Anda di halaman 1dari 13

Notulensi Bedah Komprehensif RUU Minerba

17 Mei 2020

Subtema : Proses Hukum dan Dampak Ekonomi RUU Minerba


Pemateri :
1. Kurnia Saleh, S.H.
2. Abdurrohman Hizbulloh
Moderator : Aditya Helmi Pradana

 Sesi 1 (Kurnia Saleh, S.H.)


Materi :
Bagaimana Kedudukan Negara dan Rakyat dalam Mengelola dan Memilki SDA
Pertambangan Minerba?
Negara, rakyat dan kekayaan alam, bumi, air dan kekayaan alam diatasnya dikuasai
negara untuk kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya yang terapat didalam Konstitusi
UUD NRI Tahun 1945 adalah landasan filsafati kedaulatan dan kepentingan rakyat
sebagai prirotas utama negara. Tak heran jika dalam setiap aktifitasnya, negara
diembankan tanggung jawab untuk mengakomodasi kehendak rakyat, termasuk aktifitas
pengelolaan Sumber daya alam.
Secara prinsip, rakyat adalah pemilik dari semua kekayaan yang berada dalam
yurisdiksi NKRI, negara hanya berperan sebagai pengelola dengan hak menguasainya
agar terciptanya sebuah tertib hukum dalam kehidupan antar rakyatnya, tidak benar jika
negara disebut sebagai pemilik, karena pemilik sebenanrnya adalah rakyat. Negara hanya
organisasi kekuasaan sebagai mandataris rakyat. Kekayaan alam tadi dikelola sedemikan
rupa yang bermuara kepada pemenuhan hal-hal pokok dan substansial untuk
mewujudkan kemajuan indeks kesejahteraan rakyatnya, sebagaimana yang ditegaskan
dalam tujuan negara pada pembukaan relasi negara dan rakyat dalam pengelolaan
kekayaan alam disini sebagai implikasi sistem demokrasi yang diadopsi republik ini,
bahwa segala aktifitas yang dilakukan negara adalah harus linear dengan kehendak
rakyat, dan sebaliknya kehendak rakyat tadi kemudian diberikan kepada negara secara
legacy dan legitimasi sehingga negara dapat menjalankan kewajiban dan wewenangnya
secara hukum dan rakyat wajib untuk taat atas kesepakatan yang dibuat bersama,
mekanisme ini kemudian dikenal dengan paham negara demokrasi konstitusional.

Refleksi arah kebijakan negara beberapa tahun terakhir ini yang coba dibenturkan
dengan demonstrasi mahasiswa.
Komposisi parlemen hari ini sangat mempengaruhi kebijakan yang dibuat. Secara
komposisi dapat dilihat, potensi kebijakan untuk melindungi kepentingan bisnis dapat
dilihat dengan kuantitas 675 anggota DPR-RI, terdapat 262 anggota dengan kualifikasi
sebagai Pengusaha. Semua partai dalam parlemen dipastikan pernah dan korupsi bahkan
sedang korupsi.
1. Demo Mahasiswa
Aksi Gejayan Memanggil dan memakan waktu hampir setengah bulan,
Mahasiswa bergerak menuntut dibatalkannya Pembahasan untuk pengesahaan Paket
UU, beberapa diantaranya UU KPK, R-Kuhp, Hingga UU Minerba, sayangnya
Decision Maker dalam membuat kebijakan hanya dimiliki oleh Parlemen bersama
Presiden bukan Mahasiswa.
2. UU KPK Tetap disahkan
Perjuangan mahasiswa dan rakyat dalam menyuarakan ketidakberpihakannya
pada UU KPK tidak digubris sedikitpun oleh Negara. implikasinya KPK dinilai tidak
bertaji lagi. Hal ini dapat dilihat pada kisah Kasus suap Harun Masiku dan
Komisioner KPU yang sampai hari ini belum juga diproses hukum. KPK lembaga
yang konsen dalam memberatas korupsi seakan sedang dikondisikan guna kelancaran
transaksi kepentingan kedepan. Padahal jika melihat realitas indeks korupsi di
Indonesia ditambah kredibilitas KPK sebagai lembaga aling kredibel pertama
seyogyanya penguatan KPK sebagai keniscayaan bukan malah pelemahannya.
3. UU Cipta Kerja
(Khas dengan Kepentingan Perusahaan dengan cara Menekan Upah Buruh dan
Merusak Lingkungan (No Amdal) dengan klaster-klasternya, Hilangnya Pidana Bagi
Perusahaan diganti menjadi Administratif, Hilangnya Otonomi Daerah dalam
Melakukan pengawasan dan memberikan Perizinan )
4. UU Minerba
Hilangnya Pidana bagi Pejabat yang mengeluarkan izin sekalipun
bertentangan dengan hukum dan hadirnya Pidana bagi Rakyat yang menolak sepakat
menyerahkan lahan kepada Perusahaan.

Bagaimana Revisi UU Minerba hari ini ? yang sekarang telah disahkan menjadi
UU Minerba ?
Problem Hukum Formil dalam Revisi UU Minerba
1. Tidak Memenuhi Kaedah Kepentingan Mendesak
UU Minerba yang lama dengan segala revisi Putusan MK dinilai lebih
demokratis di banding UU Minerba yang baru. Dan sejauh ini, UU Minerba yang
lama sudah cukup memadai untuk mengakomodasi kepentingan pertambangan di
republic ini. Selain itu, tidak etis jika dilihat pada masa pandemic, dimana konstrasi
seyogyanya full untuk keselamatan rakyat, tetapi nalar parlemen hari ini justru bisnis..
arah kebijakn idnonesia selama pandemic tetap saja prioritas keuntungan bisnis,
masih segar dala ingatan kita dimasa awal pandemic, akses investasi dan pariwisata di
deklarasikan kepada dunia, menunjukan seakan Indonesia aman dari corona virus.
2. Tidak Demokrtatis Substansif (Cepat dan Tiba-Tiba tanpa melibatkan stake holder
khususnya Masyarakat)
2 April RUU Minerba selesai dibuatkan Daftar Inventarisir Masalahnya, 11
Mei DPR melalui Komisi Energi menyetujui untuk dilakukan pembahasan dan pada
14 Mei 2020 RUU Minerba disahkan bersama DPR dan Presiden. Tidak ada Tanya
jawab bersama, tidak ada duduk bersama dengan pemangku kepentingan, dan tidak
etis dibahas dimasa paceklik pandemic hari ini belum berhenti merenggut nyawa
warga negara.
3. Tidak Memiliki Ruh Konstitusi Melalui Virtual
Pembahasan RUU yang dihadiri pimpinan DPR dan selebihnya melalui virtual
dirasa tidak selaras dengan ruh konstitusi, bahwa demokrasi membutuhkan eksistensi
fisik dari pemangku kepetingan, bukan problem kuantitas kuorom, tetapi kualitas
demokrasi yang lemah. Selain juga tidak dilibatkannya DPD dalam pembahasan.

Catatan Pasal yang diduga tidak senafas dengan kehendak Konstitusi


1. Pasal 1 ayat (13a)
“Surat Izin Penambangan Batuan, yang selanjutnya disingkat SIPB, adalah
izin yang diberikan untuk melaksanakan kegiatan usaha pertambangan batuan jenis
tertentu atau untuk keperluan tertentu.
Ada ketentuan baru bernama Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB), yakni
izin yang diberikan untuk melaksanakan kegiatan usaha pertambangan batuan jenis
tertentu atau untuk keperluan tertentu. Pasal ini dinilai membuka ruang rente baru.
Maksudnya, potensi untuk korupsi perizinan semakin besar, dengan bertambahnya
instrument perizinan jenis baru..
2. Pasal 1 ayat 28a
“Wilayah Hukum Pertambangan adalah seluruh ruang darat, ruang laut,
termasuk ruang dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah yakni kepulauan
Indonesia, tanah di bawah perairan, dan landas kontinen.”
Pasal ini mengatur bahwa Wilayah Hukum Pertambangan adalah seluruh
ruang darat, ruang laut, termasuk ruang dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah
yakni kepulauan Indonesia, tanah di bawah perairan, dan landasan kontinen. Definisi
yang baru ada di UU anyar ini mengancam ruang hidup masyarakat karena seluruh
kegiatan, mulai dari penyelidikan hingga pertambangan masuk dalam ruang hidup
masyarakat.
3. Pasal 4 ayat 2 tidak senafas dengan Prinsip Otonomi Daerah
(1)” Penguasaan Mineral dan Batubara oleh negara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan Undang-
Undang ini.
Pasal ini mengatur bahwa penguasaan mineral dan batu bara diselenggarakan
oleh pemerintah pusat. Dalam UU lama, pasal itu juga memberikan kewenangan
untuk pemerintah daerah. UU Minerba baru ini mengatur semua kewenangan
perizinan tak lagi ada di pemerintah daerah, melainkan ditarik ke pusat. Sentralisasi
ini dinilai bertentangan dengan semangat otonomi daerah.
4. Pasal 22
..” Wilayah dalam WP yang dapat ditentukan sebagai WPR harus memenuhi
kriteria:
a. mempunyai cadangan Mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau di antara
tepi dan tepi sungai;
d. luas maksimal WPR adalah 100 (seratus) hektare;
Pasal 22 huruf a dan d tentang kriteria menetapkan WPR telah membuka
ruang bagi penambangan di sungai dengan luas maksimal 100 hektar, setelah
mengubah luas maksimal sebelumnya 25 hektar. Terdapat penambahan 75 hektar
sektor sungai, menunjukan arah kebijakan minerba betul-betul eksploitatif
5. Pasal 162 dan 164
Ps. 162 : Setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan Usaha
Pertambangan dari pemegang IUP, IUPK, IPR atau SIPB yang telah memenuhi
syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (2) dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
Ps. 164 : Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158, Pasal 159,
Pasal 160, Pasal 161, Pasal 161A, Pasal 161B, dan Pasal 162 kepada pelaku tindak
pidana dapat dikenai pidana tambahan berupa:
a. perampasan barang yang digunakan dalam melakukan tindak pidana;
b. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; dan/atau
c. kewajiban membayar biaya yang timbul akibat tindak pidana.
Dua pasal ini dinilai membuka peluang kriminalisasi terhadap warga penolak
tambang. Pasal 162 menyebut bahwa "Setiap orang yang merintangi atau
mengganggu kegiatan Usaha Pertambangan dari pemegang IUP, IUPK, IPR atau
SIPB yang telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat
(2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Adapun Pasal 164 mengatur soal sanksi tambahan bagi orang yang dimaksud
dalam Pasal 162. Sanksi tambahan itu berupa perampasan barang yang digunakan
dalam melakukan tindak pidana, perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak
pidana, dan/atau kewajiban membayar biaya yang timbul akibat tindak pidana.
6. Dihapusnya Pasal Pidana Pejabat yang menyalahgunakan Jabatan pada Pasal 165 UU
Minerba Lama
Pasal 165 dalam UU Minerba lama memuat sanksi pidana bagi pejabat yang
korupsi Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), dan Izin
Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Pasal itu menyebut, "Setiap orang yang mengeluarkan IUP, IPR, atau IUPK
yang bertentangan dengan Undang-Undang ini dan menyalahgunakan
kewenangannya diberi sanksi pidana paling lama 2 (dua) tahun penjara dan denda
paling banyak Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah)." Namun ketentuan ini hilang
dalam UU baru. Sejumlah pihak menilai hilangnya UU ini membuka celah bagi
korupsi di bidang minerba.
7. Pasal 169A
(1) KK dan PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 diberikan
jaminan perpanjangan menjadi IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian
setelah memenuhi persyaratan dengan ketentuan: kontrak/perjanjian yang belum
memperoleh perpanjangan dijamin mendapatkan 2 (dua) kali perpanjangan dalam
bentuk IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian masing–masing untuk
jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun sebagai kelanjutan operasi setelah
berakhirnya KK atau PKP2B dengan mempertimbangkan upaya peningkatan
penerimaan negara.
Pasal ini mengatur tentang perpanjangan kontrak karya (KK) dan Perjanjian
Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) tanpa melalui lelang. KK dan
PKP2B diberi jaminan perpanjangan otomatis 2x10 tahun tanpa harus mengurangi
perluasan wilayahnya
Padahal, UU yang lama mengatur kawasan harus dikembalikan kepada negara
setiap habis kontrak dan dilelang ulang. Pasal dalam UU anyar ini dinilai membuka
celah perpanjangan sejumlah perusahaan raksasa minerba yang akan selesai masa
kontraknya.
8. Pasal 169B ayat (5)
Pemegang KK dan PKP2B dalam mengajukan permohonan IUPK sebagai
kelanjutan Operasi Produksi Kontrak/Perjanjian dapat mengajukan permohonan
wilayah di luar WIUPK untuk tahap kegiatan operasi produksi kepada menteri untuk
menunjang kegiatan usaha pertambangan. Pasal ini dianggap memberikan
keistimewaan bagi pemegang IUPK untuk mendapatkan konsesi tambahan

UU Minerba ini untuk siapa?


Ada sebuah teori terkait pelayanan publik negara kepada rakyatnya.. teori birokrasi
publik marx dan hegel.
Hegel melihat bahwa, pelayanan publik yang optimal adalah apabila negara
memperlakukan ketiga pemangku kepentingan ini sceara sama dan proporsional, itulah
kebijkan publik yang optimal. Hanya saja karl marx tidak sepakat dengan teori ini. Kita
mengenal marx dengan teori kelasnya yang menghendaki suatu masyarakat tanpa adanya
kelas-kelas sosial, betapa perjuangan marx akan kesetaraan untuk sleuruh rakyat dan
rakyat menjadi prioritas marx. Alasan utama marx adalah, jika negara memperlakukan
secara berimbang, maka rakuat sudah pasti kalah, karena rakyat tidak punya power,
uang, dan pengaruh untuk memberikan ongkos kepada negara agar berat sebelah. Maka
pada kasus ini bai marx, rakyat harus diutamakan ketimbang pemodal atau pengusaha.
Sayangnya, baik hegel maupun marx, paham dan teori mereka akan pelayanan publik
tidak laku direpublik ini. Arah kebijakan yang mengarah kepada bisnis dapat kita lihat
sama sama bukan?
Lord Acton, punya jawaban sebetulnya atas situasi hari ini, katanya kekuasaan itu
cenderung korupsi dan kekuasaan yang mutlak pasti korupsi. Determinansi politik
terhadap hukum menurut saya masih berlanjut dan belum melihat titik temu. Diawal-
awal, Kasus suap komisoner KPU dalam kasus PAW ini telah membuktikan bahwa
politik dalam mengkondisikan hukum, kasus perpres BPJS dan UU Minerba yang
dikoreksi MK dan kembali diacuhkan parlemen dan Pemerintah menjadi dugaan menurut
saya betapa poltiik determinan terhadap hukum. Anekdot yang menyebutkan hukum dan
politik merupakan teman seranjang nampkanya dibenarkan, dan sewaktu waktu hukum
dan politik bisa direbut kehormatannya oleh modal. Kasus korupsi telah
mengindikasikan bagaimana relasi anatara kekuasaan politik, hukum dan modal, yang
pada akhirnya menghasilkan hukum yang seusai dengan kehendak poltis yang
dibayarkan melalui pemodal dalam melanggengkan hasrat kekuasaan dan
keuntungannya.

 Sesi 2 (Abdurrohman Hizbulloh)


Materi :
Pembahasan UU Minerba dimulai dari tahun 2009 mengenai kontrak kerja kepada
perusahaan tambang yang ada di Indonesia. Konteks dari UU Minerba begitu banyak
dengan kepentingan yaitu kepentingan negara, perusahaan dan rakyat. Bagaimana kita
memprioritaskan kepentingan tsb?
Pada tahun 2019 di Samarinda, ada seorang anak berumur 1 tahun bernama Ahmad
Setiawan bermain di sebuah lubang bekas tambang yang berakhir tewas tenggelam di
tempat tersebut. Ahmad merupakan korban ke-35 di Kalimantan Timur sepanjang 8
tahun terakhir. Dalam 5 tahun terakhir, bekas lubang tambang sudah memakan +-140
korban jiwa yang didominasi oleh anak-anak.
Kepentingan untuk mengesahkan UU Minerba seringkali bersembunyi dibelakang
kepastian hukum karena dalam karena dalam sisi ekonomi perizinan menjadi poin
penting. Selama ini pengusaha tambang menganggap tidak ada kepastian hukum didalam
ranah pertambangan. Akan tetapi, kepastian hukum ini memperlihatkan betapa lemahnya
pemerintahan ketika berhadapan dengan perusahaan tambang. Pemerintahan seringkali
memberikan kelonggaran hukum kepada pengusaha tambang dengan dalih kontribusi
besar bagi ekonomi negara. Sayangnya, performa pertambangan ini tidak segagah
kelihatannya.
Hal lain dari UU Minerba ini adalah pengusaha tambang membutuhkan kepastian
hukum untuk industri tambang yang dianggap berkontribusi besar dalam ekonomi
negara. Dalam rentang tahun 2012-2016, rata-rata pajak minerba hanya sebesar 2,8%.
Pertambangan minerba selalu mendapatkan nilai dibawah rasio pajak nasional dengan
statistik yang menurun. Dalam sisi ekonomi, yang seharusnya mengkapitalisasinya
adalah rakyat karena pajak dibayarkan setiap tahunnya.
Nyawa 140 orang dihadapkan oleh regulasi yang telah disahkan. Selain pajak yang
menurun, potensi kerugian dari UU Minerba. Sepanjang 2010-2016, batubara teridikasi
menghasilkan 365,3T rupiah. Hal ini dilandaskan sebagai salah satu alasan pokok revisi
UU Minerba. Ada beberapa masalah dalam UU Minerba :
1. Lemahnya keterkaitan UU Minerba dalam mendorong penggunaan energi baru
terbarukan yang ramah lingkungan
2. Revisi UU Minerba menempatkan kekayaan minerba sebagai komunitas bukan
sebagai rencana ketahanan energi kedepannya
3. Lemahnya perlindungan hak-hak rakyat dalam penetapan wilayah tambang
Disahkannya Revisi UU no 4 tahun 2009 tentang Minerba merupakan angin segar
untuk pengusaha tambang terutama bagi omega kontrak karya dan perusahaan perjanjian
karya pertambangan batubara (PKP2B). Dalam 5 tahun mendatang, ada 7 PKP2B yang
habis kontrakkya antara lain PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT
Kaltim Prima Coal, PT Multi Harapan Utama, PT Adora Indonesia, PT Kideko Jaya
Agung, PT Brau Coal. Mereka membutuhkan UU ini agar PKP2B bisa tetap berjalan
agar otoritas dipegang oleh perusahaan itu sendiri. Dengan syarat peningkatan
pendapatan negara; menaikan royalti batutara 5%, penambahan PPH badan 5% dan 10%,
kewajiban melakukan hilirisasi produk seperti konversi batubara menjadi metanol, dll.
Perpanjangan 2x 10 tahun yang diatur dalam revisi UU Minerba pada dasarnya
merupakan hak perusahaan pemegang PKP2B yang telah diatur dalam Perpem no 77
tahun 2014 tentang pelaksanaan kegiatan pertambangan mendukung hal tsb.

 Sesi Pertanyaan (Kurnia Saleh, S.H.)


1. Nama : Cynthia Castelly
Asal/Instansi : Semarang/Universitas PGRI Semarang
Pertanyaan :
Mengapa banyak yg menganggap RUU Minerba banyak mengandung pasal-pasal
bermasalah?
Jawaban :
Yang menjadikan RUU Minerba bermasalah dapat dilihat secara formil dan materil
bahwa secara formil ada ketetapan dalam pembentukan peraturan perundang-
undangan didalam UU no 11 tahun 2012 bahwa mekanisme pembentukan peraturan
perundang-undangan salah satu aspek pentingnya adalah urgensi kerja yang memaksa.
Padahal kali ini, masalah yang paling memaksa adalah pandemi covid-19. Tetapi
justru ada sebuah tindakan dari parlemen dan presiden untuk mengesahkan suatu
kebijakan yang tadinya tidak dikehendaki publik. Permasalahan besar terlepas dari
substansi adalah ketidak linieran kebijakan pemerintah dengan kehendak rakyat. Maka
seyogyanya penyampaian aspirasi rakyat seharusnya diakomodasi oleh negara paling
tidak diadakan diskusi bersama. Tetapi sayangnya, dalam mekanisme pembentukan
UU Minerba ini yang dinilai sangat cepat tidak lagi memperhatikan aspek untuk
membentuk secara demokratis. Maka ketentuan demokrasi secara substansialnya itu
bermasalah. Ini hakikat yang paling tinggi tentang bermasalahnya RUU Minerba,
selain pasal-pasal yang telah dijelaskan.
2. Nama : Dewi Wulanita Pratiwi
Asal/Instansi : Uinsa surabaya
Pertanyaan :
Disahkan RUU minerba ini, apakah ada potensi konflik dalam pelanggaran HAM?
Jawaban :
Ada, konsep pelanggaran HAM dapat dibedakan dengan konsep pidana. Pidana itu
berlaku ada suatu tindak tanduk yang dilakukan warga negara terhadap warga negara.
Tetapi berbeda apabila ada aparat yang membunuh warga negara, hal ini sudah bisa
dianggap pelanggaran HAM. Sederhananya, konsep pelanggaran HAM apabila negara
berperan disini untuk tidak memenuhi, menghormati, dan menjunjung tinggi aspek
HAM. UU Minerba ini saya rasa tidak lagi memberikan kesempatan bagi rakyat untuk
menyampaikan ketidaksetujuan bahkan tidak ada lagi birokrasi antara masyarakat,
perusahaan, dan negara. Kalau rakyat melawan maka rakyat dapat dipidana bahkan
dapat dirampas haknya berupa wilayah tempat tinggal yang akan dijadikan
pertambangan.

3. Nama : Hesti Wahyu Wulansari


Asal/Instansi : Jawa Timur/IAINTA
Pertanyaan :
Begini Kak, menurut Kakak apa yang menyebabkan semua ini terjadi? Apa yang
kurang dari masyarakat sehingga hal demikian terjadi? Dan bagaimana harusnya
masyarakat menyikapi semua ini? Karena mengingat bahwa meskipun hukum
memiliki kadar kekuatan yang mutlak tetap saja hukum masih bisa dibeli. Bahkan
kemakmuran yang dijanjikan kini hanya tinggal angan2 saja.
Jawaban :
Sekarang ini, mandataris dikuasai oleh 3 lembaga yaitu eksekutif, legislatif, dan
yudikatif. Ada yang perlu dibenahi berupa manusianya, banyak dari oknum didalam
pemerintahan tidak memikirkan dampak dari aktivitas yang mereka lakukan diluar
dari undang-undang dan agama. Ada suatu sistem yang sejak awal menimbulkan
permasalahan, yakni sistem pengisian jabatan. Dalam sistem ini, memang
menggunakan sistem demokrastis berupa pemilu, tetapi demokratis dilapangan
berbeda dengan konseptual. Ada suara yang bisa dibeli artinya ada korelasi dengan
pemodal dan politikus. Dimana pemodal memfasilitasi politikus, lalu politikus
membuat kebijakan untuk kenyamanan pemodal. Kita perlu memikirkan kembali
tatanan pengisian jabatan yang akan menghasilkan wakil rakyat yang kapabilitas,
berkualitas, dan berintegritas.

4. Nama : Josua Simbolon


Asal : UNIMED (Medan) jurusan Pendidikan Teknik Elektro
Pertanyaan :
Tadi sudah dijelaskan sedikit banyaknya didalam grup mengenai RUU Minerba, pasal
pasal yang bermasalah, teori birokrasi carl max. Nah, kita sudah tau bahwa banyak
pasal pasal yg memang sangat kontrovesial. Terlebih untuk masyarakat bawah, tidak
ada nya hak veto rakyat. Ini meresahkan, pun kepada mahasiswa yg katanya iron of
stock, agen of change pasti resah akan hal ini. Jadi, apa langkah selanjutnya setelah
diskusi ini? Apa cuma sekedar membahas?
Jawaban :
Ada beberapa misi kenapa perlu dilakukan kajian yaitu menghidupkan kembali nalar
kritis mahasiswa, nalar ini perlu didasari oleh ilmu-ilmu sehingga dapat berbobot
sehingga dapat diperdebatkan dengan parlemen. Pergerakan mahasiswa pada tahun 97
dan sekarang berbeda, pergerakan mahasiswa sekarang terlihat tidak dipersiapkan
dengan matang. Kita dibingungkan oleh banyak sekali hal, kebijakan-kebijakan,
kemudian fokus kita terpisah. Perlunya persiapan yang disebut dengan narasi ilmiah
dalam hal ini keilmuan hukum, kemudian bermuara pada gerakan kita berikutnya
yaitu action. Action disini tidak hanya berbentuk demonstrasi besar-besaran yang
diklasifikasikan sebagai upaya non-mitigasi. Kita punya instrumen-instrumen lain
berupa instumen litigasi, bukan hanya MK yang berupa yudisial review. Kita punya
punya intrumen lain berupa eksekutif dan legislatif review, dimana si pembuat
kebijakan dapat mengkoreksi kebijakan sendiri dengan masukan dari kita. Kita punya
wadah BEM SI, DPM, organisasi pergerakan mahasiswa kedaerahan, yang kalau
bersatu menyampaikan suara kepada negara, itu juga bisa dipertimbangkan.
Mekanisme review ini sebetulnya juga sangat pesimis dilakukan, banyaknya koreksi
MK atas UU yang dihasilkan oleh pemerintah dengan DPR yang seharusnya
diakomodasi malah dihancurkan. Hal ini memperlihatkan betapa carut marut negara
ini, karena yang memegang kendali adalah orang-orang yang tidak berkompeten.
Negara ini tidak hanya butuh seseorang yang pintar, tetapi juga negarawan. Kita juga
lebih membutuhkan orang yang religius dan negarawan didalam satu individu.

5. Nama : Mega ayu lestari


Instansi : IAIN jember
Pertanyaan :
Diantara penjelasan yang paling menarik di saya adalah,pembuaat ruu minerba
yang dianggap terlalu cepat dan disahkan secara cepat pula. Sedangkan dalam
membuat suatu peraturan perundang-undangan harus dibuat secara mendasar.
Berdasarkan hal itu bagaimana pendapat materi mengenai hal ini?jika sebuah
peraturan dibuat terlalu terburu" bukankah akan ada banyak kesalahan?lalu bagaimana
peran kami khususnya mahasiswa untuk menolak uu minerba yang sudah disahkan
saat ini. Sedangkan dalam bentuk penyampaian aspirasi (demonstrasi) tidak sama
sekali dilihat bahkan digubris?
Lalu bagaimana pandangan pemateri bahwa pembuatan uu ini terkesan
tertutup?bagaimana ketidakadilan ini bisa dilawan?jika memang penyampaian
aspirasi belum didengar?perlukah jalur hukum untuk melawan uu minerba ini?jika iya
bagaimana jalur hukum yang ditempuh?
Jawaban :
Ada beberapa misi kenapa perlu dilakukan kajian yaitu menghidupkan kembali nalar
kritis mahasiswa, nalar ini perlu didasari oleh ilmu-ilmu sehingga dapat berbobot
sehingga dapat diperdebatkan dengan parlemen. Pergerakan mahasiswa pada tahun 97
dan sekarang berbeda, pergerakan mahasiswa sekarang terlihat tidak dipersiapkan
dengan matang. Kita dibingungkan oleh banyak sekali hal, kebijakan-kebijakan,
kemudian fokus kita terpisah. Perlunya persiapan yang disebut dengan narasi ilmiah
dalam hal ini keilmuan hukum, kemudian bermuara pada gerakan kita berikutnya
yaitu action. Action disini tidak hanya berbentuk demonstrasi besar-besaran yang
diklasifikasikan sebagai upaya non-mitigasi. Kita punya instrumen-instrumen lain
berupa instumen litigasi, bukan hanya MK yang berupa yudisial review. Kita punya
punya intrumen lain berupa eksekutif dan legislatif review, dimana si pembuat
kebijakan dapat mengkoreksi kebijakan sendiri dengan masukan dari kita. Kita punya
wadah BEM SI, DPM, organisasi pergerakan mahasiswa kedaerahan, yang kalau
bersatu menyampaikan suara kepada negara, itu juga bisa dipertimbangkan.
Mekanisme review ini sebetulnya juga sangat pesimis dilakukan, banyaknya koreksi
MK atas UU yang dihasilkan oleh pemerintah dengan DPR yang seharusnya
diakomodasi malah dihancurkan. Hal ini memperlihatkan betapa carut marut negara
ini, karena yang memegang kendali adalah orang-orang yang tidak berkompeten.
Negara ini tidak hanya butuh seseorang yang pintar, tetapi juga negarawan. Kita juga
lebih membutuhkan orang yang religius dan negarawan didalam satu individu.

6. Nama : Rizki Chrisma Dwi Aprilia


Asal/Instansi : Universitas Jenderal Soedirman
Pertanyaan :
Saya ingin bertanya terkait pasal 1 ayat (13a) yang mengatakan bahwa terdapat Surat
Izin Penambangan Batuan (SIPB) untuk melaksanakan kegiatan usaha pertambangan
batuan jenis tertentu atau untuk keperluan tertentu, lalu bagaimana prosedur untuk
mendapatkan SIPB tersebut dan batuan jenis apa saja serta untuk keperluan apa saja
yang boleh dilakukan dengan SIPB, apakah di atur dalam UU Minerba baru tersebut?
Dan bagaimana pendapat kaka terkait pengesahan uu minerba tersebut padahal jelas2
banyak pasal yg kontroversi, apakah tindakan dpr dan presiden dapat dikenakan
pidana?
Jawaban :
Tidak ada kebijakan yang mengatur bahwa DPR atau Presiden yang mengatur
kebijakan dapat dipidana, karena mereka menjalankan kewanangan legislasi di tataran
UU. Tetapi, saya sedang menyiapkan instrumen baru yang bisa digunakan untuk
memberikan efek jera kepada penguasa yang tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Kita tau sangat sulit memberhentikan presiden secara teknis maupun prinsip,
ketentuan-ketentuan pidana harus dipenuhi baik perbuatan tercela dll yang
menjadikan syarat presiden dapat diberhentikan. Kita membutuhkan forum dari DPR
½+1 untuk mengusulkan ke MK, kemudian MK mempertimbangkan, dari MK
kembali ke DPR, lalu ke MPR. Walau MK memutuskan Presiden bersalah dan wajib
untuk diberhentikan, pada akhirnya akan bermuara di MPR. Dalam situasi hari ini,
ada ketentuan mengenai celah hukum dimana kita dapat memberikan kecaman atau
koreksi terhadap presiden dalam UUD 1945 mengenai perbuatan tercela. Menurut
saya perbuatan tercela itu terjadi, etika kelembagaan antara presiden dengan MK yang
mengoreksi kebijakannya dalam contohnya iuran BPJS yang inkonsisten merupakan
perbuatan tercela. Segala jenis perbuatan Presiden yang menimbulkan inkonsistensi
yang tidak linier antara kehendak rakyat dan negara sudah merupakan perbuatan
tercela. Contohnya, diawal covid-19 Presiden menyatakan bahwa Indonesia tidak
akan terkena corona, bahkan beberapa menteri menjadikan ini sebagai anekdot.
Namun, pada akhirnya Indonesia termasuk negara dengan penyebaran covid-19
terbesar di dunia. Bagaimana teknisnya hanya DPR yang punya kewenangan untuk
memberikan mosi tidak percaya? Ini yang bermasalah, adanya konflik antara DPR
dengan presiden, sehingga birokrasi betul-betul tidak kuat pada hari ini. Kita bisa
mencoba atas nama rakyat mengajukan upaya mosi tidak percaya kepada MK untuk
menurunkan presiden. Ini yang saya maksud People Power selain dari demonstrasi
yaitu menyatukan semua suara atas nama rakyat untuk menurunkan presiden. Tetapi
bukan dalam lingkup makar dan pengkhiatan terhadap negara, ini merupakan kajian
konstitutional yang terbuka secara keilmuan untuk mengawal pergerakan negara dan
kebijakan yang sesuai dengan kehendak rakyat.

 Sesi Pertanyaan (Abdurrohman Hizbulloh)


1. Nama : Josua Simbolon
Instansi : Universitas Negeri Medan Jurusan Pendidikan Teknik Elektro.
Pertanyaan :
Aku rasa Uda dijelaskan dalam VoiceNote tadi perspektif tentang dampak UU
minerba ini. Dan memang fakta bahwa ini angin segar untuk investor. Tidak salah
jika para aktifis sekarang menyebutkan bahwa NKRI adalah Negara Kesatuan
Republik Investor. Semua resah terlebih masyarakat bawah.
Jawaban :
Ini merupakan permasalahan yang harus diatasi sebagai mahasiswa. Lalu bagaimana?
Yaitu dengan edukasi dan kesadaran. Sebagai agent of change, kita dapat
memberikan sumbangsi pemikiran dan persatuan untuk melawan UU Minerba.
Persatuan mahasiswa itu masih sangat kuat karena tidak ada kepentingan lain selain
kepentingan masyarakat luas. Ini dapat dilakukan melalui literasi, karya dan orasi.
Literasi tentang edukasi adanya pernyataan sikap menolak UU Minerba dikaji dengan
prespektif yang variatif. Itu bisa bisa menjadi bargainig position yang kuat di
mahasiswa. Lalu dari orasi, kita dapat menggunakan media sosial sebagai bentuk
perlawanan. Itu merupakan beberapa contoh yang bisa dilakukan sebagai social
control dari UU Minerba ini.

2. Nama : Rizki Chrisma Dwi Aprilia


Asal/Instansi : Universitas Jenderal Soedirman
Pertanyaan :
Bagaimana pandangannya terkait pengesahan uu minerba yang sangat kilat ini
apakah dibentuknya uu minerba tersebut dinilai dapat meningkatkan perekonomian
negara akibat kemunduran perekonomian yang sangat drastis akibat adanya wabah
covid 19 ? Dan bagaimana tips meningkatkan perekonomian negara seperti contoh
yang terjadi pada tahun 2012 terkait pajak daerah yang mengalami kenaikan drastis?
Jawaban :
Adanya perusahaan tambang yang membutuhkan waktu lagi untuk beroperasi itu
sangat membutuhkan UU Minerba ini, karena UU ini sudah ditunggu-tunggu dari
2014. Kenapa cepat? Karena ada urgensinya.
Dari Dirjen Pajak Keungan pada 2020, pajak Januari-Maret mencapai 241.61T atau
setara 14.71% dari APBN 2020. Pertumbuhan tersebut melambat 2.47% biasanya
1.32%. Ditengah pandemi ini, pemerintah memberikan insentif viskal dalam bentuk
pajak ekonomi. Maka dari itu, harus banyak ditingkatkan dari beberapa sektor.
Runtuhnya ekonomi disebabkan oleh kebijakan yang sembrono. Bagaimana
strateginya? Memperluas basis pajak. Misalnya memberikan insentif pajak, dan
pelibatan teknologi dalam akses perpajakan.

3. Nama : Muhammad Syaifudin


Asal/ Instansi : Jawa Timur/IAIN Jember
Pertanyaan :
Apakah disahkannya RUU minerba ini dan penaikan BPJS kesehatan ada sangkut
pautnya dengan negara yang krisis perekonomian ?
Jawaban :
Ini akan lebih tepat bila mereka berada di kotak masing-masing. Namun sayangnya,
UU Minerba ini tidak berpihak kepada masyarakat begitupula BPJS Kesehatan.
Beberapa kenaikan pada BPJS tidak beriringan, kenaikan pada kelas 3 tidak sama
dengan kenaikan dikelas 1. Hanya saja, kita harus melihat dari banyak sudut
pandang. Tidak transparansinya kebijakan ini yang harus kita tuntut.

4. Nama : Yozi Anggara


Asal/Instansi : Bengkulu/Universitas Bengkulu
Pertanyaan :
Sebelum terbentuk UU MINERBA ini, apakah sudah pernah dikaji pemerintah dan
juga pendapat-pendapat para ahli?
Jawaban :
Kebijakan ini sudah dikaji oleh pemerintah dan pendapat para ahli. Di dalam
KESDM, banyak juga profeso, begitupula didalam DPR. Trus apa yang salah? Yakni
tidak adanya transparansi dalam pengesahan kebijakan ini.

5. Nama : Danny Yusuf


Asal/Instansi : Teknik Lingkungan UINSA
Pertanyaan :
1. Berlandaskan pasal 169A tentang perusahaan2 minerba yang telah habis masa
kontraknya akan diperbarui, dalam pembaruan tersebut tempat usahanya sama atau
berbeda?
2. Jika pemerintah daerah hanya mendapatkan lubang tambang apakah rakyat atau
pemda setempat tidak dapat mengambil ke jalur hukum dengan tuntutan tidak ada
reklamasi bekas tambang dengan landasan PP No. 78 th 2010? Jika posisi aliansi dr
masyarakat memperkarakan tersebut apakah akan terjerat pasal 162 yang diketok
kmrn?
Jawaban :
1. Kalau melihat dari kontrakn perizinannya, maka mereka memperpanjang
kontraknya ditempat yang sama dengan perizinannya.
2. Dalam hirarki hukum, UU memiliki tingkat yang lebih tinggi dari PP. Proses
kriminalisasi akan mudah terjadi apabila tidak adanya keselarasan antara
kebijakan dan kehendak masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai