TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Padi
Susanto et al. (2003), menyebutkan klasifikasi tanaman padi sebagai
berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Classis : Monotyledonae
Familia : Gramineae (Poaceae)
Genus : Oryza
Spesies : Oryza sativa
Tanaman padi termasuk jenis tumbuhan semusim. Morfologi tanaman padi
terdiri atas akar, batang, daun, bunga jantan dan buah (Budiharsanto, 2006).
a. Akar
Akar adalah bagian tanaman yang berfungsi menyerap air dan zat
makanan dari dalam tanah, kemudian diangkut ke bagian atas tanaman.
Sistem perakarannya terdiri atas akar serabut, akar rambut, akar tajuk.
b. Batang
Batang tanaman padi beruas-ruas dan panjang tanaman padi tergantung
pada jenisnya.
c. Daun
Daun padi terdiri atas pelepah dan helaian daun. Helaian daun
memanjang dengan ujung daun meruncing, antara pelepah daun dan
helaian daun dibatasi oleh ligula yang berguna untuk menghalangi
masuknya air hujan atau embun ke dalam pelepah daun.
d. Bunga
Tanaman padi merupakan bunga berumah satu artinya bunga jantan dan
bunga betina dalam satu tanaman dan dilindungi oleh pelepah daun.
Bunga jantan masak terlebih dahulu.
5
6
e. Buah
Buah padi terdiri atas embrio (lembaga) terletak pada bagian lemma,
endosperm merupakan bagian dari buah padi yang besar dan bekatul
merupakan bagian dari buah padi yang berwarna coklat.
Menurut Kanisius (1990) cit. Budiharsanto(2006), pertumbuhan padi
dapat dibedakan menjadi tiga fase, meliputi fase vegetatif, generatif dan
reproduktif.
a. Fase vegetatif
Fase vegetatif tanaman padi dimulai pada saat berkecambahnya biji
sampai dengan terbentuk primordia malai. Fase vegetatif meliputi
perkecambahan, pertumbuhan akar, pertumbuhan batang dan pertumbuhan
daun.
b. Fase generatif
Fase generatif yaitu masa bunga padi pada umumnya mengalami
penyerbukan sendiri, namun kadang - kadang penyerbukan silang.
Penyerbukan silang berkisar antara 1% - 5%, pemasakan butir malai ada 4
stadia yaitu masak susu, masak kuning, masak penuh, masak mati.
c. Fase reproduktif
Fase reproduktif tanaman padi terjadi pada saat pembentukan dan
perkembangan kuncup bunga, buah dan biji, atau pada pembesaran dan
pendewasaan struktur penyimpanan makanan.
B. Entomopatogen
Cendawan entomopatogen adalah cendawan yang menjadi parasit pada
serangga. Cendawan ini hidup, tumbuh, dan berkembang dengan mengambil
nutrisi dari inang yang ditumpanginya sehingga inangnya tersebut tidak
mampu melakukan metabolisme yang kemudian akan mati. Cendawan ini
dapat menyerang stadium telur, larva, pupa, maupun stadium dewasa dari
serangga. Awalnya sifat parasit cendawan ini menjadi masalah bagi produksi
yang memanfaatkan serangga, contohnya B. bassiana yang menyebabkan
penyakit “white muscardine” pada ulat sutera. Kasus yang pernah terjadi ialah
merosotnya produksi sutera di Prancis dan Italia yang merupakan salah satu
7
lain yang muncul adalah penyakit keriting kuning yang dapat menurunkan
hasil 20-100% (Syukur, 2012).
Menurut Pracaya (2008) serangan kutu putih menyebabakan
timbulnya bercak klorosis pada daun tanaman yang terserang, dan daun
akan mengecil dan mengeriting. Jika tingkat serangan tinggi, daun akan
menguning.
setelah itu akan menetap di dalam tanah dekat tanaman. Ulat ini memakan
tanaman yang masih muda, menyerang akar, dan menyerang batang
dengan menggerogotinya. Ulat bersembunyi di lapisan tanah yang tidak
begitu dalam, ulat biasanya muncul pada malam hari (Pracaya, 2008).
Hama ulat grayak (Spodoptera litura Fabricius) bersifat polifag
karena selain menyerang tanaman tembakau, juga menyerang tanaman
lain, seperti cabai, padi, kacang panjang, kacang tanah dan kubis. Ulat
grayak memakan daun dan buah. Gejala serangan larva instar 1 dan 2
berupa bercak-bercak putih yang menerawang karena epidermis daun
bagian atas ditinggalkan. Ulat menyerang bersama-sama dalam jumlah
besar dengan cara memakan daun tanaman hingga gundul dan tersisa
hanya tulang-tulang daun atau daun berlubang-lubang. Akibatnya,
pertumbuhan menjadi terhambat. Serangannya terjadi pada malam hari dan
semakin ganas pada musim kemarau (Syukur, 2012).
D. Kerangka Pemikiran
Tanaman cabai merupakan salah satu komoditas penting di Indonesia
karena hampir seluruh masyarakat Indonesia membutuhkan cabai pertahunnya
baik digunakan untuk konsumsi, industri dan farmasi. Selain itu tanaman cabai
memliki nilai pasar yang tinggi sehingga banyak sekali petani yang berminat
untuk membudidayakan tanaman cabai untuk meningkatkan pendapatan
ekonominya. Namun dalam segi budidaya banyak sekali yang menyebabkan
kegagalan panen karena cabai merupakan salah satu komoditas yang termasuk
sulit perawatannya. Salah satu penyebabnya yaitu adanya gangguan hama.
Namun kebanyakan petani di Indonesia masih ketergantungan dengan produk
pestisida kimia untuk mengendalikan hama tanpa mempertimbangkan tingkat
bahayanya terhadap petani, pengkonsumsi dan lingkungan sehingga
diperlukannya alternatif lain untuk mencegah pengendalian secara terus
menerus seperti pengendalian secara hayati.
Cendawan entomopatogen sebagai agens pengendali hayati akan
bermanfaat bagi pertanian Indonesia. Cendawan entomopatogen dapat
digunakan sebagai agens pengendali hayati karena memiliki sifat parasit yang
dapat mematikan serangga yang menjadi musuh pertanian. Penggunaan
17
E. Hipotesis
Diduga pemberian jamur entomopatogen secara campuran antara B.
bassiana dan M. anisopliae lebih efektif dalam mengendalikan hama utama
tanaman cabai.