DISUSUN OLEH :
NAMA : ANDRIANI
NIM : P201701253
Kelas : J3 Keperawatan
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang
kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Keperawatan Paliatif dengan judul
“Komunikasi Pada Pasien Dan Keluarga”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Sampul…………………………………………………………………………….. i
Daftar Isi…………………………...…………………………………………………………ii
Kata Pengantar………………………………………………………………………………
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………………………….1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………6
C. Tujuan………………………………………………………………………..……….7
A. Kesimpulan………………………………………………………………………….18
B. Saran…………………………………………………………………………………18
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………...…..19
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hubungan antara perawat dan pasien merupakan dasar dari semua pendekatan
pengobatan keperawatan kesehatan. Hubungan terapeutik sebagai pondasi utama dalam
keperawatan kesehatan (Varcarolis, 2013).
Komunikasi yang baik antara perawat dan pasien merupakan hal yang paling
esesnsial dalam keberhasilan terapi untuk menciptakan hubungan terapeutik, maka
seorang perawat profesional harus mampu menghindari diri menggunakan komunikasi
sosial yang dapat merusak hubungan terapeutik dengan pasien. Perawat harus memahami
batasan-batasan dalam memberikan setiap layanan keperawatan kepada pasien sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi pasien. Hambatan komunikasi terapeutik dapat terjadi
karena beban kerja perawat, kondisi perasaan atau emosionalperawatmaupunpasien
(Chanetal.,2018).
Perawat adalah tenaga profesional kesehatan yang paling besar andilnya dalam
layanan perawatan di suatu rumah sakit. Perawat memiliki waktu yang paling banyak
berhubungan dengan pasien dan disebut sebagai garda terdepan dalam pelayanan
perawatan terhadap pasien. Oleh karena itu, semakin baik pelayanan yang diberikan oleh
perawat, maka semakin baik pula kualitas pelayanan di rumah sakit. Hasil studi
pendahuluan melalui pengamatan selama melakukan bimbingan mahasiswa dalam praktik
profesi atau pun pre klinik ditemui masih belum optimalnya komunikasi terapeutik yang
diterapkan perawat dalam setiap proses keperawatannya, adanya keluhan pasien
mengenai komunikasi yang buruk dari perawatnya, tidak mendapat informasi yang jelas
dari perawat tentang penyakit atau perawatannya selama menjalani perawatan di rumah
sakit serta merasa kurang diperhatikan oleh perawat. Keluhan ini tentunya masih jauh dari
prinsip-prinsip helping relationship. Beberapa hasil penelitian mengungkapkan faktor
yang dapat menghambat mereka dalam menggunakan komunikasi terapeutik diantaranya
yaitu beban kerja perawat.
Dalam kondisi seperti itu, tentunya dibutuhkan komunikasi yang efektif antara
perawat dan keluarga. Perawat harus mengetahui bagaimana cara Mnyampaikan kabar
buruk kepada pasien agar dapat diteriam pada pasien dan kerluarga menyampaikan berita
buruk juga menjadi pekerjaan yang sulit bagi seorang dokter.
Hal yang menjadi pertanyaan adalah prima facie dalam konteks tersebut: Apakah
tepat sikap dokter untuk menunjukkan morbiditas psikiatrik dan/atau kualitas hidup yang
lebih rendah pada pasien yang tidak tahu tentang prognosisnya yang fatal. Walaupun
memang, faktor budaya yang dominan pada kawasan Asia tetap berperan penting dalam
penanganan informasi ini. Maka dengan menimbang prinsip etik autonomy dan
beneficence terhadap pasien, lebih tepat agar menerapkan cara yang menguatkan
hubungan berlandaskan asas kepercayaan dengan juga mempertimbangkan preferensi
pasien dalam menerima informasi, terlibat dalam keputusan klinis, serta sejauh apa peran
keluarga terhadap dirinya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan berita buruk ?
2. Apa kesulitan dari menyampaikan berita brurk pada pasien ?
3. Bagaimana strategi menyampaikan berita buruk ?
C. Tujuan
1. Mahasiswa harus mengetahui definisi berita buruk.
2. Mahasiswa harus mengetahui kesulitan dari menyampaikan berita brurk pada pasien.
3. Mahasiswa harus mengetahui strategi menyampaikan berita buruk.
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
Berita Buruk adalah suatu situasi di mana tidak ada harapan lagi, adanya ancaman
terhadap kesejahteraan fisik dan mental seseorang, sesuatu yang menuntut perubahan
gaya hidup yang sudah menjadi kebiasaan, sesuatu yang membuat seseorang memiliki
lebih sedikit pilihan dalam hidupnya atau dapat pula dikatakan bahwa berita buruk adalah
setiap “informasi negatif” tentang masa depan seseorang. berita buruk ini sering sekali
diasosiasikan dengan penyakit-penyakit terminal yang sudah tidak mungkin lagi
disembuhkan, seperti kanker. Namun sebenarnya bukan itu saja.
Kehidupan orang sakit dapat dipersingkat tidak hanya oleh tindakan, tetapi juga
oleh kata-kata ataupun perilaku dokter. Oleh karena itu merupakan sebuah tugas suci bagi
para dokter untuk menjaga dirinya sendiri dengan hati-hati dalam hal ini, dan untuk
menghindari segala sesuatu yang memiliki kecenderungan untuk membuat pasien putus
asa dan tertekan semangatnya. Namun, pada dekade sekarang ini model paternalistik
digantikan oleh model lain yang lebih menekankan otonomi pasien dan penjelasan secara
lengkap/ jelas. Pada model yang baru ini pengungkapan diagnosis dan prognosis
diberikan secara jujur, serta diberikan pula pilihan – pilihan terapi atau penanganan yang
dapat dipilih oleh pasien, sehingga dapat sesuai dengan keinginan dan nilai – nilai yang
dianut pasien. Beberapa penelitian yang dilakukan terhadap pasien dengan penyakit-
penyakit kronis atau terminal, menunjukkan bahwa sebagian besar pasien ingin
mengetahui apa yang terjadi pada dirinya dan apa yang bisa dilakukan terhadap
penyakitnya. Komunikasi yang terbuka antara pasien dan dokter sangat penting untuk
kelancaran terapi.
Ada beberapa hal yang sering dikeluhkan oleh dokter saat harus menyampaikan
berita buruk pada pasien :
1. Bagaimana cara yang tepat untuk bisa jujur pada pasien tanpa mengurangi harapan
mereka?
2. Bagaimana cara menghadapi dan menangani emosi pasien saat mereka mendengar
berita buruk mengenai dirinya. Apakah saya sanggup ?
3. Kapankah waktu yang tepat untuk menyampaikan berita buruk pada pasien ?
4. Bagaimana memilih metode komunikasi yang tepat bagi pasien sesuai dengan latar
belakang dan kepribadiannya?
Berikut ini adalah 6 (enam) langkah dari Robert Buckman yang bisa digunakan
sebagai pedoman dalam menyampaikan berita buruk pada pasien .
c. Privasi pasien
Penyampaian kabar buruk tidak boleh dilakukan di tempat yang ramai atau banyak
orang. Hendaknya dilakukan di tempat tenang yang tertutup seperti kamar praktek
ataupun dengan menutup tirai di sekeliling tempat tidur pasien
d. Libatkan pendamping
Untuk menghindari kesan kurang baik yang dapat muncul bila pasien dan dokter
berada di tempat tertutup (untuk menjaga privasi), diperlukan satu pendamping.
Yang dapat menjadi pendamping:
Keluarga terdekat pasien à satu saja, apabila terlalu banyak dapat menyulitkan
dokter untuk menangani emosi dan persepsi banyak orang sekaligus
Perawat atau ko ass yang ikut terlibat dalam perawatan pasien
e. Posisi duduk
Posisi pasien dan dokter sebaiknya setara. Dokter menyampaikan kabar buruk dalam
posisi duduk.
Tujuan: untuk menghilangkan kesan bahwa dokter berkuasa atas pasien dan
memojokkan pasien. Sebaiknya penghalang fisik seperti meja, dihindari. Duduk di
sofa jika ada lebih baik.
f. Listening mode: ON
Sebelum menyampaikan kabar buruk, hendaknya persiapkan kemampuan
‘mendengar’, secara prinsip meliputi:
Silence: Jangan memotong kata-kata pasien ataupun berbicara tumpang tindih
dengan pasien
Repetition: Ulangi kata-kata pasien atau berikan tanggapan, untuk
menunjukkan pemahamanterhadap apa yang ingin disampaikan pasien
Availability: Dokter harus ada di tempat mulai awal hingga akhir penyampaian
kabar buruk. Jangan sampai ada gangguan berupa interupsi, seperti ada sms,
telepon, , atau aktifkan mode silent, jika ada tamu minta bantuan pada perawat
untuk mengatasi tamu yang mungkin datang.
2. Patient’s Perception
Sebelum menyampaikan kabar buruk, hendaknya dokter mengetahui persepsi pasien
terhadap:
- Kondisi medis dirinya sendiri
Tanyakan sejauh mana informasi yang pasien ketahui tentang penyakitnya beserta
kemungkinan terburuk yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut
- Harapannya terhadap hasil medikasi yang ia tempuh
Tanyakan perkiraan pasien terhadap hasil medikasi
Tujuan mengetahui kedua aspek tersebut bukan semata-mata untuk mengubah persepsi
pasien agar sesuai dengan kenyataan, melainkan sebagai jalan untuk menilai
kesenjangan antara persepsi dan harapan pasien dengan kenyataan sebagai
pertimbangan penyampaian kabar buruk agar tidak terlalu membuat pasien
terguncang.
3. Invitation to share Information
- Tanyakan apakah pasien ingin tahu perkembangan mengenai keadaannya atau tidak.
Apabila pasien menyatakan diri belum siap, pertimbangkan untuk menyampaikan di
waktu lain yang lebih tepat dan minta pasien untuk mempersiapkan diri terlebih
dahulu
- Apabila pasien menyatakan ingin tahu perkembangan mengenai keadaannya,
tanyakan sejauh mana ia ingin tahu, secara umum ataukah mendetail.
4. Knowledge transmission “Penyampaian ‘bad news’”
- Sebelum menyampaikan kabar buruk, lakukan ‘warning shot’ sebagai pembukaan
katakan pada pasien bahwa ada ‘kabar buruk’ yang akan disampaikan pada pasien
agar pasien tidak kaget.
- Cara penyampaian:
Gunakan bahasa yang sama dan hindari jargon medis.
Sampaikan informasi sedikit demi sedikit (bertahap)
Setiap menyampaikan sepenggal informasi, nilai ekspresi dan tanggapan pasien, beri
waktu pasien untuk bertanya ataupun sekedar mengekspresikan emosinya. Bila
kondisi pasien tampak memungkinkan untuk menerima informasi tahapselanjutnya,
teruskan penyampaian informasi. Bila pasien tampak sangat tergunjang hingga tidak
memungkinkan untuk menerima lebih banyak informasi lagi, pertimbangkan
penyampaian ulang kabar buruk di lain waktu sambil mempersiapkan pasien.
Sampaikan dengan intonasi yang jelas namun lembut, tempo yang tidak terlalu cepat
dengan jeda untuk member kesempatan pada pasien dalam mencerna kalimat yang ia
terima.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berita Buruk adalah suatu situasi di mana tidak ada harapan lagi, adanya ancaman
terhadap kesejahteraan fisik dan mental seseorang, sesuatu yang menuntut perubahan
gaya hidup yang sudah menjadi kebiasaan, sesuatu yang membuat seseorang memiliki
lebih sedikit pilihan dalam hidupnya atau dapat pula dikatakan bahwa berita buruk adalah
setiap “informasi negatif” tentang masa depan seseorang. berita buruk ini sering sekali
diasosiasikan dengan penyakit-penyakit terminal yang sudah tidak mungkin lagi
disembuhkan, seperti kanker. Namun sebenarnya bukan itu saja.
Saya berharap agar perawat harus memperhatikan hal – hal dalam menyampaikan
berita buruk pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Pukovisa, Prawiroharjo, Putri Dianita Ika Meilia, Ghina Faradisa Hatta.2020. Etika
Menyampaikan Informasi Diagnosis Penyakit Terminal kepada Pasien sesuai Konteks
Budaya Indonesia. Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 4 No. 1 Feb 2020
https://www.ilmiah.id/index.php/jeki/article/download/49/50
Claudia Talenta, Ice Yulia Wardani.2018. Burnout Dan Perilaku Caring Perawat Onkologi.
Jurnal Keperawatan Volume 10 No 3
http://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/Keperawatan/article/download/394/252
Galih Mahendra Wekoadi, Moh. Ridwan , Angga Sugiarto.2018. Writing Therapy Terhadap
Penurunan Cemas Pada Remaja Korban Bullying. Jurnal Riset Kesehatan, 7 (1).
https://jurnal.unimor.ac.id/JSK/article/download/88/36
Dinda Piranti Arumsari, Etika Emaliyawati, Aat Sriati.2016. Hambatan Komunikasi Efektif
Perawat Dengan Keluarga Pasien Dalam Perspektif Perawat. Jurnal Pendidikan
Keperawatan Indonesia 2(2.
https://ejournal.upi.edu/index.php/JPKI/article/download/4745/3304
Rika Sarfika, EsthikaAriany Maisa, SitiYuliharni3,dkk.2020. Pelatihan komunikasi terapeuti
k gun ameningkatkan Pengetahuan perawatd alam caring. JurnalHilirisasiIPTEKS
Vol.3No.1
http://hilirisasi.lppm.unand.ac.id/index.php/hilirisasi/article/download/386/148
Syifa, Alkaf.2016. Terapi Paliatif bagi Penderita Kanker Ginekologi. JK Unila Volume 1
Nomor 2.
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/JK/article/viewFile/1655/1613
Elvina, Goveia Leite, Farida Halis Dyah Kusuma, Esti Widiani.2017. Hubungan Antara Komunikasi
Terapeutik Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Keluarga Pada Pasien Yang Dirawat Di
Unit Perawatan Kritis Rumah Sakit Unisma. Nursing News Volume 2, Nomor 2.
https://publikasi.unitri.ac.id/index.php/fikes/article/download/481/399