Anda di halaman 1dari 24

Step 1

Suara berkumur / Gurgling : adanya benda cair di tenggorokan sehingga menimbulkan suara
seperti berkumur, dicek dengan cross finger atau finger sweep
Triple airway manuever : manuver untuk membebaskan jalan nafas, dengan cara jaw thrust,
head tilt, dan chin lift.
Ekstensikan temporal  head lift ( kepala menengadah)  chin lift ( mengangkat dagu)  jaw
thrust ( mengangkat rahang)  menarik dasar lidah yang menurtupi jalan nafas  pastikan
tidak ada trauma berbahaya di leher
Primary survey : langkah pertama untuk menangani kasus trauma,
Advanced airway : kelanjutan dari primary survey, dengan alat.
Alatnya berupa pipa yang dimasukkan ke trakea yang memiliki balon
Definitive airway : alat yang berupa cricoidotomi, nasotracheal, orotracheal
NRM ( non re-breathing mask) : masker untuk mengalirkan o2 dengan konsentrasi 80-100%.
Memiliki 2 katup, yang terbuka saat insiprirasi dan tertutup saat ekspirasi  untuk mencegah
udara masuk saat inspirasi
Step 2
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi jalan napas ?
2. Apa saja klasifikasi sumbatan jalan napas ?
3. Apa saja etiologic dari sumbatan jalan napas ?
4. Bagaimana patologi dari sumbatan jalan napas ?
5. Apa saja akibat lanjut dari sumbatan jalan napas (hipoksia) ?
6. Mengapa didapatkan gurgling, epistaksis, dan edema periorbital (+/+) ?
7. Bagaimana cara mengukur SpO2 ?
8. Bagaimana interpresi pemeriksaan ( GCS E3V4M5, Tekanan darah 100/60 mmHg, denut
jantung 115 x/ menit, RR 28x.menit, SpO2 96%) ?
9. Bagaimana algoritma penatalaksanaan pada pasien tersebut ?
10. Bagaimana prosedur primary survey dan tujuan serta indikasinya ?
11. Jelaskan prosedur triple airway manuver dan manuver lainnya ?
12. Bagaimana prosedur pemasangan NRM ?
13. Bagaimana pemasangan dari definitive airway ?
14. Apa komplikasi jika pemasangan definitive airway gagal ?
Step 3
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi jalan napas ?
 System pernapasan :
Nares anterior, cavum nasal, nares posterior, nasofaring, orofaring, laringofaring, laring,
trachea, bronkus prinsipalus/primer, bronkus lobaris/sekunder, bronkus
segmentalis/tersier, bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorius, ductus alveolus,
saccus alveolus, alveoli.
 Berdasarkan fisiologi :
Sebagai konduksi  terdiri dari nares anterior-bronkiolus terminalis
Sebagai respirasi  terdiri atas bronkiolus respiratorius-alveoli
 Pusat pengaturan :
a. Volunteer : di korteks serebri
b. Involunter : di medulla oblongata dan pons
2. Apa saja klasifikasi sumbatan jalan napas ?
Menggunakan Jackson :
I. Retraksi suprasternal ringan, belum ada tanda ketakutan
II. Retraksi suprasternal + , ada ketakutan, tanda epigastrial +
III. Retraksi suprasternal +, klavikula +, interkosta +, epigastrial +, adanya
usaha menarik napas dan kelelahan
IV. Retraksi ++, mulai sianosis, adanya ketakutan, menolak makan/minum
Klasifikasi :
a. Total : dalam keadaan sadar. Tidak sadar, akibat adanya benda asing yang
menyangkut
b. Parsial : masih bias bernapas yang ditandai dengan adanya suara-suara
a. Bila cairan : gurgling
b. Bila benda padat: snoring
3. Apa saja etiologic dari sumbatan jalan napas ?
Biasanya pada dasar lidah ( sering menyumbat jalan napas pada pasien koma  tidak
mampu mengangkat dinding dasar lidah), palatum mole , sumbatan benda asing
( cairan atau benda padat dalam saluran napas yang tidak dapat ditelan atau dibatukkan
)
Terjadi pada jalan napas bagian bawah : bronkospasme atau secret

4. Bagaimana patologi dari sumbatan jalan napas ?


 Sumbatan jalan napas  tampak sesak napas  RR meningkat akibat adanya
obstruksi
 Penggunaan oto-otot pernapasan tambahan
 Gangguan difusi O2  saturasi O2 turun, sianosis
 Penurunan/gangguan tingkat kesadaran
 Hipoksia : defisiensi oksigen  menyebabkan cedera dan kematian sel
Jenis :
a. Hipoksia hipoksik : O2 yang masuk ke paru paru kurang  O2 di darah berkurang,
akibat obstruksi jalan napas
b. Hipoksia anemik : hipoksia akibat Hb darah tidak bias mengikat/membawa O2 yang
cukup untuk metabolisme sel, seperti pada keracuna CO
c. Hipoksia stagnan : akibat Hb tidak mampu membawa O2 ke jaringan, seperti pada
Heart failure, emboli
d. Hipoksia histotoksik : akibat jaringan tidak dapat menyerap O2, seperti pada
keracunan sianida

5. Apa saja akibat lanjut dari sumbatan jalan napas (hipoksia) ?


O2 berkurang  suplai ke organ berkurang  kematian sel di organ lainnya
O2 berkurang  suplai ke otak berkurang  kematian sel otak  penurunan kesadaran
Kehilangan kemampuan kognitif (GCS<8) dapat menyebabkan koma

6. Mengapa didapatkan gurgling, epistaksis, dan edema periorbital (+/+) ?


Gurgling : pada saat kecelakaan, darah yang berasal dari epistaksis posterior menutupi
saluran pernapasan
Epistaksis : akibat trauma mengenai pembuluh darah di hidung atau akibat dari edema
periorbital
Edema periorbital : akibat trauma/ rupture basis cranii, pembuluh darah di periorbital
pecah, selain itu juga dapat menyebabkan epistaksis posterior
Jika ada fraktur di kepala  dapat menyebabkan kelumpuhan di otot-otot laring
7. Bagaimana cara mengukur SpO2 ? alatnya apa dan cara memeriksanya bagaimana ?
Saturasi oksigen arteri : SaO2
Saturasi oksigen vena : SvO2
Tissue oksigen saturasi : StO2
SpO2 : saturasi oksigen perifer dengan oksimeter pulse, normalnya 95%-100%. Bisa
menggunakan kanul nasal
Derajat hipoksia
Hipoksia ringan : 90-94%  dibantu dengan kanul
Hipoksia ringan-berat : 85-89%  dibantu dengan sungkup
Hipoksia berat : <85%  dapat mengancam nyawa, dapat dibantu dengan ventilator

8. Bagaimana interpresi pemeriksaan ( GCS E3V4M5, Tekanan darah 100/60 mmHg,


denyut jantung 115 x/ menit, RR 28x.menit, SpO2 96%) ?
GCS E3V4M5 : sebutkan gradenya
E3 : dapat membuka mata bila diajak bicara
V4 : menjawab pertanyaan dengan kacau
M5 : gerakan normal tapi ada getaran untuk menyingkirkan rangsangan
GCS 12 : apatis
SpO2 96% : normal
RR 28x/menit : meningkat
HR : 115x/menit : meningkat
9. Bagaimana algoritma penatalaksanaan pada pasien tersebut ?
1. Primary survey : ABCDE
2. Adakah sumbatan jalan napas : adakah suara tambahan ? jika ada : bersihkan jalan
napas ( finger sweep ( di hipofaring), kontraindikasi : fraktur leher  lakukan jaw
thrust
3. Abdominal manuver
10. Bagaimana prosedur primary survey dan tujuan serta indikasinya ?
Primary survey : penilaian awal pada trauma dengan kondisi yang mengancam
ABCDE
Airway : menilai jalan napas : apabila ada sumbatan lakukan chin lift, suction
Breathing : membebaskan jalan napas dan menguatkan jalan napas : dekompresi,
menutup trauma
Circulation : menilai sirkulasi : melihat warna kulit, kemerahan pada pipi,
menggerakkan ekstremitas, tanda lain seperti sianosis
Disability : pemeriksaan neurologi dengan AVPU ( awake, verbal, painfull,
unresponsive)atau dengan GCS atau reflex pupil
Exposure : nilai adakah luka pada pasien, beri pasien pasien selimut supaya hangat

Indikasi :
Melakukan pengkajian dan treatmen dengan tepat dan cepat pada korban cedera
Pasien sukar bernapas
Kontraindikasi : kondisi lingkungan yang berbahaya ( api, beracun, menimbulkan
ledakan)

11. Jelaskan prosedur triple airway manuver dan manuver lainnya ? tambahkan gambar
Prosedur triple airway manuver :
Head tilt : angkat kepala dagu didorog ke atas . hindari pada pasien cedera leher. Efektif
untuk obstruksi jalan napas atas. Gunakan dorongan kepala, taring dagu, tarik rahang
untuk ventilasi.
Head tilt : dipegang di kepala
Chin lift : tangan di depan
Jaw thrust : jari di kedua sisi antara sudut rahang dan telinga dan rahang ditarik ke
belakang

12. Bagaimana prosedur pemasangan NRM ?


Memberikan O2 konsentrasi 80-100%. Udara inspirasi tidak bercampur dengan udara
ekspirasi.
Prosedur : sambungkan selang ke tabung oksigen, pastikan kantung reservoir
mengembang, pastika katup berfungsi dengan baik, ubah laju aliran O2 menjadi 10-15
L/menit, pasangkan sungkup ke mulut dan hidung, pasang tali elastis untuk menahan
sungkup.
13. Bagaimana pemasangan dari definitive airway ?
Surgical : membuat lubang pada leher dan dipasang pipa
Pipa krikotiroidotomi : operasi dengan membuat sayatan di trakea, dengan 2 cara :
tiroidotomi ( pembuatan lubang 5-7 mm ) dan jet insufflation ( melalui selaput krikoidea
ke dalam trakea)

Non surgical : orotracheal tube ( dari cavun oris) dan nasotracheal tube ( dari cavum
nasi)
Indikasi : apabila ada kebutuhan terhadap oksigen, ada kebutuhan ventilasi, penurunan
keadaan neurologis
14. Apa komplikasi jika pemasangan definitive airway gagal ?
Pada saat intubasi :
Menyebabkan trauma jalan napas : dislokasi
Pada saat ETT dilakukan : adanya sumbatan
Setelahnya : sesak napas, nyeri tenggorokan, laringospasme
Step 4

Pasien KLL
Primary survey

ABCDE

Tindakan airway

Definitive Non definitive

Surgical :
Tiroidotomi Triple manuever :
jet insufflation Head tilt, chin lift, jaw thrust

Tindakan lanjutan :
Terapi inhalasi
Step 5
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi jalan napas ?
2. Apa saja klasifikasi sumbatan jalan napas ?
 Sumbatan total
Gejala klinis dapat berupa  bising nafas (-), retraksi (-), usaha nafas (-), dalam
5-10 menit jika tidak dikoreksi dapat terjadi asfiksia, apneu, henti jantung
 Sumbatan parsial
Gejala klinis dapat berupa  bising nafas (wheezing, gurgling, snoring, dll);
retraksi; usaha nafas
3. Apa saja etiologic dari sumbatan jalan napas ?

Yusuf M. 2015. Diagnosis Obstruksi Saluran Nafas Atas pada Dewasa Dan Anak

Penyebab sumbatan jln nafas yg sering dijumpai adalah :


BAGIAN ATAS
 Dasar lidah
Sering menyumbat jln nafas pd penderita koma krn pd penderita koma otot lidah
dan leher lemas sehingga tdk mampu mengangkat dasar lidah dari dinding
belakang farings. Hal ni sering terjadi bila kepala penderita dalam posisi fleksi.
 Benda asing
Seperti tumpahan atau darah di jln nafas bagian atas yg tdk dpt ditelan atau
dibatukkan oleh penderita yg tdk sadar dpt menyumbat jln nafas.
BAGIAN BAWAH
 Bronkospasne
 Edema mukosa
 Sekresi bronkus
 Masuknya isi lambung atau benda asing ke dlm paru.
Dr. Soenarjo Sp.An,KIC., Buku Penanganan Penderita Gawat Darurat
4. Bagaimana patologi dari sumbatan jalan napas ?
5. Apa saja akibat lanjut dari sumbatan jalan napas (hipoksia) ?
- Hipoksia hipoksik  kondisi dimana menurunnya konsentrasi O2 pada udara
yang dihirup atau karena adanya gangguan jalan napas
- Hipoksia anemi  kondisi dimana adanya gangguan pada fungsi transport
hemoglobin
- Hipoksia sirkulasi/iskemik  kondisi dimana adanya sumbatan local maupun
total pada sirkulasi
- Hipoksia histotoksik  kondisi dimana jaringan tidak mampu untuk
memanfaatkan oksigen

6. Mengapa didapatkan gurgling, epistaksis, dan edema periorbital (+/+) ?


7. Bagaimana cara mengukur SpO2 ? apa saja alatnya dan bagaimana cara
menggunakannya?
Saturasi oksigen perifer (Sp O2) adalah estimasi dari tingkat kejenuhan oksigen yang
biasanya diukur dengan oksimeter pulse. Alat yang digunakan adalah oksimetri nadi yang
terdiri dari dua diode pengemisi cahaya (satu cahaya merah dan satu cahaya inframerah)
pada satu sisi probe, kedua diode ini mentransmisikan cahaya merah dan inframerah
melewati pembuluh darah, biasanya pada ujung jari atau daun telinga, menuju
fotodetektor pada sisi lain dari probe (Welch, 2005)

8. Bagaimana interpresi pemeriksaan ( GCS E3V4M5, Tekanan darah 100/60 mmHg, denut
jantung 115 x/ menit, RR 28x.menit, SpO2 96%) ? tambahkan klasifikasi GCS
9. Bagaimana algoritma penatalaksanaan pada pasien tersebut ?
Advance Trauma Life Support for Doctors 9th edition. American Collage of
Surgeons;2012

10. Bagaimana prosedur primary survey dan tujuan serta indikasinya ?


Pengelolaan trauma ganda yang berat memerlukan kejelasan dalam menetapkan prioritas.
Tujuannya adalah segera mengenali cedera yang mengancam jiwa dengan Survey Primer,
seperti :
- Obstruksi jalan nafas
- Cedera dada dengan kesukaran bernafas
- Perdarahan berat eksternal dan internal
- Cedera abdomen
Jika ditemukan lebih dari satu orang korban maka pengelolaan dilakukan berdasar prioritas
(triage). Hal ini tergantung pada pengalaman penolong dan fasilitas yang ada. Survei ABCDE
(Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure) ini disebut survei primer yang harus selesai
dilakukan dalam 2 - 5 menit.
Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bicara dan bernafas dengan bebas ? Jika ada
obstruksi maka lakukan :
- Chin lift / jaw thrust (lidah itu bertaut pada rahang bawah)
- Suction / hisap (jika alat tersedia)
- Guedel airway / nasopharyngeal airway
- Intubasi trakhea dengan leher di tahan (imobilisasi) pada posisi netral
Breathing
Menilai pernafasan cukup. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas bebas. Jika pernafasan
tidak memadai maka lakukan :
- Dekompresi rongga pleura (pneumotoraks)
- Tutuplah jika ada luka robek pada dinding dada
- Pernafasan buatan
- Berikan oksigen jika ada
Sirkulasi
Menilai sirkulasi / peredaran darah. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas bebas dan
pernafasan cukup. Jika sirkulasi tidak memadai maka lakukan :
- Hentikan perdarahan eksternal
- Segera pasang dua jalur infus dengan jarum besar (14 - 16 G)
- Berikan infus cairan
Disability
Menilai kesadaran dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respons terhadap nyeri atau sama
sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur Glasgow Coma Scale.
A : Awake
V : respon bicara
P : respon nyeri
U : tidak ada respon
Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cedera yang mungkin ada.
Jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang belakang, maka imobilisasi in-line harus
dikerjakan.
Primary Trauma Care Indonesia

11. Jelaskan prosedur triple airway manuver dan manuver lainnya ? sertakan gambar
 Head tilt
Letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah, sehingga kepala
menjadi tengadah sehingga penyangga lidah terangkat ke depan.

 Chin lift
jari-jari salah satu tangan ditempatkan di bawah mandibula, yang kemudian
diangkat dengan lembut ke atas untuk membawa dagu ke anterior. Jempol tangan
yang sama dengan ringan menekan bibir bawah untuk membuka mulut

 Jaw Thrust
Dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan sehingga barisan gigi bawah
berada di depan barisan gigi atas. Atau gunakan ibu jari ke dalam mulut dan
bersama dengan jarijari lain tarik dagu ke depan.
Advance Trauma Life Support for Doctors 9th edition. American Collage of
Surgeons;2012
12. Bagaimana prosedur pemasangan NRM ?
Pemberian oksigen kepada klien dengan menggunakan masker yang dialiri oksigen dengan
posisi menutupi hidung dan mulut klien. Masker oksigen umumnya berwarna bening dan
mempunyai tali sehingga dapat mengikat kuat mengelilingi wajah klien. Bentuk dari face mask
bermacam-macam. Perbedaan antara rebreathing dan non-rebreathing mask terletak pada
adanya vulve yang mencegah udara ekspirasi terinhalasi kembali. (Aryani, 2009:54)
 Macam Bentuk Masker :
 Simple face mask mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen 40-60% dengan
kecepatan aliran 5-8 liter/menit.
 Rebreathing mask mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen 60-80% dengan
kecepatan aliran 8-12 liter/menit. Memiliki kantong yang terus mengembang baik,
saat inspirasi maupun ekspirasi. Pada saat inspirasi, oksigen masuk dari sungkup
melalui lubang antara sungkup dan kantung reservoir, ditambah oksigen dari
kamar yang masuk dalam lubang ekspirasi pada kantong. Udara inspirasi sebagian
tercampur dengan udara ekspirasi sehingga konsentrasi CO 2 lebih tinggi daripada
simple face mask. (Tarwoto&Wartonah, 2010:37)
Indikasi : klien dengan kadar tekanan CO2 yang rendah. (Asmadi, 2009:33)
 Non rebreathing mask mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen sampai 80-
100% dengan kecepatan aliran 10-12 liter/menit. Pada prinsipnya, udara inspirasi
tidak bercampur dengan udara ekspirasi karena mempunyai 2 katup, 1 katup
terbuka pada saat inspirasi dan tertutup saat pada saat ekspirasi, dan 1 katup
yang fungsinya mencegah udara kamar masuk pada saat inspirasi dan akan
membuka pada saat ekspirasi. (Tarwoto&Wartonah, 2010:37)
Indikasi : klien dengan kadar tekanan CO2  yang tinggi. (Asmadi, 2009:34)
Tujuan  Memberikan tambahan oksigen dengan kadar sedang dengan konsentrasi
dan kelembaban yang lebih tinggi dibandingkan dengan kanul. (Suparmi, 2008:68)
Prinsip  Mengalirkan oksigen tingkat sedang dari hidung ke mulut, dengan aliran
5-6 liter/menit dengan konsentrasi 40 - 60%. (Suparmi, 2008:68)
13. Bagaimana pemasangan dari definitive airway ?

 Non Surgical
Endotrakeal tube (Orotrakeal dan nasotrakeal tube)
- Pastikan ventilasi aman
- Pasang dan cek semua keperluan peralatan.
- Pilih ukuran ET tube yang tepat
- Pilih tipe dan ukuran yang tepat dari blade laringoskop yang akan digunakan.
- Cek lampu, tes fungsi ET tube secara menyeluruh
- Masukkan stilet dan lubrikasi ET tube.
- Tempatkan kepala pada posisi netral atau sniffing
- Bersihkan jalan nafas jika diperlukan.
- Masukkan blade laringoskop
- Pegang laringoskop dengan tangan kiri.
- Masukkan laringoskop di sisi kanan mulut pasien, sisihkan lidah ke sisi kiri.
- visualisasi epiglotis dan vocal cords
- Masukkan ET tube, sesuaikan kedalamannya dengan jenis kelamin.
- Kembangkan cuff nya untuk mencapai seal yang tepat
- Perhatikan pergerakan dinding dada dan auskultasi suara nafas
- Fiksasi posisi ET dengan plester
- Berikan bantuan ventilasi lewat ET tube

Analisa Hasil Tindakan

- Cek suara nafas di kedua lapang paru pada daerah apek dan basal (pastikan suara nafas
vesikuler simetris).
- Jika tidak ada suara nafas , pastikan tidak terjadi laringospasme atau bronkospasme dengan
melihat tanda-tanda klinis yang lain.
- Jika terdengar suara nafas di lambung, ETT di cabut.
- Lakukan ventilasi dan oksigenisasi lagi.
- Lakukan intubasi ulang
 Surgical
- Trakheostomi
Posisi penderita tidur terlentang  kepala hiperekstensi (punggung diganjal bantal) 
desinfectan  pasang doek steril  beri anestesi dan vasokonstriktor (Infiltrasi lidokain
dan epinefrin)  Insisi secara vertikal antara kartilago tiroid sampai batas atas
suprasternal  perlebar dengan retractor  Insisi di garis tengah dipisahkan
(diperdalam) lapis demi lapis, vena jugularis anterior disisihkan, arteri tiroid disisihkan
dan ismus disisihkan kearah atas  Insisi diteruskan lapis demi lapis hingga tampak
trachea  dilakukan pungsi percobaan dengan spuit berisi NaCl dan tampak udara
masuk dan cairan bergelembung pada spuit saat diaspirasi  selanjutnya trakhea
diinsisi pada ring kedua dan ketiga dari arah inferior ke superior  Kanul trakhea
diinsersikan secara lembut dan dilakukan tes benang dimana benang akan bergerak oleh
hembusan udara dari kanul trakheostomi  Kanul trakheostomi difiksasi dengan
meniup balon kanul, tali pita leher dipasang  luka operasi dijahit secara longgar bagian
atas dan bawah.
- Krikotirotomi
 Menggunakan jarum (needle/cannula cricothyrotomy)
Pasien dalam posisi supine dengan ekstensi pada leher  identifikasi membran
krikotiroid dengan jari telunjuk dan stabilkan posisi kartilago tiroid menggunakan
jarum suntik yang telah dihubungkan dengan iv kateter nomor 12 atau 14 yang berisi
cairan salin dengan sudut 45° kearah kaudal untuk mencegah trauma pada dinding
posterior trakea  cabut jarum dan stylet kemudian dorong kateter lebih jauh
Aspirasi udara untuk memastikan posisi dalam trakea berikan ventilasi inspirasi dan
ekspirasi dengan rasio 1:4 detik  fiksasi kanul kateter.
 Pembedahan (surgical cricothyrotomy)
Pasien tidur posisi supine  posisi leher netral  identifikasi membran krikotiroid,
stabilkan kartilago tiroid dengan tangan kiri insisi kulit transversal sampai membran
krikotiroid  putar pemegang pisau bedah 90° untuk melebarkan jalan nafas  tarik
kartilago krikoid dengan hook krikoid  masukkan kanul trakheostomi yang sesuai 
kembangkan cuff dan berikan ventilasi  observasi pengembangan paru dengan auscultasi
untuk menilai ventilasi yang adekuat  fiksasi kanul pada leher pasien
Tobing J. 2020. Penatalaksanaan Sumbatan Jalan Nafas Atas (Jackson IV) dengan
Krikotirotomi dan Trakeostomi. Jurnal IKRA-ITH Humaniora Vol 4 No 1.
Advance Trauma Life Support for Doctors 9th edition. American Collage of
Surgeons;2012
14. Apa komplikasi jika pemasangan definitive airway gagal ?

Anda mungkin juga menyukai