Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Efusi Pleura

Efusi pleura merupakan suatu keadaan dimana terdapat adanya penumpukan

cairan dalam rongga pleura (Somantri, 2008). Efusi pleura juga merupakan penyakit

sekunder dengan penyakit lain, jarang merupakan penyakit primer (Berta et.al, 2017).

Akumulasi jumlah cairan pleura di dalam rongga pleura dapat terjadi jika terdapat

peningkatan tekanan hidrostatik kapiler darah seperti pada gagal jantung, atau jika

terjadi penurunan tekanan osmotik cairan darah seperti pada hipoalbumminemia

(Djojodibroto, 2012).

Ada dua tipe penyebab utama dari efusi pelura yaitu efusi pleura transudatif

dan efusi pleura eksudatif. Efusi pleura transudatif yang disebabkan oleh beberapa

kombinasi dari peningkatan tekanan hidrostatik atau berkurangnya tekanan onkotik

kapiler, misalnya gagal jantung, sirosis dan sindrom nefrotik. Sedangkan efusi pleura

eksudatif disebabkan oleh proses lokal yang mengakibatkan perubahan pada

pembentukan dan penyerapan cairan pleura, peningkatan permeabilitas kapiler

menyebabkan eksudasi cairan, protein, sel dan komponen serum lainnya. Penyebab
yang paling sering terjadi yaitu pneumonia, malignansi dan pulmonary embolism,

infeksi virus dan tuberculosis (Dwianggita, 2013).

1. Anatomi Saluran Pernapasan

Sistem pernapasan dibentuk oleh beberapa struktur. Seluruh struktur tersebut

terlibat dalam proses respirasi eksternal yaitu proses pertukaran oksigen (O2) antara

atmosfer dan darah serta pertukaran karbon dioksida (CO2) antara darah dan atmosfer

(Djojodibroto, 2012)

Rerspirasi dapat didefinisikan sebagai gabungan aktivitas mekanisme yang

berperan dalam proses suplai O2 ke seluruh tubuh dan pembuangan karbondioksida

(hasil dari pembakaran sel). Fungsi respirasi adalah menjamin tersedianya O2 untuk

kelangsungan metabolisme sel-sel tubuh serta mengeluarkan karbondioksida (CO2)

hasil metabolisme sel secara terus-menerus (Somatri, 2018). Respirasi eksternal

adalah proses pertukaran gas antara darah dan atmosfer sedangkan respirasi internal

adalah proses pertukaran gas antara darah sirkulasi dan sel jaringan. Respirasi internal

(pernapasan selular) berlangsung di seluruh sistem tubuh (Djojodibroto, 2012)

Anatomi saluran pernapasan terbagi dari dua bagian, yaitu:

a. Anatomi Saluran Pernapasan Bagian Atas

Saluran anatomi bagian atas terdiri atas :

Saluran anatomi bagian atas terdiri atas :

1) Lubang hidung (cavum canalis)

Hidung dibentuk oleh tulang sejati (os) dan tulang rawan (kartilago). Hidung

dibentuk oleh sebagian kecil tulang sejati, sisanya terdiri atas kartilago dan jaringan
ikat (connective tissue). Bagian dalam hidung merupakan suatu lubang yang

dipisahkan menjadi lubang kiri dan kanan oleh sekat (septum). Rongga hidung

mengandung rambut (fimbriae) yang berfungsi sebagai penyaring (filter) kasar

terhadap benda asing yang masuk. Pada permukaan (mukosa) hidung terdapat epitel

bersilia yang mengandut sel golbet. Sel tersebut mengeluarkan lendir sehingga dapat

menangkap benda asing yang masuk ke dalam saluran pernapasan. Kita dapat

mencium aroma karena di dalam lubang hidung terdapat reseptor. Reseptor bau

terletak pada cribriform plate, di dalamnya terdapat ujung dari saraf kranial I

(Nervous Olfactorius) (Somantri, 2008).

Hidung berfungsi sebagai jalan napas, pengatur udara, pengatur kelembapan

udara (humidifikasi), pengatur suhu, pelindung dan penyaring udara, indra pencium

dan resonator udara. Fungsi hidung sebagai pelindung dan penayring dilakukan oleh

vibrissa, lapisan lendir dan enzim lisozim. Vibrissa adalah rambut pada vestibulum

nasi yang bertugas sebagai penyaring debu dan kotoran (partikel berukuran besar).

Debu-debu kecil dan kotoran (partikel kecil) yang masih dapat melewati vibrissa akan

melekat pada lapisan lendir dan selanjutnya dikeluarkan oleh refleks bersin. Jika

dalam udara masih terdapat bakteri (partikel sangat kecil), maka enzin lisozim yang

menghancurkannya (Somantri, 2008)

2) Sinus Paranasalis

Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala.

Dinamakan sesuai dengan tulang tempat dia berada yaitu sinus frontalis, sinus
ethmoidalis, sinus sphenoidalis dan sinus maxilarris. Sinus berfungsi untuk

(Somantri, 2008) :

a) Membantu menghangatkan dan humidifikasi.

b) Meringankan berat tulang tengkorak.

c) Mengatur bunyi suara manusia dengan ruang resonansi.

3) Faring

Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong (+/-13cm) yang letaknya

bermula dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esofagus pada

ketinggian tulang rawan (kartilago) krikoid. Faring digunakan pada saat “digestion”

(menelan) seperti pada saat bernapas (Somantri, 2008). Pada faring terdapat katup

yang disebut epiglotis (anak tekak) yang berfungsi sebagai pengatur jalan masuk ke

kerongkongan dan tenggorokan (Suryo, 2010). Berdasarkan letaknya faring dibagi

menjadi tiga yaitu dibelakang hidung (naso-faring), belakang mulut (oro-faring) dan

belakang faring (laringo-faring).

Naso-faring terdapat pada superior di area yang terdapat epitel bersilia (pseudo

stratified) dan tonsil (adenoid), serta merupakan muara tube eustachius. Adenoid atau

faringeal tonsil berada di langit-langit naso-faring. Tenggorokan dikelilingi oleh

tonsil, adenoid dan jaringan limfoid lainnya. Struktur tersebut penting sebagai mata

rantai nodus limfatikus untuk menjaga tubuh dari invasi organisme yang masuk ke

hidung dan tenggorokan.


Oro-faring berfungsi untuk menampung udara dari naso-faring dan makanan dari

mulut. Pada bagian ini terdapat tonsili palatina (posterior) dan tonsili lingualis (dasar

lidah).

Laringo-faring merupakan bagian terbawah faring yang berhubungan dengan

esofagus dan pita suara (vocal cord) yang berada dalam trakhea. Laringo-faring

berfungsi pada saat proses menelan dan respirasi. Laringo-faring terletak di bagian

depan pada laring, sedangkan trakhea terdapat di belakang. (Somantri, 2008)

Gambar 2.1
Anatomi Fisiologi Sistem Respirasi (Utama, 2018)
Keterangan:

1) Naso-faring

2) Oro-faring

3) Laringo-faring
4) Laring

Laring sering disebut dengan “voice box” dibentuk oleh struktur epitelium-lined

yang berhubungan dengan faring (di atas) dan trakhea (di bawah). Laring terletak di

anterior tuulang belakang (vertebrae) ke-4 dan ke-6. Bagian atas dari esofagus berada

di posterior laring (Somantri, 2008).

Pada laring terdapat celah menuju batang tenggorokan (trakhea) yang disebut

glotis, pita suara dan bebrapa otot yang mengatur ketegangan pita suara sehingga

menimbulkan bunyi (Suryo, 2010). Fungsi utama laring adalah untuk pembentukan

suara, sebagai proteksi jalan napas bawah dari benda asing dan untuk memfasilitasi

proses terjadinya batuk. laring terdiri atas (Somantri, 2008) :

a) Epiglotis : katup kartilago yang menutup dan membuka selama menelan.

b) Glotis : lubang antara pita suara dan laring.

c) Kartilago tiroid : kartilago yang terbesar pada trakhea, terdapat bagian yang

membentuk jakun (‘adam’s apple’).

d) Kartilago krikoid : cincin kartilago yang utuh di laring (terletak dibawah

kartilago tiroid).

e) Kartilago aritenoid : digunakan pada pergerakan pita suara bersama dengan

kartilago tiroid.
f) Pita suara : sebuah ligamen uang dikontrol oleh pergerakan otot yang

menghasilkan suara dan menempel pada lumen laring.

b. Anatomi Saluran Pernapasan Bagian Bawah

Saluran pernapasa bagian bawah (tracheobronchial tree) terdiri atas:

1) Saluran Udara Konduktif

a) Trakhea

Trakhea merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian tulang vertebrae

torakal ke-7 yang bercabang menjadi dua bronkhus (Somantri, 2008). Ujung cabang

trakhea disebut carina. Trakhea bersifat sangat fleksibel, berotot dan memilii

panjang 12 cm dengan cincin kartilago berbentuk huruf C. Pada cincin tersebut

terdapat epitel bersilia tegak (pseudostrafied ciliated columnar epithelium) yang

mengandung banyak sel goblet yang mensekrikan lendir (mukus) (Somantri, 2008).

Lendir ini berfungsi menahan benda asing yang masuk, sebelum akhirnya

dikeluarkan dengan gerakan silia yang terdapat pada membran sel epitel.

b) Bronkhus

Bronkhus merupakan cabang trakhea yang menuju paru-paru kanan dan kiri.

Struktur bronkhus sama dengan trakhea, hanya dindingnya lebih halus. Kedudukan

bronkhus kiri lebih mendatar dibandingkan bronkhus kanan sehingga bronkhus

kanan lebih mudah terserang penyakit (Suryo, 2010). Hal tersebut juga
menyebabkan benda asing lebih mudah masuk ke dalam cabang sebelah kanan dari

pada cabang bronkhus sebelah kiri (Somantri, 2008).

Segmen dan subsegmen bronkhus bercabang lagi dan membentuk seperti

ranting masuk ke setiap paru-paru. Bronkhu disusun oleh jaringan kartilago. Saluran

pernapasan mulai dari trakhea sampai bronkhus terminalis tidak mengalami

pertukaran gas dan merupakan area yang yang dinamakan Anatomical Dead Space.

Banyaknya udara yang berada dalam area tersebut adalah sebesar 150 ml (Somantri,

2008).

c) Bronkhiolus

Bronkhiolus adalah percabagan dari bronkhus. Saluran ini lebih halus dan

dindingnya lebih tipis. Bronkhiolus kiri berjumlah dua, sedangkan bronkhiolus

kanan berjumlah tiga. Percabangan ini membentuk cabang yang lebih halus seperti

pembuluh (Suryo, 2010). Pada bronkhiolus tidak disusun oleh kartilago. Tidak

adanya kartilago menyebabkan bronkhiolus mampu menangkap udara, namun juga

dapat mengalami kolaps. Agar tidak kolaps, alveoli dilengkapi dengan porus/lubang

kecil yang terletak antara alveoli (‘khon pores’) yang berfungsi untuk mencegah

kolaps alveoli. Awal dari pertukaran gas terjadi di bronkhiolus respiratorius

(Somantri, 2008).

2) Saluran Respiratorius Terminal

a) Alveoli

Parenkim paru-paru merupaka area yang aktif bekerja dari jaringan paru-paru.

Parenkim tersebut mengandung berjuta-juta unit alveolus. Alveoli merupakan


kantong udara yang berukuran sangat kecil dan merupakan akhir dari bronkhiolus

respiratorius sehingga memungkinkan pertukaran O2 dan CO2 diantara kapiler

pulmoner dan alveoli.

Diperkirakan terdapat 24 juta alveoli pada bayi yang baru lahir. Seiring dengan

pertambahan usia, jumlah alveoli pun bertambah dan akan mencapai jumlah yang

sama dengan orang dewasa pada usia 8 tahun, yakni 300 juta alveoli. Setiap unit

alveoli menyuplai 0-11 prepulmonari dan pilmonari kapiler (Somantri, 2008).

b) Paru-paru

Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada

di atas tlang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru-paru kanan

mempunyai tiga lobus, sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima

lobus tersebuat dapat terlihat dengan jelas. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi

beberapa sub bagian menjadi sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut

bronchopulmonary segments (Somantri, 2008). Lobus paru terbagi menjadi

beberapa segmen paru. Paru kanan mempunyai sepuluh segmen paru, sedangkan

paru kiri mempunyai delapan lobus paru (Djojodibroto, 2012).

Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum.

Jantung, aorta, vena cava, pembuluh paru-paru, esofagus, bagian dari trakhea dan

bronkhus, serta kelenjar timus terdapat pada medisatinum (Somantri, 2008).

Batas anterior paru kanan menuju ke bawah dimulai di belakang sendi

sternoclavicular dan mencapai linea mediana pada ketinggian angulus sterni. Batas

paru ini terus ke bawah melalui belakang sternum pada ketinggian sendi
sternokondralis keenam. Di sini, batas bawah melengkung ke lateral dan sedikit ke

inferior, memotong iga keenam di linea medioklavikularis dan memotong iga

kedelapan pda linea aksilaris media. Batas ini kemudian meuju keposterior dan

medial pada ketinggian prosesus spinosus vertebrae torasik kesepuluh. Pada

keadaan inspirasi, batas inferior kira-kira turun dua iga. Bagian inferior fisura

oblikus paru kanan berakhir di batas bawah paru ada linea medioklavikularis, lokasi

fisura horizontalis pada ketinggian kartilago iga keempat (Djojodibroto, 2012)

Batas anterior paru kiri hampir sama dengan batas anterior paru kanan, tetapi

pada ketinggian kartilago iga keempat paru kiri berdeviasi ke lateral karena terdapat

jantung. Batas bawah paru lebih inferior dibandingkan paru kanan karena paru

kanan terbatas oleh hepar. Fisura oblikua paru kiri serupa letaknya dengan paru

kanan. Tidak seperti pleura, paru jarang meluas ke inferior. Pleura parietalis kostalis

sering bertemu berdempetan dengan pleura parietalis diafragmatika membentuk

sulkus kostofrenikus (Djojodibroto, 2012).

c) Dada

Tulang dada (sternum) berfungsi melindungi paru-paru, jantung dan pembuluh

darah besar. Bagian luar rongga dada terdiri atas 12 pasang tulang iga (costae).

Bagian atas dada pada daerah leher terdapat dua otot tambahan inspirasi yaitu otot

scaleneus dan strenocleidomastoid. Otot scaleneus menaikkan tulang iga ke-1 dan

ke-2 selama inspirasi untuk memperluas rongga dada atas dan menstabilkan dinding

dada, sedangkan otot sternocleidomastoid emngangkat sternum. Otot parastenal,

trapezius dan pectoralis juga merupakan otot tambhan inspirasi dan berguna untuk
meningkatkan kerja napas. Di antara tulang iga terdapat otot interkostal. Otot

interkostal eksternus menggerakan tulang iga ke atas dan ke depan sehingga akan

meningkatkan diameter anteroposterior dinding dada (Somantri, 2008).

d) Diafragma

Diafragma terletak di bawah rongga dada. Diafragma berbentuk seperti kubah

pada keadaan relaksasi. Pengaturan saraf diafragma (Nervus Phrenicus) terdapat

pada susunan saraf spinal pada tingkat C3, sehingga jika terjadi kecelakaan pada

saraf C3 akan menyebabkan gangguan ventilasi (Somantri, 2008).

e) Pleura

Pleura adalah suatu membran serosa yang melapisi permukaan dalam dinding

toraks di kanan dan kiri, melapisi permukaan superior diafragma kanan dan kiri,

melapisi mediastinum kanan dan kiri (semuanya disebut pleura parietalis).,

kemudian pada pangkal paru, membran serosa ini berbalik melapisi (membungkus)

paru (disebut pleura viseralis). Pleura viselaris ini berinvaginasi mengikuti fisura

yang membagi setiap lobus paru (Djojodibroto, 2012). Diantara kedua pleua

terdapat cairan pleura seperti selaput tipis yang memungkinkan kedua permukaan

tersebut bergesakan satu sama lain selama respirasi dan mencegah peleketan dada

dengan paru-paru. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari pada tekanan

atmosfer sehingga mencegah kolaps paru-paru. Masuknya udara maupun cairan ke

dalam rongga pleura akan menyebabkan peru-paru tertekan dan kolaps. Apabila

terserang penyakit, pleura akan mengalami peradangan (Somantri, 2008).


f) Sirkulasi Pulmoner

Suplai darah ke dalam paruparu merupakan sesuatu yang unik. Paru-paru

mempunyai dua sumber suplai darah yaitu arteri bronkhialis dam arteri pulmonalis.

Sirkulais bronkhial menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi sistemik dan

berfungsi memnuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru-paru. Arteri bronkhialis

berasal dari aorta torakalis dan berjalan sepanjang dinding posterior bronkhus. Vena

bronkhialis akan mengalirkan darah meuju vena pulmonalis.

Arteri pulmonalis berasal dari ventrikel kanan yang mengalirkan darah vena ke

paru-paru di mana darah tersebut mengambil bagian dalam pertukaran gas. Jalinan

kapiler paru-paru yang halus mengitari dan menutupi alveolus merupakan kontak

yang diperlukan untuk pertukaran gas antara alveolus dan darah (Somantri, 2008).

Gambar 2.2
Anatomi Fisiologi Sistem Respirasi (Utama, 2018)
2.Fisiologi

Pleura terdiri dari dua lapisan yang berbeda yaitu pleura visceralis dan pleura

parietalis.Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hilus paru-paru.Dalam beberapa hal

terdapat perbedaan antara kedua pleura ini,yaitu:

1.Pleura Visceralis

Bagian permukaan luarnya terdiri atas selapis sel mesotelial yang tipis(tebalnya tidak

lebih dari 30mm),diantara celah-celah sel ini terdapat beberapa sel limfosit.Di bawah

sel mesotelail ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit.Di bawah

endopleura terdapat jaringan kolagen dan serat-serat elastik yang dinamakan lapisan

tengah.Lapisan adalah jaringan interstisial subpleura yang sangat banyak

mengandung pembuluh darah kapiler(arteri pulmonalis dan arteri brakhialis)dan

kelenjar getah bening.Keseluruhan jaringan pleura visceralis ini menempel dengan

kuat pada jaringan parenkim paru-paru.( Somantri, 2008)

2.Pleura Parietalis

Lapisan jaringan pada pleura parietalis terdiri atas sel-sel mesotelial dan jaringan ikat

(jaringan kolagen dan serat-serat elastik) namun lebih dari pleura visceralis.Dalam

jaringan ikat tersebut terdapat pembuluh kapiler (arteri interkostalis dan arteri

mammaria interna),kelenjar getah bening,dan banyak reseptor saraf sensoris yang

peka terhadap rasa nyeri dan perbedaan temperatur.


Cairan pleura diproduski oleh pleura parietalis dan diabsorbsi oleh pleura

visceralis.Cairan terbentuk dari filtrasi plasma melalui endotel kapiler,kemudian

direabsorbsi oleh pembuluh limfe dan venula pleura.Telah diketahui bahwa cairan

masuk ke dalam rongga melalui pleura parietalis dan selanjutnya keluar lagi dalam

jumlah yang sama melalui membrane pleura visceralis via sistem limfatik dan

vaskuler.Pergerakan cairan dari pleura parietal ke pleura visceralis dapat terjadi

karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik koloid plasma.

Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong antara kedua pleura

tersebut karena biasanya hanya terdapat sedikit(10-20cc)cairan yang merupakan

lapisan tipis serosa dan selalu bergerak secara teratur.Cairan yang sedikit ini

merupakan pelumas antara kedua pleura,sehingga mereka mudah bergeser satu sama

lain.Dalam keadaan patologis,rongga antara kedua pleura ini dapat terisi dengan

beberapa liter cairan atau udara. (Somantri, 2008)

3.Etiologi

Efusi pleura merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain, jarang

merupakan penyakit primer (Leonardo et.al, 2014). Ada dua tipe penyebab efusi

pleura, yaitu efusi pleura transudatif dan efusi pleura eksudatif. Efusi pleura

transudatif disebabkan oleh beberapa kombinasi dari beberapa peningkatan

tekananhidrostatik dan berkurangnya tekanan onkotik kapiler, misalnya gagal

jantung, sirisi dan sindrom nefrotik. Sedangkan efusi pleura eksudatif disebabkan

oleh proses lokal yang mengakibatkan perubahan pada pembentukan dan penyerapan

cairan pleura, peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan eksudasi cairan,


protein, sel dan komponen serum lainnya. Penyebab yang paling sering terjadi yaitu

pneumonia, malignansi, pulmonary embolism, infeksi virus dan tuberkulosis

(Dwianggita, 2013).

4.Patologi

pada umunya, efusi terjadi karena penyakit pleura hampir mirip plasma (eksudat)

sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat plasma (transudat).

Efusi dalam hubungannya dengan pleuritis disebabkan oleh peningkatan

permeabilitas pleura perietalis sekunder (efek samping dari) peradangan atau

keterlibatan neoplasma. Contoh bagi efusi pleura dengan pleura normal adalah payah

jantung kongestif. Pasien dengan pleura yang awalnya normal pun dapat mengalami

efusi pleura ketika terjadi payah/gagal jantung kongestif. Ketika jantung tidsk dapat

memompakan darahnya secara maksimal keseluruh tubuh terjadilah peningkata

tekanan hidrostatik pada kepiler yang selanjutnya menyebabkan hipertensinkapiler

sistemik. Cairan yang berada dalam pembuluh darah pada area tersebut selanjutnya

menjadi bocor dan masuk ke dalam pleura. Peningkatan pembentukan cairan dari

pleura perietalis karena hipertensi kapiler sistemik dan penurunan reabsorbsi

menyebabkan pengumpulan abnormal cairan pleura (Somantri, 2008)

Adanya hipoalbuminemia juga akan mengakibatkan terjadinya peningkatan

pembentukan cairan pleura dan berkurangnya reabsorbsi. Hal tersebut berdasarkan

adanya penurunan pada tekanan onkotik intravaskuer (tekanan osmotik yang

dilakukan oleh protein)


Luas efusi pleura yang mengancam volume paru-paru, sebagian akan tergantung

atas kekakuan relatif paru-paru dan dinding dada. Dalam batas pernapasan normal,

dinding dada cenderung rekoil ke luar sementara paru-paru cenderung untuk rekoil ke

dalam (paru-paru tidak dapat berkembang secra maksimal melainkan cenderung

untuk mengempis) (Somantri, 2008).

5.Tanda Dan Gejala

Gejala pada efusi pleura tergantung seberapa besar akumulasi cairan pada rongga

pleura dan penyebab efusi pleura yang mendasarinya. Tanda pada efusi pleura yaitu

deviasi trake, pergerakan dada berkurang, perkusi pekak, bunyi napas berkurang atau

tidak ada, fremitus/resonans vokal berkurang dan gesekan pleura. Sedangkan gejala

pada efusi pleura yaitu sesak napas, nyeri dada dan pleuritik (Gleadle, 2005).

6.Prognosis

Prognosis pada pasien dengan efusi pleura adalah baik. Namun karena efusi

pleura merupakan gejala dari suatu penyakit, prognosis efusi pleura tergantung dari

penyakit yang mendasarinya. Dengan kata lian, prognosis efusi pleura dikatakan

sangat buruk jika penyakit yang mendasarinya seperti kanker yang telah menyebar ke

seluruh pleura. Sedangkan prognosis dapat dikataikan baik apabila seseorang yang

sehat terkena infeksi yang menyebabkan efusi pleura telah diobati dengan tuntas.
A. Problematika Fisioterapi

Menurut International Classification of Functioning Disability and health

(ICF). Problematika fisioterapi dibagi dalam tiga tingkatan yaitu impairment,

functional kimitation dan participation of restriction. Problematika fisioterapi kasus

efusi pleura juga dibagi dalam tiga tingkatan tersebut.

Pada pasien dengan efusi pleura, prblematika fisioterapi pada tingkat

impairment yaitu penurunan volume paru, gangguan pengembangan toraks, nyeri

dada, kekak...ukan padu paru ataupun toraks, sesak napas dan spasme pada otot bantu

pernapasan. Sesak napas terjadi karena adanya penumpukan cairan yang lebih dari

normal di dalam rongga pleura. Sedangkan spasme pada otot bantu pernapasan terjadi

karena sesak napas akan meningkatkan beban kerja pernapasan karena otot-otot

pernapasan yang harus bekerja lebih keras untuk bernapas.

Pada tingkat functional limitation, pasien mengalami penurunan dalam

menjalani aktivitasnya dikarenakan keluhan pasien akan mudah timbul jika

digunakan untuk beraktivitas, pasien tidak dapat melakukan pekerjaan rumah denga

baik apabila sesak napas kambuh.

Pada tingkat participation of retiction, pasien yang tidak mampu menjalani

aktivitasnya akibat penurunan kemampuan fisik yang disebabkan oleh penyakitnya


tersebut akan merasa minder dan kurang percaya diri dalam bersosialisasi. Pasien

juga akan merasa terganggu dengan keluhan yang dirasakannya saat bersosialisasi

dengan masyarakat dan pasien tidak dapat mengikuti kegiatan di masyarakat karena

kondisi yang tidak membaik.

B. Teknologi Intervensi

Intervensi fisioterapi yang dapat diberikan pada pasien dengan efusi pleura sesuai

dengan problematika fisioterap yang telah dipaparkan di atas diantaranya yaitu

nebulizer,deep breathing,segmental breathing exercise,mobilisasi sangkar thorax:

1.Nebulizer

Nebulizer merupakan suatu alat pengobatan dengan cara memberikan obat

dengan dihirup, setelah obat tersebut terlebih dahulu di pecah menjadi partikel

partikel yang lebih kecil melalui cara aerosol atau humidifikasi. Nebulizer

mengubah cairan menjadi droplet aerosol sehingga dapat dihirup oleh pasien.

Obat yang digunanakan dapat berupa solusio atau suspensi (Tanto,2014).

Terapi inhalasi dengan nebulizer efektif dilakukan karena transportasi

obatnya lebih efektif sehingga reaksi obatnya cepat sampai ke paru-paru daripada

pemberian obat lewat oral atau subkutan (Roggeri, 2016).

Adapun indikasi nebulizer, yaitu: kondisi atshma bronchiale, Penyakit

Paru Obstruktif Kronik, sindroma obstruksi post TB, mengeluarkan dahak.

Kontra indikasi nebulizer adalahhipertensi, riwayat alergi, trakeostomi,


fraktir di daerah hidung, maxilla, pallatum oris, dan kontraindikasi dari obat yang

digunakan untuk nebulisasi.

2.Deep breathing exercise

Deep breathing exercise merupakan bagian dari tekhnik latian pernapasan yang
menekankan pada inspirasi maksimium yang panjang yang dimulai dari akhir
ekspirasi dengan tujuan meningkatkan volume paru,meningkatkan dan redistribusi
ventilasi,mempertahankan alveolus tetap mengembang ,meningkatkan
oksigenasi,membantu membersihkan sekresi,mobilisasi sangkar torak dan
meningkatkan kekuatan dan daya tahan serta efisiensi dari otot-otot pernapasan
( Saunders,2008)

Deep breathing exercise merupakan latihan pernapasan dengan teknik bernapas

secara perlahan dan dalam menggunakan otot diafragma, sehingga

memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh

(Smeltzer, et al., 2009).

3.Segmental breathing exercise

Segmental breathing exercise adalah suatu latihan nafas pada segmen paru tertentu
dengan tujuan melatuh pengembangan paru persegmen.Pemberian rangsangan
sentuhan dan penguluran akan memberikan stimulasi pasa otot-otot pernapasan
untuk berkontraksi lebih kuat selama inspirasi sehingga akan semakin menambah
pengembangan sangkar torak yang akan berakibat peningkata volume paru.

Adapun indikasinya yaitu,nyeri incisi bedah dan splinting,atelectasis,pasca


torakotomi untuk pneumonia dada,pasca mastektomi (Saunders, 2008).Menurut
(Gunjal,et al,2015) segmental breathing exercise diberikan untuk mendorong atau
meningkatkan perluasan paru-paru yang terlokalisasi pada pasien efusi
pleura.Latihan tersebut menunjukan manfaat secara restriktif disfungsi,karena
membantu mengembalikan ekspansi paru-paru sampai batas tertentu dan untuk
pemulihan serta mengurangi komplikasi seperti fibrosis pleura.

4.Mobilisasi sangkar thorak

Dengan mobilisasi sangkar thorak dapat meningkatkan ekspansi thorak dan

menurunkan sesak nafas serta memperingan kerja otot-otot pernafasan. Latihan

mobilisasi sangkar thorak merupakan bentuk latihan nafas yang melibatkan

pernafasan dinding dada yang dapat memperbaiki inspirasi secara maksimal. Latihan

ini dapat melatih pasien yang tidak memiliki kemampuan bernafas secara maksimal

yang memungkinkan untuk mendapatkan oksigen yang dibutuhkan, agar saturasi

oksigen dalam keadaan optimal. Mobilisasi sangkar thorak bisa dilakukan lebih dari

satu kali dalam sehari (Solomen & Aaron, 2015).

Anda mungkin juga menyukai