sin B = atau CE = a sin B ...(2)
BC
a sin B b sin A
=
sin Asin B sin Asin B
maka :
a b
= ...(3)
sin A sin B
Masih dalam Gambar 15, perhatikan ∆ADB,
BD
sin A = atau BD = c sin A ...(4)
AB
Dalam ∆BEC,
BD
sin C = atau BD = a sin C ...(5)
BC
Berdasarkan (4) dan (5), c sin A = a sin C (masing-masing ruas dibagi sin
A sin C)
c sin A a sin C c a
= = = ...(6)
sin Asin sin Asin
C C sin C sin A
Berdasarkan (3) dan (6), diperoleh:
a = b = c
Gambar 16
CE = b sin (180◦ - )
a b
...(3)
sin A sin B
Pada ∆BDA,
AD = c sin B ...(4)
Pada CDA,
AD = b sin C ...(5)
b c
...(6)
sin B sin C
a b c
sin A = sin B = sin C
Gambar 17
AC b
Dalam , sin
AD 2r
b
2r sin ...(1)
Dalam ∆BAE, sin
AB AB
BE BE
2r sin ...(2)
a
Jadi,
a b c
2r
sin sin sin
1
2
3
2. Aturan kosinus
2 13
Gambar 18
CD2 = 52 – (9 – x)2
= 52 – 81 + 18x – x2
90 cos B = 54
54
Cos B 0,6
90
Bukti:
(i) (ii)
Gambar 19
Pada Gambar 19 (i) dan (ii). ∆ABC segitiga lancip CD ┴ AB
Misalkan AD = x, maka BD = ( c – x )
Pada ∆ADC;
CD2 = b2 – x2 ...(1)
Pada ∆BDC;
b2 – x2 = a2 – c2 + 2cx – x2
b2 = a2 – c2 + 2cx
atau
a2 = b2 + c2 - 2cx ...(3)
dalam ∆ADC;
cos A a x b cos A
...(4)
b
Berdasarkan (3) dan (4)
a2 b2 c2 2bc cos A
aturan kosinus dapat digunakan langsung jika urutan yang diketahui adalah
(ss, ss, ss), (sd, sd, sd), dan (ss, sd, ss). Adapun, aturan kosinus di atas
berlaku juga untuk segitiga tumpul. Seperti Gambar 19. (ii)
Enam ruang lingkup materi tersebut terbagi lagi menjadi beberapa standar
kompetensi pada masing - masing ruang lingkup materi. Adapun pembagiannya adalah
sebagai berikut:
1. Empat standar kompetensi pada ruang lingkup materi bilangan dan operasinya
2. Dua standar kompetensi pada ruang lingkup materi pengukuran
3. Dua standar kompetensi pada ruang lingkup materi geometri
4. Dua standar kompetensi pada ruang lingkup materi aljabar
5. Tiga standar kompetensi pada ruang lingkup materi analisis data dan peluang
6. Satu standar kompetensi pada ruang lingkup materi kemampuan matematika
dan proses