INDONESIAN IEQ Mar 2018 IDN For Web PDF
INDONESIAN IEQ Mar 2018 IDN For Web PDF
Maret 2018
Maret 2018
Kata Pengantar
Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia (Indonesia Economic Quarterly, IEQ) mempunyai dua
tujuan. Pertama, untuk menyajikan perkembangan utama perekonomian Indonesia dalam tiga bulan
terakhir, dan menempatkan dalam konteks jangka panjang dan global. Berdasarkan perkembangan ini,
serta perubahan kebijakan dalam periode tersebut, laporan ini menyediakan perkembangan terkini secara
rutin tentang prospek perekonomian dan kesejahteraan sosial Indonesia. Kedua, laporan Triwulanan
Perekonomian Indonesia ini memberikan penilaian mendalam terhadap isu-isu ekonomi dan kebijakan
tertentu, dan analisis terhadap tantangan pembangunan jangka menengah Indonesia. Laporan ini
ditujukan untuk khalayak luas termasuk pembuat kebijakan, pemimpin bisnis, pelaku pasar keuangan,
serta komunitas analis dan profesional yang terlibat dan mengikuti perkembangan ekonomi Indonesia.
Laporan Triwulanan Perekonomian Indonesia merupakan laporan Bank Dunia di Jakarta dan
mendapatkan bimbingan editorial dan strategis oleh dewan editorial yang dipimpin oleh Rodrigo A.
Chaves, Country Director untuk Indonesia. Laporan ini disusun oleh tim Macroeconomic dan Fiscal Management
Global Practice, dibawah bimbingan Ndiame Diop dan Frederico Gil Sander (Lead Economist). Dipimpin
oleh Derek H. C. Chen, Senior Economist dan lead author, tim inti terdiri dari Arsianti, Dwi Endah
Abriningrum, Indira Maulani Hapsari, Ahya Ihsan, Yus Medina, Alief Aulia Rezza, Jaffar Al-Rikabi,
Dhruv Sharma, Ibnu Edy Wiyono dan Pui Shen Yoong. Dukungan administrasi diberikan oleh Sylvia
Njotomihardjo. Diseminasi dilakukan oleh Nugroho Sunjoyo, Jerry Kurniawan, dan GB Surya
Ningnagara atas bimbingan Lestari Boediono Qureshi.
Edisi ini juga mencakup kontribusi dari Indira Maulani Hapsari Indira Maulani Hapsari (Bagian A.1
dan Kotak A.1), Dhruv Sharma (Bagian A.3, A.5 dan A.6), Alief Aulia Rezza (Bagian A.2 dan A.3),
Agnesia Adhissa dan Massimiliano Cali (Kotak A.2), Dwi Endah Abriningrum dan Yus Medina
dibantu oleh Jaffar Al-Rikabi dan Pui Shen Yoong (Bagian A.4), Jonathan William Lain (Bagian
A.7), Taufik Ramadhan Indrakesuma (Bagian A.8), Derek H.C. Chen (Bagian A.9); Ahya Ihsan,
Jaffar Al-Rikabi, Pui Shen Yoong dibantu oleh Dwi Endah Abriningrum dan Yus Medina (Bagian
B), Jaffar Al-Rikabi (Kotak B.1 dan B.2), Hidayat Amir dan Ardi Sugiyarto (BKF) (Kotak B.3);
Abigail, Hamidah Alatas, Noviandri Nurlaili Khairina, dan Bagus Arya Wirapati (Lampiran). Untuk
bagian B, kami mengucapkan terimakasih atas kontribusi Hidayat Amir dan Ardi Sugiyarto (BKF),
Sailesh Tiwari, Francis A. Darko, Jonathan William Lain, Imam Setiawan dari Bank Dunia, Poverty
Global Practice, dan juga rekan-rekan dari the Governance and Education Global Practices. Laporan ini juga
mendapat masukan dari diskusi mendalam dengan dan masukan dari Ekaterina T. Vashakmadze (Senior
Economist, DECPG, Bank Dunia), Ha Nguyen (Economist, DECMG, Bank Dunia), Andy D. Mason
(Lead Economist, EAPCE, Bank Dunia), Caterina Ruggen Laderchi (Senior Economist, GPV03, Bank
Dunia), dan David Nellor (Australia Indonesia Partnership for Economic Governance).
Laporan ini disusun oleh para staf International Bank for Reconstruction and Development Bank Dunia,
dengan dukungan pendanaan dari Pemerintah Australia (Departemen Luar Negeri dan Perdagangan
atau Department of Foreign Affairs and Trade, DFAT) melalui program Support for Enhanced Macroeconomic
dan Fiscal Policy Analysis (SEMEFPA).
Temuan-temuan, interpretasi dan kesimpulan-kesimpulan yang dinyatakan di dalam laporan ini tidak
mencerminkan pdanangan AusAID dan Pemerintah Australia, para Direktur Pelaksana Bank Dunia
atau pemerintah yang diwakilinya. Bank Dunia tidak menjamin ketepatan data-data yang termuat dalam
laporan ini. Batas-batas, warna, denominasi dan informasi-informasi lain yang digambarkan pada setiap
peta di dalam laporan ini tidak mencerminkan pendapat Bank Dunia mengenai status hukum dari
wilayah atau dukungan atau penerimaan dari batas-batas tersebut.
Photo merupakan Hak Cipta Bank Dunia. Semua Hak Cipta dilindungi.
Untuk mendapatkan lebih banyak analisis Bank Dunia tentang ekonomi Indonesia:
Untuk informasi mengenai Bank Dunia serta kegiatannya di Indonesia, silakan berkunjung ke website
ini www.worldbank.org/id
SINGKATAN .......................................................................................................................... D
1. Indonesia harus merealisasikan penerimaan yang lebih banyak dan membelanjakan dengan
lebih baik untuk mendorong pertumbuhan inklusif .................................................................... 39
2. Kebijakan fiskal telah mendukung pertumbuhan dan pengentasan kemiskinan, tetapi
ketimpangan tetap tinggi ..............................................................................................................41
3. Efektivitas yang terbatas dan rendahnya tingkat belanja di sektor-sektor prioritas menghambat
pertumbuhan dan pemerataan ..................................................................................................... 44
4. Kualitas belanja telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, tetapi kemajuan lebih lanjut
masih mungkin terjadi ................................................................................................................. 49
a. Indonesia telah meningkatkan kualitas belanja melalui realokasi belanja ke sektor-sektor prioritas … ...... 49
b. …tetapi belanja yang lebih baik tetap menjadi tantangan di banyak bidang ................................................ 52
5. Indonesia harus memacu lebih banyak penerimaan agar dapat berbelanja lebih banyak lagi ... 55
a. Indonesia memungut terlalu sedikit penerimaan, serta seringkali tidak efektif ............................................ 55
b. Pemerintah telah berusaha untuk meningkatkan pemungutan pajak… ........................................................ 58
c. … tetapi kebutuhan terhadap dan ruang lingkup untuk reformasi pajak tambahan tetaplah besar ............. 60
6. Bagaimana Indonesia dapat memungut lebih banyak dan membelanjakan lebih baik untuk
mendorong pertumbuhan inklusif? .............................................................................................. 67
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Pertumbuhan PDB riil diperkirakan akan meningkat menjadi 5,3 persen pada tahun
2018 ..................................................................................................................................iii
Tabel A.1: Perubahan harga komoditas .................................................................................... 8
Tabel A.2: Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) ....................................................................13
Tabel A.3: Peningkatan kecil dari panga konsumsi dari masyarakat yang berada di 40%
Terbawah dan 40% di Tengah menyebabkan sedikit penurunan dalam koefisien Gini
........................................................................................................................................ 29
Tabel A.4: Indikator perekonomian utama ............................................................................. 30
Tabel A.5: Harga rata-rata komoditas untuk tahun 2016, 2017 dan perkiraan untuk tahun
2018, 2019 ........................................................................................................................ 34
Tabel A.6: Bank Dunia memproyeksikan penerimaan dan pengeluaran yang lebih rendah
daripada di dalam APBN tahun 2018 ............................................................................ 37
Tabel B.1: Pengalaman reformasi pajak internasional belum lama ini .................................. 64
Tabel B.2: Tingkat konsumsi rokok Indonesia adalah salah satu yang tertinggi di dunia .... 65
Lampiran Tabel 1: Realisasi dan proyeksi anggaran belanja Pemerintah .............................. 78
Lampiran Tabel 2: Neraca pembayaran ................................................................................. 78
Lampiran Tabel 3: Indikator ekonomi makro Indonesia ....................................................... 79
Lampiran Tabel 4: Indikator pembangunan Indonesia.......................................................... 80
DAFTAR KOTAK
Kotak A.1: Perekonomian global mengakhiri tahun 2017 dengan catatan yang kuat ............... 2
Kotak A.2: Perubahan terbaru dalam kebijakan perdagangan ................................................31
Kotak B.1: Mengapa rasio pajak terhadap PDB Indonesia sangat rendah? ........................... 57
Kotak B.2: Prinsip-prinsip pedoman untuk reformasi pajak Indonesia ................................. 62
Kotak B.3: Pengenaan cukai untuk mengatasi eksternalitas ................................................. 65
Menuju pertumbuhan inklusif Perkembangan Triwulanan
Perekonomian Indonesia
Pertumbuhan PDB Pertumbuhan PDB riil meningkat menjadi 5,2 persen tahun-ke-tahun (year-on-year,
riil Indonesia yoy) di Triwulan ke-4 dari 5,1 persen pada Triwulan ke-3, didorong oleh permintaan
meningkat di dalam negeri yang lebih tinggi, khususnya investasi yang menguat. Pertumbuhan
Triwulan ke-4, yang konsumsi rumah tangga juga sedikit menguat, sebagian karena pelemahan harga
disebabkan oleh barang-barang konsumen di Triwulan ke-4. Pertumbuhan ekspor dan impor menurun
investasi yang lebih dari puncaknya di Triwulan ke-3 dan tetap kuat karena adanya pemulihan yang
kuat berkelanjutan dalam perdagangan global dan harga-harga komoditas. Namun
demikian, ekspor neto menjadi hambatan pada pertumbuhan di Triwulan ke-4,
sebagian mencerminkan investasi yang lebih tinggi dalam hal mesin dan peralatan
serta impor barang modal yang terkait. Setelah terjadinya penurunan persediaan
(destocking) yang cukup besar di Triwulan ke-3, persediaan berkontribusi positif
terhadap pertumbuhan PDB. Di sisi produksi, pertumbuhan sektor manufaktur
meningkat, sementara sektor konstruksi dan sektor jasa lainnya mengalami
pertumbuhan yang tercepat.
Kondisi global yang Untuk tahun 2017 secara keseluruhan, pertumbuhan PDB naik menjadi 5,1 persen
menguntungkan dari 5,0 persen pada tahun 2016, tertinggi dalam 4 tahun terakhir. Peningkatan yang
berkontribusi lebih tinggi ini sebagian disebabkan oleh investasi yang lebih tinggi dan ekspor neto,
terhadap sejalan dengan berlanjutnya pemulihan harga komoditas, pertumbuhan global dan
pertumbuhan PDB arus perdagangan yang tinggi, dan kondisi pembiayaan global yang relatif masih
yang lebih tinggi di mendukung.
tahun 2017
Menguatnya harga Harga komoditas yang lebih tinggi berkontribusi terhadap pertumbuhan investasi dan
komoditas ekspor di Triwulan ke-4. Meskipun pertumbuhan kredit melambat, pertumbuhan
merupakan investasi meningkat ke level tertinggi selama 5 tahun sebesar 7,3 persen di Triwulan
pendorong utama ke-4 dari 7,1 persen di Triwulan ke-3, disebabkan oleh adanya lonjakan dalam investasi
dalam investasi dan mesin dan peralatan impor, kategori yang mencakup alat-alat berat (yellow goods)
ekspor di Triwulan pertambangan1. Sebagai akibatnya, pertumbuhan nominal impor barang modal di
ke-4 Triwulan ke-4 tetap sebesar dua digit. Meskipun melambat dari Triwulan ke-3,
pertumbuhan ekspor dari enam komoditas utama tetap pada rata-rata yang tinggi
sebesar 22,4 persen di Triwulan ke-4.
Defisit neraca Defisit neraca transaksi berjalan melebar menjadi 2,2 persen dari PDB di Triwulan
transaksi berjalan ke-4, dari 1,7 persen PDB di kuartal ketiga, terutama didorong oleh surplus
melebar di Triwulan perdagangan barang yang lebih rendah karena impor barang modal yang lebih tinggi
ke-4, tetapi posisi untuk investasi mengimbangi harga ekspor yang lebih tinggi. Untuk tahun 2017 secara
eksternal secara keseluruhan, peningkatan nilai tukar perdagangan dan pulihnya perdagangan global
keseluruhan tetap membantu defisit neraca transaksi berjalan mengecil menjadi 1,7 persen dari PDB,
kuat yang terendah dalam 6 tahun terakhir. Sementara itu, surplus neraca modal dan neraca
keuangan menyusut pada tahun 2017. Hal ini terjadi, meskipun arus masuk modal
kotor melonjak lebih dari tiga kali lipat dibandingkan dengan tahun 2016, berkat
kepercayaan investor yang meningkat karena peningkatan peringkat kredit dan efek
tahun dasar yang rendah. Akibatnya, imbal hasil obligasi menurun di semua tenor.
Penanaman modal asing langsung juga meningkat ke level tertinggi selama tujuh tahun
ini di tahun 2017. Neraca pembayaran (external account) yang sehat berkontribusi
terhadap stabilitas nilai Rupiah pada tahun 2017, meskipun berlanjutnya peningkatan
impor di Triwulan ke-4 dan awal tahun ini telah menyebabkan pelemahan dalam
beberapa bulan terakhir.
Inflasi menurun di Meskipun harga komoditas lebih tinggi, inflasi harga konsumen utama menurun
Triwulan ke-4 karena menjadi rata-rata 3,5 persen yoy di Triwulan ke-4 tahun 2017 dari 3,8 persen di
inflasi harga Triwulan ke-3, yang mendukung konsumsi rumah tangga. Inflasi harga makanan
makanan turun ke mencapai rata-rata triwulanan yang terendah dalam 14 tahun ini, meskipun meningkat
tingkat terendah sejak bulan Desember. Inflasi inti di Triwulan ke-4 tetap tidak berubah dari Triwulan
dalam 14 tahun ke-3, rata-rata triwulanan yang terendah dalam catatan, mencerminkan tekanan inflasi
terakhir yang stabil karena perekonomian dalam kondisi mendekati full employment. Secara
tahunan, inflasi umum (headline inflation) adalah sebesar 3,8 persen, lebih tinggi dari 3,5
persen di tahun 2016, terutama karena kenaikan harga barang-barang yang diatur
pemerintah (administered prices) di semester pertama tahun ini. Tekanan inflasi yang
menurun ini mendukung pelonggaran kebijakan moneter Bank Indonesia pada tahun
2017, termasuk dua kali pemotongan sebesar 25 basis point (bps) secara berturut-turut
di Triwulan ke-3. Oleh karena inflasi stabil dan volatilitas global meningkat, BI
mempertahankan suku bunga tetap pada tingkat 4,25 persen sejak bulan September
2017.
Investasi publik juga Total belanja pemerintah pada tahun 2017 tumbuh dengan laju tercepat dalam 3 tahun
mendukung ini, didukung oleh belanja modal, belanja barang, dan belanja sosial yang lebih tinggi.
pertumbuhan, tetapi Secara khusus, belanja modal mencapai tingkat pencairan sebesar 96,9 persen, dan
kebijakan fiskal tumbuh sebesar 18 persen pada tahun 2017, tertinggi dalam 8 tahun ini. Sementara
dibatasi karena total penerimaan pajak sebagai bagian dari PDB turun menjadi kurang dari 10 persen
defisit menyempit di pada tahun 2017, jika pungutan dikecualikan dari satu kali program Amnesti Pajak
tahun 2017 sebenarnya bisa menunjukkan peningkatan rasio pajak dibandingkan dengan tahun
2016, yang mencerminkan upaya reformasi pajak yang sedang berlangsung. Harga
komoditas yang lebih tinggi membantu pertumbuhan penerimaan yang mencapai nilai
tertinggi dalam enam tahun terakhir dan mempertahankan defisit fiskal sebesar 2,4
persen dari PDB di tahun 2017, yang terendah dalam tiga tahun terakhir.
1 Yellow goods adalah peralatan atau mesin yang digunakan untuk konstruksi, peralatan pembukaan lahan
dan galian (quarry). Contohnya termasuk traktor, ekskavator, dan fork lift.
Pertumbuhan Tingkat kemiskinan resmi – dihitung dengan menggunakan garis kemiskinan nasional
ekonomi yang sehat Indonesia – mencapai 10,1 persen di bulan September 2017, 0,6 poin persentase lebih
telah dibarengi rendah dari pada bulan September 2016, penurunan yoy terbesar sejak bulan Maret
dengan penurunan 2013. Sementara pertumbuhan lapangan kerja dan pendapatan riil melambat antara
tingkat kemiskinan bulan Agustus 2016 dan bulan Agustus 2017, penciptaan lapangan kerja condong ke
yang lebih tinggi arah pekerjaan formal di sektor manufaktur. Sektor manufaktur menciptakan 1,5 juta
pekerjaan pada tahun 2017, menyerap banyak pekerja dari sektor pertanian, yang
mengalami penurunan tajam dalam pangsa pekerjaannya.
Mengingat permintaan dalam negeri yang tinggi, kontribusi dari ekspor bersih
diperkirakan akan teredam seiring dengan menurunnya nilai tukar perdagangan dan
pertumbuhan impor. Impor juga akan terbantu oleh perampingan proses impor yang
berkelanjutan.
Inflasi yang rendah, Secara empiris, tingkat inflasi dan nilai tukar Rupiah telah diketahui menjadi
pengeluaran penggerak struktural pertumbuhan konsumsi, dengan efek yang kadang-kadang
menjelang pemilu meningkat setelah beberapa triwulan. Inflasi yang rendah saat ini tetapi dengan nilai
mendatang dan tukar yang melemah, oleh karenanya memiliki efek yang berlawanan, yang secara
harga komoditas keseluruhan menciptakan efek yang ambigu/tidak pasti pada pertumbuhan konsumsi
yang lebih baik rumah tangga ke depan. Namun demikian, pengeluaran dalam pemilu mendatang dan
diharapkan dapat harga komoditas yang lebih baik diperkirakan akan memberikan dorongan
meningkatkan independen, yang mengakibatkan adanya peningkatan yang sedang dalam
pertumbuhan pertumbuhan konsumsi rumah tangga selama dua tahun ke depan.
konsumsi
Defisit fiskal Inflasi umum diperkirakan akan meningkat mulai tahun 2019 sebagian karena biaya
diperkirakan akan impor yang lebih tinggi terkait dengan harga minyak mentah yang lebih tinggi.
menyempit Keseimbangan fiskal diperkirakan akan menyempit sedikit di atas cakupan perkiraan,
sementara defisit sejalan dengan defisit yang lebih kecil seperti yang ditetapkan dalam APBN 2018,
neraca transaksi harga minyak yang tinggi, dan reformasi peningkatan penerimaan penting yang sedang
berjalan dilaksanakan, meningkatkan total penerimaan. Defisit neraca transaksi berjalan
diproyeksikan akan diperkirakan akan melebar dalam jangka menengah, sejalan dengan permintaan dalam
melebar negeri yang lebih kuat dan nilai tukar perdagangan yang lebih lemah.
Risiko terhadap Risiko terhadap perkiraan pertumbuhan ekonomi condong ke sisi negatifnya. Di sisi
perkiraan eksternal, dengan meningkatnya proteksionisme global, ada risiko bahwa pemulihan
perekonomian antara yang mulai terjadi dalam perdagangan internasional dapat terhenti, membebani
lain melambatnya pertumbuhan global dan harga-harga komoditas. Meskipun normalisasi kebijakan
perdagangan global, moneter AS sedang berlangsung secara proporsional, pengetatan moneter yang tidak
volatilitas dan terduga dapat menyebabkan arus keluar modal secara mendadak dari negara-negara
melambatnya pasar berkembang. Sementara konsumsi rumah tangga menguat di Triwukan ke-4,
konsumsi rumah tetap ada risiko bahwa konsumsi rumah tangga akan tetap saja atau bahkan melemah
tangga dalam jangka menengah. Mengingat bahwa konsumsi rumah tangga merupakan lebih
dari separuh PDB, setiap perlambatan dalam konsumsi pribadi dapat memiliki
dampak yang signifikan terhadap total pengeluaran.
Edisi kali ini mencakup topik fokus yang membahas pentingnya kebijakan fiskal untuk
mendorong pertumbuhan inklusif dan bagaimana Indonesia dapat menggunakan perangkat fiskal
dengan lebih baik untuk menurunkan tingkat kemiskinan, mendorong inklusi dan menurunkan
ketimpangan.
Untuk mencapai Keputusan mengenai belanja pemerintah dan pemungutan penerimaan – inti dari
pertumbuhan kebijakan fiskal – memainkan peran utama dalam mendukung pertumbuhan ekonomi,
inklusif, Indonesia dan membantu membagi manfaat pertumbuhan secara lebih luas ke seluruh lapisan
harus belanja dengan masyarakat. Kebijakan yang efektif yang mendorong pertumbuhan inklusif, seperti
lebih baik lagi dan berinvestasi dalam modal manusia atau meningkatkan konektivitas daerah-daerah
membelanjakan terpencil, keduanya menurunkan ketimpangan dan mendorong pertumbuhan.
lebih banyak di Pengalaman Indonesia selama 15 tahun terakhir menunjukkan bahwa kebijakan fiskal
bidang-bidang telah memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi, terutama
prioritas, dan untuk melalui stabilitas ekonomi makro. Namun demikian, kebijakan fiskal masih kurang
mengumpulkan berhasil dalam membagikan manfaat pertumbuhan secara lebih luas: kesenjangan
penerimaan yang peluang masih besar, dan perkiraan menunjukkan bahwa pajak dan belanja publik
lebih banyak lagi hanya menurunkan koefisien Gini Indonesia sebesar 0,04 poin, dibandingkan dengan
dengan cara-cara 0,18 poin di Afrika Selatan. Di masa lalu, dampak dari kebijakan penerimaan dan
yang efisien dan pengeluaran pada pertumbuhan inklusif telah diredam oleh kurangnya pengeluaran di
ramah pertumbuhan bidang-bidang prioritas seperti infrastruktur, kesehatan dan bantuan sosial, dan oleh
pengeluaran yang tidak efektif di bidang-bidang prioritas tersebut dan di bidang-
bidang penting lainnya, terutama pendidikan. Belanja di bidang-bidang prioritas baru-
baru ini meningkat karena adanya realokasi belanja dari subsidi energi; namun
demikian, realisasi penerimaan yang rendah terus menghambat peningkatan belanja
sektor prioritas. Untuk mencapai pertumbuhan yang lebih cepat dan lebih inklusif,
Indonesia harus melakukan belanja dengan lebih baik lagi dan membelanjakan lebih
banyak di bidang-bidang prioritas. Hal ini akan membutuhkan upaya untuk terus
meningkatkan efektivitas belanja kementerian dan lembaga (KL) dan belanja daerah,
melakukan realokasi lebih lanjut pengeluaran lintas sektoral dan di dalam sektor, dan
mengumpulkan lebih banyak lagi penerimaan dengan cara-cara yang efisien dan ramah
pertumbuhan. Reformasi pajak yang terkait termasuk memperluas basis pajak,
menyederhanakan peraturan pajak, dan secara signifikan memperkuat manajemen
kepatuhan.
Pertumbuhan PDB Untuk tahun 2017 secara keseluruhan, dan sejalan dengan perkiraan Bank Dunia,
riil meningkat pertumbuhan PDB riil tahunan meningkat menjadi 5,1 persen dari 5,0 persen pada
menjadi 5,1 persen tahun 2016, tertinggi dalam empat tahun terakhir (Gambar A.2). Peningkatan dalam
pada 2017, tertinggi pertumbuhan ini terutama didorong oleh pertumbuhan investasi dan ekspor bersih
dalam empat tahun yang lebih tinggi, karena pemulihan harga komoditas global dan perekonomian global
terakhir, sebagian serta arus perdagangan internasional yang lebih baik (Kotak A.1).
karena memulihnya
perekonomian global
Gambar A.1: Pertumbuhan investasi yang lebih tinggi Gambar A.2: Pertumbuhan tahun 2017 mencapai yang
mendorong pertumbuhan PDB di Triwulan ke-4 tertinggi dalam empat tahun terakhir
(kontribusi terhadap pertumbuhan yoy, poin persentase) (kontribusi terhadap pertumbuhan yoy, poin persentase)
Change in inventories
Perubahan dalam persediaan Stat. discrepancy*
Perbedaan statistik* Change in inventories
Perubahan dalam persediaan Stat. discrepancy*
Perbedaan statistik*
Net exports
Ekspor bersih Investment
Investasi Net exports
Ekspor bersih Investment
Investasi
Konsumsi pemerintah
Government consumption Private consumption
Konsumsi pribadi Government consumption
Konsumsi pemerintah Private consumption
Konsumsi pribadi
GDP
PDB GDP
PDB
10
8
8
6
6
4
4
2
0 2
-2 0
-4 -2
Dec-14 Sep-15 Jun-16 Mar-17 Dec-17 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Sumber: BPS; perhitungan staf Bank Dunia Sumber: BPS; perhitungan staf Bank Dunia
Kotak A.1: Perekonomian global mengakhiri tahun 2017 dengan catatan yang kuat
Pemulihan ekonomi global terus berlanjut dan merata hampir diseluruh negara. Pertumbuhan ekonomi global tetap baik
di Triwulan ke-4 dan di sepanjang tahun 2017. Hal ini didukung oleh tingkat perdagangan dan investasi global yang
tinggi1, kepercayaan dunia usaha yang meningkat, dan kondisi moneter global yang relatif mendukung2. Penguatan
berkelanjutan harga komoditas global, khususnya harga komoditas energi, juga mendorong pertumbuhan komoditas
ekspor negara berkembang. Peningkatan perekonomian global yang terus berlanjut ini telah mendukung perekonomian
Indonesia.
Gambar A.3: Pertumbuhan perdagangan global dan Gambar A.4: Indeks Pembelian Manajer Komposit
pertumbuhan produksi industri pada tahun 2017 Global mencatat hasil yang tinggi selama hampir
mencapai nilai yang tertinggi selama enam tahun tujuh tahun
terakhir (indeks)
(pertumbuhan yoy, persen)
7 60 Q3 Q4 Jan-18 Feb-18
6 58
Perdagangan dunia
56
5
Produksi industri global
54
4
52
3
50
2 48
1
-1
Nov-11 Nov-13 Nov-15 Nov-17
Sumber: CBP World Trade Monitor, perhitungan staf Bank Dunia Sumber: Markit Economics, Haver Analytics; perhitungan staf Bank
Dunia
Catatan: Data di atas 50 menggambarkan ekspansi ekonomi dan
data di bawah 50 menggambarkan kontraksi ekonomi.
Aktivitas perekonomian global terus menguat sepanjang tahun 2017, dan indikator berfrekuensi tinggi menunjukkan
pertumbuhan yang berkelanjutan di Triwulan ke-1 tahun 2018. Peningkatan yang stabil dalam pertumbuhan global
telah terjadi secara meluas, yang berasal dari negara-negara maju maupun negara-negara pasar berkembang dan negara-
negara berkembang (emerging markets and developing economies, EMDEs)3. Pertumbuhan di negara-negara utama seperti
Kawasan Eropa dan Amerika Serikat tetap kuat masing-masing sebesar 2,5 persen yoy dan 2,7 persen di Triwulan ke-4.
Secara keseluruhan, pada tahun 2017, Amerika Serikat dan Kawasan Eropa mencatat pertumbuhan masing-masing
sebesar 2,3 persen4 dan 2,5 persen (tertinggi 10 tahun)5. Sementara itu, pertumbuhan di Jepang meningkat menjadi 2,0
persen yoy di Triwulan ke-4, membuat pertumbuhan di tahun 2017 secara keseluruhan menjadi 1,7 persen, hampir dua
kali lipat pertumbuhan tahun 2016 yang sebesar 0,9 persen6. Negara-negara pasar berkembang, seperti Brasil dan
Tiongkok juga mencatat pertumbuhan yang lebih tinggi pada tahun 2017, masing-masing sebesar 1,0 persen7 dan 6,9
persen,8 yang tercepat sejak tahun 2015.
Perdagangan global juga mencatat pertumbuhan yang solid di tahun 2017 sebesar 4,7 persen, yang tertinggi sejak tahun
2011, meskipun terjadi sedikit perlambatan di Triwulan ke-4 menjadi 4,9 persen yoy dari 5,6 persen di Triwulan ke-3
tahun 20179. Demikian pula, pertumbuhan produksi industri global melambat dari Triwulan ke-3 (Gambar A.3), tetapi
masih membukukan pertumbuhan yang tertinggi dalam 6 tahun terakhir di tahun 2017. Sentimen bisnis juga meningkat
di Triwulan ke-4, ditandai oleh Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers’ Index - PMI) yang terbesar selama hampir
tujuh tahun terakhir sebesar 54,1 di Triwulan ke-410. Hal ini sebagian didukung oleh pertumbuhan yang tinggi dalam
keluaran dan pesanan baru (Gambar A.4). Pada bulan Februari 2018, indeks komposit PMI global menguat lebih lanjut
ke 54,8, yang disebabkan oleh peningkatan yang tinggi di Amerika Serikat, menyiratkan bahwa peningkatan global
kemungkinan akan berlanjut hingga Triwulan ke-1 tahun 2018.
1 Tingkat pertumbuhan keduanya naik ke level tertinggi dalam enam tahun terakhir. (CPB, 2017).
2 Kondisi moneter global masih relatif akomodatif, terlepas dari adanya perkiraan kenaikan inflasi yang tinggi di negara-negara maju, yang akan
menyebabkan pengetatan moneter lebih cepat dari yang diharapkan dalam waktu dekat.
3 International Monetary Fund (2018). Laporan World Economic Outlook juga mencatat sekitar 120 negara mengalami peningkatan pertumbuhan
perekonomian mereka di tahun 2017, peningkatan pertumbuhan global yang paling meluas sejak tahun 2010.
4 Dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2016 sebesar 1,5 persen yoy
5 Data pertumbuhan triwulanan diambil dari data PDB Triwulanan OECD, sementara data pertumbuhan tahunan diambil dari Eurostat dan
Gambar A.5: Investasi mesin dan peralatan terus Gambar A.6: Produksi Industri dan Indeks Pembelian
mendorong pembentukan modal tetap Manajer Manufaktur melemah
(kontribusi terhadap pertumbuhan yoy, poin persentase) (indeks, Seb. Kiri; pertumbuhan yoy/3mma yoy, persen, Seb. Kanan)
Intellectual Property Cultivated Bio. Res.
Other Equipments Vehicles 52.0 20
Indeks Produksi
Machine & Equipment Buildings & Structures Industri (Kiri)
Investment 51.5 15
8
7 51.0 10
6 50.5 5
5
4 50.0 0
3 49.5 -5
2
49.0 Produksi Indeks Pembelian -10
1
Kendaraan Manajer (PMI)
0 48.5 Bermotor -15
-1 (Kanan)
48.0 -20
-2
Feb-17 May-17 Aug-17 Nov-17 Feb-18
Dec-14 Jun-16 Dec-17
Sumber: BPS; perhitungan staf Bank Dunia Sumber: Nikkei/Markit; BPS; perhitungan staf Bank Dunia
Catatan: Pertumbuhan IPI dalam yoy; pertumbuhan produksi
kendaraan bermotor dalam 3 bulan pergerakan rata-rata (month
moving average, mma) yoy. PMI Manufaktur di atas 50 poin
menunjukkan wilayah ekspansi.
Pertumbuhan Pembentukan modal tetap bruto tetap menjadi komponen utama pendorong
investasi tetap terus ekonomi, dengan pertumbuhan investasi meningkat dari 7,1 persen di Triwulan ke-3
meningkat dan menjadi 7,3 persen di Triwulan ke-4, yang tertinggi dalam hampir lima tahun ini
mendukung (Gambar A.5). Investasi mesin dan peralatan mengalami pertumbuhan yang tercepat,
pertumbuhan PDB naik dari 15,2 persen di Triwulan ke-3 menjadi 22,3 persen di Triwulan ke-4, sejalan
di Triwulan ke-4 dengan lonjakan impor modal nominal yang tetap sebesar dua digit2 di Triwulan ke-
4. Hal ini, pada gilirannya, sebagian didorong oleh investasi yang lebih tinggi di sektor
pertambangan, mengingat harga komoditas global yang lebih tinggi. Investasi di
sektor bangunan dan struktur tetap menjadi kontributor utama pertumbuhan investasi
secara keseluruhan di Triwulan ke-4, dibantu oleh ekspansi investasi publik. Nilai
nominal belanja modal pemerintah meningkat sebesar 43,0 persen pada Triwulan ke-
4, tetapi sebagian karena adanya dampak dasar (base effect) yang rendah di Triwulan ke-
4 tahun lalu. Sementara itu, investasi di sektor kendaraan bermotor melambat,
terutama karena dampak dasar (base effect) yang tinggi di Triwulan ke-4 tahun lalu dan
konsisten dengan perlambatan signifikan dalam pertumbuhan penjualan kendaraan
niaga (Gambar A.6). Juga berkontribusi terhadap pertumbuhan investasi yang tinggi,
investasi asing langsung mengalami pertumbuhan dua digit yoy di Triwulan ke-4,
dengan arus masuk terbesar masuk ke sektor manufaktur.
Pertumbuhan Pertumbuhan investasi tahunan pada tahun 2017 naik ke level tertinggi dalam lima
investasi pada 2017 tahun terakhir, sebesar 6,2 persen, dari 4,5 persen di tahun 2016. Pemulihan harga
mencapai yang komoditas secara bertahap, biaya pembiayaan yang tetap rendah, kepercayaan investor
tertinggi dalam lima yang lebih tinggi karena adanya peningkatan peringkat kredit, dan lonjakan investasi
tahun terakhir infrastruktur dan investasi asing langsung, semuanya berkontribusi terhadap
pertumbuhan investasi yang lebih tinggi.
Namun demikian, Sementara itu, serangkaian pemotongan suku bunga kebijakan Bank Indonesia,
indikator bulanan dengan total pengurangan sebesar 200 basis poin selama dua tahun terakhir, tidak
untuk investasi meningkatkan pertumbuhan kredit ke sektor swasta, karena pertumbuhan kredit
menunjukkan investasi terus menurun menjadi 4,9 persen pada Triwulan ke-4 dari 6,3 persen di
gambaran yang Triwulan ke-33 (Gambar A.7). Namun demikian, perlu dicatat bahwa baik investasi
lemah asing langsung (FDI) maupun kredit investasi dari bank secara historis hanya
merupakan sepertiga dari total pembiayaan investasi di Indonesia. Oleh karena itu,
sebagian besar pembiayaan investasi berasal dari pinjaman non-bank seperti
penyertaan modal, obligasi, dan laba ditahan (Gambar A.8).
Pertumbuhan Pertumbuhan konsumsi swasta naik sedikit menjadi 5,0 persen yoy di Triwulan ke-4
konsumsi swasta dari revisi sebesar 4,9 persen di Triwulan ke-34. Pertumbuhan konsumsi swasta tetap
tetap lambat … tidak berubah sejak Triwulan ke-1 tahun 2016, bertahan mendekati 5,0 persen. Ini
lebih lambat dari rata-rata tahun 2012-14 sebesar 5,4 persen, tetapi hanya sedikit di
bawah rata-rata 10 tahun terakhir, sebesar 5,1 persen. Untuk tahun 2017 secara
keseluruhan, konsumsi swasta meningkat sebesar 5,0 persen, tidak berubah sejak
tahun 2016.
2 Nilai nominal pertumbuhan impor barang modal melambat tetapi masih mencatat pertumbuhan
sebesar 19,6 persen yoy pada Triwulan ke-4. Beberapa komponen yang mencatat perlambatan adalah
mesin pengolah data otomatis, kendaraan bermotor niaga untuk mengangkut barang, dan peralatan
bangunan dan struktur (Bank Indonesia, 2018).
3 Peningkatan pertumbuhan investasi bersama dengan penurunan pertumbuhan kredit menunjukkan
on-quarter annualized, qoq saar), konsumsi pribadi menurun dari 5,6 persen di Triwulan ke-3 menjadi 4,5
persen di Triwulan ke-4. Penyesuaian musiman X12 dilakukan.
Gambar A.7: Pertumbuhan penjualan kendaraan Gambar A.8: Hanya sepertiga dari investasi yang
niaga menurun dan pertumbuhan kredit investasi dibiayai melalui investasi asing langsung (FDI) dan
terus menurun kredit perbankan
(pertumbuhan sebesar 3mma yoy, pertumbuhan yoy, persen, Seb. (porsi dari total investasi, persen)
Kiri; pertumbuhan yoy, persen, Seb. Kanan)
70 Pertumbuhan kredit 12 FDI Investment Credit from Banks Non-bank lending
investasi (Kanan) 100
Penjualan
50 kendaraan niaga 10 90
80
30 8 70
60
10 6
50
40
-10 Penjualan semen 4
Nominal impor 30
-30 barang modal 2 20
(Kanan)
10
-50 0 0
Jan-17 May-17 Sep-17 Jan-18 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Sumber: BI; BPS; perhitungan staf Bank Dunia Sumber: Bank Indonesia; BPS; perhitungan staf Bank Dunia
Catatan: Investasi dan impor nilai nominal barang modal diukur
dalam yoy. Penjualan semen dan kendaraan niaga diukur dalam
persen rata-rata pergerakan selama 3 bulan (month moving
average, mma) yoy.
5 Berkontribusi sebesar 1,9 pp untuk pertumbuhan konsumsi, dengan pertumbuhan yang menguat
menjadi 5,4 persen yoy di Triwulan ke-4 dari 5,1 persen di Triwulan ke-3.
6 10,3 persen yoy di Triwulan ke-4 dari 10,0 persen di Triwulan ke-3.
7 Lihat pembahasan terperinci di Bagian 4.
Peningkatan dalam Konsumsi riil pemerintah Gambar A.9: Konsumsi pemerintah terus meningkat,
konsumsi terus meningkat menjadi didorong oleh pertumbuhan nominal belanja barang
Pemerintah berlanjut 3,8 persen yoy dari 3,5 (kontribusi terhadap pertumbuhan nominal, poin persentase)
di Triwulan ke-4 persen di Triwulan ke-3. Personnel Material
Peningkatan berkelanjutan Social Others
40 Total
ini terjadi sebagian karena
adanya dampak dasar (base 30
effect) yang rendah yang
diakibatkan oleh 20
pemotongan belanja
publik di Triwulan ke-4 10
tahun 2016, dan lonjakan
0
belanja barang secara
nominal8 (Gambar A.9). -10
Pertumbuhan nominal
dalam belanja pegawai juga -20
meningkat9, sementara Q42015 Q22016 Q42016 Q22017 Q42017
nominal belanja sosial Sumber: Data realisasi APBN bulanan, Kementerian Keuangan,
berkontraksi10, adalah hal perhitungan staf Bank Dunia
Catatan: Realisasi konsumsi pemerintah terdiri dari belanja Pemerintah
yang tidak mengherankan Pusat untuk belanja pegawai, belanja barang, belanja sosial, dan belanja
karena sebagian besar lainnya (belanja hibah dan lainnya).
belanja sosial yang dianggarkan telah dicairkan di Triwulan ke-3. Secara keseluruhan
untuk 2017, konsumsi pemerintah riil mengalami pemulihan moderat, bertumbuh
sebesar 2,1 persen untuk tahun ini setelah berkontraksi sebesar 0,2 persen di tahun
2016.
Walaupun Sejalan dengan sedikit berkurangnya aktivitas global di Triwulan ke-4, pertumbuhan
pertumbuhan ekspor ekspor dan impor Indonesia melambat dari Triwulan ke-3; tetapi dengan impor yang
dan impor melambat tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan ekspor, ekspor bersih menjadi
di Triwulan ke-4, penghambat pertumbuhan PDB secara keseluruhan. Pertumbuhan ekspor turun
keduanya positif menjadi 8,5 persen di Triwulan ke-4, sementara pertumbuhan impor melambat
untuk tahun 2017, menjadi 11,8 persen. Penurunan dalam pertumbuhan ekspor dan impor sebagian
pertama kalinya karena adanya dampak dasar (base effect). Pada tahun 2017, baik ekspor maupun
sejak tahun 2014 impor riil kembali mengalami pertumbuhan positif, pertama kali sejak tahun 2014.
Sektor konstruksi Di sisi produksi, sektor manufaktur tetap menjadi penyumbang pertumbuhan
dan jasa mendorong terbesar, di seluruh 9 sektor produksi. Sektor konstruksi dan sektor jasa lainnya
pertumbuhan, (administrasi publik, pertahanan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan sosial dan lain-lain)
konsisten dengan mencatat tingkat pertumbuhan yang tercepat11, sejalan dengan terjadinya pemulihan
berlanjutnya berkelanjutan dalam belanja pemerintah (Gambar A.10). Sementara itu, sektor
peningkatan dalam pertambangan dan galian memberikan kontribusi terkecil terhadap pertumbuhan
belanja pemerintah PDB secara keseluruhan di Triwulan ke-4, mencatatkan penurunan yang signifikan
dalam pertumbuhan12. Hal ini mungkin sebagian karena terjadinya renegosiasi
Kontrak Kerja yang lama antara perusahaan pertambangan dan Kementerian Energi
8 22,0 persen di Triwulan ke-4 dibandingkan dengan 7,8 persen di Triwulan ke-3.
9 Dari pertumbuhan sebesar 0,9 persen di Triwulan ke-3 menjadi 9,7 persen di Triwulan ke-4.
10 Nominal belanja sosial turun 17,0 persen di Triwulan ke-4 dari pertumbuhan sebesar 36,9 persen di
Triwulan ke-3.
11 Pertumbuhan sektor konstruksi menguat menjadi 7,2 persen yoy di Triwulan ke-4 dari 7,0 persen di
Triwulan ke-3, sementara pertumbuhan sektor jasa lainnya menguat menjadi 6,8 persen dari 4,0 persen.
12 Dari 1,8 persen di Triwulan ke-3 menjadi 0,1 persen di Triwulan ke-4.
dan Sumber Daya Mineral13. Sementara itu, sektor pertanian mencatat pertumbuhan
sektoral yang paling lambat selama tiga triwulan berturut-turut sebesar 2,2 persen14,
sebagian disebabkan oleh karena hama dan penyakit yang menyebabkan kegagalan
panen dan menghambat produksi komoditas pertanian, menyebabkan kekurangan
pasokan pada komoditas tertentu15. Untuk tahun 2017 secara keseluruhan,
pertumbuhan terjadi di tiga sektor utama ekonomi, dengan sektor sekunder
mengalami ekspansi yang paling menonjol (Gambar A.11).
Gambar A.10: Di sisi produksi, pertumbuhan di Gambar A.11: Pertumbuhan untuk tahun 2017 secara
Triwulan ke-4 didorong oleh ekspansi di sektor keseluruhan didorong oleh ekspansi sektor sekunder
konstruksi dan jasa (kontribusi terhadap pertumbuhan yoy, poin persentase)
(kontribusi terhadap pertumbuhan yoy, poin persentase)
Other services Financial services
Transport & communication Trade, hotel & restaurant Primary Secondary
Construction Electricty, gas & water Tertiary Gross Value Added*
Manufacturing Mining & quarrying
6
Agriculture Gross Value Added*
6
5
5
4
4
3 3
2 2
1
1
0
-1 0
Des-14
Dec-14 Dec-15
Des-15 Dec-16 Dec-17
Des-17 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Des-16
Sumber: BPS; perhitungan staf Bank Dunia Sumber: BPS; perhitungan staf Bank Dunia
Catatan: * Nilai Tambah Bruto diperoleh sebagai penjumlahan dari Catatan: Sektor primer terdiri dari pertanian, pertambangan dan
nilai tambah di sektor-sektor pertanian, industri dan jasa. Jika nilai penggalian. Sektor sekunder meliputi manufaktur, utilitas dan
tambah dari sektor-sektor ini dihitung pada nilai pembeli, nilai konstruksi; Sektor tersier terdiri dari perdagangan, perhotelan dan
tambah bruto pada biaya faktor diperoleh dengan mengurangkan restoran, transportasi dan komunikasi, keuangan dan jasa lainnya.
pajak tidak langsung neto dari PDB.
sebesar 4,7 persen yoy di Triwulan ke-4, setelah mengalami kontraksi sebesar 0,3 persen di Triwulan ke-
3.
Peningkatan harga komoditas berlanjut ke tahun 2018. Pada bulan Januari dan
Februari tahun ini, harga komoditas naik di semua komoditas secara keseluruhan,
yang diakibatkan oleh meningkatnya harga energi. Harga komoditas non-energi juga
meningkat, sebagian karena harga logam dan bahan tambang serta harga logam mulia
yang lebih tinggi.
Harga komoditas Setelah sebagian besar Tabel A.1: Perubahan harga komoditas
utama Indonesia menurun selama (yoy, persentase)
rata-rata naik di paruh pertama tahun 2016 2017 Q3-2017 Q4-2017
Triwulan ke-4 2017, harga untuk Batubara (Australia) 14,6 34,2 37,8 5,9
Minyak Mentah
komoditas ekspor (rata-rata)
(15,7) 23,4 12,3 19,6
utama Indonesia yang Gas Alam (Jepang) (32,6) 16,2 23,3 12,3
mencakup minyak
Karet 2,2 24,3 15,5 (15,6)
mentah, minyak
kelapa sawit (CPO), Minyak Kelapa Sawit 12,5 2,6 (3,9) (6,6)
LNG, karet, batu bara Logam Dasar (7,2) 24,4 26,5 24,0
dan logam dasar Sumber: Bank Dunia (2017, 2018) dan Macro Poverty Outlook 2018.
sebagian besar mengakhiri tahun 2017 dengan catatan positif. Harga minyak mentah,
batubara, dan logam dasar yang jauh lebih tinggi pada paruh kedua tahun 2017
menyebabkan pertumbuhan tahunan rata-rata dari enam komoditas menjadi 20,9
persen pada tahun 2017, bertolak belakang dengan terjadinya kontraksi sebesar 4,4
persen pada tahun 2016. (Tabel A.1).
Harga energi dan Setelah naik sebesar 37,8 persen di Triwulan ke-3, harga batu bara melonjak 5,9 persen
logam dasar terus yoy di Triwulan ke-4, mencapai tingkat tertinggi sejak tahun 2012 karena ketatnya
menguat di Triwulan pasokan17. Pada saat yang sama, harga minyak mentah melonjak sebesar 20,0 persen
ke-4 karena menjadi rata-rata USD 61,2 per barel di Triwulan ke-4, lebih tinggi dari 12,3 persen di
menurunnya Triwulan ke-3, yang disebabkan oleh menurunnya pasokan karena penurunan
pasokan, sementara pasokan yang besar di Venezuela dan menurunnya produksi dari Laut Utara (Gambar
harga karet dan A.13).
minyak sawit
menurun Harga logam dasar meningkat sebesar 24,0 persen yoy di Triwulan ke-4, melanjutkan
kenaikan sebesar 26,5 persen di Triwulan ke-3. Kenaikan harga di industri logam
didorong oleh aluminium, tembaga, seng, nikel dan timah. Kenaikan harga aluminium
dan tembaga terutama disebabkan oleh pasokan yang lebih ketat, meskipun harga
tembaga telah meningkat pada tahun 2018 karena adanya perkiraan permintaan yang
lebih tinggi oleh karena adanya pertumbuhan yang lebih cepat di seluruh dunia18.
Gambar A.13: Harga global untuk sebagian besar dari Gambar A.14: Harga Batubara, Minyak Mentah dan
enam komoditas ekspor utama Indonesia telah Logam Dasar terus menguat di bulan Januari dan
meningkat di Triwulan ke-4. Februari 2018, naik ke titik tertinggi dalam beberapa
(indeks Januari 2016 = 100) bulan dan beberapa tahun terakhir
(indeks 2015=100)
200 2016
2016 2017
2017 Q4-2017
Q4-2017 2018(f)
2017 (p) Feb-18
Feb-18
Minyak mentah
220 Karet
Batubara
160
180
Logam Dasar 120
140 80
CPO
40
100
LNG (Jepang)
0
Rubber Base Coal Crude LNG Palm oil
60 Metals oil
Jan-16 Jun-16 Nov-16 Apr-17 Sep-17 Feb-18
Sumber: Pink Sheet Bank Dunia; CEIC; perhitungan staf Bank Sumber: Bank Dunia (2018); perhitungan staf Bank Dunia
Dunia Catatan: p singkatan dari perkiraan
Catatan: LNG singkatan dari Liquefied Natural Gas dan CPO
singkatan dari Crude Palm Oil. Harga LNG adalah harga rata-
rata dari 20 eksportir LNG ke Jepang. Data untuk Januari-2016
hingga Desember-2017 adalah data historis aktual, Januari-
Februari 2018 adalah perkiraan. Angka-angka tersebut berbeda
dari harga spot yang diterbitkan oleh Kementerian Ekonomi,
Perdagangan, dan Industri Jepang.
Sebaliknya, minyak kelapa sawit dan karet menutup tahun 2017 dengan harga yang
lebih rendah. Yang pertama menurun sebesar 6,7 persen pada Triwulan ke-4, lebih
17 Peningkatan harga di Triwulan ke-4 terutama didorong oleh gangguan pasokan karena salah satu
tempat berlabuh di Terminal Batubara Dalrymple Bay Queensland sedang menjalani pemeliharaan
terjadwal selama sebulan, yang mengakibatkan antrian kapal meningkat ke titik tertinggi dalam lebih
dari lima tahun terakhir. Lihat metalbulletin.com (27 Desember 2017).
18 Harga tembaga dianggap sebagai indikator kesehatan ekonomi global yang baik karena digunakan
secara intensif dalam peralatan listrik seperti motor, kabel dan barang-barang elektronik. Pembahasan
lebih lanjut tentang hal ini dapat ditemukan di World Bank (2017d).
cepat dari penurunan penurunan sebesar 3,9 persen yang terjadi di Triwulan ke-3,
sementara yang terakhir turun 15 persen di Triwulan ke-4, suatu perubahan total
dari peningkatan sebesar 15 persen di Triwulan ke-3. Harga minyak kelapa sawit
cenderung menurun sejak bulan November menyusul menurunnya permintaan dari
India, setelah pemerintah menaikkan pajak impor minyak nabati ke titik tertinggi
dalam lebih dari satu dekade ini. Di sisi lain, harga karet melemah karena kelebihan
pasokan yang terjadi secara terus menerus di sepanjang tahun.19 Harga komoditas-
komoditas utama tersebut terus menguat pada bulan Januari dan Februari 2018,
dengan beberapa dari mereka naik ke titik tertinggi dalam beberapa bulan dan
bahkan beberapa tahun terakhir (Gambar A.14).
Harga komoditas Harga komoditas global Gambar A.15: Pertumbuhan ekspor komoditas utama
yang lebih tinggi yang lebih tinggi telah Indonesia yang tinggi pada tahun 2017
mendorong ekspor memicu pemulihan harga (pertumbuhan yoy, persen)
enam komoditas komoditas Indonesia. Dari Rubber Base Metals
Coal Crude Oil
utama enam komoditas utama,
150 LNG Japan Palm Oil
logam dasar adalah
komoditas dengan kinerja 125
terbaik di Triwulan ke-4, 100
dengan ekspor bertumbuh 75
sebesar 39,4 persen.
50
Ekspor minyak mentah
dan batu bara juga 25
menunjukkan 0
pertumbuhan yang tinggi di
-25
Triwulan ke-4 (Gambar
A.15). -50
19 Untuk mengatasi kekhawatiran terhadap kelebihan pasokan, Indonesia, Malaysia dan Thailand telah
sepakat untuk memangkas ekspor sebesar 350.000 ton antara tanggal 22 Desember dan 31 Maret. Ketiga
negara ini juga secara aktif memberikan pinjaman sebagai subsidi bagi petani untuk mendorong
penanaman kembali dan meningkatkan produktivitas. Harga karet dapat lebih didukung oleh awal musim
dingin dan tingkat produksi berikutnya yang lebih rendah.
lebih cepat daripada ekspor. Defisit perdagangan jasa sedikit melebar karena jumlah
pembayaran yang lebih tinggi untuk jasa pengiriman barang, yang pada gilirannya
disebabkan oleh impor yang lebih tinggi dan penerimaan yang lebih rendah dari
pariwisata yang disebabkan oleh terjadinya letusan Gunung Agung di Bali. Perbaikan
dalam hal defisit keseimbangan primer, dipengaruhi oleh pembayaran bunga pinjaman
pemerintah yang lebih rendah20.
Perdagangan barang Sejalan dengan menurunnya perdagangan global di Triwulan ke-4, ekspor barang dan
tetap mengalami impor barang Indonesia juga melambat di Triwulan ke-4, yang menyebabkan surplus
surplus, tetapi lebih perdagangan barang menurun tajam menjadi 1,2 persen dari PDB di Triwulan ke-4
rendah daripada di tahun 2017 dari 2,0 persen di Triwulan ke-3.
Triwulan ke-3 karena
harga minyak dan Nilai barang ekspor tumbuh sebesar 13,2 persen yoy di Triwulan ke-4, sedikit lebih
produk minyak yang dari setengah dari lonjakan sebesar 24,3 persen yang tercatat di Triwulan ke-3, yang
lebih tinggi merupakan yang tertinggi dalam lebih dari lima tahun terakhir. Pertumbuhan nilai
mendorong impor impor barang naik tipis menjadi 21,5 persen, dari 22,4 persen di Triwulan ke-3, yang
yang lebih tinggi juga menjadi yang tertinggi dalam lebih dari lima tahun terakhir. Lemahnya
pertumbuhan ekspor dan impor sebagian disebabkan oleh perlambatan perdagangan
global dan dampak dasar (base effect) yang tinggi di Triwulan ke-3. Dengan
menggunakan data deseasonalized (data yang sudah dikeluarkan pola musimannya),
pertumbuhan triwulan-ke-triwulan (qoq) untuk ekspor dan impor masih menurun
tajam di Triwulan ke-4 dibandingkan dengan Triwulan ke-3.
Gambar A.16: Pertumbuhan ekspor melambat Gambar A.17: Pertumbuhan impor tetap kuat karena
didorong oleh pertumbuhan ekspor nonmigas yang harga minyak yang meningkat lebih tinggi mendorong
lebih rendah meningkatnya nilai impor bahan bakar
(pertumbuhan yoy, persen) (pertumbuhan yoy, persen)
25 25
20 20
15 15
10 10
5 5
0 0
-5 -5
Others Other
Other manufacturing
-10 -10 Fuel
Electric, automotive & parts, computers
-15 Textile, clothing & footwear Capital
Processed commodities -15
Raw materials net of fuel
-20 Coal
-20
Oil, oil products and gas Consumer goods net of fuel
-25 Total exports
-25 Imports
Dec-15 Dec-16 Dec-17 Dec-15 Dec-16 Dec-17
Sumber: CEIC dan BI; perhitungan staf Bank Dunia Sumber: CEIC dan BI; perhitungan staf Bank Dunia
Catatan: Kategori ‘manufaktur lainnya’ termasuk kertas, bahan
kertas, furnitur, plastik, makanan olahan, bahan kimia, dan
‘lainnya’.
20 Enam belas triwulan terakhir telah menunjukkan bahwa puncak pembayaran bunga pinjaman
sebelumnya selalu terjadi di triwulan ketiga, kemudian menurun secara signifikan di triwulan keempat.
Ekspor bertumbuh Dibandingkan dengan Triwulan ke-3, pertumbuhan ekspor barang yoy di Triwulan ke-
lebih lambat 4 melambat di hampir semua kategori. Ekspor batubara21, komoditas olahan, tekstil,
daripada di Triwulan pakaian dan alas kaki, serta komponen listrik dan otomotif, semua mengalami
ke-3 pertumbuhan yang lebih rendah22 (Gambar A.16). Satu-satunya pengecualian adalah
pada ekspor minyak dan gas bumi23, dan ekspor hasil tambang lainnya24. Dengan
pengecualian ekspor yang diperuntukkan bagi Filipina, ekspor ke sembilan negara
tujuan teratas mencatat pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan dengan
Triwulan ke-3. Tiongkok, Amerika Serikat, Jepang, India, dan Singapura menyumbang
sedikit lebih dari 50 persen ekspor Indonesia di tahun 2017, lebih banyak daripada
pangsa mereka di tahun 201625.
Impor bahan bakar Pertumbuhan impor barang berkurang sebagian karena melambatnya pertumbuhan
naik di Triwulan ke- impor bahan baku dan barang modal (Gambar A.17). Namun demikian, impor barang
4 dengan harga modal tetap tinggi untuk barang modal secara umum, dan juga barang modal yang
minyak yang lebih terkait dengan peralatan transportasi26. Impor bahan bakar melonjak, dengan volume
tinggi dan harga yang lebih tinggi27. Impor barang konsumsi sedikit meningkat dibandingkan
dengan Triwulan ke-3, sejalan dengan pertumbuhan konsumsi pribadi yang lebih
tinggi28. Impor dari hampir semua mitra dagang mengalami perlambatan, kecuali
impor dari Thailand, Amerika Serikat dan India.
Surplus neraca Surplus yang tercatat dalam neraca modal dan neraca keuangan turun menjadi 2,5
keuangan menurun persen dari PDB (USD 6,5 miliar) dari 4,1 persen di Triwulan ke-3, karena
di Triwulan ke-4, menurunnya aliran investasi langsung dan investasi portofolio.
karena aliran
investasi langsung Aliran investasi portofolio menurun tajam di Triwulan ke-4 menjadi USD 1,9 miliar
maupun investasi – kurang dari setengahnya di Triwulan ke-3, terutama disebabkan oleh investor asing
portofolio menurun yang menarik diri dari ekuitas Indonesia (Tabel A.2). Arus masuk asing bersih ke
dalam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah menjadi negatif sejak bulan Juni
2017. Aksi jual di Triwulan ke-4, menjadi yang terbesar sejak Triwulan ke-2 tahun
2013, merupakan cerminan dari persepsi luas dari pasar ekuitas yang dinilai terlalu
tinggi di seluruh dunia daripada terhadap pasar modal Indonesia. Pembelian asing
bersih dari obligasi Surat Utang Negara (SUN) dari Kementerian Keuangan di
21 Pengiriman batu bara ke Tiongkok turun menjadi 9,1 juta ton pada bulan November, lebih rendah
dari pada bulan Oktober (10,1 juta ton) dan September (9,6 juta ton). Minat terhadap batubara
Indonesia di Tiongkok telah sedikit terganggu oleh menurunnya permintaan untuk jenis batubara kelas
rendah. Lihat Reuters (5 Desember 2017).
22 Minyak Kelapa Sawit, baik yang mentah maupun yang diolah, telah terpukul oleh kelebihan pasokan
di pasar, keputusan pemerintah India untuk menerapkan pajak impor untuk minyak nabati impor, dan
resolusi dari Parlemen Eropa pada bulan April 2017, yang bertujuan untuk mengurangi Pembabatan
hutan hujan secara sembarangan untuk keperluan perkebunan kelapa sawit.
23 Peningkatan ekspor minyak dan gas bumi didorong oleh volume dan harga. Ekspor minyak dan gas
bumi naik dalam volume tetapi volume produk minyak yang diekspor menurun. Peningkatan volume
minyak yang diekspor sejalan dengan lonjakan lifting minyak yang secara siklis lebih tinggi di Triwulan
ke-4.
24 Kategori pertambangan lainnya mencakup semua hasil tambang kecuali untuk batubara, minyak dan
penumpang.
27 Rata-rata harga minyak untuk Brent dan WTI adalah USD 51,7 per barel, dan USD 48,1 per barel
selama Triwulan ke-3 tahun 2017. Harga tersebut masing-masing naik menjadi USD 61,5 per barel dan
USD 55,4 per barel selama Triwulan ke-4 tahun 2017.
28 Lihat bagian 1.
Triwulan ke-4 juga lebih rendah daripada yang terjadi di Triwulan ke-3 terutama
karena terjadinya arus keluar modal pada bulan Oktober. Kepemilikan asing atas
obligasi pemerintah terus bertahan di sekitar 40 persen.
Investasi asing Investasi asing langsung bersih (foreign direct investment, FDI) jelas lebih rendah
langsung bersih dibandingkan dengan arus masuk yang tercatat di Triwulan ke-3 yang telah didorong
lebih rendah nilainya oleh arus masuk berprofil tinggi ke perusahaan-perusahaan rintisan (startup) besar
dibandingkan Indonesia. Hasil di Triwulan ke-4 juga sebagian karena terjadinya arus keluar di sektor
dengan Triwulan ke- pertambangan karena beberapa kontrak minyak dan gas bumi berakhir29. Sebaliknya,
3 tetapi masih tinggi di sektor manufaktur kembali terjadi masuknya arus masuk positif yang terbesar,
dengan arus masuk FDI sebesar sekitar 3,3 miliar dolar AS – sekitar 71 persen dari
total FDI di Triwulan ke-4 (Tabel A.2).
NPI membukukan Dengan defisit transaksi berjalan yang lebih lebar dan surplus neraca modal dan neraca
surplus yang ketujuh keuangan yang sempit, Indonesia mencatat surplus neraca pembayaran sebesar USD
secara berturut-turut 1 miliar (0,4 persen dari PDB) di Triwulan ke-4 tahun 2017, surplus untuk triwulan
di Triwulan ke-4 yang ketujuh secara berturut-turut, tetapi turun dari surplus sebesar USD 5,4 miliar
karena defisit neraca (2,0 persen dari PDB) di Triwulan ke-3 (Tabel A.2). Cadangan devisa meningkat
transaksi berjalan hanya sebesar 0,8 miliar dolar AS untuk mencapai 130,2 miliar dolar AS di akhir
yang lebih tinggi Triwulan ke-4, yang tertinggi dalam sejarah, dan cukup untuk membiayai pembayaran
diimbangi oleh utang luar negeri pemerintah dan impor selama 8,3 bulan.
surplus dalam neraca
keuangan
Defisit neraca Untuk seluruh tahun 2017, neraca pembayaran Indonesia mencatat surplus sebesar
transaksi berjalan USD 11,6 miliar (1,1 persen dari PDB), sedikit lebih rendah dari USD 12,1 miliar (1,3
untuk tahun 2017 persen dari PDB) yang terjadi di tahun 2016. Defisit neraca transaksi berjalan
berada pada level mencapai USD 17,3 miliar atau 1,7 persen dari PDB, yang terendah dalam enam tahun
terendah selama terakhir, dari defisit tahun sebelumnya sebesar 1,8 persen PDB, didorong oleh
enam tahun terakhir terjadinya lonjakan neraca perdagangan (Gambar A.18). Neraca perdagangan barang
karena nilai ekspor meningkat karena pertumbuhan nilai ekspor lebih cepat daripada nilai impor, oleh
tumbuh lebih cepat karena nilai impor minyak dibatasi karena harganya relatif lebih rendah untuk sebagian
daripada nilai impor besar tahun 2017 sebelum harga tersebut melonjak di Triwulan ke-4. Di sisi lain,
29 Kontrak yang sudah berakhir termasuk Blok Attaka (sebagian dioperasikan oleh perusahaan Jepang),
Blok North West Java Offshore (sebagian dioperasikan oleh perusahaan Singapura), dan Blok
Mahakam (sebagian dioperasikan oleh perusahaan Perancis).
defisit dalam perdagangan jasa melebar karena lonjakan impor untuk barang-barang
konsumsi dan investasi mendorong melonjaknya pembayaran untuk jasa pengiriman
barang.
Gambar A.18: NPI terus mencatat surplus pada tahun Gambar A.19: Investor yang menjual saham Indonesia
2017, didorong oleh arus investasi langsung dan pada tahun 2017
investasi portofolio yang tinggi. Defisit neraca (USD miliar)
transaksi berjalan jatuh ke titik terendah dalam 6
tahun terakhir
(USD miliar)
Current account Direct investment
Portfolio investment Other investment Equities SBI SUN Gov. global bonds
50 Overall balance 25
40
20
30
20 15
10 10
0
-10 5
-20 0
-30
-5
-40
2012 2013 2014 2015 2016 2017
2013 2014 2015 2016 2017
Sumber: BPS; perhitungan staf Bank Dunia Sumber: Bank Indonesia, Bursa Efek Jakarta, Direktorat Jenderal
Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko; perhitungan staf Bank
Dunia
Catatan: Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Utang Negara
(SUN)
Surplus neraca Secara tahunan, surplus neraca keuangan pada tahun 2017 adalah sebesar 2,9 persen
modal dan neraca dari PDB dibandingkan dengan 3,2 persen pada tahun 2016, meskipun meningkatnya
keuangan investasi langsung dan investasi portofolio menunjukkan masih kuatnya minat
menyempit di tahun investor terhadap aset keuangan Indonesia.
2017
Investasi portofolio meningkat karena pembelian obligasi SUN oleh investor asing,
sebesar sekitar USD 12,8 miliar pada tahun 2017, mencapai yang tertinggi dalam
setidaknya 7 tahun terakhir (Gambar A.19). Sebaliknya, investor asing menjual ekuitas
Indonesia sebagai bagian dari tren global yang membuat investor menjadi semakin
waspada terhadap pasar saham yang nilainya dinilai terlalu tinggi. Aksi jual ekuitas
sebesar USD 3 miliar pada tahun 2017 merupakan arus keluar modal terbesar dalam
7 tahun terakhir. Namun demikian, IHSG masih mencatat kenaikan oleh adanya
pembelian dari investor dalam negeri.
Investasi Asing Secara tahunan, arus Investasi Asing Langsung (FDI) bersih pada tahun 2017 adalah
Langsung (FDI) yang terbesar dalam 7 tahun terakhir, terutama karena adanya arus masuk pada
naik ke level Triwulan ke-3 (Gambar A.20). Hasil yang tinggi di tahun 2017 ini sejalan dengan
tertinggi dalam tujuh indikator ekonomi positif lainnya, seperti penurunan imbal hasil obligasi dan naiknya
tahun terakhir pada peringkat dari tiga lembaga pemeringkat kredit utama selama 12 bulan terakhir yang
tahun 2017 menunjukkan Indonesia sebagai pilihan investasi yang sehat. Perdagangan di sektor
manufaktur dan grosir serta ritel mendorong sebagian besar peningkatan FDI
tersebut, sementara arus keluar investasi langsung terjadi di sektor pertambangan.
Gambar A.20: Arus masuk Investasi Asing Langsung (FDI) adalah yang tertinggi dalam sejarah
(USD miliar)
30 Other
Lainnya
25
Intermediasi
Financial Keuangan
Intermediation
20
Perdagangan Grosir dan Eceran;
15 Perbaikan Kendaraan
Wholesale Bermotor,
and Retail Trade; Repair of
Sepeda
Motor Motor; dan
Vehicles, Barang-barang
Motorcycles; and
10 Pribadi dan
Personal andRumah Tangga
Household Goods
Manufacturing
Manufaktur
5
0 Pertambangan
Mining dan Galian
and Quarrying
-5
Pertanian, Perburuan
Agriculture, danForestry
Hunting, and Kehutanan
-10
-15 Total
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Rupiah terdepresiasi Rupiah secara umum stabil di Triwulan ke-4, terdepresiasi terhadap Dolar AS sekitar
sedikit di Triwulan 0,4 persen menjadi Rp. 13.548 (per USD 1), dibandingkan dengan depresiasi sebesar
ke-4, tetapi lebih 1,3 persen pada di Triwulan ke-3. Pergerakan ini menyebabkan depresiasi tahunan
kecil dibandingkan keseluruhan sebesar 0,5 persen pada tahun 2017, dibandingkan dengan apresiasi
dengan di Triwulan sebesar 3,3 persen pada tahun 2016. Terlepas dari depresiasi yang tidak terlalu besar
ke-3 dan menutup ini30, kinerja Rupiah pada tahun 2017 juga ditandai oleh volatilitas yang lebih tinggi di
tahun 2017 dengan paruh kedua setelah cukup stabil di paruh pertama. Mata uang ini mencapai
depresiasi yang tidak puncaknya sebesar Rp 13.154 per USD 1 pada bulan September 2017 dan jatuh ke
terlalu besar posisi terendah sebesar Rp 13.630 per USD 1 pada akhir bulan Oktober, ayunan
dibandingkan sebesar lebih dari 3 persen selama periode dua bulan ini.
dengan tahun 2016…
…dan cenderung Di tahun 2017 juga terjadi perbedaan tren mata uang Rupiah dari mata uang negara-
berbeda tren dari negara berkembang lainnya (Gambar A.21). Secara historis, Rupiah cenderung secara
mata uang negara- longgar mengikuti pergerakan nilai tukar negara-negara berkembang, yang diwakili
negara berkembang oleh Indeks Mata Uang Negara-negara Berkembang (Emerging Markets Currency Index,
lainnya EMCI) dari JP Morgan. Pergerakan dalam cadangan devisa menunjukkan bahwa
seiring dengan kokohnya kekuatan yang mendasarinya, intervensi terhadap pasar uang
oleh Bank Indonesia memainkan beberapa peran dalam mendukung stabilitas.
Rupiah telah Secara riil, Rupiah terdepresiasi sebesar 5,2 persen pada tahun 2017, sebagian besar di
mengawali tahun antara mata uang regional lainnya, yang akan memberikan dorongan bagi daya saing
2018 dengan ekspor Indonesia. Ini adalah kondisi yang benar-benar terbalik dari kondisi pada
volatilitas yang tahun 2016, di mana Rupiah terapresiasi sebesar 3,9 persen, lebih tinggi dari semua
relatif lebih tinggi mata uang utama regional kecuali Jepang (Gambar A.22). Selama 4 tahun terakhir,
Rupiah telah terapresiasi sebesar 9,1 persen secara riil, lebih dari mata uang lainnya
kecuali Rupee India. Ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan daya saing hanya
terjadi sekitar setahun terakhir atau lebih.
30 Rupiah terdepresiasi di paruh kedua tahun 2017 karena adanya perkembangan perekonomian global
seperti pengumuman oleh Federal Reserve AS yang akan mulai mengecilkan neracanya, serta
perkembangan perekonomian dalam negeri dengan Bank Indonesia menurunkan suku bunga
kebijakannya sebanya dua kali di Triwulan ke-3.
Sejauh ini, di Triwulan ke-1 tahun 2018 Rupiah relatif bergejolak dibandingkan
dengan tahun 201731 – terapresiasi hanya di bawah 2 persen di pertengahan Januari
sebelum semua peningkatannya terhenti di awal Februari. Gejolak yang meningkat ini
telah menarik perhatian Bank Indonesia sehingga, meskipun belum
mengkhawatirkan, bank sentral tetap siap melakukan intervensi untuk memastikan
stabilitasnya jika diperlukan32.
Gambar A.21: Rupiah mencatat tren yang berbeda dari Gambar A.22: Secara riil, Rupiah terdepresiasi lebih
mata uang negara-negara berkembang lainnya dan dari kebanyakan mata uang regional lainnya
mencatatkan depresiasi yang tidak terlalu besar (perubahan persentase tahun-ke-tanggal (ytd))
(indeks, 1 Januari = 2017, persen)
110 8
6
108
JP Morgan EMCI 4
106
2
104 0
-2
102 2017
-4
100 2016
-6
98 USD/IDR -8
Philippines
Malaysia
Japan
China
Singapore
Thailand
Korea
India
Indonesia
96
Jan-17 Jul-17 Jan-18
Sumber: JP Morgan; perhitungan staf Bank Dunia Sumber: Nilai Tukar Riil Efektif JP Morgan, berdasarkan IHK
Catatan: Pergerakan ke bawah mewakili depresiasi. (2010=100); perhitungan staf Bank Dunia
Catatan: Pergerakan ke bawah mewakili depresiasi.
4. Posisi fiskal membaik pada tahun 2017, dengan pengeluaran yang lebih
tinggi dan defisit yang rendah
Tahun 2017 terjadi Karena harga minyak global yang lebih tinggi dan upaya untuk meningkatkan
peningkatan kepatuhan pajak, penerimaan Indonesia bertumbuh pada laju tercepat dalam enam
penerimaan pajak, tahun terakhir, tidak termasuk penerimaan dari Program Amnesti Pajak (PAP).
pelaksanaan belanja, Penerimaan yang lebih tinggi mendukung pertumbuhan nominal yang tercepat dalam
dan defisit fiskal total belanja pemerintah dalam tiga tahun terakhir, didorong oleh belanja modal,
yang rendah belanja barang, dan belanja sosial. Secara keseluruhan, defisit fiskal mencapai 2,4
persen dari PDB33 di tahun 2017, lebih rendah dari defisit sebesarr 2,5 persen di tahun
2016. Total utang pemerintah mencapai 29 persen dari PDB pada akhir tahun 2017,
jauh di bawah ambang batas yang ditetapkan undang-undang sebesar 60 persen PDB,
sedikit meningkat dari 28,3 persen pada tahun 2016.
31 Laporan Triwulanan Perekonomian Indonesia Baru-baru ini mengacu pada stabilitas nilai Rupiah
dalam 18 bulan terakhir. Volatilitas relatif yang disebutkan di atas mengacu pada stabilitas yang
disebutkan sebelumnya. Untuk nilai tukar mengambang, pergerakan sebesar 1 atau 2 persen bukanlah
sesuatu yang perlu dikhawatirkan.
32 Netralnews.com (3 Februari 2018).
33 Semua angka di bagian ini merujuk pada angka realisasi awal dari Kementerian Keuangan, yang
Dibandingkan Rasio pajak terhadap PDB34 menurun dari 10,4 persen dari PDB di tahun 2016
dengan tahun 2016, menjadi 9,9 persen dari PDB di tahun 2017, melanjutkan kecenderungan penurunan
terjadi peningkatan yang terjadi sejak tahun 2012. Namun demikian, jika dana penebusan dari PAP
kecil dalam rasio dikeluarkan dari angka penerimaan di tahun 2016 dan 2017, rasio tersebut meningkat
pajak terhadap PDB menjadi 9,8 persen dari 9,5 persen di tahun 2016 (Gambar A.23). Kenaikan kecil dalam
di tahun 2017 jika rasio pajak ini menunjukkan dampak dari harga minyak yang lebih tinggi35 dan
penerimaan dari beberapa hasil awal dari upaya Pemerintah untuk meringankan beban untuk
program Amnesti membayar pajak dan meningkatkan manajemen kepatuhan. Dengan tidak
Pajak tidak memasukkan penerimaan dari PAP, pertumbuhan penerimaan secara keseluruhan
dimasukkan mencapai 13,5 persen, dengan pajak pertambahan nilai (PPN) memberikan kontribusi
terbesar dengan 4,7 poin persentase, terutama didukung oleh PPN impor (Gambar
A.24)36. Harga minyak yang lebih tinggi juga berarti penerimaan terkait minyak dan
gas bumi (Migas) memainkan peranan penting, berkontribusi sebesar 3,6 poin
persentase terhadap pertumbuhan total penerimaan di luar penerimaan dari PAP.37
Kontribusi dari penerimaan cukai kecil tetapi positif, yang menunjukkan keuntungan
dari reformasi cukai tembakau38.
Gambar A.23: Rasio Pajak terhadap PDB tidak Gambar A.24: Penerimaan terkait PPN dan Migas
termasuk penerimaan pajak dari program Amnesti mendorong penerimaan yang tinggi di tahun 2017
Pajak yang meningkat di tahun 2017 (kontribusi terhadap pertumbuhan, Januari-Desember, poin
(perubahan yoy, persen) persentase)
15.5 Other International trade taxes
16 15.1 14.7 Excises VAT/LGST
Income taxes N-O&G O&G related revenues
14 Total Penerimaan 13.1 Total revenues
12.5 12.2
11.4 20
12 11.3 10.9 11.7
10.8 12.1 13.5
10.4
10 Penerimaan Pajak 9.9
9.8 10 7.5 7.8
9.5
8
6 0
4.1 3.7 3.8 -2.7
4 -3.7
Penerimaan Negara 2.2 2.1 2.3 -10
2 Bukan Pajak
0 -20
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2013 2014 2015 2016-TA 2017-TA
Sumber: Kementerian Keuangan; perhitungan staf Bank Dunia.
Catatan: Angka di tahun 2012-2016 adalah angka aktual yang sudah diaudit, angka di tahun 2017 adalah angka aktual awal mulai tanggal 9
Februari 2018.
Pendapatan terkait Data awal realisasi bulanan menunjukkan bahwa penerimaan terkait komoditas dan
komoditas dan PPN PPN berperan penting dalam realisasi penerimaan pada awal tahun 2018. Realisasi
terus mendorong penerimaan total di akhir Februari bertumbuh sebesar 17,7 persen yoy dalam nominal,
realisasi penerimaan
34 Penerimaan pajak didefinisikan sebagai jumlah pajak dalam negeri dan internasional yang dipungut
oleh pemerintah pusat. Penerimaan ini menyumbang sekitar 92 persen dari total penerimaan pajak di
Indonesia.
35 Harga minyak rata-rata sebesar USD 51 per barel, lebih tinggi dari asumsi APBN 2017 sebesar USD
48 per barel.
36 PPN impor dan PPN dalam negeri masing-masing menyumbang 3,1 dan 1,6 poin persentase bagi
dalam dua bulan lebih cepat dari 8,9 persen selama periode yang sama di tahun 201739. Penerimaan
pertama tahun 2018 pajak tumbuh sebesar 14,1 persen selama dua bulan pertama tahun ini. Sumber
penerimaan lainnya seperti bea masuk, penerimaan negara bukan pajak lainnya, dan
penerimaan dari Badan Layanan Umum (BLU) juga meningkat setelah mengalami
penurunan secara nominal di tahun 2017.
Pengeluaran Pada tahun 2017, total pengeluaran bertumbuh sebesar 6,5 persen yoy secara nominal,
bertumbuh dengan tingkat pertumbuhan yang tertinggi dalam 3 tahun terakhir (Gambar A.25). Belanja
laju tercepat dalam modal menjadi pendorong utama pertumbuhan, meningkat tajam dari minus 21,3
tiga tahun terakhir persen di tahun 2016 menjadi 17,9 persen di tahun 2017, meskipun secara nominal
ini, sebagian karena tetap lebih rendah dari tahun 2015. Tingkat pertumbuhan yang tinggi dari total
dampak dasar (base pengeluaran ini sebagian disebabkan karena dampak dasar (base effect) yang rendah,
effect) yang rendah karena adanya pemotongan anggaran untuk belanja modal dan belanja barang di
di tahun 2016 Triwulan ke-4 tahun 2016. Belanja sosial juga sebagian meningkat, tumbuh sebesar
10,9 persen dari lebih dari setahun yang lalu.
Gambar A.25: Belanja modal dan belanja sosial Gambar A.26: Pencairan secara keseluruhan
yang lebih tinggi mendorong pertumbuhan belanja meningkat, terutama untuk belanja modal dan
secara keseluruhan di tahun 2017 belanja sosial…
(pertumbuhan pengeluaran aktual tahunan yoy, persen) (pengeluaran aktual sebagai persen dari APBN-P)
2015 2016 2017 2015 2016 2017
60
46.2
40 32.1 120 109
17.9 96 92 98 97 94 95
15.4 100 91 93 88 113
86 90 87
20 7.9 10.9
6.5 78
1.7 2.5
-0.8 -4.6 80 90 89 92 90
0 3.2 8.5 11.3 81
60 75
-6.3
-20
40
-21.3
-40 20
Pencairan anggaran Hingga akhir tahun 2017, Rp.1986 triliun atau 93,1 persen dari total belanja
modal dan sosial pemerintah dalam APBN-P tahun 2017 telah dicairkan, ini merupakan angka tertinggi
meningkat dalam 3 tahun terakhir (Gambar A.26). Hal ini mencerminkan peningkatan dalam
pelaksanaan anggaran pengeluaran, dengan pengeluaran belanja modal meningkat dari
74,5 persen di tahun 2016 menjadi 96,9 persen di tahun 2017, tertinggi dalam 8 tahun
terakhir. Pencairan belanja sosial juga meningkat menjadi 94,7 persen dari APBN,
tetapi pencairan subsidi non-energi tetap rendah karena masalah administrasi yang
tetap terjadi. Pemerintah melebihi anggarannya untuk subsidi energi karena harga
39 Tahun 2018 adalah pertama kalinya realisasi penerimaan bulanan bertumbuh sebanyak dua digit di
bulan Januari-Februari sejak tahun 2014, ketika mereka bertumbuh sebesar 16,3 persen.
minyak yang lebih tinggi dari yang diperkirakan40 dan beberapa tunggakan
pembayaran dari tahun 2016.41
Realisasi Hingga akhir Februari tahun Gambar A.27: Realisasi Januari-Februari 2018
pengeluaran pada 2018, Pemerintah telah mencerminkan peningkatan belanja sosial yang
Februari 2018 mencairkan 11,3 persen dari tinggi
menunjukkan total APBN tahun 2018 (Pertumbuhan pengeluaran Januari-Februari, yoy, persen)
300 2016 2017 2018
momentum yang disetujui, 0,5 poin 242
berkelanjutan dalam persentase lebih tinggi 250
30
4
28
3
26
24 2
22 1
20
0
2007 2009 2011 2013 2015 2017
2007 2009 2011 2013 2015 2017
Sumber: CEIC; Kementerian Keuangan; perhitungan staf Bank Dunia.
Catatan: Pada Gambar 41, ‘lainnya’ terdiri dari pemerintah lain di bawah lini pengeluaran seperti kewajiban jaminan
40 Harga minyak mentah rata-rata sebesar USD 51 per barel pada tahun 2017, dibandingkan dengan
http://republika.co.id/berita/ekonomi/keuangan/18/01/15/p2lvax383-kurang-bayar-anggaran-
subsisi-energi-membengkak-pada-2017
42 Kemenkeu (Februari 2018).
Rasio utang tetap di Hingga akhir tahun 2017, utang Pemerintah Pusat naik dari 28,3 persen dari PDB pada
bawah ambang batas tahun 2016 menjadi 29,0 persen dari PDB43, tetap di bawah ambang batas yang
yang ditetapkan oleh ditetapkan oleh undang-undang sebesar 60 persen (Gambar A.28)44. Sebagian besar
undang-undang utang tahun 2017 masih didominasi oleh penerbitan obligasi pemerintah dalam mata
uang dalam negeri45. Pinjaman bruto pada tahun 2017 adalah sebesar 4,8 persen dari
PDB, sedikit menurun dibandingkan dengan tahun 2016. Suntikan modal ke BUMN
dan BLU telah berkontribusi lebih besar terhadap pinjaman bruto dalam beberapa
tahun terakhir ini, sebesar 8,8 persen dari total (Gambar A.29)46.
5. Inflasi umum menurun di Triwulan ke-4 karena inflasi harga makanan
tetap rendah
Tekanan inflasi Inflasi IHK atau inflasi Gambar A.30: Inflasi umum menurun di Triwulan ke-4
menurun lebih lanjut umum menurun menjadi karena inflasi harga makanan yang menurun
di Triwulan ke-4, rata-rata 3,5 persen yoy di (perubahan yoy, persen)
sebagian besar Triwulan ke-4 2017, yang 14 Naiknya harga barang-2 yang
harganya diatur pemerintah
diakibatkan oleh terendah sejak Triwulan 12 (administered price)
harga makanan yang ke-4 tahun 2016, dari 3,8
10
lebih rendah persen di Triwulan ke-3.
Makanan
Inflasi yang lebih rendah di 8 Barang-2 yang
harganya diatur
Triwulan ke-4 ini sebagian 6 pemerintah
besar disebabkan oleh (administered)
4 Inflasi Inti
inflasi harga pangan yang
diredam, 0,5 persen di 2 Inflasi Umum
Triwulan ke-4, rata-rata
0
triwulanan terendah dalam
14 tahun ini. Dalam dua -2
Feb-16 Aug-16 Feb-17 Aug-17 Feb-18
bulan pertama tahun 2018, Sumber: BPS; perhitungan staf Bank Dunia
inflasi umum terus Catatan: Harga makanan adalah rata-rata tertimbang dari
menurun. Bahkan, pada komponen harga bahan makanan dan makanan olahan dari IHK
bulan Februari 2018, inflasi
berada pada titik terendah sejak bulan Desember 2016, meskipun terjadi kenaikan
harga makanan karena adanya masalah pasokan dengan bahan pokok seperti beras.
Dalam hal komponen utama dari inflasi umum, inflasi inti di Triwulan ke-4 tetap tidak
berubah dari rata-rata di Triwulan ke-3 sebesar 3,0 persen yoy, rata-rata triwulanan
yang terendah dalam catatan, karena ekonomi terus beroperasi mendekati kapasitas
potensialnya. Inflasi inti terus menurun selama dua bulan pertama tahun ini, mencapai
yang terendah pada catatan, yaitu sebesar 2,6 persen yoy pada bulan Februari.
Demikian pula, sebagian besar disebabkan oleh inflasi harga makanan yang rendah,
inflasi harga makanan yang bergejolak rata-rata sebesar 0,9 persen di Triwulan ke-4,
tidak berubah dari Triwulan ke-3, juga merupakan rata-rata triwulanan yang terendah
dalam catatan. Setelah naik rata-rata 8,7 persen di Triwulan ke-4, turun dari 9,3 persen
di Triwulan ke-3, kenaikan harga barang-barang yang harganya diatur oleh pemerintah
43 Termasuk tambahan USD 4.0 miliar dari pra-pembiayaan APBN tahun 2018. Lihat DJPPR (2017).
44 Pasal 12 UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
45 Obligasi dalam denominasi Rupiah tidak menanggung risiko nilai tukar bagi Indonesia, tidak seperti
(BLU).
(administered price) turun di bawah 6 persen untuk pertama kalinya sejak bulan Maret
2017.
Secara tahunan, inflasi umum adalah sebesar 3,8 persen, sedikit lebih tinggi dari 3,5
persen yang tercatat pada tahun 2016, terutama karena harga barang-barang yang
harganya diatur oleh pemerintah (administered price) yang lebih tinggi yang disebabkan
oleh kenaikan tarif listrik di paruh pertama tahun 2017 (Gambar A.30).
Kecenderungan Tahun 2017 sebagian besar ditandai dengan turunnya inflasi harga makanan. Hal ini
inflasi harga sebagian disebabkan oleh kondisi cuaca yang baik serta upaya langsung Pemerintah
makanan dapat untuk menstabilkan harga pangan dan mengurangi gejolak melalui pemberlakuan
berbalik arah plafon harga dan meningkatkan distribusi dengan bantuan dari kementerian lini dan
lembaga seperti Bulog, badan urusan logistik negara47. Namun demikian, karena
adanya lonjakan harga bahan makanan biji-bijian, ubi kayu dan produk-produk terkait,
harga makanan pada bulan Januari dan Februari 2018 sedikit meningkat, membalikkan
kecenderungan penurunan pada inflasi harga makanan di sebagian besar tahun 2017.
Harga beras juga meningkat tajam di bulan Desember 2017 dan dua bulan pertama
tahun 2018, berkontribusi terhadap naiknya inflasi harga makanan dan mendorong
Pemerintah untuk mengizinkan peningkatan jumlah impor beras untuk mengurangi
tekanan harga yang disebabkan oleh menurunnya stok dalam negeri48.
Peningkatan harga Di sisi produksi, inflasi Gambar A.31: Harga produsen juga melemah di
produsen menurun umum dari produsen Triwulan ke-4
di Triwulan ke-4 utama di Triwulan ke-4 (perubahan yoy, persen)
karena menurunnya menurun menjadi rata-rata 10 40
peningkatan harga di 3,1 persen yoy 8 30
sektor pertambangan dibandingkan dengan 3,3 Pertambangan dan Galian
dan galian (Kanan)
persen di Triwulan ke-3. 6 Pertanian 20
Ini adalah laju 4
10
pertumbuhan paling Manufaktur
2
lambat sejak Triwulan ke-3 0
Indeks Harga Produsen
tahun 2016, yang sebagian 0
besar didorong oleh -2 -10
perlambatan yang
-20
signifikan dari kenaikan -4 Pertanian: Tanaman Pangan
harga di sektor -6 -30
pertambangan dan galian Jun-15 Dec-15 Jun-16 Dec-16 Jun-17 Dec-17
ke titik yang terendah sejak Sumber: BPS; perhitungan staf Bank Dunia
Triwulan ke-3 tahun 2016 (Gambar A.31). Hampir semua kategori lainnya tetap stabil
dengan pengecualian harga tanaman pangan yang mengalami kenaikan harga ke
tingkat yang terakhir terjadi di Triwulan ke-2 tahun 2016. Hama penyakit yang
berdampak pada tanaman juga berkontribusi pada peningkatan harga pangan, dan ini
kemungkinan akan memberi beberapa tekanan peningkatan pada harga untuk
beberapa bulan sampai dengan masa panen tiba.
Telah terjadi peningkatan imbal hasil obligasi Indonesia di awal tahun 2018 – sebagian
besar merupakan cerminan dari volatilitas yang lebih luas di pasar keuangan global.
Terlepas dari semakin menyempitnya selisih antara imbal hasil obligasi AS dan
Indonesia dan mengingat bahwa fundamental ekonomi Indonesia tetap kuat, imbal
hasil Indonesia kemungkinan akan tetap menarik bagi investor.
Bank Indonesia Setelah dua kali penurunan suku bunga yang mengejutkan di Triwulan ke-3, Bank
mempertahankan Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuannya stabil sebesar 4,25 persen di
suku bunga acuan Triwulan ke-4. BI mengacu pada peningkatan kondisi ekonomi global dan
tetap stabil di pelonggaran di Triwulan ke-3 sebagai alasan untuk mempertahankan suku bunga
Triwulan ke-4 acuan tetap stabil49. Meskipun pelonggaran kebijakan moneter sebesar 200 bps
kumulatif selama 2 tahun terakhir, pertumbuhan kredit dan simpanan tetap rendah,
dengan pertumbuhan kredit tidak meningkat secara substansial dan pertumbuhan
simpanan tidak menurun secara signifikan (Gambar A.33).
Pertumbuhan kredit rata-rata 8,2 persen pada tahun 2017 – sedikit lebih tinggi dari
7,9 persen yang tercatat pada tahun 2016. Oleh karena pertumbuhan yang kurang
bergairah ini, kisaran target pertumbuhan kredit BI pada tahun 2017 direvisi turun
dari 10 – 12 persen menjadi 8 – 10 persen pada bulan November 2017. Namun
demikian, pertumbuhan investasi tetap mempertahankan arah lintasannya ke atas di
Gambar A.33: Siklus pelonggaran kebijakan moneter Gambar A.34: Kebijakan moneter tampaknya
dihentikan di Triwulan ke-4 berkontribusi pada peningkatan pertumbuhan
(persen) investasi
(persen)
12 17 -2
Sektor perbankan Rasio kredit macet di Gambar A.35: Rasio Kredit Macet (NPL) sudah mulai
tetap sehat, dengan Triwulan ke-4 tahun 2017 menurun oleh karena adanya konsolidasi neraca oleh
NPL yang nampak turun ke rasio terakhir yang bank pada tahun 2017
menurun terjadi di Triwulan ke-4 (persen)
tahun 2015 (Gambar 24 4.0
A.35). Hasil ini sejalan Rasio kecukupan modal
dengan tren penurunan 23
3.5
secara keseluruhan di
tahun 2017 dan adanya 22
sinyal bahwa masalah 3.0
kualitas pinjaman terus 21
Kredit macet (NPL) (Seb.
menurun. Rasio kecukupan Kanan)
modal tetap stabil di 20 2.5
Triwulan ke-4, yang
bertahan di sekitar 23 19 2.0
persen, menunjuk pada Dec-15 Dec-16 Dec-17
sistem permodalan Sumber: CEIC; perhitungan staf Bank Dunia
perbankan yang baik.
Kedua ukuran tersebut biasanya dikaitkan dengan sistem perbankan yang sehat.
Gambar A.36: Pertumbuhan lapangan kerja melambat, Gambar A.37: Pengangguran secara luas terus
tetapi terjadi pergeseran dari pekerjaan keluarga yang menurun, tetapi tingkat pengangguran inti sedikit
tidak dibayar dan wirausaha pertanian ke arah meningkat
pekerjaan berupah dan pekerjaan mandiri non- (tingkat pengangguran, persen, Seb. Kiri; perubahan tingkat
pertanian pengangguran, poin persentase, Seb. Kanan)
(pertumbuhan dalam pekerjaan, angkatan kerja, dan penduduk usia
kerja, poin persentase)
Unpaid family worker Percentage point change in broad unemployment rate,
Casual worker year to February (RHS)
Wage employed Percentage point change in broad unemployment rate,
6 Non-agricultural self-employed year to August (RHS)
Agricultural self-employed Broad Unemployment Rate (LHS)
Working age population
Broad labor force Core Unemployment Rate (LHS)
Number of employed workers
15 0.5
3
0.0
10
-0.5
0
5
-1.0
0 -1.5
-3
Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional, Sakernas Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional, Sakernas
Di tahun 2017 hingga bulan Agustus juga terjadi penurunan kecil dalam tingkat
pengangguran secara luas, yang turun dari 5,6 persen menjadi 5,5 persen, tetapi tingkat
pengangguran inti menunjukkan sedikit kenaikan, naik dari 4,3 persen menjadi 4,4
50 Tingkat pekerjaan adalah jumlah pekerja yang dipekerjakan dibagi dengan jumlah penduduk usia
kerja. Nilainya yang tercatat cenderung lebih tinggi pada Sakernas bulan Februari daripada Sakernas
bulan Agustus.
51 Menurut data terakhir dari Badan Pusat Statistik (BPS).
52 Sesuai dengan konvensi BPS, ‘usia kerja’ didefinisikan sebagai siapa pun yang berusia 15 tahun atau
lebih.
persen (Gambar A.37).53 Secara bersama-sama, hasil ini menunjukkan bahwa telah
terjadi pengetatan pasar tenaga kerja pada tahun 2016 dan berlanjut ke awal tahun
2017, tetapi cenderung pada kecepatan yang lebih lambat.
Perbedaan gender di Menurunnya kesenjangan gender yang besar dalam tingkat pekerjaan yang terjadi di
dalam kepesertaan tahun sebelumnya sebagian berbalik pada tahun 2017 hingga bulan Agustus. Tingkat
angkatan kerja dan pekerjaan untuk perempuan bergerak dari 48,0 persen menjadi 48,1 persen, sementara
tingkat lapangan tingkat pekerjaan untuk laki-laki bergerak dari 77,3 persen menjadi 77,9 persen.
kerja melebar Kesenjangan gender dalam tingkat partisipasi angkatan kerja (labor force participation rate,
LFPR), menurut definisi luas, juga meningkat di tahun 2017 ini hingga bulan Agustus.
Secara keseluruhan, LFPR secara luas adalah sebesar 66,7 persen pada bulan Agustus
2017, naik dari 66,3 persen pada bulan Agustus tahun 2016. Sementara LFPR secara
luas untuk wanita naik sedikit dari 50,8 persen menjadi 50,9 persen, LFPR secara luas
untuk laki-laki naik lebih tinggi, bergerak dari 82,0 persen menjadi 82,5 persen.
Pertumbuhan Pekerja upahan merupakan 39,7 persen dari semua pekerja pada bulan Agustus 2017,
lapangan kerja dengan pekerjaan upahan yang bertumbuh sebesar 4,8 persen dibandingkan dengan
bergeser ke arah tahun sebelumnya. Ini secara signifikan lebih cepat dibandingkan dengan tahun 2016
pekerjaan upahan hingga bulan Agustus, ketika jumlah pekerja upahan meningkat 3,1 persen. Tahun
dan pekerjaan 2017 hingga bulan Agustus juga terjadi pertumbuhan pekerja mandiri non-pertanian
mandiri non- sebesar 9,7 persen – naik dari 7,3 persen di tahun sebelumnya – dengan proporsi
pertanian pekerja tersebut yang mencapai 22,9 persen, tingkat yang tertinggi sejak tahun 2011.
Pada saat yang sama, proporsi pekerja keluarga yang tidak dibayar dan pekerja mandiri
pertanian mencapai tingkat terendah,54 dengan jumlah pekerja tersebut yang masing-
masing turun sebesar 8,8 persen dan 6,3 persen. Pertumbuhan pekerjaan upahan yang
diperbarui dan penurunan pekerjaan keluarga yang tidak dibayar serta pekerja mandiri
pertanian secara parsial menandai kembalinya penciptaan pekerjaan formal yang tinggi
yang terjadi antara tahun 2010 dan 2015, meskipun hal tersebut telah diimbangi oleh
semakin pentingnya pekerjaan mandiri non-pertanian.
Sektor manufaktur Pada bulan Agustus 2017, 48,1 persen pekerja bekerja di sektor jasa, naik dari 46,7
menciptakan 1,5 juta persen di tahun sebelumnya (Gambar A.38). Selama periode yang sama, proporsi
pekerjaan, sementara pekerja di sektor industri meningkat untuk pertama kalinya sejak tahun 2015, naik dari
transisi untuk keluar 21,4 persen menjadi 22,3 persen. Ini sebagian besar disebabkan oleh penciptaan 1,5
dari sektor pertanian juta pekerjaan di sektor manufaktur. Untuk mengakomodasi hal ini, proporsi pekerja
jadi lebih cepat di sektor pertanian mengalami penurunan tahun-ke-tahun (yoy) yang terbesar sejak
tahun 2004, turun dari 31,9 persen menjadi 29,7 persen. Hal ini mencerminkan
terjadinya percepatan dalam transisi tenaga kerja Indonesia yang keluar dari sektor
pertanian dan memasuki sektor jasa dan industri, meskipun masih harus dilihat apakah
53 Berdasarkan definisi pengangguran ‘inti’, para penganggur adalah mereka yang tidak bekerja, tetapi
yang aktif mencari pekerjaan. Definisi pengangguran ‘secara luas’ mencakup para penganggur inti, serta
pekerja yang sudah kehilangan harapan, mereka yang membangun bisnis baru, dan mereka yang
memiliki pekerjaan di masa depan yang sedang diatur. Tingkat pengangguran inti dan secara luas
bergerak ke arah yang berbeda karena, sementara terdapat hampir 260.000 pencari kerja baru yang
memasuki angkatan kerja pada tahun 2017 hingga bulan Agustus, jumlah pekerja yang sudah
kehilangan harapan – yang dihitung di dalam perhitungan pengangguran secara luas tetapi bukan
penganggur inti – turun sekitar 380.000.
54 Pada bulan Agustus 2017, pekerja keluarga yang tidak dibayar dan pekerja mandiri pertanian masing-
masing meliputi 12,3 persen dan 14,3 persen dari semua orang yang bekerja.
peningkatan yang jelas dalam laju transformasi struktural ini akan bertahan atau
tidak.55
Pertumbuhan Penghasilan rata-rata untuk pekerja upahan meningkat sebesar 3,5 secara riil dan 7,4
penghasilan riil tetap persen secara nominal pada tahun 2017 hingga bulan Agustus, yang mengisyaratkan
positif, tetapi berakhirnya pertumbuhan upah sebanyak dua digit yang diamati dalam survei
menurun jauh Sakernas sebelumnya pada Agustus 2016 dan Februari 2017 (Gambar A.39).
dibandingkan Penghasilan rata-rata untuk pekerja upahan juga naik sebesar 4,3 persen secara riil dan
dengan tahun dan 5,0 persen nominal, yang menunjukkan bahwa pertumbuhan upah telah turun di
sebelumnya semua sektor.56 Ini memberikan bukti tambahan bahwa pengetatan pasar tenaga kerja
yang terjadi selama tahun 2016 dan awal 2017 sekarang mungkin telah berkurang.57
Gambar A.38: Para pekerja beralih dari sektor Gambar A.39: Pertumbuhan penghasilan riil rata-rata
pertanian ke sektor jasa dan industri untuk pekerja upahan menurun tajam pada tahun 2017
(proporsi pekerja yang dipekerjakan, persen, Seb. Kiri; persentase hingga bulan Agustus
perubahan poin dalam proporsi pekerja yang dipekerjakan yoy, (penghasilan, miliar Rupiah, Seb. Kiri; persentase pertumbuhan
persen, Seb. Kanan) penghasilan bulanan rata-rata yoy, persen, Seb. Kanan)
Percentage
Poin point
persentase change indalam
perubahan proportion of workforce
proporsi in services
tenaga kerja di sektor(RHS)
jasa (Ka) Pertumbuhan
Growth penghasilan
in real average riil rata-rata
monthly earningsbulanan untuk pekerjayear
for wage-employed, upahan, tahun
to February
Poin persentase
Percentage perubahan
point change indalam proporsi
proportion tenaga kerja
of workforce di sektor
in industry industri (Ka)
(RHS) bersangkutan hingga bulan Februari (Ka)
(RHS)
Poin persentase
Percentage perubahan
point change indalam proporsi
proportion tenaga kerja
of workforce di pertanian
in agriculture (Ka)
(RHS) Pertumbuhan
Growth in real penghasilan riil rata-rata
average monthly earningsbulanan untuk pekerjayear
for wage-employed, upahan, tahun
to August
Proportion of workforce in agriculture
bersangkutan
(RHS) hingga bulan Agustus (Ka)
Proporsi tenaga kerja di pertanian (Ki)(LHS) Nominal average
Penghasilan normal monthly earnings
rata-rata for untuk
bulanan wage-employed (LHS)(Ki)
pekerja upahan
Proporsi tenaga
Proportion kerja di sektor
of workforce industri
in industry (LHS)(Ki)
Proporsi tenaga
Proportion kerja di sektor
of workforce jasa (Ki)
in services (LHS) Penghasilan
Real averageriil rata-rata
monthly bulananforuntuk
earnings pekerja upahan
wage-employed (LHS)(Ki)
60 3 3 25
2 20
15
40 1 2
10
0
5
20 -1 1
0
-2 -5
0 -3 0 -10
Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional, Sakernas Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional, Sakernas
55 Antara bulan Agustus 2007 dan Agustus 2016, proporsi pekerja di sektor jasa dan industri
meningkat, rata-rata sebesar 0,9 dan 0,3 poin persentase per tahun, sementara proporsi pekerja di
sektor pertanian turun sebesar 1,2 poin persentase per tahun. Dengan demikian, perubahan yang
diamati pada tahun 2017 hingga bulan Agustus – ketika proporsi pekerja di sektor jasa dan industri
tumbuh masing-masing sebesar 1,4 dan 0,8 poin persentase dan proporsi pekerja di sektor pertanian
turun sebesar 2,2 poin persentase – jauh melebihi kecenderungan yang terjadi selama dasawarsa
terakhir.
56 Jika penghasilan pekerja mandiri dan pekerja harian/lepas – satu-satunya pekerja lain yang
bulan Oktober 2017, harus tetap dipertimbangkan ketika melakukan perbandingan penghasilan antar
waktu. Formulasi baru dari pertanyaan mengenai penghasilan yang dimasukkan di dalam Sakernas
bulan Februari 2017 tetap dipertahankan untuk Sakernas bulan Agustus 2017.
2011S
2012S
2013S
2014S
2015S
2016S
2017S
2011M
2012M
2013M
2014M
2015M
2016M
2017M
dengan yang dicapai
Indonesia antara tahun
2007 dan tahun 2011, di Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, Susenas
mana angka kemiskinan turun rata-rata sebesar 1,1 poin persentase setiap tahunnya.
Secara absolut, terdapat 26,6 juta orang miskin di bulan September 2017, atau 1,2 juta
lebih sedikit dari tahun sebelumnya.
Angka kemiskinan Penurunan angka kemiskinan yang cukup besar ini terjadi meskipun ada peningkatan
menurun meskipun garis kemiskinan yang relatif lebih besar. Peningkatan garis kemiskinan untuk bulan
terjadi peningkatan September 2016 - September 2017 adalah sebesar 7 persen, dari Rp 361.990 menjadi
garis kemiskinan Rp 387.160. Ini lebih besar dari peningkatan yang terjadi untuk bulan Maret 2016 -
yang lebih besar Maret 2017 (5,7 persen) dan bulan September 2015 - September 2016 (5 persen).
58Pada tahun 2016 hingga bulan Agustus, pertumbuhan penghasilan riil rata-rata untuk pekerja upahan
adalah 20,3 persen di sektor pertanian, 21,3 persen di sektor industri, dan 18,1 persen di sektor jasa.
Peningkatan ini sedikit didorong oleh komponen makanan dari garis kemiskinan (7,2
persen) dibandingkan dengan komponen non-makanan (6,3 persen)59.
Perubahan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) periode September 2017, yang digunakan
metodologi mungkin untuk menghasilkan data tingkat kemiskinan pada bulan September 2017, mengalami
turut mempengaruhi perubahan metodologi dibandingkan dengan periode sebelumnya. Secara khusus,
besarnya penurunan jumlah komoditas pangan yang dimasukkan di dalam modul konsumsi berkurang dari
tingkat kemiskinan 222 menjadi 174. Sebelum perubahan ini, kuesioner modul konsumsi Susenas telah
diubah sebanyak dua kali dalam beberapa tahun terakhir. Pada bulan Maret 2015,
kuesioner berubah dari 215 item makanan dan 108 item non-makanan menjadi 112
item makanan dan 116 item non-makanan60. Pada bulan September 2016, terdapat
penyesuaian lebih lanjut untuk 222 item makanan dan 116 item non-makanan. Selama
periode ini, perubahan metodologi mungkin telah mempengaruhi perhitungan untuk
garis kemiskinan dan pengeluaran per kapita yang digunakan untuk menilai status
kemiskinan rumah tangga, termasuk peningkatan yang besar terhadap garis
kemiskinan yang disebutkan sebelumnya. Namun demikan, sejauh mana dampaknya
belum diketahui.
Angka kemiskinan di Angka kemiskinan di daerah perkotaan dan pedesaan turun dengan besaran yang
perkotaan dan sama, dengan penurunan angka kemiskinan perkotaan dan pedesaan sebesar 0,5 poin
pedesaan menurun persentase antara bulan September 2016 dan 2017. Namun demikian, dalam hal
dalam besaran yang jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin perkotaan hanya turun sebesar 220.000
sama orang, sementara jumlah penduduk miskin pedesaan turun sebesar 970.000 orang. Ini
terjadi karena selama periode waktu tersebut, jumlah penduduk pedesaan menyusut
2,7 juta orang, sementara penduduk perkotaan meningkat sebesar 5,8 juta. Ini
merupakan kelanjutan pengamatan Bank Dunia (2017b) bahwa meningkatnya
urbanisasi mengubah wajah kemiskinan di Indonesia.
59 Ini tampaknya bertentangan dengan fakta bahwa inflasi harga makanan antara bulan Oktober 2016
dan September 2017 adalah yang terendah dari tiga periode tersebut. Namun demikian, hal ini dapat
dijelaskan oleh perbedaan dalam kelompok barang yang digunakan untuk mengukur inflasi IHK dan
kelompok yang digunakan untuk mengukur konsumsi untuk tingkat kemiskinan, serta perubahan yang
terjadi dalam kelompok kemiskinan dari periode ke periode. Pengukuran kemiskinan di Indonesia
menggunakan referensi jumlah penduduk yang 20 persen yang berada di atas garis kemiskinan pada
periode sebelumnya, sehingga kelompok kemiskinan akan selalu berubah berdasarkan apa yang
dikonsumsi oleh kelompok yang “tidak begitu miskin.
60 Lihat World Bank (2015b).
Selama 15 tahun Pengamatan terhadap tren Gambar A.41: Kemiskinan secara perlahan-lahan
terakhir, kemiskinan jangka panjang dalam bergeser ke perkotaan dalam 15 tahun terakhir
secara perlahan- kemiskinan menunjukkan (persentase penduduk miskin yang tinggal di daerah perkotaan dan
lahan lebih menjadi adanya pergeseran yang pedesaan)
fenomena perkotaan lambat ke arah “urbanisasi Kota
Urban Desa
Rural
kemiskinan”. Pada bulan 100%
Maret 2002, 34,7 persen
penduduk miskin tinggal
75%
di daerah perkotaan.
Hingga bulan September
2017, pangsa tersebut 50%
telah meningkat menjadi
38,6 persen (Gambar 25%
A.41). Hal ini sebagian
besar disebabkan oleh 0%
kecenderungan global Mar Mar Mar Mar Mar Mar Sep
yang lebih luas dari migrasi 2002 2005 2008 2011 2014 2017 2017
dari desa ke kota, yang
terjadi ketika orang SumberIDR: Susenas
mencari peluang kerja yang lebih baik dan akses yang lebih baik terhadap pekerjaan di
daerah perkotaan. Ke depan, upaya Pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan
harus mempertimbangkan sifatnya yang semakin urban.
Koefisien Gini juga Koefisien Gini untuk Tabel A.3: Peningkatan kecil dari panga konsumsi dari
sedikit menurun, bulan September 2017 masyarakat yang berada di 40 persen Terbawah dan 40
yang sebagian besar adalah 39,1, yang persen di Tengah menyebabkan sedikit penurunan
didorong oleh merupakan penurunan dalam koefisien Gini
pertumbuhan kecil sebesar 0,3 poin (pangsa dari konsumsi nasional, persen)
40 persen 40 persen di 20persen
kelompok 40 di dibandingkan dengan Periode
Terbawah Tengah Teratas
Tengah daripada bulan September 2016. Sep 2015 17,45 34,70 47,85
kelompok 40 Sepanjang tahun lalu, Sep 2016 17,11 36,33 46,56
Terbawah penduduk yang berada di Sep 2017 17,22 36,66 46,12
Δ 2015-2016 -0,34 +1,63 -1,29
kelompok 40 persen
Δ 2016-2017 +0,11 +0,33 -0,44
terbawah dan kelompok Δ 2015-2017 -0,23 +1,96 -1,73
40 persen di Tengah Sumber: Susenas
mengalami sedikit
peningkatan dalam proporsi total konsumsi nasional mereka (Tabel A.3). Namun
demikian, seperti pada periode-periode sebelumnya, pengurangan ketimpangan
sebagian besar didorong oleh pertumbuhan kelompok 40 persen di Tengah dan bukan
kelompok 40 persen terbawah. Ini bukanlah masalah Indonesia saja: tingkat
ketimpangan untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik secara agregat meningkat antara
tahun 1998 dan 2012, sebagian besar karena kelompok 40 persen terbawah di kawasan
ini stagnan61. Dengan demikian, masih banyak yang perlu dilakukan untuk membuat
kesejahteraan terdistribusi lebih merata bagi rumah tangga miskin dan rentan di
Indonesia.
9. Perkiraan perekonomian dan risiko
Pertumbuhan PDB Perkiraan perekonomian tetap positif dengan perekonomian Indonesia yang
riil diperkirakan diproyeksikan akan meningkat rata-rata sebesar 5,3 persen per tahun untuk tahun
akan mencapai rata- 2018-2020, oleh karena adanya peningkatan permintaan dalam negeri didorong oleh
61 World Bank (2018a).
rata 5,3 persen dalam Pemilu mendatang serta kondisi keuangan global dan dalam negeri yang relatif
jangka menengah mendukung (Tabel A.4). Namun demikian, ekspor bersih akan terus mendukung
pertumbuhan perekonomian karena pertumbuhan investasi yang sarat barang impor
tetap tinggi, juga berkat adanya penyederhanaan proses impor yang terus berlangsung
(Kotak A.2).
3. Asumsi Ekonomi
Nilai tukar (Rp/USD) 13.381 13.550 13.750 50
Harga minyak mentah Indonesia
51 56 57 -0
(USD/bl)
Sumber: BPS; BI; CEIC; proyeksi staf Bank Dunia
Catatan: Angka untuk tahun 2017 adalah hasil aktual. P singkatan dari perkiraan. Perbedaan statistik dan perubahan dalam persediaan
tidak disajikan di dalam tabel ini. Semua komponen PDB didasarkan pada data PDB terbaru. Nilai tukar dan asumsi harga minyak
mentah adalah data tahunan rata-rata. Perubahan relatif terhadap proyeksi pada IEQ edisi Desember 2017.
Konsumsi pribadi Secara empiris, tingkat inflasi dan nilai tukar Rupiah telah diketahui menjadi
diproyeksikan dapat penggerak struktural pertumbuhan konsumsi, dengan efek yang kadang-kadang
meningkat secara meningkat setelah beberapa triwulan. Inflasi yang rendah saat ini tetapi dengan nilai
bertahap dengan tukar yang melemah oleh karenanya memiliki efek yang berlawanan, yang secara
inflasi yang rendah keseluruhan menciptakan efek yang ambigu/tidak pasti pada pertumbuhan konsumsi
dan pasar tenaga pribadi ke depan. Namun demikian, pengeluaran pada Pemilu mendatang dan harga
kerja yang kuat komoditas yang lebih baik diperkirakan akan memberikan dorongan independen,
yang mengakibatkan adanya peningkatan yang tidak terlalu tinggi dalam pertumbuhan
konsumsi pribadi selama dua tahun ke depan. Sementara itu, kondisi pasar tenaga
kerja yang kuat saat ini bersama dengan transformasi struktural yang terus berlanjut
dari pangsa pekerjaan yang menyusut di sektor pertanian, dan perluasan berbagai
program pemerintah62, semuanya juga diperkirakan akan berkontribusi terhadap
konsumsi pribadi yang lebih tinggi.
62 Contoh dari program pemerintah tersebut antara lain perluasan penerima manfaat Program Keluarga
Harapan (PKH) dari 6 hingga 10 juta rumah tangga, program bantuan pangan non tunai (BPNT), dan
program pembangunan padat karya yang dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat dan Kementerian Perhubungan.
infrastruktur pendanaan rendah yang berkelanjutan setidaknya dalam jangka pendek, pulihnya
investasi yang baik sentimen bisnis, dorongan yang terus-menerus pada investasi infrastruktur serta
dan PMA yang penanaman modal asing (PMA) yang melonjak.
tinggi
dan untuk mengasuransikan produk mereka yang diperdagangkan dari perusahaan Indonesia. Tujuan yang diarah adalah
untuk mendorong industri pelayaran dan asuransi dalam negeri dan mengurangi defisit perdagangan yang besar, terutama
dalam jasa angkutan. Meskipun dampaknya terhadap perusahaan asuransi dan perusahaan pelayaran dalam negeri tidak
jelas, ketika perusahaan pelayaran dalam negeri sudah beroperasi pada kapasitas penuh atau hampir penuh, langkah ini
dapat meningkatkan biaya impor dan ekspor barang-barang tersebut secara substansial karena pasokan jasa pengiriman
untuk produk ini akan menyusut. Ini pada gilirannya dapat menaikkan harga dari layanan jasa ini sekaligus mengurangi
kualitas mereka karena persaingan yang lebih rendah. Memang ada kekhawatiran di kalangan eksportir komoditas bahwa
armada Indonesia tidak dapat mengakomodasi volume ekspor batubara dan CPO saat ini.
Risiko terhadap Risiko terhadap perkiraan pertumbuhan ekonomi cenderung menurun. Di sisi
perkiraan eksternal, dengan proteksionisme yang meningkat, ada risiko bahwa pemulihan yang
perekonomian baru berlangsung dalam perdagangan global dapat terhenti, yang menghambat ekspor
termasuk Indonesia dan oleh karenanya menghambat pertumbuhan pula.
perdagangan global
yang lebih lambat,
…
…gejolak keuangan Meskipun normalisasi kebijakan moneter AS sedang berlangsung secara bertahap,
inflasi yang lebih cepat dari perkiraan dapat memicu kontraksi moneter yang tidak
terduga, yang mengakibatkan terjadinya gejolak arus keluar modal yang dari negara-
negara berkembang. Selain itu, sejumlah pasar ekuitas saat ini dianggap terlalu tinggi
nilainya, dan kemungkinan terjadinya koreksi penilaian, seperti yang terjadi di pasar
saham AS awal tahun ini, tetap ada dalam waktu dekat ini. Terdapat risiko bahwa
koreksi penilaian seperti itu dapat menyebabkan gejolak keuangan dan lonjakan imbal
hasil obligasi, dan secara tiba-tiba meningkatkan biaya pembiayaan untuk negara-
negara berkembang.
… dan menurunnya Sementara konsumsi pribadi meningkat di Triwulan ke-4, tetap ada risiko bahwa
konsumsi pribadi konsumsi pribadi ini tetap lesu atau bahkan melemah dalam jangka menengah.
Mengingat bahwa konsumsi pribadi merupakan lebih dari separuh PDB, perlambatan
dalam konsumsi pribadi dapat menimbulkan dampak pada total pengeluaran.
Inflasi IHK diperkirakan terjaga
Inflasi diharapkan Meskipun inflasi harga Gambar A.42: Ketidakstabilan harga pangan yang
berada pada rata-rata makanan meningkat di sudah diantisipasi diperkirakan belum mempengaruhi
3,5 persen di 2018, akhir tahun 2017 dan di perkiraan perekonomian
tetapi risiko terhadap (perubahan rata-rata tahunan yoy, persen)
awal tahun 2018, inflasi 8
perkiraan inflasi umum diperkirakan rata-
lebih ke arah positif rata sebesar 3,5 persen di Indeks Harga Konsumen
7
(upside) tahun 2018, lebih rendah
daripada tahun 2017, dan 6 Perkiraan
karena itu mendukung
konsumsi pribadi dan 5
menciptakan ruang yang 3.8%
lebih bagi penerapan 4
3.5% 3.7%
kebijakan moneter yang
3 3.5%
stabil. (Gambar A.42).
Perkiraan baseline 2
mengasumsikan kenaikan Dec-14 Dec-15 Dec-16 Dec-17 Dec-18 Dec-19
harga minyak mentah dan Sumber: BPS; perkiraan Bank Dunia
beberapa efek inflasi dari pemilihan kepala daerah tahun ini dan pemilu di tahun 2019.
Risiko terhadap perkiraan inflasi tetap tinggi terutama mengingat kecenderungan
harga minyak internasional dan beberapa ketidakpastian mengenai apakah kekurangan
pasokan beras dapat sepenuhnya diatasi melalui peningkatan impor.
Nilai tukar perdagangan diperkirakan akan melemah dan defisit neraca
transaksi berjalan akan sedikit meningkat
Nilai tukar Bank Dunia memproyeksikan bahwa harga karet, minyak mentah, LNG, minyak
perdagangan kelapa sawit, dan logam dasar akan naik pada tahun 2018 dan 2019, sementara harga
komoditas utama batubara diperkirakan akan turun64 (Tabel A.5). Harga minyak diperkirakan akan naik
Indonesia menutup menjadi USD 58/bbl pada tahun 2018 dari USD 53/bbl di tahun 2017, karena
tahun 2017 pada permintaan yang tinggi dan berlanjutnya pengendalian produksi negara-negara OPEC
tingkat yang jauh dan non-OPEC.65 Harga batubara diperkirakan turun ke USD 70/mt di tahun 2018
lebih tinggi dari dari USD 85/mt di tahun 2017, karena permintaan yang turun, terutama dari Cina di
tahun 2016, tetapi mana inisiatif ramah lingkungan sedang dilakukan untuk mengurangi konsumsi
diperkirakan akan batubara6667 (Gambar A.43).
menurun di tahun
2018
Karena Indonesia adalah pengekspor batu bara bersih dan pengimpor minyak bersih,
perkiraan pergerakan harga batubara dan minyak menyiratkan fluktuasi yang
signifikan dalam nilai tukar perdagangan (terms-of-trade, ToT)68. Negara ini. Mengingat
harga rata-rata di tahun 2017 dari enam komoditas lebih tinggi daripada di tahun 2016,
Indeks Harga Perdagangan Tertimbang Bersih untuk tahun 2017 jauh lebih tinggi
daripada di tahun 2016. Namun demikian, sejalan dengan perkiraan harga, Indeks
tahun 2018 diproyeksikan akan lebih rendah dari tahun 2017, meskipun masih sedikit
lebih tinggi dari tingkat di tahun 2016. Turunnya indeks tahun 2018 masih terlihat
energi global diperkirakan menurun dari 27 persen di tahun 2016 menjadi 26 persen di tahun 2022 oleh
karena pertumbuhan permintaan yang lamban dibandingkan dengan bahan bakar lainnya. Sebagai
konsumen batubara terbesar di dunia, harga batubara akan tetap sangat bergantung pada Tiongkok.
Dengan demikian, reformasi struktural industri batubara Tiongkok adalah kunci dari evolusi harga
batubara. Pembaca yang tertarik dengan masalah ini diharapkan untuk mengacu pada IEA (2018).
67 Risiko yang menguntungkan dan merugikan dibahas lebih lanjut secara terinci dan dapat dilihat di
Perkiraan Pasar Komoditas Bank Dunia (World Bank Commodity Market Outlook) yang terbaru, tersedia
di http://www.worldbank.org/en/research/commodity-markets. Pembaca juga dapat mengacu pada
Perkiraan Enegi Dunia tahun 2017 (Outlook World Energy 2017) (IEA, 2017) untuk skenario permintaan
dan pasokan energi di masa depan.
68 Nilai tukar perdagangan (terms of trade, TOT) mengacu pada harga relatif impor dalam hal ekspor dan
didefinisikan sebagai rasio harga ekspor terhadap harga impor. Hal ini dapat diartikan sebagai jumlah
barang impor yang dapat dibeli per satuan barang ekspor oleh suatu negara.
jelas bahkan jika harga rata-rata komoditas berjangka pada tahun 2018 digunakan
sebagai ganti harga perkiraan dari Bank Dunia (2017)69 (Gambar A.43)70.
Gambar A.43: Indeks harga perdagangan tertimbang Tabel A.5: Harga rata-rata komoditas untuk tahun
bersih – historis dan perkiraan hingga tahun 2020 2016, 2017 dan perkiraan untuk tahun 2018, 2019
(indeks 2015=100)
2016 2017 2018p 2019p
150
Batubara
65.9 88.4 70.0 60.0
(Australia)
2017 2018 (komoditas Minyak Mentah
130 berjangka) 42.8 52.8 58.0 59.0
(rata-rata)
Gas Alam (Jepang) 6.9 8.1 8.3 8.5
2016 2018
110 2019 Karet 1.6 2.0 2.1 2.1
2015 Minyak Kelapa
700.0 715.0 732.5 745.1
Sawit
90 Logam Dasar 68.3 83.8 85.2 86.0
70
Sumber: BPS; Bank Dunia; perhitungan staf Bank Dunia Sumber: Bank Dunia (2017, 2018)
Catatan: Indeks harga perdagangan tertimbang bersih dibangun
di atas enam komoditas ekspor utama Indonesia (karet, logam
dasar, batubara, minyak, LNG, dan minyak kelapa sawit)
Defisit neraca Nilai tukar perdagangan Gambar A.44: Defisit neraca transaksi berjalan
transaksi berjalan Indonesia mungkin telah diperkirakan akan melebar pada tahun 2018 dan
diperkirakan akan mencapai puncaknya di tahun 2019 karena investasi yang sarat impor tetap tinggi
melebar pada tahun 2017 dan diproyeksikan dan nilai tukar perdagangan melemah
(persen)
2018, sejalan dengan cenderung menurun di tahun
penurunan nilai 2018. Karena permintaan 0.0
tukar perdagangan dalam negeri yang lebih
-0.5
dan pertumbuhan tinggi, pertumbuhan investasi
investasi yang tinggi yang tinggi dan proyeksi -1.0
pertumbuhan yang sedikit -1.5
lebih lemah untuk para mitra
dagang utama Indonesia, -2.0
defisit neraca transaksi -2.5
berjalan diperkirakan akan
-3.0
melebar menjadi 1,9 persen
dari PDB pada tahun 2018 -3.5
dan 2,1 persen dari PDB pada 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
tahun 2019 (Gambar A.44). Sumber: CEIC dan BI; Perhitungan staf Bank Dunia
Catatan: Data tahun 2018 dan 2019 adalah perkiraan
69 Harga komoditas berjangka yang digunakan adalah harga minyak (rata-rata harga tahun 2018 untuk
WTI, Dubai dan Brent adalah USD 60,1), minyak kelapa sawit (USD 629,4) dan batubara (USD 93,8).
Harga komoditas berjangka diambil pada tanggal 09 Februari 2018.
, ,
70 Indeks Harga Perdagangan Komoditas Bersih (NTI) ditetapkan sebagai: di
,
, ,
mana , ∑ ∑
dan i= jenis komoditas; t= bulan; p=periode siklus (mis. rata-rata 5
, ,
tahun); N = jumlah komoditas; T= tahun basis; E=nilai ekspor; I=nilai impor
Risiko yang Bagian terbesar dari penerimaan di tahun 2018 akan tetap berhubungan erat74 dengan
menguntungkan dan harga minyak dunia, yang menghadapkan Pemerintah terhadap risiko kenaikan dan
merugikan tetap ada penurunan dari fluktuasi harga minyak. Tanpa melanjutkan reformasi yang
di tahun 2018 memperluas basis pajak dan mengumpulkan pajak saat ini secara lebih efisien dan adil,
posisi fiskal jangka menengah Pemerintah akan menjadi rawan, bersama dengan
pengeluaran fiskal yang sangat penting bagi kemajuan negara menuju pertumbuhan
inklusif (Lihat Bagian B). Di sisi pengeluaran, Pemerintah telah mengumumkan
bahwa akan mempertahankan harga bahan bakar dan listrik yang diaturnya tidak
berubah75 hingga akhir tahun 2019 di tengah harga bahan bakar global yang lebih
tinggi. Kebijakan ini meningkatkan risiko fiskal dari potensi kerugian oleh Pertamina
dan pengeluaran yang lebih tinggi melalui pembayaran tunggakan kepada Pertamina
71 Proyeksi penerimaan dari Bank Dunia adalah 5,4 persen lebih rendah daripada APBN tahun 2018.
72 Proyeksi pengeluaran dari Bank Dunia adalah 3,9 persen lebih rendah daripada APBN tahun 2018.
73 Pemerintah baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka akan berusaha untuk meningkatkan alokasi
bagi subsidi energi, sebagai tanggapan terhadap harga minyak mentah yang lebih tinggi dari perkiraan.
Realokasi tersebut saat ini diharapkan memiliki dampak yang terbatas terhadap defisit fiskal.
74 Gejolak aliran penerimaan pajak utama, seperti PPN dan pajak penghasilan, hingga harga minyak
global juga dibahas dalam IEQ edisi bulan Desember, Oktober, Juni tahun 2017.
75 Bahan bakar yang diatur mengacu pada bensin RON 88 dan solar. Lihat Jakarta Globe (30
November 2017).
dan PLN76, yang mengakibatkan adanya pengeluaran subsidi energi yang lebih tinggi.
Selain itu, mungkin ada beberapa risiko yang berasal dari kewajiban kontinjensi terkait
dengan pembiayaan proyek-proyek infrastruktur. Jika risiko turunnya realisasi
penerimaan ini terwujud dan pengeluaran dipertahankan, defisit fiskal yang lebih
tinggi dapat terjadi di tahun 2018. Secara keseluruhan, mempertahankan momentum
reformasi dalam administrasi penerimaan, kebijakan pajak, dan kualitas belanja, akan
berpotensi lebih menantang mengingat pelaksanaan dari pemilihan kepala daerah dan
pemilihan Presiden yang akan berlangsung di tahun 2018-2019.
76 Harga bahan bakar yang diatur belum berubah sejak 1 April 2016 ketika harga minyak mentah Brent
berada di kisaran USD 35-40/barel. Sementara itu, harga minyak mentah Brent rata-rata dari 1 Januari
2018 hingga 19 Maret 2018 adalah USD 66,6/barel. Namun demikian, pada tanggal 25 Februari
Pertamina menaikkan harga bahan bakar non-subsidi, di mana harga Pertamax (Ron 92) naik sebesar
Rp 300/liter (menjadi Rp 8.900/liter), Pertamax Turbo naik sebesar Rp 500 (menjadi Rp10.100/liter),
dan mempertahankan harga Pertalite tidak berubah, yang dapat mengindikasikan adanya subsidi silang
lebih lanjut untuk mengelola tekanan pada neraca Pertamina dari harga bahan bakar yang lebih tinggi.
Tabel A.6: Bank Dunia memproyeksikan penerimaan dan pengeluaran yang lebih rendah daripada di dalam
APBN tahun 2018
(Rp triliun, kecuali dinyatakan lain)
2016 2017 2017 2017 2018 2018
Aktual
Sudah
diperiksa APBN APBN-P Data awal APBN Bank Dunia
A. Penerimaan 1.556 1.750 1.736 1.660 1.895 1.793
(% dari PDB) 12,5 12,5 12,8 12,2 12,8 12,2
1. Penerimaan pajak 1.285 1.499 1.473 1.343 1.618 1.498
(% dari PDB) 10,4 10,9 10,8 9.9 10.9 10,2
PPh 666 788 784 647 855 753
Migas 36 36 42 50 38 47
Non-Migas 630 752 742 597 817 706
PPN/PPnBM 412 494 475 481 542 512
PBB 19 17 15 17 17 17
Cukai 144 157 153 153 155 167
Pajak perdagangan
35 34 36 39 39 41
internasional
Bea masuk 32 34 33 35 36 37
Bea impor 3 0 3 4 3 4
Pajak lainnya 8 9 9 7 10 7
2. Penerimaan negara
262 250 260 310 275 294
bukan pajak
(% dari PDB) 2,1 1,8 1,9 2,3 1,9 2,0
Penerimaan sumber daya
65 87 96 112 104 123
alam
Migas 44 64 72 83 80 99
Non-Migas 21 23 23 29 23 23
Penerimaan negara bukan
197 163 165 198 172 172
pajak lainnya
3. Hibah 9 1 3 6 1 1
B. Pengeluaran 1.860 2.080 2.133 1.986 2.221 2.134
(% dari PDB) 15,0 15,2 15,7 14,6 15,0 14,5
1. Pemerintah pusat 1.149 1.316 1.367 1,244 1.455 1.391
(% dari PDB) 9,3 9,6 10,0 9,2 9,8 9,4
Pegawai 305 345 340 313 366 332
Barang 260 270 319 280 340 353
Modal 169 221 206 200 204 204
Bunga pinjaman 183 221 219 217 239 234
Subsidi 174 160 169 166 156 171
Energi 107 77 90 98 95 119
BBM 44 32 44 50 47 59
Listrik 63 45 45 47 48 60
Non-energi 67 83 79 69 62 51
Hibah 7 2 6 5 1 3
Sosial 50 56 58 55 81 80
Lainnya 6 41 50 9 67 14
2. Transfer ke daerah 710 710 766 742 766 743
(% dari PDB) 5,7 5,5 5,6 5,5 5,2 5,0
Saldo Keseluruhan -308 -308 -397 -326 -326 -341
(% dari PDB) -2,5 -2,4 -2,9 -2,4 -2,2 -2,31
Asumsi
Tingkat pertumbuhan PDB
5,0 5,1 5,2 5,1 5,4 5,3
riil (%)
IHK (%) 3,5 4,0 4,3 3,8 3,5 3,5
Nilai tukar (Rp/USD) 13.300 13.300 13.400 13.381 13.400 13.550
Harga minyak mentah
51 45 48 48 58
(USD/barrel)
Sumber: Kementerian Keuangan
Keputusan terkait belanja pemerintah dan realisasi penerimaan – yang merupakan inti dari kebijakan fiskal – memainkan peran
utama dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, dan membantu mendistribusikan manfaat pertumbuhan secara lebih luas di
seluruh lapisan masyarakat. Kebijakan yang efektif yang mendorong pertumbuhan inklusif, seperti berinvestasi dalam pembangunan
sumber daya manusia atau meningkatkan konektivitas daerah terpencil, keduanya menurunkan ketimpangan dan mendorong
pertumbuhan. Pengalaman Indonesia selama 15 tahun terakhir menunjukkan bahwa kebijakan fiskal telah memberikan kontribusi
positif terhadap pertumbuhan ekonomi, terutama melalui stabilitas ekonomi makro. Namun demikian, kebijakan fiskal kurang
berhasil dalam membagikan manfaat pertumbuhan secara lebih luas: kesenjangan memperoleh kesempatan yang sama masih besar,
dan perkiraan menunjukkan bahwa pajak dan belanja publik hanya menurunkan koefisien Gini Indonesia sebesar 0,04 poin,
dibandingkan dengan 0,18 poin di Afrika Selatan. Di masa lalu, dampak dari kebijakan penerimaan dan pengeluaran pada
pertumbuhan inklusif belum optimal akibat tidak hanya kurangnya pengeluaran di bidang-bidang prioritas seperti infrastruktur,
kesehatan dan bantuan sosial, tetapi juga oleh pengeluaran yang tidak efektif di bidang-bidang prioritas tersebut dan di bidang-
bidang penting lainnya, terutama pendidikan. Belanja di bidang-bidang prioritas tersebut baru-baru ini meningkat karena adanya
realokasi belanja dari subsidi energi; namun demikian, realisasi penerimaan yang rendah terus menghambat peningkatan belanja
sektor prioritas. Untuk mencapai pertumbuhan yang lebih cepat dan lebih inklusif, Indonesia harus lebih baik lagi dalam melakukan
pengeluaran dan membelanjakan lebih banyak di bidang-bidang prioritas. Ini akan membutuhkan upaya untuk terus meningkatkan
efektivitas belanja kementerian dan lembaga serta belanja daerah, melakukan realokasi lebih lanjut terhadap pengeluaran lintas
sektoral dan di dalam sektor, dan merealisasikan lebih banyak lagi penerimaan dengan cara-cara yang efisien dan ramah
pertumbuhan. Melakukan reformasi pajak yang terkait termasuk memperluas basis pajak, menyederhanakan peraturan pajak, dan
secara signifikan memperkuat manajemen kepatuhan.
Kebijakan mengenai Sementara kebijakan moneter dan struktural, seperti kerangka hukum dan peraturan,
pengeluaran dan juga memiliki dampak yang besar terhadap pertumbuhan dan pemerataan, Bagian dari
penerimaan adalah IEQ ini fokus pada pembahasan peranan kebijakan fiskal, khususnya kebijakan
alat utama untuk Pemerintah untuk memobilisasi penerimaan dan belanja pemerintah.82 Pengeluaran
pertumbuhan yang pemerintah mendukung pertumbuhan ekonomi terutama melalui investasi di bidang
lebih tinggi… infrastruktur dan sumber daya manusia. Infrastruktur menghubungkan pekerja
terampil dengan perusahaan, dan menghubungkan perusahaan ke pasar, dan
berkontribusi pada penciptaan pekerjaan yang lebih baik dan lebih produktif83.
Indonesia mencatat pertumbuhan tahunan stok infrastruktur fisik sebesar 5persen
selama tahun 2001-2012. Angka pertumbuhan tahunan yang lebih tinggi dibandingkan
angka pertumbuhan rata-rata sebesar 3.0 persen pertahun berkontribusi terhadap
terciptanya laju pertumbuhan PDB yang lebih tinggi selama periode tersebut, secara
kumulatif angka pertumbuhan lebih tinggi sebesar 0,5 poin persentase.84
77 Terdapat banyak definisi dari pertumbuhan inklusif. Bank Dunia (2018a) mendefinisikan
pertumbuhan inklusif sebagai pertumbuhan yang menurunkan kemiskinan dan menjamin keamanan
ekonomi untuk semua kelompok masyarakat. OECD mendefinisikan pertumbuhan inklusif sebagai
pertumbuhan ekonomi yang menciptakan peluang bagi semua segmen penduduk dan mendistribusikan
dividen peningkatan kemakmuran, baik dalam hal moneter maupun non-moneter, secara adil di seluruh
lapisan masyarakat. Dalam laporan ini, pertumbuhan inklusif mengacu pada pertumbuhan ekonomi
yang menguntungkan bagian paling bawah dari distribusi penghasilan secara tidak proporsional dan
oleh karena itu disertai dengan ketimpangan yang stabil atau lebih rendah.
78 Lihat Ostry dkk. (2014); Berg dan Ostry (2011).
79 Lihat Banerjee dan Newman (1993); Banerjee dan Duflo (2007); Aghion and Bolton (1997); Kray
(“pengelolaan fiscal”), yang juga mempengaruhi pertumbuhan. Rekam jejak kepatuhan Indonesia
dengan plafon sebesar 3 persen untuk defisit pemerintah secara umum telah meningkatkan stabilitas
ekonomi makro dan mendukung pertumbuhan. Dengan tingkat utang yang moderat dan komitmen
yang kredibel terhadap aturan fiskal, artikel ini berfokus pada reformasi kebijakan pengeluaran dan
perpajakan.
83 Lihat misalnya, Fan dan Rao (2003; Mitchell (2005); dan Dao (2012);
84 World Bank (2015a).
dan lebih inklusif, Kebijakan pengeluaran dan penerimaan juga mempengaruhi distribusi penghasilan
dengan melakukan yang dapat dibelanjakan dan konsumsi yang dapat dilakukan saat ini dan di masa
redistribusi sumber depan. Dalam suatu periode tertentu, kebijakan fiskal melakukan redistribusi sumber
daya… daya dari pembayar pajak kepada konsumen barang dan jasa publik. Misalnya, ketika
keluarga miskin yang tidak membayar pajak mengirim anak-anak mereka ke sekolah
umum gratis, mereka dapat menikmati tingkat konsumsi yang lebih tinggi daripada
jika harus membayar biaya di sekolah swasta. Sementara itu, keluarga kaya yang
membayar pajak yang digunakan untuk mendanai pendidikan publik pada akhirnya
memiliki penghasilan yang dapat dibelanjakan yang lebih kecil. Secara keseluruhan,
dampak yang mungkin terjadi adalah perbedaan yang lebih kecil dalam tingkat
konsumsi antara keluarga kaya dan keluarga miskin. Di Indonesia, perkiraan
menunjukkan bahwa kontribusi pajak dan pengeluaran publik terhadap penurunan
ketimpangan masih terbilang kecil, sebagaimana dapat dilihat pada penurunan
koefisien gini sebesar 0,04 poin..
…dan dengan Di luar berbagai macam dampak yang terjadi secara bersamaan sebagaimana diuraikan
menyamakan di atas, kebijakan pengeluaran dan penerimaan pemerintah dapat membantu
peluang serta menurunkan ketimpangan di masa depan dengan menciptakan peluang yang lebih
mendorong setara. Misalnya, pengeluaran untuk pendidikan memungkinkan anak-anak dari
pertumbuhan keluarga kaya dan miskin untuk memperoleh keterampilan yang lebih sepadan. Seiring
penciptaan lapangan berjalannya waktu, kesempatan yang lebih setara dalam memperoleh pendidikan akan
pekerjaan dapat menurunkan kesenjangan dalam hal kemampuan untuk aktif dalam kegiatan
ekonomi, dan pada akhirnya berdampak pada lebih rendahnya ketimpangan
penghasilan yang dapat dibelanjakan. Contoh dalam pendidikan tersebut juga
mengilustrasikan bagaimana kebijakan yang sama dapat memiliki dampak yang terjadi
secara serentak maupun tidak serentak terhadap ketimpangan, serta dampak positif
terhadap pertumbuhan ekonomi. Di Indonesia, sepertiga dari ketimpangan yang ada
saat ini adalah karena adanya kesenjangan kesempatan,85 yaitu keadaan yang berada di
luar kendali seseorang, seperti jenis kelamin, kebangsaan, tempat kelahiran atau latar
belakang keluarga.
Untuk mencapai Untuk dapat meraih kemajuan dalam mengupayakan pertumbuhan inklusif, Indonesia
pertumbuhan yang harus membelanjakan lebih banyak dan dengan cara yang lebih efektif di sektor-sektor
inklusif, Indonesia prioritas, yang mendukung pertumbuhan dan inklusi. Sektor-sektor prioritas tersebut
harus termasuk pendidikan, dan juga infrastruktur, kesehatan serta bantuan sosial.
membelanjakan Pengeluaran yang efektif berarti mendapatkan hasil maksimal dari setiap Rupiah yang
secara lebih efektif - dibelanjakan oleh pemerintah. Contoh konkrit misalnya mencapai tingkat kematian
dan membelanjakan ibu melahirkan yang lebih rendah dengan sumber daya yang sama. Di banyak sektor
lebih banyak untuk prioritas – terutama infrastruktur, kesehatan, dan bantuan sosial – Indonesia harus
sektor-sektor membelanjakan tidak hanya secara lebih efektif tetapi juga memperbesar jumlah
prioritas … pengeluaran di sektor tersebut untuk mencapai kesetaraan dengan negara-negara
berkembang lainnya, baik dalam hal jumlah pengeluaran maupun pertumbuhan
inklusif.
85 Untuk informasi lebih lanjut mengenai konsep dan pengukuran ketimpangan peluang, lihat Roemer
(1993), Van Der Gaer (1993), Barros dkk., (2010) dan World Bank (2006). Untuk informasi lebih lanjut
mengenai ketimpangan peluang di Indonesia, lihat World Bank (2015a).
Gambar B.1: Untuk membelanjakan lebih banyak dan dengan lebih baik untuk
pertumbuhan inklusif, Indonesia harus merealisasikan penerimaan yang lebih banyak
PERTUMBUHAN INKLUSIF
…menyebabkan Stabilitas ekonomi makro yang meluas, pertumbuhan berbasis komoditas dan
kemajuan yang besar transformasi struktural berkontribusi pada penurunan angka kemiskinan menjadi
dalam pengentasan setengahnya, yaitu sebesar 10,9 persen selama tahun 2000-2016. Lebih dari 30 juta
kemiskinan … lapangan kerja di sektor jasa dan industri tercipta selama periode ini, menggantikan
86 Varians (perbedaan antara realisasi dengan perencanaan – pent.) dari pertumbuhan PDB menurun dari 14,4
persen sepanjang tahun 1993-2003 kecuali untuk tahun-tahun terjadinya krisis (1997-1999) menjadi 5,7
persen sepanjang tahun 2004-2016.
87 Defisit fiskal rata-rata 1,4 persen dari PDB dari tahun 2000-2016 dan rasio utang pemerintah
terhadap PDB menurun dari 92,3 persen menjadi 27,9 persen selama periode tersebut.
Gambar B.2: Kebijakan fiskal yang berhati-hati Gambar B.3:...tetapi pertumbuhan belum terlalu
mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif
stabil… (Sumbu Y: rata-rata pertumbuhan tahunan konsumsi per kapita
(Sumbu Y: pertumbuhan riil Produk Domestik Bruto, sumbu X: dari tahun 2006-2016, persen; Sumbu X: desil konsumsi rumah
tahun) tangga)
10 6
rata-rata 1983-1996: 7,0 persen
5 5
Rata-rata: 3,8 persen
rata-rata 2003- 4
0 2016: 5,5 persen
3
-5 Krisis Krisis Keuangan Global
Keuangan
2
Asia
-10
1
-15
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sumber: Indikator Pembangunan Dunia (World Development Sumber: Survei rumah tangga Susenas, perhitungan staf Bank
Indicators, WDI), perhitungan staf Bank Dunia Dunia
Catatan: Terdapat jeda dalam strategi pengambilan sampel antara
tahun 2010-2011 dan 2014-2015.
Namun demikian, Terlepas dari pencapaian ini, manfaat pertumbuhan ekonomi belum terdistribusi
ketimpangan secara merata. Konsumsi riil dari kelompok 40 persen rumah tangga termiskin
konsumsi telah meningkat sebesar 1,5 persen per tahun antara tahun 2006-2016, sayangnya angka ini
meningkat… lebih kecil dibandingkan dengan 5,1 persen per tahun untuk kelompok 20 persen
rumah tangga terkaya (Gambar B.3). Akibatnya, ketimpangan meningkat secara
substansial: koefisien Gini89 pada konsumsi meningkat dari 30 poin pada tahun 2000
menjadi 41 poin pada tahun 201390.
rumah tangga terkaya dan hanya menyumbang 45 persen konsumsi secara nasional.
91 Pengaruh kebijakan fiskal pada ketimpangan dapat diperkirakan dengan menggunakan metodologi
Gambar B.4: Keputusan tentang belanja Pemerintah Gambar B.5: Koefisien Gini sebelum diberlakukannya
dan pemungutan penerimaan secara substansial kebijakan fiskal di Indonesia tidak jauh berbeda dari
mengurangi ketimpangan di negara-negara negara-negara OECD, tetapi kebijakan fiskal memiliki
berkembang lainnya dampak redistributif yang lebih besar di negara-negara
(perubahan koefisien Gini dari pasar ke penghasilan yang dapat OECD
dibelanjakan, poin) (Koefisien gini pada penghasilan / konsumsi, poin)
0.00
0.6 Market Gini Disposable Gini
-0.02
0.5
-0.04
0.4
-0.06
0.3
-0.08
0.2
-0.10
0.1
-0.12
0
Sumber: Indikator Standar Komitmen terhadap Kesetaraan Sumber: Statistik OECD, Tiwari dkk. (2018), perhitungan staf Bank
(Commitment to Equity, CEQ), versi web (30 November 2017); Dunia
perhitungan staf Bank Dunia Catatan:
Catatan: 1. Semua data mengacu pada data tahun 2015 kecuali dinyatakan
1. Data untuk Indonesia, Ghana, Etiopia, Yordania dan Tanzania lain. Data untuk Indonesia mengacu pada koefisien Gini pada
mengacu pada koefisien Gini pada konsumsi; data untuk negara konsumsi; data untuk negara lain mengacu pada koefisien Gini
lain mengacu pada koefisien Gini pada penghasilan. pada penghasilan.
2. Penghasilan di pasar mengacu pada upah, gaji, atau penghasilan 2. Penghasilan di pasar mengacu pada upah, gaji, atau penghasilan
pribadi lainnya sebelum memperhitungkan pajak pemerintah pribadi lainnya sebelum memperhitungkan pajak pemerintah
(yang dikurangkan dari penghasilan), kontribusi dan transfer (yang dikurangkan dari penghasilan), kontribusi dan transfer
jaminan sosial (yang menambah penghasilan). Penghasilan yang jaminan sosial (yang menambah penghasilan). Penghasilan yang
dapat dibelanjakan mengacu pada penghasilan setelah dapat dibelanjakan mengacu pada penghasilan setelah
memperhitungkan pajak dan transfer tersebut. Untuk informasi memperhitungkan pajak dan transfer tersebut. Untuk informasi
lebih lanjut, lihat Lampiran 1. lebih lanjut, lihat Lampiran 1.
Ketimpangan Indonesia masih menghadapi disparitas yang cukup tinggidalam hal akses masyarakat
peluang masih terhadap layanan dasar dan ini terjadi hampir di seluruh pelosok nusantara. Meskipun
menjadi tantangan akses rata-rata terhadap layanan dasar meningkat dari 48,8 persen di tahun 2001
utama. menjadi 70,9 persen di tahun 2015, banyak kabupaten masih tertinggal dari rata-rata
nasional93. Kurang dari 30 persen rumah tangga di beberapa kabupaten di Papua dan
Kalimantan yang memiliki akses terhadap air bersih, dibandingkan dengan lebih dari
92 Tidak diperlihatkan pada Gambar B.4, yang hanya memperhitungkan pajak, kontribusi jaminan
dari angka pendaftaran bersih di SMP dan SMA, akses terhadap air bersih yang aman, akses terhadap
sanitasi yang aman, dan proporsi kelahiran yang ditolong oleh pekerja kesehatan yang terampil. Lihat
World Bank (2017e).
70 persen di sekitar setengah dari seluruh kabupaten. Kualitas pendidikan juga tidak
merata: koefisien perbedaan nilai ujian sekolah menengah naik dari 0,09 di tahun 2006
menjadi 0,15 di tahun 2015, yang menunjukkan adanya kesenjangan yang semakin
melebar dalam hasil belajar94.
Gambar B.6: Indonesia adalah salah satu negara yang Gambar B.7:... dan juga kurang membelanjakan di
membelanjakan paling sedikit untuk sektor kesehatan sektor bantuan sosial dibandingkan dengan negara-
di dunia… negara berkembang lainnya
(belanja pemerintah secara umum untuk kesehatan, persen dari (belanja pemerintah untuk program bantuan sosial, persen dari
PDB) PDB)
6 3.5
5 3
Rata-rata untuk negara-negara Rata-rata untuk negara-negara
4 berpenghasilan menengah ke bawah: 2.5 berpenghasilan menengah ke
3,0 persen bawah: 1,5 persen
2
3
1.5
2
1
1 0.5
0 0
Sumber: WDI, Kementerian Keuangan, perhitungan staf Bank Sumber: ASPIRE (the Atlas of Social Protection - Indicators of
Dunia Resilience and Equity, Atlas Perlindungan Sosial - Indikator
Catatan: Data untuk Indonesia mengacu pada data tahun 2016 Ketahanan dan Kesetaraan) Bank Dunia, perhitungan staf Bank
dan termasuk belanja daerah. Data untuk negara-negara lain Dunia
mengacu pada data tahun 2014. Catatan: Data untuk Filipina mengacu pada data tahun 2013-14,
Tiongkok (2014), India (2016), Indonesia dan negara-negara lain
(2015).
… sebagian karena Sampai dengan tahun 2015, sebagian besar penerimaan yang diperoleh selama ledakan
pengeluaran yang komoditas (commodity boom) dibelanjakan untuk subsidi energi yang regresif. Pada
tinggi untuk subsidi tahun 2012, Pemerintah membelanjakan seperlima dari anggarannya atau 4,0 persen
energi yang regresif dari PDB untuk subsidi energi, sekitar empat kali lipat dari jumlah yang dibelanjakan
di masa lalu… untuk bantuan sosial. Subsidi tidak berkontribusi secara berarti terhadap
pertumbuhan, dan penetapan targetnya tidak dilakukan dengan baik, dengan hanya
sekitar 35 persen-nya yang menjangkau rumah tangga miskin dan rentan (Gambar
B.8). Sebagai perbandingan, dana bantuan sosial langsung seperti PKH dan BLSM98
jauh lebih progresif, dengan sekitar 60 persen dan 40 persen masing-masing
menjangkau rumah tangga miskin dan rentan (Gambar B.9). Namun demikian,
bantuan langsung tersebut hanya menyumbang sekitar 5 persen dari total pengeluaran
atau 0,9 persen dari PDB di tahun yang sama.
Gambar B.8: Hingga saat ini, sekitar seperlima dari Gambar B.9:... daripada untuk bantuan langsung
anggaran dibelanjakan untuk subsidi energi yang tunai yang progresif untuk bantuan sosial
regresif… (pangsa dari manfaat yang diterima menurut desil konsumsi)
(pangsa dari manfaat yang diterima menurut desil konsumsi)
35
Listrik
Electricity LPG ++kerosene
LPG minyak BBM
Fuel 50 PKH BLSM
tanah
45
30
40
25 35
30
20
25
15 20
15
10
10
5 5
0 0
Sumber: Susenas 2015, perhitungan staf Bank Dunia Sumber: Susenas 2015, perhitungan staf Bank Dunia
… tetapi juga karena Tingkat pengeluaran Indonesia yang sebesar 14,6 persen dari PDB di tahun 2017
realisasi penerimaan adalah kurang dari setengah dari pengeluaran rata-rata negara-negara pasar
yang lemah, yang berkembang lainnya99, menjadikan Indonesia sebagai pembelanja yang kecil
membatasi dibandingkan dengan negara-negara setara (Gambar B.10). Bahkan selama
keseluruhan pagu berlangsungnya ledakan komoditas, total belanja pemerintah nasional hanya mencapai
anggaran (resource 20 persen dari PDB. Realisasi penerimaan yang rendah merupakan penyebab utama
envelope) dari rendahnya tingkat pengeluaran di sektor-sektor prioritas yang penting bagi
pertumbuhan inklusif. Rasio penerimaan terhadap PDB Indonesia rendah: sebesar
12,2 persen di tahun 2017, dibandingkan dengan rata-rata negara-negara berkembang
sebesar 27,8 persen (Gambar B.11)100. Belanja juga sebagian dibatasi oleh batas defisit
fiskal sebesar 3,0 persen dari PDB. Namun demikian, mengingat pentingnya
pengelolaan fiskal yang bijaksana (prudent) untuk mempertahankan pertumbuhan,
98 Bantuan Langsung Sementara Masyarakat adalah bantuan langsung tunai sementara, yang tepat
waktu dan didistribusikan kepada masyarakat miskin sebagai tanggapan terhadap guncangan harga
seperti pemotongan subsidi energi.
99 Rata-rata rasio pengeluaran pemerintah terhadap PDB untuk 39 negara pasar berkembang, termasuk
Indonesia adalah sebesar 35,4 persen di tahun 2016. Lihat IMF (2017b).
100 Negara-negara dan sumber data yang sama seperti di atas.
Gambar B.10: Tingkat belanja pemerintah di Gambar B.11:... terutama karena rasio penerimaan
Indonesia relatif rendah terhadap PDB yang rendah
(Sumbu Y: Belanja pemerintah secara umum, persen dari PDB, Sumbu Y: Penerimaan pemerintah secara umum, persen dari PDB,
2016; Sumbu X: log dari PDB per kapita di tahun 2011 (paritas 2016; Sumbu X: log dari PDB per kapita di tahun 2011 (paritas
daya beli, PPP)) daya beli, PPP))
60 60
50 50 South
Africa
Brazil
40 40
30 Malaysia 30 Peru
Colombia Singapore
20 20
Thailand
Philippines Malaysia
10 Indonesia 10
Philippines Indonesia Thailand
0 0
8 9 10 11 12 8 9 10 11 12
Sumber: Pemantauan Fiskal IMF, perhitungan staf Bank Dunia Sumber: Pemantauan Fiskal IMF, perhitungan staf Bank Dunia
Efektivitas belanja di Alasan yang kedua mengapa belanja Pemerintah memiliki dampak yang terbatas pada
sektor-sektor pertumbuhan inklusif adalah karena pengeluaran tidak selalu mengarah pada hasil
pendorong yang lebih baik. Meskipun belanja Pemerintah Pusat untuk jalan nasional meningkat
pertumbuhan enam kali lipat secara riil antara tahun 2005-2015, hal tersebut tidak menyebabkan
inklusif terbatas – adanya peningkatan kuantitas dan kualitas jalan secara bersamaan. Pembangunan jalan
misalnya di sektor relatif konstan sebesar 2.000-3.000 kilometer per tahun dan hanya 60 persen dari
infrastruktur … jaringan jalan nasional ini berada dalam kondisi yang baik. Hal ini sebagian disebabkan
oleh karena perawatan jalan yang lebih mahal oleh karena standar desain yang lebih
tinggi dan meningkatnya penggunaan beton sebagai pelapis jalan di koridor-koridor
jalan utama, tetapi juga belanja yang tidak mencukupi untuk pemeliharaan. Demikian
pula, meskipun terdapat peningkatan tujuh kali lipat dalam hal belanja pemerintah
pusat secara riil di sektor sektor penyediaan air minum sejak tahun 2005-2013,
penggunaan air ledeng untuk keperluan minum telah turun hampir sepertiga dan
penggunaan untuk tujuan pembersihan pada umumnya tetap tidak berubah.
Bentuk lain dari belanja infrastruktur yang tidak efisien adalah penggunaan dana
pemerintah untuk proyek-proyek yang dapat dibangun oleh sektor swasta. Sektor
swasta dapat membangun infrastruktur secara lebih efisien dan dengan nilai yang
sepadan dengan biayanya (value for money) yang lebih baik dibandingkan dengan
pengadaan pemerintah yang pada umumnya dilakukan. Namun demikian, investasi
swasta di sektor infrastruktur telah menurun dari 19 persen rata-rata selama tahun
2006-2010 menjadi rata-rata 9 persen antara tahun 2011-2015101. Salah satu tantangan
dalam upaya untuk menarik sektor swasta adalah kurangnya mekanisme yang
sistematis untuk alokasi proyek antara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan sektor
swasta. Badan Kontrak Pemerintah (Government Contracting Authorities, GCAs)
menetapkan apakah proyek didanai oleh pemerintah atau swasta di tahap awal
pengembangan proyek, tanpa kriteria yang jelas untuk menetapkan proyek mana yang
harus ditenderkan secara kompetitif dan mana yang harus diserahkan kepada BUMN.
Akibatnya, proyek-proyek yang layak banyak yang diserahkan kepada BUMN,
mengurangi jumlah proyek infrastruktur secara keseluruhan yang dapat dibangun
dalam pagu anggaran yang diberikan.
102 Sejak dikeluarkannya perubahan UUD di tahun 2002, Pemerintah diharuskan untuk mengalokasikan
setidaknya 20 persen dari total APBN untuk belanja pendidikan. Mandat dari peraturan tersebut
sepenuhnya dipenuhi untuk pertama kalinya di tahun 2009. Saat ini, belanja pemerintah untuk
pendidikan di Indonesia sebanding dengan negara-negara setara dan tidak jauh dari rata-rata negara-
negara anggota OECD sebesar 5,3 persen dari PDB.
103 Pada tahun 2014, Rasio Siswa-Guru (Student-Teacher Ratio, STR) untuk sekolah dasar di Indonesia
adalah 1:17, dibandingkan dengan 1:14 untuk rata-rata negara-negara berpenghasilan tinggi dan 1:29 di
negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah.
104 Lihat Bank Dunia (2018d) dan De Ree dkk. (2017).
105 Parandekar dan Sedmik (2016) menunjukkan bahwa Vietnam mengungguli negara-negara setara di
tes PISA karena tingkat akses yang lebih tinggi terhadap pra-sekolah, investasi di infrastruktur sekolah,
dan faktor budaya.
Di sektor Selain itu, dalam sektor pendidikan, pengeluaran tidak selalu dialokasikan untuk
pendidikan, belanja intervensi dengan potensi dampak terbesar pada pertumbuhan inklusif. Meskipun
tidak selalu terbukti manfaat investasi dalam pendidikan dan pengembangan anak usia dini
dialokasikan untuk (PAUD)106, sumber daya yang dihabiskan untuk PAUD rendah. Hal ini terutama
intervensi dengan mempengaruhi perkembangan kognitif anak-anak yang lebih miskin: seorang anak
dampak yang paling berusia empat tahun yang lahir di kelompok 20 persen rumah tangga termiskin hanya
tinggi … memiliki peluang sebesar 16 persen untuk dapat mengikuti layanan PAUD, sementara
seorang anak berusia empat tahun dari kelompok 20 persen rumah tangga terkaya
memiliki peluang sebesar 40 persen untuk melakukannya107.
… sementara Skema bantuan sosial yang ada tidak dapat mengatasi ketimpangan peluang dalam
dukungan keuangan pendidikan ini secara memadai. Terlepas dari perluasan Program Indonesia Pintar
yang tidak tepat (PIP), bantuan langsung tunai diberikan kepada siswa yang terdaftar atau anak-anak
sasaran untuk usia sekolah dari 25 persen rumah tangga termiskin, hampir setengah dari anak-anak
sekolah justru yang memenuhi syarat dari kelompok 20 persen rumah tangga termiskin tidak dapat
menyerap sumber bersekolah di sekolah menengah atas di tahun 2016. Hal ini sebagian besar karena
daya yang langka masih adanya kesenjangan yang besar antara biaya sekolah dan nilai bantuan langsung
tunai PIP, terutama di tingkat sekolah menengah atas108. Meskipun programnya
progresif, program tersebut tidak ditargetkan dengan baik: 36 persen dari mereka yang
tidak miskin mendapat manfaat dari PIP di tahun 2016109. Anak-anak yang lebih
miskin dengan demikian masih memiliki kemungkinan yang kecil untuk mendapatkan
tingkat pendidikan yang lebih tinggi, dan lebih mungkin untuk putus sekolah: sekitar
sepertiga anak dari keluarga termiskin yang terdaftar di sekolah menengah pertama
tidak melanjutkan ke tingkat menengah atas, dibandingkan dengan 17 persen anak-
anak dari keluarga terkaya (Gambar B.13).
Belanja yang tidak Efektivitas belanja di sektor Gambar B.14: Stunting (kekerdilan, gangguan
efektif di sektor kesehatan, terutama di pertumbuhan pada anak) memiliki dampak lebih
kesehatan dan tingkat daerah tetap kurang besar pada anak-anak yang lebih miskin
bantuan sosial juga optimal, sebagian (persen anak-anak balita yang menderita stunting, menurut desil
penghasilan)
membatasi dampak menghasilkan ketimpangan
belanja publik pada dalam skala regional dan Poorest
Termiskin Second
Kedua Middle
Menengah Fourth
Keempat Richest
Terkaya
60
kualitas sumber daya ketimpangan terkait
manusia … penghasilan yang besar dalam 50
hasil kesehatan di seluruh
negeri. Angka kematian ibu 40
(AKI) tetap tinggi di
Indonesia, sebesar 126 per 30
100.000 kelahiran hidup, jauh
20
di atas target SDG 2030 yang
kurang dari 70 per 100.000 10
kelahiran hidup. Pada saat
yang sama, 37 persen anak 0
2007 2013
balita mengalami stunting, dan
stunting berdampak lebih Sumber: Riskesdas 2007 dan 2013, perhitungan staf Bank
Dunia
106 Setiap dolar yang diinvestasikan dalam program pendidikan anak usia dini yang berkualitas tinggi
dapat menghasilkan antara USD 6-17 sebagai imbalannya. Lihat Engle dkk. (2011).
107 Lihat World Bank (2017a) untuk pembahasan lebih lanjut.
108 Lihat World Bank (2017f).
109 Perhitungan staf Praktik Pendidikan Global Bank Dunia dengan menggunakan data Susenas (2016).
Transfer dari Pemerintah daerah berperan penting dalam pemberian layanan di sektor-sektor
pemerintah pusat prioritas yang dibahas di atas. Pemerintah pusat memiliki mekanisme yang terbatas
tidak cukup untuk mempengaruhi atau memberi insentif pada penginkatan keluar dan hasil dari
mengatasi penggunaan sumber daya di tingkat daerah. Selain itu, transfer fiskal dari Pemerintah
ketimpangan Pusat ke kabupaten dan desa tidak cukup mengatasi ketimpangan regional. Distribusi
regional, atau dana bantuan/transfer pemerintah, seperti Dana Alokasi Umum, DAU dan Dana
memberi insentif Desa memprioritaskan ‘alokasi dasar’ yang sama di seluruh kabupaten dan desa tanpa
pada kinerja memandang jumlah penduduk dan kebutuhan pembangunan masing-masing wilayah,
daripada distribusi ‘per kapita’ yang memperhitungkan faktor-faktor tersebut113.
Akibatnya, mereka yang tinggal di kabupaten yang berpenduduk lebih banyak
menerima dana bantuan 8 kali lebih sedikit per kapita dibandingkan dengan warga di
kabupaten yang jumlah penduduknya paling sedikit. Hal ini membatasi ketersediaan
sumber daya bagi pembangunan infrastruktur dan kebutuhan pembangunan lainnya
di daerah perkotaan yang lebih besar.
Kualitas belanja telah Upaya yang baru-baru ini dilakukan oleh Pemerintah telah sedikit meningkatkan
meningkat dalam dampak kebijakan fiskal pada penurunan ketimpangan. Setelah memperhitungkan
beberapa tahun berbagai instrumen kebijakan fiskal – pajak, dana transfer, pajak tidak langsung dan
terakhir, dengan
beberapa dampak
pada pertumbuhan
inklusif
110 Lihat Bank Dunia (2016b) untuk pembahasan yang lebih rinci
111 Menurut analisis oleh Badan Kebijakan Fiskal (2018), setiap Rp 1 triliun yang dikeluarkan untuk
PKH dapat mengurangi kemiskinan dan ketimpangan masing-masing sebesar 0,08 poin persentase dan
0,03 poin Gini.
112 Lihat World Bank (2017f) untuk pembahasan yang lebih rinci.
113 77 persen dana dari Dana Desa dialokasikan berdasarkan alokasi dasar (alokasi yang sama untuk
setiap desa); 3 persen dialokasikan untuk daerah tertinggal, dan 20 persen sisanya dialokasikan sesuai
dengan formula yang mencakup jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin, luas wilayah desa, dan
kesulitan geografis.
subsidi, dan bantuan dalam bentuk natura114 seperti di sektor kesehatan dan pendidikan,
koefisien Gini menurun dari 0,41 menjadi 0,37 di tahun 2015 (Gambar B.15). Ini
merupakan peningkatan dari tahun 2012. Demikian pula, dengan memperhitungkan
pajak, dana transfer, pajak tidak langsung dan subsidi, angka kemiskinan menurun
sebesar 2,6 persentase poin dari 14,3 persen menjadi 11,7 persen – peningkatan dari
tahun 2012 ketika angka kemiskinan menurun sebesar 1,0 poin persentase (Gambar
B.16). Meskipun demikian, besaran ini tetap kecil jika dibandingkan dengan negara-
negara berkembang dan negara-negara maju lainnya seperti yang telah ditunjukkan
sebelumnya.
Gambar B.15: Kebijakan Fiskal menurunkan Gambar B.16:... dan memiliki dampak yang lebih
ketimpangan sedikit lebih banyak di tahun 2015 besar terhadap kemiskinan di tahun 2015
dibandingkan dengan tahun 2012… dibandingkan dengan tahun 2012
(poin Gini) (Angka kemiskinan, persen dari jumlah penduduk)
0.45 2012 2015 15 2012 2015
14.3
0.44 14.5
0.43 14
0.42 0.42
0.42 0.41 13.5
0.41 13
0.4 0.39 12.5 12.9
0.41 11.9
0.39 12 11.6
0.40 0.39
0.38 11.5
0.37 11 11.67
0.37 10.5 11.22
0.36
0.35 10
Penghasilan Penghasilan Final
Penghasilan Consumable Penghasilan Penghasilan
Market pasar
income Penghasilan
Disposable yang Penghasilan
Consumable yang
Market Disposable income
pasar siap untuk yang
yangincome dapat akhir siap untuk dapat dikonsumsi
income income income
dibelanjakan income
dibelanjakan dikonsumsi
Sumber: Tiwari dkk. (2018) dan Jellema dkk. (2017) berdasarkan data Susenas dari tahun 2012 dan 2015
Catatan: Penghasilan pasar mengacu pada upah, gaji dan penghasilan pribadi lainnya sebelum membayar pajak atau menerima dana
bantuan. Penghasilan yang dapat dibelanjakan memperhitungkan dampak dari pajak, yang dikurangkan dari penghasilan, dan bantuan
langsung, yang menambah penghasilan. Penghasilan yang dapat dibelanjakan atau dikonsumsi disesuaikan lebih lanjut dengan pajak
tidak langsung / subsidi. Penghasilan akhir mempertimbangkan lebih lanjut dampak peningkatan kesejahteraan dari layanan publik
bersubsidi seperti kesehatan dan pendidikan.
Pemerintah telah Pemerintah baru-baru ini membelanjakan lebih banyak di sektor-sektor yang penting
mengalokasikan bagi pertumbuhan inklusif. Pada tahun 2015, Pemerintah menghapus subsidi bensin,
belanja ke sektor- memicu timbulnya pergeseran yang penting dalam pengeluaran dari subsidi energi
sektor prioritas yang regresif ke arah investasi yang lebih tinggi dalam modal manusia dan fisik. Total
untuk pertumbuhan belanja untuk subsidi energi turun dari 3,7 persen dari PDB di tahun 2014 menjadi
inklusif… 1,4 persen dari PDB di tahun 2016115, sementara belanja untuk sektor infrastruktur
dan kesehatan masing-masing meningkat menjadi 1,9 persen dari PDB dan 1,4 persen
dari PDB (Gambar B.17)116. Pada tahun 2017, pemerintah juga meningkatkan
114 Dampak dari kebijakan fiskal terhadap ketimpangan dapat diperkirakan dengan menggunakan
analisis insiden. Penghasilan pasar mengacu pada upah, gaji dan penghasilan pribadi lainnya sebelum
membayar pajak atau mendapat dana bantuan. Penghasilan yang dapat dibelanjakan memperhitungkan
pajak dan dana bantuan; penghasilan yang dapat dibelanjakan kemudian menyesuaikan untuk pajak
tidak langsung/subsidi, dan penghasilan akhir juga memperhitungkan dampak pengurangan
ketimpangan dari layanan publik bersubsidi seperti kesehatan dan pendidikan. Informasi ini tidak
tersedia di negara-negara OECD, maka Gambar B.4 hanya membandingkan penghasilan pasar dan
penghasilan yang dapat dibelanjakan. Untuk informasi lebih lanjut lihat Lampiran 1.
115 Di tahun 2017, belanja untuk subsidi energi (listrik, solar dan LPG) mencapai sekitar Rp 90 triliun.
116 Dibandingkan dengan masing-masing 1,4 persen dan 1,1 persen dari PDB di tahun 2014.
penetapan target subsidi listrik dengan memindahkan para pelanggan listrik dengan
daya 900 VA dari rumah tangga yang tidak miskin dan tidak rentan ke dalam tarif non-
subsidi. Jumlah yang dialokasikan di bawah Dana Alokasi Khusus (DAK), yang
dirancang untuk meningkatkan infrastruktur lokal, telah meningkat pada tingkat
pertumbuhan tahunan gabungan sebesar 30 persen secara nominal dari tahun 2008
hingga 2016. Meskipun belanja untuk bantuan sosial keseluruhan masih rendah,
sebesar 0,4 persen dari PDB, belanja untuk PKH, program kesejahteraan yang paling
berpihak kepada masyarakat miskin117, telah meningkat secara absolut menjadi lebih
dari Rp 8 triliun, sejalan dengan perluasan dari 3,2 juta rumah tangga menjadi 6 juta
rumah tangga di tahun 2017. Pada tahun 2018, pemerintah merencanakan untuk
meningkatkan program ini hingga mencakup 10 juta rumah tangga; sebagai akibatnya,
anggaran yang dialokasikan untuk bantuan sosial hampir dua kali lipat dari tahun
2016-2017.
… dan sedikit Pada tahun 2015, Pemerintah juga mulai menyalurkan Dana Desa kepada 75.000 desa,
meningkatkan sebesar Rp 60 triliun atau 0,4 persen dari PDB di tahun 2018. Sementara desain
distribusi alokasi keseluruhan sistem transfer fiskal masih memprioritaskan pemerataan dana di seluruh
Dana Desa daerah terlepas dari kebutuhan pembangunan yang ada di daerah, telah ada
peningkatan baru-baru ini dalam penyaluran Dana Desa. Pada tahun 2018, 20 persen
dari dana tersebut akan disalurkan sesuai dengan rumus per kapita yang
mempertimbangkan jumlah penduduk dan kebutuhan desa, dibandingkan dengan 10
persen sebelumnya.118
Gambar B.17: Pengeluaran untuk subsidi energi yang Gambar B.18: … dan pembelanjaan untuk PKH telah
regresif telah dialihkan ke infrastruktur… menjadi lebih berpihak kepada masyarakat miskin
(persen dari belanja Pemerintah Pusat tidak termasuk transfer ke (Sumbu Y: pangsa manfaat PKH, sumbu X: desil konsumsi rumah
pemerintah daerah) tangga)
30% 50 2012 2015
28% Infrastruktur
Infrastructure
Kesehatan
Health 45
25%
Pendidikan
Education 40
Perlindungan sosial
Social protection
35
20% Subsidi
Energy energi
subsidies
30
15% 25
20
10%
15
6% 10
5%
5
0% 0
2014 2015 2016* 2017* 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sumber: Kementerian Keuangan, perhitungan staf Bank Dunia Sumber: Tiwari dkk. (2018) dan Jellema dkk. (2017) berdasarkan
Catatan: Data tahun 2014-2015 mengacu pada belanja aktual, data data Susenas dari tahun 2012 dan 2015
tahun 2016 dan 2017 mengacu pada belanja yang dianggarkan.
Infrastruktur hanya mencakup belanja kementerian lini dan tidak
termasuk dana suntikan modal dari suntikan kementerian lini ke
BUMN.
Pemerintah sedang Beberapa program bantuan sosial telah menjadi lebih berpihak pada masyarakat
berusaha untuk miskin: pada tahun 2015, 60 persen dari manfaat PKH diterima oleh masyarakat
membelanjakan dalam kelompok 20 persen terbawah, dibandingkan dengan 50 persen di tahun 2012
117 Lihat pembahasan terperinci di World Bank (2017f).
118 Lihat Kementerian Keuangan (2018).
lebih baik lagi (Gambar B.18). Pemerintah juga berusaha untuk meningkatkan pelaksanaan program
dengan membuat bantuan sosial lainnya: pada tahun 2017, Pemerintah memulai uji coba dengan 5 juta
program bantuan rumah tangga untuk meningkatkan penyaluran subsidi pangan dengan
sosial lebih berpihak mengintegrasikan Rastra ke dalam sistem pengiriman melalui e-voucher yang lebih
pada masyarakat bertanggung jawab di bawah program BPNT (Bantuan Pangan Non-Tunai). Program
miskin… ini diharapkan dapat mengurangi kebocoran bantuan tersebut kepada rumah tangga
yang bukan rumah tangga sasaran dan untuk mendukung keuangan inklusi.
Pemerintah berencana untuk mengakhiri program Rastra sepenuhnya pada tahun
2018 dengan meningkatkan BPNT ke 10 juta rumah tangga yang tersisa, meskipun
masalah pada penyaluran e-voucher dan mengkomunikasikan perubahan ini kepada para
penerima manfaat119 dapat menunda rencana ini.
… dan memiliki Pemerintah juga telah menyatakan niatnya untuk meningkatkan penetapan sasaran
beberapa rencana bagi subsidi energi yang tersisa untuk rumah tangga miskin dan rentan. Di antara
untuk menata ulang rencana yang digariskan untuk tahun 2018 adalah: (i) mengembangkan jaringan gas
subsidi energi lebih kota untuk mengoptimalkan penyaluran LPG120 dan meningkatkan penetapan sasaran
lanjut bagi subsidi LPG untuk rumah tangga miskin; dan (ii) membatasi subsidi listrik hanya
untuk pelanggan pasokan listrik berdaya 450 volt-ampere (VA) dan 900VA yang
terdaftar sebagai penerima manfaat bantuan kesejahteraan.121
b. …tetapi belanja yang lebih baik tetap menjadi tantangan di banyak bidang
Indonesia harus Untuk mencapai target pembangunan Indonesia, sebagaimana tercantum dalam
membelanjakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), total belanja tambahan
lebih banyak lagi di bersih tahunan Pemerintah yang diperlukan diperkirakan sebesar sekitar 4 persen dari
sektor-sektor PDB di tahun 2020 (Gambar B.19). Sementara belanja di bidang ini telah meningkat
prioritas untuk baru-baru ini, seperti yang dibahas di bagian sebelumnya, tingkat belanja tetap rendah
pertumbuhan dibandingkan dengan target Pemerintah dan kebutuhan Indonesia. Di sektor
inklusif… infrastruktur, untuk mencapai target Pemerintah sebesar USD 500 miliar dalam
investasi tambahan di tahun 2020 akan membutuhkan peningkatan investasi publik
menjadi 4,9 persen dari PDB per tahun. Di sektor kesehatan, untuk dapat sepenuhnya
melaksanakan program cakupan layanan kesehatan universal membutuhkan
peningkatan belanja kesehatan pemerintah (tidak termasuk belanja pada Sistem
Jaminan Sosial Nasional) menjadi sebesar sekitar 2,3 persen dari PDB per tahun. Di
sektor bantuan sosial, belanja harus dilipat-gandakan menjadi 1,1 persen dari PDB di
tahun 2020 untuk memungkinkan terlaksananya perluasan program bagi kaum miskin
dan rentan.
... dengan lebih jauh Peningkatan pendanaan untuk sektor-sektor prioritas dapat dicapai dengan
lagi melakukan melakukan realokasi pengeluaran terhadap subsidi yang tidak produktif. Meskipun
realokasi reformasi baru-baru ini telah dilakukan, pengeluaran untuk subsidi energi yang kurang
pengeluaran tepat sasaran dan regresif masih menyumbang 0,7 persen dari PDB atau sebesar 7,4
terhadap subsidi persen dari total anggaran pada tahun 2017122. Sementara melindungi rumah tangga
yang tidak tepat miskin dan rentan dari harga energi yang lebih tinggi adalah tujuan yang layak dipuji,
sasaran… mekanisme alternatif, terutama dana bantuan langsung sosial, akan lebih efektif dan
efisien dibandingkan dengan memberikan subsidi energi123. Selain itu, penataan
ulang/rasionalisasi lebih lanjut dari subsidi non-energi dapat meningkatkan efisiensi
bagi masyarakat miskin dan rentan. Lihat Gambar B.8 dan Gambar B.9 sebelumnya.
belanja. Subsidi pupuk, program Rastra, dan program subsidi bunga kredit adalah tiga
program subsidi non-energi yang terbesar (Gambar B.20), yang menghabiskan 0,4
persen dari PDB atau 4,1 persen dari APBN di tahun 2017.
Gambar B.19: Indonesia harus membelanjakan lebih Gambar B.20:... dan menciptakan ruang fiskal untuk
banyak lagi untuk infrastruktur, kesehatan, dan melaksanakannya dengan mengurangi subsidi lebih
bantuan sosial … banyak lagi
(persen dari PDB) (Sumbu Y: Rp triliun, sumbu sekunder: persen dari PDB)
Subsidinon-energy
Other non energisubsidies
lainnya
Tingkat
Current belanja
level of saat ini
spending Pupuk
Fertilizer
Perkiraan
Estimatestingkat belanja
of needed levelyang diperlukan
of spending
500
Makanan
Food 5.0
6 Listrik
Electricity
4.9 BBM
Fuel
5 subsidi (%(%
Total subsidies PDB)
GDP)
400 4.0
4
300 3.0
3 2.4
2.3
200 2.0
2 1.4
1.1
1 0.6 100 1.0
0
Kesehatan Bantuan sosial Infrastructure,
Infrastruktur,incl. 0 -
Health Social assistance
termasuk perumahan
housing
Sumber: Kementerian Keuangan, perhitungan staf Bank Dunia Sumber: Kementerian Keuangan, perhitungan staf Bank Dunia
Catatan: Hanya mengacu pada belanja Pemerintah. Catatan: Data untuk tahun 2017 mengacu pada data realisasi
awal, data untuk semua tahun lainnya mengacu pada data
realisasi yang sudah diaudit.
… dan dengan Di sektor-sektor prioritas seperti infrastruktur, usulan yang terperinci dan tepat untuk
memanfaatkan semua proyek infrastruktur harus dipersiapkan, apakah proyek-proyek tersebut pada
partisipasi sektor akhirnya didanai oleh pemerintah atau swasta. Usulan tersebut harus menyediakan
swasta di sektor- data yang cukup untuk membuat keputusan pendahuluan mengenai metode
sektor prioritas pelaksanaan proyek, sebelum proses penyusunan APBN dilakukan. Penanggung
Jawab Proyek Kerja Sama/PJPK (Government Contracting Agencies, GCA) berdasarkan
Undang-Undang APBN diwajibkan untuk menunjukkan bahwa suatu proyek tidak
dapat memobilisasi modal swasta sebelum mencari pendanaan melalui APBN. Selain
itu, PJPK hanya boleh menyerahkan proyek kepada BUMN apabila investasi swasta
dan pembiayaan komersial tidak tersedia. Akhirnya, PJPK hanya dapat meminta
dukungan pemerintah sejauh dukungan ersebut mutlak diperlukan agar proyek
mampu memenuhi persyaratan perbankan (bankable).
Indonesia harus Untuk memastikan bahwa pengeluaran yang lebih tinggi dapat membawa hasil yang
terus meningkatkan lebih baik, perbaikan yang lebih berarti juga diperlukan di tingkat sektoral dan di
efektivitas belanja di tingkat daerah, di mana yang terakhir ini menyumbang setengah dari belanja
tingkat pusat dan pemerintah. Seperti yang telah disebutkan, peningkatan kualitas belanja sangat penting
daerah… oleh karena sepertiga dari penurunan ketimpangan karena kebijakan fiskal di negara-
negara maju berasal dari pengeluaran, daripada kebijakan perpajakan124. Mengingat
sumber daya Indonesia yang terbatas, penting bahwa setiap Rupiah dari sumber daya
wajib pajak diupayakan untuk menjadi keluaran dan hasil yang lebih baik di semua
sektor pengeluaran publik di tingkat pusat dan daerah, tetapi terutama di sektor-sektor
yang memiliki potensi terbesar untuk menurunkan ketimpangan dan meningkatkan
pertumbuhan, yaitu: sektor infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan bantuan sosial.
…melalui Saat ini, oleh karena adanya perbedaan dalam penetapan sasaran dan pelaksanaannya,
pengintegrasian hanya sedikit rumah tangga miskin dan rentan yang menerima paket manfaat
program bantuan kesejahteraan yang ‘lengkap’: pada tahun 2014, hanya lebih dari 2 persen rumah tangga
sosial yang lebih miskin menerima semua empat program bantuan sosial utama (Rastra, JKN-PBI, PIP,
baik… dan PKH). Integrasi antar program yang lebih baik akan memungkinkan rumah
tangga untuk mengkonsumsi lebih banyak dan lebih baik untuk menanggapi
guncangan, yang berpotensi mengisolasi individu dan rumah tangga dari dampak
negatif jangka panjang. Simulasi menunjukkan bahwa dengan mengintegrasikan
program-program ini ke dalam satu manfaat akan memberikan dorongan signifikan
terhadap pengeluaran untuk konsumsi kepada rumah tangga yang layak, yang setara
dengan sekitar 14 hingga 21 persen dari anggaran rumah tangga sasaran rata-rata125.
Hal ini juga diharapkan dapat menyebabkan pengurangan kemiskinan, kerentanan,
dan ketimpangkan yang lebih besar dibandingkan dengan skenario yang ada saat ini.
…dan dengan Mengalihkan sumber daya ke program-program intervensi yang secara khusus
merealokasikan menangani kesenjangan peluang juga merupakan hal yang sangat penting. Di bidang
belanja di beberapa pendidikan, misalnya, dengan mengalokasikan lebih banyak dana untuk pendidikan
sektor, terutama di dan pengembangan anak usia dini akan meningkatkan keuntungan pembelajaran
sektor pendidikan, jangka panjang dan berkontribusi pada penurunan angka stunting lebih lanjut.
untuk membantu Mengalokasikan sumber daya ke bantuan langsung yang progresif di bidang
mengurangi pendidikan, misalnya dengan meningkatkan besarnya manfaat dan meningkatkan
kesenjangan lebih lanjut penargetan beasiswa Program Indonesia pintar, juga akan membantu
kesempatan meningkatkan angka partisipasi di antara masyarakat miskin. Selain itu, dengan
menghubungkan tunjangan profesional guru secara lebih langsung dengan kinerja dan
memulai mekanisme sertifikasi ulang guru secara ketat dapat membantu Pemerintah
untuk mengatasi keterputusan antara pengeluaran yang tinggi pada gaji dan tunjangan
guru dengan hasil pembelajaran yang buruk.
… serta belanja yang Di sektor kesehatan, merealokasikan pengeluaran untuk program-program intervensi
lebih efektif di sektor promotif dan preventif (pencegahan), daripada intervensi yang kuratif, akan lebih
kesehatan, di efektif dalam mencapai hasil kesehatan yang lebih baik. Selanjutnya, mempercepat dan
samping meningkatkan proses akreditasi fasilitas kesehatan untuk memastikan kesiapan di sisi
peningkatan belanja persediaan dan kualitas layanan di seluruh fasilitas kesehatan akan meningkatkan hasil
yang lebih tinggi… kesehatan, terutama di daerah-daerah terpencil. Pemerintah pusat dapat menggunakan
sistem transfer fiskal antar pemerintahan yang sudah ada seperti DAK dan
pembayaran kapitasi asuransi kesehatan (JKN) untuk mendorong fasilitas kesehatan
untuk dapat meraih akreditasi. Insentif dan program yang lebih baik untuk membantu
mengatasi kekurangan tenaga kesehatan di daerah-daerah terpencil juga sangatlah
penting.
… dan Memberi insentif dan melengkapi kabupaten dan desa dengan sumber daya yang
meningkatkan dibutuhkan untuk menyediakan layanan dasar juga merupakan kunci dalam
efektivitas transfer ke memastikan tidak ada wilayah yang tertinggal. Sejalan dengan yang dilakukan sebagian
pemerintah daerah besar negara yang menormalkan ukuran kebutuhan jumlah pengeluaran dan kapasitas
fiskal sesuai dengan basis per kapita, Indonesia harus beralih ke formula per kapita
dalam transfer antar pemerintahannya, daripada desain yang ada saat ini. Untuk DAU,
Pemerintah dapat mengurangi porsi alokasi dasar dari formula, yang mengasumsikan
kebutuhan jumlah pegawai dan mendanai seluruh gaji pegawai negeri sipil daerah.
125Lihat World Bank (2017f) untuk pembahasan yang lebih terinci mengenai manfaat mengintegrasikan
program-program ini.
Demikian pula untuk Dana Desa, Pemerintah harus mengalokasikan proporsi yang
lebih besar dari formula tersebut dengan basis per kapita126. Namun demikian,
terdapat kasus yang tepat untuk pemberian dana transfer khusus untuk daerah-daerah
tertinggal, banyak dari daerah tersebut adalah daerah yang terpencil dan jarang
penduduknya, untuk mengurangi kesenjangan antar daerah dalam hal akses terhadap
layanan. Namun demikian, ini akan lebih baik dilakukan melalui dana transfer khusus,
seperti DAK, yang mencakup kerangka kerja yang jelas, dan dalam kurun waktu
tertentu. Lebih lanjut, Pemerintah harus menetapkan tujuan dan aturan yang jelas
untuk setiap jenis DAK untuk memastikan bahwa DAK tersebut mencerminkan
prioritas nasional dan mengatasi defisit infrastruktur.
Realisasi pungutan Mengingat pentingnya menjaga posisi fiskal dengan kehati-hatian, tidaklah mungkin
pajak di Indonesia bagi Indonesia untuk membelanjakan lebih banyak lagi pada sektor-sektor yang
rendah, di mana penting bagi pertumbuhan inklusif tanpa merealisasikan penerimaan yang juga lebih
nisbahnya terhadap banyak lagi. Penerimaan yang rendah disebabkan oleh penerimaan pajak yang rendah,
PDB terus menurun yang pada gilirannya, turut didorong oleh akumulasi berbagai faktor lainnya, antara
dalam beberapa lain: siklus; struktural; kapasitas administrasi; dan kebijakan pajak (Kotak B.1). Yang
tahun terakhir mengkhawatirkan, rasio pajak telah menurun sejak tahun 2013 (Gambar B.21).
Gambar B.21: Penerimaan pajak telah menurun sejak Gambar B.22: Basis pajak Indonesia terlalu sempit
tahun 2013, namun tanda-tanda pemulihan muncul di (jumlah sebagai nisbah dari total pekerja yang dipekerjakan, persen)
tahun 2017
(persen dari PDB)
12 Tercatat
Registered Kewajiban to
Obligation untuk
file
35 Menyerahkan
Submit annualSPT
returns menyerahkan SPT
Total Pajak 30
10
Total Pajak 25
8 dikurangi AP
20
6 PPh Non Migas
15
PPh Non Migas
4 dikurangi AP
10
PPN & PPnBM
2 PNBP 5
Cukai
PPh Migas 0
0 2013 2014 2015 2016*
2013 2014 2015 2016 2017
Sumber: Data Kemenkeu, perhitungan staf Bank Dunia Sumber: Direktorat Jenderal Pajak, Analisis Bank Dunia
Catatan: Data tahun 2017 didasarkan pada data realisasi awal; AP Catatan: Data tahun 2016 adalah perkiraan dan belum diverifikasi
adalah singkatan dari program amnesti pajak; Non-Migas untuk dalam laporan resmi
non-minyak dan gas; PPh untuk pajak penghasilan; PPN untuk
pajak pertambahan nilai; PPnBM untuk pajak penjualan barang
mewah; PNBP untuk penerimaan negara bukan pajak
126Pada tahun 2018, bagian yang lebih besar dari formula ini akan dialokasikan dengan basis per kapita
(20 persen, dibandingkan dengan 10 persen di tahun-tahun sebelumnya). Lihat Kementerian Keuangan
(2018).
Rasio pajak yang Basis pajak Indonesia saat ini terlalu sempit. Kurang dari 10 persen penduduk
rendah sebagian Indonesia yang memiliki kewajiban untuk menyerahkan SPT tahunan, atau sekitar 15
disebabkan oleh persen dari jumlah pekerja yang dipekerjakan (Gambar B.22). Dibandingkan dengan
basis pajak yang tingkat sebesar 50 persen atau lebih tinggi di banyak negara maju127.
sempit
‘Kualitas’ Indonesia saat ini menduduki peringkat yang lebih rendah pada indikator kemudahan
pemungutan pajak membayar pajak dibandingkan dengan negara-negara setara pada laporan indikator
juga rendah Kemudahan Melakukan Usaha (Doing Business) Bank Dunia (Gambar B.24). Selain itu,
kerumitan yang ada saat ini serta perlakuan yang tidak setara dalam peraturan pajak
meningkatkan inefisiensi sistem pajak, yang menimbulkan dampak negatif pada
pertumbuhan inklusif. Sebagai contoh, pengecualian PPN secara meluas
menghasilkan “efek berjenjang (cascading effect)” di mana beberapa sektor dan/atau
wajib pajak menanggung beban pajak yang lebih tinggi daripada yang seharusnya
mereka tanggung jika PPN dilaksanakan secara merata dan pembebasan tidak
diberikan128. Hal ini merusak kaidah pemerataan PPN, dan mengganggu pertumbuhan
sektor-sektor tersebut serta merugikan wajib pajak yang menanggung beban pajak
yang lebih tinggi 129.
127 Di Inggris, misalnya, 56,2 persen dari jumlah penduduk dewasa (yaitu, baik pekerja maupun non-
pekerja) membayar pajak di tahun 2015-2016. Lihat Institute of Fiscal Studies (2016).
128 Untuk penjelasan tentang masalah “cascading effect” dan bagaimana kaitannya dengan desain PPN,
ketidakefisienan pasar – pent.)” yang terkait dengan pajak meningkat dengan meningkatnya inefisiensi,
sama seperti yang diakibatkan oleh cascading effect.
Kotak B.1: Mengapa rasio pajak terhadap PDB Indonesia sangat rendah?
Berbagai faktor telah berinteraksi selama bertahun-tahun yang menyebabkan rasio pajak terhadap PDB yang rendah
untuk Indonesia. Tantangan yang dihadapi Indonesia dapat dikelompokkan dalam empat tema: 1) siklus; 2) struktural; 3)
kapasitas administrasi; dan 4) kebijakan pajak.
(1) Faktor siklus. Sebagian besar penerimaan Indonesia secara tradisional terkait dengan harga komoditas1. Akibatnya,
total penerimaan turun sekitar 1,6 poin persentase terhadap PDB di tahun 2014-2015 karena jatuhnya harga minyak.
Meskipun terjadi peningkatan dalam harga minyak di tahun 2017, penerimaan negara bukan pajak belum mengalami
peningkatan: menyumbang sekitar 2,3 persen terhadap PDB dibandingkan dengan 3,8 persen pada tahun 2014.
Pendapatan pajak memiliki komponen yang bergantung pada siklus yang lebih luas: karena basis untuk pajak adalah
komponen utama dari kegiatan ekonomi (konsumsi, investasi, dll.), sehingga guncangan secara siklis terhadap
komponen-komponen ini menghasilkan guncangan siklis pula terhadap penerimaan pajak yang terkait. Sebagai
contoh, dampak dari resesi global di tahun 2008 tercermin dalam penurunan tajam pada penerimaan pajak
penghasilan non-migas, yang turun dari 1,6 persen terhadap PDB di tahun 2008 menjadi 0,9 persen terhadap PDB
di tahun 2009.
(1) Struktur perekonomian. Besarnya komponen siklis dari harga komoditas secara langsung terkait dengan adanya
fakta bahwa perekonomian Indonesia tetap bergantung pada sektor ekstraksi sumber daya alam seperti perkebunan
dan pertambangan, khususnya dalam hal ekspor. Kurangnya diversifikasi dari penerimaan sumber daya alam
merupakan salah satu kendala struktural bagi upaya pemungutan penerimaan Indonesia2. Faktor lainnya adalah
besarnya ekonomi informal, yang mewakili sekitar 57 persen tenaga kerja Indonesia3. Aktivitas informal cenderung
memiliki produktivitas yang lebih rendah sehingga kurang mampu menanggung beban perpajakan. Selain itu,
kurangnya digitalisasi atau jejak kertas yang terlibat dalam banyak transaksi informal menyebabkan biaya untuk
mengenakan pajak kepada mereka menjadi lebih Gambar B.23: Ambang batas pendaftaran PPN
sulit dan mahal 4. Indonesia sebagai rasio dari PDB per kapita riil adalah
yang tertinggi di dunia
(1) Kapasitas Administrasi Penerimaan. Badan (Ambang batas PPN sebagai rasio dari PDB per kapita)
penerimaan pajak Indonesia, Direktorat Jenderal
100
Pajak (DJP) menghadapi kendala kapasitas serta
90
kelemahan organisasi yang berat . Kapasitas TI dan
5
80
staf adalah dua bidang yang menghadapi tantangan 70
yang sangat signifikan. Sistem TI di DJP sudah 60
usang dan terbatas kapasitasnya. Selain itu, sebagian 50
besar staf DJP kurang terampil dalam menjalankan 40
fungsi manajemen risiko atau audit. Staf tidak 30
terbantu 20
(1) akibat proses bisnis yang tidak efisien, serta 10
penerapan kebijakan dan peraturan pajak yang 0
terlalu rumit dan terkadang tidak pasti dan tidak
jelas. Kapasitas administrasi penerimaan yang
lemah berkontribusi terhadap basis pajak Indonesia
yang sempit (kapasitas pendaftaran wajib pajak yang
terbatas), dan yang lebih serius adalah terhadap Sumber: Informasi mengenai ambang batas PPN dari vatlive.com;
rasio kepatuhan pajak yang rendah di antara basis data mengenai PDB dari Bank Dunia
Catatan: PDB per kapita adalah untuk tahun 2016 paritas daya beli
pajak yang sudah ada .
6
(PPP); Rasio Filipina dihitung menggunakan ambang batas sebesar
3 juta Peso Filipina, yang hanya berlaku di bulan Januari 2018;
(1) Kebijakan pajak. Rasio pajak yang rendah di ambang batas sebelumnya adalah sebesar 1,9 juta Peso Filipina;
Indonesia juga merupakan produk keputusan atas Vietnam tidak memiliki ambang batas minimum PPN
desain kebijakan pajak. Kebijakan yang kurang optimal ini meliputi: a) pembebasan PPN yang ekstensif; b) ambang
batas pendaftaran PPN yang tinggi (Gambar B.23); c) sistem preferensial yang distortif; d) ambang batas penghasilan
tidak kena pajak yang tinggi untuk pajak penghasilan pribadi; dan e) kurangnya pemanfaatan koreksi eksternalitas
perpajakan tembakau dan perpajakan hijau (green taxes). Banyak dari kebijakan tersebut dirancang dengan tujuan
yang tidak seragam. Bagaimanapun juga, pada akhirnya kebijakan-kebijakan tersebut secara agregat telah
menyebabkan terjadinya penyempitan basis pajak, penurunan beban pajak di beberapa sektor, jenis wajib pajak dan
jenis kegiatan ekonomi, inefisiensi yang lebih besar, dan ruang yang lebih besar untuk penghindaran pajak dan
penggelapan pajak7.
Persoalan yang disorot di atas sudah diketahui oleh staf teknis dan para pembuat kebijakan yang bergulat dengan
perancangan dan penerapan program reformasi pajak Indonesia yang ambisius.
1 Sebagai contoh, pada tahun 2014, 20 persen dari penerimaan terkait langsung dengan sektor minyak dan gas, dan 30 persen dari penerimaan
berkorelasi positif dengan hal tersebut. Lihat Kotak 4 di World Bank (2017e) untuk pembahasan tentang hubungan antara penerimaan dan harga
minyak dan gas.
2 Menurut data dari Bank Indonesia, lebih dari sepertiga ekspor Indonesia tahun 2017 berasal dari kategori yang terkait dengan komoditas berikut ini:
minyak kelapa sawit, produk minyak, gas alam cair dan produk pertambangan seperti batubara dan gas alam.
3 Perkiraan ukuran segmen pedesaan masyarakat dari survei rumah tangga Susenas.
4 Lihat misalnya Joshi dkk. (2014).
5 Untuk informasi lebih lanjut tentang tantangan langkah-langkah administrasi dan reformasi yang dilakukan Pemerintah, lihat World Bank (2017c).
Reformasi adalah kunci untuk menurunkan biaya kepatuhan, dan untuk mengatasi masalah seperti korupsi. Menteri Keuangan Sri Mulyani telah
berbicara secara terbuka mengenai kasus-kasus korupsi sebagai bagian dari upaya untuk memberantas masalah ini; lihat misalnya: Yoga Sukmana, “Sri
Mulyani Jengkel dengan Petugas Pajak yang Ditangkap KPK”, Kompas.com (11 November 2016). Direktur Jenderal Pajak yang baru, Robert
Pakpahan, yang menjabat di akhir November 2017, juga telah menyampaikan kepada publik untuk menekankan bahwa tujuan utama di balik reformasi
organisasi yang saat ini sedang dilaksanakan adalah untuk mencegah korupsi; lihat, misalnya, “Direktur Jenderal Pajak yang Baru Berkomitmen untuk
Memerangi Korupsi”, Netral News (6 Desember 2017)
6 Misalnya, Sugana dan Hidayat memperkirakan bahwa kepatuhan terhadap PPN adalah sekitar 56,6 persen. Lihat Sugana dan Hidayat (2014).
7 Untuk pembahasan tentang bagaimana pembebasan PPN dan ambang batas pendaftaran PPN yang tinggi mengikis basis, lihat Le (Tuan Minh Lee)
(2003). Untuk informasi lebih lanjut tentang hubungan antara pembebasan pajak dan pemotongan serta penghindaran pajak, lihat Alm (2001) dan
Feust dan Riedel (2009).
Rumitnya sistem pajak Gambar B.24: Indonesia memiliki peringkat yang lebih
juga terlihat di sektor- rendah dibandingkan dengan negara-negara setara
sektor lainnya. Sebagai lainnya dalam hal kemudahan membayar pajak pada
contoh, di samping tarif Indikator Kemudahan Melakukan Usaha tahun 2018
pajak penghasilan badan (peringkat negara, di mana jika skor-nya lebih tinggi berarti peringkat
negara tersebut lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara
yang standar, Indonesia setara lainnya)
memiliki pemotongan
tarif untuk PPh badan Indonesia Philippines Vietnam
Malaysia Thailand Singapore
bagi perusahaan publik,
pemotongan tarif yang 120
berbeda untuk perusahaan
100
dengan omset kurang dari
Rp 50 miliar, insentif 80
pajak yang berbeda, dan
60
sistem pajak dengan
dugaan (presumptive) untuk 40
sektor konstruksi dan 20
untuk usaha mikro, kecil
dan menengah (UMKM) 0
PeringkatRank
secara keseluruhan Peringkat
overall dalamtaxes
Rank Paying hal
di mana perusahaan membayar pajak
dikenai pajak atas omset Sumber: Indikator Kemudahan Melakukan Usaha, Bank Dunia
kotor mereka
dibandingkan dengan penghasilan kena pajak mereka. Sebagai hasil dari ketentuan
yang berbeda ini, sistem pajak penghasilan badan adalah sistem yang rumit dan sulit
bagi wajib pajak untuk memahaminya, dan tarif pajak efektif untuk berbagai wajib
pajak badan bervariasi, sehingga merusak kesetaraan horizontal pajak dan berdampak
pada pertumbuhan inklusif.
b. Pemerintah telah berusaha untuk meningkatkan pemungutan pajak…
Pemerintah telah Reformasi perpajakan di Indonesia merupakan proses yang menantang: undang-
meningkatkan upaya undangnya rumit dan membutuhkan penyeimbangan berbagai kepentingan politik
untuk memungut dan bisnis sehingga dapat diloloskan melalui kabinet dan DPR. Kementerian
penerimaan lebih Keuangan sedang mempersiapkan perubahan undang-undang pajak yang utama, yang
banyak lagi sedang dibahas dengan kementerian-kementerian lain dan para pemangku
kepentingan yang terkait, serta menyusun strategi reformasi pajak jangka menengah
hingga jangka panjang untuk menjadi pedoman bagi proses reformasi untuk beberapa
tahun mendatang130.
… dan berusaha Pemerintah juga berusaha untuk memungut penerimaan dengan lebih baik lagi,
untuk memungut dengan memfasilitasi pembayaran pajak sehingga beban terhadap kepatuhan dari
penerimaan lebih wajib pajak berkurang. Pada bulan Juli 2015, misalnya, Pemerintah meluncurkan
baik lagi, dengan aplikasi faktur PPN elektronik secara daring (online) yang memungkinkan pengajuan
menargetkan informasi terperinci mengenai barang dan jasa kena pajak oleh wajib pajak secara
peningkatan sistematis, sebagai bagian dari kebijakan mengamanatkan pengenaan PPN untuk
kemudahan untuk dunia usaha yang mulai diberlakukan pada tahun 2016-17. Sistem pengajuan secara
membayar pajak… elektronik (e-filing) juga sedang dikembangkan dan diluncurkan, di mana Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) berusaha untuk secara bertahap memberlakukan e-filing bagi
pajak penghasilan badan dan pemotongan pajak dari gaji karyawan. Menerapkan
130 Perubahan Undang-Undang Umum Perpajakan (UU KUP) telah diajukan ke DPR dan merupakan
bagian dari agenda legislatif untuk tahun 2018. Perubahan undang-undang pajak utama lainnya yang
sedang dilakukan adalah Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh), Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), Undang-Undang Materai dan Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan.
Penyusunan strategi penerimaan jangka menengah hingga jangka panjang dipimpin oleh Badan
Kebijakan Fiskal, dan mendapat manfaat dari bantuan teknis dari organisasi-organisasi internasional
dan para pakar pajak. Lihat misalnya, IMF (2017a)
131 Lihat Kotak 2 di World Bank (2017a).
132 Lihat misalnya, Doebele (2016); Hutton (30 November 2016); dan Indonesia-Investments (3
September 2016).
133 Lihat OECD (2017a).
134 Lihat OECD (2017b).
reformasi semacam ini secara luas dan efektif adalah hal yang penting jika Indonesia
ingin meningkatkan kemudahan untuk membayar pajak, di mana Indonesia saat ini
menduduki peringkat yang lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara setara di
bidang ini pada indikator-indikator Kemudahan Melakukan Usaha (Doing Business)
Bank Dunia. Pengalaman internasional menunjukkan adanya peningkatan penerimaan
pajak dan manfaat ekonomi jika kebijakan tersebut dilaksanakan dengan sukses.
Meningkatkan efisiensi dan transparansi pengajuan SPT pajak dan pembayaran pajak
akan mengurangi beban bagi para wajib pajak, mendorong tingkat kepatuhan secara
sukarela yang lebih tinggi, serta menambah waktu dan sumber daya untuk kegiatan
ekonomi yang produktif.135
c. … tetapi kebutuhan terhadap dan ruang lingkup untuk reformasi pajak
tambahan tetaplah besar
Reformasi telah Reformasi kebijakan dan administrasi perpajakan telah menghasilkan beberapa
menghasilkan peningkatan yang terbatas hingga saat ini. Sebagaimana dibahas di Bagian A, Bagian
beberapa kemajuan, 4 dari laporan ini, pemungutan penerimaan secara nominal meningkat di tahun 2017,
tetapi ruang untuk sebagian besar karena dorongan harga komoditas, tetapi juga karena adanya kemajuan
perbaikan tetap dari reformasi. Pertumbuhan ini berarti bahwa, saat penerimaan dari PAP dikeluarkan
besar dari penghitungan, penurunan yoy dalam rasio pajak yang telah dimulai di tahun 2013
akhirnya dapat ditahan di tahun 2017 (Gambar B.21)136. Tetapi dengan tambahan
sebesar 4 persen terhadap PDB yang diperlukan untuk dibelanjakan di sektor-sektor
prioritas utama untuk pertumbuhan inklusif, peningkatan yang lebih substansial dalam
pengumpulan pajak masih sangat dibutuhkan. Namun demikian, penting untuk
dicatat agar kebijakan pajak dan reformasi administrasi yang diperlukan untuk
meningkatkan penerimaan tambahan dilaksanakan dengan cara yang efisien, adil, dan
transparan (Kotak B.2).
Untuk dapat Mengingat basis pajak Indonesia saat ini yang sempit, Pemerintah harus
merealisasikan/mem memprioritaskan kebijakan perluasan basis pajak sebagai bagian dari upaya untuk
ungut penerimaan memungut lebih banyak lagi. Perluasan ini terutama harus meliputi cakupan
yang lebih banyak, komprehensif dari kelas menengah Indonesia saat ini dan yang sedang muncul, yang
Pemerintah harus mendapat manfaat dari tambahan belanja kesehatan, pendidikan dan infrastruktur,
memprioritaskan serta mereka yang akan menikmati penghasilan yang lebih tinggi melalui adanya
reformasi yang pertumbuhan PDB yang berkelanjutan, yang dengan demikian memiliki kapasitas
memperluas basis yang lebih tinggi untuk membayar pajak di masa depan. Banyak langkah kebijakan
pajak untuk berbagai yang masuk akal yang mungkin, dan saat ini sedang dipelajari oleh Pemerintah,
pajak yang ada … termasuk: menurunkan ambang batas pendaftaran PPN; menurunkan ambang batas
peredaran bruto di mana UMKM ditetapkan untuk berada di dalamnya; dan
mengganti ambang batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dengan kredit pajak
untuk wajib pajak dari ambang batas penghasilan rendah tertentu137.
… serta Upaya memungut lebih banyak sebagian juga dapat dicapai melalui pemberlakuan
mempertimbangkan pajak baru, atau dengan menaikkan tarif pajak yang ada. Terdapat alasan yang kuat
untuk untuk memberlakukan pajak baru yang dapat mengatasi kegagalan pasar saat ini
135 Lihat misalnya, Institute of Chartered Accountants di Inggris dan Wales (2016) serta Microsoft dan
PricewaterhouseCoopers (PwC) (2017).
136 Untuk informasi lebih lanjut tentang analisis tahun 2017, silakan lihat Bagian A dari laporan ini.
Penerimaan dari biaya penebusan yang dipungut di PAP dapat dikecualikan karena diperlakukan
sebagai sesuatu yang tidak akan terulang lagi (one-off); keuntungan jangka menengah lainnya dari PAP
(misalnya, wajib pajak baru yang tertarik ke jejaring pajak) diperlakukan sebagai bagian dari reformasi
yang lebih luas untuk memperluas basis dan meningkatkan kepatuhan.
137 Untuk pembahasan lebih lanjut tentang agenda reformasi kebijakan, lihat World Bank (2017e)
memberlakukan sehubungan dengan adanya dampak dari kegiatan ekonomi terhadap lingkungan. Apa
pajak baru, atau yang disebut sebagai “pajak hijau”, antara lain adalah pengenaan pajak terhadap emisi
menaikkan tarif karbon dan penggunaan zat berbahaya seperti plastik yang tidak dapat terurai dan
pajak yang sudah tembakau, yang bermanfaat positif dalam menghasilkan penerimaan pemerintah
ada maupun mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kotak B.3
menjelaskan mengenai bagaimana menaikkan cukai tembakau Indonesia,
mereformasi pajak untuk kendaraan bermotor, dan memberlakukan cukai kantong
plastik yang baru dapat berkontribusi pada tujuan-tujuan tersebut.
Untuk memungut Penyederhanaan dalam peraturan pajak sangat diperlukan untuk mengatasi kerumitan
dengan lebih baik yang ada yang menciptakan inefisiensi dan peluang untuk penghindaran pajak.
lagi, Pemerintah Mengurangi pembebasan PPN sebagaimana dibahas di atas adalah salah satu cara
harus untuk menyederhanakan sistem pajak. Menyederhanakan peraturan pajak penghasilan
menyederhanakan badan adalah reformasi lain yang patut dipertimbangkan. Langkah-langkah tersebut
pajak lebih lanjut … harus bertujuan untuk meningkatkan kemudahan untuk membayar pajak,
meningkatkan kesetaraan horizontal dari sistem pajak, dan mengurangi inefisiensi
yang diakibatkannya.
… dan Seperti yang disebutkan di Kotak B.1, perkiraan untuk tingkat kepatuhan terhadap
meningkatkan sebagian besar pajak utama Indonesia adalah sekitar 50 hingga 60 persen138.
kepatuhan melalui Peningkatan kepatuhan membutuhkan penguatan kapasitas DJP yang besar. Misalnya,
upaya penegakan sistem TI yang ada di DJP sudah ketinggalan zaman dan banyak dari administrasi
yang lebih baik … penerimaan masih bergantung pada kertas. Untuk mengatasi hal ini, Pemerintah
berencana untuk membeli sistem IT komersial, yang merupakan bagian dari
transformasi yang lebih luas dari proses bisnis dan reformasi organisasi. Pengalaman
internasional menunjukkan bahwa pergeseran budaya organisasi dan cara-cara bekerja
untuk berfokus pada perusahaan dan manajemen risiko kepatuhan (enterprise risk-
management atau ERM dan compliance risk-management atau CRM) adalah faktor penting
untuk keberhasilan139. Yang juga sama pentingnya adalah perubahan yang
mensyaratkan untuk memperlakukan wajib pajak sebagai konsumen dan menetapkan
target pada perbaikan secara reguler dalam kemudahan membayar pajak bagi
masyarakat. Upaya untuk mengubah perilaku warga melalui suatu ‘sentuhan’—
perubahan kecil dalam bagaimana pemerintah menjalankan operasinya—akan
membantu, seperti ditunjukkan oleh bukti dari negara-negara lain140. Pada akhirnya,
sistem administrasi penerimaan yang paling efektif adalah sistem yang dapat
memfasilitasi tingkat kepatuhan sukarela yang lebih tinggi141.
memasukkan semua fitur tersebut. Untuk informasi lebih lanjut mengenai hal ini, lihat Russell (2010).
2. Efisiensi. Kebijakan pajak selalu menghasilkan distorsi dalam ekonomi, tetapi jika dirancang secara efektif, inefisiensi
dapat diminimalkan. Selain itu, beberapa kebijakan dapat meningkatkan efisiensi ekonomi jika kebijakan-kebijakan
tersebut mampu mengatasi kegagalan pasar (Kotak B.3).
3. Kesetaraan. Dua unsur kesetaraan yang penting untuk kebijakan pajak. “Kesetaraan vertikal” mengacu pada
mempertahankan prinsip bahwa pajak harus ditanggung oleh mereka yang memiliki kapasitas terbesar untuk
membayar. Prinsip ini memotivasi elemen progresif perpajakan: misalnya, dalam peraturan pajak penghasilan pribadi,
penghasilan yang berada di kelompok tarif yang berbeda dikenai tarif yang berbeda. “Kesetaraan horizontal” adalah
unsur yang kedua, dan berbicara mengenai prinsip bahwa obyek pajak yang sama harus mendapat perlakuan yang
sebanding: misalnya, dua perusahaan yang menghasilkan tingkat pendapatan kotor yang sama harus dikenai tarif
pajak efektif yang sama.
4. Kesederhanaan dan transparansi. Pemerintah harus berupaya untuk mengurangi beban kepatuhan bagi wajib
pajak dengan menyederhanakan peraturan pajak dan membuat agar semua ketentuannya transparan. Selain itu,
transparansi dapat ditingkatkan melalui penerbitan pernyataan pengeluaran pajak setiap tahunnya yang
mencantumkan semua pengeluaran pajak dalam sistem pajak, dan idealnya mengkuantifikasi dampaknya2.
Kesederhanaan dan transparansi pemerintah akan mempermudah tugas pengelolaan penerimaan, yang pada
gilirannya akan memfasilitasi berjalannya manajemen kepatuhan yang lebih efektif dan lebih murah.
1 Prinsip-prinsip ini banyak dijumpai di literatur pajak. Untuk informasi lebih lanjut, lihat misalnya, Le, Jensens, Biletska dan Shukla (Juni 2016).
2 Untuk informasi lebih lanjut tentang pengeluaran pajak, lihat: Brixi, Valenduc, dan Swift (Ed.) (2004).
Reformasi kebijakan Upaya untuk dapat menetapkan target bagi peningkatan penerimaan pajak dalam
perpajakan yang jangka pendek-menengah harus pula menyeimbangkan tujuan-tujuan lainnya,
berhasil dapat terutama pertumbuhan dan pemerataan. Pertukaran (trade-off) tidak dapat dihindari.
menghasilkan Salah satu pendekatan yang harus dilakukan adalah merancang suatu paket agar
pertukaran (trade- berbagai langkah yang berbeda dapat menangani berbagai tujuan sehingga dukungan
offs), dan untuk reformasi dapat diperluas dengan mengajukannya ke kelompok-kelompok yang
dilaksanakan dengan berbeda. Upaya reformasi saat ini di Filipina telah mengadopsi strategi seperti itu
cara yang (Tabel B.1). Langkah-langkah kebijakan yang dirancang dengan baik harus juga secara
memudahkan wajib hati-hati menilai bagaimana penerapan perubahan pajak dapat dilakukan dengan cara
pajak untuk sedemikian rupa untuk mengurangi risiko di industri dan dunia usaha, dan
memenuhi menurunkan biaya kepatuhan. Satu contoh yang baik adalah mengenai pajak di Swiss
kepatuhan, dan atas emisi senyawa organik bergejolak (volatile organic compound, VOC). Kebijakan ini
memudahkan diberlakukan pada tahun 1997 sebagai bagian dari upaya untuk ‘menghijaukan’ pajak
pelaksanaan di Swiss, tetapi undang-undang tersebut diberlakukan dengan masa percobaan selama
administrasi dua tahun, sehingga industri tersebut memiliki kesempatan untuk berinovasi dengan
penerimaan rancangannya dan menyesuaikan prosesnya, sehingga otoritas pajak dapat
membangun kapasitas kelembagaan yang dibutuhkan untuk mengelola pajak baru
tersebut142. Sosialisasi secara luas dari reformasi yang diusulkan juga merupakan faktor
penentu keberhasilan: jika masyarakat tidak memahami perubahan pajak, ini akan
mendorong munculnya kebingungan, atau yang lebih buruk lagi, ketidak-percayaan
terhadap sistem, yang mengurangi tujuan yang dimaksudkan untuk meningkatkan
kepatuhan. Sosialisasi reformasi pajak tahun 2010 di Denmark adalah salah satu
contoh yang baik, di mana Komisi Pajak Denmark menyiarkan secara langsung
rekomendasi-rekomendasinya atas reformasi pajak sebagai bagian dari proses
penyusunan undang-undang143. Keberhasilan dan kekurangan dari reformasi baru-
baru ini di negara-negara lain memberikan beberapa pelajaran dan cerminan bagi
Indonesia. Dua kasus reformasi baru-baru ini yang menghasilkan pemungutan pajak
yang lebih tinggi ditinjau secara singkat di Tabel B.1.
Meksiko 2013- Meluas, Tarif pajak usaha yang merata Reformasi yang berdampak positif
2014 berfokus pada (Impuesto Especial a Tasa Unica, terhadap penerimaan, dengan
reformasi pajak IETU) dan pajak atas setoran tunai kenaikan tarif pajak dari 13,8 di tahun
penghasilan dan dihapus, diganti dengan pajak atas 2013 menjadi 17,2 di tahun 2016.
cukai dividen. Memberlakukan pajak ‘dosa’ Peningkatan kesetaraan horizontal
pada minuman yang diberi pemanis melalui penghapusan perlakuan
dan emisi karbon istimewa pada kegiatan sektor primer.
Tetapi reformasi pajak telah dikritik
oleh beberapa analis sebagai memiliki
dampak negatif terhadap
pertumbuhan, setidaknya dalam
jangka pendek
Sumber: Untuk Filipina, lihat “Panduan untuk T.R.A.I.N (Tax Reform for Acceleration and Inclusion, Reformasi Pajak untuk Percepatan
dan Inklusi)”, Kantor Juru Bicara Presiden (Januari 2018) dan “Reformasi Pajak untuk Percepatan dan Inklusi - Paket 1”,
PricewaterhouseCoopers, Pemberitahuan mengenai masalah Pajak (Tax Alert) No. 34. Untuk reformasi pajak Meksiko, lihat: “Reformasi
pajak Meksiko ditandatangani oleh Presiden dan diterbitkan”, Ernst & Young, Global Tax Alert (13 Desember 2013); Gutierrez, Boyle dan
Graham, Reuters (1 November 2013); dan Alvarez-Estrada (2013). Untuk informasi lebih lanjut tentang reformasi kebijakan pajak, lihat
OECD (2010).
Indonesia dapat menaikkan cukai tembakau untuk mengatasi masalah kesehatan dan meningkatkan
penerimaan
Cukai tembakau adalah jenis cukai yang paling umum, mengingat dampak negatif terhadap kesehatan dari konsumsi
tembakau dan biaya terhadap ekonomi dalam memerangi dampak tersebut1. Indonesia diperkirakan memiliki tingkat
konsumsi tembakau per kapita tertinggi kedelapan di dunia (Tabel B.2). Pajak atas tembakau di Indonesia secara historis
rendah, tetapi telah ditingkatkan di dalam peraturan tahunan dari tahun 2015-2018. Saat ini, total penerimaan pajak
Indonesia untuk tembakau lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa negara setara di kawasan, tetapi masih lebih rendah
daripada beberapa negara berkembang lainnya dan lebih rendah dibandingkan dengan kebanyakan negara-negara maju
(Gambar B.26). Selain itu, sebagian besar pajak Indonesia untuk tembakau berasal dari pajak cukai, yang rumit karena
adanya beberapa tingkatan pengenaan cukai. Dengan demikian, sementara tarif pada merek yang paling banyak terjual
pada tahun 2016 adalah sebesar 44,3 persen, produk dengan harga yang lebih rendah yang diproduksi oleh perusahaan
rokok kecil dikenai pajak setengah dari tarif tersebut atau lebih rendah lagi. Dasar pemikiran untuk struktur beberapa
tingkatan pengenaan cukai ini adalah bahwa perusahaan-perusahaan yang memproduksi produk-produk dengan tingkat
yang rendah bertanggung jawab atas lebih dari separuh dari total seluruh pabrik yang ada di dalam industri tembakau dan
bertanggung jawab untuk mempekerjakan pangsa yang signifikan dari para pekerja di industri manufaktur tembakau (44
persen). Namun demikian, studi yang akan diterbitkan oleh Bank Dunia mendatang mendapati bahwa baik petani
tembakau maupun pekerja di industri manufaktur tembakau hanya sebagian saja yang bergantung pada penghasilan dari
tembakau, dan bahwa penanaman tembakau tidak menguntungkan bagi sebagian besar petani2. Dengan demikian,
mendorong petani tembakau untuk beralih ke produk-produk pertanian lainnya dapat membawa keuntungan ekonomi
bagi para petani tersebut, serta berkontribusi untuk mengurangi produksi tembakau di Indonesia. Cukai tembakau yang
lebih tinggi akan menimbulkan efek seperti itu melalui penurunan permintaan terhadap rokok.
Tabel B.2: Tingkat konsumsi rokok Indonesia adalah Gambar B.26: Pajak tembakau Indonesia lebih rendah
salah satu yang tertinggi di dunia dibandingkan dengan beberapa negara berkembang
dan banyak negara maju
(total penerimaan pajak sebagai nisbah dari harga eceran pada merek
yang paling banyak terjual)
Tingkat 90
Total Konsumsi
Negara konsumsi per 80
(miliar)
kapita 70
Rusia 1 321,4 60
Tiongkok 2 2.568,1 50
40
Korea Selatan 3 87,7
30
Jepang 4 189,3
20
Jerman 5 106,4 10
Turki 6 89,6 0
Brazil
India
Malaysia
Vietnam
USA
China
Australia
Singapore
Japan
Italy
Spain
France
UK
Indonesia
Philippines
Germany
Russia
Thailand
New Zealand
Vietnam 7 87,1
Indonesia 8 239,2
Amerika Serikat 9 281,3
Sumber: Data konsumsi rokok dari Euromonitor International, 2014, Sumber: Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) (2017), perhitungan
dikutip di tobaccoatlas.org; Jumlah penduduk tahun 2014 dari Bank staf Bank Dunia.
Dunia
Catatan: Jumlah Angka Konsumsi adalah jumlah batang rokok yang
dijual eceran termasuk setara batang rokok yang digulung sendiri
oleh penikmat (roll-your-own, RYO)
Indonesia memungut pajak penjualan barang mewah (PPnBM) rata-rata sebesar 0,2 persen terhadap PDB, 90 persen di
antaranya diperkirakan berasal dari PPnBM untuk kendaraan bermotor. PPnBM yang dikenakan pada kendaraan
bermotor adalah pajak ad valorem (pajak yang dikenakan berdasarkan angka persentase tertentu dari nilai barang-barang
yang diimpor—pent.) pada harga pabrik kendaraan dengan tarif yang berbeda-beda untuk berbagai jenis kendaraan
bermotor (mulai dari 0 hingga 75 persen dari harga pabrik). Sistem ad valorem ini menciptakan risiko yang signifikan untuk
transfer pricing3 antara produsen dan dealer di mana harga pabrik yang dilaporkan (untuk keperluan pajak) lebih rendah dari
harga pabrik sesungguhnya. Peraturan pajak saat ini juga membedakan beberapa kategori mobil dan tidak konsisten
dengan pertimbangan lingkungan; misalnya, bak terbuka (pick-up)/truk diberi nilai nol, meskipun mereka menyebabkan
lebih banyak kerusakan lingkungan dibandingkan dengan kendaraan bermotor lainnya.
Pajak ini dapat direformasi dalam dua cara untuk meningkatkan potensi penerimaannya, meningkatkan efisiensi dan
kesetaraan, serta mengatasi eksternalitas negatif yang terkait dengan lingkungan. Pertama, Pemerintah dapat mengubah
pajak ad valorem PPnBM menjadi pajak cukai tertentu, yang seharusnya mengurangi kesenjangan kepatuhan dengan
mengurangi dampak terhadap penerimaan dari praktik transfer pricing. Kedua, Pemerintah dapat menyesuaikan tarif pajak
agar sistem menjadi lebih adil (dengan menghapus diskriminasi dan perlakuan istimewa) dan membuat sistem tersebut
lebih konsisten dengan mengatasi eksternalitas negatif (pajak yang lebih tinggi untuk kendaraan yang memiliki dampak
lingkungan negatif yang lebih besar). Menurut analisis bersama yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan dan Bank
Dunia, perubahan yang diusulkan untuk pajak pada kendaraan bermotor dapat menghasilkan tambahan penerimaan
sebesar 0,64 persen terhadap PDB, peningkatan yang signifikan terhadap rasio pajak yang ada (9,9 persen di tahun 2017).
Indonesia dapat memberlakukan cukai kantong plastik untuk membantu mengatasi masalah lingkungan
Indonesia diperkirakan memiliki persentase sampah plastik yang terbesar kedua di antara 192 negara pantai di dunia,
menghasilkan 0,48-1,29 juta metrik ton sampah laut plastik setiap tahunnya4. Sampah plastik, khususnya di lingkungan
laut, semakin mengkhawatirkan karena persistensi dan dampaknya terhadap lautan, margasatwa, dan manusia.
Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi sampah lautnya sebesar 70 persen pada tahun 20255. Pada
bulan Juni 2016, Pemerintah meluncurkan program nasional untuk mengurangi sampah plastik dengan mengenakan
pungutan terhadap kantong plastik. Setelah tiga bulan program ini berjalan, kantong plastik yang digunakan turun lebih
dari 25 persen, menurut perkiraan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Meskipun telah mengalami
keberhasilan awalnya, program ini dihentikan setelah tiga bulan karena adanya tantangan hukum di sekitar dasar
pengenaannya dan bagaimana mengatur penerimaan yang dipungut dari kantong plastik tersebut. Pengalaman tahun 2016
ini mengilustrasikan dampak potensial positif dari pajak terhadap kantong plastik. Menambahkan cukai kantong plastik
sebagai bagian dari perubahan UU Cukai saat ini sedang dipertimbangkan oleh Pemerintah dan akan menyelesaikan
tantangan hukum terhadap kebijakan tersebut yang telah dihadapi di tahun 2016. Pengalaman yang menggembirakan dari
Inggris: retribusi sebesar 5-sen pada kantong plastik menghasilkan penurunan tajam dalam penggunaannya, sebesar lebih
dari 80 persen, di berbagai bagian Inggris. Selain itu, kebijakan tersebut terbukti menjadi langkah yang populer di kalangan
masyarakat, dengan satu survei yang mendapati adanya dukungan sebesar 80 persen di Wales dan 61 persen di Inggris
dan Skotlandia6.
1 Tembakau secara langsung terkait dengan penyakit tidak menular (PTM) termasuk penyakit pada sistem peredaran darah, berbagai bentuk kanker,
penyakit pernapasan kronis dan penyakit metabolik (Kementerian Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS., 2014).
2 World Bank (2018c, akan datang)
3 Transfer pricing mengacu pada pengaturan harga di mana barang atau jasa dijual di antara badan hukum yang berbeda dalam suatu perusahaan. Ini
Reformasi belanja dan penerimaan secara gabungan tidak hanya akan mendorong
pertumbuhan ekonomi, tetapi hasil dari pertumbuhan tersebut juga akan dibagi
bersama secara lebih luas. Pengeluaran yang lebih baik dan lebih banyak lagi untuk
infrastruktur akan membantu menghubungkan lebih banyak komunitas yang satu
dengan yang lainnya dan membuka akses pasar yang lebih besar bagi individu dan
bisnis. Pengeluaran yang lebih baik dan lebih banyak lagi untuk layanan kesehatan dan
pendidikan akan meningkatkan harapan dan kualitas hidup masyarakat Indonesia, dan
meningkatkan modal manusia yang mendorong pertumbuhan dan mengurangi
ketimpangan di masa depan. Dengan cara ini, reformasi fiskal, baik pada penerimaan
maupun pengeluaran, akan membantu Indonesia mempercepat penurunan
ketimpangan dan mempertahankan pertumbuhan yang tinggi dalam jangka menengah
hingga jangka panjang.
Memungut penerimaan lebih banyak dan membelanjakan lebih banyak lagi adalah alat
penting untuk meningkatkan pertumbuhan dan menurunkan ketimpangan. Sudah
diterima secara luas bahwa kebijakan seperti ini memerlukan adanya konsensus
politik, yang mungkin bisa lebih sulit dicapai mengingat pemilu mendatang ini.
Namun demikian, karena kontribusinya untuk mempertahankan pembangunan
ekonomi jangka panjang, sangatlah penting dilakukan agar Indonesia dapat membuat
kemajuan yang berarti dalam menuju pertumbuhan yang inklusif.
Lampiran 1
Komitmen Umum terhadap metodologi Kesetaraan:
Kita mulai dengan penghasilan pasar – semua penghasilan rumah tangga dari sumber-sumber non-pemerintah,
termasuk penghasilan dari bekerja (upah dan gaji), penghasilan dari tabungan dan investasi (pembayaran uang
sewa, bunga, dividen), bantuan dana dari rumah tangga lain atau orang perseorangan (seperti pengiriman uang).
Dari penghasilan pasar, beberapa rumah tangga akan membayar pajak penghasilan pribadi atau iuran untuk
program dana pensiun publik, yang mengurangi penghasilan menjadi penghasilan pasar bersih.144 Beberapa rumah
tangga dapat menerima bantuan tunai (seperti dari program bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan,
atau PKH, bantuan langsung tunai bersyarat di Indonesia), yang akan menghasilkan penghasilan yang dapat
dibelanjakan yang lebih tinggi, yang tersedia untuk konsumsi.145
Ketika rumah tangga melakukan konsumsi, mereka dapat membeli barang yang disubsidi oleh Pemerintah,
seperti bahan bakar atau makanan. Hal ini memiliki efek meningkatkan penghasilan efektif mereka, karena
mereka tidak membayar harga penuh dan secara tidak langsung menerima pengeluaran pemerintah. Pada saat
yang sama, mereka mungkin membayar pajak atas konsumsi mereka, melalui pajak penjualan, pajak
pertambahan nilai (PPN), atau cukai seperti tembakau dan alkohol. Dalam hal ini harga akhir yang mereka bayar
lebih tinggi dari harga pasar, dan mereka secara tidak langsung memberikan penerimaan kepada Pemerintah.
Penghasilan yang dapat dibelanjakan atau penghasilan pasca fiskal adalah penghasilan rumah tangga yang dapat
dibelanjakan, disesuaikan dengan seberapa banyak rumah tangga tersebut secara tidak langsung menerima dari
dan membayar kepada Pemerintah melalui konsumsinya (yaitu pajak tidak langsung dan subsidi tidak langsung).
Akhirnya, rumah tangga dapat mengkonsumsi layanan publik bersubsidi, seperti kesehatan dan pendidikan,
yang merupakan bantuan langsung ke rumah tangga dalam bentuk natura (dengan cara non-tunai). Namun
demikian, rumah tangga juga dapat membayar sejumlah biaya sebagai bagian dari penerimaan layanan ini, yang
mengurangi manfaatnya bagi mereka. Penghasilan akhir memperhitungkan baik biaya dari layanan secara natura
yang diterima dan pembayaran apa pun yang dilakukan oleh rumah tangga.
Sumber: Lustig, Nora, dan Sean Higgins. 2013. Komitmen terhadap Penilaian Ekuitas (Commitment to Equity
Assessment, CEQ): Memperkirakan Kejadian Belanja Sosial, Subsidi, dan Pajak. (Buku Pegangan). Kertas Kerja
CEQ No. 1, Juli 2011; direvisi Januari 2013. New Orleans: Universitas Tulane.
144 Hasil dari CEQ untuk Indonesia yang dilaporkan di sini tidak memperhitungkan pajak penghasilan
pribadi.
145 Hanya konsumsi yang diamati dalam data Indonesia, yang dianggap sama dengan penghasilan yang
dapat dibelanjakan. Kenyataannya, beberapa rumah tangga, terutama yang lebih kaya, akan menabung
sebagian dari penghasilan mereka.
USD 5.500. Jika setiap liter bbm disubsidi sebesar USD 0,50, maka rumah tangga yang mengkonsumsi 100 liter
per bulan menerima tunjangan subsidi sebesar USD 50 per bulan, atau USD 600 per tahun.
Sumber: Jellema, J., M. Wai-Poi dan R. Afkar. 2017. Dampak Distribusi Kebijakan Fiskal di Indonesia. Kertas
Kerja Komitmen untuk Ekuitas No. 40, Mei 2017. New Orleans: Universitas Tulane.
Penghasilan
Pasar
Pajak
+ Dana Pensiun + Bantuan -
langsung langsung
Penghasilan
yang dapat
dibelanjakan
+ Subsidi tidak - Pajak tidak
langsung langsung
Penghasilan yang
dapat dikonsumsi
Referensi
Aghion, P. and P. Bolton. 1997. “A Theory of Trickle-Down Growth and Development.” The Review of Economic
Studies (Vol. 64, No. 2, April 1997).
Alesina, A. and R. Perotti. 1996. “Income distribution, political instability, and investment”. European Economic
Review, Elsevier, vol. 40(6), pages 1203-1228, June.
Alm, J. 2001. “Societal institutions and tax evasion in developing and transition countries”. Georgia State
University.
Alvarez-Estrada, D. 2013. “2013 Tax Reform Proposal in Mexico: A New Chapter of a Never-Ending Reform
Process.” Wilson Center (September 23, 2013).
Banerjee, A.V. and AF. Newman. 1993. “Occupational Choice and the Process of Development”. The Journal of
Political Economy, Vol. 101, No. 2. (April 1993)
Banerjee, A. and E. Duflo. 2007. “The Economic Lives of the Poor.” Journal of Economic Perspectives, Vol. 21, No.
1, (Winter 2007)
Bank Indonesia. December 14, 2017. Press release. http://www.bi.go.id/en/ruang-media/siaran-
pers/Pages/sp_199517.aspx
Berg, A. and J.D. Ostry. 2011. “Inequality and Unsustainable Growth: Two Sides of the Same Coin?” IMF
Staff Discussion Note 11/08. Washington: International Monetary Fund.
Brixi, H.P., C, MA. Valenduc and Z.L Swift (Ed.). 2004. “Tax Expenditures – Shedding Light on Government
Spending through the Tax System,” The World Bank (2004).
Bulman, D., M. Eden and H. Nguyen. 2016. “Transitioning from Low-Income Growth to High Income
Growth. Is There a Middle Income Trap?” Policy Research working paper; no. WPS 7104.
Washington, DC: World Bank Group.
http://documents.worldbank.org/curated/en/229641468180252928/Transitioning-from-low-
income-growth-to-high-income-growth-is-there-a-middle-income-trap
CPB Netherlands Bureau for Economic Policy Analysis. December 2017. CPB World Trade Monitor.
https://www.cpb.nl/en/figure/cpb-world-trade-monitor-december-2017
Danish Ministry of Taxation. 2009. “Danish Tax Reform 2010”. Paper to the OECD WP 2 meeting,
November 2009.
Dao, M.Q. 2012. “Government expenditure and growth in developing countries.” Progress in Developing Studies,
Vol 12, No. 1 (2012);
De Ree, J., K. Muralidharan, M. Pradhan, H. Rogers. 2017. “Double for nothing? experimental evidence on an
unconditional teacher salary increase in Indonesia”. Policy Research working paper No. WPS8264.
Washington, DC: World Bank
DJPPR. 2017. http://www.djppr.kemenkeu.go.id/page/load/2030/transaksi-penjualan-surat-utang-negara-
dalam-valuta-asing-tahun-2017-dalam-rangka-pre-funding-tahun-anggaran-2018-sebesar-usd4-0-miliar-
dengan-format-sec-registered-standalone
Doebele, J. and J. Hutton. (November 30, 2016). “Nine Indonesian Tycoons Agree to Disclose Hidden Assets
to Tax Office,” Forbes
Economist Intelligence Unit. February 2018. World Commodity Forecast: Main Report.
Engle, P., L. Fernald, H. Alderman, J. Behrman, C. O’Gara, A. Yousafzai, M. Cabral de Mello, M. Hidrobo, N.
Ulkuer, I. Ertem, and S. Iltus. 2011. “Strategies for Reducing Inequalities and Improving
Developmental Outcomes for Young Children in Low-Income and Middle-Income Countries.” The
Lancet 378 (9799): 1339–53
Fan, S. and N. Rao. 2003. “Public Spending in Developing Countries: Trends, Determination, and Impact”
International Food Policy Research Institute (February 2003)
Feust, C. and N. Riedel. 2009. “Tax evasion, tax avoidance and tax expenditure in developing countries”.
Oxford University Center for Business Taxation.
Financial Times. 2018. Global equities under pressure for second day. https://www.ft.com/content/89b7338c-
055b-11e8-9650-9c0ad2d7c5b5
Forbes.com. 30 November 2016. https://www.forbes.com/sites/forbesasia/2016/11/30/indonesias-richest-
take-advantage-of-amnesty/#114bd2c17f8f
Inchauste, G. and N. Lustig. 2017. The Distributional Impacts of Taxes and Transfers: Evidence from Eight Low-and
Middle-Income Countries. Washington, D.C.: World Bank Group.
https://elibrary.worldbank.org/doi/pdf/10.1596/978-1-4648-1091-6?download=true
Indonesia-investment.com. 2017. “Three giant businessmen join Indonesia’s tax amnesty program”. Available
online at https://www.indonesia-investments.com/news/todays-headlines/three-giant-businessmen-
join-indonesia-s-tax-amnesty-program/item7155? September 3, 2017.
IEA. 2017. The 2017 World Energy Outlook. https://www.iea.org/weo2017/
International Monetary Fund. 2015. Fiscal Policy and Long-Term Growth. Washington, D.C.: International
Monetary Fund. http://www.imf.org/external/pp/ppindex.aspx
International Monetary Fund. 2017a. “Indonesia 2017 Article IV Consultation Staff Report,” Country Report
No. 18/32.
International Monetary Fund. 2017b. IMF Fiscal Monitor. October
International Monetary Fund. 2018. World Economic Outlook Update: Brighter Prospects, Optimistic
Markets, Challenges Ahead. January. Washington DC: IMF
Institute of Chartered Accountants in England and Wales. 2016. “Digitalisation of Tax: International
Perspectives”.
Institute of Fiscal Studies. 2016. “The changing composition of UK tax revenues,” Institute of Fiscal Studies
Briefing Note BN182, 2016
Jakarta Globe. November 30, 2017. http://jakartaglobe.id/business/google-pays-2015-back-taxes-owed-to-
indonesia-in-full/
Jambeck, J. et al. 2015. “Plastic waste inputs from land into the ocean,” Science, Vol. 347, Issue 6223
Jeffrey Hutton, “Nine Indonesian Tycoons Agree to Disclose Hidden Assets to Tax Office,” Forbes (November
30, 2016); and “Three Giant Businessmen Join Indonesia’s Tax Amnesty Program,” Indonesia-
Investments (September 3, 2016).
Jellema, J., M. Wai-Poi and R. Afkar. 2017. The Distributional Impact of Fiscal Policy in Indonesia.
Commitment to Equity Working Paper No. 40. May 2017. New Orleans: Tulane University
Joshi, A., W. Prichard, C. Heady. 2014. “Taxing the Informal Economy: The Current State of Knowledge and
Agendas for Future Research”, The Journal of Development Studies, 50(10), 1325-1347
Kemenkeu. February 2018. Financial Note. https://www.kemenkeu.go.id/media/7159/apbn-kita-edisi-
februari-2018.pdf
Kettle, S., M. Hernandez, S. Ruda and M.Sanders. June 2016. “Behavioral Interventions in Tax Compliance:
Evidence from Guatemala,” The World Bank, Policy Research Working Paper 7690
Khwaja, M. S., R. Awasthi and J. Loeprick. 2011, “Risk-Based Tax Audits: Approaches and Country
Experiences,” The World Bank (2011)
Kompas. January 15, 2018. http://nasional.kompas.com/read/2018/01/15/21321251/februari-2018-dana-
pkh-tahap-pertama-dicairkan-untuk-10-juta-keluarga
Kray, A. and McKenzie, D. 2014. “Do Poverty Traps Exist? Assessing the Evidence.” Journal of Economic
Perspectives, Vol. 28, No. 3 (Summer 2014)
Le, T.M. 2003. “Value-Added Taxation: Mechanism, Design, and Policy Issues”.
Le, T.M., L. Jensens, N. Biletska and G.P. Shukla. June 2016. “Assessing Domestic Revenue Mobilization:
Analytical Tools and Techniques.” The World Bank, MFM Discussion Paper
Lopez, R. and G. Galinato. 2007. “Should governments stop subsidies to private goods? Evidence from rural
Latin America”. Journal of Public Economics, 2007, vol. 91, issue 5-6, 1071-1094
Metal Bulletin. December 27, 2017. https://www.metalbulletin.com/Article/3775728/coking-coal/2017-
REVIEW-Coking-coal-market-not-catching-a-break.html
Metro TV News (February 07, 2018). http://ekonomi.metrotvnews.com/mikro/GNlJyagk-realisasi-
penyaluran-bantuan-pangan-nontunai-meleset
Microsoft and PriceWaterHouseCoopers (PwC). 2017. “Digital Transformation of Tax Administration”
Mitchell, D. 2005. “The Impact of Government Spending on Economic Growth.” The Heritage Foundation
(March 15, 2005)
Netral English. February 3, 2018.
http://www.en.netralnews.com/news/business/read/18080/rupiah.volatility.in.january.2018.consider
ed.stable.and.safe
OECD. 2010. “Tax Policy Reform and Economic Growth”. OECD Tax Policy Studies, No. 20.
______. 2011. “Taxation, Innovation and the Environment: A Policy Brief”. September 2011.
______. 2017a. “Inclusive Framework on BEPS.” Progress report July 2016-June 2017
______. 2017b. “Multilateral convention to implement tax treaty-related measures to prevent BEPS”.
http://www.oecd.org/tax/treaties/multilateral-convention-to-implement-tax-treaty-related-measures-
to-prevent-beps.htm
Ostry. J.D., A. Berg and C.G. Tsangarides. 2014. “Redistribution, Inequality, and Growth”. Washington, D.C.:
International Monetary Fund.
Parandekar, S.D. and E. Sedmik. 2016. “Unraveling a secret: Vietnam’s outstanding performance on the PISA
test”. Policy Research working paper; no. WPS 7630. Washington, D.C.: World Bank Group.
http://documents.worldbank.org/curated/en/258431468196137980/Unraveling-a-secret-Vietnams-
outstanding-performance-on-the-PISA-test
Poortinga, W.; E. Sautkina, G. O. Thomas, E. Wolstenholme. “The English Plastic Bag Charge”. Cardiff
University, September 2016
Republika. January 15, 2018. http://republika.co.id/berita/ekonomi/keuangan/18/01/15/p2lvax383-kurang-
bayar-anggaran-subsisi-energi-membengkak-pada-2017
Reuters. November 1, 2013. Mexican Congress passes diluted government tax reform.
Reuters. December 5, 2017. https://www.reuters.com/article/us-column-russell-coal-china/china-trims-
appetite-for-coal-imports-but-prices-hold-up-russell-idUSKBN1DZ015
Reuters. January 17, 2018. UPDATE 1-Indonesia completes contract amendments with coal miners. Accessed
through: https://www.reuters.com/article/indonesia-coal/update-1-indonesia-completes-contract-
amendments-with-coal-miners-idUSL3N1PC3GG
Reuters. February 3, 2018. Fed's Williams sees three or four rate hikes this year.
https://www.reuters.com/article/us-usa-fed-williams/feds-williams-sees-three-or-four-rate-hikes-
this-year-idUSKBN1FM2LV
Reuters. February 8, 2018. Coal buyers spooked by Indonesia's new shipping rules: Assoc. Jakarta. Reuters.
Accessed through https://www.reuters.com/article/us-indonesia-shipping-cabotage/coal-buyers-
spooked-by-indonesias-new-shipping-rules-assoc-idUSKBN1FS192
Russell, B. 2010. “Revenue Administration: Developing a Taxpayer Compliance Program.” The International
Monetary Fund, Technical Notes and Manuals 10/17
Smithers, R. 2016. “England’s plastic bag usage drops 85persen since 5p charge introduced”. The Guardian (July
30, 2016).
Sugana, R. and A. Hidayat. 2014. “Analysis of 2013 VAT Revenue Potential and Gaps in Indonesia”. Journal of
Indonesian Economic Development (JEPI). Jakarta: University of Indonesia.
Tempo. January 21, 2018. Surplus Dulu Minus Kemudian. Jakarta. Tempo Magazine. Accessed (premium
content) through: https://majalah.tempo.co/konten/2018/01/21/LU/154798/Surplus-Dulu-Minus-
Kemudian/48/46
The Jakarta Post. June 15, 2017. http://www.thejakartapost.com/news/2017/06/15/government-launches-
15th-economic-policy-package.html
The Jakarta Post. January 22, 2018. http://www.thejakartapost.com/news/2018/01/22/indonesia-can-only-
import-346000-tons-of-rice.html
The Jakarta Post. February 11, 2018. http://www.thejakartapost.com/news/2018/02/11/pertamina-pgn-to-
connect-78367-households-through-city-gas-network-in-2018.html
Tiwari, S., F.A. Darko, I. Setiawan and J. Jellema. 2018. “Revisiting the Distributional Impact of Fiscal Policy in
Indonesia.” Forthcoming.
World Bank. 2006. “Equity and Development”. World Development Report.
http://documents.worldbank.org/curated/en/435331468127174418/World-development-report-
2006-equity-and-development
_________. 2015a. “Technical Note: Estimating Infrastructure Investment and Capital Stock in Indonesia”.
Jakarta: World Bank, June 2015.
_________. 2015b. Indonesia Economic Quarterly: In Times of Global Volatility. October. Jakarta: World Bank.
_________. 2016a. “Indonesia’s Rising Divide”. Jakarta: World Bank.
http://pubdocs.worldbank.org/en/16261460705088179/Indonesias-Rising-Divide-English.pdf
_________. 2016b. “Indonesia Health Financing System Assessment: Spend More, Right, and Better”. Jakarta:
World Bank. https://openknowledge.worldbank.org/bitstream/handle/10986/25363/110298-
REVISED.pdf
_________. 2017a. Indonesia Economic Quarterly: Upgraded. June. Jakarta: World Bank.
_________. 2017b. Indonesia Economic Quarterly: Closing the gap. October. Jakarta: World Bank.
_________. 2017c. “Program Document for the Second Indonesia Fiscal Reform Development Policy Loan”.
October 3, 2017.
_________. 2017d. World Bank Commodity Market Outlook. October.
http://www.worldbank.org/en/research/commodity-markets.
_________. 2017e. Indonesia Economic Quarterly: Decentralization that delivers. December. Jakarta: World Bank.
_________. 2017f. “Towards a comprehensive, integrated, and effective social assistance system in Indonesia”.
Washington, D.C.: World Bank Group.
http://documents.worldbank.org/curated/en/535721509957076661/Towards-a-comprehensive-
integrated-and-effective-social-assistance-system-in-Indonesia
_________. 2018a. Riding the Wave: An East Asian Miracle for the 21st Century. World Bank East Asia and Pacific
Regional Report. Washington, DC: World Bank.
_________. 2018b. Global Economic Prospects: Broad-Based Upturn: Will It Last? January. Washington, DC:
World Bank
_________. 2018c (forthcoming). “Indonesia Tobacco Employment Study”. Jakarta: World Bank.
_________. 2018d. “Growing Smarter: Learning and Equitable Development in East Asia and Pacific”.
https://openknowledge.worldbank.org/handle/10986/29365
Zero Waste Scotland. 2015. “Carrier Bag Charge ‘One Year On’”. October 2015
Lampiran Gambar 3: Kontribusi terhadap PDB sector Lampiran Gambar 4: Penjualan mobil dan sepeda motor
produksi (pertumbuhan yoy, persen)
kontribusi terhadap pertumbuhan PDB riil yoy, poin persentase)
Pertanian, hutan, p'ikan Industri
6 Jasa-jasa Pajak-subsidi
80
PDB total
5 60
4
40
Penjualan mobil
20
3
0
2
‐20
1
‐40 Penjualan sepeda motor
0
Des-14 Des-15 Des-16 Des-17 ‐60
Feb‐15 Feb‐16 Feb‐17 Feb‐18
Sumber: BPS; Perhitungan staf Bank Dunia Sumber: CEIC; Perhitungan staf Bank Dunia
Lampiran Gambar 5: Indikator konsumen Lampiran Gambar 6: Indikator produksi industri dan
(tahun dasar penjualan eceran 2010=100) Manufaktur PMI
(indeks difusi PMI; pertumbuhan produksi industri yoy, persen)
250 150 55 10
Indeks survey konsumen BI (Kanan) Indeks produksi industri (Kanan)
230 120 53
5
210 90 51
0
190 60 49
-5
170 30 47
Indeks penjualan ritel BI (Kiri) Manufacturing PMI (Kiri)
150 0 45 -10
Feb-15 Feb-16 Feb-17 Feb-18 Feb-15 Feb-16 Feb-17 Feb-18
Sumber: BI Sumber: BPS; Nikkei/Markit; Perhitungan staf Bank Dunia
4
5
0
0
-4
-5 -8
-10 -12
Des-14 Des-15 Des-16 Des-17 Des-14 Des-15 Des-16 Des-17
Sumber: BI Sumber: BI
Lampiran Gambar 9: Neraca pembayaran Lampiran Gambar 10: Komponen neraca berjalan
(USD miliar) (USD miliar)
Kesalahan & pembulatan Pendapatan sekunder
Neraca modal & keuangan 40 Pendapatan primer
Neraca transaksi berjalan Perdagangan jasa
35 Neraca keseluruhan Perdagangan barang
Neraca transaksi berjalan
25 20
15
5 0
-5
-15 -20
-25
-35 -40
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Sumber: BI Sumber: BI
Lampiran Gambar 11: Ekspor barang Lampiran Gambar 12: Impor barang
(USD miliar) (USD miliar)
Ekspor total (fob) Pertanian Impor total (cif) Minyak & gas
Manufaktur Pertambangan 16 Barang konsumsi Bahan mentah
16 Minyak & gas Barang modal
14
14
12 12
10 10
8 8
6 6
4 4
2 2
0 0
Jan-15 Jan-16 Jan-17 Jan-18 Jan-15 Jan-16 Jan-17 Jan-18
Sumber: BPS Sumber: BPS
Lampiran Gambar 13: Cadangan devisa dan arus Lampiran Gambar 14: Inflasi
modal (pertumbuhan yoy, persen)
(milyar USD)
9 8
130
7 Makanan
6
110 6
3 Non-makanan
5
90
0 4 Headline
70 3
-3 Global bonds (kiri) Inti
SBI (kiri) 2
SUN (kiri) 50
-6
Equities (kiri) 1
Cadangan devisa (kanan)
-9 30 0
Feb-15 Feb-16 Feb-17 Feb-18 Feb-16 Agu-16 Feb-17 Agu-17 Feb-18
Sumber: BI; Kementerian Keuangan Sumber: BPS; BI; Perhitungan staf Bank Dunia
Catatan: SUN = Surat Utang Negara; SBI = Surat Berharga BI
Lampiran Gambar 15: Rincian IHK bulanan Lampiran Gambar 16: Perbandingan inflasi beberapa
(kontribusi terhadap pertumbuhan yoy, poin persentase) negara
(pertumbuhan yoy, persen)
Makanan olahan Makanan mentah
Pakaian Transportasi
Kesehatan Pendidikan Filipina
5 Perumahan Headline India
4 Indonesia
Cina
3 Malaysia*
2 AS
Korea
1 Jepang*
Thailand
0
Singapura*
-1
0 1 2 3 4 5
Feb-16 Agu-16 Feb-17 Agu-17 Feb-18
Sumber: BPS; Perhitungan staf Bank Dunia Sumber: BPS; CEIC; Perhitungan staf Bank Dunia
Catatan: data Februari 2018; *data Januari 2018.
Lampiran Gambar 17: Harga beras domestik dan Lampiran Gambar 18: Tingkat kemiskinan dan
internasional pengangguran
(harga grosir, IDR per kg) (persen)
20
12,500
11,000 16
Beras domestik, IR64-II
Tingkat kemiskinan
9,500
12
8,000
6,500
Beras Viet Nam, pecah 5 persen 8 Tingkat pengangguran
5,000
3,500 4
Feb-15 Feb-16 Feb-17 Feb-18 2005 2007 2009 2011 2013 2015 2017
Sumber: Pusat perkulakan beras Cipinang; FAO Sumber: BPS
Catatan: “pecah 5%” mengacu pada kualitas penggilingan beras. 5% Catatan: Garis kemiskinan berdasarkan garis kemiskinan nasional
merupakan proporsi biji pecah selama proses penggilingan.
Lampiran Gambar 19: Indeks saham regional Lampiran Gambar 20: Nilai tukar dollar AS
(indeks harian, September 1, 2015=100) (indeks bulanan, Agustus 2015=100)
JSI-Indonesia Shanghai-China
BSE-India SGX-Singapore 130
140
SET-Thailand Brazil
130 120
110 Indonesia
120
110 100
India
100 90
Afrika
Selatan
90 80 Turki
80 70
Mar-16 Sep-16 Mar-17 Sep-17 Mar-18 Feb-16 Agu-16 Feb-17 Agu-17 Feb-18
Sumber: CEIC; Perhitungan staf Bank Dunia Sumber: CEIC; Perhitungan staf Bank Dunia
Lampiran Gambar 21: Imbal hasil obligasi pemerintah Lampiran Gambar 22: Selisih imbal obligasi dolar AS
5-tahunan dalam mata uang lokal terhadap kelompok negara-negara EMBI Global
(persen) (basis poin)
Indonesia Malaysia Indonesia spread - overall EMBIG spread (RHS)
10 Singapura Thailand Indonesia EMBIG bond spread 50
Amerika Serikat
8 300 0
6 -50
250
4 -100
200
2 -150
0 150 -200
Mar-16 Sep-16 Mar-17 Sep-17 Mar-18 Mar-16 Sep-16 Mar-17 Sep-17 Mar-18
Sumber: CEIC Sumber: JP Morgan
Lampiran Gambar 23: Pertumbuhan kredit komersial, Lampiran Gambar 24: Indikator sektor perbankan
pedesaan (rural) dan simpanan (bulanan, persen)
(pertumbuhan yoy, persen)
Rasio pinjaman thd deposito (kiri)
15 Rasio likuiditas thd aset (kiri)
Rasio kecukupan modal (kiri)
100 Rasio kredit b'masalah (kanan) 5
12
Simpanan
swasta 3
9
50
Pinjaman 1
6
3 0 -1
Des-15 Jun-16 Des-16 Jun-17 Des-17 Des-15 Jun-16 Des-16 Jun-17 Des-17
Sumber: BI; Perhitungan staf Bank Dunia Sumber: BI; Perhitungan staf Bank Dunia
Lampiran Gambar 25: Utang pemerintah Lampiran Gambar 26: Utang luar negeri
(rasio terhadap PDB, kiri; USD miliar, kanan) (rasio terhadap PDB, kiri; USD miliar, kanan)
Domestik (kanan) Swasta (kanan)
Eksternal (kanan) Publik (kanan)
40 300 40 400
Rasio utang LN thd PDB %
Rasio utang LN thd PDB %
30 225 30 300
20 150 20 200
10 75 10 100
0 0 0 0
Sumber: BI; Kementerian Keuangan; Perhitungan staf Bank Dunia Sumber: BI; Perhitungan staf Bank Dunia
PDB nominal (USD miliar) 165 755 893 918 915 891 861 933
1,015
PDB per kapita (USD miliar) 857 3,167 3,688 3,741 3,668 3,532 3,370 3,603 3,878
Anggaran Pemerintah Pusat (% PDB)2
Pendapatan dan hibah 20.8 14.5 15.5 15.5 15.1 14.7 13.1 12.5 ..
Pendapatan non-pajak 9.0 3.9 4.2 4.1 3.7 3.8 2.2 2.1 ..
Pendapatan pajak 11.7 10.5 11.2 11.4 11.3 10.9 10.8 10.4 ..
Pengeluaran 22.4 15.2 16.5 17.3 17.3 16.8 15.7 15.0 ..
Konsumsi 4.0 3.6 3.8 3.9 4.1 4.0 4.5 4.6 ..
Modal 2.6 1.2 1.5 1.7 1.9 1.4 1.9 1.4 ..
Bunga pinjaman 5.1 1.3 1.2 1.2 1.2 1.3 1.4 1.5 ..
Subsidi 6.3 2.8 3.8 4.0 3.7 3.7 1.6 1.4 ..
Surplus/defisit -1.6 -0.7 -1.1 -1.8 -2.2 -2.1 -2.6 -2.5 ..
Utang Pemerintah 97.9 24.5 23.1 23.0 24.9 24.7 27.4 28.3 ..
Utang luar negeri pemerintah 51.4 11.1 10.2 9.9 11.2 10.2 11.9 11.3 ..
Total utang luar negeri (termasuk utang
87.1 26.8 25.2 27.5 29.1 32.9 36.1 34.3 34.8
swasta)
Neraca pembayaran (% PDB)3
Neraca pembayaran keseluruhan .. 4.0 1.3 0.0 -0.8 1.7 -0.1 1.3 1.1
Neraca transaksi berjalan 4.8 0.7 0.2 -2.7 -3.2 -3.1 -2.0 -1.8 -1.7
Ekspor, barang dan jasa 42.8 22.0 23.9 23.0 22.4 22.3 19.9 18.0 19.1
Impor, barang dan jasa 33.9 19.2 21.2 23.2 23.1 22.7 19.3 17.1 18.0
Transaksi berjalan 8.9 2.8 2.7 -0.2 -0.7 -0.3 0.6 0.9 1.1
Neraca transaksi keuangan .. 3.5 1.5 2.7 2.4 5.0 2.0 3.1 2.9
Penanaman modal langsung, neto -2.8 1.5 1.3 1.5 1.3 1.7 1.2 1.7 2.0
Cadangan devisa bruto (USD miliar) 29.4 96 110 113 99 112 106 116 130
Moneter (% perubahan)3
Deflator PDB1 20.4 8.3 7.5 3.8 5.0 5.4 4.0 2.5 4.3
Suku bunga Bank Indonesia (%) .. .. .. .. .. .. 6.3 4.8 4.3
Kredit domestik (akhir periode) .. 23.3 24.7 23.1 21.4 11.6 10.1 7.8 8.2
Nilai tukar nominal (rerata, IDR/USD) 8,392 9,087 8,776 9,384 10,460 11,879 13,392 13,307 13,384
Harga (% perubahan)1
Indeks Harga Konsumen (akhir periode) 9.4 7.0 3.8 3.7 8.1 8.4 3.4 3.0 3.6
Indeks Harga Konsumen (rerata) 3.7 5.1 5.3 4.0 6.4 6.4 6.4 3.5 3.8
Harga minyak mentah Indonesia (USD
per barel, akhir periode)4 28 79 112 113 107 60 36 51 61
Sumber: BPS dan Perhitungan staf Bank Dunia, menggunakan angka yang direvisi dengan tahun dasar 2010. Kementerian Keuangan dan
1 2