Anda di halaman 1dari 23

42

BAB III

STUDI KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Pasien berinisial Tn. Rh dengan jenis kelamin laki- laki dan

berumur 26 tahun. Pasien beragama Islam, lahir di Jakarta, 20 Juni 1992.

Pasien berstatus belum menikah. Pasien bekerja sebagai satpam. Diagnosis

Multiaksial pasien dengan Aksis I yaitu F 20.0 Skizofrenia paranoid, Aksis

II yaitu F 60.0 Gangguan kepribadian paranoid, Aksis III yaitu tidak ada

riwayat penyakit lain, Aksis IV yaitu Masalah dengan “primary support

group” (keluarga), Aksis V yaitu GAF 80-71 (Gejala sementara dan dapat

diatasi, disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan, sekolah, dan lain-lain).

B. DATA SUBJEKTIF

1. Initial assessment

Berdasarkan hasil interview pada 6 Maret 2019, diketahui pasien

dibawa ke RSJ karena mengalami halusinasi suara dan emosi. Pasien

baru pertama kali dibawa ke RSJ dan dalam keluarga pasien tidak ada

riwayat kondisi yang sama seperti pasien. Harapan pasien ingin segera

pulang dan kembali bekerja.

2. Observasi Klinis

Berdasarkan observasi yang dilakukan pada tanggal 6 Maret 2019,

diketahui bahwa pasien berpenampilan bersih dan rapi. Pasien

berbicara dengan suara sedang dan intonasi suaranya jelas.


43

Pembicaraan pasien sesuai dengan konteks dan terarah. Pasien belum

mampu mengawali dan mempertahankan komunikasi. Pasien

cenderung pasif dan diam saat mengikuti aktivitas yang ada di ruang

Rehabilitasi. Pasien memiliki postur dan dan mobilitas (cara berjalan)

yang normal. Sikap pasien kooperatif.

3. Screening Test

Berdasarkan hasil Psychiatric Screening pada 6 Maret 2019,

diperoleh informasi bahwa pasien termasuk orang yang introvert.

Alasan pasien dibawa ke RSJ dan dirawat di bangsal rawat inap pada

saat itu karena pasien mengalami halusinasi suara dan emosi. Pasien

merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara, sekarang pasien tinggal

dengan nenek dan paman nya karena kedua orang tua nya sudah

berpisah sejak ia kecil. Pasien dekat dengan paman nya. Dari keluarga

pasien tidak ada yang mengalami gangguan kondisi jiwa. Pasien juga

suka menyendiri tidak mau komunikasi dengan orang, banyak diam.

Pasien merokok sebungkus perhari, pernah mengkonsumsi alkohol dan

narkotika. Riwayat pendidikan terakhir pasien adalah tamat SD.

Riwayat pekerjaannya pasien pernah bekerja sebagai OB / Cleaning

Service, kurir, operator warnet, kerja di kapal, dan pekerjaan

terakhirnya yaitu satpam / security. Penampilan pasien secara umum

mulai dari rambut, wajah, kuku, kulit, bersih, gaya berpakaian pasien

juga rapi. Secara umum pasien sehat, postur badan terlihat santai tidak

bungkuk. Saat wawancara pasien memberikan respon yang baik dan


44

mau melakukan kontak mata dengan terapis. Emosional pasien pada

saat itu baik. Pada saat wawancara halusinasi tidak ada karena kondisi

pasien sudah membaik dan stabil. Sikap terhadap orang lain saat

berinteraksi belum mampu mengawali atau mempertahankan

komunikasinya. ADL pasien mandiri. Level insight pasien 5, yaitu

Intellectual Insight: pengakuan bahwa pasien menderita dan bahwa

gejala atau kegagalan dalam penyesuaian sosial disebabkan karena

perasaan klien sendiri atau gangguan tanpa memandang masa depan.

4. Model Treatment yang Digunakan

Kerangka acuan yang digunakan pada studi kasus ini adalah

kerangka acuan kognitif perilaku.Kerangka acuan kognitif perilaku

atau Cognitive Behavior Therapy merupakan kerangka acuan yang

menekankan perubahan pikiran yang dipercayai untuk menghasilkan

perilaku spesifik atau mengembangkan pengetahuan dasar untuk

memecahkan permasalahan. Strategi yang akan digunakan pada

kerangka acuan ini adalah modifikasi pikiran dan perilaku, listening

for must, modelling dan physical guidance, problem solving,

reinforcement, dan homework.

C. DATA OBJEKTIF

Data objektif diperoleh dari hasil pemeriksaan menggunakan

pemeriksaan terstandar yaitu menggunakan Interest Checklist, Mini

Mental Status Examination (MMSE), Comprehensive Occupational


45

Therapy Evaluation Scale (COTE), Social Interaction Anxiety Scale

(SIAS) dan BaFPE SIS (Skala Interaksi Sosial).

Berdasarkan pemeriksaan menggunakan Interest Checklist pada

tanggal 8 Maret 2019, didapatkan hasil bahwa Tn.Rh memiliki kesenangan

dalam membaca, melihat TV, berkebun, memancing, jalan-jalan.

(Terlampir)

Berdasarkan pemeriksaan Mini Mental State Examination (MMSE)

pada tanggal 8 Maret 2019 diperoleh hasil skor 26 yang berarti pasien

tidak memiliki gangguan kognitif. (Terlampir)

Berdasarkan pemeriksaan Comprehensive Occupational Therapy

Evaluation (COTE) pada tanggal 8 Maret 2019 dilakukan dengan cara

observasi perilaku selama pelaksanaan terapi di RSJ Dr. Soeharto

Heerdjan. Observasi meliputi, perilaku umum, interpersonal dan perilaku

untuk melaksanakan tugas.Skala COTE untuk kondisi normal 0 dan hasil

pemeriksaan klien memperoleh total 24. Hasil pemeriksaan COTE pada

bagian perilaku umum normal. Pada bagian interpersonal pasien

mendapatkan subtotal 7 yaitu, pasien masih memiliki masalah pada

kemandirianya yang mendapat skor 2, pada tindakan asertif pasien

mendapat skor 2, pada kemampuan bersosialisasi mendapatkan skor 3.

Selanjutnya pada bagian perilaku untuk melaksanakan tugas pasien

mendapat subtotal 17 yaitu pada melakukan tugas mendapat skor 1,

konsentrasi mendapat skor 3, mengikuti perintah mendapat skor 1,

kerapian beraktifitas (a) dan (b) mendapat skor 1 dan 2, problem solving
46

pasien mendapat skor 2, kompleksitas dan organisasi tugas mendapat skor

2, initial learning mendapat skor 2, ketertarikan beraktivitas mendapat

skor 3, ketertarikan dalam menyelesaikan aktifitas mendapat skor 1, dan

membuat keputusan mendapat skor 2. (Terlampir)

Berdasarkan pemeriksaan Social Interaction Anxiety Scale (SIAS)

pada tanggal 8 Maret 2019 didapatkan hasil bahwa pasien mendapatkan

total skor 38 yang berarti kemungkinan ada fobia sosial dan gangguan

minimal. (Terlampir).

Berdasarkan pemeriksaan BaFPE skala interaksi sosial pada

tanggal 8 Maret 2019, memperoleh total skor skala interaksi sosial pasien

adalah 17,6. Sedangkan nilai rata-rata dari populasi pembanding adalah

24,9. Skor yang diperoleh pasien lebih rendah dari skor pembanding,

berarti pasien mengalami gangguan interaksi sosial. Berdasarkan sampel

dari grup 4 pembanding secara keseluruhan skor parameter yang diperoleh

pasien memiliki rata-rata skor lebih rendah dibandingkan grup 4 pada area

evaluasi fungsional. Skor terendah diantaranya pada kemampuan bekerja

sama atau berhubungan dengan orang lain, kemandirian dan

ketergantungan serta perilaku yang bisa diterima sosial. Sedangkan dari

skor situasi diperoleh bahwa sebagian besar menunjukkan nilai rata-rata

lebih tinggi yaitu pada situasi saat wawancara tatap muka dan situasi

kelompok yang terstruktur.

Dilihat dari kekuatan parameter area fungsionalmya, pasien

biasanya menunjukkan perilaku yang sesuai, sopan dan tidak mengganggu,


47

dan tidak mempunyai masalah dalam melakukan aktivitas. Kelemahannya,

pasien tidak mampu mengawali pembicaraan jika tidak didekati terlebih

dahulu, masih kurang dalam bekerja sama/berhubungan dengan orang lain

dan pasien masih cenderung bergantung pada orang lain.

Dilihat dari observasi situasi diperoleh data bahwa pasien memiliki

skor tertinggi pada situasi kelompok yang terstruktur meskipun masih

kurang dari skor rata-rata. Pasien mendapatkan skor terendah pada

kelompok verbal terstruktur karena cenderung menghindari interaksi

dengan orang lain seperti saat aktivitas kelompok sosialisasi atau saat

terapi kelompok verbal. (Terlampir).

D. ASSESSMENT/PENGKAJIAN DATA

1. Rangkuman Data Subjektif dan Objektif

Berdasarkan data subjektif dan data objektif diperoleh data bahwa

Pasien berpenampilan bersih dan rapi. Pasien berbicara dengan suara

sedang dan intonasi suaranya jelas. Pembicaraan pasien sesuai dengan

konteks dan terarah. Pasien belum mampu mengawali dan

mempertahankan komunikasi. Pasien cenderung pasif dan diam saat

mengikuti aktivitas yang ada di ruang Rehabilitasi. Emosional pasien

pada saat itu baik. Pada saat wawancara halusinasi tidak ada karena

kondisi pasien sudah membaik dan stabil. Sikap terhadap orang lain

saat berinteraksi belum mampu mengawali atau mempertahankan

komunikasinya. ADL pasien mandiri. Level insight pasien 5.


48

Berdasarkan pemeriksaan menggunakan Interest Checklis tpada

tanggal 8 Maret 2019, didapatkan hasil bahwa Tn.Rh memiliki

kesenangan dalam membaca, melihat TV, berkebun, memancing,

jalan-jalan. (Terlampir)

Berdasarkan pemeriksaan Mini Mental State Examination (MMSE)

pada tanggal 8 Maret 2019 diperoleh hasil skor 26. (Terlampir)

Berdasarkan pemeriksaan Comprehensive Occupational Therapy

Evaluation (COTE) pada tanggal 8 Maret 2019 hasil pemeriksaan

klien memperoleh total niai 24. (Terlampir)

Berdasarkan pemeriksaan Social Interaction Anxiety Scale (SIAS)

pada tanggal 8 Maret 2019 didapatkan hasil bahwa pasien

mendapatkan total skor 38 yang berarti kemungkinan ada fobia sosial

dan gangguan minimal. (Terlampir).

Berdasarkan pemeriksaan BaFPE skala interaksi sosial pada

tanggal 8 Maret 2019, memperoleh total skor skala interaksi sosial

pasien adalah 17,6. Sedangkan nilai rata-rata dari populasi pembanding

adalah 24,9. Skor yang diperoleh pasien lebih rendah dari skor

pembanding, berarti pasien mengalami gangguan interaksi sosial.

(Terlampir)

2. Aset

Aset yang ada pada pasien yaitu pasien kooperatif dan penampilan

pasien bersih dan rapi, atensi dan konsentrasi baik. Dalam ADL pasien

mampu mandiri.
49

3. Limitasi

Limitasi yang dimiliki pasien adalah pasien menarik diri dari

lingkungan sosial, interaksi sosial dengan orang lain kurang, terlihat

pasien lebih suka menyendiri dan banyak diam, pasien belum mampu

mengawali dan mempertahankan interaksi, motivasi melaksanakan

tugas kurang, pembuatan keputusan pasien kurang baik.

4. Prioritas Masalah

Berdasarkan limitasi yang ada pada pasien, maka prioritas masalah

pasien adalah pada kemampuan interaksi sosial yang menyebabkan

pasien pasif dan menyendiri tidak ikut serta saat mengikuti aktivitas

yang ada di ruang Rehabilitasi.

5. Diagnosis Okupasi Terapi

Pada area IADL pasien memiliki gangguan pada interaksi sosial

karena kurangnya inisiatif memulai komunikasi dan mempertahankan

nya saat mengikuti terapi kelompok aktivitas berkebun dan partisipasi

dalam aktifitas kelompok masih kurang.

E. PERENCANAAN TERAPI

1. Tujuan Jangka Panjang (Long Term Goal)

Pasien mampu berinteraksi sosial secara aktif ketika berkebun selama

8 kali sesi terapi.

2. Tujuan Jangka Pendek (Short Term Goal)

Tujuan jangka pendek yang ingin dicapai yaitu:


50

a. STG 1 : Pasien mampu memulai dan mempertahankan komunikasi

dengan terapis ketika berkebun selama 2 kali sesi terapi.

b. STG 2 : Pasien mampu memulai dan mempertahankan komunikasi

dengan teman sebangsal ketika berkebun secara mandiri selama 3

kali sesi terapi.

c. STG 3: Pasien mampu memulai dan mempertahankan komunikasi

dengan teman kelompok ketika berkebun secara mandiri selama 3

kali sesi terapi.

3. Strategi atau Teknik

Strategi yang akan digunakan pada kerangka acuan ini adalah

modifikasi pikiran dan perilaku dari maladaptive menjadi adaptif

dengan cara memberikan edukasi kepada pasien tentang pikiran dan

perilaku yang benar dan rasional, physical guidance yaitu dengan cara

terapis memberikan bantuan atau bimbingan ketika pasien mengalami

kesulitan dalam melakukan aktivitas, modelling yaitu terapis

memberikan contoh dalam melakukan aktivitas, problem solving yaitu

pasien diajak untuk berfikir dan mengidentifikasi masalah untuk

memecahkan masalah yang ada, listening for must yaitu terapis

memunculkan motivasi dari dalam diri pasien, reinforcement yaitu

terapis memberikan consumable reinforcement kepada pasien jika

pasien mau berusaha melakukan suatu aktivitas dan strategi yang

terakhir yaitu dengan pemberian tugas (homework) akan membuat

pasien berlatih dalam mengembangkan ketrampilan pasien.


51

4. Frekuensi

Frekuensi pemberian terapi dilakukan sebanyak 2 kali sesi terapi

dalam seminggu.

5. Durasi

Durasi terapi yang akan dilakukan pada pelaksanaan terapi

terhadap pasien selama 30-45 menit.

6. Media Terapi

Media terapi yang digunakan adalah pupuk, tanah, polybag, cetok,

air, bibit tanaman, sapu lidi, serok dan modul tahapan cara menanam

dan merawat tanaman dengan benar.

7. Home Program

Home program yang diberikan adalah memberikan edukasi kepada

keluarga agar dapat memberi arahan, semangat, dan kesempatan

kepada pasien agar mampu membaur dan berkomunikasi dengan orang

lain. Keluarga juga harus mendukung dan memfasilitasi melalui

pemberian aktivitas yang mengharuskan pasien untuk berinteraksi

dengan orang lain.

F. PELAKSANAAN TERAPI

Kegiatan terapi dilakukan selama 8 kali sesi terapi. Terapi tersebut

terdiri dari pembukaan, orientasi, pemanasan, aktivitas inti, evaluasi

kegiatan, dan penutup :

1. Terapi vokasional berkebun


52

Terapi vokasional berkebun ini dilakukan secara individu dan

kelompok yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan interaksi

sosial dengan orang lain dengan mengawali komunikasi dan

mempertahankannya.

2. Proses terapi vokasional berkebun

Terapi vokasional berkebun dilakukan di kebun rehabilitasi RSJ.

Dr. SOEHARTO HEERJDAN sebanyak 8 kali sesi terapi yang terdiri

dari beberapa tahap yaitu pembukaan, orientasi, pemanasan, aktivitas

inti dan penutup.

a. Pembukaan

Pembukaan berisi ucapan salam, memberi sapa kepada

pasien, menanyakan kabar pasien dan mengajak pasien untuk

berdo’a bersama sebelum proses terapi berlangsung, penjelasan

outline kegiatan, tujuan, perkenalan terapis dan pasien,

membacakan peraturan yang harus ditaati selama terapi

berlangsung. Aktivitas ini bertujuan untuk meningkatkan interaksi

pasien dengan terapis.

b. Orientasi

Terapis menanyakan kabar dan suasana hati pasien saat ini,

hari, tanggal, bulan dan tahun berapa sekarang, keberadaan pada

ruangan apa. Orientasi ini dilakukan agar pasien mampu

mengetahui kondisi pada saat ini dan melatih kemampuan orientasi

waktu dan tempat pada pasien.


53

c. Pemanasan

Tahapan selanjutnya yaitu pemanasan. Pemanasan

bertujuan untuk memperoleh atensi, meningkatkan semangat

pasien, meningkatkan daya tarik pasien, dan menciptakan suasana

nyaman dan menyenangkan pada pasien agar pasien mampu

mengikuti kegiatan yang akan berlangsung dengan maksimal.

Tahap pemanasan diisi dengan perkenalan satu per satu, bernyanyi

dan games konsentrasi. Kemudian mempersiapkan alat dan bahan.

Pada sesi ini terapis menjelaskan aktivitas apa yang akan dilakukan

dan tujuan pemberian aktivitas yang akan dilakukan, aktivitas ini

digunakan dengan tujuan mempersiapkan pasien ke aktivitas inti.

d. Aktivitas inti

Aktivitas inti dengan menggunakan strategi modifikasi

pikiran dan perilaku, listening for must, modelling dan physical

guidance, problem solving dan reinforcement dan homework.

Modifikasi pikiran dan perilaku dengan mengubah pikiran dan

perilaku pasien dari maladaptatif menjadi adaptif dengan cara

mengedukasi agar pasien mau melakukan aktivitas dengan

pemberian motivasi berupa interest pasien ke aktivitas berkebun

serta edukasi tentang manfaat-manfaat jika terlibat dalam suatu

aktivitas dan mengingatkan pasien tentang tujuan hidup pasien.

Dengan listening for must yaitu terapis memunculkan motivasi dari

dalam diri pasien dengan memberikan perintah kepada pasien


54

untuk memulai bertanya kepada terapis ataupun teman nya ketika

kesulitan atau memerlukan bantuan. Dengan modelling/physical

guidance dilakukan untuk memberikan contoh cara memulai dan

mempertahankan komunisadi serta memberi bimbingan fisik agar

dapat bekerja sama dengan orang lain, terapis mengajak pasien

untuk memulai aktivitas yang dilakukan terlebih dahulu dengan

berdisukusi berbagi tugas dengan temannya.

Dengan strategi problem solving yaitu pasien diajak untuk

berfikir dan mengidentifikasi masalah untuk memecahkan masalah

yang ada ketika berkebun. Strategi reinforcement selain untuk

reward, pemberian strategi reinforcement juga bertujuan untuk

menarik minat pasien dalam melakukan aktivitas, reinforcement

yang diberikan berupa social reinforcement dan consumable

reinforcement. Strategi homework, di berikan ketika proses terapi

sudah selesai, terapis memberikan tugas aktivitas sehari-hari

bertujuan agar pasien mau melakukan aktivitas kesehariannya

tanpa dorongan dari perawat di ruangan, sehingga dari aktivitas

tersebut akan menjadi kebiasaan pasien dan kedepannya pasien

akan melakukan aktivitas tanpa ada dorongan.

e. Aktivitas evaluasi berupa me-review hasil terapi yang telah

berlangsung, bertujuan untuk mengajak pasien me-review kegiatan

terapi dari awal hingga akhir, aktivitas apa saja yang telah

dilakukan serta mengajak pasien membereskan alat dan bahan yang


55

telah digunakan saat terapi berlangsung. Terapis memberikan

reinforcement. Terapis menanyakan perasaan dan arti setelah

melakukan aktivitas berkebun bagi pasien.

f. Penutup diberikan dengan cara, terapis mengajak berdo’a, terapis

memberikan ucapan terimakasih dan mengajak pasien mencuci

tangan dan kaki.

Berikut ini merupakan rincian terapi yang dilakukan selama 8 kali

sesi terapi pada tanggal 6-27 Maret 2019 :

STG 1:

Pelaksanaan terapi untuk STG 1 dilaksanakan pada tanggal 6 dan 9

Maret 2019. Terapis menyapa pasien dan mengucapkan salam. Terapis

mengajak pasien berdo’a sebelum memulai kegiatan terapi,

menanyakan kabar pasien, orientasi waktu dan tempat, menanyakan

kegiatan apa yang dilakukan di wisma, dan terapis menjelaskan

kegiatan terapi yang akan dilakukan.

Pemanasan, terapis mengajak pasien berkenalan, menyanyi atau

bermain games konsentrasi, menanyakan alat dan bahan untuk

menanam. Selanjutnya terapis memberikan modul tentang tahapan-

tahapan menanam, dan urutan aktivitas yang di lakukan saat berkebun.

Aktivitas ini dilakukan dengan tujuan untuk menyiapkan pasien ke

aktivitas inti.

Aktivitas inti : terapis mengajak pasien untuk melakukan kegiatan

rehab yaitu aktivitas berkebun, terapis mengintruksikan pasien untuk


56

menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan ketika berkebun.

Selanjutnya terapis mengajak pasien untuk menanam, terapis memberi

kesempatan kepada pasien untuk memilih tanaman apa yang ingin di

tanam. Aktivitas ini menggunakan strategi modifikasi pikiran dan

perilaku yaitu terapis memberi motivasi kepada pasien berupa interest

pasien ke aktivitas berkebun untuk menarik minat pasien. Selanjutnya

dengan strategi modelling dan physical guidance yaitu terapis memberi

dukungan fisik dan contoh bagaimana cara mengawali interaksi

dengan orang lain saat akan meminta bantuan. Kemudian dengan

strategi listening for must yaitu terapis memunculkan motivasi dari

dalam diri pasien dengan memberikan perintah kepada pasien untuk

memulai bertanya kepada terapis ketika kesulitan atau memerlukan

bantuan dalam proses berkebun. Setelah aktivitas menanam berkebun

selesai terapis mengajak pasien untuk cuci tangan agar bersih.

Reevaluasi : terapis mengevaluasi kegiatan terapi dengan menanyakan

kegiatan apa saja yang telah dilakukan. Aktivitas ini menggunakan

strategi social reinforcement yaitu terapis memberi pujian untuk setiap

perilaku yang diharapkan muncul. Terapis menjelaskan tujuan kegiatan

terapi hari ini yaitu untuk meningkatkan kemampuan interaksi sosial

pasien dalam melakukan aktivitas berkebun. Pasien dapat memberikan

pendapat serta keinginannya dalam aktivitas berkebun dan mampu

memberi saran untuk program terapi selanjutnya tanpa perlu dorongan

dari terapis serta mengingatkan pasien untuk tidak banyak melamun.


57

Terapis menanyakan perasaan pasien setelah melakukan aktivitas

berkebun. Respon pasien, pasien terlihat biasa saja dan pasien

menjawab pasien senang sudah melakukan aktivitas berkebun karena

mendapatkan pengalaman baru yang sebelumnya belum pernah

dilakukannya.

Penutup : sebelum kembali ke ruangan terapis mengajak pasien untuk

cuci tangan dan kaki. Selanjutnya terapis menggunakan strategi

homework berupa aktifitas yang harus dilakukan diruangan, mengajak

pasien bordo’a bersama dan mengucap salam untuk mengakhiri proses

terapi.

STG 2 :

Pelaksanaan terapi untuk STG 2 pada tanggal 11, 13, dan 15 Maret

2019. Terapis menyapa dan mengucapkan salam, menanyakan kabar

hari ini, orientasi waktu dan tempat, serta memberikan semangat

kepada pasien. Terapis mengajak pasien untuk berdo’a sebelum

melakukan kegiatan terapi. Review kegiatan terapi sebelumnya dan

menjelaskan kegiatan terapi yang akan dilakukan.

Pemanasan : terapis mengajak pasien berkenalan, menyanyi atau

bermain games konsentrasi agar pasien lebih bersemangat. Pasien

sudah mulai berinisiatif menanyakan apa yang akan ditanam hari ini

dan ketika terapis menanyakan bagaimana cara menanam biji cabai,

pasien mampu menjelaskan caranya dengan tepat.


58

Aktivitas inti : terapis mengarahkan dan mengajak pasien untuk

berkebun. Terapis dengan sengaja membatasi media alat dan bahan

agar mendorong pasien untuk berinteraksi dengan terapis atau teman

nya. Aktivitas ini menggunakan strategi yang sama dengan STG I

sebelumnya dengan ditambah strategi problem solving yaitu pasien

diajak berpikir bagaimana mengawali komunikasi dengan orang lain

yang tidak dikenal, atau apa yang dilakukan jika lawan bicara

cenderung pendiam daripada pasien. Pada terapi kali ini pasien sudah

mempunyai inisiatif memberi saran untuk kegiatan terapi selanjutnya

untuk menanam bayam atau kacang panjang. Setelah aktivitas

berkebun selesai terapis mengajak pasien untuk cuci tangan agar

bersih.

Reevaluasi : ketika terapis mengevaluasi kegiatan, pasien sudah

mampu bertanya dan menjelaskan kembali kegiatan yang telah

dilakukan, dan berinisiatif memberi saran menanam tanaman lain

dipertemuan selanjutnya. Terapis memberikan pujian setiap tindakan

yang dikehendaki muncul serta memberikan kue sebagai consumable

reinforcement, menjelaskan tujuan kegiatan terapi dan me-review

kegiatan terapi yang dilakukan. Terapis menanyakan kembali kegiatan

terapi yang sudah dilakukan. Terapis menanyakan apa yang dirasakan

setelah melakukan aktivitas berkebun. Respon pasien, pasien terlihat

biasa dan pasien menjawab senang melakukan aktivitas berkebun dan

pasien ingin melakukan aktivitas berkebun jika sudah pulang.


59

Penutup : sebelum kembali ke ruangan terapis mengajak pasien untuk

cuci tangan dan kaki. Selanjutnya terapis menggunakan strategi

homework berupa aktifitas yang harus dilakukan diruangan, mengajak

pasien untuk berdo’a dan mengucapkan salam.

STG 3 :

Pelaksanaan terapi untuk STG 2 pada tanggal 18, 20, dan 22 Maret

2019. Terapis menyapa dan mengucapkan salam, menanyakan kabar

hari ini, orientasi waktu dan tempat, serta memberikan semangat

kepada pasien. Terapis mengajak pasien untuk berdo’a sebelum

melakukan kegiatan terapi. Review kegiatan terapi sebelumnya dan

menjelaskan kegiatan terapi yang akan dilakukan.

Pemanasan : terapis mengajak pasien berkenalan, menyanyi atau

bermain games konsentrasi agar pasien lebih bersemangat.

Aktivitas inti : pasien sudah berani berinisiatif mengajukan diri untuk

ikut kegiatan rehab yaitu aktifitas berkebun. Terapis mengarahkan

pasien untuk menanam bayam. Pada terapi kali ini, terapis memberi

arahan dan bantuan minimal agar pasien mau melakukan tugas dengan

mandiri. Sesekali terapis mengingatkan pasien untuk turut

menawarkan diri terlebih dahulu membantu temannya ketika kesulitan.

Pasien mengingatkan terapis ketika terapis mengucapkan tahapan yang

salah dalam tahap menanam. Aktivitas ini menggunakan strategi yang

sama dengan STG sebelumnya. Setelah aktivitas berkebun selesai

terapis mengajak pasien untuk cuci tangan agar bersih.


60

Reevaluasi : Terapis mengevaluasi kegiatan terapi yang telah

dilakukan. Pasien sudah memiliki inisiatif untuk menanam sendiri, dan

mau mengingatkan terapis jika terapis salah dalam menanam. Pasien

juga aktif bekerja sama membantu teman nya saat kesulitan. Terapis

memberi pujian pada setiap perilaku yang diharapkan muncul. Terapis

menanyakan apa arti dan perasaan pasien setelah melakukan aktivitas

berkebun. Respon pasien, pasien terlihat senang.

Penutup : sebelum kembali ke ruangan terapis mengajak pasien untuk

cuci tangan dan kaki. Selanjutnya terapis menggunakan strategi

homework berupa aktifitas yang harus dilakukan diruangan, mengajak

pasien untuk berdo’a dan mengucapkan salam.

G. REEVALUASI

1. Data Subjektif

Berdasarkan hasil data subjektif yang telah dilakukan pada tanggal

25 Maret 2019, diketahui bahwa pasien mengalami peningkatan dalam

interaksi sosial dengan terapis dan temannya. Pasien sudah dapat

berbaur dengan temannya atau petugas di ruangan. Pasien sudah mau

dan mampu mengawali dan mempertahankan pembicaraan. Pasien

mengalami peningkatan dalam minat mengikuti aktivitas di ruang

rehab.

2. Data Objektif

Dalam reevaluasi data objektif ini dilakukan untuk mengetahui

perkembangan pasien berdasarkan pemeriksaan terstandar.


61

Pemeriksaan terstandar yang dilakukan pada reevaluasi ini adalah

Comprehensive Occupational Therapy Evaluation Scale (COTE),

Social Interaction Anxiety Scale (SIAS) dan BaFPE SIS (Skala

Interaksi Sosial).

Berikut ini merupakan perbandingan dari pemeriksaan diawal

pertemuan dengan reevaluasi yang dilakukan setelah pelaksanaan

terapi :

Pemeriksaan Sebelum Sesudah Keterangan

Comprehensi Pemeriksaan Diperoleh Pada bagian perilaku

ve awal : skor total umum normal. Pada

Occupational Diperoleh 8. Komponen

Therapy skor total interpersonal skor awal

Evaluation 24. 7, sedangkan pada

Scale reevaluasi diperoleh

(COTE) skor 2. Pada komponen

perilaku untuk

melaksanakan tugas

skor awal 17, sedangkan

pada reevaluasi

diperoleh skor 9.

Social Diperoleh Diperoleh Pasien mengalami

Interaction skor total skor total peningkatan dari

Anxiety Scale 38. 19. gangguan minimal ke


62

(SIAS) normal.

BaFPE SIS Diperoleh Diperoleh Pasien mengalami

(Skala skor total skor total peningkatan pada area

Interaksi 17,6 19,2 evaluasi fungsional

Sosial). yaitu pada komponen

komunikasi verbal,

kemandirian dan

ketergantungan,

kemampuan bekerja

sama atau berhubungan

dengan orang lain, dan

partisipasi dalam

aktifitas kelompok.

Sedangkan pada situasi

mengalami peningkatan

pada saat wawancara

tatap muka, situasi

kelompok yang tidak

terstruktur, situasi

kelompok yang

terstruktur dan

kelompok verbal
63

terstruktur.

3. Hasil/pencapaian program terapi

No Kondisi sebelum terapi Kondisi sesudah terapi

1 Pasien belum mampu memulai dan Pasien sudah mau

mempertahankan komunikasi memulai berbicara

dengan terapis, pasien

lain dan petugas serta

mempertahankan

komunikasinya

2 Pasien cenderung pasif dan jarang Pasien mulai inisiatif

mengikuti kegiatan rehab untuk mengajukan diri

ikut kegiatan rehab

3 Pasien kurang percaya diri dan Pasien sudah mampu

minder percaya diri ketika

mengikuti kegiatan di

rehab walaupun terkadang

masih diberi motivasi

Berdasarkan proses terapi yang telah dilakukan selama 8 kali sesi

terapi, pasien mampu mencapai STG 1, 2 dan 3. Dengan demikian


64

long term goal (LTG) sudah tercapai yaitu pasien mampu berinteraksi

sosial secara aktif ketika berkebun.

H. Follow Up

Sebagai tindakan lanjut program terapi, maka terapis maupun

keluarga dapat memberikan arahan, dorongan, motivasi agar pasien lebih

percaya diri dan menfasilitasi pasien untuk sering membaur dan

komunikasi dengan orang lain. Selain itu, keluarga mampu memahami

kondisi pasien dan mengingatkan pasien untuk rutin mengosumsi obat dan

kontrol agar tidak kambuh kembali.

Anda mungkin juga menyukai