Anda di halaman 1dari 19

RESUM

PERSYARATAN ICU MENURUT PKM, KARS, SNAR

Dosen Pembimbing : Kusniawati, S.Kep, Ners, M.Kep

DISUSUN OLEH :
Iman Sadewa 27904117024

PROGRAM STUDI D IV KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2020
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 30 TAHUN 2019
TENTANG
KLASIFIKASI DAN PERIZINAN RUMAH SAKIT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pelayanan di rumah sakit yang


profesional dan bertanggung jawab dibutuhkan dalam
mendukung upaya kesehatan dalam rangkaian
pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan
terpadu;

b. bahwa rumah sakit dengan karakteristik dan organisasi


yang kompleks membutuhkan kepastian dan
perlindungan hukum dalam rangka mengarahkan dan
meningkatkan pengelolaannya;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana


dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 24 ayat (4) dan Pasal 28
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan
tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik


Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4431);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);

3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah


Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5072);

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014


tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5584) sebagaimana
telah beberapa kali diubah, terakhir dengan
UndangUndang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan
atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga


Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5607);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2016 tentang


Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 229, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5942);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang


Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara
Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2018 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6215);

8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015


tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2015
Nomor 1508) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2018
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik


Indonesia Tahun 2018 Nomor 945);

9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2016


tentang Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana
Rumah Sakit (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2016 Nomor 1197);

10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2017


tentang Akreditasi Rumah Sakit (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 1023);

11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 31 Tahun 2018


tentang Aplikasi dan Sarana, Prasarana, dan Alat
Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2018 Nomor 1012);
BAB V
PENYELENGGARAAN

Pasal 43

(1) Setiap Rumah Sakit harus menyelenggarakan pelayanan


rawat inap, rawat jalan, dan kegawatdaruratan.

(2) Pelayanan kegawatdaruratan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 44

(1) Dalam menyelenggarakan pelayanan rawat inap


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1), Rumah
Sakit harus memiliki:

a. jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling


sedikit:

1. 30% (tiga puluh persen) dari seluruh tempat


tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah; dan

2. 20% (dua puluh persen) dari seluruh tempat


tidur untuk Rumah Sakit milik swasta.

b. jumlah tempat tidur perawatan di atas perawatan


kelas I paling banyak 30% (tiga puluh persen) dari
seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan swasta.

c. jumlah tempat tidur perawatan intensif paling


sedikit 8% (delapan persen) dari seluruh tempat
tidur untuk Rumah Sakit baik milik Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, dan swasta.

(2) Dalam hal pelayanan rawat inap di Rumah Sakit umum,


Jumlah tempat tidur perawatan intensif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas 5% (lima
persen) untuk pelayanan unit rawat intensif (ICU), dan
3% (tiga persen) untuk pelayanan intensif lainnya.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (c)


dikecualikan untuk Rumah Sakit khusus mata dan
Rumah Sakit khusus gigi dan mulut.

Pasal 45

(1) Rumah Sakit dapat ditetapkan menjadi Rumah Sakit


pendidikan setelah memenuhi persyaratan dan standar
Rumah Sakit pendidikan.

(2) Penetapan Rumah Sakit pendidikan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 46

(1) Rumah Sakit yang didirikan oleh swasta dapat berupa


Rumah Sakit dengan penanaman modal asing.

(2) Penyelenggaraan Rumah Sakit dengan penanaman modal


asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.

(3) Rumah Sakit dengan penanaman modal asing


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki paling
sedikit 200 (dua ratus) tempat tidur atau dilaksanakan
berdasarkan kesepakatan/kerja sama internasional.

(4) Klasifikasi Rumah Sakit dengan penanaman modal asing


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. Rumah Sakit umum kelas A dan kelas B; dan

b. Rumah Sakit khusus kelas A dan kelas B.

Pasal 47

(1) Rumah Sakit dapat mendayagunakan tenaga kesehatan


dan tenaga nonkesehatan warga negara asing sesuai
kebutuhan pelayanan.

(2) Pendayagunaan tenaga kesehatan dan tenaga


nonkesehatan warga negara asing sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 48
Setiap Rumah Sakit harus memiliki peraturan internal dan
organisasi yang efektif, efisien, dan akuntabel sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 49

(1) Pimpinan Rumah Sakit tidak boleh merangkap jabatan


manajerial di Rumah Sakit lain.

(2) Pemilik Rumah Sakit tidak boleh merangkap menjadi


kepala atau direktur Rumah Sakit.

(3) Kepala atau direktur Rumah Sakit harus seorang tenaga


medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di
bidang perumahsakitan.
(4) Selain kepala atau direktur Rumah Sakit sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), pimpinan unsur pelayanan
medik di Rumah Sakit harus seorang tenaga medis yang
mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang
perumahsakitan.

Pasal 50
(1) Dalam rangka pengelolaan Rumah Sakit, pemilik Rumah
Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2)
dapat melakukan kerja sama dengan pihak ketiga.

(2) Kerja sama dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 51
(1) Setiap Rumah Sakit wajib terakreditasi.
(2) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan paling lama setelah beroperasi 2 (dua)
tahun sejak Rumah Sakit memperoleh Izin Operasional
pertama kali sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 52
(1) Peningkatan kelas Rumah Sakit dapat dilakukan sesuai
dengan kriteria klasifikasi Rumah Sakit.

(2) Peningkatan kelas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilakukan secara bertahap dan hanya diperbolehkan naik
satu tingkat di atasnya.

(3) Peningkatan kelas Rumah Sakit sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) hanya dapat dilakukan terhadap Rumah
Sakit yang telah terakreditasi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 53

(1) Rumah Sakit dapat melakukan pengembangan


pelayanan medik spesialistik dan subspesialistik program
kesehatan nasional.

(2) Pengembangan pelayanan medik spesialistik dan


subspesialistik program kesehatan nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
pedoman masing-masing program kesehatan yang diatur
oleh Direktur Jenderal.

(3) Selain melakukan pengembangan pelayanan medik


spesialistik dan subspesialistik program kesehatan
nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Rumah
Sakit dapat melakukan pengembangan pelayanan medik
spesialistik dan subspesialistik melalui kemitraan
dengan penanam modal asing berupa pembentukan
klinik utama penanaman modal asing sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Klinik utama penanaman modal asing sebagaimana


dimaksud pada ayat (3) didirikan dalam area Rumah
Sakit kelas B dan kelas A.

(5) Pelayanan klinik utama penanaman modal asing


sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus terintegrasi
dengan penyelenggaraan pelayanan Rumah Sakit.
(6) Rumah Sakit yang melakukan pengembangan pelayanan
klinik utama penanaman modal asing sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) harus memiliki Izin Operasional
Rumah Sakit penanaman modal asing.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan klinik


utama penanaman modal asing sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 54

(1) Setiap Rumah Sakit yang telah mendapatkan Izin


Operasional harus teregistrasi di Kementerian Kesehatan
melalui aplikasi registrasi online Kementerian Kesehatan
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.

(2) Selain melakukan registrasi sebagaimana dimaksud pada


ayat (1), Rumah Sakit juga harus melakukan
pembaharuan data secara berkala setiap 3 (tiga) bulan
atau sewaktu-waktu jika terjadi perubahan data Rumah
Sakit.

Pasal 55

(1) Pemberian nama Rumah Sakit harus memperhatikan


nilai dan norma agama, sosial budaya, dan etika.

(2) Pemberian nama Rumah Sakit sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dapat disesuaikan dengan kepemilikan,
jenis, dan kekhususannya.

(3) Pemberian nama Rumah Sakit khusus sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) harus mencantumkan
kekhususannya.
(4) Pemberian nama Rumah Sakit sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilarang:

a. menambahkan kata internasional, international,


kelas dunia, world class, global, dan/atau yang
disebut nama lainnya yang bermakna sama;

b. mencantumkan kepemilikan institusi atau bidang


kekhususan lain yang bermakna serupa; dan/atau

c. menggunakan nama orang yang masih hidup.

SNARS
PENGGUNAAN DAN PENGELOLAAN RUANG ICU
1. Pelayanan ICU adalah pelayanan yang diberikan kepada pasien yang dalam keadaan sakit
berat dan perlu dirawat khusus, serta memerlukan pantauan ketat dan terus menerus serta
tindakan segera.
2. Pelayanan ICU adalah pelayanan yang harus mampu memberikan tunjangan ventilasi
mekanis lebih lama, mampu melakukan tunjangan hidup yang lain tetapi tidak terlalu
kompleks sifatnya.
3. Ruang ICU terletak dekat dengan kamar operasi, ruang perawatan lainnya, dan memiliki
akses yang mudah ke IGD, Radiologi dan ke Laboratorium.
4. Area pasien :
a. Unit terbuka 12-16 m2/ tempat tidur.
b. Jarak antara tempat tidur 2 meter.
c. Mempunyai 1 tempat cuci tangan setiap 2 tempat tidur.
d. Outlet oksigen 1 / tempat tidur.
e. Stop kontak 4 / tempat tidur.
5. Indikasi pasien masuk ICU :
1. Prioritas 1 :Pasien yang mengalami gangguan akut pada organ vital yang
memerlukan tindakan dan terapi yang intensif cepat yaitu utamanya pada pasien
dengan gangguan pada sistem Pernafasan (B1), Sirkulasi Darah (B2), Susunan syaraf
pusat (B3) yang tidak stabil
2. Prioritas 2 :Pasien yang memerlukan pemantauan alat canggih utamanya pada pasien
yang mengalami pasca pembedahan mayor
3. Prioritas 3 :Pasien yang dalam kondisi kritis dan tidak stabil yang mempunyai
harapan kecil untuk disembuhkan atau manfaat dari tindakan yang didapat sangat
kecil. Pasien ini hanya memerlukan terapi intensif pada penyakit akutnya tetapi tidak
dilakukan intubasi atau Resusitasi Kardiopulmoner.
6. Pasien yang masuk ke ICU boleh dari IGD, Poliklinik, Ruang rawat inap, Kamar Operasi,
Rujukan / pindahan dari RS lain dan dari dokter praktek, asalkan sesuai dengan kriteria
pasien masuk ICU berdasar prioritas 1,2,3 di atas.
7. Yang menentukan pasien bisa masuk ICU adalah dokter kepala ICU.
8. Apabila ICU dalam keadaan kosong, maka semua dokter diperkenankan untuk merawat
pasien di ruang ICU sesuai dengan kriteria pasien masuk ICU berdasarkan Prioritas 1, 2,
3 diatas.
9. Indikasi Pasien Keluar ICU :
Pada pasien yang dengan terapi atau pemantauan intensif tidak diharapkan atau tidak
memberikan hasil, sedangkan pasien pada waktu itu tidak menggunakan alat bantu
mekanis ( ventilator ) yaitu :

1. Pasien yang mengalami MBO ( mati batang otak )


2. Pasien terminal / pasien ARDS stadium akhir

a. Pada pasien yang telah membaik dan cukup stabil sehingga tidak memerlukan terapi
atau pemantauan intensif lebih lanjut.
b. Pasien yang hanya memerlukan observasi intensif saja, sedangkan ada pasien yang
lebih gawat dan lebih memerlukan terapi atau pemantauan intensif lebih lanjut.
c. Pasien atau keluarga menolak untuk dirawat lebih lanjut di ICU / pulang paksa.
10. Apabila ICU tidak terisi penuh, maka yang menentukan pasien keluar ICU adalah dokter
primer yang merawat pasien tersebut.
11. Pasien bisa keluar ICU selain berdasar kriteria 1,2,3 diatas adalah apabila pasien /
keluarga menolak untuk dirawat lebih lanjut di ICU (keluar paksa).
12. Apabila ICU terisi penuh, maka pengaturan pasien masuk dan keluar ICU dilakukan oleh
dokter Kepala ICU
13. Apabila dokter Kepala ICU berhalangan, maka koordinasi penggunaan ruang ICU
dilaksanakan oleh dokter jaga
14. Jadwal jaga ICU dibuat oleh Kepala ICU
15. Cara Pengisian Status ICU berdasarkan JUKNIS pengisian status ICU.
16. Berkas Status ICU dimasukkan dalam berkas status rawat inap kemudian disimpan di
rekam medis paling lambat 2 x 24 jam setelah pasien tersebut pulang atau rujuk ke RS
yang lebih tinggi tingkat kemampuannya, atau pasien tersebut pulang paksa, atau pindah
RS lain.
17. Bila pasien keluar ICU tetapi masih dirawat di ruang perawatan lain dalam RS , maka
berkas status ICU disertakan dalam status rawat inap pasien tersebut.
18. Pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan ICU ditulis dalam Buku Register Pasien,
buku laporan harian tiap shif dan sensus harian.
19. Evaluasi hasil perawatan pasien dilakukan dengan melakukan analisa berdasarkan kasus 
10 penyakit terbanyak ICU, berdasarkan pasien meninggal lebih dari 24 jam serta kurang
dari 24 jam, dan berdasar data kunjungan pasien per tahun.
20. Tersedianya obat – obat emergency yang memadai untuk menunjang life saving, seperti
Sulfas Atropin, Adrenalin, Cordaron, lidokain. Obat – obat tersebut diletakkan di troley
Emergency untuk memudahkan dalam penggunaan saat tindakan Emergency ke pasien.
21. Tersedianya Alkes, cairan infus dan  alat – alat yang menunjang untuk kebutuhan
emergency yang diletakkan di troley Emergency, seperti : Nasopharing, Oropharing,
Laringoscop, Endotrakeal Tube, alat ventilasi manual, masker oksigen, infus RL, Nacl
0,9 %, Hes 6 %, dan juga spuit dari ukuran 1 cc hingga 50 cc beserta water injeksi .
22. Prosedur penyediaan obat dan alkes dilakukan dengan mengajukan budjet pada Direktur
RS, dengan tembusan pada ka.sie keperawatan dan ka. keuangan dan program.
23. Pemeriksaan laboratorium ICU terpusat di laboratorium dan bisa dilakukan 24 jam on
site.
a. Bila ada pemeriksaan laborat, maka petugas ICU memberitau ke petugas Laborat
tentang pemeriksaan yang diminta.
b. Petugas ICU membuatkan surat permintaan pemeriksaan laborat pada lembar
pemeriksaan laborat, sesuai dengan permintaan dokter.
c. Petugas laborat datang ke ICU untuk melakukan pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan laborat sesuai dengan surat permintaan tersebut.
d. Petugas laborat menuliskan rekening pemeriksaan pada lembar rekening pasien.
e. Bila hasil pemeriksaan sudah ada, maka petugas laborat mengantarkan hasilnya ke
ICU.
f. Bila ada pemeriksaan radiologi maka petugas ICU memberitaukan ke petugas
radiologi tentang pemeriksaan radiologi yang diminta.
g. Khusus untuk Thorax foto, petugas radiologi datang ke ICU kemudian melakukan
pemeriksaan thorax foto (alatnya bisa mobile)
h. Petugas radiologi menuliskan di rekening pasien tentang pemeriksaan yang
dilakukan.
i. Untuk pemeriksaan selain Thorax foto, dilakukan di radiologi karena alatnya tidak
mobile
j. Bila pemeriksaan dilakukan di radiologi, maka petugas ICU mengantarkan pasien ke
radiologi untuk dilakukan pemeriksaan
k. Bila hasil pemeriksaan sudah ada, maka petugas radiologi mengantar hasilnya ke
ICU.
l. Petugas ICU harus memakai skort , alas kaki dan masker khusus ruang ICU.
m. Petugas harus mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
n. Untuk tindakan-tindakan tertentu petugas harus memakai sarung tangan steril.
o. Perlindungan dari penyakit menular bagi petugas ICU dilakukan sesuai prosedur.
p. Tersedianya APAR di ruang ICU
q. Karena sebagian besar alat ICU menggunakan listrik, maka dilakukan pemeliharaan
rutin untuk mencegah terjadinya lonjatan listrik baik ke petugas maupun ke pasien.
24. Pemeriksaan Radiologi terpusat di radiologi dan  bisa dilakukan 24 jam on site.
25. Pelaksanaan keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan bencana (K3) :
 

II.  PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL ICU :


1. Lingkungan ICU
A. Pintu ruang ICU (luar dan dalam) harus selalu dalam keadaan tertutup
B. Pemasangan alas lantai didepan pintu dalam ICU harus tetap terpasang dan dalam
kondisi basah dengan larutan desinfektan.
C. Pengaturan batas tegas antara daerah semi steril dan non steril sesuai prosedur.
D. Melakukan pembersihan rutin ruang ICU dan peralatan ICU sesuai jadwal yang
telah ditentukan.
E. Melakukan sterilisasi ruangan (UV) setelah pembersihan ruangan sesuai prosedur.
F. Penanganan sampah pembuangan BAB dan BAK pasien sesuai dengan prosedur.
G. Petugas ICU (dokter dan perawat).
i. Petugas ICU harus memakai skort dan alas kaki khusus ruang ICU.
ii. Petugas harus mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
iii. Pemakaian handscoen dalam melakukan tindakan perawatan terhadap
pasien.
iv. Penggunaan softa-man bagi petugas setiap selesai kontak dengan pasien.
v. Untuk Pasien ICU
a. Pasien harus ganti baju, celana khusus ruang ICU.
b. Penggantian alat tenun pasien dilakukan setiap shift jaga atau bila
kotor.
c. Pembersihan tempat tidur dan alat-alat yang dipakai pasien setelah
pasien keluar, dengan menggunakan cairan desinfektan.
d. Untuk  pengunjung pasien ICU / keluarga pasien
a. Pengunjung bila masuk ruang ICU harus memakai baju
(skort) pengunjung dan alas kaki khusus ruang ICU.
b. Sebelum dan sesudah berkunjung ke pasien, pengunjung
cuci tangan terlebih dahulu atau membasahi tangan dengan menggunakan
softa-man.
c. Pengunjung hanya bisa masuk pada saat jam berkunjung (1
orang)
5.   Mengenai Peralatan Ruang ICU

1. Peralatan yang berupa set instrumen, alat kesehatan disposible harus dalam keadaan
steril.
2. Resterilisasi alat ICU dilakukan setiap 3 x 24 jam sekali.
3. Instrumen, alat – alat suction, sirkuit ventilator bila aelesai dipakai pada pasien direndam
dengan cairan desinfektan baru kemudian disterilkan di ruang sterilisasi.
4. Setiap pasien yang memerlukan suction harus mempunyai slang suction sendiri-sendiri
dan diganti dalam waktu 1 x 24 jam.
5. Penggunaan kom untuk suction diganti dalam waktu 1 x 24 jam dan tiap-tiap pasien
sendiri-sendiri
 
III. FASILITAS DAN PERALATAN
1.  Tersedia peralatan meliputi :
a. Tempat tidur khusus yang bisa dirubah posisinya sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
pasien.
b. Alat pengukur tekanan darah monitor
c. Pulse oxymetri dewasa, anak, dan bayi
d. ECG 12 lead
e. Alat pengukur tekanan Vena Central
f. Alat Pengukur suhu tubuh pasien.
g. Alat penghisap (suction) tidak sentral tetapi tekanannya bisa diatur berdasarkan
kebutuhan.
h. Alat ventilasi manual dewasa, anak dan bayi dan alat penunjang jalan nafas.
i. Peralatan akses vaskuler
j. Ventilator
k. Oksigen sentral
l. Lampu untuk melakukan tindakan
m. Defibrilator Biphasic
n. Peralatan drain thoraks
o. Troley emergency yang berisi alat dan obat – obat untuk emergency
p. Infus pump dan syringe pump
q. Peralatan portable untuk transportasi pasien
r. Hemodialisa
s. Semua peralatan diatas dapat berfungsi dengan baik disertai adanya program kalibrasi
dan pemeliharaan masing-masing alat
t. Penggunaan alat dicatat dalam buku pemakaian peralatan dan masing – masing alat ada
buku pemakaiannya sendiri-sendiri
u. SOP penggunaan Alat – alat sudah terpasang pada masing – masing alat tersebut.
v. Pemeliharaan Peralatan dilakukan setiap selesai dipergunakan, dan pemeliharaan rutin
satu kali seminggu, kemudian dicatat dalam lembar pemeliharaan alat. Masing – masing
alat punya catatan pemeliharaan sendiri.
w. Program Perencanaan peralatan dilakukan pada awal tahun dan apabila ada hal – hal yang
insidentil dan mendesak bisa dilaksanakan pada saat itu.
x. Peremajaan peralatan dilakukan bekerjasama dengan IPS RS dan Pihak Suplier alat
tersebut.
 
IV. KEPALA ICU
Kepala ICU adalah seorang dokter spesialis Anesthesi.

 V.     TENAGA PERAWATAN ICU


1. Tenaga perawatan ICU adalah tenaga perawat terlatih dengan pendidikan minimal lulus
BLS dan ECG dasar.
2. Bila ICU dalam keadaan kosong, maka petugas ICU sebagian membantu keruang rawat
inap lainnya yang lebih banyak membutuhkan tenaga, sebagian mengerjakan administrasi
dan melakukan perawatan alat – alat.
 

VI. TATA CARA PENILAIAN PEGAWAI


1. Penilaian Pegawai dilakukan rutin dan teratur tiap tahun, disertai adanya rekomendasi
dan tindak lanjut.
2. Yang menentukan jadwal / waktu untuk penilaian masing-masing pegawai adalah dari
bagian personalia.
3. Format penilaian pegawai dari personalia.
4. Yang melakukan penilaian adalah Kepala Pelayanan Keperawatan ICU dengan
mengetahui Ka.sie Keperawatan.
5. Dokumen hasil penilaian tersebut disimpan terpusat di personalia.
6. Untuk pegawai (Perawat) baru dan yang masih orientasi, selain penilaian rutin tahunan,
juga dilakukan penilaian 3 bulanan dalam bentuk cek list pelaksanaan instrumen C.
7. Dokumen hasil dari penilaian instrumen C, disimpan di ICU dan rekapan hasilnya
dilaporkan pada Ka.sie Keperawatan.

VII.   PENGEMBANGAN STAF DAN PROGRAM PENDIDIKAN


Pelaksanaan program pengembangan tenaga dilakukan oleh kepala ICU dan Kepala Pelayanan
Keperawatan ICU beserta Diklat Rumah Sakit sesuai dengan kebutuhan dan pengajuan program
pengembangan tenaga.
 

VIII.  KERJASAMA DENGAN UNIT PELAYANAN RUJUKAN


1. ICU melakukan rujukan ke Rumah Sakit yang mempunyai tingkat pelayanan yang lebih
tinggi kemampuannya.
2. Hubungan kerjasama dengan Rumah Sakit tersebut diatur dalam MOU antar rumah sakit
rujukan.
3. Pasien rujuk / pindah rumah sakit berdasarkan :
A. Saran dokter  yang merawat dengan pertimbangan akan mendapatkan terapi lebih
lanjut dan terapi serta alat yang lebih tinggi tingkat kemampuannya.
B. Permintaan dari keluarga pasien tersebut.
C. ICU RS  menerima rujukan dari Rumah sakit atau klinik yang tingkat
pelayanannya lebih rendah.
D. Kriteria pasien rujukan yang masuk ICU sesuai dengan kebijakan pasien masuk
ICU.

Anda mungkin juga menyukai