Anda di halaman 1dari 19

Pertemuan III

KEBUDAYAAN DAN PENDIDIKAN

Istilah kebudayaan antara lain culture (Inggris), kultur (Jerman), dan cultuur

(Belanda) adalah suatu istilah yang mengandung pengertian yang amat luas. Menurut

Dictionary of Philosophy “culture” berasal dari kata Latin “colo”, artinya

“memelihara” nilai intrinsik masyarakat. Kebudayaan juga sering disebut sebagai

peradaban. Menurut Dr. Edward B Taylor yang menulis dalam buku “Primitive

Culture”, kebudayaan atau peradaban adalah suatu keseluruhan yang kompleks yang

meliputi ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat, dan setiap

kemampuan serta kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai warga masyarakat

(Syam, 1988: 61).

Menurut Dr. Henry S. Lucas dalam buku “A Short History of Civilization”

menyatakan, kebudayaan adalah suatu cara yang umum bagaimana manusia hidup,

berpikir dan bertindak. Semuanya itu meliputi seni, sastra, ilmu pengetahuan,

penemuan-penemuan, filsafat, dan agama. Menurut Drs. Sidi Gazalba dalam buku

“Pengantar Kebudayaan sebagai Ilmu” menyatakan kebudayaan adalah semua ciptaan

manusia yang berlangsung didalam kehidupan. Kebudayaan menampakkan diri pula

dalam kepribadian dan tingkah laku manusia dalam berinteraksi. Manusia sebagai

makhluk budaya mengubah unsur-unsur alam menjadi benda-benda kebudayaan

dengan potensi kemanusiaannya.

Setiap bangsa memiliki kebanggaan nasional atas kebudayaan nasional masing-

masing. Kebudayaan nasional ini merupakan perwujudan kepribadian nasional suatu

bangsa. Menurut Syam (1988: 66-67), secara teoritis, sifat kebudayaan nasional

sebagai berikut:

28
1. Spiritual-Psikologis, yaitu manifestasi sosio-psikologis yang menunjuk identitas

subjek seperti filsafat hidup, karakter nasional, sikap mental

2. Rasional-Intelektual berupa ilmu yang lebih bersifat universal

3. Material-Konkrit berupa pola atau design tertentu dalam bidang teknologi,

arsitektur, seni dan sebagainya.

Menurut Dr. Ki Hajar Dewantara, ada 3 asas politik pembinaan kebudayaan

nasional (Tri-Kon):

1. Konsentrasi

Pengembangan kebudayaan harus berpusat pada kebudayaan nasional, social

heritage yang diwarisi dari generasi sebelumnya.

2. Konvergensi

Hukum perkembangan itu adalah kerja sama antara faktor dalam (sosio-kultural)

yang sudah berakar dan faktor luar dengan menerima unsur kebudayaan asing

dengan prinsip selektif.

3. Kontinuitas

Proses selektif tersebut akan berlangsung terus menerus.

A. Konsep Kebudayaan

Secara sederhana kebudayaan berarti semua cara hidup (ways of life) yang

terdiri dari cara berpikir, bertindak, merasa yang telah dikembangkan oleh

anggota-anggota suatu masyarakat. Konsep kebudayaan merupakan konsep dasar

dalam ilmu-ilmu sosial, karena konsep tersebut dapat dijadikan titik tolak bagi

kajian semua aspek perilaku manusia. Kebudaayaan adalah milik manusia yang

membedakannya dari mahluk lain dimuka bumi ini.

29
Konsep kebudayaan dapat pula dipakai untuk mengkaji pendidikan karena

dalam arti luas pendidikan (education) adalah proses pembudayaan melalui mana

masing-masing anak, yang dilahirkan dengan potensi belajar yang lebih besar

dari mahluk menyusui lainnya, dibentuk menjadi anggota penuh dari suatu

masyarakat, menghayati dan mengamalkan bersama-sama anggota-anggota

lainnya suatu kebudayaan tertentu.

Dalam arti praktis pendidikan diartikan sebagai proses penyampaian

kebudayaan (process of transmitting culture), di dalamnya termasuk

keterampialn, pengetahuan, sikap-sikap dan nilai-nilai, serta pola pola perilaku

tertentu. Atau pendidikan dapat dikatakan sebagai “the transmission of culture”.

Hakekatnya pendidikan tersebut adalah proses penyampaian kebudayaana dari

suatu generasi ke generasi berikutnya atau proses pembudayaan anak manusia

(Manan, 1989: 7).

Para ahli ilmu sosial telah memberikan berbagai definisi dengan penekanan

pada berbagai aspek yang berbeda dari kebudayaan. Umpama nya da yang

menekankan gejala kebudayaan yang bias diamati dalam bentuk pola kehidupan

(Pattern of life) dalam suatu masyarakat, yaitu aktifitas yang terjadi secara

berulang kali secara teratur, dan susunan benda-benda dan kehidupan

kemasyarakatan yang menjadi ciri dari suatu kelompok tertentu. Dalam hal ini

kebudayaan berarti gejala alam yang bias diamati seperti benda-benda dan

peristiwa-peristiwa.

Keragaman definisi kebudayaaan tersebut telah dikemukakan oleh

Kroeber dan kluckhohn dalam bukunya” a culture a critical review conceps dan

definitions” yang diterbitkan tahun 1952. Mengklasifikasikan konsep-konsep

kebudayaan tersebut dan beberapa kategori yaitu bersifat deskriptif, historis,

30
normatif, psikologis, struktural, genetis dan definisi yang tak lengkap. Untuk

definisi yang bersifat deskriptif dia mengambil contoh definisi klasik dari E.B.

Tylor yang berbunyi” kebudayaan adalah totalitas yang kompleks yang

mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, hokum, moral, adat, dan apa saja

kemampuan-kemampuan dan kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh orang sebagai

anggota masyarakat. Contoh definisi yang bersifat historis adalah definisi yang

dikemukakan oleh Margaret mead. Katanya, kebudayaan bermakna seluruh

kompleks perilaku tradisional yang telah dikembangkan oleh ras manusia yang

secra berurutan dipelajari oleh masing-masing generasi. Definisi yang bersifat

normatif dikemukakan oleh kluckhon dan Kelly, yaitu: dengan kebudayaan

dimaksudkan semua model bagi kehidupan, exsplisit dan implicit, rasional dan

irrasional dan nonrasional yang ada pada masa tertentu sebagai pembimbing

potensial bagi perilaku anggota- anggota suatu masyarakat, sedangkan definisi

yang bersifat psikologis adalah definisi yang dikemukakan La Piere yang

berbunyi: “perwujudan di dalam adat, tradisi, dan instutisi dan lain lainya dari apa

yang dipelajari debagai suatu kelompok social dari suatu generasi kegenerasi

lainnya. Terakhir adalah contoh dari definisi bersifat structural. Turney dan high

menggambarkan struktur tersebut sebagai: “…..bekerjanya dan terintegrasinya

sejumlah aktivitas yang tak bersifat instingtif dari masyarakat manusia.

Apabila dianalisa pengertian klasik yang dikemukakan oleh Tylor, maka

sejak abad 19 telah dikenal komponen-komponen pokok yang terkandung dalam

pengertian kebudayaan:

a) Konsep keseluruhan yang kompleks (complex whole)

31
Hal ini mencerminkan kenyataan bahwa betapapun banyaknya bagian/ unsur/

aspek dari suatu kebudayaan, namun kebudayaan memiliki semacam

kesatuan, katakanlah pola atau model.

b) Kebudayaan meliputi serangkaian prestasi atau hasil-hasil kegiatan

psikologis yang mungkin tak terlihat nyata dalam bentuk benda, melainkan

dalam bentuk pernyataan-pernyataan emosional dan mental.

c) Kebudayaan tidak saja hanya mencakup hasil-hasil kesenian tetapi juga

menyangkut moralitas seperti moralitas kekeluargaan.

d) Kebudayaan tersebut menekankan jenis sesuatu yang memperlihatkan

keteraturan dan kesinambungan.

e) Kebudayaan dilihat secara secara objektif dan tidak memihak, walaupun

berhubungan dengan moralitas dan seni sebagai bahagian dari suatu realitas.

f) Karena kebudayaan merupakan totalitas karakteristik yang diperoleh

anggota suatu masyarakat dari lingkungannya, kebudayaan tersebut tidaklah

ditemukan dalam suatu generasi atau unsur-unsur keturunan lainnya.

g) Kebudayaan tidak diciptakan orang dalam suatu kejeniusan yang terasing,

dia harus hidup dalam masyarakat bersama orang orang lain, bila ia harus

memiliki kebudayaan (Manan, 1989: 9).

Dari berbagai definisi yang dikemukakan dapat diidentifikasi tiga isi

pokok kebudayaan yaitu gagasan-gagasan (ideas), aktivitas-aktivitas

(activities), dan benda-benda (things). Dalam konteks ini Bierstedt

mengemukakan bahwa “kebudayaan adalah suatu keseluruhan yang kompleks

yang mencakup semua cara kita berfikir dan berbuat , serta semua apa yang kita

miliki sebagai anggota suatu masyarakat.

B. Karakteristik Kebudayaan

32
Pemilikan struktur anatomis dan potensi dasar yang sama berhadapan

dengan lingkungan yang berbeda-beda telah menjadi penyebab terbentuknya

persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan dalam kebudayaan yang

diciptakan oleh berbagai masyarakat umat manusia (Manan, 1989: 11). Menurut

Herskovit, karakteristik kebudayaan bersifat paradoksal yaitu,

1. Kebudayaan merupakan pengalaman universal umat manusia tetapi

manifestasi lokal dan regionalnya bersifat unik

2. Kebudayaan bersifat stabil, tetapi juga dinamis dan memperlihatkan

perubahan yang terus menerus dan tetap

3. Kebudayaan mengisi dan menentukan jalan hidup kita, tetapi kebudayaan

tersebut jarang mengusik alam sadar kita.

Kesamaan anatomis yang ada menyebabkan kebutuhan dasar (basic needs)

umat manusia juga bersamaan. Kebutuhan dasar adalah kondisi-kondisi

lingkungan dan biologis yang harus dipenuhi bagi kesinambungan hidup individu

atau masyarakat seperti metabolisme, reproduksi, keamanan, gerakan,

pertumbuhan dan kesehatan. Kebutuhan ini akan dipenuhi dalam bentuk respon

budaya penyediaan makanan, kekerabatan, perlindungan, aktifitas, dan

pendidikan. Respon-respon ini akan bersamaan polanya dalam suatu masyarakat

tertentu.pola respon yang terstandar ini dinamakan institusi budaya atau institusi

sosial. Jadi institusi budaya adalah perilaku terpola yang digunakan oleh suatu

masyarakat untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasar.

Semua kebudayaan berbagai masyarakat yang ada di muka bumi ini

mempunyai unsur-unsur yang universal yaitu bahasa, sistem teknologi, sistem

ekonomi, organisasi sosial, sistem pengetahuan, sistem religi dan sistem

kesenian. Namun, manifestasi dari unsur tersebut di berbagai daerah akan bersifat

33
unik. Masing-masing kebudayan mempunyai institusi kekerabatan, ada

persamaan tetapi tidak identik. Keragaman atau keunikan ini terbentuk karena

adanya keragaman lingkungan dan sejarah perkembangan suatu masyarakat.

Kebudayaan dikatakan memiliki sifat yang paradoksal yaitu stabil dan

dinamis. Unsur-unsur dan institusi budaya biasanya akan bertahan dan stabil

untuk beberapa waktu tetapi kontak budaya akan menyebabkan terjadinya proses

akulturasi atau pinjam meminjam unsur-unsur kebudayaan. Tuntutan lingkungan

yang berubah dapat mendorong orang untuk menciptakan elemen baru yang akan

memperkaya suatu kebudayaan.

Pada hakikatnya tidak ada kebudayaan yang yang statis, yang ada hanya

kebudayaan yang berubah dengan lambat sekali atau kebudayaan yang berubah

sangat cepat. Sifat paradoksal yang ketiga adalah kebudayaan mengisis

kehidupan kita sehari-hari, tetapi jarang kita mempertanyakan faktor apa yang

menyebabkan kita berbuat demikian. Terbentuknya “habit of thought” dan “habit

of action” tertentu yang tidak kita pertanyakan lagi, kita tidak sadar bahwa

kebiasaan tersebut telah tertanam dalam fikiran kita (Manan, 1989: 12-13).

Menurut G. F Kneller, kebudayaan bersifat organic dan superorganic.

Kebudayaan bersifat organik karena berakar pada organisme manusia. Apabila

manusia tidak berfikir, merasa, dan membuat benda-benda maka tidak akan ada

kebudayaan. Sementara itu, kebudayaan bersifat superorganik karena kebudayaan

hidup berkesinambungan melampaui generasi tertentu yang isinya merupakan

karya manusia.

Kebudayaan bersifat terlihat (overt) dan tersembunyi (covert). Kebudayaan

terlihat dalam bentuk tindakan-tindakan dan benda-benda serta pembicaraan yang

dapat diamati secara langsung, sedangkan bersifat tersembunyi dalam berbagai

34
sikap dasar terhadap alam dan dunia makhluk halus yang mesti diinterpretasikan

dari apa yang dikatakan dan dilakukan anggota suatu masyarakat.

Kebudayaan bersifat explisit dan implisit. Kebudayaan eksplisit terdiri dari

semua cara bertindak yang dapat tergambar secara langsung dari orang-orang

yang melaksanakannya. Kebudayaan implisit terdiri dari hal-hal yang dianggap

telah diketahui dan hal-hal tersebut tidak dapat diterangkan.

Kebudayaan bersifat ideal dan manifest. Kebudayaan ideal terdiri dari cara-

cara bagaimana segala sesuatunya harus dilakukan, atau cara yang benar dalam

mengerjakan sesuatu. Kebudayaan bersifat stabil tetapi juga berubah. Perubahan

hanya dapat diukur terhadap elemen-elemen yang relatif stabil dan stabilitas

diukur terhadap elemen-elemen budaya yang berubah dengan cepat.

Menurut Murdock, karakteristik kebudayaan yang bersifat universal antara

lain:

1. Kebudayaan dipelajari dan bukan instingtif. Dengan demikian kebudayaan

tak dapat dicari asal usulnya dari gen.

2. Kebudayaan ditanamkan, hanya manusia yang bisa menyampaikan warisan

sosialnya.

3. Kebudayaan bersifat sosial dan dimiliki bersama oleh manusia

4. Kebudayaan bersifat gagasan, kebiasaan-kebiasaan kelompok dikonsepsikan

sebagai norma atau pola perilaku.

5. Kebudayaan sampai pada satu tingkat memuaskan individu baik kebutuhan

biologis dan lainnya

6. Kebudayaan bersifat integratif. Kebudayaan yang yang terintegrasi dengan

baik mempunyai kepaduan sosial (social cohesion) diantara institusi-institusi

dan kelompok sosial yang mendukung kebudayaan tersebut.

35
C. Isi Kebudayaan

Menurut Manan (1989: 4), gejala kebudayaan dapat ditata dalam sejumlah

cara. Gejala kebudayaan seperti:

1. Kegiatan-kegiatan yang dipelajari dan diamati.

2. Gagasan, seperti kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa

3. Artefak yang diperoleh dan dialami secara sosial seperti mobil dan gedung

pencakar langit.

4. Teknologi, alat-alat yang digunakan oleh sebuah kebudayaan untuk

memanipulasi dunia kebendaan

5. Organisasi sosial, kegiatan institusi yang terlibat dalam perilaku antara

anggota.

6. Ideologi, pengetahuan kebudayaan, nilai-nilai, dan kepercayaan.

7. Kesenian

Menurut R. Linton, klasifikasi gejala kebudayaan sebagai berikut

1. Universals, apa saja yang merupakan pemikiran, perbuatan, perasaan, dan

artefak yang umum dikenal dalam masyarakat seperti bahasa, perumahan,

hubungan kekerabatan, pakaian, kepercayaan, dan nilai.

2. Specialities, gejala-gejala yang dihayati hanya oleh anggota-anggota

kelompok sosial tertentu saja seperti golongan profesi.

3. Alternatives, gejala-gejala yang dihayati hanya oleh sejumlah individu

tertentu seperti pendeta, pelukis, filosof.

36
D. Wujud Kebudayaan

Menurut Koentjaraningrat, ada tiga wujud kebudayaan, yaitu

1. Ide-ide

Wujud ini ada didalam pikiran anggota masyarakat atau apabila

tertuang dalam berbagai media maka akan ditemui dalam berbagai media

cetak atau elektronik. Kebudayaan ini berfungsi sebagai tata kelakuan yang

mengatur, mengendalikan, dan memberi arah kepada perbuatan manusia

dalam masyarakat. Wujudnya berupa nilai, norma, hukum dan peraturan.

2. Aktivitas kelakuan berpola

Wujud ini dapat diamati dalam interaksi atau pergaulan berdasarkan

tuntunan norma, nilai, dan adat tertentu. Hal ini disebut juga dengan sistem

sosial yang secara konkrit dapat diamati, didokumentasikan dan difilmkan.

3. Benda-benda

Wujud ini berupa hasil karya anggota masyarakat dan semua benda

yang mempunyai makna dalam kehidupan suatu kelompok atau masyarakat.

Ketiga wujud kebudayaan ini disampaikan dari satu generasi ke generasi

berikutnya.

E. Fungsi Kebudayaan dan Institusi Sosial

Menurut Kerber dan Smith, ada beberapa fungsi utama kebudayaan dalam

kehidupan manusia yaitu

37
1. Pelanjut keturunan dan pengasuhan anak, penjamin kelangsungan hidup

biologis dari kelompok sosial.

2. Pengembangan kehidupan ekonomi, menghasilkan dan memakai benda-

benda ekonomi

3. Transmisi budaya, cara-cara mendidik dan membentuk generasi baru

menjadi orang dewasa yang berbudaya

4. Keagamaan, mananggulangi hal-hal yang berhubungan dengan kekuatan

yang bersifat gaib

5. Pengendalian sosial, cara-cara yang dilembagakan untuk melindungi

kesejahteraan individu dan kelompok

6. Rekreasi, aktivitas yang memberikesempatan untuk memuaskan kebutuhan

akan permainan (Manan, 1989: 15-16).

Dalam kehidupan nyata, fungsi-fungsi ini dikerjakan oleh berbagai

institusi budaya atau institusi sosial. Institusi atau pranata adalah sistem

aktivitas manusia yang terorganisasi. Berbagai institusi sosial yang ada dalam

suatu masyarakat seperti institusi kekerabatan (pelamaran, perkawinan,

poligami, perceraian), institusi ekonomi (pertanian, peternakan, industri,

koperasi, perbankan), institusi pendidikan (pendidikan dasar, menengah, tinggi),

institusi ilmiah (metode ilmiah, penelitian, pendidikan ilmiah) dan lain-lain.

Masing-masing institusi dalam sebuah masyarakat mempengaruhi institusi-

institusi lainnya. Perubahan pada satu institusi akan menghasilkan perubahan

pada institusi lain. Seluruh sistem budaya dan sistem sosial cenderung untuk

terikat bersama.

Institusi sosial sebagai tingkah laku berpola mempunyai berbagai fungsi.

Menurut Gillin fungsi dari institusi sosial adalah:

38
1. Menyederhanakan tindakan individu

2. Menyediakan cara pengendalian sosial

3. Menyediakan peran dan kedudukan bagi individu-individu

4. Kadang-kadang merintangi perkembangan kepribadian, karena orang harus

selalu menyesuaikan diri dengan norma-norma yang telah ada

5. Mendorong orang-orang tertentu untuk bereaksi menetang institusi tertentu

(karena sudah usang) dan berusaha merumuskan pola perilaku baru

6. Mengharmoniskan berbagai badan dalam konfigurasi budaya secara

keseluruhan. Umpamanya institusi-institusi dalam suatu kebudayaan/

masyarakat akan menyesuaikan diri satu sama lainnya.

F. Beberapa Pandangan tentang Kebudayaan

1. Pandangan Superorganik

Kebudayaan adalah sebuah realita yang bersifat superorganik, sebuah

realita yang berada diatas dan diluar individu-individu yang menjadi

pendukung suatu kebudayaan serta mempunyai hukum-hukum

perkembangannya sendiri.

2. Pandangan Konseptualis

Kebudayaan merupakan sebuah penamaan umum bagi banyak perilaku

manusia seperti menulis buku-buku, proses pendidikan, perang dan lain-lain.

3. Pandangan Realis

Kebudayaan adalah jumlah dari apa yang umumnya disetujui sebagai

peristiwa-peristiwa budaya pada suatu waktu seperti kata-kata, hubungan-

hubungan antar pribadi, proses-proses pengelompokkan, teknik-teknik, dan

39
respon-respon simbolik manusia pada umumnya. Jadi kebudayaan adalah

sebuah konsep dan realita empiris (Manan, 1989: 40-44).

Kedudukan nilai merupakan hal penting dari kebudayaan dimana

pemahaman tentang nilai budaya dan orientasi nilai budaya berkenaan

dengan konteks pemahaman perilaku suatu masyarakat. Keterkaitan nilai

dengan sistem pendidikan digunakan dalam menyampaikan sistem perilaku

dan produk budaya yang dijiwai oleh sistem nilai masyarakat yang

bersangkutan. Berdasarkan teori Kluckhohn tentang pola orientasi nilai

budaya penting sekali sebagai peralatan konseptual bagi para ahli sosial dan

pendidikan dalam usaha memperoleh pemahaman mengenai persamaan dan

keragaman perilaku dalam masyarat dan sistem pendidikan (Manan, 1989).

Beberapa implikasi pandangan tentang kebudayaan terhadap pendidikan

Menurut Kneller, pengikut aliran superorganis memandang bahwa

pendidikan merupakan proses yang digunakan suatu masyarakat untuk

mengendalikan dan membentuk individu-individu sesuai dengan tujuan-tujuan

yang telah ditentukan oleh nilai-nilai dasar suatu kebudayaan. Oleh sebab itu,

sentralisasi yang besar diperlukan dalam hal perencanaan, pelaksanaan dan

pengawasan pendidikan.

Para pendukung pandangan konseptualis menyetujui pendapat bahwa

generasi baru harus mempelajari warisan budayanya sesuai dengan perhatiannya

dan mengembangkan gambaran mereka sendiri mengenai kebudayaannya secara

objektif. Dengan demikian, pendidikan adalah alat perubahan sosial budaya.

Para pengikut aliran realis mempercayai bahwa anak manusia selalu

memiliki daya penyesuaian terhadap realita yang mengelilinginya, baik fisik

maupun sosial budaya. Dalam rangka pengembangan daya penyesuaian itu

40
mereka harus diberi pengetahuan, nilai dan sikap serta keterampilan yang

disediakan oleh kebudayaan mereka (Manan, 1989: 45).

G. Nilai Kebudayaan dan Orientasi Nilai

Dalam definisi kebudayaan dari Tylor terlihat bahwa moral termasuk

bagian dari kebudayaan, yaitu standar tentang baik dan buruk, benar darn salah,

yang kesemuanya dalam konsep yang lebih besar termasuk kedalam bidang nilai.

Adanya konsep seni dalam definisi tersebut mengandung pula pengertian

keindahan dan keburukan, keduanya juga termasuk bidang nilai. Dengan

demikian transmisi budaya berarti pula transmisi nilai-nilai. Dan dalam

pengertian pendidikan yang umum dikatakan bahwa pendidikan mencakup

penyampaian pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai.

Pengetahuan dan keterampilan pada hakikatnya mengandung unsur-unsur

nilai karena dikembangkan dan disampaikan dalam sebuah masyarakat dan

disampaikan dari generasi ke generasi berikutnya karena keduanya berharga,

bermanfaat, dan diingini maka dibudayakan. Pada hakekatnya nilai itu meresapi

dan menjiwai setiap perilaku dan kebiasaan serta apa-apa yang dimiliki oleh

sebuah masyarakat. Kebiasaan berfikir, berbuat dan hasil-hasilnya semuanya

disemangati oleh sistem nilai tertentu yang disebut dengan sistem nilai budaya.

Sehingga penting kedudukan nilai dalam kebudayaan, maka pemahaman

tentang sistem nilai budaya dan orientasi nilai budaya tersebut sangatlah penting

dalam konteks pemahaman perilaku suatu masyarakat dan sistem pendidikan

yang digunakan untuk menyampaikan sistem perilaku dan produk budaya yang

dijiwai oleh sistem nilai masyarakat yang bersangkutan.

Clyde Klukhohn mendefinisikan nilai sebagai sebuah konsepsi, eksplisit

atau implisit, menjadi ciri khusus seseorang atau kelompok orang, mengenai hal-

41
hal yang diinginkan yang mempengaruhi pemilihan dari berbagai cara-cara, alat-

alat dan tujuan-tujuan perbuatan yang tersedia. Sedangkan orientasi nilai budaya

adalahkonsepsi umum yang terorganisasi yang mempengaruhi perilaku yang

berhubungan dengan alam, kedudukan manusia dalam alam, hubungan orang

dengan orangdan tentang hal-hal yang diingini dan tak diingini yang mungkin

bertalian dengan hubungan antara orang dengan lingkungan dan semua manusia.

Sistem nilai budaya ini merupakan rangkaian konsep-konsep abstrak yang hidup

dalam masyarakat, mengenai apa yang harus dianggap penting dan berharga,

tetapi juga mengenai apa yang dianggap remeh dan tidak berharga dalam hidup.

Sistem nilai budaya ini menjadi pedoman dan pendorong perilaku manusia dalam

hidup yang manifestasi konkritnya terlihat dalam tata kelakuan.

Teori Kluckhohn tentang pola orientasi nilai budaya penting sekali sebagai

peralatan konseptual bagi para ahli sosial dan pendidikan dalam usaha

memperoleh pemahaman mengenai persamaan dan keragaman perilaku dalam

masyarakat dan sistem pendidikan.

Menurut konsep teoritis Kluckhohn semua kelompok dalam suatu

masyarakat mesti memecahkan masalah-masalah dasar yang berhubungan dengan

eksistensinya sebagai manusia. Pemecahan masalah ini biasanya dilakukan

dengan berpedoman kepada pengalaman masa lalu, realita yang dihadapi

sekarang dan harapan-harapan untuk masa yang akan datang.

Konfigurasi atau tema-tema atau inti orientasi nilai budaya yang

dimanifestasikan dalam bentuk norma-norma dan sikap-sikap akan membentuk

pola berfikir dan merasa anggota-anggota pendukung suatu kebudayaan yang

selanjutnya akan secara konkrit terlihat dalam pola perilaku nyata sehari-hari dari

sebagian besar anggota-anggota masyarakat yang bersangkutan.

42
Ahli lain yang menganalisa nilai inti atau pola orientasi nilai suatu

masyarakat adalah Talcots Parsons. Parsons menyarankan sejumlah alternatif

yang terbatas. Variabel berpola dalam suatu kebudayaan akan mencakup:

1. Dasar-dasar pemilihan objek terhadap mana sebuah orientasi berlaku.

2. Kepatutan atau ketidak patutan pemuasan kebutuhan melalui tindakan

ekspresof dalam konteks tertentu

3. Ruang lingkup perhatian dan kewajiban terhadap sebuah objek

4. Tipe norma yang menguasai orientasi terhadap suatu objek

5. Relevan atau tidak relevannya kewajiban-kewajiban kolektif dalam konteks

tertentu (Manan, 1989: 22-23) .

H. Konsep Pendidikan

Istilah pendidikan berasal dari bahasa Latin “e-ducere” yang berarti untuk

memimpin atau mengambil keluar.

Dalam kamus Webrster kata pendidikan atau education diartikan sebagai:

1. Tindakan atau proses mendidik

2. Pengetahuan atau perkembangan yang diperoleh dari proses pendidikan

3. Bidang kajian yang berkaitan dengan metode mengajar dan belajar disekolah

Secara akademik istilah pendidikan berspektrum luas. Pendidikan adalah

proses peradaban dan pemberadaban manusia. Pendidikan adalah aktivitas semua

potensi dasar manusia melalui interaksi antara manusia dewasa dengan yang

belum dewasa. Pendidikan adalah proses permertabatan manusia menuju puncak

optimasi potensi kognitif, afektif dan pskomotorik yang dimilikinya.

Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang pedidikan nasional disebutkan

bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

43
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dari beberapa definisi pendidikan yang

ada, dapat disimpulkan

1. Pendidikan adalah proses kemanusia dan pemanusiaan secara simultan

2. Pendidikan adalah proses social yang dibangun untuk menggali dan

mengembangkan potensi dasar manusia agar menjadi beradab.

3. Pendidikan adalah proses interaksi manusiawi yang dilakukan oleh subjek

dewasa untuk menumbuhkan kedewasaan pada subjek yang belum dewasa.

4. Aktivitas pendidikan mencakup produksi dan distribusi pengetahuan yang

terjadi baik dalam skema kelembagaan amaupun proses social pada umumnya.

I. Hubungan Pendidikan dan Kebudayaan

Pendidikan membudayakan atau memasyarakatkan institusi-institusi untuk

kestabilan dan kesinambungan masyarakat. Pendidikan juga dapat mengasah

kemampuan kritis generasi muda sehingga dapat menghasilkan orang-orang yang

berkemampuan untuk mengubah atau menciptakan institusi baru yang lebih

cocok dengan tuntutan zaman.

Hubungan pendidikan dengan kebudayaan adalah hubungan antara aktivitas

dengan isinya. Pendidikan adalah satu proses, satu lembaga, satu aktivitas.

Kebudayaan adalah isi didalam proses itu, isi suatu lembaga dan aktivitas

pendidikan itu. Fungsi dan misi pendidikan secara teknis adalah mengoperkan

kebudayaan dari manusia yang berkebudayaan kepada anak didik yang belum

berkebudayaan. Aspek lain dari fungsi pendidikan adalah mengolah kebudayaan

itu menjadi sikap mental, tingkah laku, bahkan menjadi kepribadian anak didik

44
(Syam, 1988: 79). Dengan adanya pendidikan manusia berkebudayaan dan

menuju suatu tingkatan perkembangan kepribadian agar manusia kreatif dan

produktif dalam menciptakan kebudayaan.

45
DAFTAR PUSTAKA

Danim, Sudarwan. 2010. Pengantar Kependidikan. Bandung: Alfabeta.

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Rineka Cipta.

Kneller, J. F. 1989. Anthropologi Pendidikan. (Diterjemahkan oleh Imran Manan).

Jakarta: P2LPTK.

Manan, Imran. 1989. Dasar-Dasar Sosial Budaya Pendidikan. Jakarta: P2LPTK.

Syam, Mohammad Noor. 1988. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan

Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional.

46

Anda mungkin juga menyukai