Anda di halaman 1dari 14

Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 2, 1 (Juni 2017): 81-94

Website: journal.uinsgd.ac.id/index.php/jw
ISSN 2502-3489 (online) ISSN 2527-3213 (print)

Tafsir Kontemporer: Metodologi, Paradigma


dan Standar Validitasnya

Eni Zulaiha
Fakultas Ushuludin UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Jl A.H Nasution No 105 Bandung, Jawa Barat, Indonesia
E-mail: enzul72@gmail.com

_________________________

Abstract
Feminist exegesis (tafsir) is a unique genre emerges in contemporary era when gender issue become a global
concern. The paradigm of this tafsir started from the asumpsion that the Qur‟anic principle of male-female
relationship should be based on justice (al-„adalah), equality (al-musawah), appropriateness (al-ma‟ruf), and
conssensus (syura). Thus, any exegesis produced in classical period which violate all those principles are
considered unacceptable, especially in relation to the current situation which differ from that of previous time.
Feminist tafsir employs gender analisys as a tool to differentiate between God given condition that is unchangeable
to gender as social construction that is changeable. In addition, hermeneutics is considered an appropriate
approach chosen in feminist tafsir along with thematic method to interprete verses about gender relation in the
Qur‟an. With this methodology, its aim is to produce tafsir with more intersubjective and critical insight related to
gender relation.
Keywords:
Feminist interpretation; history; validity feminist interpretation.
__________________________

Abstrak
Tafsir feminis adalah sebuah genre tersendiri yang muncul di era kontemporer ketika isu gender menjadi isu global.
Paradigma tafsir ini berangkat dari asumsi, bahwa prinsip dasar al-Qur‟an dalam relasi laki-laki dan perempuan
adalah keadilan (al-'adalah), kesetaraan (al-musawah), al-ma'ruf (kepantasan), syura (musyawarah). Sehingga
produk-produk penafsiran klasik yang bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut akan dinilai tidak tepat, terutama
ketika diterapkan untuk konteks kekininian, sebab situasi dan kondisinya jelas berbeda sama sekali dengan zaman
dulu. Model analisis yang dipakai dalam paradigma tafsir feminis adalah analisis gender,yang secara tegas
membedakan antara kodrat sebagai sesuatu yang tidak bisa berubah, dengan gender sebagai konstruksi sosial yang
bisa berubah. Wajar jika kemudian pendekatan hermeneutik dengan metode tafsir tematik akhirya menjadi pilihan
dalam mengkaji ayat-ayat tentang relasi gender. Sebab dengan metodologi seperti itu, diharapkan produk tafsir akan
lebih intersubyektif dan kritis melihat problem relasi gender.

Kata Kunci:
Sejarah; tafsir feminis; validitas tafsir feminis.
__________________________

DOI: 10.15575/jw.v2i1.780
Received: June 2016; Accepted: June 2017; Published: June 2017
Eni Zulaiha Tafsir Kontemporer: Metodologi, Paradigma dan
Standar Validitasnya

A. PENDAHULUAN merespon Alquran sehingga tafsir di abad


Tafsir awalnya lebih merupakan ilmu yang kontemporer memiliki asumsi dan paradigma
sangat teknis, mulai dari bagaimana cara yang berbeda dengan tafsir di masa awal.
membaca Alquran, i‟rabnya, sampai pada Jika pada tradisi penafsiran klasik prinsip
bagaimana memahami kandungan Alquran. bahwa Alquran shalih likulli zaman wa makan
Maka objek kajian tafsir pada saat itu masih dipahami secara paksa pada konteks apa pun
sangat luas. Muhammad Ali Salamah, Husein ke dalam teks Alquran. Akibatnya, pemaham-
Al-Dzahabi yang dan Khalid ibn Usman yang an yang muncul cenderung tekstualis dan lite-
mempersempit definisi tafsir menjadi ilmu ralis. Maka pada tafsir kontemporer, prinsip
yang yang mengkaji kompleksitas Alquran tersebut dipahami lebih kontekstual. Sehingga
dalam rangka memahami firman Allah SWT hasil penafsirannya bukan hanya pada persoal-
sesuai kadar kemampuan manusia. Maka bisa an makna kata, namun lebih pada penemuan
disimpulkan bahwa objek material tafsir ideal moral dari tiap ayat Alquran yang meru-
adalah Alquran, sedang objek formal tafsir itu pakan hasil kolabarosi penggunaan analisa
adalah problem pemberian makna dan mem- makna kata, analisa sosial dan analisa historis.
produksi makna untuk mengungkap maksud Menurut hemat penulis ada dua hal yang
firman Allah. Jika demikian, maka seorang menjadi dasar pentingnya pembahasan tentang
penafsir hanya berkewajiban memahami mak- paradigma, metodologi dan validitas tafsir
sud Allah dalam Alquran sesuai kemampuan kontemporer menjadi penting. Pertama sering
keilmuan dan latar belakang yang meling- terjadinya kesalahpahaman dalam menilai
kupinya. Seorang penafsir hanya seorang yang sebuah tafsir sehingga dengan mudah menilai
mencoba mencari kebenaran dan bukan bahwa sebuah tafsir itu sesat hanya karena
penentu kebenaran. Oleh karenanya, tafsir berbeda metodologi. Kedua membahas para-
pada posisi seperti ini bukan suatu produk digma, metodologi dan validitas tafsir kon-
yang final, dan tafsir harus selalu dipahami temporer adalah mengenalkan dengan rinci
dengan cara mengingat latar ilmu dan latar tentang akar akar yang membuat tafsir ini
kehidupan saat mufasir itu menuliskannya. berbeda dengan tafsir yang selama ini ada,
Berkenaan dengan ini Syahrur pernah meng- sehingga penjabaran tentang tafsir kontem-
kritik bahwa idealnya tafsir harus merupakan porer secara metodologis dapat menjadi
kajian ilmiah yang objektif atas teks suci filtrasi terhadap tuduhan miring pada tafsir ini.
keagamaan. Makanya ia tidak boleh dilandasi Tulisan ini bermaksud membahas paradigma,
oleh kepentingan-kepentingan tendensius, se- standar validitas dan berbagai pendekatan
bab hal itu akan menjerumuskan seseorang pa- yang digunakan tafsir Alquran di zaman
da kearagu-raguan dan menyebabkan hilang- kontemporer. Dalam tulisan ini akan diguna-
nya nilai objektifitas penafsiran1 kan metode deskriptif analitis dalam pemba-
Sekilas memang tidak ada bedanya antara hasannya, yakni sebuah metode yang bermak-
tafsir kontemporer dengan tafsir klasik, kedua- sud memaparkan secara rinci tentang tafsir
nya memang difokuskan untuk menyelaraskan kontemporer, lalu menganalisa bagian mana
pesan Alquran dengan kondisi zamannya. yang termasuk pada paradigmanya dan
Namun di masa kontemporer dampak kemaju- bagaimana standar validitasnya.
an ilmu pengetahuan dan tehnologi menjadi
faktor utama yang mengarah pada tuntutan B. HASIL DAN PEMBAHASAN
baru. Hal lain yang turut mempengaruhi tafsir 1. Tafsir Alquran di zaman kontemporer
kontemporer adanya beberapa dasar pemikiran Kata tafsir secara etimologi berasal dari ba-
moderen yang telah terlebih dahulu ada dalam hasa Arab dari kata fassara yufassiru tafsīran,
yang artinya memeriksa-memperlihatkan, atau
1
Syahrur, al-Kitab wa al-Qur,an; Qiraah
Mu‟ashiroh (Damaskus: Ahali li al-Nasyr wa al-awzi
1992 hal 30

82 Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 2, 1 (Juni 2017): 81-94
Eni Zulaiha Tafsir Kontemporer: Metodologi, Paradigma dan
Standar Validitasnya

bermakna kata ‫ االيضاح والشرح‬penjelasan atau Masehi sampai sekarang ini.9 Sebagian pakar
komentar.2 berpandangan bahwa kontemporer identik
Secara terminologi tafsir adalah penjelasan dengan modern, keduanya saling saling digu-
terhadap kalamullah atau menjelaskan lafal nakan secara bergantian. Dalam konteks pera-
Alquran dan pemahamannya.3 Pandangan daban Islam keduanya dipakai saat terjadi
senada diungkapkan oleh Al-Qaththan, bahwa kontak intelektual pertama dunia Islam dengan
tafsira dalah ilmu untuk memahami kita>bulla>h Barat. Kiranya tak berlebihan bila istilah
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, kontemporer disini mengacu pada pengertian
menjelaskan makna-maknanya, serta menge- era yang relevan dengan tuntutan kehidupan
luarkan hukum dan hikmahnya.4 modern.10
Abu Hayyan dalam al-Bah}rul Muhi>t}, seba- Dengan demikian, dapat disimpulkan
gaimana dikutip oleh as-Suyuthi, menjelaskan bahwa Tafsir Kontemporer ialah Tafsir atau
bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas ten- penjelasan ayat Alquran yang disesuaikan
tang cara menjelaskan lafal-lafal Alquran, dengan kondisi kekinian atau saat ini. Penger-
maksud-maksudnya, berbagai hukumnya dan tian seperti ini sejalan dengan pengertian
makna yang terkandung di dalamnya.5 tajdi>d yakni usaha untuk menyesuaikan ajaran
Sementara kata kontemporer berarti seza- agama dengan kehidupan kontemporer dengan
man atau sewaktu.6 Di dalam kamus Oxford jalan mentakwilkan atau menafsirkan sesuai
Learner‟s Pocket Dictionary dijelaskan, ada dengan perkembangan ilmu pengetahuan serta
dua pengertian dari contemporary. Pertama kondisi sosial masyarakat.11
belonging to the same time (termasuk waktu Adapun problem kemanusiaan yang mun-
yang sama), dan yang kedua, of the present cul dihadapan adalah seperti; masalah Kemis-
time; modern (waktu sekarang atau modern).7 kinan, Pengangguran, Kesehatan, Ketidak-
Sedangkan dalam bahasa Indonesia, kontem- adilan, Hukum, Ekonomi, Politik, Budaya,
porer adalah pada masa kini atau dewasa ini.8 Diskriminasi, Sensitifitas Gender, HAM dan
Pada dasarnya tidak ada kesepakatan yang masalah ketimpangan yang lain. Sehingga
jelas tentang arti istilah kontemporer. Misal- dengan demikian metodologi tafsir kontempo-
nya apakah istilah kontemporer meliputi abad rer adalah kajian di sekitar metode-metode taf-
ke-19 atau hanya merujuk pada abad ke-20 s.d sir yang berkembang pada era kontemporer.
21. Menurut Ahmad Syirbasyi yang dimaksud Namun demikian, apabila definisi di atas
dengan periode kontemporer adalah yaitu tidak dipahami dengan cermat, maka akan
sejak abad ke 13 hijriah atau akhir abad ke-19 menyesatkan banyak orang, sebab akan terke-
san bahwa Alquran harus mengikuti perkem-
bangan zaman. Sebuah statemen yang tidak
boleh diucapkan oleh siapapun. Secara terpe-
2
A.W. Munawir, Kamus Al-Munawir Arab-
rinci maksud dari tafsir modern kontemporer
Indonesia Lengkap (Surabaya: Pustaka Progresip, adalah; merekonstruksi kembali produk-
1997). produk tafsir klasik yang sudah tidak memiliki
3
Abdul Hamid Al-Bilali, Al-Mukhtashar Al-Mashun relevansi dengan situasi modern.12Seperti
Min Kitab Al-Tafsir Wa Al-Mufashirun (Kuwait: Dar al-
Dakwah, 1405).
4
Manna‟ Khalil Qaththan, Studi Ilmu-Ilmu Al-
9
Qur‟an (Jakarta Timur: Pustaka al-Kautsar, 2008). Ahmad Syirbasi, Studi Tentang Sejarah
5
Al-Hafizh al-Imam Jalaluddin Suyuthi, Al-Itqan Perkembangan Tafsir Al-Qur‟anul Karim (Jakarta:
(Kairo: Dar At-Turath, n.d.)., 925. Kalam Mulia, 1999).
6 10
John M. Echols dan Hasan Sadily, Kamus Inggris- Ahmad Syukri, Metodologi Tafsir Al-Qur`an
Indonesia (Jakarta: Gramedia, 2003)., 143. Kontemporer Dalam Pandangan Fazlur Rahman
7
Anonim, Oxford Learner‟s Pocket Dictionary, New (Jambi: Sulton Thaha Press, 2007).
11
Edition (Oxford: Oxford University Press, 2006)., 90. M. Quraisy Shihab, Membumikan Al-Qur‟an
8
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, (Bandung: Mizan, 1998).
12
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Gramedia, Rosihon Anwar, Samudra Al-Qur‟an (Bandung:
2003). Pustaka Setia, 2001).

Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 2, 1 (Juni 2017): 81-94 83
Eni Zulaiha Tafsir Kontemporer: Metodologi, Paradigma dan
Standar Validitasnya

yang sudah disinggung di atas, bahwa tafsir itu akan menjerumuskan seseorang pada
kontemporer ialah „Tafsir atau penjelasan ayat kearagu-raguan dan menyebabkan hilangnya
Alquran yang disesuaikan dengan kondisi nilai objektifitas penafsiran17
kekinian atau saat ini‟yang tentunya berbeda Fazlur Rahman misalnya menggagas meto-
dengan tafsir klasik. de tematik-kontekstual. Menurut Rahman,
Kemunculan Tafsir kontemporer erat kait- ayat-ayat Alquran tidak bisa dipahami hanya
annya dengan mulai muncul istilah pem- secara literal saja, sebagaimana yang dipahami
baharuan yang dipopulerkan oleh beberapa oleh para penafsir klasik. Menurutnya, mema-
ulama moderen kontemporer yang meng- hami Alquran dengan cara mengambil makna
inginkan pendekatan dan metodologi baru harfiahnya saja bukan hanya akan menjauhkan
dalam memahami Islam. Persepsi para seseorang dari petunjuk yang diberikan
pembaharu memandang bahwa Pemahaman Alquran, melainkan hal itu juga merupakan
Alquran yang terkesan jalan di tempat13. Alih upaya pemaksaan terhadap ayat-ayat Alquran
alih mereka memandang bahwa metodologi itu sedangkan sendiri.
klasik telah menghilangkan ciri khas Alquran Menurut Fazlur Rahman, pesan yang
sebagai kitab yang sangat sempurna dan sesungguhnya ingin disampaikan Alquran
komplit sekaligus dapat menjawab segala kepada umat manusia bukanlah makna yang
permasalahan klasik maupun modern.14 ditunjukkan oleh ungkapan harfiah itu sendiri,
Sebut saja Ali Harb misalnya (untuk tidak melainkan ideal moral yang ada di balik
menyebut semuanya). Ia menyarankan pemba- ungkapan literal tersebut. Oleh karena itu,
caan kritis pada tafsir Alquran. Menurutnya, ayat-ayat Alquran harus dipahami dari sisi
pembacaan kritis itu adalah pembacaan atas pesan moral dan maqashid asy-syari>'ah-nya.
teks Alquran yang selama ini tak terbaca dan Guna menemukan pesan moral yang
ingin menyingkapkan kembali apa yang tak terkandung dalam ayat-ayat Alquran, Fazlur
terbaca itu.15 Lalu Nashr Hamid Abu Zayd Rahman kemudian mengusulkan tentang
menyebut Alquran sebagai produk budaya, urgensi pada pengkajian situasi dan kondisi
yakni teks yang muncul dalam sebuah struktur historis yang melatarbelakangi turunnya ayat-
budaya Arab abad ketujuh, selama lebih dari ayat Alquran, baik berupa asba>b an-nuzu>l
dua puluh tahun dan ditulis dengan berpijak maupun situasi sosial, politik, ekenomi,
pada aturan-aturan budaya tersebut.16 Keuni- budaya, dan juga peradaban masyarakat saat
versalan petunjuk-petunjuk dalam Alquran itu Alquran diturunkan. Bagi Fazlur Rahman,
dapat dirumuskan dengan selalu mengasum- ayat-ayat Alquran adalah pernyataan moral,
sikan dan mempertimbangkan kondisi sosio- religius, dan sosial Tuhan untuk merespons
historis yang muncul ketika itu, lalu diusahan apa yang terjadi dalam masyarakat. Di dalam
dikontekstualkan dengan kondisi kekinian. ayat-ayat itulah terdapat apa yang oleh
Syahrur pernah mengkritik bahwa idealnya Rahman disebut ideal moral, yang pada giliran
tafsir harus merupakan kajian ilmiah yang selanjutnya ideal moral inilah yang harus
objektif atas teks suci keagamaan (al-Nash al- dijadikan acuan dalam memahami ayat-ayat
Qudsy). Makanya ia tidak boleh dilandasi oleh Alquran. Menurut Mustaqim, dengan mema-
kepentingan-kepentingan tendensius, sebab hal kai pendekatan hermeneutika model Emilio
Betti, Rahman menawarkan hermeneutika
double movement, yakni model penafsiran
13
Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu (Yogyakarta: Alquran yang ditempuh melalui gerak ganda:
Tiara Wacana, 2006). bergerak dari situasi sekarang menuju ke masa
14
Muhammad Sayyid Thanthawi, Mabahits Fi
“Ulum Al-Qur”an (Kairo: Azhar Press, 2003).
15
Ali Harb, Naqd an-Nashsh, (Beirut: al-Markaz ats-
Tsaqafi, 1995), hlm. 204-205.
16 17
Nashr Hamid Abu Zaid, Mafhum an-Nash: Dirasat Syahrur, al-Kitab wa al-Qur,an; Qiraah
fi 'Ulum Al-Qur'an, (Kairo: al-Hay'ah al-Mishriyyah al- Mu‟ashiroh (Damaskus: Ahali li al-Nasyr wa al-awzi
'Ammah li al-Kitab, 1993), hlm. 27-28. 1992 hal 30

84 Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 2, 1 (Juni 2017): 81-94
Eni Zulaiha Tafsir Kontemporer: Metodologi, Paradigma dan
Standar Validitasnya

di mana Alquran diturunkan untuk kemudian kontemporer. Berbagai persoalan sosial dan
ditarik kembali ke masa kini. kemanusiaan berjalin kelindan dengan penca-
Selaras dengan itu, kajian tentang Alquran rian jawaban dari Alquran tentang isu global
dalam khazanah intelektual Islam memang ini. Serangan Barat yang demikian ini kepada
tidak pernah mandeg. Setiap generasi memiliki Islam yang agaknya menyadarkan pemikir-
tangung jawab masing-masing untuk menye- pemikir Islam untuk merumuskan kembali
garkan kembali kajian sebelumnya, yang di ajaran Islam yang secara moral ternyata sangat
anggap sudah out of date.18 Kemunculan me- membela egalitarianisme dan semangat
tode tafsir kontemporer diantaranya dipicu rah}matan lil ‘a>lami>n. Namun yang sesungguh-
oleh kekhawatiaran yang akan ditimbulkan nya yang lebih menggerakkan mereka adalah
ketika penafsiran Alquran dilakukan secara tantangan dunia modern yang menuntun
tekstual, dengan mengabaikan situasi dan latar pelaksanaan Hak Asasi Manusia secara
belakang turunnya suatu ayat sebagai data menyeluruh.
sejarah yang penting.19 Hal yang tidak bisa dianggapa sepele,
karena banyak memberikan tantangan baru
2. Tantangan Tafsir Alquran di Zaman bagi lahirnya berbagai pendekatan ke tafsir
Kontemporer Alquran di zaman kontemporer adalah sentu-
Disadari atau tidak, Globalisasi yang han dengan (peradaban) Barat. Beberapa ilmu-
melanda dunia memaksa umat Islam untuk ilmu sosial mampu menyedot perhatian para
merumuskan kembali berbagai pemikiran pembaharu Islam untuk mencoba mencari
keislaman. Pesatnya Teknologi informasi yang solusi dari persolan yang menghadang masya-
berkembang akhir-akhir ini telah menyebab- rakat muslim dunia pada saat ini. Kemampuan
kan terjadinya perubahan yang demikian kom- mereka memahami ilmu-ilmu sosial, diguna-
pleks dalam kelihidupan umat Islam. Pergo- kan untuk memahami gejala-gejala keagama-
lakan "emansipasi", "demokrasi" dan "refor- an yang sejauh ini hanya didasarkan pada
masi" di bagian wilayah lain dunia ini dengan ilmu-ilmu agama. ilmu sosial yang berasal
begitu mudah diakses umat Islam, dan ini dari Barat itu sangat penting untuk memahami
sangat mempengaruhi kehidupan umat Islam. (mengkritik) gejala (agama) yang ada dalam
Perubahan sosial yang diakibatkan oleh dunia Islam selama ini.
globalisasi menyebabkan pemikiran-pemikiran Tantangan berikutnya bagi tafsir Alquran
keislaman lama mengalami "keterasingan" adalah tantangan Perkembangan Global,
karena tidak mampu memberikan jawaban atas Munculnya penafsiran baru atas ayat-ayat
berbagai tantangan baru yang muncul akibat Alquran tentang relasi laki-laki-perempuan,
perubahan tersebut. Munculnya tantangan- tidaklah terlepas dari kesadaran umat manusia
tantangan baru ini mengharuskan dirumuskan- dalam masyarakat modern yang dikondisikan
nya kembali pemikiran-pemikiran Islam agar oleh konsep Hak Asasi Manusia dan martabat
bisa menjawab tantangan-tantangan tersebut. manusia.20 Kedua konsep ini, yakni hak asasi
Masuknya gagasan feminisme dan pluralisme dan martabat manusia, memang merupakan
di kalangan umat Islam juga jelas tidak bisa wacana ummat Islam kontemporer dalam
dilepaskan dari perkembangan global yang rangka memenuhi apa yang oleh Bassam Tibi
melanda umat Islam. disebut dengan "moralitas internasional",
Gagasan tentang HAM merupakan tantang- sebuah parameter teoretis yang dikedepankan
an berikutnya bagi Tafsir Alquran di zaman guna mengatasi konflik antar peradaban Islam
dan Barat.21 Dalam pandangan Bassam Tibi,

18
Nurcholish Setiawan, “Al-Qur`an Dalam
20
Kesejarahan Klasik & Kontemporer,” Jurnal Study Al- Engineer, Hak-Hak Perempuan, 3.
21
Qur‟an, (2006), 93. Moralitas internasional merupakan upaya
19
Ahmad Syukri, Metodologi Tafsir Al-Qur`an sekularisasi dengan maknanya yang terbatas, yakni
Kontemporer, 58. pemisahan antara agama sebagai suatu keyakinan etika

Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 2, 1 (Juni 2017): 81-94 85
Eni Zulaiha Tafsir Kontemporer: Metodologi, Paradigma dan
Standar Validitasnya

hak asasi dan martabat manusia adalah elemen


pemersatu (the uniting element) bagi kedua 3. Prinsip dan Berbagai Orientasi dan
peradaban yang berseteru tersebut untuk Pendekatan Dalam Tafsir Kontemporer
mengatasi konflik yang terjadi di antara Seperti yang telah disinggung di awal,
keduanya.22 Tafsir kontemporer adalah tafsir atau penje-
Dengan pertimbangan seperti ini, maka lasan ayat Alquran yang disesuaikan dengan
menurut Engineer, hanya tersedia dua pilihan: kondisi kekinian atau saat ini. Pengertian
apakah kitab suci ini akan diabaikan ataukah seperti ini sejalan dengan pengertian tajdi>d
harus dibaca ulang dan diinterpretasikan agar yakni usaha untuk menyesuaikan ajaran aga-
tidak bertentangan dengan tuntutan modern- ma dengan kehidupan kontemporer dengan
itas?23 Jika pilihan pertama yang diambil, ten- jalan mentakwilkan atau menafsirkan sesuai
tu saja norma-norma lama yang mendukung dengan perkembangan ilmu pengetahuan serta
keberpihakan pada kelompok tertentu dan kondisi sosial masyarakat.26
patriarkat itu akan diabaikan. Namun,jika Ada perbedaan prinsipal dalam tafsir
pandangan inidi tolak, akan mempertajam Alquran di abad kontemporer dengan abad
konflik antara Islam dan Barat. Posisi umat abadsebelumnya. Prinsip prinsip tersebut
Islam di dunia akan terasing, atau malah selalu dibangun pada paradigma yang ada di abad
dimusuhi Barat.24 ini. Paradigma itu sendiri lahir atau dirumus-
Dengan mengambil pilihan yang kedua, kan oleh para ahli karena tafsir menghadapi
bukannya persoalan menjadi selesai, kerena berbagai tantangan di atas.27 Beberapa ulama
jika tidak hati-hati maka yang akan terjadi menyimpulkan bahwa paradigmanya sebagai
adalah dominasi Barat terhadap Islam. Namun berikut: pertama, tafsir kontemporer ini
dominasi ini akan hilang dengan adanya bersemangat mengembalikan Alquran sebagai
meminjam istilah Bassam Tibi Moralitas kitab petunjuk. Sebelum itu, Alquran bagi
Internasional yang disepakati antara Islam dan mufasir kontemporer diasumsikan sebagai
Barat untuk menggalang dialog. Konsep Hak wahyu yang progresif, maka mereka meng-
Asasi Manusia menuntut keadilan bagi umat embangkan suatu medel pembacaan yang
manusia yang tidak dikaitkan dengan persoal- lebih kritis dan produktif. Ali al-Harbi menje-
an agama, etnis, jenis kelamin dan lain-lain. laskan, bahwa pembacaan kritis pada Alquran
Sehingga nilai kesetaraan anatar seluruh ang- adalah pembacaan atas teks Alquran yang
gota bangsa itu harus tetap diperjuangkan.25 tidak terbaca, dan ingin menyingkap kembali
apa yang tak terbaca itu.28
Selain itu penafsir klasik juga menyakini
dengan politik. Ini dilandaskan atas konsensus minimal bahwa Alquran tidaklah turun pada masyara-
yang dimiliki peradaban yang berbeda, dalam kaitan ini kat hampa budaya, Ia lahir dalam struktur
adalah Islam dan Barat. Tentu saja moralitas
internasional bukan didasarkan atas konsep yang sama
bangsa Arab abad ke tujuh. Ia juga ditulis
persis mengenai berbagai hal semisal hak asasi manusia, dengan berpijak pada aturan-aturan budaya
demokrasi atau yang lain. Masing-masing pihak tetap bangsa Arab selama dua puluh tahun. Maka
diberikan untuk bisa berbicara mengenai konsep-konsep petunjuk-petunjuk Alquran yang bersifat uni-
internasional tersebut dengan lidah mereka sendiri,
yakni dengan mempraktikkan konsep moralitas
internasional yang tidak dipaksakan kepada pihak
tertentu. Dalam moralitas internasional keragaman tentu reinterpretasi syariah agar hukum Islam bisa diterima
tetap ada. Bassam Tibi, "Moralitas Internasional". menjadi hukum internasional. Abdullahi Ahmad An-
22
Bassam Tibi, “Moralitas Internasional Sebagai Naim, Dekonstruksi Syari‟ah (Yogyakarta: LKiS,
Suatu Landasan Lintas Budaya,” dalam Agama Dan 1994).
26
Dialog Antar Peradaban (Jakarta: Yayasan Wakaf M. Quraisy Shihab, Membumikan Al-Qur‟an, 93.
27
Paramadina, 1996), 143-156. Paradigma adalah seperangkat pra anggapan
23
Enginer, Hak-hak Perempuan, 3. konseptual, metafisik dan metodologis dalam tradisi
24
Enginer, Hak-hak Perempuan, 3. kerja ilmiah.
25 28
Bandingkan dengan gagasan Mahmoud Ali Al-Harb, Naqd Al-Nash (Beirut: al-Markaz al-
Muhammad Thaha yang memandang perlunya Tsaqafi, 1995), 204-205.

86 Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 2, 1 (Juni 2017): 81-94
Eni Zulaiha Tafsir Kontemporer: Metodologi, Paradigma dan
Standar Validitasnya

versal juga dapat dirumuskan dengan meper- nisme, maka paradigma tafsir kontemporer itu
timbangkan situsi-historis masa itu, untuk kritis dan ilmiah.
kemudian dirumuskan kembali sesuai dengan Menurut Mustaqim, keilmiahan bisa dilihat
konteks kekinian. dari produk tafsir kontemporer yang dapat
Kedua, berbeda dengan tafsir klasik yang diuji kebenarannya berdasarkan konsistensi
berkonsentrasi pada kajian makna kata dari metodologi yang dipakai dan siap menerima
segi i’rab dan penjelasan segi teknis kebaha- kritik dari komunitas akademik. Selain itu,
san yang di kandung oleh redaksi ayat, maka tafsir kontemporer disebut kritis karena
paradigma tafsir kontemporer lebih menitik umumnya mufasir kontemporer tidak terjebak
beratkan pada kajian epistemologis-metodo- pada fanatisme mazhab, mereka justru kritis
logis. Penitik beratan aspek tersebut melahir- terhadap beberapa pandanganklasik atau
kan pandangan yang mencoba mencari ada apa kontemporer yang dianggaptidak kompatibel
di balik teks Alquran, karena yang dinginkan dengan konteks kekiniaan.31
mereka hasil pembacaan yang produktif Istilah pendekatan dalam kajian metodologi
terhadapAlquran bukan pembacaan yang tafsir masih sering diperdebatkan. Mungkin
repetitif. Mereka tidak berhenti pada pemak- karena kajian tentang metodologi tafsir masih
naan literal dari ayat-ayat Alquran, karena terbilang baru jika dibandingkan dengan tafsir
yang mereka cari adalah maksud dan tujuan dalam arti produk tafsir. Istilah pendekatan
dari makna-makna literal itu ayat-ayat terse- biasa di sebut dengan ittijah al-tafsir atau lebih
but. populer dengan istilah corak tafsir.
Ketiga, berbeda dengan tafsir klasik yang Ada beberapa istilah bahasa Arab yang
menggunakan praktek penafsir yang linier- sering diartikan dengan corak, yaitu: ittija>h,
atomistik seperti diurai di atas, tafsir kontem- naz‘ah, al-lawn, al-tayya>r atau al-rawa>fid.
porer memiliki paradigma yang bernuansa Dari sekian kata tersebut, yang mendekati
hermeneutik. Menurut, Roger Trigg herme- makna sesungguhnya adalah kata ittijah
neutika merupakan suatu model penafsiran Sebagian tokoh ada yang membedakan
terhadap teks tradisional (klasik), dimana antara sumber dan corak penafsiran dan ada
suatu permaslahan harus selalu diarahkan agar pula yang tidak membedakannya. Tokoh yang
teks selalu dapat dipahami dalam pada konteks membedakan antara sumber dan corak penaf-
kekinian yang situasinnya berbeda.29 Nuansa siran antara lain: „Abd al-Maji>d ‘Abd al-
hermeneutika yang menonjol pada tafsir Sala>m al-Muhtasib, 'Iffat al-Syarqa>wi>, dan
kontemporer, membuat mereka selalu curiga Labi>b Sa'i>d. Sedangkan tokoh-tokoh selain
pada adanya kepentingan ideologis yang ada mereka tidak membedakan antara corak dan
di balik teks tersebut.30 Poin ini yang mem- sumber penafsiran.
buat tafsir kontemporer selamat dari sekta- Berdasarkan teori yang ada, maka corak
rianisme,seperti yang pernah dialami oleh tafsir adalah kecenderungan yang dimiliki
mayoritas tafsir klasik. oleh masing-masing penafsir , yang kemudian
Keempat, paradigma tafsir yang terahir ini menjadi pandangan atau trade mark mereka
adalah konsekwensi logis dari tiga paradigma dalam tafsirnya sekaligus warna pemikiran
di atas, karena tafsir kontemporer itu didasar- mereka terhadap ayat-ayat Alquran. Oleh
kan pada semangat membuktikan Alquran sebab itu, keberadaan corak tafsir tidak bisa
sebagai hidayah, rahmat untuk semua peng- ditentukan keberadaannya hanya untuk tafsir
huni alam, menggunakan hermeuneutika, yang menggunakan metode tertentu saja.
sehingga terbebas dari pandangan sektaria-

29
Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama
31
(Jakarta: Paramadina, 1996), 62. Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir
30
Ibid. Kontemporer (Yogyakarta: LKiS, 2012), 65.

Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 2, 1 (Juni 2017): 81-94 87
Eni Zulaiha Tafsir Kontemporer: Metodologi, Paradigma dan
Standar Validitasnya

Dari berbagai teori tentang ittija>h tafsir tafsir tiap kurun yang telah dipaparkan di
(corak tafsir) yang diajukan para pakar 32itu, awal. Maka, tafsir abad ini memiliki ragam
pada dasarnya dapat dikelompokkan kepada pendekatan yang berbeda dengan abad sebe-
dua alasan, yaitu: lumnya.
a. Corak tafsir muncul disebabkan latar Menurut analisa penulis beberapa pende-
belakang penafsir ketika menafsirkan katan tafsir kontemporer yang ada sebagai
Alquran. Hal ini sesuai dengan kaidah berikut; pertama pendekatan ilmiah. Tafsir
dalam ilmu tafsir (‫)التفسير متأثر بثقافة المفسر‬. dengan pendekatan ilmiah mengharuskan
b. Corak tafsir muncul didasarkan kepada penafsir dalam memahami ayat-ayat Alquran
tujuan yang telah ditetapkan terlebih cenderung menyelaraskan antara teori ilmiah
dahulu oleh penafsir pada saat akan atau aspek metafisika alam dengan ayat
menafsirkan Alquran ( ‫الهدف الذي يتجه اليه‬ Alquran. Alquran yang bersifat universal telah
‫)المفسر‬. memberikan gambaran seluas-luasnya tentang
Menurut hemat penulis, dua alasan di fenomena alam semesta, yang ternyata setelah
atas,mengarah pada kesimpulan bahwa corak dicocokkan sangat berkesesuaian dengan teori
tafsir itu sama dengan pendekatan tafsir. Oleh ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia pada
karena itu, pada saat akan membuat penilaian masa ini.
tentang pendekatan suatu tafsir harus telebih Kedua Pendekatan semantik. Sebagai
dahulu diketahui apakah berdasarkan kepada kalam Allah, Alquran bersifat transenden dan
latar belakang penafsir atau tujuan yang telah transhistoris. Namun karena disampaikan
ditetapkan terlebih dahulu oleh penafsir . Jika dalam bahasa manusia, maka Alquran juga
hal ini tidak dilakukan, yang terjadi adalah imanen dan historis. Susunan teks Alquran
ketidak tepatan dalam penilaian. Boleh jadi yang dipercaya sesuai dengan susunan di lawḥ
seorang penafsir yang berlatar belakang baha- al-maḥfu>z} berbeda dengan urutan diturun-
sa pada saat menafsirkan mempunyai tujuan kannya. Jumlah kata-kata Alquran adalah
menjelaskan aspek sosial, maka coraknya terbatas, sedang ruang-waktu pemberlakuan-
tidak bisa disebut sebagai tafsir yang bercorak nya hampir tak terbatas. Fakta-fakta ini
bahasa melainkan tafsir ijtima>'i>, seperti Tafsi>r tampaknya dapat menjadi alasan yang cukup
al-Mara>gi>. untuk mengatakan bahwa kompleksitas makna
Sesuai dengan tantangan dan prinsip tafsir Alquran itu demikian tinggi, apalagi jika
kontemporer, ditambah dengan beberapa ala- hendak difahami pada masa yang sangat jauh
san akan keniscayaan pergesaran epistemologi dengan masa penurunannya, seperti sekarang
ini.
Untuk menangkap pesan dan informasi
32 Alquran secara mendalam dan komprehensif,
Tokoh-tokoh yang mengemukakan macam-
macam corak tafsir antara lain: Muhammad
seiring perkembangan ilmu, teknologi, dan
Husayn al-Dzahabî, Ahmad al-Syarâbâshî, „Abd peradaban manusia, diperlukan kajian metodo-
al-Majîd „Abd al-Salâm al-Muhtasib, al-Sayid logi yang semakin canggih. Salah satu
Ahmad Khalîl, Fahd Sulaimân al-Rûmî, 'Iffat al- pendekatan kajian Alquran yang tampaknya
Syarqâwî, 'Abd al-Hayy al-Farmâwî, Labîb Sa'îd, berhasil mengungkapkan gagasan Alquran
Mushthafâ al-Shâwî al-Juwainî, Muhammad 'Abd
al-'Adhîm al-Zarqânî, Bakri Syaikh Amîn, 'Alî
secara mendalam dan komprehensif, mengenai
Hasan al-'Arîdl. pandangan dunia dan konsep-konsep etika-
Ibrahîm Syarîf memberikan definisi corak religus Alquran, adalah pendekatan semantik,
atau ittijah al-tafsîr sebagai berikut: seperti yang dilakukan Toshihiko Izutsu.33
‫اإلتجاهالتفسيريدالساساعلىمجموعةمنالمبادىالتىيربطهااطارتظرىوتهدف‬
‫إلىغايةبعينها‬
Definisi tersebut memiliki kesamaan dengan
33
apa yang dikemukakan oleh Fahd al-Rûmî, yaitu: Reputasi Izutsu terutama dalam studi Islam dapat
‫اإلتجاههوالهدفالذييتجهإليهالمفسرونفىتفاسيرهمويجعلونهنصبأعينهمو‬ dilihat dari satu seminar internasional khusus tentang
.‫هميكتبونمايكتبون‬ karya-karyanya di Universitas Islam Internasional di
Malaysia pada 4-6 Agustus 2008, dan menghasilkan

88 Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 2, 1 (Juni 2017): 81-94
Eni Zulaiha Tafsir Kontemporer: Metodologi, Paradigma dan
Standar Validitasnya

Pendekatan ini mengharuskan penggunanya menjadi berimbang, sehingga kesewenang-


menguasai bahasa Arab dengan baik hingga wenangan dan pemaksaan penafsiran relatif
sya‟ir-sya‟ir jāhilī. dapat dihindari. Dengan demikian, meminjam
Ketiga pendekatan hermeneutika, Pende- istilah Khalid Aboul Fadl, otoritarianisme
katan hermeneutika telah mengilhami para penafsiran dapat dieliminasi dan produk-
sarjana muslim kontemporer untuk membuka produk tafsir menjadi lebih otoritatif, tidak
wacana baru, seperti Arkoun, Hasan Hanafi, otoriter dan despotic.35
Farid Esack dan Nasr Hamid Abu Zaid, dalam Setiap penafsir pasti sudah memiliki
melakukan interpretasi.34 prejudice sebelum berhadapan dengan teks.
Konsekuensi dari model hermeneutika, Jadi, sebuah penafsiran pasti melibatkan
dalam menafsirkan Alquran tidak hanya subjektivitas penafsir. Penafsiran atas kitab
mengandalkan perangkat keilmuan seperti suci tidak hanya bersifat reproduktif, tapi juga
yang digunakan para penafsir dulu, seperti produktif. Dalam konteks ini Hans-Georg
ilmu nah}wu sharaf, ushu>l fiqh danbala>ghah, Gadamer mengatakan, “That is why under-
tetapi diperlukan ilmu-ilmu lain seperti teori standing is not merely a reproductive, but
sosiologi, antropologi, filsafat ilmu, sejarah, always a productive attitude as well.”36 Kita
gender dan sebagainya. Metode hermeneutika tidak mungkin membaca teks tanpa prasangka
yang dikembangkan oleh para penafsir kon- (prejudice, Vorurteil) dan kita tidak mungkin
temporer itu pun sangat beragam. Kebera- memahami teks kalau tidak menambah makna
gaman ini muncul bukan hanya karena terhadap makna yang sudah ada. Namun
semakin terbukanya umat Islam terhadap demikian, sebenarnya Gadamer tidak berhenti
gagasan-gagasan yang berasal dari luar, seperti di situ, karena dengan mengikuti „lingkaran
isu tentang HAM, gender, demokrasi, civil hermeneutic‟, ia menganggap bahwa bisa
society, pluralisme dan sebagainya, namun terjadi penggabungan kedua cakiawala (fusion
juga karena adanya dinamika dan kesadaran of the two horizons). Yang dimaksud pengga-
pada mereka akan kekurangan-kekurangan bungan dua cakrawala adalah bahwa kita tidak
metode dan pendekatan yang ada selama ini. berarti selalu akan menghasilkan sebuah
Dengan kentalnya nuansa hermeneutik, campuran yang seimbang di antara masa lalu
maka peran teks, pengarang dan pembaca (kuno) dan cakrawala masa kini (modern).
Juga tidak berarti bahwa cakrawala masa kini
akan mendominasi cakrawala masa lalu.
tulisan Consciousness and Reality: Studies in Memory Sebaliknya makna asli itu dapat diperoleh dari
of Toshihiko Izutsu, ed. by Sayyid Jalāl al-Dīn penggabungan kedua cakrawala. Artinya, kita
Āshtiyānī, et al. (Leiden: Brill, 2000).33 Ia sempat di perlu memeriksa makna teks bagi orang di
review oleh W. Montgomery Watt sebagai the first masa lalu (what it means) dengan jalan
Japanese to write on Islam in a European language,
(dalam “Reviews,” Journal of Semitic Studies, vol. 12,
exegese, sesudah itu kita baru mencari makna
no. 1 (1967), p. 156; Harry B. Partin, “Semantics of the teks bagi masa kini (what its means) melalui
Qurᶦān: A Consideration of Izutsu‟s Studies,” History of hermeneutika.37 Dengan begitu, maka teks itu
Religions 9, no. 4 (1970).
34
menjadi "hidup" dan kaya akan makna. Teks
Sebagaimana dinyatakan Roger Trigg bahwa para- itu akan menjadi dinamis pemaknaannya dan
digma hermeneutik adalah:
"The paradigm for hermeneutics is interpretation of
the traditional text, where the problem must always be
35
how we can come to understand in our own context Khaled Abou ElFadl, Atas Nama Tuhan: Sari
something which was written in radically different Fikih Otoriter Ke Fikih Otoritatif (Jakarta: Serambi
situation" Terjemahan bebasnya, bahwa paradigma Ilmu Semesta, 2004).
36
hermeneutik adalah suatu penafsiran terhadap teks Hans-Georg Gadamer, Truth and Method (New
tradisional (klasik), di mana suatu permasalahan harus York: The Seabury Press, 1975), 264.
37
selalu diarahkan bagaimana supaya teks tersebut selalu Pdt. E. Gerrit Singgih, Mengantisipasi Masa
dapat kita pahami dalam konteks kekinian yang Depan; Berteologi Dalam Konteks Di Awal Melenium
situasinya sangat berbeda.Komaruddin Hidayat, III (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2005), 3637 dan
Memahami Bahasa Agama, 161. 4042.

Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 2, 1 (Juni 2017): 81-94 89
Eni Zulaiha Tafsir Kontemporer: Metodologi, Paradigma dan
Standar Validitasnya

selalu kontekstual, setring dengan akselerasi (mengkritik) gejala (agama) yang ada dalam
perkembangan budaya dan peradaban manu- dunia Islam selama ini. Riffat Hassan
sia.38 misalnya, dengan terang-terangan mengakui
Oleh sebab itu, wajar jika teks yang perlunya mengembangkan apa yang oleh
tunggal, lalu dibaca oleh banyak pembaca Barat disebut dengan "teologi feminis" untuk
(readers), menghasilnya banyak wajah membebaskan umat Islam dari struktur yang
penafsiran. Menarik untuk dikutip dalam hal tidak adil dan tidak memungkinkan terjadinya
ini adalah pendapat Amina Wadud yang hubungan yang hidup antara laki-laki dan
mengatakan: “Although each reading is perempuan.43
unique, the understanding of various readers Sebenarnya, pendekatan ilmu sosial ini
of singel text will converge on many points.”39 sudah dimulai sejak abad moderen. Pendekat-
Menurutnya, karena selama ini tidak ada an ini dikenal dengan al-tafsi>r al-ijtima>’i>.
metode tafsir yang benar-benar objektif. Tafsir ini masih diminati pada abad kontem-
Masing-masing interpretasi cenderung men- porer hanya ada sedikit perubahan pada
cerminkan pilihan-pilihan yang subjektif.40 asumsi dan prinsip yang digunakan. Misalnya
Lalu bagaimana agar sebuah penafsiran itu pendekatan ini di abad kontemporer kerapkali
relatif lebih objektif. Menurut Amina Wadud, dikolabarasi dengan pendekatan lain sehingga
untuk memperoleh penafsiran yang relatif menghasilkan tafsir Alquran yang berbeda
objektif, seorang penafsir harus kembali pada meskipun pada kasus dan ayat yang sama.
prinsip-prinsip dasar dalam Alquran sebagai Kelima, pendekatan yang bersifat mengarah
ketangka paradigmanya dan seorang penafsir pada pembebasan, untuk contoh penulis
perlu memahami Weltanchauung atau world memilih pendekatan feminisme atau gender.
view.41 Gagasan tentang perlunya memahami Gender sebagai gejala sosial,dapat diartikan
Weltanschauung sebenarnya merupakan ide sebagai pembagian peran manusia berdasar-
dari Fazlur Rahman. Gagasan ini dirumuskan kan jenis kelamin. Tujuan perjuangan feminis-
dengan menggunakan prosedur sintesis antara me pada umumnya mencapai kesetaraan, har-
sistem etika dan teologi.42 kat dan kebebasan perempuan dalam memilih
Keempat, Pendekatan ilmu-ilmu sosial, untuk mengelola kehidupan tubuhnya, baik
pendekatan ini sebenar tidak terlalu baru, diluar maupun di dalam rumah tangga. Namun
pendekatan ini sudah dikenal di awal abad sebagaimana yang dikatakan NighatSaid Khan
moderen yang lalu. Persentuhan dengan dan Kamla Bashin44 dua feminis asal India,
peradaban barat disebut-sebut sebagai stimulus feminis tidak hanya bertujuan memperjuang-
lahirnya pendekatan ini dalam dunia Islam. kan persamaan laki-laki dan perempuan, mela-
Kemampuan para penafsir kontemporer inkan juga membangun tatanan masyarakat
dalam memahami ilmu-ilmu sosial, dijadikan yang adil dan baik bagi perempuan maupun
modal untuk memahami gejala-gejala keaga- laki-laki, bebas dari pengisapan dan pengko-
maan yang sejauh ini hanya didasarkan pada takan berdasarkan kelas, kasta, dan prasangka
ilmu-ilmu agama. Mereka tampaknya sangat jenis kelamin. Persoalan mendasar dalam
menyadari bahwa ilmu sosial yang berasal dari membahas isu-isu gerakan feminisme adalah
Barat itu sangat penting untuk memahami tentang posisi perempuan dalam tafsir Alquran
adalah masih adanya kesenjangan anatara
tataran ideal-normatif yang dijarakan Alquran
38
Hassan Hanafi, Al-Yamin Wa Al-Yasar Fi Al-Fikr dengan tataran tafsir yang historis-empiris.
Al-Dini (Mesir: Madbuli, 1989), 77.
39
Amina Wadud, "Qur'an and Woman" dalam
Charles Kurzman, Liberal Islam, 127.
40 43
Ibid., 128. Riffat Hassan, Setara di Hadapan Allah, 40.
41 44
Amina Wadud Muhsin, Qur‟an and Woman Kamla Bashin dan Nighat Said Khan, Persoalan
(Kuala Lumpur: Fajar Bakti Sdn bhd, 1994), 5. Pokok Mengenai Feminisme Dan Relevansinya
42
Fazlur Rahman, Major Themes of The Qur‟an (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama dan Kaylamitra,
(Chicago: Bibliotecha Islamica, 1980), xi. 1995), 56.

90 Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 2, 1 (Juni 2017): 81-94
Eni Zulaiha Tafsir Kontemporer: Metodologi, Paradigma dan
Standar Validitasnya

Jika dalam tataran normatif-idealis, kaum pe- sama, yaitu tanggung jawab global terhadap
rempuan dipandang setara dengan laki-laki, kesejahteraan manusia dan lingkungan.45
namun pada tataran historis-empiris posisi Dasar dialog antara agama bagi pluralisme
perempuan relatif belum setara dengan laki- dan dialog antaragama adalah soal penderitaan
laki, peranan perempuan terasa masih terping- manusia dan kerusakan ekologi, atau dengan
girkan. Ini berarti masih ada kesenjangan anta- kata lain kesejahteraan manusia dan lingku-
ra yang semestinya (normative) dengan yang ngannya. Dengan pendekatan ini, beberapa
senyata. ayat Alquran yang biasa ditafsirkan membeda-
Bagi pengkaji masalah perempuan, agama kan atau mengaggap eksklusif ajaran agama
merupakan salah satu obyek kajian yang Islam dan menyalahkan agama selain Islam,
sangat menarik. Hal ini karena agama, yang ditafsirkan ulang dengan asumsi dan paradig-
merupakan way of life sebagian besar umat ma di atas. Sehingga tercapai tujuan hidup
manusia, mengandung ajaran-ajaran yang penuh damai dan tidak adalagi kekerasaan atas
berkaitan dengan hal tersebut di dalam kitab- nama agama.
kitab sucinya. Selama ini penafsiran para elit
agama atas teks-teks keagamaan dalam kaitan- 4. Standar Validitas Tafsir Kontemporer
nya dengan masalah perempuan cenderung Menurut Thomas Kuhn, sebagaimana diku-
„menomorduakan‟ pihak perempuan, dan di tip oleh Ian Barbour, teori dalam sains bergan-
banyak tempat teks-teks keagamaan itu sendiri tung pada paradigmanya.46 Oleh karena itu
secara harfiah memang menempatkan laki-laki sebuah paradigma dalam setiap disiplin ilmu
di atas perempuan. menempati poisisi penting. karena meniscaya-
Pendekatan ini sangat berkonsentrasi pada kan adanya asumsi metodologis. Asumsi
pencaraian sebab lahirnya kesenjangan diatas inilah yang akan dipergunakan dalam meng-
yang umumnya merajalela di tafsir klasik. analisa, ia berupa totalitas premis-presmis dan
Dengan pendekatan feminis, para mufasir metodologis yang menentukan suatu studi
kontemporer mengajukan paradigma dan ilmiah, serta dasar untuk menyeleksi problem
asumsi baru tentang pembacaan ulang pada dan pola untuk memecahkan problem-problem
Alquran berdasarkan pada semangat dan riset. Selain itu, paradigma juga bisa dimaknai
tujuan di atas. sebagai seperangkat pra-anggapan konseptual,
Keenam, pendekatan pluralisme agama, metafisik, dan metodologis dalam tradisi kerja
Budhi Munawar Rahman menyimpulkan ilmiah.47
bahawa filsafat atau teologi pluralisme dan
dialog antar umat beragama mensyaratkan
45
dialog antar umat beragama sebagai elemen Dalam kata pengantar buku Gerardette Philips,
penting dalam berinteraksi dengan agama- Melampaui Pluralisme (Malang: Madani, 2016)xxi.
46
Istilah paradigma (Inggris: paradigm) sebenamya
agama lain. Dialog ini bukan bertujuan berasal dari bahasa Yunani,yaitu paradeigma, dari kata
menciptakan satu agama tunggaldan final, para (di samping, di sebelah) dan dekynai (model,
melainkan memperkaya dan merayakan contoh). Paradigma dapatdiartikan sebagai cara meman-
keberagaman yang semakin berkembang dan dang sesuatu, totalitaspremis-presmis dan metodologis
berarti dalam agama-agama. Dialog korela- yang menentukan suatu studi ilmiah, serta dasar untuk
menyeleksi problem dan pola untuk memecahkan
sional ini harus disertai dengan tanggungjawab problem-problem riset. Selain itu, paradigma juga bisa
global, oleh karena itu pendekatannya bukan dimaknai sebagai seperangkat pra anggapan konseptual,
eklesiosentris, kristosentris atau teosentris metafisik, dan metodologis dalam tradisi kerja ilmiah.
melainkan soterosentris (berpusat pada Lihat Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: PT
keselamatan) yang didasarkan pada dasar yang Gramedia Utama, 1996), hlm. 779. Bandingkan dengan
Ian Barbour, Juru Bicara Tuhan; Antara Sains dan
Agama, (Bandung: Mizan, 2003), hlm. 81.
47
Lihat Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: PT
Gramedia Utama, 1996), hlm. 779. Bandingkan dengan
Ian Barbour, Juru Bicara Tuhan; Antara Sains dan
Agama, (Bandung: Mizan, 2003), hlm. 81.

Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 2, 1 (Juni 2017): 81-94 91
Eni Zulaiha Tafsir Kontemporer: Metodologi, Paradigma dan
Standar Validitasnya

Paradigma sebagai pandangan ontologis formal tafsir itu adalah problem pemberian
seorang penafsir dalam melihat subject matter makna dan memproduksi makna untuk
yang hendak dikaji. Sebuah paradigma dalam mengungkap maksud firman Allah.
setiap disiplin ilmu, pasti memiliki asumsi, Berdasarkan pada pandangan ontologis
metode dan pendekatan tertentu, yang berbeda pada Alquran seperti di atas, maka para
dari paradigma yang lain. Asumsi-asumsi ini penafsir kontemporer memiliki asumsi
akan dipergunakan dalam analisisnya. bahwa 1) Alquran sebagai kitab petunjuk
Jika tafsir Alquran di era kontemporer maka ia harus menjadi rahmat bagi seluruh
memiliki asumsi paradigma yang berbeda alam, 2) tafsir Alquran adalah sesuatu yang
dengan tafsir di zaman klasik. Maka tafsir berbeda dengan Alquran, maka tafsir itu
Alquran di era kontemporer juga memiliki bersifat relatif dan tentatif, 3) menafsirkan
parameter kebenaran tafsir yang berbeda Alquran sebagai upaya memahami maksud
dengan parameter kebenaran tafsir Alquran di Allah, meniscayakan penggunaan kerangka
era kontemporer. Ini adalah keniscayaan kerja hermeneutika 4) tafsir Alquran tidak
karena menentukan ukuran kebenaran objek boleh memihak pada kepentingan mazhab
harus sama dengan pandangan subjek terhadap tertentu. Artinya tafsir harus terbuka, kritis
objek. dan ilmiah.
Para mufasir klasik pada umumnya Berdasarkan pada asumsi tersebut, kemu-
memandang tafsir dengan paradigma teknis, dian para mufasir kontemporer memiliki
bahwa tafsir merupakan ilmu yang mengkaji paradigma bahwa 1) tafsir itu harus bersifat
tentang teknis dan cara mengucapkan lafal- kontekstual dengan mengacu pada prinsip
lafal Alquran, apa yang ditunjukan oleh lafal- keuniversalan Alquran yakni ; al-Huriyyah,
lafal itu, hukum-hukum lafal tersebut, baik al-Adalah, al-musawah, al-Insaniyah, 2) tafsir
ketika berdiri sendiri atau ketika ada dalam harus mengacu pada spirit Alquran 3) tafsir
rangkaian kalimat, termasuk pula mengkaji Alquran harus bersifat terbuka untuk dikritisi
tentang makna-makna yang terkandung di da- agar tidak jadi teks suci, 4) menafsir Alquran
lamnya, dan hal-hal lain yang mendukung berarti menggunakan pendekatan historis,
kesempurnaan penafsiran, seperti ilmu nasikh- sosiologis, hermeneutis dan lain-lain.
mansukh, sababal-Nuzul dll48. Maka Berbeda Menentukan parameter kebenaran pada
dengan mufasir di abad kontemporer yang tafsir sebagai produk pemikiran manusia
menggunakan paradigma fungsional, maka memang bukan hal yang mudah, namun ber-
hakikat tafsir adalah ilmu yang digunakan dasarkan pada beberapa pendapat di atas yang
untuk memahami kitab Allah (Alquran) yang menjelaskan bahwa asumsi paradigmatis dapat
diturunkan kepada Nabi Muhammad, menje- berfungsi sebagai pola dalam menagalisa dan
laskan makna-maknanya dan menggali memecahkan problem riset, maka kiranya
hukum-hukum serta hikmah-hikmah yang ada dapat diketahui bahwa perbedaan asumsi dan
didalamnya, sehingga Alquran itu dapat benar- paradigma akan melahirkan pola dan standar
benar berfungsi sebagai petunjuk bagi manu- kebenaran yang berbeda.
sia. Dimana ilmu bahasa sebagai dasar pija- Mufasir klasik sebagai subjek yang sudah
kannya49 memandang objek (tafsir) sebagai sesuatu
Meskipun demikian, sebenarnya antara yang lebih teknis akan memiliki parameter
mufasir klasik dan mufasir kontemporer kebenaran tafsir pada hal- hal yang teknis
memiliki pandangan yang sama tentang objek juga. Yakni: 1) sebuah tafsir dianggap benar
material tafsir yakni Alquran, sedang objek jika merujuk pada sebuah riwayat yang matan
atau sanad shahih, 2) benar tidaknya tafsir
ditentukan dengan sesuai atau tidaknya hasil
48
Hakika tafsir sperti itu dikemukan oleh Abu penafsiran dengan kaidah - kaidah kebahasaan
Hayyan al- Andalusi dan riwayat hadits yang shahih. 3) tujuan
49
Hal ini dapat dilihat pada definisi tafsir dari al- menafsirnya untuk kepentingan kelompok,
Zarkasyi dan al-Suyuthi.

92 Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 2, 1 (Juni 2017): 81-94
Eni Zulaiha Tafsir Kontemporer: Metodologi, Paradigma dan
Standar Validitasnya

mendukung kekuasaan, mazhab, atau ilmu pendekatan sosiologis, historis dan hermeneu-
yang ditekuni oleh mufasir.50 tis. Metode tafsir kontemporer umumnya
Sedangkan mufasir kontemporer yang tematik dan bersumber pada tafsir bi al-Ra‟yi
memandang objek (tafsir) dengan paradigma (tafsir rasional).
fungsional, maka bagi mereka tafsir bukan
sekedar persoalan cara pengucapan lafal, DAFTAR PUSTAKA
hukum lafal, makna lafal, dan kandungan lafal A.W. Munawir. Kamus Al-Munawir Arab-
saja. Bagi mereka tafsir ilmu untuk menge- Indonesia Lengkap. Surabaya: Pustaka
tahui maksud Allah, menjelaskan makna kata, Progresip, 1997.
menggali hukum dan hikmahnya, dan yang Abdul Hamid Al-Bilali. Al-Mukhtashar Al-
terpenting tafsir harus berfungsi sebagai alat Mashun Min Kitab Al-Tafsir Wa Al-
yang menunujakan fungsi Alquran sebagai Mufashirun. Kuwait: Dar al-Dakwah, 1405.
petunjuk bagi manusia dengan ilmu bahasa Abdullahi Ahmad An-Naim. Dekonstruksi
sebagai dasar pijakannya. Selain itu, asumsi Syari‟ah. Yogyakarta: LKiS, 1994.
paradigmatis mufasir kontemporer juga Ahmad Syirbasi. Studi Tentang Sejarah
memberikan andil besar dalam menentukan Perkembangan Tafsir Al-Qur‟anul Karim.
parameter kebenaran tafsir di abad kontem- Jakarta: Kalam Mulia, 1999.
porer ini. 1) tasir itu harus bersifat solutif dan Ahmad Syukri. Metodologi Tafsir Al-Qur`an
responsif pada persoalan dan kepentingan Kontemporer Dalam Pandangan Fazlur
transformasi umat, 2) harus mengacu pada Rahman. Jambi: Sulton Thaha Press, 2007.
spirit Alquran dan prinsip nilai universal Anonim. Oxford Learner‟s Pocket Dictionary,
dalam Alquran 3) tafsir sebagai sebuah pemi- New Edition. Oxford: Oxford University
kiran manusia yang tentatif dan relatif maka Press, 2006.
harus ada kesesuaian antara tafsir dengan fakta Anwar, Rosihon. Samudra Al-Qur‟an.
empiris. 4) tafsir sebagai sebuah produk ilmiah Bandung: Pustaka Setia, 2001.
maka harus ada kesesuaian antara hasil tafsir ElFadl, Khaled Abou. Atas Nama Tuhan: Sari
dengan proposisi – proposisi yang dibangun Fikih Otoriter Ke Fikih Otoritatif. Jakarta:
sebelumnya. Serambi Ilmu Semesta, 2004.
Gerardette Philips. Melampaui Pluralisme.
C. SIMPULAN Malang: Madani, 2016.
Asumsi dasar Tafsir kontemporer dibangun Hanafi, Hassan. Al-Yamin Wa Al-Yasar Fi Al-
berdasarkan beberapa asumsi, yakni pertama Fikr Al-Dini. Mesir: Madbuli, 1989.
Alquran itu kitab hidayah yang rahmatan lil Hans-Georg Gadamer. Truth and Method.
a>lami>n, kedua, tafsir Alquran itu sesuatu yang New York: The Seabury Press, 1975.
berbeda dengan Alquran itu sendiri aka ia Harb, Ali. Naqd Al-Nash. Beirut: al-Markaz
bersifat relatif dan tentatif ketiga, menafsir al-Tsaqafi, 1995.
sebagai upaya memahami maksud Allah yang Harry B. Partin. “Semantics of the Qurᶦān: A
turun ratusan tahun lalu meniscayakan peng- Consideration of Izutsu‟s Studies.” History
gunaan hermenutika dalam menangkap pesan of Religions 9, no. 4 (1970).
idealnya. Keempat tafsir itu harus terbuka Kamla Bashin dan Nighat Said Khan.
kritis dan ilmiah. Diatas asumsi itu dibangun Persoalan Pokok Mengenai Feminisme
paradigma tafsir kontemporer yang 1). Tafsir Dan Relevansinya. Jakarta: Gramedia
harus kontekstual dan mengacu pada prinsip Pustaka Utama dan Kaylamitra, 1995.
nilai universal. 2)tafsir harus mengacu pada Komaruddin Hidayat. Memahami Bahasa
spirit Alquran. 3) tafsir Alquran harus terbuka Agama. Jakarta: Paramadina, 1996.
untuk dikritisi, 4)tafsir harus mengggunakan Kuntowijoyo. Islam Sebagai Ilmu.
Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006.
M. Quraisy Shihab. Membumikan Al-Qur‟an.
50
Bandung: Mizan, 1998.
Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer, 51.

Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 2, 1 (Juni 2017): 81-94 93
Eni Zulaiha Tafsir Kontemporer: Metodologi, Paradigma dan
Standar Validitasnya

Muhsin, Amina Wadud. Qur‟an and Woman. 1980.


Kuala Lumpur: Fajar Bakti Sdn bhd, 1994. Sadily, John M. Echols dan Hasan. Kamus
Mustaqim, Abdul. Epistemologi Tafsir Inggris-Indonesia. Jakarta: Gramedia,
Kontemporer. Yogyakarta: LKiS, 2012. 2003.
Nurcholish Setiawan. “Al-Qur`an Dalam Suyuthi, Al-Hafizh al-Imam Jalaluddin. Al-
Kesejarahan Klasik & Kontemporer.” Itqan. Kairo: Dar At-Turath, n.d.
Jurnal Study Al-Qur‟an, 2006. Thanthawi, Muhammad Sayyid. Mabahits Fi
Pdt. E. Gerrit Singgih. Mengantisipasi Masa “Ulum Al-Qur”an. Kairo: Azhar Press,
Depan; Berteologi Dalam Konteks Di Awal 2003.
Melenium III. Jakarta: PT BPK Gunung Tibi, Bassam. “Moralitas Internasional
Mulia, 2005. Sebagai Suatu Landasan Lintas Budaya.” In
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Agama Dan Dialog Antar Peradaban.
Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1996.
Jakarta: Gramedia, 2003. Yusuf, Yunan. “Karakteristik Tafsir Al-
Qaththan, Manna‟ Khalil. Studi Ilmu-Ilmu Al- Qur‟an Di Indonesia Abad Ke-20.” Jurnal
Qur‟an. Jakarta Timur: Pustaka al-Kautsar, Ulumul Qur‟an 4 (1992).
2008.
Rahman, Fazlur. Major Themes of The
Qur‟an. Chicago: Bibliotecha Islamica,

94 Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 2, 1 (Juni 2017): 81-94

Anda mungkin juga menyukai