Anda di halaman 1dari 61

STEP 1

1. ROSC: return of spontaneous of circulation. Kembalinya sirkluasi darah setelah

dilakukannya resusitasi

STEP 2

1. Mengapa dirasakan nyeri dada seperti tertekan dan dijalarkan dari dada ke

epigastrium?

2. Jelaskan macam-macam nyeri dada serta etiologi, patogenis dan faktor risiko masing-

masing!

3. Mengapa didapat KU lemah dan apatis?


4. Mengapa pasien sesak napas?

5. Mengapa dokter memberikan penanganan awal O2 3L/menit via kanul dan aspirin

80mg sub lingual?

6. Bagaimana interpretasi EKG dari skenario?

7. Apa saja pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam skenario?

8. Apa diagnosis dari kasus tersebut?

9. Mengapa pasien dirujuk di ICU untuk monitoring dan terapi? Bagaimana

algoritmanya?

10. Mengapa setelah dirawat di ICU pasien menjadi tidak responsif dan nadi arteri karoti

tidak teraba?

11. Bgaimana algoritma tata laksananya?

12. Apa saja tanda-tanda dari ROSC?

13. Bagaimana kriteria dari RJP? Kapan harus dilakukan RJP?

14. Bagaimana cara melakukan RJP sesuai AHA 2015?

15. Apa saka komplikasi yang mungkin terjadi?

STEP 3

1. Mengapa dirasakan nyeri dada seperti tertekan dan dijalarkan dari dada ke

epigastrium?

Kebutuhan O2 jantung dikaitkan dgn kerja jantung (kecepatan dan denyut jantung)

Aktivitas fisik atau emosis meningkatkan kerja jantung -> butuh O2 lebih

Jika arteri menyempit/tersumbat -> aliran darah tidak dapat memenuhi kebutuhan O2

jantung -> iskemi -> nyeri (kalau terseumbatnya dlm hitungan menit -> nyeri sekali;

bl metabolisme meningkat, rasa nyeri yg timbul semakin cepat)


Biasanya diakibatkan penumpukan asam laktat dalam jaringan ataupun senyawa

kimia lainnya spt bradikinin, enzim proteolitik dalam jaringan akibat kerusakan sel yg

merangsang ujung serabut saraf nyeri

Awalnya, jantung tubuh di leher dan dada atas > serabut nyeri viseraal jantung berasal

dari sarabut sensori simpatis > medulla spinalis C3-C5 > referred pain ke leher, bahu,

pecrotal muscle, lengan, substernal bagian atas dada (sering di kiri drpd kanan e.c

peny jantung koroner)> diafragma (nyeri epigastrium)

Atherosklerosis

FR (merokok) > racun terakumulasi di pemb darah > plak > vasokontriksi > oklusi pd

a. koronaria > aliran darah tidak adekuat > penurunan perfusi jantung > penurunan O2

dan akumulasi hasil metabolisma > sel myocard akan melakukan anaerob > asam

laktat

Hiperlipidemi > peningkatan kadar kolsterol > LDL naik > teroksidasi > penibunan

kolestrol di pemb darah > penumpukan sel busa > atherosklerosis

Obes > asupan berlebihan > kalori disimpan dalam jar adiposa > adiponektin

meningkat > mekanisme antiinflamasi dan antitrombosis menurun > penumpukan di

pemb darah > trombus > menghambat aliran darah

Arteriosklerosis

Kekakuan pemb darah, ketidakmampuan utk dilatasi/konstriksi > menyempit >

pasokan darah ke jaringan kurang

Sel endotel darah scr umum > faktor EDRF (endothelial derived relaxing factor: utk

relaksasi) dan EDCF (endothelial direct constraction factor: u/ kontriksi)


EDRF dirangsang Ach oleh rangsan muskarinik; misal ada lesi di pemb darah,

hipoksia akibat atherosklrosis Ach ADP akan merangsang pengeluaran EDCF >

meningkatkan tonus a. koronaria

Plak, beraktivitas > meningkatkan EDCF >konstriksi>supply ke jantung turun

2. Jelaskan macam-macam nyeri dada serta etiologi, patogenis dan faktor risiko masing-

masing!

Ada 2 macan nyeri dada: nyeri dada pleuritik (posterior dan lateral spt dada ditusuk,

tambah nyeri saat bernapas, batuk dalam; berkurang jk sisi dada yg sakit digerakkan;

nyeri berasal dr dinding dada,otot iga, mediastinum, saraf intercostal; akibat

kurangnya difusi pleura akibat emboli paru, radang sub diafragma) dan non pleuritik

(sentral, menetap atau menyebar ke tempat lain; sering disebabkan kelainan di luar

paru)

Non pleuritik

1. kardia; akibat infark myocard > rasa tertekan atau nyeri substernal menjalar ke

axilla dan turun ke bawah, ke bagian dalam lengan, terutama lengan kiri, bisa juga ke

epigastrium, leher, rahang lidah gigi dan SCM dengan atau tanpa nyeri dada

substernal.

Iskemik myocard akibat prolaps katup mitral > nyeri kardial/substernal lama ataupun

sebentar. CO: infark myokard, kolaps katup aorta

Ada tipe iskemik dan non iskemik (perikarditis, diseksi aorta, prolaps katup aorta)

FR;: hipertensi, diabetes, hipertigliserid, merokok, riwayat keluarga

2. Perikardial: saraf sensoris di perikardium parietal di atas diafragma

CO: psikologis, gastroesofageal, muskoloskelatal, pulmonal

ANGINA don NON ANGINA


a. Angina: difus dan retrosternal; ke lengan kiri, rahang, punggung, nyeri terus

menerus, tertekan, tajam spt diperas; intensitas ringan hingga berat (dlm hitungan

menit); muncul akibat aktivitas fisik, emosi, makan; hilang dgn istirahat

b, Non Angina: di bawah mammae kiri; ke lengan kanan; spt di sayatt sayat; intensitas

tergantung penyebabnya (dalam detik hingga jam); dicetuskan oleh pernapasan dan

sikap tubuh

3. Mengapa didapat KU lemah dan apatis?

Sumbatan pemb darah > hipoksia, iskemi > glikolisis scr anaerob > ATP lebih sdikit

> penurunan sintesis ATP total > tubuh kekurangan ATP > lemah, lesu, lelah

glikolisis scr anaerob > prod asam laktat > timbunan as laktat > nyeri, pegel-pgel

Kesadaran apatis (segan berkomunikasi) akibat otak kekurangan darah dan O2 >

hipoksia > defisit fungsi otak > apatis

4. Mengapa pasien sesak napas?

Sirkluasi ke paru-paru berkurang > gangguan fungsi > sesak

Atherosklerosis pd a. koronaria > suplai darah ke myocard turn > iskemik myokard >

nekrosis myokard > kontraktilitas myokard turun > daya pompa jantung turun >

penurunan sirkulasi ke paru > cairan ke ekstrasel > sesak

Infark myokard di bagian anterior > sesak napas

Inferior > mual muntah (n. vagus)

Lateral : lengan kiri nyeri

5. Mengapa dokter memberikan penanganan awal O2 3L/menit via kanul dan aspirin

80mg sub lingual?


diberikan aspirin > terapi antiplatetlet u. peny jantung dan pembdarah > asitelasi

okigenase platelet > inaktivasi COX1 dan COX2 scr permanen > antitrombin > cegah

pembentukan platelet, juga antikoagulan untuk mencegah pembekuan

diberi O2 utk mencegah dan memperbaik hipoksia jaringan scr mempertahankan

ooksigen jaringan agar adekuat > tingkatkan o2 ke jaringan jg

tujuan: turunkan kerja napas, jantung dan tingkatkan saturasi o2

diberikan lewat kanul aliran rendah akan mngalirkan o2 saturasi 24-44%

Sublingual karena mukosa lebih tipis shg penyerpan lebih mudah

Ada v. sublingualis > vcs > jantung > lebih cepat kerjanya

6. Bagaimana interpretasi EKG dari skenario?

ST elevasi L2 – L4 di avF

ST depersi di aVL

7. Apa saja pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam skenario?

EKG 12 sadapan
Myoglobin (protein keluar jk ada kerusakan jantung, pncak pada jam pertama hingga

keempat, bertahan dlm 24H),

CKMB(kadar isokinin dan protein?? Menghilang dalam 24-48 jam sttlh infark.

Normal <24 unit/L)

Troponin (liat ada infark atau gak, n <01 mg/ml)

Elektrolit dan magnesisum > hiperkalemia, hipokalemia?

Foto polos thorax > liat itu dr jantung/paru

8. Apa diagnosis dari kasus tersebut?

STEMI krna ada ST elevasi di avF lead 2,3

Sumbatan di bagian depan/kanan -> bisa a. koronaria dextra atau a. interventrikularis

anterior

9. Mengapa pasien dirujuk di ICU untuk monitoring dan terapi? Bagaimana

algoritmanya? Apa saja kriteria seseorang dimasukkan ke ICU?

Kriteria orang dimasukin ICU

1. Penyakit mengancam nyawa dan dapat menyababkan kematian dalam bbrp menit

2. apa za aku koneksinya gk stabil

3.

gejala yang mengarah STEMI, lakukan

1.monitor, ABCDE

2. rjp

3. aspirin

4. oksigen

5. EKG 12 sadapan; ST elevasi = STEMI -> lakukan perfusi?

6. cek ttv
Cek gejala <12 jam atau > 12 jam, beda penanganan

Kriteria berdasarkan dx

1. sistem CDV: infark myocard akut dgn komlikasi, syok kardiogenik, aritmia

kompleks yg membutuhkan monitoring dan intervensi, ggal jantung kongestif dgn

gagal naapas, hipertensi emergency, angina tdk stabil, cardiac arrest, temponade

jantung, diseksi aneurysma aorta

10. Mengapa setelah dirawat di ICU pasien menjadi tidak responsif dan nadi arteri karoti

tidak teraba?

1. liat apakah pasien mgalmi hentin jantung? Tepuk, goncang, tidak merespon, tidak

bernapas

2. henti jantung bs dipicu oleh sist. Konduktorium jantung -> aritmia -> henti napas

-> tidak terabanya denyut nadi -> kehilangan kesadaran

11. Bgaimana algoritma tata laksananya?

12. Apa saja tanda-tanda dari ROSC?

13. Bagaimana kriteria dari RJP? Kapan harus dilakukan RJP?

14. Bagaimana cara melakukan RJP sesuai AHA 2015?

15. Apa saka komplikasi yang mungkin terjadi?

STEP 7

1. Mengapa dirasakan nyeri dada seperti tertekan dan dijalarkan dari dada ke

epigastrium?

Mekanisme nyeri pada AMI


Hipoksia yang terjadi pada jaringan otot jantung memaksa sel untuk
melakukan metabolisme CO2 (metabolisme anaerob), sehingga menghasilkan asam
laktat dan juga merangsang pengeluaran zat-zat iritatif lainnya seperti histamine,
kinin, atau enzim proteolitik sleuler merangsang ujung-ujung syaraf reseptor nyeri
di otot jantung, impuls nyeri dihantarkan melalui serat saraf aferen simpatis,
kemudian dihantarkan ke thalamus, korteks serebri, serat saraf aferen, dan
dipersepsikan nyeri.

Perangsangan syaraf simpatis yang berlebihan akan menyebabkan:


a. Meningkatkan kerja jantung dengan menstamulasi SA Node sehingga
menghasilkan frekuensi denyut jantunglebih dari normal (takikardi).
b. Merangsang kelenjar keringat sehingga ekresi keringat berlebihan.
c. Menekan kerja parasimpatis, sehingga gerakan peristaltik menurun, akumulai
cairan di saluran pencernaan, rasa penuh di lambung, sehingga merangsang rasa
mual / muntah.
d. Vasokonstriksi pembuluh darah ferifer, sehinga alir balik darah vena ke atrium
kanan meningkat, dan akhirnya yekanan darah meningkat.
Faktor resiko : Merokok,Hipertensi,Kolesterol,Obesitas dan DM dapat menyebabkan

penyakit jantung yang dimana manifestasinya adanya nyeri di dada

Persebaran Nyeri :

Sensasi Visceral (Organ Dalam)

 Sensasi visceral dijalarkan melalui serabut-serabut sensorik otonom (simpatis


dan parasimpatis) dan sensasi nyeri akan dialihkan kedaerah permukaan tubuh.
 Biasanya nyeri itu akan dilokalisasikan sesuai segmen dermatom dari mana
organ yang rusak itu berasal pada waktu embrio.
 Jantung rusak  dilokalisasikan pada daerah leher, bahu,retrosternal dan
lengan bawah (satu sel dermatom yang sama dengan jantung pada waktu
embrio)
 Rasa nyeri yang berasal dari jantung  melewati bahu otot pectoralis
turun kelengan dan kedalam daerah substernal dada.
 Ini semua adalah daerah permukaan tubuh yang mengirimkan serabut saraf
somatosensoriknya ke segmen C3 sampai T5 medulla spinalis.

Sumber : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Guyton & Hall

Suplai O2 berkurang pd IM -> metab anaerob -> asam laktat -> nyeri dada diremas, panas,

ditindih -> menjalar ke dagu, leher, epigastrium

Peningkatan kerja jantung -> nyeri tambah


Pengerahan tenaga dan peningkatan EDV -> penekenan v. pulmonal -> susah napas
(Sumber : Marc S. Sabatine and Christopher P. Cannon. Approach to the Patient
with Chest Pain. Chapter 53)
(Sumber: C Laird, P Driscoll, J Wardrope. The ABC of community emergency care 3
CHEST PAIN. Emerg Med J 2004;21:226–232.doi: 10.1136/emj.2003.013938)
(Sumber: calgaryguide.ucalgary.ca)

 Disebut anginal pain -> visceral referred pain (nyeri krna organnya sakit, akibat
saraf afarennya berasal dari ganglion spinal yg sama dan diatur oleh cabanng
posterior dr medspin di itingkat yg sama.
Cardiac referred pain = nyeri di jantung e.c rasa nyeri di bagian superfic (kulit di
lengan atas bagian kiri)
 Jantung gk sensitif thdp sentuhan, potongan, dingin ataupun panas
 Iskemi dan akumulasi produk metabolik -> stimulasi nyeri di myocard-> r. media dan
inferior dari ramus media dan inferior dari cabang thoracic cardiac dari truncus
symphaticus -> med spin segmen T1-T4/T5, terutama bagian kiri.
https://link.springer.com/referenceworkentry/10.1007%2F978-3-540-29805-2_4801
2. Jelaskan macam-macam nyeri dada serta etiologi, patogenis dan faktor risiko masing-

masing!

A. Nyeri dada pleuritik

Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya tajam dan seperti ditusuk.
Bertambah nyeri bila batuk atau bernafas dalam dan berkurang bila menahan nafas atau sisi
dada yang sakit digerakan. Nyeri berasal dari dinding dada, otot, iga, pleura perietalis, saluran
nafas besar, diafragma, mediastinum dan saraf interkostalis. Nyeri dada pleuritik dapat
disebakan oleh :

- Difusi pelura akibat infeksi paru, emboli paru, keganasan atau radang subdiafragmatik ;
pneumotoraks dan penumomediastinum.
B. Nyeridada nonpleuritik

Nyeri dada non-pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap atau dapat menyebar ke tempat
lain. Plaing sering disebabkan oleh kelainan di luar paru.

1. Kardial

a. Iskemik miokard akan menimbulkan rasa tertekan atau nyeri substernal yang menjalar ke
aksila dan turun ke bawah ke bagian dalam lengan terutama lebih sering ke lengan kiri. Rasa
nyeri juga dapat menjalar ke epigasterium, leher, rahang, lidah, gigi, mastoid dengan atau
tanpa nyeri dada substernal.

Nyeri disebabkan karena saraf eferan viseral akan terangsang selama iekemik miokard, akan
tetapi korteks serebral tidak dapat menentukan apakah nyeri berasal sari miokard. Karena
rangsangan saraf melalui medula spinalis T1-T4 yang juga merupakan jalannya rangsangan
saraf sensoris dari sistem somatis yang lain. Iskemik miokard terjadi bila kebutuhan 02
miokard tidak dapat dipenuhi oleh aliran darah koroner. Pda penyakit jantung koroner aliran
darah ke jantung akan berkurang karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner.

Ada 3 sindrom iskemik yaitu :

 -  Angina stabil ( Angina klasik, Angina of Effort) :

Serangan nyeri dada khas yang timbul waktu bekerja. Berlangsung hanya beberapa
menit dan menghilang dengan nitrogliserin atau istirahat. Nyeri dada dapat timbul
setelah makan, pada udara yang dingin, reaksi simfatis yang berlebihan atau gangguan
emosi.

 -  Angina tak stabil (Angina preinfark, Insufisiensi koroner akut) :


Jenis Angina ini dicurigai bila penderita telah sering berulang kali mengeluh rasa
nyeri di dada yang timbul waktu istirahat atau saat kerja ringan dan berlangsung lebih
lama.

 -  Infark miokard :
Iskemik miokard yang berlangsung lebih dari 20-30 menit dapat menyebabkan infark
miokard. Nyeri dada berlangsung lebih lama, menjalar ke bahu kiri, lengan dan
rahang. Berbeda dengan angina pektoris, timbulnya nyeri dada tidak ada hubungannya
dengan aktivitas fisik dan bila tidak diobati berlangsung dalam beberapa jam.
Disamping itu juga penderita mengeluh dispea, palpitasi dan berkeringat. Diagnosa
ditegakan berdasarkan serioal EKG dan pemeriksa enzym jantung.

b. Prolaps katup mitral dapat menyebabkan nyeri dada prekordinal atau substernal
yang dapat berlangsung sebentar maupun lama. Adanya murmur akhir sisttolik dan
mid sistolik-click dengan gambaran echokardiogram dapat membantu menegakan
diagnosa.

c. Stenosis aorta berat atau substenosis aorta hipertrofi yang idiopatik juga dapat
menimbulkan nyeri dada iskemik.

2. Perikardikal
Saraf sensoris untuk nyeri terdapat pada perikardium parietalis diatas diafragma.
Nyeri perikardila lokasinya di daerah sternal dan area preokordinal, tetapi dapat
menyebar ke epigastrium, leher, bahu dan punggung. Nyeri bisanya seperti ditusuk
dan timbul pada aktu menarik nafas dalam, menelan, miring atau bergerak.

Nyeri hilang bila penderita duduk dan berdandar ke depan. Gerakan tertentu dapat
menambah rasa nyeri yang membedakannya dengan rasa nyeri angina.
Radang perikardial diafragma lateral dapat menyebabkan nyeri epigastrum dan
punggung seperti pada pankreatitis atau kolesistesis.

3. Aortal

Penderita hipertensi, koartasio aorta, trauma dinding dada merupakan resiko tinggi
untuk pendesakan aorta. Diagnosa dicurigai bila rasa nyeri dada depan yang hebat
timbul tiba- tiba atau nyeri interskapuler. Nyeri dada dapat menyerupai infark
miokard akan tetapi

lebih tajam dan lebih sering menjalar ke daerah interskapuler serta turun ke bawah tergantung
lokasi dan luasnya pendesakan.

4. Gastrointestinal

Refluks geofagitis, kegansan atau infeksi esofagus dapat menyebabkan nyeri esofageal. Neri
esofageal lokasinya ditengah, dapat menjalar ke punggung, bahu dan kadang – kadang ke
bawah ke bagian dalam lengan sehingga seangat menyerupai nyeri angina. Perforasi ulkus
peptikum, pankreatitis akut distensi gaster kadang – kadang dapat menyebabkan nyeri
substernal sehingga mengacaukan nyeri iskemik kardinal. Nyeri seperti terbakar yang sering
bersama – sama dengan disfagia dan regurgitasi bila bertambah pada posisi berbaring dan
berurang dengan antasid adalah khas untuk kelainan esofagus, foto gastrointestinal secara
serial, esofagogram, test perfusi asam, esofagoskapi dan pemeriksaan gerakan esofageal
dapat membantu menegakan diagnosa.

5. Mulkuloskletal

Trauma lokal atau radang dari rongga dada otot, tulang kartilago sering menyebabkan nyeri
dada setempat. Nyeri biasanya timbul setelah aktivitas fisik, berbeda halnya nyeri angina
yang terjadi waktu exercis. Seperti halnya nyeri pleuritik. Neri dada dapat bertambah waktu
bernafas dalam. Nyeri otot juga timbul pada gerakan yang berpuitar sedangkan nyeri pleuritik
biasanya tidak demikian.

6. Fungsional

Kecemasan dapat menyebabkan nyeri substernal atau prekordinal, rasa tidak enak di dada,
palpilasi, dispnea, using dan rasa takut mati. Gangguan emosi tanpa adanya klealinan objektif
dari organ jantung dapat membedakan nyeri fungsional dengan nyeri iskemik miokard.

7. pulmonal

Obstruksi saluran nafas atas seperti pada penderita infeksi laring kronis dapat menyebakan
nyeri dada, terutama terjadi pada waktu menelan. Pada emboli paru akut nyeri dada
menyerupai infark miokard akut dan substernal. Bila disertai dengan infark paru sering
timbul nyeri pleuritik. Pada hipertensi pulmoral primer lebih dari 50% penderita mengeluh
nyeri prekordial yang terjadi pada waktu exercise. Nyeri dada merupakan keluhan utama
pada kanker paru yang menyebar ke pleura, organ medianal atau dinding dada.

Sumber : T. Bahri Anwar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

3. Mengapa didapat KU lemah dan apatis?

Pemeriksaan Fisik Akut Miokard Infark (AMI)


Tampilan Umum
1. Pasien tampak pucat, berkeringat, dan gelisah akibat aktivitas simpatis berlebihan.
Pasien juga tampak sesak. Demam derajat sedang (< 38 C) bisa timbul setelah 12-
24 jam pasca infarkb.
2. Denyut Nadi dan Tekanan Darah Sinus takikardi (100-120 x/mnt) terjadi pada
sepertiga pasien, biasanya akan melambat dengan pemberian analgesic yang
adekuat.Denyut jantung yang rendah mengindikasikan adanya sinus bradikardi
atau blok jantung sebagai komplikasi dari infark. Peningkatan TD moderat
merupakan akibat dari pelepasan kotekolamin.Sedangkan jika terjadi hipotensi
maka hal tersebut merupakan akibat dari aktivitas vagus berlebih, dehidrasi,
infark ventrikel kanan, atau tanda dari syok kardiogenik.
3. Pemeriksaan jantung, terdengar bunyi jantung S4 dan S3 , atau mur-mur. Bunyi
gesekan perikard jarang terdengar hingga hari ke dua atau ketiga atau lebih lama
lagi (hingga 6 minggu) sebagai gambatan dari sindrom Dressler.
4. Pemeriksaan paru, Ronkhi akhir pernafasan bisa terdengar, walaupun mungkin
tidak terdapat gambaran edema paru pada radiografi. Jika terdapat edema paru,
maka hal itu merupakan komplikasi infark luas, biasanya anterior.
Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U.Jakarta:
EGC; 2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1996).
Saat beraktivitas, beban jantung meningkt atau terjadi peningkatan saraf simpatis
aliran darah koroner tidak cukup untuk menyuplai oksigen ke miokard sehingga
terjadi hipoksia miokard. Hipoksia ini mampu merangsang pelepasan berbagai
substansi vasoaktif seperti katekolamin dari ujung-ujung saraf simpatis dan
meingkatnya EDCF (endothelial derived constriction factor) terjadi vasokonstriksi
a .koronaria yang lebih lanjut sehingga terjadi iskemik jantung. Hipoksia dan iskemik
akan merubah proses glikolisis dari aerob menjadi anaerob sehingga terjadi
penurunan sintesis ATP dan penimbunan asam laktat lemah
4. Mengapa pasien sesak napas?

Tanda dan gejala yang penting dan sering tejadi dari gagal jantung yaitu sesak napas,

batuk, mudah lelah, kegelisahan yang diakibatkan gangguan oksigenasi. disfungsi

ventrikel atau gagal jantung kanan. Ciri-ciri yang penting dari definisi ini adalah pertama

definisi gagal adalah relatif terhadap kebutuhan metabolik tubuh. Kedua penekanan arti

gagal di tujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan

Pada klien dengan penyakit gagal jantung akan menyebabkan klien mengalami masalah

kebutuhan tidur sebagai akibat dari perubahan posisi tidur dimana klien akan mengeluh

kesulitan bernapas. Hal ini disebabkan karena gangguan fungsi pompa jantung dalam mengisi

dan memompa darah dari paru, akibatnya terjadi penumpukan darah di paru (edema paru) dan

menyebabkan peningkatan tekanan pada pembuluh darah paru. Maka fungsi paru pun

terganggu dan terjadilah sesak napas.

Sumber : ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN PADA PASIEN ACUTE

CORONARY SYNDROME (ACS) ST-ELEVASI MIOCARD INFARK (STEMI) +

CONGESTIVE HEARTH FAILURE (CHF) + EFUSI PERICARDIAL MODERATE DI

RUANG ICCU RSUD ABDUL WAHAB SYAHRANIE SAMARINDA TAHUN 2015


JAWAB

keadaan iskemia myocardium  penurunan perfusi jantung  penurunan supply

oksigen ke myocardium  kerusakan jantung  ekg tampak st elevasi  sindroma

coroner akut (STEMI)  fungsi ventrkel kiri turun  kontraksi turun  curah

jantung turun  tubuh kompensasi dengann merangsang stimulasi simpatis

vasokontriksi  denyut jantung meningkat dan daya kontraksi meningkat  beban

akhir ventrikel kiri meningkat  lama kelmaan pembesaran ventrikel kiri 

pengembangan paru tdk optimal  supply o2 ke jaringan menurun  meningkatkan

kebutuhan oksigen di jaringan  kompensasi dengan peningkatan RR

Alwi I., 2011. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST, dalam: Buku Ajar Ilmu Pengetahuan

Penyakit Dalam Jilid II. Sudoyo A. W, Setryohadi B, Alwi I,

Simadibrata M, Setiati S. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing pp. 17411754.


Masud I., 2012. Patofisologi Iskemik dan Infark Myocardium, dalam: Dasar Dasar Fisiologi

Kardiovaskular. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC pp. 159-164.

5. Mengapa dokter memberikan penanganan awal O2 3L/menit via kanul dan aspirin

80mg sub lingual?

ASPIRIN -> antitrombotik


Sindrom koroner akut yang meliputi angina tidak stabil dan infark miokard merupakan

bentuk dari penyakit jantung koroner dan menjadi penyebab kematian terbanyak akibat

penyakit kardiovaskular.1 Penyebab sindrom koroner akut adalah erosi atau pecahnya

plak aterosklerosis yang diikuti perlekatan, aktivasi, dan agregasi platelet serta aktivasi
clotting cascade sehingga fibrin dan platelet membentuk koagulasi darah. Farmakoterapi
sindroma koroner akut meliputi kombinasi dari fibrinolitik, antiplatelet, dan antikoagulan
atau dapat juga diberikan terapi konvensional seperti nitrat dan penghambat adrenergik-

β.2,3

Berdasarkan beberapa uji klinik yang dilakukan secara acak, aspirin telah menjadi

antiplatelet terpilih untuk terapi pada semua pasien dengan sindroma koroner akut.2,3
Penelitian yang dilakukan oleh Antithrombotic Trialists’ Collaboration menunjukkan
bahwa aspirin secara bermakna mampu menurunkan risiko kekambuhan kejadian

kardiovaskular pada pasien PJK.4, 5

Mekanisme kerja dari aspirin berhubungan dengan kemampuannya untuk menginaktivasi


secara permanen aktivitas cyclooxygenase (COX), yaitu sintase PGH1 dan sintase PGH2
yang meliputi COX-1 dan COX-2. Kedua isoenzim tersebut mengkatalisis biosintesis
prostanoid (mengubah asam arakidonat menjadi PGH2). PGH2 adalah prekursor dari
PGD2, PGE2, PGF2α, PGI2, dan TXA2.

Aspirin memiliki efek utama antitrombotik dengan mengasetilasi secara irreversible

gugus hidroksil dari residu serin tunggal pada posisi 529 dalam rantai polipeptida sintase
platelet COX-1 sehingga menurunkan sintesis TXA2 yang berperan penting sebagai

vasokonstriktor dan agregator platelet yang poten.6–8 Dosis aspirin sebagai antiagregasi

platelet adalah 75–325 mg/hari.6,7

Sublingual  mukosa lebih tipis  sehingga penyerapan zat aktif pada vaskularisasi di
mulut lebih mudah dan cepat.
Sumber : Ema P yunita dkk. 2015. Resistensi Aspirin pada Pasien Penyakit Jantung
Koroner dengan Hipertensi. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Vol 4 No 1

TERAPI OKSIGEN
pemberian oksigen dgn konsentrasi yang lebih besar daripada udara ruang untuk
mencegah hipoksemia

Tujuan
a. Meningkatkan kandungan oksigen dalam darah arteri yang dihantarkan ke jaringan
untuk memfasilitasi metabolisme aerobik.
b. Mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO2 > 90% untuk :
- Mencegah hipoksia sel & jaringan
- Menurunkan kerja nafas
- Menurunkan kerja otot jantung
c. Mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO2 > 90% → FIO2 serendah mungkin

Penanganan yang tepat merupakan salah satu upaya untuk menurunkan angka kematian
pasien chest pain penyebab utama Acute CoronARY S. Penanganan ini terutama
dilakukan oleh perawat di instalasi gawat darurat yang berperan sebagai first responder
dengan melakukan initial management segera sebagai upaya pertolongan untuk
menurunkan nyeri dan menurunkan kematian pada 2 jam pertama serangan. Initial
management dalam penanganan ACS ini disebut MONA, yang merupakan kependekan
dari Morphine, Oksigen, Nitrat atau nitrogliserin dan aspirin (ACLS, 2015).

Oksigen merupakan salah satu bagian dari MONA untuk menurunkan nyeri dada (chest
pain) pada pasien ACS. Pemberian oksigen secara rutin pada pasien dengan acute chest
pain penyebab ACS sudah dilakukan sejak lebih dari 100 tahun yang lalu. Tradisi dari
pemberian oksigen rutin ini juga didukung oleh AHA (American Heart Association) dari
tahun 1975-2005 yang merekomendasikan intervensi tersebut dan American College of
Cardiology sampai tahun 2007. Dengan rasional dari tradisi pemberian terapi oksigen ini
adalah ketika terjadi penurunan aliran darah pada jantung, pemberian oksigen akan
meningkatkan tekanan perfusi koroner sehingga meningkatkan oksigenasi pada jaringan
jantung yang mengalami iskemik atau memperbaiki ketidakseimbangan oksigen di
jantung (Metcalfe, 2012; Finamore & Kennedy, 2013). Didukung oleh teori yang
dikemukakan oleh Wijesinghe et al (2009) dalam Metcalfe (2012) yang menyatakan
bahwa pemberian oksigen pada pasien dengan iskemik myocard akan menurunkan ukuran
infak miokard dan meningkatkan outcome pada pasien.

Sumber : Dewi Rachmawati . 2017. PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN PADA PASIEN


ACUTE CORONARY SYNDROME DENGAN CHEST PAIN DI INSTALASI
GAWAT DARURAT. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan. Vol. 13 No. 2, Oktober
2017

Pemberian oksigen di instalasi gawat darurat pada pasien ACS didasarkan pada rekomendasi AHA
2010 yang menyatakan bahwa oksigen harus diberikan pada pasien Uncomplicated ACS dengan
arterial oxyhemoglobin saturation <94% atau terdapat gejala breathlessness, tanda hearth failure, syok
hipoxia atau distress pernafasan.

Ketika ada pasien datang dengan chest pain et. causa ACS di UGD maka perawat harus segera
melakukan assessment dan pemeriksaan SpO2. Berdasarkan hasil assessment jika pasien tidak terdapat
tanda- tanda hipoxia atau distress pernafasan, syok dan heart failure dan SpO 2≥94% maka tidak perlu
diberikan terapi O2, apabila pasien terdapat salah satu atau ketiga tanda tersebut dan SpO 2 <94% maka
terapi oksigen dapat diberikan dengan awal pemberian adalah 4 L/menit dan di titrasi sampai SpO 2
≥94% dengan lama pemberian tidak boleh lebih dari 6 jam karena dapat berpotensial membahayakan
pasien Selanjutnya dilakukan reassessment ulang terhadap pasien. Apabila kondisi airway paten,
pasien dapat bernafas spontan, pernafasan normal (terutama irama dan kedalamannya serta tidak ada
penggunaan otot bantu pernafasan), masalah pernafasan atau oksigenasi minimal dan SpO 2 >94%
maka terapi oksigen dapat diberikan dengan nasal cannul 4-6L/menit atau simple mask mulai 6-
10L/menit. Jika pasien dalam kondisi gawat darurat dengan airway paten, pernafasan spontan dengan
kedalaman ventilasi yang adekuat dan membutuhkan oksigen dalam konsentrasi tinggi maka dapat
diberikan dengan Non-Rebreathing.Dilakukan observasi ulang 15-60 menit kemudian, apabila
SpO2<94% dan masih terdapat masalah oksigenasi maka naikkan pemberian oksigen sampai respon
pasien membaik, tidak ada masalah oksigenasi dan SpO 2>94%.
Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak diketahui intoleransinya terhadap
aspirin Aspirin tidak bersalut lebih terpilih mengingat absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang lebih
cepat .

pemberian sublingual ditujukan untuk menghasilkan efek obat secara sistemik dan menghindari efek
metabolismeawal dri hati yang dapat merusak beberapa jenis zat aktif.O’Connor, et al. (2010). "Part
10: Acute Coronary Syndromes 2010 American Heart Association Guidelines for
Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care." Circulation 122: S787–
S817

6. Bagaimana interpretasi EKG dari skenario?

• Irama = sinus
• Regularitas = regular
• Frekuensi
– Ventricular rate = 300/5 = 60x/menit
• Gelombang p = normal
– Tidak ada p mitral dan p pulmonal
• Interval PR = memanjang di lead II
• Komplek QRS
– Interval QRS = 3 kotak kecil
– Axis = lihat di LI dan AVF = (+) dan (+)  NAD
– Q patologis : -
– RVH/LVH : -
– Zona transisi : -
• Segmen ST = ST elevasi di LII, LIII, AVF, V3, V4, V5
• Gelombang T = tidak ada T tall, T flat, T inverted
Kesimpulan : sinus rhytm 60x/mnt dg ST elevasi anteroinferior
ELEVASI ST BERMAKNA jika
 >1 kotak kecil pada sadapan extremitas (avF/R/L)
 >2 kotak kecil pada sadapan prekordial di > 2 sadapan yg menghadap daerah
anatomi jantung yang sama
STEMI inferior anterior/septal dan lateral (depan-bawah-luas)

ANTERIOR

SEPTAL
LATERAL

ANTERIOR

I, aVL Lateral CX
II, III, aVF Inferior RCA (sering)/ CX
V1, V2 Septal CX
V3, V4 Anterior LAD
V5, V6 Lateral CX
ST elevasi (LII; LIII; aVF; V1-V6)

STEMI inferior anterior/septal dan lateral (depan-bawah-luas) -> a. circumflexa sinistra, a.


interventricularis posteriot/ LAD (cabang dr a. circumflexa sinistra)

Barbara Aehlrt, ACLS - Elsevier

7. Apa saja pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam skenario?

5.2. Pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor pencetus iskemia,
komplikasi iskemia, penyakit penyerta dan menyingkirkan diagnosis banding. Regurgitasi katup
mitral akut, suara jantung

tiga (S3), ronkhi basah halus dan hipotensi hendaknya selalu diperiksa untuk mengidentifikasi
komplikasi iskemia. Ditemukannya tanda-tanda regurgitasi katup mitral akut, hipotensi, diaphoresis,
ronkhi basah halus atau edema paru meningkatkan kecurigaan terhadap SKA. Pericardial friction rub
karena perikarditis, kekuatan nadi tidak seimbang dan regurgitasi katup aorta akibat diseksi aorta,
pneumotoraks, nyeri pleuritik disertai suara napas yang tidak seimbang perlu dipertimbangkan
dalam memikirkan diagnosis banding SKA.

5.3. Pemeriksaan elektrokardiogram. Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain
yang mengarah kepada iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12 sadapan sesegera mungkin
sesampainya di ruang gawat darurat. Sebagai tambahan, sadapan V3R dan V4R, serta V7-V9
sebaiknya direkam pada semua pasien dengan perubahan EKG yang mengarah kepada iskemia
dinding inferior. Sementara itu, sadapan V7-V9 juga harus direkam pada semua pasien angina yang
mempunyai EKG awal nondiagnostik. Sedapat mungkin, rekaman EKG dibuat dalam 10 menit sejak
kedatangan pasien di ruang gawat darurat. Pemeriksaan EKG sebaiknya diulang setiap keluhan
angina timbul kembali.

Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien dengan keluhan angina cukup bervariasi, yaitu: normal,
nondiagnostik, LBBB (Left Bundle Branch Block) baru/ persangkaan baru, elevasi segmen ST yang
persisten (≥20 menit) maupun tidak persisten, atau depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi
gelombang T.

Penilaian ST elevasi dilakukan pada J point dan ditemukan pada 2 sadapan yang bersebelahan. Nilai
ambang elevasi segmen ST untuk diagnosis STEMI untuk pria dan perempuan pada sebagian besar
sadapan adalah 0,1 mV. Pada sadapan V1-V3 nilai ambang untuk diagnostik beragam, bergantung
pada usia dan jenis kelamin. Nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V1-3 pada pria usia ≥40
tahun adalah ≥0,2 mV, pada pria usia <40 tahun adalah ≥0,25 mV. Sedangkan pada perempuan nilai
ambang elevasi segmen ST di lead V1-3,

tanpa memandang usia, adalah ≥0,15 mV. Bagi pria dan wanita, nilai ambang elevasi segmen ST di
sadapan V3R dan V4R adalah ≥0,05 mV, kecuali pria usia <30 tahun nilai ambang ≥0,1 mV dianggap
lebih tepat. Nilai ambang di sadapan V7-V9 adalah ≥0,5 mV. Depresi segmen ST yang resiprokal,
sadapan yang berhadapan dengan permukaan tubuh segmen ST elevasi, dapat dijumpai pada pasien
STEMI kecuali jika STEMI terjadi di mid-anterior (elevasi di V3-V6). Pasien SKA dengan elevasi
segmen ST dikelompokkan bersama dengan LBBB (komplet) baru/persangkaan baru mengingat
pasien tersebut adalah kandidat terapi reperfusi. Oleh karena itu pasien dengan EKG yang diagnostik
untuk STEMI dapat segera mendapat terapi reperfusi sebelum hasil pemeriksaan marka jantung
tersedia.

Tabel 2. Lokasi infark berdasarkan sadapan EKG

Sadapan dengan Deviasi Segmen


Lokasi Iskemia atau Infark
ST
V1-V4 Anterior
V5-V6, I, aVL Lateral
II, III, aVF Inferior
V7-V9 Posterior
V3R, V4R Ventrikel kanan

Persangkaan adanya infark miokard menjadi kuat jika gambaran EKG pasien dengan LBBB
baru/persangkaan baru juga disertai dengan elevasi segmen ST ≥1 mm pada sadapan dengan
kompleks QRS positif dan depresi segmen ST ≥1 mm di V1-V3. Perubahan segmen ST seperti ini
disebut sebagai perubahan konkordan yang mempunyai spesifisitas tinggi dan sensitivitas rendah
untuk diagnosis iskemik akut. Perubahan segmen ST yang diskordan pada sadapan dengan kompleks
QRS negatif mempunyai sensitivitas dan spesifisitas sangat rendah.

Adanya keluhan angina akut dan pemeriksaan EKG tidak ditemukan elevasi segmen ST yang
persisten, diagnosisnya adalah infark miokard dengan non

elevasi segmen ST (NSTEMI) atau Angina Pektoris tidak stabil (APTS/ UAP). Depresi segmen ST yang
diagnostik untuk iskemia adalah sebesar ≥0,05 mV di sadapan V1-V3 dan ≥0,1 mV di sadapan
lainnya. Bersamaan dengan depresi segmen ST, dapat dijumpai juga elevasi segmen ST yang tidak
persisten (<20menit), dan dapat terdeteksi di >2 sadapan berdekatan. Inversi gelombang T yang
simetris ≥0,2 mV mempunyai spesifitas tinggi untuk untuk iskemia akut.

Semua perubahan EKG yang tidak sesuai dengan kriteria EKG yang diagnostik dikategorikan sebagai
perubahan EKG yang nondiagnostik.

5.4. Pemeriksaan marka jantung. Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T merupakan marka
nekrosis miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark miokard. Troponin I/T sebagai
marka nekrosis jantung mempunyai sensitivitas dan spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB. Peningkatan
marka jantung hanya menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak dapat dipakai untuk
menentukan penyebab nekrosis miosit tersebut (penyebab koroner/nonkoroner). Troponin I/T juga
dapat meningkat oleh sebab kelainan kardiak nonkoroner seperti takiaritmia, trauma kardiak, gagal
jantung, hipertrofi ventrikel kiri, miokarditis/perikarditis. Keadaan nonkardiak yang dapat
meningkatkan kadar troponin I/T adalah sepsis, luka bakar, gagal napas, penyakit neurologik akut,
emboli paru, hipertensi pulmoner, kemoterapi, dan insufisiensi ginjal. Pada dasarnya troponin T dan
troponin I memberikan informasi yang seimbang terhadap terjadinya nekrosis miosit, kecuali pada
keadaan disfungsi ginjal. Pada keadaan ini, troponin I mempunyai spesifisitas yang lebih tinggi dari
troponin T.

Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau troponin I/T menunjukkan kadar yang
normal dalam 4-6 jam setelah awitan SKA, pemeriksaan hendaknya diulang 8-12 jam setelah awitan
angina. Jika awitan SKA tidak dapat ditentukan dengan jelas, maka pemeriksaan hendaknya diulang
6-12 jam setelah pemeriksaan pertama. Kadar CK-MB yang meningkat dapat dijumpai pada
seseorang dengan kerusakan otot skeletal (menyebabkan spesifisitas lebih rendah) dengan waktu
paruh yang singkat (48 jam). Mengingat waktu paruh yang singkat, CK-MB lebih terpilih untuk
mendiagnosis ekstensi infark (infark berulang) maupun infark periprosedural. (lihat gambar 2).

Pemeriksaan marka jantung sebaiknya dilakukan di laboratorium sentral. Pemeriksaan di ruang


darurat atau ruang rawat intensif jantung (point of care testing) pada umumnya berupa tes kualitatif
atau semikuantitatif, lebih cepat (15-20 menit) tetapi kurang sensitif. Point of care testing sebagai
alat diagnostik rutin SKA hanya dianjurkan jika waktu pemeriksaan di laboratorium sentral
memerlukan waktu >1 jam. Jika marka jantung secara point of care testing menunjukkan hasil
negatif maka pemeriksaan harus diulang di laboratorium sentral.

Kemungkinan SKA adalah dengan gejala dan tanda:

1. Nyeri dada yang sesuai dengan kriteria angina ekuivalen atau tidak seluruhnya tipikal pada
saat evaluasi di ruang gawat-darurat.

2. EKG normal atau nondiagnostik, dan

3. Marka jantung normal


Definitif SKA adalah dengan gejala dan tanda:

1. Angina tipikal.

2. EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostik untuk STEMI, depresi ST atau inversi T yang
diagnostik sebagai keadaan iskemia miokard, atau LBBB baru/persangkaan baru.

3. Peningkatan marka jantung

Kemungkinan SKA dengan gambaran EKG nondiagnostik dan marka jantung normal perlu menjalani
observasi di ruang gawat-darurat. Definitif SKA dan angina tipikal dengan gambaran EKG yang
nondiagnostik sebaiknya dirawat di rumah sakit dalam ruang intensive cardiovascular care
(ICVCU/ICCU).

5.5. Pemeriksaan laboratorium. Data laboratorium, di samping marka jantung, yang harus
dikumpulkan di ruang gawat darurat adalah tes darah rutin, gula darah sewaktu, status elektrolit,
koagulasi darah, tes fungsi ginjal, dan panel lipid. Pemeriksaan laboratorium tidak boleh menunda
terapi SKA.

5.6. Pemeriksaan foto polos dada. Mengingat bahwa pasien tidak diperkenankan meninggalkan
ruang gawat darurat untuk tujuan pemeriksaan, maka foto polos dada harus dilakukan di ruang
gawat darurat dengan alat portabel. Tujuan pemeriksaan adalah untuk membuat diagnosis banding,
identifikasi komplikasi dan penyakit penyerta.

SUMBER= PEDOMAN TATALAKSANA SINDROM KORONER AKUT

8. Apa diagnosis dari kasus tersebut?


STEMI

Diagnosis STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang
persisten di dua sadapan yang bersebelahan. Inisiasi tatalaksana revaskularisasi tidak memerlukan menunggu
hasil peningkatan marka jantung.

Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada yang tipikal (angina tipikal) atau atipikal
(angina ekuivalen). Keluhan angina tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan
kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini dapat berlangsung
intermiten/beberapa menit atau persisten (>20 menit). Keluhan angina tipikal sering disertai keluhan penyerta
seperti diaphoresis, mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop.

Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai antara lain nyeri di daerah penjalaran angina tipikal, rasa
gangguan pencernaan (indigestion), sesak napas yang tidak dapat diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang
sulit diuraikan. Keluhan atipikal ini lebih sering dijumpai pada pasien usia muda (25-40 tahun) atau usia lanjut
(>75 tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal menahun, atau demensia. Walaupun keluhan angina atipikal
dapat muncul saat istirahat, keluhan ini patut dicurigai sebagai angina ekuivalen jika berhubungan dengan
aktivitas, terutama pada pasien dengan riwayat penyakit jantung koroner (PJK).

Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia
2015: Edisi 3
9. Mengapa pasien dirujuk di ICU untuk monitoring dan terapi? Bagaimana

algoritmanya?

Intensive care has been defined as “a service for patients with potentially recoverable

conditions who can benefit from more detailed observation and invasive treatment

than can safely be provided in general wards or high dependency areas.” It is usually

reserved for patients with potential or established organ failure.

Intensive care is appropriate for patients requiring or likely to require advanced

respiratory support, patients requiring support of two or more organ systems, and

patients with chronic impairment of one or more organ systems who also require

support for an acute reversible failure of another organ. Early referral is particularly

important. If referral is delayed until the patient’s life is clearly at risk, the chances

of full recovery are jeopardised

Basic monitoring requirements for seriously ill patients

 Heart rate

 Blood pressure

 Respiratory rate

 Pulse oximetry

 Hourly urine output

 Temperature

 Blood gases
Sumber Smith G, Nielsen M. ABC of intensive care. Criteria for admission. BMJ.

1999;318(7197):1544-1547. doi:10.1136/bmj.318.7197.1544

10. Mengapa setelah dirawat di ICU pasien menjadi tidak responsif dan nadi arteri karoti

stidak teraba?

 Nadi karotis hanya teraba jk sistol >76mmHg


 Pada sistol 42-47 mmHg hanya ada 50% yg teraba nadi karotisnya
 Jika sistol <37 mmhg TIDAK ADA yang teraba
 Komplikasi ANTERIOR MI -> disfungsi ventrikel kiri, gagal jantung kiri,
CARDIOGENIC SHOCK -> kegagalan pompa jantung akibat jantung itu sendiri
tdk bs mompa
Barbara Aehlrt, ACLS - Elsevier
https://www.intechopen.com/books/interventional-cardiology/cardiogenic-shock
Acs: acute coronary syndrome, CS: cardiogenic shock
https://www.intechopen.com/books/interventional-cardiology/cardiogenic-shock

11. Bgaimana algoritma tata laksananya?

12. a algoritma tata laksananya?


Sumber KEJADIAN PENTING PEDOMAN CPR DAN ECC 2020

13. Apa saja tanda-tanda dari ROSC?

Return of spontaneous circulation (ROSC) atau kembalinya tanda – tanda sirkulasi

secara spontan antara lain :

  Terabanya nadi

  Tekanan darah yang terukur


 Terdapat gerakan pada salah satu / lebih dari anggota gerak. Apabila terjadi hal

demikian, maka kompresi dada harus dihentikan, dan penolong memeriksa pulsasi A.

carotis communis apakah ada denyutan apa tidak.

Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut edisi 2013, ACLS Indonesia,

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PP-PERKI) 2016.

 Terdeteksinya nadi dan tekanan darah

 Tekanan darah arteri menunjukkan ejeksi ritmis darah dari ventrikel kiri ke

aortaTerdapat kenaikan yang tajam saat kontraksi ventrikel kiri mencapai puncak

secara perlahan

 MAP = TD sistolik + 2(TD diastolik) / 3

Tanda terjadinya ROSC adalah adanya nadi karotis teraba dan tekanan darah terukur.
Pasien tidak bisa dikatakan terjadi ROSC jika tidak disertai bukti sirkulasi terjadi dengan
baik yaitu nadi teraba selama 10 menit.

Sumber : Neumar R, et al. Part 8: Adult Advanced Cardiovascular Life Support: 2010
American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and
Emergency Cardiovascular Care. 

 Bernapas (lebih dari occasional gasp)


 Batuk
 Bergerak
 Teraba nadi
 TD terukur
Sesuai konsensus, kualifikasi ROSC adalah sirkulasi spontan >30 detik disertai lebih
dr occasional gasp, denyut nadi yg teraba occasional, gelombang arteri (sistol diastol:
TD terukur)

https://www.ahajournals.org/doi/pdf/10.1161/01.CIR.0000147236.85306.15

14. Bagaimana kriteria dari RJP? Kapan harus dilakukan RJP?

Kriteria High Quality CPR antara lain:

1. Tekan cepat (push fast ) Berikan kompresi dada dengan frekuensi yang mencukupi

minimum 100 kali per menit.

2. Tekan kuat (push hard) Untuk dewasa berikan kompresi dada dengan kedalaman minimal

2 inci (5 cm) – 2,4 inhi (6 cm).

3. Full chest recoil Berikan kesempatan agar dada mengembang kembali secara

sempurna. Seminimal mungkin melakukan interupsi baik frekuensi maupun durasi terhadap

kompresi dada.

4. Perbandingan kompresi dada dan ventilasi untuk 1 penolong adalah 30 : 2, sedangkan

untuk dua penolong adalah 15 :2.


Sumber : Teknik Bantuan Hidup Dasar, Qonita Imma Irfani Majelis Kesehatan

Ranting Aisyiyah Kertonatan, Sukoharjo, Jawa Tengah, Indonesia CDK-277/ vol.

46 no. 6 th. 2019

Henti Jantung

Henti jantung primer (cardiac arrest) adalah ketidaksanggupan curah jantung untuk

memenuhi kebutuhan oksigen keotak dan organ vital lainnya secara mendadak dan

dapat balik normal, jika dilakukan tindakan yang tepat atau akan menyebabkan

kematian atau kerusakan otak menetap kalau tindakan tidak adekuat. Henti jantung

yang terminal akibat usia lanjut atau penyakit kronis tertentu tidak termasuk henti

jantung atau cardiac arrest.2

Sebagian besar henti jantung disebabkan oleh fibrilasi ventrikel atau takikardi tanpa

denyut, kemudian disusun oleh ventrikel asistol dan terakhirnya oleh disosiasi elektro-

mekanik. Dua jenis henti jantung yang berakhir lebihsulit ditanggulangi kerana akibat

gangguan pacemaker jantung. Fibirilasi ventrikel terjadi karena koordinasi aktivitas

jantung menghilang.34

Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar yang tidak teraba (karotis, femoralis,

radialis) disertai kebiruan (sianosis), pernafasan berhenti atau gasping, tidak terdapat

dilatasi pupil karena bereaksi terhadap rangsang cahaya dan pasien tidak sadar.

Pengiriman oxygen ke otak tergantung pada curah jantung, kadar hemoglobin (Hb),

saturasi Hb terhadap oxygen dan fungsi pernapasan. Iskemia melebihi 3-4 menit pada

suhu normal akan menyebabkan kortek serebri rusak menetap, walaupun setelah itu

dapat membuat jantung berdenyut kembali.5

SISTEM PERNAFSAN DAN SIRKULASI


Tubuh manusia terdiri dari beberapa sistem, diantara sistem yang utama adalah sistem

pernafasan dan sistem sirkulasi. Kedua-dua sistem ini, merupakan komponen utama

yang memainkan peranan penting untuk mempertahankan hidup. Jika terganggunya

salah satu fungsi dari sistem ini, ini dapat mengakibatkan ancaman kehilangan nyawa.

Tubuh dapat menyimpan makanan untuk beberapa minggu dan menyimpan air untuk

beberapa hari, tetapi hanya dapat menyimpan oksigen (O2) untuk beberapa menit

saja. 1,3

Sistem pernafasan memberikan pasokan oksigen kedalam tubuh sesuai dengan

kebutuhan dan juga mengeluarkan karbondioksida (CO2). Sistem sirkulasi inilah yang

bertanggungjawab memberikan pasokan oksigen dan nutrisi keseluruh jaringan tubuh.

Diantara komponen- komponen yang berhubungan dengan sirkulasi adalah jantung,

pembuluh darah yang terdiri dari artery, vein, dan capillary, serta darah dan

komponen-komponennya.3

Dalam sistem sirkulasi, jantung berfungsi untuk memompa darah dan kerjanya sangat

berhubungan erat dengan sistem pernafasan. Pada umumnya, semakin cepat kerja

jantung berlaku, semakin cepat pula frekuensi pernafasan dan sebaliknya. Terdapat

banyak sebab jantung dapat berhenti bekerja antaranya penyakit jantung, gangguan

pernafasan, syok, penurunan kesadaran, dan komplikasi penyakit lain,seperti stroke. 5

ESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)


Sebelum melakukan tahapan A (airway) terlebih dahulu dilakukan prosedur awal pada

korban, yaitu memastikan situasi dan keadaan pasien aman atau tidak dengan

memanggil nama atau sebutan Pak!!!, Bu!!!!, Mas!!!, Mbak!!!, dll yang umum

dengan keras disertai menyentuh atau menggoyangkan bahu dengan mantap, sambil

memanggil namanya. Prosedur ini disebut sebagai teknik “touch and talk”. Hal ini

cukup untuk membangunkan orang tidur atau merangsang seseorang untuk bereaksi.

Jika tidak ada respon, kemungkinan pasien tidak sadar. Terdapat tiga derajat tingkat

kesadaran, yaitu, sadar penuh, setengah sadar, dan tidak sadar. Sadar penuh yang

bererti pasien dalam keadaan sadar, berorientasi baik terhadap diri, waktu dan tempat,

setengah sadar yang bererti pasien mengantuk atau bingung, manakala pasien tidak

sadar bererti pasien tidak ada apa-apa respon.1,5

Jika pasien berespon tinggalkan pada posisi dimana ditemukan dan hindari

kemungkinan resiko cedera lain yang bisa terjadi dan analisa kebutuhan tim gawat

darurat. Jika sendirian, tinggalkan pasien sementara, mencari bantuan. Observasi dan

kaji ulang secara regular. Jika pasien tidak berespon berteriak minta tolong.

Kemudian atur posisi pasien, sebaiknya pasien terlentang pada permukaan keras dan

rata. Jika ditemukan

tidak dalam posisi terlentang, terlentangkan pasien dengan teknik log roll, secara

bersamaan kepala, leher dan punggung digulingkan. Atur posisi untuk penolong.

Berlutut sejajar dengan bahu pasien agar secara efektif dapat memberikan resusitasi

jantung paru (RJP).5


Terakhirnya, nadi karotis diperiksa. Menurut AHA Guideline 2010 tidak menekankan

pemeriksaan nadi karotis sebagai mekanisme untuk menilai henti jantung karena

penolong sering mengalami kesulitan mendeteksi nadi. Jika dalam lebih dari 10 detik

nadi karotis sulit dideteksi, kompresi dada harus dimulai. Penolong awam tidak harus

memeriksa denyut nadi karotis. Anggap cardiac arrest jika pasien tiba-tiba tidak sadar,

tidak bernapas atau bernapas tapi tidak normal (hanya gasping).5

A (Airway)

Pastikan jalan nafas terbuka dan bersih yang memungkinkan pasien dapat bernafas.

Pemeriksaan Jalan Nafas

Untuk memastikan jalan nafas bebas dari sumbatan karena benda asing. Bila

sumbatan ada dapat dibersihkan dengan tehnik cross finger ( ibu jari diletakkan

berlawan dengan jari telunjuk pada mulut korban). Cara melakukan tehnik cross finge

adalah pertama sekali silangkan ibu jari dan telunjuk penolong. Kemudian, letakkan

ibu jari pada gigi seri bawah korban dan jari telinjuk pada gigi seri atas. Lakukan

gerakan seperti menggunting untuk membuka mulut korban. Akhirnya, periksa mulut

setelah terbuka apakah ada cairan,benda asing yang menyumbat jalan nafas.5
Membuka Jalan Nafas

Pada korban yang tidak sadar tonus otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan

menutup faring dan laring sehingga menyebabkan sumbatan jalan nafas. Keadaan ini

dapat dibebaskan dengan tengadah kepala topang dahi (Head tild Chin lift) dan

manuver pendorongan mandibula (Jaw thrush manuver). Cara melakukan teknik Head

tilt chin lift (gambar 1a) ialah letakkan tangan pada dahi korban,kemudian tekan dahi

sedikit mengarah ke depan dengan telapak tangan penolong. Letakkan ujung jari

tangan lainnya dibawah bagian ujung tulang rahang korban. Tengadahkan kepala dan

tahan serta tekan dahi korban secara bersamaan sampai kepala pasien/korban pada

posisi ekstensi. Manakala, cara untuk melakukan teknik jaw thrust manuvere (gambar

1b) adalah letakkan kedua siku penolong sejajar dengan posisi korban. Kemudian,

kedua tangan memegang sisi kepala korban. Penolong memegang kedua sisi rahang

dan kedua tangan penolong menggerakkan rahang keposisi depan secara perlahaan.

Akhirnya, pertahankan posisi mulut korban tetap terbuka.1,5

Apabila terdapat benda asing yang mengobstruksi jalur nafas pasien,ia dikeluarkan.

Kemudian cek tanda kehidupan iaitu respon dan suara napas pasien. Jangan

mendongakkan dahi secara berlebihan, secukupnya untuk membuka jalan napas saja,

karena pasien boleh ada cedera leher. 2,5


Menurut AHA Guideline 2010 merekomendasikan untuk gunakan head tilt-chin lift

untuk membuka jalan napas pada pasien tanpa ada trauma kepala dan leher. Sekitar

0,12-3,7% mengalami cedera spinal dan risiko cedera spinal meningkat jika pasien

mengalami cedera kraniofasial dan/atau GCS <8. Manakala, gunakan jaw thrust jika

suspek cedera servikal. Pada pasien suspek cedera spinal lebih diutamakan dilakukan

restriksi manual (menempatkan 1 tangan di ditiap sisi kepala pasien) daripada

menggunakan spinal immobilization devices karena dapat mengganggu jalan napas

tapi alat ini bermanfaat mempertahankan transportasi.5 kesejajaran spinal selama

1. Mulut ke mulut

Merupakan cara yang cepat dan efektif. Pada saat memberikan penolong tarik nafas

dan mulut penolong menutup seluruhnya mulut pasien/korban dan hidung

pasien/korban harus ditutup dengan telunjuk dan ibu jari penolong.Volume udara

yang berlebihan dapat menyebabkan udara masuk ke lambung. 5

2. Mulut ke hidung

Direkomendasikan bila bantuan dari mulut manuver.4 korban tidak

memungkinkan,misalnya korban mengalami trismus atau luka berat. Penolong

sebaiknya menutup mulut korban pada saat


(b)

Gambar 1. Pembebasan Jalan Nafas (a) teknik

Head tilt chin lift dan (b) tehnik jaw thrust

B (BREATHING)

Breathing terdiri dari 2 tahap iaitu :

A) Memastikan korban tidak bernafas atau tidak. Dengan cara melihat pergerakan

naik turunya dada (look), mendengar bunyi nafas (listen) dan merasakan hembusan

nafas (feel), dengan teknik penolong mendekatkan telinga diatas mulut dan hidung

korban sambil tetap mempertahankan jalan nafas tetap terbuka. Ini dilakukan tidak

lebih dari 10 detik (gambar 2).5

Gambar 2. Evaluasi pernafasan


B) Memberikan bantuan nafas

Bantuan nafas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung, mulut ke

stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan). Bantuan nafas diberikan sebanyak 2

kali, waktu tiap kali hembusan 1,5 – 2 detik. 5

memberikan bantuan nafas. 5

Gambar 4. Pernafasan dari mulut ke hidung

3. Mulut ke stoma

Dilakukan pada korban yang terpasang trakheostomi atau mengalami laringotomi.

(gambar5).5

C (CIRCULATION)

Nilai sirkulasi darah korban dengan menilai denyut arteri besar (arteri karotis, arteri

femorsalis). Berikut merupakan langkah-langkah RJP iaitu :


1. Apabila terdapat denyut nadi maka berikan pernafasan buatan 2 kali

2. Apabila tidak terdapat denyut nadi maka lakukan kompresi dada sebanyak 30 kali.

Gambar 6. Posisi tangan pada kompresi dada

3. Posisi kompresi dada, dimulai dari melokasi processus xyphoideus dan tarik garis

ke kranial 2 jari diatas processus xyphoideus dan lakukan kompresi kepada tempat

tersebut (gambar 6).

4. Kemudain berikan 2 kali nafas buatan dan teruskan kompresi dada sebanyak 30

kali. Ulangi siklus ini sebanyak 5 kali dengan kecepatan kompresi 100 kali permenit.

(gambar 7)

5. Kemudian check nadi dan nafas korban apabila :

a) Tidak ada nafas dan nadi: teruskan RJP sampai bantuan datang.

b) Terdapat naditetapi tidakan nafas : mulai lakukan lakukan pernafasan buatan.

c) Terdapat nadi dan nafas : korban membaik.

SPESIFIK PENOLONGAN YANG DAPAT MEMBERIKAN RJP

1. Penolong yang tidak terlatih (Untrained lay rescuer)Untuk orang awam yang tidak

berpengalaman hanya kompresi dada yang dilakukan.5

2. Penolong yang terlatih (Trained lay rescuer) harus memberikan kompresi dada

untuk pasien yang SCA dan dapat memberikan ventilasi dengan maka perbandingan

30 : 2. 5

3.Penyedia pelayan kesehatan (Healthcare Provider).5


Resusitasi yang diberikan tergantung kasus yang dihadapi. Jika ada pasien yang lemas

ataupun yang mempunyai obstruksi jalan pernapasan dan mengalami penurunan

kesadaran, CPR juga dapat diberikan dengan kompresi dada sebanyak 30 kali dan

diteruskan dengan ventilasi. Jika menemukan pasien yang tidak responsif atau tidak

bernafas, asumsi SCA selalu dilakukan.

15. Bagaimana cara melakukan RJP sesuai AHA 2015?

16. Apa saja komplikasi yang mungkin terjadi?

7.1 Gangguan Hemodinamik

7.1.1. Gagal Jantung

7.1.1.1. Hipotensi

7.1.1.2. Kongesti paru

7.1.1.3. Keadaan output rendah

7.1.1.4. Syok kardiogenik

7.1.2. Aritmia dan gangguan konduksi dalam fase akut

7.1.2.1 Aritmia supraventrikular

7.1.2.2. Aritmia ventrikular

7.1.2.3. Sinus bradikardi dan blok jantung


7.2. Komplikasi kardiak

7.2.1. Regurgitasi katup mitral

7.2.2. Ruptur jantung

7.2.3. Ruptur septum ventrikel

7.2.4. Infark ventrikel kanan

7.2.5. Perikarditis

7.2.6. Aneurisma ventrikel kiri

7.2.7. Trombus ventrikel kiri

Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut PERKI 2015


- shock cardiogenic

- PEA

- ventricle free wall rupture


https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/22795423/
https://www.ahajournals.org/doi/10.1161/circ.110.9.e82#

Anda mungkin juga menyukai