BAB IV
DO’A DAN KETENANGAN JIWA DALAM PENDIDIKAN ISLAM
1
Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam Menuju Psikologi
Islami, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995, hlm. 158.
48
sendirian di dunia ini, karena ada Dzat yang Maha Mendengar keluh
kesahnya yang mungkin tak dapat diungkapkan kepada siapapun.
Sementara itu, kalau dikaji secara mendalam tentang do’a dari segi
esensinya serta berbagai aspek yang terkandung di dalamnya, telah terlihat
bahwa berdo’a menunjukkan adanya sifat penghambaan yang mendalam
kepada Allah Swt dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan. Dengan
kesadaran demikian ini akan muncul sikap tawakkal, rendah hati
(tawadlu’), ikhlas, berprasangka baik, bijak dalam menyikapi takdir Allah
Swt, optimis dan berpikir positif akan rahmat Allah Swt sebagaimana yang
ditampakkan dalam berdo’a.
Dalam tinjauan psikologis, orang berdo’a berarti ia telah
beraudiensi dengan Allah Swt, karena dalam kenyataan ia menuturkan
keluh kesahnya yang menyebabkan dirinya resah di hadapan Allah Swt.
Dengan mengungkapkan keluh kesahnya itulah akan meredakan
kecemasan dalam hatinya, karena ia yakin sepenuhnya, bahwa apa yang
dikeluh-kesahkannya pasti didengar Allah Swt. Karena hanya Allahlah
yang berkuasa penuh atas dirinya yang memiliki kesempurnaan hakiki
yang dapat menghilangkan kegundahan dan kecemasan di dalam hatinya.
Dalam berdo’a ada keterlibatan unsur jasmani dan rohani yang di
dalamnya terdapat dua alur pikir sebagai berikut ini.
Pertama, manusia memiliki potensi intelektual, potensi itu
cenderung aktif bekerja mencari jawaban atas semua hal yang belum
diketahuinya. Sebagai makhluk berfikir manusia tidak akan pernah puas
sampai menemukan kebenaran perenial melalui jalan supra rasionalnya.
Jika seseorang telah sampai pada kebenaran ilahiah ia tidak akan tergoda
mencari kebenaran lain, dan ketika jiwa itu tenang, maka tidak ada
kegelisahan dan konflik batin.
Kedua manusia memiliki kebutuhan dan keinginan yang tidak
terbatas, tidak ada habis-habisnya. Padahal yang dibutuhkannya benar-
benar tidak dapat memuaskannya (terbatas). Oleh karena itu selama
49
2
Achmad Mubarok, Jiwa dalam al Qur’an Solusi Krisis Keruhanian Manusia Modern,
Jakarta: Paramadina, 2000, hlm. 83-85.
3
Dadang Hawari, Doa dan Dzikir Sebagai Pelengkap Terapi Medis, Jakarta: Dana
Bhakti Prima, 1999, hlm. 8.
4
Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah (Trancendental Intellegence), Jakarta: Gema
Insani Press, 2001, hlm. 19.
5
Mahmud Yunus, Tarjamah al Quran al Karim, Cet. V, Bandung P.T. al Maarif, 1989,
hlm. 538.
50
6
Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Metodologi Pengajaran Agama
Islam, Jakarta, 1985, hlm. 132.
52