Anda di halaman 1dari 19

Tugas Mandiri

Dosen Pembimbing : Nazaruddin.,S.Kep.,Ns.,M.Kep

“: Komunikasi Pada Pasien Dan Keluarga”

DISUSUN OLEH :

NAMA : ANDRIANI

NIM : P201701253

Kelas : J3 Keperawatan

Matkul : Keperawatan Paliatif

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

MANDALA WALUYA KENDARI

2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang
kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Keperawatan Paliatif dengan judul
“Komunikasi Pada Pasien Dan Keluarga”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Kendari, 15 Mei 2020

Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Sampul…………………………………………………………………………….. i

Daftar Isi…………………………...…………………………………………………………ii

Kata Pengantar………………………………………………………………………………
iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……………………………………………………………………….1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………6
C. Tujuan………………………………………………………………………..……….7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Berita Buruk………………………………………………………………..8


B. Kesulitan Menyampaikan Berita Buruk…………………………………………...9
C. Strategi Menyampaikan Berita Buruk…………………………………..………..12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………………………………….18
B. Saran…………………………………………………………………………………18

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………...…..19
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Profesi perawat merupakan kombinasi dari pengetahuan, sikap, dan keterampilan


yang terwujud dalam bentuk perilaku caring. Perilaku ini dibutuhkan dalam interaksi
sosial yang alamiah terbentuk antara perawat dengan pasien, yang dikenal dengan helping
relationship. Menurut Riley (2016).

Hubungan perawat-pasien utamanya dimaksudkan untuk kepentingan pasien,


namun layaknya sebuah hubungan maka akan lebih efektif jika saling memuaskan satu
sama lain. Pasien akan puas ketika kebutuhanperawatankesehatanmerekadipenuhi
dengancarayangpenuh kasihsayang. Sementara itu, perawat merasa berprestasi ketika
intervensi yang mereka berikan dampak positif pada kondisi kesehatan pasien dan
perilaku mereka dinilai memenuhi kompetensi dan sikap caring.  Dengan begitu dapat
ditarik kesimpulan bahwa caring adalah basis dari profesi keperawatan.  Hubungan
terapeutik merupakan faktor penting dalam praktik keperawatan. Hubungan terapeutik
dibangun untuk membantu pasien dalam mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi
(Fontaine, 2009).

Praktek keperawatan profesional perawat memegang tanggug jawab yang sangat


besar di mana perawat dituntut untuk melaksanakan perannya selama 24 jam di samping
pasien dan keluarganya. Pasien dan kelurganya yang masuk rumah sakit akan mengalami
perasaan cemas atau yang biasa disebut ansietas. Perasaan cemas atau ansietas ini akan
lebih jelas di temukan pada pasien dan keluarga yang dan keluarga terhadap asuhan
keperawatan.

Hubungan antara perawat dan pasien merupakan dasar dari semua pendekatan
pengobatan keperawatan kesehatan. Hubungan terapeutik sebagai pondasi utama dalam
keperawatan kesehatan (Varcarolis, 2013).

Hubungan terapeutik dibentuk melalui komunikasi yang berlangsung melalui


empat
fase yang berurutan yaitu fase preinteraksi, fase orientasi, fasekerja,dan faseterminasi Hu
bungan yang tidak terapeutik antara perawat dan pasien dapat berpengaruh
negatifterhadap hasil terapi (Stuart, 2016).

Komunikasi yang baik antara perawat dan pasien merupakan hal yang paling
esesnsial dalam keberhasilan terapi untuk menciptakan hubungan terapeutik, maka
seorang perawat profesional harus mampu menghindari diri menggunakan komunikasi
sosial yang dapat merusak hubungan terapeutik dengan pasien. Perawat harus memahami
batasan-batasan dalam memberikan setiap layanan keperawatan kepada pasien sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi pasien. Hambatan komunikasi terapeutik dapat terjadi
karena beban kerja perawat, kondisi perasaan atau emosionalperawatmaupunpasien
(Chanetal.,2018).

Perawat adalah tenaga profesional kesehatan yang paling besar andilnya dalam
layanan perawatan di suatu rumah sakit. Perawat memiliki waktu yang paling banyak
berhubungan dengan pasien dan disebut sebagai garda terdepan dalam pelayanan
perawatan terhadap pasien. Oleh karena itu, semakin baik pelayanan yang diberikan oleh
perawat, maka semakin baik pula kualitas pelayanan di rumah sakit. Hasil studi
pendahuluan melalui pengamatan selama melakukan bimbingan mahasiswa dalam praktik
profesi atau pun pre klinik ditemui masih belum optimalnya komunikasi terapeutik yang
diterapkan perawat dalam setiap proses keperawatannya, adanya keluhan pasien
mengenai komunikasi yang buruk dari perawatnya, tidak mendapat informasi yang jelas
dari perawat tentang penyakit atau perawatannya selama menjalani perawatan di rumah
sakit serta merasa kurang diperhatikan oleh perawat. Keluhan ini tentunya masih jauh dari
prinsip-prinsip helping relationship. Beberapa hasil penelitian mengungkapkan faktor
yang dapat menghambat mereka dalam menggunakan komunikasi terapeutik diantaranya
yaitu beban kerja perawat.

Perawat yang memiliki kemampuan dan keterampilan baik dalam hal


berkomunikasi akan mudah menjalin hubungan dengan pasien maupun. Komunikasi yang
baik dan benar merupakan poin penting yang harus dimiliki oleh setiap tenaga kesehatan,
khususnya perawat. Komunikasi dibutuhkan oleh perawat dalam memberikan pelayanan
asuhan keperawatan baik kepada pasien maupun keluarga. Kemampuan seperti ini
penting dan harus ditumbuhkembangkan oleh perawat, sehingga menjadi suatu kebiasaan
dalam setiap menjalankan tugasnya dalam memberikan pelayanan kesehatan di Rumah
Sakit.
Komunikasi berperan dalam kesembuhan klien, berhubungan dalam kolaborasi
yang dilakukan perawat dengan tenaga kesehatan lainnya, dan juga berpengaruh pada
kepuasan klien dan keluarga. Hal tersebut menjadikan komunikasi dibutuhkan di setiap
bentuk pelayanan yang ada di Rumah Sakit. Salah satu bentuk pelayanan yang ada di
Rumah Sakit adalah ruangan intensive care unit (ICU) yaitu sebuah bentuk pelayanan
khusus pada pasien-pasien yang mengalami kondisi kritis. Intensive care unit adalah unit
perawatan khusus yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan kritis, cedera
dengan penyulit yang akan mengancam nyawa (Suryani, 2014).

Dalam kondisi seperti itu, tentunya dibutuhkan komunikasi yang efektif antara
perawat dan keluarga. Perawat harus mengetahui bagaimana cara Mnyampaikan kabar
buruk kepada pasien agar dapat diteriam pada pasien dan kerluarga menyampaikan berita
buruk juga menjadi pekerjaan yang sulit bagi seorang dokter.

Strategi S-P-I-K-E-S yang akan dijelaskan merupakan sebuah strategi yang


sederhana dan mudah dipelajari yang dapat digunakan untuk menyampaikan kabar buruk
dan membantu pasien untuk meresponnya dengan baik. Informasi tentang diagnosis
penyakit terminal, meskipun disampaikan dengan sangat komunikatif dan santun, tetap
akan dicerna sebagai berita buruk dan melahirkan persepsi masa depan pasien yang tidak
memungkinkan untuk sembuh sehingga akan menjalani masa sekarat hingga kematian. Di
lain sisi, dokter memiliki kewajiban untuk bersikap jujur kepada pasien dan bertindak atas
asas manfaat (beneficence) dan tidak membahayakan (non-maleficence) pasien.

Hal yang menjadi pertanyaan adalah prima facie dalam konteks tersebut: Apakah
tepat sikap dokter untuk menunjukkan morbiditas psikiatrik dan/atau kualitas hidup yang
lebih rendah pada pasien yang tidak tahu tentang prognosisnya yang fatal. Walaupun
memang, faktor budaya yang dominan pada kawasan Asia tetap berperan penting dalam
penanganan informasi ini. Maka dengan menimbang prinsip etik autonomy dan
beneficence terhadap pasien, lebih tepat agar menerapkan cara yang menguatkan
hubungan berlandaskan asas kepercayaan dengan juga mempertimbangkan preferensi
pasien dalam menerima informasi, terlibat dalam keputusan klinis, serta sejauh apa peran
keluarga terhadap dirinya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan berita buruk ?
2. Apa kesulitan dari menyampaikan berita brurk pada pasien ?
3. Bagaimana strategi menyampaikan berita buruk ?

C. Tujuan
1. Mahasiswa harus mengetahui definisi berita buruk.
2. Mahasiswa harus mengetahui kesulitan dari menyampaikan berita brurk pada pasien.
3. Mahasiswa harus mengetahui strategi menyampaikan berita buruk.
BAB II

TINJUAN PUSTAKA

A. Definisi Berita Buruk

Berita Buruk adalah suatu situasi di mana tidak ada harapan lagi, adanya ancaman
terhadap kesejahteraan fisik dan mental seseorang, sesuatu yang menuntut perubahan
gaya hidup yang sudah menjadi kebiasaan, sesuatu yang membuat seseorang memiliki
lebih sedikit pilihan dalam hidupnya atau dapat pula dikatakan bahwa berita buruk adalah
setiap “informasi negatif” tentang masa depan seseorang. berita buruk ini sering sekali
diasosiasikan dengan penyakit-penyakit terminal yang sudah tidak mungkin lagi
disembuhkan, seperti kanker. Namun sebenarnya bukan itu saja.

Ada beberapa situasi yang juga dikategorikan sebagai berita buruk :

1. Diagnosis penyakit kronis (contoh : diabetes melitus)


2. Cacat atau hilangnya suatu fungsi (contoh : impotensi, hemiplegia, kebutaan, dll).
3. Adanya kebutuhan perawatan atau pengobatan yang memberatkan/ menyakitkan/
mahal.

Kehidupan orang sakit dapat dipersingkat tidak hanya oleh tindakan, tetapi juga
oleh kata-kata ataupun perilaku dokter. Oleh karena itu merupakan sebuah tugas suci bagi
para dokter untuk menjaga dirinya sendiri dengan hati-hati dalam hal ini, dan untuk
menghindari segala sesuatu yang memiliki kecenderungan untuk membuat pasien putus
asa dan tertekan semangatnya. Namun, pada dekade sekarang ini model paternalistik
digantikan oleh model lain yang lebih menekankan otonomi pasien dan penjelasan secara
lengkap/ jelas. Pada model yang baru ini pengungkapan diagnosis dan prognosis
diberikan secara jujur, serta diberikan pula pilihan – pilihan terapi atau penanganan yang
dapat dipilih oleh pasien, sehingga dapat sesuai dengan keinginan dan nilai – nilai yang
dianut pasien. Beberapa penelitian yang dilakukan terhadap pasien dengan penyakit-
penyakit kronis atau terminal, menunjukkan bahwa sebagian besar pasien ingin
mengetahui apa yang terjadi pada dirinya dan apa yang bisa dilakukan terhadap
penyakitnya. Komunikasi yang terbuka antara pasien dan dokter sangat penting untuk
kelancaran terapi.

Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun harus


direncanakan, disengaja dan merupakan tindakan profesional, akan tetapi jangan sampai
karena terlalu sibuk bekerja dan terbawa oleh suasana ICU yang serba cepat maka kita
melupakan pasien serta keluarga sebagai manusia dengan beragam latar belakang dan
masalah yang dialaminya. Baik buruknya komunikasi perawat dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya kondisi lingkungan. Kondisi lingkungan yang kondusif
merupakan faktor pendukung yang positif bagi berlangsungnya komunikasi. Situasi yang
ramah, nyaman, tetapi terganggu oleh suara gaduh tidak mendukung keberhasilan
komunikasi.Perawat berwenang mengendalikan suasana pada waktu pasien berkumpul di
suatu ruangan untuk menunggu giliran pelayanan kesehatan. Ia harus bersikap tenang dan
berbicara dengan jelas ketika menyampaikan informasi kepada klien atau keluarga.
Karena itu diperlukan penataan suasana agar komunikasi dapat berlangsung efektif.
Selain faktor kondisi lingkungan, faktor peran dan hubungan juga ikut berpengaruh,
komunikasi dapat berjalan lancar apabila kedua belah pihak telah saling mengenal. Dalam
kondisi demikian, lawan komunikasi akandengan leluasa mengemukakan perasaan atau
sesuatu yang dialami atau dirasakan (Machfoedz,2009).

B. Kesulitan Menyampaikan Berita Buruk

Ada beberapa hal yang sering dikeluhkan oleh dokter saat harus menyampaikan
berita buruk pada pasien :

1. Bagaimana cara yang tepat untuk bisa jujur pada pasien tanpa mengurangi harapan
mereka?
2. Bagaimana cara menghadapi dan menangani emosi pasien saat mereka mendengar
berita buruk mengenai dirinya. Apakah saya sanggup ?
3. Kapankah waktu yang tepat untuk menyampaikan berita buruk pada pasien ?
4. Bagaimana memilih metode komunikasi yang tepat bagi pasien sesuai dengan latar
belakang dan kepribadiannya?

Berikut ini adalah 6 (enam) langkah dari Robert Buckman yang bisa digunakan
sebagai pedoman dalam menyampaikan berita buruk pada pasien .

a. Protokol Enam Langkah Untuk Menyampaikan Berita Buruk 1 Persiapan


 Pilih ruangan yang menjamin privacy, dan usahakan baik dokter maupun
pasien bisa duduk dalam posisi yang nyaman.
 Tanyakan pada pasien apakah dia menghendaki ada orang lain yang
menemaninya, apakah suami / istri, anak, atau keluarga lainnya. Biarlah
pasien sendiri yang memutuskan.
 Mulailah dengan memberikan pertanyaan seperti: “Bagaimana perasaan
anda sekarang ?“. (Pertanyaan ini untuk mulai melibatkan pasien dan
menunjukkan 6 pada pasien bahwa percakapan selanjutnya adalah
percakapan dua arah. Pasien tidak hanya mendengarkan dokter bicara).
b. Mencari Tahu Sebanyak Apa Informasi Yang Sudah Dimiliki Pasien Mulailah
mengajukan pertanyaan untuk menggali informasi dari pasien supaya anda dapat
mulai memahami.
 Apakah pasien sudah tahu mengenai penyakitnya/ situasinya. Contoh :
"Saya menderita kanker paru-paru, dan saya memerlukan pembedahan".
 Seberapa banyak dia tahu ? Darimana dia tahu ? ("dokter A mengatakan
ada sesuatu kelainan yang ditemukan di foto roentgen dada saya")
 Tingkat pengetahuan pasien ("Dok, saya terkena Adenocarcinoma T2N0
")
 Situasi emosional pasien ("Saya takut jangan – jangan saya terkena
kanker, Dok … sampai – sampai seminggu ini saya jadi susah tidur").
Terkadang pasien atau keluarga pasien (orang tua pada pasien anak)
mungkin tidak bisa menjawab atau merespon pertanyaan anda, dan
mungkin memang tidak mengetahui sama sekali mengenai penyakit
mereka. Pada kasus – kasus seperti itu , teknik yang bisa digunakan untuk
menstimulasi diskusi adalah dengan menanyakan kembali tentang hal –
hal yang sudah mereka ketahui seperti riwayat penyakit dan hasil
pemeriksaan atau hasil test yang telah dilakukan sebelumnya.
c. Mencari Tahu Seberapa Banyakkah Informasi Yang Ingin Diketahui Pasien
 Penting untuk menanyakan pada pasien seberapa detil informasi yang ingin
didengarnya. Apakah sangat detil, atau hanya gambaran besarnya saja ?
 Perlu diperhatikan bagaimana cara bertanya, dan kemungkinan reaksi pasien.
(Setiap pasien tidak akan sama , bahkan pada pasien yang sama kemungkinan
akan berubah permintaannya selama dalam satu sesi percakapan). Beberapa
pertanyaan yang sering digunakan pada tahap ini misalnya :
 Bapak/ ibu, bila nanti situasi atau kondisi/ hasil test menunjukkan sesuatu yang
serius, apakah saya bisa 7 memberitahukan pada anda mengenai masalah tersebut
?
 Apakah bapak / ibu ingin saya menjelaskan secara rinci atau hanya garis besar
dari kondisi bapak / ibu sekarang ?
 Bapak / Ibu, hasil test anda sudah keluar. Apakah saya bisa menjelaskan pada
bapak / ibu, atau bapak / ibu ingin agar saya menjelaskan kondisi anda pada
keluarga ?
d. Berbagi Informasi
 Penting untuk mempersiapkan segala data sebelum anda bertemu dengan
pasien.
 Topik pada tahap ini biasanya adalah mengenai diagnosis, terapi /
penanganan, prognosis, serta dukungan / fasilitas apa saja yang bisa
diperoleh oleh pasien dan keluarganya.
 Berikan informasi dalam potongan kecil, dan pastikan untuk berhenti
menjelaskan (beri jeda di antara potongan – potongan informasi itu) untuk
memastikan bahwa pasien paham dengan yang kita jelaskan.
 Ingatlah untuk menerjemahkan istilah medis ke dalam bahasa Indonesia,
dan jangan mencoba untuk mengajar patofisiologi (jelaskan dengan lebih
sederhana). Beberapa contoh bahasa yang bisa digunakan untuk
menyampaikan berita buruk :
 Pak Harun, saya khawatir bahwa kabar yang akan saya sampaikan ini
adalah kabar yang kurang baik. Hasil test anda ternyata menunjukkan
bahwa anda positif terkena HIV.
 Bu Siti, mohon maaf saya terpaksa menyampaikan kabar ini. Hasil biopsi
benjolan pada payudara ibu menunjukkan bahwa ibu terkena kanker
payudara.
 Bu Dinar, hasil test putri anda sudah keluar, dan ternyata hasilnya tidak
seperti yang kita harapkan.
 Hasil Tersebut Menunjukkan Bahwa Putri Anda Terkena Leukemia.
e. Menanggapi Perasaan Pasien
 Jika anda tidak memberikan tanggapan terhadap emosi yang muncul pada
pasien, anda sama saja seperti “meninggalkan urusan sebelum urusan
tersebut selesai ..”. Selain itu Anda juga bisa dianggap sebagai seorang
dokter yang tidak memiliki kepedulian pada pasien. 8 Kalimat – kalimat
yang bisa digunakan pada tahap ini :
 Saya tahu bahwa hasil ini adalah hasil yang tidak kita harapkan….
 Saya tahu bahwa kabar ini adalah kabar yang tidak mengenakkan….
 Setelah mengetahui hasilnya, kira –kira hal apakah yang bisa saya bantu ?
f. Perencanaan Dan Tindak Lanjut
 Pada titik ini Anda perlu mensintesis rasa kekhawatiran pasien dan isu-isu
medis ke dalam rencana konkret yang dapat dilakukan dalam rencana
perawatan pasien.
 Buatlah rencana langkah – demi langkah dan Berikan penjelasan yang
lengkap pada pasien tentang apa saja yang harus dilakukannya pada tiap
langkah, dan apa saja yang mungkin terjadi, dan apa saja yang bisa
membantu mengatasinya bila ternyata muncul hal yang tidak diinginkan.
Berikut adalah mengenai penjelasan prognosis;
 Ada baiknya dokter mencari tahu tentang harapan pasien, ataupun alasan
pertanyaan mereka. Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara memberikan
pertanyaan. Berikut adalah contoh – contoh kalimat ataupun pertanyaan
yang biasa digunakan : Jadi, apa sebenarnya yang menjadi kekhawatiran
bapak mengenai pengobatan ?
 Jadi situasinya memang demikian, Ibu... Tetapi mungkin masih ada
sesuatu yang bisa saya bantu untuk ibu ?...
 Jadi ibu ingin mengetahui tentang berapa persen kemungkinan putra ibu
bisa bertahan ?
C. Strategi Menyampaikan Berita Buruk
Kanker merupakan penyakit kronis yang terus meningkat angka kejadiannya
di dunia. Beberapa tahun terakhir tercatat bahwa pada tahun 2008 sekitar 7,6 juta
orang di dunia meninggal karena kanker, 70% diantaranya terjadi pada negara
berkembang yang berpenghasilah rendah. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan,
2012 jumlah kematian akibat penyakit kanker terus mengalami peningkatan sekitar
5,7% kematian pada semua usia disebabkan oleh kanker ganas. Selain itu, pada
penderita kanker sering mengalami masalah-masalah yang terkait dengan masalah
fisik, psikologis dan sosial sejak penderita terdiagnosa penyakit kanker hingga
menjalani terapi. 1 Penyakit kanker memberikan perubahan signifikan secara fisik
maupun psikis. Perubahan fisik yang sering ditemukan penderita kanker yaitu,
penurunan berat badan, mudah lelah, sering mengalami perdarahan, perubahan warna
kulit dan kuku, serta kerontokan rambut. Perubahan fisik yang terjadi dapat
menganggu psikologis penderita menjadi tidak percaya diri, merasa tertekan dan
takut.
Masalah tersebut kemudian menganggu hubungan sosial antara penderita
kanker dengan orang yang ada disekitarnya dan memilih untuk menarik diri dari
kehidupan sosialnya. Kondisi tersebut dapat dilihat dari berkurangnya interaksi dalam
komunikasi antara penderita dengan lingkungannya serta kepada tenaga kesehatan
yang merawat (dokter atau perawat).
Komunikasi antara penderita dan tenaga kesehatan sangat diperlukan untuk
mengurangi efek samping terhadap terapi dan cara untuk mengatasinya.2 Komunikasi
dokter pasien dinilai penting karena penderita kanker dapat menyampaikan kondisi
kesehatan mereka kepada dokter maupun tenaga kesehatan. Komunikasi yang baik
dapat dilihat dari sikap dokter berempati, menggunakan bahasa yang santun,
mendengarkan dan menggali permasalahan kesehatan, serta menyampaikan informasi
dan melakukan konseling dengan cara yang baik pada pasien maupun keluarga.
Hampir sebagian penyakit kanker ditemukan pada stadium lanjut, sehingga angka
kesembuhan dan angka harapan hidup pasien kanker yang pendek. Pasien kanker
membutuhkan suatu pelayanan kesehatan yang dapat meningkatkan kualitas
hidupnya. Salah satu pelayanan kesehatan bagi pasien kanker adalah pelayanan
paliatif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien kanker serta
memberikan dukungan fisik, psikososial dan spiritual mulai sejak tegaknya diagnosa.
Pelayanan paliatif merupakan pengobatan yang dapat memberikan
keringanan rasa sakit dan beban yang dimiliki oleh pasien penyakit stadium lanjut
yang berfokus untuk meningkatkan kualitas hidup pasien serta keluarga. Beberapa hal
yang terkait melalui pelayanan paliatif adalah komunikasi antar tim, manajemen
nyeri, bimbingan dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan, serta dukungan
emosional dan spiritual bagi pasien dan keluarga

Enam Langkah strategi penyampaian berita buruk:


Buckman’s 6-step guide  “S.P.I.K.E.S.”
a. S – etting, listening Skills
b. P – atient’s Perception
c. I – nvite patient to share Information
d. K – nowledge transmission
e. E - xplore Emotions and Empathize
f. S – ummarize & Strategize

1. Setting, Listening Skills


Sebelum menyampaikan kabar buruk kepada pasien, perlu adanya persiapan untuk
menjamin kelancaran penyampaian informasi kepada pasien, sebagai berikut:
a. Persiapkan diri sendiri
Dokter sebagai penyampai ‘bad news’ mempersiapkan mental terlebih dahulu agar
tidak ikut larut dalam emosi pasien nantinya, namun tetap berempati sebagaimana
mestinya.
b. Perkenalkan diri
Yang harus dihindari: tampak nervous di hadapan pasien, bahkan sebelum
menyampaikan kabar buruk.
Tips: siapkan tissue di saku, untuk diberikan pada pasien bila pasien menangis

c. Privasi pasien
Penyampaian kabar buruk tidak boleh dilakukan di tempat yang ramai atau banyak
orang. Hendaknya dilakukan di tempat tenang yang tertutup seperti kamar praktek
ataupun dengan menutup tirai di sekeliling tempat tidur pasien
d. Libatkan pendamping
Untuk menghindari kesan kurang baik yang dapat muncul bila pasien dan dokter
berada di tempat tertutup (untuk menjaga privasi), diperlukan satu pendamping.
Yang dapat menjadi pendamping:
 Keluarga terdekat pasien à satu saja, apabila terlalu banyak dapat menyulitkan
dokter untuk menangani emosi dan persepsi banyak orang sekaligus
 Perawat atau ko ass yang ikut terlibat dalam perawatan pasien
e. Posisi duduk
Posisi pasien dan dokter sebaiknya setara. Dokter menyampaikan kabar buruk dalam
posisi duduk.
Tujuan: untuk menghilangkan kesan bahwa dokter berkuasa atas pasien dan
memojokkan pasien. Sebaiknya penghalang fisik seperti meja, dihindari. Duduk di
sofa jika ada lebih baik.
f. Listening mode: ON
Sebelum menyampaikan kabar buruk, hendaknya persiapkan kemampuan
‘mendengar’, secara prinsip meliputi:
 Silence: Jangan memotong kata-kata pasien ataupun berbicara tumpang tindih
dengan pasien
 Repetition: Ulangi kata-kata pasien atau berikan tanggapan, untuk
menunjukkan pemahamanterhadap apa yang ingin disampaikan pasien
 Availability: Dokter harus ada di tempat mulai awal hingga akhir penyampaian
kabar buruk. Jangan sampai ada gangguan berupa interupsi, seperti ada sms,
telepon, , atau aktifkan mode silent, jika ada tamu minta bantuan pada perawat
untuk mengatasi tamu yang mungkin datang.
2. Patient’s Perception
Sebelum menyampaikan kabar buruk, hendaknya dokter mengetahui persepsi pasien
terhadap:
- Kondisi medis dirinya sendiri
Tanyakan sejauh mana informasi yang pasien ketahui tentang penyakitnya beserta
kemungkinan terburuk yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut
- Harapannya terhadap hasil medikasi yang ia tempuh
Tanyakan perkiraan pasien terhadap hasil medikasi
Tujuan mengetahui kedua aspek tersebut bukan semata-mata untuk mengubah persepsi
pasien agar sesuai dengan kenyataan, melainkan sebagai jalan untuk menilai
kesenjangan antara persepsi dan harapan pasien dengan kenyataan sebagai
pertimbangan penyampaian kabar buruk agar tidak terlalu membuat pasien
terguncang.
3. Invitation to share Information
- Tanyakan apakah pasien ingin tahu perkembangan mengenai keadaannya atau tidak.
Apabila pasien menyatakan diri belum siap, pertimbangkan untuk menyampaikan di
waktu lain yang lebih tepat dan minta pasien untuk mempersiapkan diri terlebih
dahulu
- Apabila pasien menyatakan ingin tahu perkembangan mengenai keadaannya,
tanyakan sejauh mana ia ingin tahu, secara umum ataukah mendetail.
4. Knowledge transmission “Penyampaian ‘bad news’”
- Sebelum menyampaikan kabar buruk, lakukan ‘warning shot’ sebagai pembukaan
katakan pada pasien bahwa ada ‘kabar buruk’ yang akan disampaikan pada pasien
agar pasien tidak kaget.
- Cara penyampaian:
 Gunakan bahasa yang sama dan hindari jargon medis.
 Sampaikan informasi sedikit demi sedikit (bertahap)
 Setiap menyampaikan sepenggal informasi, nilai ekspresi dan tanggapan pasien, beri
waktu pasien untuk bertanya ataupun sekedar mengekspresikan emosinya. Bila
kondisi pasien tampak memungkinkan untuk menerima informasi tahapselanjutnya,
teruskan penyampaian informasi. Bila pasien tampak sangat tergunjang hingga tidak
memungkinkan untuk menerima lebih banyak informasi lagi, pertimbangkan
penyampaian ulang kabar buruk di lain waktu sambil mempersiapkan pasien.
 Sampaikan dengan intonasi yang jelas namun lembut, tempo yang tidak terlalu cepat
dengan jeda untuk member kesempatan pada pasien dalam mencerna kalimat yang ia
terima.

5. Explore Emotions and Empathize


- Amati selalu ekspresi dan emosi pasien serta apa yang mendasari perubahan
emosinya (informasi mana yang merubah emosinya), nilai sejauh mana kondisi
emosi pasien
- Tunjukkan pengertian atas kondisi emosi pasien. Dalam hal ini, menunjukkan
pengertian tidak diartikan sebagai ‘mengerti apa yang dirasakan pasien’, namun
lebih pada ‘dapat memahami bahwa apa yang dirasakan pasien saat ini adalah
sesuatu yang dapat dimaklumi’.
6. Summarize and Strategize
- Di akhir percakapan, review kembali percakapan secara keseluruhan: simpulkan
‘kabar buruk’ yang tadinya disampaikan secara bertahap (sedikit demi sedikit).
- Simpulkan juga tanggapan yang diberikan pasien selama kabar buruk disampaikan,
tunjukkan bahwa dokter mendengarkan dan mengerti apa yang disampaikan pasien
- Berikan pasien kesempatan bertanya
- Berikan feed back
- Diskusikan rencana untuk menindaklanjuti kabar buruk yang telah disampaikan pada
pasien

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berita Buruk adalah suatu situasi di mana tidak ada harapan lagi, adanya ancaman
terhadap kesejahteraan fisik dan mental seseorang, sesuatu yang menuntut perubahan
gaya hidup yang sudah menjadi kebiasaan, sesuatu yang membuat seseorang memiliki
lebih sedikit pilihan dalam hidupnya atau dapat pula dikatakan bahwa berita buruk adalah
setiap “informasi negatif” tentang masa depan seseorang. berita buruk ini sering sekali
diasosiasikan dengan penyakit-penyakit terminal yang sudah tidak mungkin lagi
disembuhkan, seperti kanker. Namun sebenarnya bukan itu saja.

Komunikasi perawat yang kurang baik maka perawat harus menambah


pengetahuan dalam upaya meningkatkan kualitas personal perawat yaitu dengan
mengikuti pelatihan komunikasi sebagai salah satu upaya yang harus terus menerus
dlaksanakan dalam meningkatkan kualitas pelayanan pada pasien dan keluarganya serta
harus selalu memberikan informasi tentang keadaan pasien kepada keluarga pasien.
Komunikasi perawat, dokter dan pasien kanker menunjukkan pengaruh yang tidak
bermakna terhadap kualitas hidup pasien dan ditunjukkan dengan korelasi yang lemah.
Aspek pelayanan pasien kanker menunjukkan pengaruh yang tidak bermakna terhadap
kualitas hidup pasien dan di tunjukkan dengan korelasi yang lemah.
B. Saran

Saya berharap agar perawat harus memperhatikan hal – hal dalam menyampaikan
berita buruk pada pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Pukovisa, Prawiroharjo, Putri Dianita Ika Meilia, Ghina Faradisa Hatta.2020. Etika
Menyampaikan Informasi Diagnosis Penyakit Terminal kepada Pasien sesuai Konteks
Budaya Indonesia. Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 4 No. 1 Feb 2020
https://www.ilmiah.id/index.php/jeki/article/download/49/50

Claudia Talenta, Ice Yulia Wardani.2018. Burnout Dan Perilaku Caring Perawat Onkologi.
Jurnal Keperawatan Volume 10 No 3
http://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/Keperawatan/article/download/394/252

Supratman, Yuni Wulan Utami.2019. Pendokumentasian  Asuhan Keperawatan Ditinjau


Dari Beban Kerja Perawat.Berita Ilmu Keperawatan ISSN 1979-2697, Vol. 2 No 1
http://journals.ums.ac.id/index.php/BIK/article/viewFile/3756/2423

Galih Mahendra Wekoadi, Moh. Ridwan , Angga Sugiarto.2018. Writing Therapy Terhadap
Penurunan Cemas Pada Remaja Korban Bullying. Jurnal Riset Kesehatan, 7 (1).
https://jurnal.unimor.ac.id/JSK/article/download/88/36

Dinda Piranti Arumsari, Etika Emaliyawati, Aat Sriati.2016. Hambatan Komunikasi Efektif
Perawat Dengan Keluarga Pasien Dalam Perspektif Perawat.  Jurnal Pendidikan
Keperawatan  Indonesia 2(2.
https://ejournal.upi.edu/index.php/JPKI/article/download/4745/3304

Rika Sarfika, EsthikaAriany Maisa, SitiYuliharni3,dkk.2020. Pelatihan komunikasi terapeuti
k gun  ameningkatkan Pengetahuan perawatd alam caring. JurnalHilirisasiIPTEKS
Vol.3No.1
http://hilirisasi.lppm.unand.ac.id/index.php/hilirisasi/article/download/386/148

Syifa, Alkaf.2016. Terapi Paliatif bagi Penderita Kanker Ginekologi. JK Unila Volume 1
Nomor 2.
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/JK/article/viewFile/1655/1613
Elvina, Goveia Leite, Farida Halis Dyah Kusuma, Esti Widiani.2017. Hubungan Antara Komunikasi
Terapeutik Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Keluarga Pada Pasien Yang Dirawat Di
Unit Perawatan Kritis Rumah Sakit Unisma. Nursing News Volume 2, Nomor 2.
https://publikasi.unitri.ac.id/index.php/fikes/article/download/481/399

Faradila, Alatas, Erna Sulistyowati, Dewi Martha Indria.2020. Pengaruh Komunikasi


Hubungan Dokter-Pasien dan Aspek Pelayanan Kesehatan Pasien Kanker Terhadap
Kualitas Hidup Pasien Kanker Di Malang. Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang.
http://riset.unisma.ac.id/index.php/jbm/article/download/6632/5379

Anda mungkin juga menyukai