dilakukannya resusitasi
STEP 2
1. Mengapa dirasakan nyeri dada seperti tertekan dan dijalarkan dari dada ke
epigastrium?
2. Jelaskan macam-macam nyeri dada serta etiologi, patogenis dan faktor risiko masing-
masing!
5. Mengapa dokter memberikan penanganan awal O2 3L/menit via kanul dan aspirin
algoritmanya?
10. Mengapa setelah dirawat di ICU pasien menjadi tidak responsif dan nadi arteri karoti
tidak teraba?
STEP 3
1. Mengapa dirasakan nyeri dada seperti tertekan dan dijalarkan dari dada ke
epigastrium?
Kebutuhan O2 jantung dikaitkan dgn kerja jantung (kecepatan dan denyut jantung)
Aktivitas fisik atau emosis meningkatkan kerja jantung -> butuh O2 lebih
Jika arteri menyempit/tersumbat -> aliran darah tidak dapat memenuhi kebutuhan O2
jantung -> iskemi -> nyeri (kalau terseumbatnya dlm hitungan menit -> nyeri sekali;
kimia lainnya spt bradikinin, enzim proteolitik dalam jaringan akibat kerusakan sel yg
Awalnya, jantung tubuh di leher dan dada atas > serabut nyeri viseraal jantung berasal
dari sarabut sensori simpatis > medulla spinalis C3-C5 > referred pain ke leher, bahu,
pecrotal muscle, lengan, substernal bagian atas dada (sering di kiri drpd kanan e.c
Atherosklerosis
FR (merokok) > racun terakumulasi di pemb darah > plak > vasokontriksi > oklusi pd
a. koronaria > aliran darah tidak adekuat > penurunan perfusi jantung > penurunan O2
dan akumulasi hasil metabolisma > sel myocard akan melakukan anaerob > asam
laktat
Hiperlipidemi > peningkatan kadar kolsterol > LDL naik > teroksidasi > penibunan
Obes > asupan berlebihan > kalori disimpan dalam jar adiposa > adiponektin
Arteriosklerosis
Sel endotel darah scr umum > faktor EDRF (endothelial derived relaxing factor: utk
hipoksia akibat atherosklrosis Ach ADP akan merangsang pengeluaran EDCF >
2. Jelaskan macam-macam nyeri dada serta etiologi, patogenis dan faktor risiko masing-
masing!
Ada 2 macan nyeri dada: nyeri dada pleuritik (posterior dan lateral spt dada ditusuk,
tambah nyeri saat bernapas, batuk dalam; berkurang jk sisi dada yg sakit digerakkan;
kurangnya difusi pleura akibat emboli paru, radang sub diafragma) dan non pleuritik
(sentral, menetap atau menyebar ke tempat lain; sering disebabkan kelainan di luar
paru)
Non pleuritik
1. kardia; akibat infark myocard > rasa tertekan atau nyeri substernal menjalar ke
axilla dan turun ke bawah, ke bagian dalam lengan, terutama lengan kiri, bisa juga ke
epigastrium, leher, rahang lidah gigi dan SCM dengan atau tanpa nyeri dada
substernal.
Iskemik myocard akibat prolaps katup mitral > nyeri kardial/substernal lama ataupun
Ada tipe iskemik dan non iskemik (perikarditis, diseksi aorta, prolaps katup aorta)
menerus, tertekan, tajam spt diperas; intensitas ringan hingga berat (dlm hitungan
menit); muncul akibat aktivitas fisik, emosi, makan; hilang dgn istirahat
b, Non Angina: di bawah mammae kiri; ke lengan kanan; spt di sayatt sayat; intensitas
tergantung penyebabnya (dalam detik hingga jam); dicetuskan oleh pernapasan dan
sikap tubuh
Sumbatan pemb darah > hipoksia, iskemi > glikolisis scr anaerob > ATP lebih sdikit
> penurunan sintesis ATP total > tubuh kekurangan ATP > lemah, lesu, lelah
glikolisis scr anaerob > prod asam laktat > timbunan as laktat > nyeri, pegel-pgel
Kesadaran apatis (segan berkomunikasi) akibat otak kekurangan darah dan O2 >
Atherosklerosis pd a. koronaria > suplai darah ke myocard turn > iskemik myokard >
nekrosis myokard > kontraktilitas myokard turun > daya pompa jantung turun >
5. Mengapa dokter memberikan penanganan awal O2 3L/menit via kanul dan aspirin
okigenase platelet > inaktivasi COX1 dan COX2 scr permanen > antitrombin > cegah
Ada v. sublingualis > vcs > jantung > lebih cepat kerjanya
ST elevasi L2 – L4 di avF
ST depersi di aVL
EKG 12 sadapan
Myoglobin (protein keluar jk ada kerusakan jantung, pncak pada jam pertama hingga
CKMB(kadar isokinin dan protein?? Menghilang dalam 24-48 jam sttlh infark.
anterior
1. Penyakit mengancam nyawa dan dapat menyababkan kematian dalam bbrp menit
3.
1.monitor, ABCDE
2. rjp
3. aspirin
4. oksigen
6. cek ttv
Cek gejala <12 jam atau > 12 jam, beda penanganan
Kriteria berdasarkan dx
1. sistem CDV: infark myocard akut dgn komlikasi, syok kardiogenik, aritmia
gagal naapas, hipertensi emergency, angina tdk stabil, cardiac arrest, temponade
10. Mengapa setelah dirawat di ICU pasien menjadi tidak responsif dan nadi arteri karoti
tidak teraba?
1. liat apakah pasien mgalmi hentin jantung? Tepuk, goncang, tidak merespon, tidak
bernapas
2. henti jantung bs dipicu oleh sist. Konduktorium jantung -> aritmia -> henti napas
STEP 7
1. Mengapa dirasakan nyeri dada seperti tertekan dan dijalarkan dari dada ke
epigastrium?
Persebaran Nyeri :
Suplai O2 berkurang pd IM -> metab anaerob -> asam laktat -> nyeri dada diremas, panas,
Disebut anginal pain -> visceral referred pain (nyeri krna organnya sakit, akibat
saraf afarennya berasal dari ganglion spinal yg sama dan diatur oleh cabanng
posterior dr medspin di itingkat yg sama.
Cardiac referred pain = nyeri di jantung e.c rasa nyeri di bagian superfic (kulit di
lengan atas bagian kiri)
Jantung gk sensitif thdp sentuhan, potongan, dingin ataupun panas
Iskemi dan akumulasi produk metabolik -> stimulasi nyeri di myocard-> r. media dan
inferior dari ramus media dan inferior dari cabang thoracic cardiac dari truncus
symphaticus -> med spin segmen T1-T4/T5, terutama bagian kiri.
https://link.springer.com/referenceworkentry/10.1007%2F978-3-540-29805-2_4801
2. Jelaskan macam-macam nyeri dada serta etiologi, patogenis dan faktor risiko masing-
masing!
Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya tajam dan seperti ditusuk.
Bertambah nyeri bila batuk atau bernafas dalam dan berkurang bila menahan nafas atau sisi
dada yang sakit digerakan. Nyeri berasal dari dinding dada, otot, iga, pleura perietalis, saluran
nafas besar, diafragma, mediastinum dan saraf interkostalis. Nyeri dada pleuritik dapat
disebakan oleh :
- Difusi pelura akibat infeksi paru, emboli paru, keganasan atau radang subdiafragmatik ;
pneumotoraks dan penumomediastinum.
B. Nyeridada nonpleuritik
Nyeri dada non-pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap atau dapat menyebar ke tempat
lain. Plaing sering disebabkan oleh kelainan di luar paru.
1. Kardial
a. Iskemik miokard akan menimbulkan rasa tertekan atau nyeri substernal yang menjalar ke
aksila dan turun ke bawah ke bagian dalam lengan terutama lebih sering ke lengan kiri. Rasa
nyeri juga dapat menjalar ke epigasterium, leher, rahang, lidah, gigi, mastoid dengan atau
tanpa nyeri dada substernal.
Nyeri disebabkan karena saraf eferan viseral akan terangsang selama iekemik miokard, akan
tetapi korteks serebral tidak dapat menentukan apakah nyeri berasal sari miokard. Karena
rangsangan saraf melalui medula spinalis T1-T4 yang juga merupakan jalannya rangsangan
saraf sensoris dari sistem somatis yang lain. Iskemik miokard terjadi bila kebutuhan 02
miokard tidak dapat dipenuhi oleh aliran darah koroner. Pda penyakit jantung koroner aliran
darah ke jantung akan berkurang karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner.
Serangan nyeri dada khas yang timbul waktu bekerja. Berlangsung hanya beberapa
menit dan menghilang dengan nitrogliserin atau istirahat. Nyeri dada dapat timbul
setelah makan, pada udara yang dingin, reaksi simfatis yang berlebihan atau gangguan
emosi.
- Infark miokard :
Iskemik miokard yang berlangsung lebih dari 20-30 menit dapat menyebabkan infark
miokard. Nyeri dada berlangsung lebih lama, menjalar ke bahu kiri, lengan dan
rahang. Berbeda dengan angina pektoris, timbulnya nyeri dada tidak ada hubungannya
dengan aktivitas fisik dan bila tidak diobati berlangsung dalam beberapa jam.
Disamping itu juga penderita mengeluh dispea, palpitasi dan berkeringat. Diagnosa
ditegakan berdasarkan serioal EKG dan pemeriksa enzym jantung.
b. Prolaps katup mitral dapat menyebabkan nyeri dada prekordinal atau substernal
yang dapat berlangsung sebentar maupun lama. Adanya murmur akhir sisttolik dan
mid sistolik-click dengan gambaran echokardiogram dapat membantu menegakan
diagnosa.
c. Stenosis aorta berat atau substenosis aorta hipertrofi yang idiopatik juga dapat
menimbulkan nyeri dada iskemik.
2. Perikardikal
Saraf sensoris untuk nyeri terdapat pada perikardium parietalis diatas diafragma.
Nyeri perikardila lokasinya di daerah sternal dan area preokordinal, tetapi dapat
menyebar ke epigastrium, leher, bahu dan punggung. Nyeri bisanya seperti ditusuk
dan timbul pada aktu menarik nafas dalam, menelan, miring atau bergerak.
Nyeri hilang bila penderita duduk dan berdandar ke depan. Gerakan tertentu dapat
menambah rasa nyeri yang membedakannya dengan rasa nyeri angina.
Radang perikardial diafragma lateral dapat menyebabkan nyeri epigastrum dan
punggung seperti pada pankreatitis atau kolesistesis.
3. Aortal
Penderita hipertensi, koartasio aorta, trauma dinding dada merupakan resiko tinggi
untuk pendesakan aorta. Diagnosa dicurigai bila rasa nyeri dada depan yang hebat
timbul tiba- tiba atau nyeri interskapuler. Nyeri dada dapat menyerupai infark
miokard akan tetapi
lebih tajam dan lebih sering menjalar ke daerah interskapuler serta turun ke bawah tergantung
lokasi dan luasnya pendesakan.
4. Gastrointestinal
Refluks geofagitis, kegansan atau infeksi esofagus dapat menyebabkan nyeri esofageal. Neri
esofageal lokasinya ditengah, dapat menjalar ke punggung, bahu dan kadang – kadang ke
bawah ke bagian dalam lengan sehingga seangat menyerupai nyeri angina. Perforasi ulkus
peptikum, pankreatitis akut distensi gaster kadang – kadang dapat menyebabkan nyeri
substernal sehingga mengacaukan nyeri iskemik kardinal. Nyeri seperti terbakar yang sering
bersama – sama dengan disfagia dan regurgitasi bila bertambah pada posisi berbaring dan
berurang dengan antasid adalah khas untuk kelainan esofagus, foto gastrointestinal secara
serial, esofagogram, test perfusi asam, esofagoskapi dan pemeriksaan gerakan esofageal
dapat membantu menegakan diagnosa.
5. Mulkuloskletal
Trauma lokal atau radang dari rongga dada otot, tulang kartilago sering menyebabkan nyeri
dada setempat. Nyeri biasanya timbul setelah aktivitas fisik, berbeda halnya nyeri angina
yang terjadi waktu exercis. Seperti halnya nyeri pleuritik. Neri dada dapat bertambah waktu
bernafas dalam. Nyeri otot juga timbul pada gerakan yang berpuitar sedangkan nyeri pleuritik
biasanya tidak demikian.
6. Fungsional
Kecemasan dapat menyebabkan nyeri substernal atau prekordinal, rasa tidak enak di dada,
palpilasi, dispnea, using dan rasa takut mati. Gangguan emosi tanpa adanya klealinan objektif
dari organ jantung dapat membedakan nyeri fungsional dengan nyeri iskemik miokard.
7. pulmonal
Obstruksi saluran nafas atas seperti pada penderita infeksi laring kronis dapat menyebakan
nyeri dada, terutama terjadi pada waktu menelan. Pada emboli paru akut nyeri dada
menyerupai infark miokard akut dan substernal. Bila disertai dengan infark paru sering
timbul nyeri pleuritik. Pada hipertensi pulmoral primer lebih dari 50% penderita mengeluh
nyeri prekordial yang terjadi pada waktu exercise. Nyeri dada merupakan keluhan utama
pada kanker paru yang menyebar ke pleura, organ medianal atau dinding dada.
Tanda dan gejala yang penting dan sering tejadi dari gagal jantung yaitu sesak napas,
ventrikel atau gagal jantung kanan. Ciri-ciri yang penting dari definisi ini adalah pertama
definisi gagal adalah relatif terhadap kebutuhan metabolik tubuh. Kedua penekanan arti
Pada klien dengan penyakit gagal jantung akan menyebabkan klien mengalami masalah
kebutuhan tidur sebagai akibat dari perubahan posisi tidur dimana klien akan mengeluh
kesulitan bernapas. Hal ini disebabkan karena gangguan fungsi pompa jantung dalam mengisi
dan memompa darah dari paru, akibatnya terjadi penumpukan darah di paru (edema paru) dan
menyebabkan peningkatan tekanan pada pembuluh darah paru. Maka fungsi paru pun
coroner akut (STEMI) fungsi ventrkel kiri turun kontraksi turun curah
Alwi I., 2011. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST, dalam: Buku Ajar Ilmu Pengetahuan
5. Mengapa dokter memberikan penanganan awal O2 3L/menit via kanul dan aspirin
bentuk dari penyakit jantung koroner dan menjadi penyebab kematian terbanyak akibat
penyakit kardiovaskular.1 Penyebab sindrom koroner akut adalah erosi atau pecahnya
plak aterosklerosis yang diikuti perlekatan, aktivasi, dan agregasi platelet serta aktivasi
clotting cascade sehingga fibrin dan platelet membentuk koagulasi darah. Farmakoterapi
sindroma koroner akut meliputi kombinasi dari fibrinolitik, antiplatelet, dan antikoagulan
atau dapat juga diberikan terapi konvensional seperti nitrat dan penghambat adrenergik-
β.2,3
Berdasarkan beberapa uji klinik yang dilakukan secara acak, aspirin telah menjadi
antiplatelet terpilih untuk terapi pada semua pasien dengan sindroma koroner akut.2,3
Penelitian yang dilakukan oleh Antithrombotic Trialists’ Collaboration menunjukkan
bahwa aspirin secara bermakna mampu menurunkan risiko kekambuhan kejadian
gugus hidroksil dari residu serin tunggal pada posisi 529 dalam rantai polipeptida sintase
platelet COX-1 sehingga menurunkan sintesis TXA2 yang berperan penting sebagai
vasokonstriktor dan agregator platelet yang poten.6–8 Dosis aspirin sebagai antiagregasi
Sublingual mukosa lebih tipis sehingga penyerapan zat aktif pada vaskularisasi di
mulut lebih mudah dan cepat.
Sumber : Ema P yunita dkk. 2015. Resistensi Aspirin pada Pasien Penyakit Jantung
Koroner dengan Hipertensi. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Vol 4 No 1
TERAPI OKSIGEN
pemberian oksigen dgn konsentrasi yang lebih besar daripada udara ruang untuk
mencegah hipoksemia
Tujuan
a. Meningkatkan kandungan oksigen dalam darah arteri yang dihantarkan ke jaringan
untuk memfasilitasi metabolisme aerobik.
b. Mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO2 > 90% untuk :
- Mencegah hipoksia sel & jaringan
- Menurunkan kerja nafas
- Menurunkan kerja otot jantung
c. Mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO2 > 90% → FIO2 serendah mungkin
Penanganan yang tepat merupakan salah satu upaya untuk menurunkan angka kematian
pasien chest pain penyebab utama Acute CoronARY S. Penanganan ini terutama
dilakukan oleh perawat di instalasi gawat darurat yang berperan sebagai first responder
dengan melakukan initial management segera sebagai upaya pertolongan untuk
menurunkan nyeri dan menurunkan kematian pada 2 jam pertama serangan. Initial
management dalam penanganan ACS ini disebut MONA, yang merupakan kependekan
dari Morphine, Oksigen, Nitrat atau nitrogliserin dan aspirin (ACLS, 2015).
Oksigen merupakan salah satu bagian dari MONA untuk menurunkan nyeri dada (chest
pain) pada pasien ACS. Pemberian oksigen secara rutin pada pasien dengan acute chest
pain penyebab ACS sudah dilakukan sejak lebih dari 100 tahun yang lalu. Tradisi dari
pemberian oksigen rutin ini juga didukung oleh AHA (American Heart Association) dari
tahun 1975-2005 yang merekomendasikan intervensi tersebut dan American College of
Cardiology sampai tahun 2007. Dengan rasional dari tradisi pemberian terapi oksigen ini
adalah ketika terjadi penurunan aliran darah pada jantung, pemberian oksigen akan
meningkatkan tekanan perfusi koroner sehingga meningkatkan oksigenasi pada jaringan
jantung yang mengalami iskemik atau memperbaiki ketidakseimbangan oksigen di
jantung (Metcalfe, 2012; Finamore & Kennedy, 2013). Didukung oleh teori yang
dikemukakan oleh Wijesinghe et al (2009) dalam Metcalfe (2012) yang menyatakan
bahwa pemberian oksigen pada pasien dengan iskemik myocard akan menurunkan ukuran
infak miokard dan meningkatkan outcome pada pasien.
Pemberian oksigen di instalasi gawat darurat pada pasien ACS didasarkan pada rekomendasi AHA
2010 yang menyatakan bahwa oksigen harus diberikan pada pasien Uncomplicated ACS dengan
arterial oxyhemoglobin saturation <94% atau terdapat gejala breathlessness, tanda hearth failure, syok
hipoxia atau distress pernafasan.
Ketika ada pasien datang dengan chest pain et. causa ACS di UGD maka perawat harus segera
melakukan assessment dan pemeriksaan SpO2. Berdasarkan hasil assessment jika pasien tidak terdapat
tanda- tanda hipoxia atau distress pernafasan, syok dan heart failure dan SpO 2≥94% maka tidak perlu
diberikan terapi O2, apabila pasien terdapat salah satu atau ketiga tanda tersebut dan SpO 2 <94% maka
terapi oksigen dapat diberikan dengan awal pemberian adalah 4 L/menit dan di titrasi sampai SpO 2
≥94% dengan lama pemberian tidak boleh lebih dari 6 jam karena dapat berpotensial membahayakan
pasien Selanjutnya dilakukan reassessment ulang terhadap pasien. Apabila kondisi airway paten,
pasien dapat bernafas spontan, pernafasan normal (terutama irama dan kedalamannya serta tidak ada
penggunaan otot bantu pernafasan), masalah pernafasan atau oksigenasi minimal dan SpO 2 >94%
maka terapi oksigen dapat diberikan dengan nasal cannul 4-6L/menit atau simple mask mulai 6-
10L/menit. Jika pasien dalam kondisi gawat darurat dengan airway paten, pernafasan spontan dengan
kedalaman ventilasi yang adekuat dan membutuhkan oksigen dalam konsentrasi tinggi maka dapat
diberikan dengan Non-Rebreathing.Dilakukan observasi ulang 15-60 menit kemudian, apabila
SpO2<94% dan masih terdapat masalah oksigenasi maka naikkan pemberian oksigen sampai respon
pasien membaik, tidak ada masalah oksigenasi dan SpO 2>94%.
Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak diketahui intoleransinya terhadap
aspirin Aspirin tidak bersalut lebih terpilih mengingat absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang lebih
cepat .
pemberian sublingual ditujukan untuk menghasilkan efek obat secara sistemik dan menghindari efek
metabolismeawal dri hati yang dapat merusak beberapa jenis zat aktif.O’Connor, et al. (2010). "Part
10: Acute Coronary Syndromes 2010 American Heart Association Guidelines for
Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care." Circulation 122: S787–
S817
• Irama = sinus
• Regularitas = regular
• Frekuensi
– Ventricular rate = 300/5 = 60x/menit
• Gelombang p = normal
– Tidak ada p mitral dan p pulmonal
• Interval PR = memanjang di lead II
• Komplek QRS
– Interval QRS = 3 kotak kecil
– Axis = lihat di LI dan AVF = (+) dan (+) NAD
– Q patologis : -
– RVH/LVH : -
– Zona transisi : -
• Segmen ST = ST elevasi di LII, LIII, AVF, V3, V4, V5
• Gelombang T = tidak ada T tall, T flat, T inverted
Kesimpulan : sinus rhytm 60x/mnt dg ST elevasi anteroinferior
ELEVASI ST BERMAKNA jika
>1 kotak kecil pada sadapan extremitas (avF/R/L)
>2 kotak kecil pada sadapan prekordial di > 2 sadapan yg menghadap daerah
anatomi jantung yang sama
STEMI inferior anterior/septal dan lateral (depan-bawah-luas)
ANTERIOR
SEPTAL
LATERAL
ANTERIOR
I, aVL Lateral CX
II, III, aVF Inferior RCA (sering)/ CX
V1, V2 Septal CX
V3, V4 Anterior LAD
V5, V6 Lateral CX
ST elevasi (LII; LIII; aVF; V1-V6)
5.2. Pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor pencetus iskemia,
komplikasi iskemia, penyakit penyerta dan menyingkirkan diagnosis banding. Regurgitasi katup
mitral akut, suara jantung
tiga (S3), ronkhi basah halus dan hipotensi hendaknya selalu diperiksa untuk mengidentifikasi
komplikasi iskemia. Ditemukannya tanda-tanda regurgitasi katup mitral akut, hipotensi, diaphoresis,
ronkhi basah halus atau edema paru meningkatkan kecurigaan terhadap SKA. Pericardial friction rub
karena perikarditis, kekuatan nadi tidak seimbang dan regurgitasi katup aorta akibat diseksi aorta,
pneumotoraks, nyeri pleuritik disertai suara napas yang tidak seimbang perlu dipertimbangkan
dalam memikirkan diagnosis banding SKA.
5.3. Pemeriksaan elektrokardiogram. Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain
yang mengarah kepada iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12 sadapan sesegera mungkin
sesampainya di ruang gawat darurat. Sebagai tambahan, sadapan V3R dan V4R, serta V7-V9
sebaiknya direkam pada semua pasien dengan perubahan EKG yang mengarah kepada iskemia
dinding inferior. Sementara itu, sadapan V7-V9 juga harus direkam pada semua pasien angina yang
mempunyai EKG awal nondiagnostik. Sedapat mungkin, rekaman EKG dibuat dalam 10 menit sejak
kedatangan pasien di ruang gawat darurat. Pemeriksaan EKG sebaiknya diulang setiap keluhan
angina timbul kembali.
Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien dengan keluhan angina cukup bervariasi, yaitu: normal,
nondiagnostik, LBBB (Left Bundle Branch Block) baru/ persangkaan baru, elevasi segmen ST yang
persisten (≥20 menit) maupun tidak persisten, atau depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi
gelombang T.
Penilaian ST elevasi dilakukan pada J point dan ditemukan pada 2 sadapan yang bersebelahan. Nilai
ambang elevasi segmen ST untuk diagnosis STEMI untuk pria dan perempuan pada sebagian besar
sadapan adalah 0,1 mV. Pada sadapan V1-V3 nilai ambang untuk diagnostik beragam, bergantung
pada usia dan jenis kelamin. Nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V1-3 pada pria usia ≥40
tahun adalah ≥0,2 mV, pada pria usia <40 tahun adalah ≥0,25 mV. Sedangkan pada perempuan nilai
ambang elevasi segmen ST di lead V1-3,
tanpa memandang usia, adalah ≥0,15 mV. Bagi pria dan wanita, nilai ambang elevasi segmen ST di
sadapan V3R dan V4R adalah ≥0,05 mV, kecuali pria usia <30 tahun nilai ambang ≥0,1 mV dianggap
lebih tepat. Nilai ambang di sadapan V7-V9 adalah ≥0,5 mV. Depresi segmen ST yang resiprokal,
sadapan yang berhadapan dengan permukaan tubuh segmen ST elevasi, dapat dijumpai pada pasien
STEMI kecuali jika STEMI terjadi di mid-anterior (elevasi di V3-V6). Pasien SKA dengan elevasi
segmen ST dikelompokkan bersama dengan LBBB (komplet) baru/persangkaan baru mengingat
pasien tersebut adalah kandidat terapi reperfusi. Oleh karena itu pasien dengan EKG yang diagnostik
untuk STEMI dapat segera mendapat terapi reperfusi sebelum hasil pemeriksaan marka jantung
tersedia.
Persangkaan adanya infark miokard menjadi kuat jika gambaran EKG pasien dengan LBBB
baru/persangkaan baru juga disertai dengan elevasi segmen ST ≥1 mm pada sadapan dengan
kompleks QRS positif dan depresi segmen ST ≥1 mm di V1-V3. Perubahan segmen ST seperti ini
disebut sebagai perubahan konkordan yang mempunyai spesifisitas tinggi dan sensitivitas rendah
untuk diagnosis iskemik akut. Perubahan segmen ST yang diskordan pada sadapan dengan kompleks
QRS negatif mempunyai sensitivitas dan spesifisitas sangat rendah.
Adanya keluhan angina akut dan pemeriksaan EKG tidak ditemukan elevasi segmen ST yang
persisten, diagnosisnya adalah infark miokard dengan non
elevasi segmen ST (NSTEMI) atau Angina Pektoris tidak stabil (APTS/ UAP). Depresi segmen ST yang
diagnostik untuk iskemia adalah sebesar ≥0,05 mV di sadapan V1-V3 dan ≥0,1 mV di sadapan
lainnya. Bersamaan dengan depresi segmen ST, dapat dijumpai juga elevasi segmen ST yang tidak
persisten (<20menit), dan dapat terdeteksi di >2 sadapan berdekatan. Inversi gelombang T yang
simetris ≥0,2 mV mempunyai spesifitas tinggi untuk untuk iskemia akut.
Semua perubahan EKG yang tidak sesuai dengan kriteria EKG yang diagnostik dikategorikan sebagai
perubahan EKG yang nondiagnostik.
5.4. Pemeriksaan marka jantung. Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T merupakan marka
nekrosis miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark miokard. Troponin I/T sebagai
marka nekrosis jantung mempunyai sensitivitas dan spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB. Peningkatan
marka jantung hanya menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak dapat dipakai untuk
menentukan penyebab nekrosis miosit tersebut (penyebab koroner/nonkoroner). Troponin I/T juga
dapat meningkat oleh sebab kelainan kardiak nonkoroner seperti takiaritmia, trauma kardiak, gagal
jantung, hipertrofi ventrikel kiri, miokarditis/perikarditis. Keadaan nonkardiak yang dapat
meningkatkan kadar troponin I/T adalah sepsis, luka bakar, gagal napas, penyakit neurologik akut,
emboli paru, hipertensi pulmoner, kemoterapi, dan insufisiensi ginjal. Pada dasarnya troponin T dan
troponin I memberikan informasi yang seimbang terhadap terjadinya nekrosis miosit, kecuali pada
keadaan disfungsi ginjal. Pada keadaan ini, troponin I mempunyai spesifisitas yang lebih tinggi dari
troponin T.
Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau troponin I/T menunjukkan kadar yang
normal dalam 4-6 jam setelah awitan SKA, pemeriksaan hendaknya diulang 8-12 jam setelah awitan
angina. Jika awitan SKA tidak dapat ditentukan dengan jelas, maka pemeriksaan hendaknya diulang
6-12 jam setelah pemeriksaan pertama. Kadar CK-MB yang meningkat dapat dijumpai pada
seseorang dengan kerusakan otot skeletal (menyebabkan spesifisitas lebih rendah) dengan waktu
paruh yang singkat (48 jam). Mengingat waktu paruh yang singkat, CK-MB lebih terpilih untuk
mendiagnosis ekstensi infark (infark berulang) maupun infark periprosedural. (lihat gambar 2).
1. Nyeri dada yang sesuai dengan kriteria angina ekuivalen atau tidak seluruhnya tipikal pada
saat evaluasi di ruang gawat-darurat.
1. Angina tipikal.
2. EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostik untuk STEMI, depresi ST atau inversi T yang
diagnostik sebagai keadaan iskemia miokard, atau LBBB baru/persangkaan baru.
Kemungkinan SKA dengan gambaran EKG nondiagnostik dan marka jantung normal perlu menjalani
observasi di ruang gawat-darurat. Definitif SKA dan angina tipikal dengan gambaran EKG yang
nondiagnostik sebaiknya dirawat di rumah sakit dalam ruang intensive cardiovascular care
(ICVCU/ICCU).
5.5. Pemeriksaan laboratorium. Data laboratorium, di samping marka jantung, yang harus
dikumpulkan di ruang gawat darurat adalah tes darah rutin, gula darah sewaktu, status elektrolit,
koagulasi darah, tes fungsi ginjal, dan panel lipid. Pemeriksaan laboratorium tidak boleh menunda
terapi SKA.
5.6. Pemeriksaan foto polos dada. Mengingat bahwa pasien tidak diperkenankan meninggalkan
ruang gawat darurat untuk tujuan pemeriksaan, maka foto polos dada harus dilakukan di ruang
gawat darurat dengan alat portabel. Tujuan pemeriksaan adalah untuk membuat diagnosis banding,
identifikasi komplikasi dan penyakit penyerta.
Diagnosis STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang
persisten di dua sadapan yang bersebelahan. Inisiasi tatalaksana revaskularisasi tidak memerlukan menunggu
hasil peningkatan marka jantung.
Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada yang tipikal (angina tipikal) atau atipikal
(angina ekuivalen). Keluhan angina tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan
kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini dapat berlangsung
intermiten/beberapa menit atau persisten (>20 menit). Keluhan angina tipikal sering disertai keluhan penyerta
seperti diaphoresis, mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop.
Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai antara lain nyeri di daerah penjalaran angina tipikal, rasa
gangguan pencernaan (indigestion), sesak napas yang tidak dapat diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang
sulit diuraikan. Keluhan atipikal ini lebih sering dijumpai pada pasien usia muda (25-40 tahun) atau usia lanjut
(>75 tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal menahun, atau demensia. Walaupun keluhan angina atipikal
dapat muncul saat istirahat, keluhan ini patut dicurigai sebagai angina ekuivalen jika berhubungan dengan
aktivitas, terutama pada pasien dengan riwayat penyakit jantung koroner (PJK).
Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia
2015: Edisi 3
9. Mengapa pasien dirujuk di ICU untuk monitoring dan terapi? Bagaimana
algoritmanya?
Intensive care has been defined as “a service for patients with potentially recoverable
conditions who can benefit from more detailed observation and invasive treatment
than can safely be provided in general wards or high dependency areas.” It is usually
respiratory support, patients requiring support of two or more organ systems, and
patients with chronic impairment of one or more organ systems who also require
support for an acute reversible failure of another organ. Early referral is particularly
important. If referral is delayed until the patient’s life is clearly at risk, the chances
Heart rate
Blood pressure
Respiratory rate
Pulse oximetry
Temperature
Blood gases
Sumber Smith G, Nielsen M. ABC of intensive care. Criteria for admission. BMJ.
1999;318(7197):1544-1547. doi:10.1136/bmj.318.7197.1544
10. Mengapa setelah dirawat di ICU pasien menjadi tidak responsif dan nadi arteri karoti
stidak teraba?
Terabanya nadi
demikian, maka kompresi dada harus dihentikan, dan penolong memeriksa pulsasi A.
Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut edisi 2013, ACLS Indonesia,
Tekanan darah arteri menunjukkan ejeksi ritmis darah dari ventrikel kiri ke
aortaTerdapat kenaikan yang tajam saat kontraksi ventrikel kiri mencapai puncak
secara perlahan
Tanda terjadinya ROSC adalah adanya nadi karotis teraba dan tekanan darah terukur.
Pasien tidak bisa dikatakan terjadi ROSC jika tidak disertai bukti sirkulasi terjadi dengan
baik yaitu nadi teraba selama 10 menit.
Sumber : Neumar R, et al. Part 8: Adult Advanced Cardiovascular Life Support: 2010
American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and
Emergency Cardiovascular Care.
https://www.ahajournals.org/doi/pdf/10.1161/01.CIR.0000147236.85306.15
1. Tekan cepat (push fast ) Berikan kompresi dada dengan frekuensi yang mencukupi
2. Tekan kuat (push hard) Untuk dewasa berikan kompresi dada dengan kedalaman minimal
3. Full chest recoil Berikan kesempatan agar dada mengembang kembali secara
sempurna. Seminimal mungkin melakukan interupsi baik frekuensi maupun durasi terhadap
kompresi dada.
Henti Jantung
Henti jantung primer (cardiac arrest) adalah ketidaksanggupan curah jantung untuk
memenuhi kebutuhan oksigen keotak dan organ vital lainnya secara mendadak dan
dapat balik normal, jika dilakukan tindakan yang tepat atau akan menyebabkan
kematian atau kerusakan otak menetap kalau tindakan tidak adekuat. Henti jantung
yang terminal akibat usia lanjut atau penyakit kronis tertentu tidak termasuk henti
Sebagian besar henti jantung disebabkan oleh fibrilasi ventrikel atau takikardi tanpa
denyut, kemudian disusun oleh ventrikel asistol dan terakhirnya oleh disosiasi elektro-
mekanik. Dua jenis henti jantung yang berakhir lebihsulit ditanggulangi kerana akibat
jantung menghilang.34
Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar yang tidak teraba (karotis, femoralis,
radialis) disertai kebiruan (sianosis), pernafasan berhenti atau gasping, tidak terdapat
dilatasi pupil karena bereaksi terhadap rangsang cahaya dan pasien tidak sadar.
Pengiriman oxygen ke otak tergantung pada curah jantung, kadar hemoglobin (Hb),
saturasi Hb terhadap oxygen dan fungsi pernapasan. Iskemia melebihi 3-4 menit pada
suhu normal akan menyebabkan kortek serebri rusak menetap, walaupun setelah itu
pernafasan dan sistem sirkulasi. Kedua-dua sistem ini, merupakan komponen utama
salah satu fungsi dari sistem ini, ini dapat mengakibatkan ancaman kehilangan nyawa.
Tubuh dapat menyimpan makanan untuk beberapa minggu dan menyimpan air untuk
beberapa hari, tetapi hanya dapat menyimpan oksigen (O2) untuk beberapa menit
saja. 1,3
kebutuhan dan juga mengeluarkan karbondioksida (CO2). Sistem sirkulasi inilah yang
pembuluh darah yang terdiri dari artery, vein, dan capillary, serta darah dan
komponen-komponennya.3
Dalam sistem sirkulasi, jantung berfungsi untuk memompa darah dan kerjanya sangat
berhubungan erat dengan sistem pernafasan. Pada umumnya, semakin cepat kerja
jantung berlaku, semakin cepat pula frekuensi pernafasan dan sebaliknya. Terdapat
banyak sebab jantung dapat berhenti bekerja antaranya penyakit jantung, gangguan
korban, yaitu memastikan situasi dan keadaan pasien aman atau tidak dengan
memanggil nama atau sebutan Pak!!!, Bu!!!!, Mas!!!, Mbak!!!, dll yang umum
dengan keras disertai menyentuh atau menggoyangkan bahu dengan mantap, sambil
memanggil namanya. Prosedur ini disebut sebagai teknik “touch and talk”. Hal ini
cukup untuk membangunkan orang tidur atau merangsang seseorang untuk bereaksi.
Jika tidak ada respon, kemungkinan pasien tidak sadar. Terdapat tiga derajat tingkat
kesadaran, yaitu, sadar penuh, setengah sadar, dan tidak sadar. Sadar penuh yang
bererti pasien dalam keadaan sadar, berorientasi baik terhadap diri, waktu dan tempat,
setengah sadar yang bererti pasien mengantuk atau bingung, manakala pasien tidak
Jika pasien berespon tinggalkan pada posisi dimana ditemukan dan hindari
kemungkinan resiko cedera lain yang bisa terjadi dan analisa kebutuhan tim gawat
darurat. Jika sendirian, tinggalkan pasien sementara, mencari bantuan. Observasi dan
kaji ulang secara regular. Jika pasien tidak berespon berteriak minta tolong.
Kemudian atur posisi pasien, sebaiknya pasien terlentang pada permukaan keras dan
tidak dalam posisi terlentang, terlentangkan pasien dengan teknik log roll, secara
bersamaan kepala, leher dan punggung digulingkan. Atur posisi untuk penolong.
Berlutut sejajar dengan bahu pasien agar secara efektif dapat memberikan resusitasi
pemeriksaan nadi karotis sebagai mekanisme untuk menilai henti jantung karena
penolong sering mengalami kesulitan mendeteksi nadi. Jika dalam lebih dari 10 detik
nadi karotis sulit dideteksi, kompresi dada harus dimulai. Penolong awam tidak harus
memeriksa denyut nadi karotis. Anggap cardiac arrest jika pasien tiba-tiba tidak sadar,
A (Airway)
Pastikan jalan nafas terbuka dan bersih yang memungkinkan pasien dapat bernafas.
Untuk memastikan jalan nafas bebas dari sumbatan karena benda asing. Bila
sumbatan ada dapat dibersihkan dengan tehnik cross finger ( ibu jari diletakkan
berlawan dengan jari telunjuk pada mulut korban). Cara melakukan tehnik cross finge
adalah pertama sekali silangkan ibu jari dan telunjuk penolong. Kemudian, letakkan
ibu jari pada gigi seri bawah korban dan jari telinjuk pada gigi seri atas. Lakukan
gerakan seperti menggunting untuk membuka mulut korban. Akhirnya, periksa mulut
setelah terbuka apakah ada cairan,benda asing yang menyumbat jalan nafas.5
Membuka Jalan Nafas
Pada korban yang tidak sadar tonus otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan
menutup faring dan laring sehingga menyebabkan sumbatan jalan nafas. Keadaan ini
dapat dibebaskan dengan tengadah kepala topang dahi (Head tild Chin lift) dan
manuver pendorongan mandibula (Jaw thrush manuver). Cara melakukan teknik Head
tilt chin lift (gambar 1a) ialah letakkan tangan pada dahi korban,kemudian tekan dahi
sedikit mengarah ke depan dengan telapak tangan penolong. Letakkan ujung jari
tangan lainnya dibawah bagian ujung tulang rahang korban. Tengadahkan kepala dan
tahan serta tekan dahi korban secara bersamaan sampai kepala pasien/korban pada
posisi ekstensi. Manakala, cara untuk melakukan teknik jaw thrust manuvere (gambar
1b) adalah letakkan kedua siku penolong sejajar dengan posisi korban. Kemudian,
kedua tangan memegang sisi kepala korban. Penolong memegang kedua sisi rahang
dan kedua tangan penolong menggerakkan rahang keposisi depan secara perlahaan.
Apabila terdapat benda asing yang mengobstruksi jalur nafas pasien,ia dikeluarkan.
Kemudian cek tanda kehidupan iaitu respon dan suara napas pasien. Jangan
mendongakkan dahi secara berlebihan, secukupnya untuk membuka jalan napas saja,
untuk membuka jalan napas pada pasien tanpa ada trauma kepala dan leher. Sekitar
0,12-3,7% mengalami cedera spinal dan risiko cedera spinal meningkat jika pasien
mengalami cedera kraniofasial dan/atau GCS <8. Manakala, gunakan jaw thrust jika
suspek cedera servikal. Pada pasien suspek cedera spinal lebih diutamakan dilakukan
1. Mulut ke mulut
Merupakan cara yang cepat dan efektif. Pada saat memberikan penolong tarik nafas
pasien/korban harus ditutup dengan telunjuk dan ibu jari penolong.Volume udara
2. Mulut ke hidung
B (BREATHING)
A) Memastikan korban tidak bernafas atau tidak. Dengan cara melihat pergerakan
naik turunya dada (look), mendengar bunyi nafas (listen) dan merasakan hembusan
nafas (feel), dengan teknik penolong mendekatkan telinga diatas mulut dan hidung
korban sambil tetap mempertahankan jalan nafas tetap terbuka. Ini dilakukan tidak
Bantuan nafas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung, mulut ke
stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan). Bantuan nafas diberikan sebanyak 2
3. Mulut ke stoma
(gambar5).5
C (CIRCULATION)
Nilai sirkulasi darah korban dengan menilai denyut arteri besar (arteri karotis, arteri
2. Apabila tidak terdapat denyut nadi maka lakukan kompresi dada sebanyak 30 kali.
3. Posisi kompresi dada, dimulai dari melokasi processus xyphoideus dan tarik garis
ke kranial 2 jari diatas processus xyphoideus dan lakukan kompresi kepada tempat
4. Kemudain berikan 2 kali nafas buatan dan teruskan kompresi dada sebanyak 30
kali. Ulangi siklus ini sebanyak 5 kali dengan kecepatan kompresi 100 kali permenit.
(gambar 7)
a) Tidak ada nafas dan nadi: teruskan RJP sampai bantuan datang.
1. Penolong yang tidak terlatih (Untrained lay rescuer)Untuk orang awam yang tidak
2. Penolong yang terlatih (Trained lay rescuer) harus memberikan kompresi dada
untuk pasien yang SCA dan dapat memberikan ventilasi dengan maka perbandingan
30 : 2. 5
kesadaran, CPR juga dapat diberikan dengan kompresi dada sebanyak 30 kali dan
diteruskan dengan ventilasi. Jika menemukan pasien yang tidak responsif atau tidak
7.1.1.1. Hipotensi
7.2.5. Perikarditis
- PEA