Oleh :
NIM. 40220008
KEDIRI
2020
A. KONSEP DASAR TEORI
5. Manifestasi Klinis
a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah :
Obstruksi :
a. Hesistensi (harus menggunakan waktu lama bila mau miksi)
b. Pancaran waktu miksi lemah
c. Intermitten (miksi terputus)
d. Miksi tidak puas
e. Distensi abdomen
f. Volume urine menurun dan harus mengejan saat berkemih.
Iritasi : sering miksi( frekuensi), nokturia, urgensi, disuria.
b. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Nyeri pinggang, demam (infeksi), hidronefrosis.
c. Gejala di luar saluran kemih :
Keluhan pada penyakit hernia/hemoroid sering mengikuti penyakithipertropi
prostat. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejanpada saat miksi
sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal (Sjamsuhidayat,
2014).
Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua, tetapi tak selalu
disertaigejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu:
a. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih.
b. Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung
kemih,hipertrofi kandung kemih dan cystitis (Hidayat, 2009).
Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna
ProstatHipertrofi:
a. Retensi urin (urine tertahan di kandung kemih, sehingga urin tidak bisa
keluar).
b. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencing.
c. Miksi yang tidak puas.
d. Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia).
e. Pada malam hari miksi harus mengejan.
f. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria).
g. Massa pada abdomen bagian bawah.
h. Hematuria (adanya darah dalam urin).
i. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk mengeluarkan
urin).
j. Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksi.
k. Kolik renal (kerusakan renal, sehingga renal tidak dapat berfungsi).
l. Berat badan turun.
m. Anemia, kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui.
n. Pasien sama sekali tidak dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan
dengankateter.
Karena urin selalu terisi dalam kandung kemih, maka mudah sekali
terjadicystitis dan selaputnya merusak ginjal (Arifiyanto, 2008).
Gejala generalisata juga mungkin tampak, termasuk keletihan, anoreksia,mual
dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik (Brunner & Suddarth,2010).
6. Patofisiologi
Tanpa memperhatikan penyebabnya, BPH dimulai dengan perubahan
nonmalignan dalam jaringan glanduler periuretral. Pertumbuhan nodul
fibroadenomatosa (massa jaringan fibrosa glanduler) berlangsung secara progresif
hingga terjadi kompresi pada kelenjar prostat normal yang masih tersisa (hiperplasia
noduler). Jaringan yang hiperplastik itu kebanyakan merupakan jaringan kelenjar
(glanduler) disertai sejumlah stroma fibrosa dan otot polos. Ketika prostat membesar,
kelenjar ini dapat meluas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine
dengan menimbulkan kompresi atau distori pada uretra pars prostatika. Pada keadaan
ini terjadi peningkatan periodik stimulasi saraf simpatik otot polos pada uretra pars
prostatika dan leher kandung kemih. Distensi kandung kemih yang berlangsung
progresif dapat menimbulkan pembentukan divertikulum di dinding kandung kemih
yang akan menyimpan urine ketika bagian kandung kemih yang lain mengosongkan
isinya. Urine yang tersimpan dapat menyebabkan pembentukan batu atau sistitis
(Kowalak, 2013).
Umumnya gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan
hormonal. Bagian paling dalam prostat membesar dengan terbentuknya adenoma yang
tersebar. Pembesaran adenoma progresif menekan atau mendesak jaringan prostat
yang normal ke kapsula sejati yang menghasilkan kapsula bedah. Kapsula bedah ini
menahan perluasannya dan adenoma cenderung tumbuh ke dalam menuju lumennya,
yang membatasi pengeluaran urin. Akhirnya diperlukan peningkatan penekanan untuk
mengosongkan kandung kemih. Serat-serat muskulus destrusor berespon hipertropi,
yang menghasilkan trabekulasi di dalam kandung kemih. Pada beberapa kasus jika
obstruksi keluar terlalu hebat, terjadi dekompensasi kandung kemih menjadi struktur
yang flasid (lemah), berrdilatasi dan sanggup berkontraksi secara efektif. Karena
terdapat sisi urin, maka terdapat peningkatan infeksi dan batu kandung kemih.
Peningkatan tekanan balik dapat menyebabkan hidronefrosis. Retensi progresif bagi
air, natrium, dan urea dapat menimbulkan edema hebat. Edema ini berespon cepat
dengan drainage kateter (Wijaya, 2013).
7. woc
8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada BPH (Wijaya, 2013):
Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter,
hidronefrosis, gagal ginjal.
Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi
Hernia/hemoroid
Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batu
Hematuria
Sistitis da pielonefritis
9. Pemeriksaan penunjang
Menurut Wijaya (2013):
a. Pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher)
Pemeriksaan colok dubur adalah memasukkan jari telunjuk yang sudah diberi
pelicin kedalam lubang dubur. Pada pemeriksaan colok dubur dinilai:
Tonus sfingter ani dan refleks bulbo-kavernosus (BCR)
Mencari kemungkinan adanya masa didalam lumen rectum
Menilai keadaan prostate
b. Laboratorium
Urinalisa untuk melihat adanya infeksi, hematuria
Ureum, creatinin, elektrolit untuk melihat gambaran fungsi ginjal
c. Pengukuran derajat berat obstruksi
Menentukan jumlah sisa urin setelah penderita miksi spontan (normal sisa
urin kosong dan batas intervensi sisa urin lebih dari 100 cc)
Pancaran urin (uroflowmetri)
Syarat : jumlah urin dalam vesika 125 s/d 150 ml. Angka normal rata-rata
10 s/d 12 ml/detik, obstruksi ringan 6-8 ml/detik.
d. Pemeriksaan lain
BNO/IVP untuk menentukan adanya divertikel, penebalan bladder
USG dengan Transuretraal ultrasonografi prostat (TRUS P) untuk
menentukan volume prostat
Trans-abdominal USG : untuk mendeteksi bagian prostat yang menonjol
ke buloi-buli yang dapat dipakai untuk meramalkan derajat berat obstruksi
apabila ada batu dalam vesika.
Cystoscopy untuk melihat adanya penebalan pada dinding bladder.
10. Penatalaksanaan
1. Observasi
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Pasien
dianjurkan untuk mengurangi minum setelah makan malam yang ditujukan
agar tidak terjadi nokturia, menghindari obat-obat dekongestan
(parasimpatolitik), mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum
alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Pasien dianjurkan untuk menghindari
mengangkat barang yang berat agar perdarahan dapat dicegah. Ajurkan pasien
agar sering mengosongkan kandung kemih (jangan menahan kencing terlalu
lama) untuk menghindari distensi kandung kemih dan hipertrofi kandung
kemih. Secara periodik pasien dianjurkan untuk melakukan control keluhan,
pemeriksaan laboratorium, sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur
(Purnomo, 2011).
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat menurut Purnomo (2011) dapat
diperkirakan dengan mengukur residual urin dan pancaran urin:
Residual urin, yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa urin dapat
diukur dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi atau ditentukan
dengan pemeriksaan USG setelah miksi.
Pancaran urin (flow rate), dapat dihitung dengan cara menghitung
jumlah urin dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan
alat urofometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin.
2. Terapimedikamentosa
Menurut Baradero dkk (2007) tujuan dari obat-obat yang diberikan pada
penderita BPH adalah :
a. Mengurangi pembesaran prostat dan membuat otot-otot berelaksasi
untuk mengurangi tekanan pada uretra
b. Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan
alfa blocker (penghambat alfa adrenergenik)
c. Mengurangi volum prostat dengan menentuan kadar hormone
testosterone/ dehidrotestosteron (DHT).
Adapun obat-obatan yang sering digunakan pada pasien BPH, menurut
Purnomo (2011) diantaranya : penghambat adrenergenik alfa, penghambat
enzin 5 alfa reduktase, fitofarmaka.
a. Penghambat adrenergenik alfa Obat-obat yang sering dipakai adalah
prazosin, doxazosin,terazosin,afluzosin atau yang lebih selektif alfa
1a (Tamsulosin). Dosis dimulai 1mg/hari sedangkan dosis tamsulosin
adalah 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaaan antagonis alfa 1 adrenergenik
karena secara selektif dapat mengurangi obstruksi pada buli-buli
tanpa merusak kontraktilitas detrusor. Obat ini menghambat reseptor-
reseptor yang banyak ditemukan pada otot polos di trigonum, leher
vesika, prostat, dan kapsul prostat sehingga terjadi relakasi didaerah
prostat. Obat-obat golongan ini dapat memperbaiki keluhan miksi dan
laju pancaran urin. Hal ini akan menurunkan tekanan pada uretra pars
prostatika sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-gejala
berkurang. Biasanya pasien mulai merasakan berkurangnya keluhan
dalam 1-2 minggu setelah ia mulai memakai obat. Efek samping yang
mungkin timbul adalah pusing, sumbatan di hidung dan lemah. Ada
obat-obat yang menyebabkan ekasaserbasi retensi urin maka perlu
dihindari seperti antikolinergenik, antidepresan, transquilizer,
dekongestan, obatobat ini mempunyai efek pada otot kandung kemih
dan sfingter uretra.
b. Penghambat enzim 5 alfa reduktase Obat yang dipakai adalah
finasteride (proscar) dengan dosis 1X5 mg/hari. Obat golongan ini
dapat menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang
membesar akan mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat dari
golongan alfa bloker dan manfaatnya hanya jelas pada prostat yang
besar. Efektifitasnya masih diperdebatkan karena obat ini baru
menunjukkan perbaikan sedikit/ 28 % dari keluhan pasien setelah 6-
12 bulan pengobatan bila dilakukan terus menerus, hal ini dapat
memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi. Efek samping dari
obat ini diantaranya adalah libido, impoten dan gangguan ejakulasi.
c. Fitofarmaka/fitoterapi Penggunaan fitoterapi yang ada di Indonesia
antara lain eviprostat. Substansinya misalnya pygeum africanum, saw
palmetto, serenoa repeus dll. Afeknya diharapkan terjadi setelah
pemberian selama 12 bulan dapat memperkecil volum prostat.
3. Terapi bedah
Pembedahan adalah tindakan pilihan, keputusan untuk dilakukan
pembedahan didasarkan pada beratnya obstruksi, adanya ISK, retensio urin
berulang, hematuri, tanda penurunan fungsi ginjal, ada batu saluran kemih dan
perubahan fisiologi pada prostat. Waktu penanganan untuk tiap pasien
bervariasi tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi. Menurut Smeltzer
dan Bare (2002) intervensi bedah yang dapat dilakukan meliputi :
pembedahan terbuka dan pembedahan endourologi.
a. Pembedahan terbuka, beberapa teknik operasi prostatektomi terbuka
yang biasa digunakan adalah :
Prostatektomi suprapubik
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi
abdomen. Insisi dibuat dikedalam kandung kemih, dan kelenjar
prostat diangat dari atas. Teknik demikian dapat digunakan untuk
kelenjar dengan segala ukuran, dan komplikasi yang mungkin terjadi
ialah pasien akan kehilangan darah yang cukup banyak dibanding
dengan metode lain, kerugian lain yang dapat terjadi adalah insisi
abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur bedah abdomen
mayor.
Prostatektomi perineal
Adalah suatu tindakan dengan mengangkat kelenjar melalui
suatu insisi dalam perineum. Teknik ini lebih praktis dan sangat
berguan untuk biopsy terbuka. Pada periode pasca operasi luka bedah
mudah terkontaminasi karena insisi dilakukan dekat dnegan rectum.
Komplikasi yang mungkin terjadi dari tindakan ini adalah
inkontinensia, impotensi dan cedera rectal.
Prostatektomi retropubik
Adalah tindakan lain yang dapat dilakukan, dengan cara insisi
abdomen rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis
dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih. Teknik ini
sangat tepat untuk kelenjar prostat yang terletak tinggi dalam pubis.
Meskipun jumlah darah yang hilang lebih dapat dikontrol dan letak
pembedahan lebih mudah dilihat, akan tetapi infeksi dapat terjadi
diruang retropubik.
b. Pembedahan endourologi, pembedahan endourologi transurethral dapat
dilakukan dengan memakai tenaga elektrik diantaranya:
Transurethral Prostatic Resection (TURP)
Merupakan tindakan operasi yang paling banyak
dilakukan, reseksi kelenjar prostat dilakukan dengan transuretra
menggunakan cairan irigan (pembilas) agar daerah yang akan
dioperasi tidak tertutup darah. Indikasi TURP ialah gejala-
gejala sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 90
gr.Tindakan ini dilaksanakan apabila pembesaran prostat terjadi
dalam lobus medial yang langsung mengelilingi uretra. Setelah
TURP yang memakai kateter threeway. Irigasi kandung kemih
secara terus menerus dilaksanakan untuk mencegah pembekuan
darah. Manfaat pembedahan TURP antara lain tidak
meninggalkan atau bekas sayatan serta waktu operasi dan
waktu tinggal dirumah sakit lebih singkat.Komplikasi TURP
adalah rasa tidak enak pada kandung kemih, spasme kandung
kemih yang terus menerus, adanya perdarahan, infeksi, fertilitas
(Baradero dkk, 2007).
Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)
Adalah prosedur lain dalam menangani BPH. Tindakan
ini dilakukan apabila volume prostat tidak terlalu besar atau
prostat fibrotic. Indikasi dari penggunan TUIP adalah keluhan
sedang atau berat, dengan volume prostat normal/kecil (30
gram atau kurang). Teknik yang dilakukan adalah dengan
memasukan instrument kedalam uretra. Satu atau dua buah
insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi
tekanan prostat pada uretra dan mengurangi konstriksi uretral.
Komplikasi dari TUIP adalah pasien bisa mengalami ejakulasi
retrograde (0-37%) (Smeltzer dan Bare, 2002).
c. Terapi invasive minimal Menurut Purnomo (2011)
terapi invasive minimal dilakukan pada pasien dengan resiko
tinggi terhadap tindakan pembedahan. Terapi invasive minimal
diantaranya Transurethral Microvawe Thermotherapy (TUMT),
Transuretral Ballon Dilatation (TUBD), Transuretral Needle
Ablation/Ablasi jarum Transuretra (TUNA), Pemasangan stent uretra
atau prostatcatt.
Transurethral Microvawe Thermotherapy (TUMT)
Jenis pengobatan ini hanya dapat dilakukan di beberapa
rumah sakit besar. Dilakukan dengan cara pemanasan prostat
menggunakan gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar
prostat melalui transducer yang diletakkan di uretra pars
prostatika, yang diharapkan jaringan prostat menjadi lembek.
Alat yang dipakai antara lain prostat.
Transuretral Ballon Dilatation (TUBD)
Pada tehnik ini dilakukan dilatasi (pelebaran) saluran
kemih yang berada di prostat dengan menggunakan balon
yang dimasukkan melalui kateter. Teknik ini efektif pada
pasien dengan prostat kecil,kurang dari 40 cm3. Meskipun
dapat menghasilkan perbaikan gejala sumbatan, namun efek
ini hanya sementar, sehingga cara ini sekarang jarang
digunakan.
Transuretral Needle Ablation (TUNA)
Pada teknik ini memakai energy dari frekuensi radio
yang menimbulkan panas mencapai 100 derajat selsius,
sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat. Pasien yang
menjalani TUNA sering kali mengeluh hematuri, disuria, dan
kadang-kadang terjadi retensi urine (Purnomo, 2011).
Pemasangan stent uretra atau prostatcatth yang dipasang pada
uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena
pembesaran prostat, selain itu supaya uretra prostatika selalu
terbuka, sehingga urin leluasa melewati lumen uretra
prostatika. Pemasangan alat ini ditujukan bagi pasien yang
tidak mungkin menjalani operasi karena resiko pembedahan
yangcukuptinggi
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Data biografi
Meliputi: Identitas pasien yaitu: nama, umur (biasanya meyerang
usia > 50 thn), jenis kelamin (menyerang laku-laki), agama, suku
atau bangsa, status perkawinan, pedidikan, pekerjaan, alamat, tanggal
masuk rumah sakit, tanggal pengkajian.
b. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama / alasan masuk rumah sakit: biasanya klien
mengeluh nyeri pada saat miksi, pasien juga mengeluh sering
BAK berulang-ulang (anyang-anyangan), terbangun untuk
miksi pada malam hari, perasaan ingin miksi yang sangat
mendesak, kalau mau miksi haru menunggu lama, harus
mengedan, kencing terputus-putus.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mengeluh sakit pada saat miksi dan harus menunggu
lama, dan harus mengedan
Pasien mengeluh sering BAK berulang-ulang
Pasien mengeluh sering terbangun untuk miksi pada malam
hari
Pasien mengatakan BAK tidak terasa
Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual
3. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah pasien pernah menderita BPH sebelumnya dan apakah
pasien pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Mungkin diantara keluarga pasien sebelumnya ada yang
menderita penyakit yang sama dengan penyakit pasien
sekarang.
c. Pemeriksaan Fisik
Pada waktu melakukan inspeksi keadaan umum pasien mengalami
tanda-tanda penurunan mental seperti neuropati perifer. Pada waktu
palpasi adanya nyeri tekan pada kandung kemih.
1. Sirkulasi
Tanda: peninggian tekanan darah (efek pembesaran ginjal)
2. Eliminasi
Gejala :
Penurunan kekuatan/dorongan aliran urine tetesan
Keragu-raguan pada berkemih awal
Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih
dengan lengkap, dorongan dan frekuensi berkemih
Nokturia, dysuria, hematuria
Duduk untuk berkemih
Infeksi saluran kemih berulang, riwayat batu (statis
urinaria)
Konstipasi (protrusi prostat kedalam rectum)
Tanda :
Masa padat dibawah abdomen bawah (distensi kandung
kemih), nyeri tekan kadung kemih
Hernia inguinalis, hemorroid (mengaibatkan
peningkatan tekanan abdominal yang memerlukan
pengosongan kandung kemih mengatasi tahanan)
3. Makanan/cairan
Gejala :
Anoreksia, mual, muntah
Penurunan berat badan
4. Nyeri/kenyamanan
Gejala :
Nyeri suprapubik, panggul atau punggung, tajam, kuat
(pada prostat akut)
Nyeri punggung bawah
5. Keamanan
Gejala :
Demam
6. Seksualitas
Gejala :
Masalah tentang efek kondisi / penyakit kemampuan
seksual
Takut inkontinensia / menetes selama hubungan intim
Penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi
7. Penyuluhan dan pembelajaran
Gejala :
Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal
Penggunaan antihipersensitif atau antidefresan,
antibiotik urinaria atau gen antibiotik, obat yang dijual
bebas, batuk flu / alergi obat mengandung
simpatomimetik
8. Aktifitas/istirahat
Riwayat pekerjaan
Lamanya istirahat
Aktifitas sehari-hari
Pengaruh penyakit terhadap aktifitas
Pengaruh penyakit terhadap istirahat
9. Hygiene
Penampilan umum
Aktifitas sehari-hari
Kebersihan tubuh
Frekuensi mandi
10. Integritas ego
Pengaruh penyakit terhadap stress
Gaya hidup
Masalah finansial
11. Neurosensori
Apakah ada sakit kepala
Status mental
Ketajaman penglihatan
12. Pernapasan
Apakah ada sesak napas
Riwayat merokok
Frekuensi pernapasan
Bentuk dada
Auskultasi bunyi nafas
13. Interaksi sosial
Status perkawinan
Hubungan dalam masyarakat
Pola interaksi keluarga
Komunikasi verbal / non verbal
2. Indikasi TRUP
Secara umum indikasi untuk metode TRUP adalah pasien dengan gejala sumbatan
yang menetap akibat pembesaran prostat atau tidak bisa diobati dengan terapi obat lagi.
Operasi dilakukan pada prostat dengan pembesaran 30-60 gr. Alasan dilakukan TRUP karena
prostat mengalami pembesaran dan harus dilakukan TRUP guna mengeruk prostat tersebut.
3. Dampak TRUP
- Pola presepsi dan tata laksana hidup sehat. Timbulnya perubahan pemeliharaan kesehatan
karena tirah baring selama 24 jam pasca TRUP.
- Pola nutrisi dan metabolisme pasien yang dilakukan anastesi SAB tidak boleh makan dan
minum sebelum flatus
- Pola eliminasi terjadi hematuria
- pola reproduksi seksual
- pola hubungan dan peran
I. BIODATA
IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn.J
Umur : 45 th
Agama : islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : WIRASWASTA
Nama : ROKHAYAH
Umur : 43 th
Pekerjaan : WIRASWASTA
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
b. Saat Pengkajian
2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG → Kronologis dari penyakit yang diderita saat ini
mulai awal hingga di bawa ke RS secara lengkap meliputi (PQRST) :
a. P = Provoking atau Paliatif
Pada saat melakukan aktifitas yang berat
b. Q = Quality
Nyeri seperti ditusuk tusuk
c. R = Regio
Pada kandung kemih
d. S = Severity
6
e. T = Time
Kadang dan akan muncul saat melakukan aktifitas yang berat
Berubah
Tidak
TD : 130/80 mmHg
ND : 85 x/menit
SH : 36,6 C
RR : 20 x/menit
BB : 60 kg
TB : 160 cm
Lemah
3. HEAD TO TOE
KEPALA
KULIT
Oedema ya tidak
Peradangan ya tidak
PENGLIHATAN
PENCIUMAN/PENGHIDUNG
Perdarahan ya tidak
PENDENGARAN/TELINGA
Perdarahan ya tidak
MULUT
LEHER
Kekakuan ya tidak
DADA/PERNAFASAN
PARU
Inspeksi
RetraksiSuprasternal ya tidak
Pernafasancupinghidung ya tidak
Jenis................... Flow..............lpm
Palpasi
Pemeriksaan taktil / vokal fremitus :Getaran antara kanan dan kiri teraba (sama / tidak
sama), lebih bergetar pada sisi........................
Perkusi
Auskultasi
Suara nafas :
Suara tambahan :
JANTUNG
Inspeksi
Perkusi
Auskultasi
c. CRT :<2detik
kering basah
Oedem ya tidak
REPRODUKSI
Lesi ya tidak
EKSTREMITAS ATAS/BAWAH
Nyeri ya tidak
Kemerahan ya tidak
Kekuatan otot
5 5
5 5
Oedem
5 5
5 5
Pemenuhan
No makan dan Sebelum Sakit Setelah Sakit
Minum
Siang : 1x Siang : 1x
Malam : 1x Malam : -
3 Pantangan / - -
Alergi
4 Kesulitan makan - -
dan minum
5 Usaha untuk - -
mengatasi
masalah
b. Pola Eliminasi
Pemenuhan
No Eliminasi Sebelum Sakit Setelah Sakit
BAB / BAK
Pemenuhan
No Sebelum Sakit Setelah Sakit
Istirahat Tidur
Pemenuhan
No Personal Sebelum Sakit Setelah Sakit
Hygiene
e. Merokok ya tidak
f. Alkohol ya tidak
V.PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
a. Persepsi klien terhadap penyakitnya
Murung/diam gelisah
tegang marah/menangis
c. Reaksi saat interaksi Kooperatif
tidak kooperatif
curiga
d. Gangguan konsep diri ya tidak
MasalahKeperawatan:.............................................................................................
Kebiasaan beribadah
LABORATORIUM :
A. Darah Lengkap
B. Kimia Darah
Ureum : 25,4 ( N : 10 – 50 mg / dl )
SGOT : 13 ( N : 2 – 17 )
SGPT : 23 ( N : 3 – 19 )
BUN : 11,9 ( N : 20 – 40 / 10 – 20 mg / dl )
Bilirubin : - ( N : 1,0 mg / dl )
GD Puasa : - ( N : 100 mg / dl )
C. Analisa aelektrolit
Foto Rontgent
USG
EKG
EEG
CT- Scan
MRI
Endoscopy
Lain – lain
TERAPI YANG TELAH DIBERIKAN
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
...............................................................................
2. Nyeri akut
Kediri,oktober 2020
(Eko tulus w)
ANALISA DATA
Hari Rawat ke :
menjadi 120/80 Mmhg Monitor ttv sebelum dan sesudan diberikan obat
Monitor efektifitas pemberian analgesik
Monitor keberhasilan terapi komplementeryang sudah diberikan
2) Teraupetik
Berikan teknin non farmakologi (relaksasi nafas dalam)
Fasilitas istirahat tidur
3) Edukasi
Ajarkan teknik nonfarmakologi
4) Kolaborasi
Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgetik
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Edukasi
Mengajarkan
8.30
mengukur asupan cairan dan
haluaran urine
8.35 Menganjurkan
mengambil specimen urine
midstream
Mengajarkan
8.40
mengenali tanda berkemih dan
waktu yang tepat untuk
berkemih
Kolaborasi
8.30 Mengajarkan
mengukur asupan cairan dan
haluaran urine
Menganjurkan
8.35
mengambil specimen urine
midstream
Mengajarkan
8.40
mengenali tanda berkemih dan
waktu yang tepat untuk
berkemih
Menganjurkan minum
8.50
yang cukup, jika tidak ada
kontraindikasi
8.55 Menganjurkan
mengurangi minum menjelang
tidur
Kolaborasi
Alimul Hidayat, Aziz. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik Analisis Data.
Jakarta : Salemba Medika.
Arifiyanto, Davit, 2018. Asuhan Keperawatan Paien Dengan Masalah BPH. http:/dafid-
pekajangan.blogspot.com/2008/03/askep-klien-bph-htmlretrievedat5januari2011
Brunner and Sudart, (2010). Text Book Of Medical Surgical Nursing 12 th Edition. China :
LWW.
NANDA, alih Bahasa Made Sumarwati dan Nike Budhi Subekti.2012.NANDA International
Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC
Sjamsuhidajat and Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3rd ed.; 2014:95-98.
Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan Dewasa
Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika