Anda di halaman 1dari 10

47

BAB IV
DO’A DAN KETENANGAN JIWA DALAM PENDIDIKAN ISLAM

A. Hubungan Do’a dan Ketenangan Jiwa


Do’a merupakan salah satu bentuk ibadah yang dianjurkan dan
diajarkan dalam Islam. Ini terbukti dari banyaknya firman Allah Swt yang
memerintahkan kepada manusia untuk berdo’a. Di samping itu banyak
hadits Rasulullah Saw yang mengajarkan tentang pentingnya do’a.
Menurut Islam tujuan dari penciptaan manusia di dunia pada
hakekatnya adalah untuk beribadah kepada Allah Swt, yang telah
menciptakan manusia dengan bentuk yang paling baik di antara
makhluk-makhluk lainnya. Namun, manusia itu juga memiliki kekurangan
dan kelemahan sehingga akan selalu memerlukan pertolongan guna
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, antara lain, melalui do’a.
Do’a bagi manusia merupakan kebutuhan, bukan semata-mata
sekedar ibadah. Manusia dituntut untuk selalu berdo’a dan mengantungkan
harapannya kepada Allah Swt kapan dan di manapun ia berada, karena
dengan berdo’a dan mengantungkan harapannya kepada Allah Swt jiwa
manusia akan tenang dan tentram. Hanna Djumhana Bastaman
mengatakan, bila ingin mendapatkan rasa tenang dan tenteram, maka
dekatilah Dia yang Maha Tenang dan Maha Tenteram, agar menghimbas
sifat-sifat itu.1 Salah satu caranya yaitu dengan berdo’a dengan
menggantungkan harapan sepenuhnya kepada Allah Swt.
Secara psikologis akibat perbuatan berdo’a ini dalam alam
kesadaran akan berkembanglah penghayatan dan kehadiran Allah Swt yang
Maha Pemurah lagi Maha Pengasih, yang senantiasa mengetahui segala
tindakan, yang nyata maupun yang tersembunyi. Ia tak akan merasa hidup

1
Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam Menuju Psikologi
Islami, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995, hlm. 158.
48

sendirian di dunia ini, karena ada Dzat yang Maha Mendengar keluh
kesahnya yang mungkin tak dapat diungkapkan kepada siapapun.
Sementara itu, kalau dikaji secara mendalam tentang do’a dari segi
esensinya serta berbagai aspek yang terkandung di dalamnya, telah terlihat
bahwa berdo’a menunjukkan adanya sifat penghambaan yang mendalam
kepada Allah Swt dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan. Dengan
kesadaran demikian ini akan muncul sikap tawakkal, rendah hati
(tawadlu’), ikhlas, berprasangka baik, bijak dalam menyikapi takdir Allah
Swt, optimis dan berpikir positif akan rahmat Allah Swt sebagaimana yang
ditampakkan dalam berdo’a.
Dalam tinjauan psikologis, orang berdo’a berarti ia telah
beraudiensi dengan Allah Swt, karena dalam kenyataan ia menuturkan
keluh kesahnya yang menyebabkan dirinya resah di hadapan Allah Swt.
Dengan mengungkapkan keluh kesahnya itulah akan meredakan
kecemasan dalam hatinya, karena ia yakin sepenuhnya, bahwa apa yang
dikeluh-kesahkannya pasti didengar Allah Swt. Karena hanya Allahlah
yang berkuasa penuh atas dirinya yang memiliki kesempurnaan hakiki
yang dapat menghilangkan kegundahan dan kecemasan di dalam hatinya.
Dalam berdo’a ada keterlibatan unsur jasmani dan rohani yang di
dalamnya terdapat dua alur pikir sebagai berikut ini.
Pertama, manusia memiliki potensi intelektual, potensi itu
cenderung aktif bekerja mencari jawaban atas semua hal yang belum
diketahuinya. Sebagai makhluk berfikir manusia tidak akan pernah puas
sampai menemukan kebenaran perenial melalui jalan supra rasionalnya.
Jika seseorang telah sampai pada kebenaran ilahiah ia tidak akan tergoda
mencari kebenaran lain, dan ketika jiwa itu tenang, maka tidak ada
kegelisahan dan konflik batin.
Kedua manusia memiliki kebutuhan dan keinginan yang tidak
terbatas, tidak ada habis-habisnya. Padahal yang dibutuhkannya benar-
benar tidak dapat memuaskannya (terbatas). Oleh karena itu selama
49

manusia memburu yang terbatas, maka tidak mungkin ia memperoleh


ketenangan dan ketenteraman, tetapi apabila yang dikejar Tuhan yang tak
terbatas kesempurnaannya, maka dahaganya dapat terpuaskan.2
Dipandang dari sudut kesehatan jiwa, do’a mengandung unsur
Psikorelegius yang mendalam karena mengandung kekuatan spiritual atau
kerohanian yang membangkitkan rasa percaya diri dan rasa optimisme.
Dua hal ini sangat esensial bagi penyembuhan suatu penyakit.3 Dengan
berdo’a, berarti ada rasa optimisme yang mendalam di hati dan masih
memiliki semangat untuk melihat ke depan. Sehingga dengan kandungan
optimisme tersebut orang akan lebih bergairah untuk menyatakan dirinya
secara aktual dan lebih bertanggungjawab dalam perjalanan meniti ombak
samudra kehidupan yang penuh godaan dan tantangan.4
Dari paparan di atas dapat dipahami bahwa ada hubungan antara
do’a dan ketenangan jiwa. Do’a dapat membawa kepada ketenangan jiwa
manakala dilakukan sebagaimana berikut ini.
1. Dilakukan dengan sepenuh hati tanpa ada paksaan.
Orang yang dengan ikhlas meminta adalah orang yang dengan
sepenuh hati memohon agar dikabulkan permintaannya. Allah Swt
berfirman.

( 5 : ‫ﻭﻣﺎﺍﻣﺮﻭﺍﺍﻻﻟﻴﻌﺒﺪﺍﷲ ﳐﻠﺼﲔ ﻟﻪ ﺍﻟﺪﻳﻦ ) ﺍﻟﺒﻴﻨﻪ‬


Artinya “Dan mereka tiadalah disuruh melainkan supaya menyembah
Allah, serta mengikhskan agama bagi-Nya, (beribadat
mengahrap keridlaan-Nya)”.5

2
Achmad Mubarok, Jiwa dalam al Qur’an Solusi Krisis Keruhanian Manusia Modern,
Jakarta: Paramadina, 2000, hlm. 83-85.
3
Dadang Hawari, Doa dan Dzikir Sebagai Pelengkap Terapi Medis, Jakarta: Dana
Bhakti Prima, 1999, hlm. 8.
4
Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah (Trancendental Intellegence), Jakarta: Gema
Insani Press, 2001, hlm. 19.
5
Mahmud Yunus, Tarjamah al Quran al Karim, Cet. V, Bandung P.T. al Maarif, 1989,
hlm. 538.
50

Banyak hal yang dapat menyebabkan orang tidak ikhlas dalam


berdo’a antara lain.
a. Meminta tidak sesuai dengan kehendak hatinya.
b. Faktor eksternal, seperti keadaan dan situasi yang tidak
menyenangkan; suasana panas, lapar dan bising.
c. Faktor subyektif; tidak menyukai orang yang membaca atau dengan
bacaan yang dido’akan.
2. Memahami arti dan maksud do’a
Untuk mencapai kualitas do’a, harus mengetahui arti dan
maksud bacaan do’a yang diucapkan. Pengetahuan tentang arti dan
maksud bacaan do’a akan menambah kekhusuan dalam dalam
memanjatkannya.
3. Dipanjatkan dengan sungguh-sungguh
Berdo’a harus dilakukan dengan sungguh-sungguh, agar do’a
yang dipanjatkan kepada Allah Swt dikabulkan. Tidak boleh ada
perasaan “ yang penting saya berdo’a, terserah dikabulkan atau tidak
tidak dikabulkan ”, sikap ini jelas tidak disukai dan disenangi Allah Swt
karena tidak memanjatkan do’a dengan sepenuh hati.
4. Dilakukan dengan khusuk
Setelah benar-benar memahami apa yang dibaca, lalu dapat
melafadkannya dengan baik dan dilakukan secara bersungguh-sungguh,
maka perasaan khusuk akan muncul dengan sendirinya. Khusuk
merupakan perasaan yang terwujud dari hati nurani yang paling dalam,
penuh perasaan rendah diri, tunduk memohon kehadirat Allah Swt.
5. Berdo’a dengan hal yang wajar
Wajar di sini berarti mengikuti kemampuan diri sendiri dan
sesuai dengan yang diajarkan Rasulullah Saw. Do’a tidak mungkin
dikabulkan sekiranya permintaan itu mustahil terjadi.
6. Berkeyakinan bahwa do’anya akan dikabulkan oleh Allah Swt
51

Berkeyakinan akan keagungan Allah Swt tentu akan melahirkan


keyakinan dalam hati bahwa do’a yang dipanjatkan pasti didengar oleh
Allah Swt dan akan dikabulkan-Nya. Prasangka yang baik terhadap
Allah Swt akan melahirkan anggapan yang baik pada Allah.
7. Menjauhi segala larangan Allah Swt
Dalam berdo’a kepada Allah Swt, hendaklah menjauhi
perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh-Nya seperti melakukan
maksiat, minum-minuman, makan barang haram, melakukan zina dan
lain-lain.

B. Hubungan Do’a Dengan Pendidikan Islam


Do’a merupakan bagian dari pendidikan Islam, yakni masuk
dalam bidang ibadah. Ibadah berarti tunduk hanya kepada Allah Swt
karena pilihan sendiri, menyerah diri dan mengikuti segala perintah-Nya.
Bertuhan kepada-Nya dalam arti mengagungkan, memuliakan baik dengan
perkataan maupun dengan perbuatan karena keagungan, kebesaran nikmat
dan kekuasaan-Nya.6 Ibadah di sini meliputi segala amal saleh yang
dikerjakan manusia atau segala aktivitas manusia yang didasarkan atas
ajaran Islam untuk meraih ridla Allah Swt. Ibadat harus dilakukan terus
menerus dan berulang-ulang untuk membiasakan anak didik atau orang
mukmin hidup dengan akhlak yang mulia dan senantiasa berpegang teguh
dengan akhlak kapan dan di manapun berada. Karena akhlak merupakan
buah dari iman kepada Allah Swt.
Dalam do’a terdapat nilai-nilai yang positif sebagaimana sikap
yang ditunjukkan dalam berdo’a. Nilai-nilai tersebut harus ditanamkan
dalam sanubari anak didik supaya kelak anak didik memiliki kepribadian
Muslim. Sebagaimana tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan Islam

6
Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Metodologi Pengajaran Agama
Islam, Jakarta, 1985, hlm. 132.
52

yaitu usaha yang diarahkan pada pembentukan kepribadian anak yang


sesuai dengan ajaran Islam.
Dalam menumbuh-kembangkan nilai-nilai yang terdapat dalam
do’a demi terwujudnya kepribadian Muslim dapat dilakukan dengan
metode keteladanan atau uswatun hasanah, metode nasehat, metode
pembiasaan dan metode ceramah. Dalam hal ini guru memiliki peran
sentral untuk menanamkan nilai-nilai tersebut. Guru menjadi panutan anak
didiknya, semua tingkah lakunya ditiru. Karena itu peneladanan dalam
berdo’a sangat perlu. Ketika masuk kelas misalnya, guru mengucapkan
salam dan disusul dengan do’a belajar bersama-sama, ketika selesai shalat
berjamaah diajarkan do’a dan wirid, ketika berwudlu, keluar rumah, naik
kendaraan dan seluruh aktivitas apa saja guru harus selalu memberikan
teladan dan membiasakan diri untuk berdo’a.
Dengan memberikan peneladanan dan pembiasaan dalam berdo’a
dapat memberikan pemahaman terhadap anak akan arti penting do’a bagi
kehidupan manusia. Peneladanan dan pembiasaan juga dapat membentuk
karakter dan kepribadian (akhlak) anak didik, sehingga kelak anak didik
memiliki keyakinan yang mantap terhadap Allah Swt. Dengan keyakinan
dan ketaqwaan yang mantap itulah yang akan menjadi landasan hidup
mereka, menunjukkan tujuan hidup, serta menjadi filter dalam menilai
mana yang baik dan buruk.
Dengan demikian do’a yang diajarkan secara baik dan benar dalam
pendidikan Islam dapat membentuk jiwa yang tenang pada anak didik
untuk menuju kepribadian Muslim yang tawakkal, optimis, berpikir positif,
rendah hati, ikhlas, berprasangka baik, bijak dalam menyikapi masalah, dan
mampu menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapi sehingga anak
didik dapat merasakan kebahagiaan hidup.
53

C. Hubungan Ketenangan Jiwa dengan Pendidikan Islam


Setiap manusia mempunyai kebutuhan yang mendasar bersifat
kerohanian (“basic spiritual needs”) dan setiap orang membutuhkan rasa
aman, tenteram, terlindung, bebas dari stress, cemas, depresi dan
sejenisnya.
Ketenangan jiwa (kesehatan mental) adalah pokok dari kesehatan
jasmani dan rohani, dan semua orang mendambakan akan hal itu. Orang
yang tenang jiwanya atau sehat mentalnya akan terhindar dari berbagai
macam gangguan kejiwaan. Orang yang tenang jiwanya juga akan
terhindar dari penyakit kejiwaan yang dapat memecah kepribadiannya.
Orang yang tenang jiwa atau sehat mentalnya, adalah orang-orang
yang mampu merasakan kebahagiaan dalam hidup, ia dapat merasakan
bahwa dirinya berguna, berharga dan mampu menggunakan potensi dan
bakatnya semaksimal mungkin, sehingga membawa kepada kebahagiaan
pada dirinya sendiri dan orang lain. Di samping itu ia mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya, sehingga terhindar dari
kegelisahan-kegelisahan dan gangguan jiwa, serta tetap terpelihara
moralnya.
Orang yang tenang jiwa atau sehat mentalnya, tidak akan merasa
ambisius, sombong, rendah diri dan apatis. Ia berlaku wajar, menghargai
orang lain, percaya pada diri sendiri, gesit dan setiap perilakunya ditujukan
untuk kebahagiaan bersama.
Dalam pendidikan Islam, yang dituju pada dasarnya adalah
pembinaan dan pengembangan fitrah manusia, baik jasmani maupun
rohani, sehingga anak didik mempunyai ruang gerak yang lebih luas untuk
mengaktualisasikan segala potensi yang dimilikinya berdasarkan hukum-
hukum Islam menuju terbentuknya kepribadian yang terintegritas
(mental yang sehat) serta muslim yang memiliki ketaqwaan dan keimanan
yang mantap, sehingga anak didik mulai dari kecilnya dipersiapkan untuk
mengalami ketentraman dan ketenangan jiwa sejak dini. Ketenangan dan
54

ketentraman jiwa inilah yang menjadi dasar pembinaan mental dalam


pendidikan agama Islam selanjutnya.
Hanya orang yang sehat mentalnya sajalah yang dapat memanfatkan
ilmu pengetahuan yang dimilikinya demi kebahagiaan umat manusia
terutama yang berhubungan dengan dirinya. Kesanalah arah pembangunan
mental yang dituju, yaitu membangun, melatih generasi muda supaya
memiliki kepribadian yang terintegrasi sehingga dapat menyelesaikan
problem hidup dengan baik sesuai dengan prioritasnya.

C. Do’a dan Ketenangan Jiwa dalam Pendidikan Islam


Setelah dipaparkan hubungan antara do’a dengan ketenangan jiwa,
do’a dengan pendidikan Islam. Dapatlah dipahami bahwa kedudukan do’a
dan ketenangan jiwa dalam pendidikan Islam sangat penting dalam
mencapai tujuan yaitu membentuk Insan kamil yang berkepribadian
Muslim.
Do’a dalam pendidikan Islam memegang peran yang amat penting,
karena di dalamnya mengandung tenaga rohaniah yang sangat besar yang
mampu memberikan kekuatan, semangat dan optimisme kepada guru dan
peserta didik dalam melaksanakan tugas sehari-hari khususnya dalam
proses belajar mengajar. Do’a yang dilakukan secara benar dan
berkesinambungan akan membawa kepada suasana yang tenang pada hati.
Sehingga pada akhirnya dapat menjalani hidup dengan bahagia.
Demikian halnya dengan ketenangan jiwa dalam pendidikan Islam
sangat penting, karena setiap anak didik mempunyai kebutuhan yang
mendasar bersifat kerohanian (“basic spiritual needs”) dan setiap anak
didik membutuhkan rasa aman, tenteram, terlindung, bebas dari stress,
cemas, depresi dan sejenisnya. Ketenangan jiwa adalah pokok dari
kesehatan jasmani dan rohani yang mana keduanya adalah modal utama
dalam mengembangkan potensi anak didik menuju Insan kamil yang
55

berkepribadian Muslim, berakhlak mulia sebagaimana tujuan yang ingin


dicapai dalam pendidikan Islam.
Hanya orang yang tenang jiwanya atau mentalnya sajalah yang
dapat merasakan kebahagiaan hidup, ia dapat merasakan bahwa dirinya
berguna, berharga dan mampu menggunakan potensi dan bakatnya
semaksimal mungkin. Orang yang tenang jiwanya tidak akan merasa
ambisius, sombong, rendah diri dan apatis. Ia belaku wajar, berpikiran
jernih, bijak dalam menyikapi masalah, menghargai orang lain, percaya
pada diri sendiri dan mampu menyesuaikan diri dengan masalah yang
dihadapi.
Dalam pendidikan Islam yang dituju pada dasarnya adalah
pembinaan fitrah anak didik baik jasmani maupun rohani sehingga anak
didik mempunyai ruang gerak yang luas dalam mengaktualisasikan
segenap potensi yang dimilikinya. Tanpa didasari dengan ketenangan jiwa
mana mungkin pembinaan fitrah yang dimiliki anak didik dapat
berkembang optimal. Hanya anak didik yang tenang jiwanyalah sajalah
yang dapat menyerap dan memanfaatkan ilmu pengetahuan yang
dimilikinya demi kebahgian pribadinya dan umat manusia.
Dalam menanamkan do’a dan ketenangan jiwa dalam pendidikan
Islam dapat menggunakan metode sebagai berikut:
1. Metode keteladanan atau uswatun hasanah. Metode ini dimaksudkan
untuk memberilkan model atau contoh yang baik kepada anak didik
bagaimana do’a yang baik dan benar yang membawa kepada
ketenangan jiwa.
2. Metode nasehat. Metode ini dimaksudkan untuk memberikan nasehat
kepada anak didik yang kurang memperhatikan atau acuh tak acuh
dengan arti pentingnya do’a dan ketenangan jiwa dalam kehidupan
sehari-hari.
3. Metode pembiasaan. Metode ini dimaksudkan untuk membiasakan
anak didik secara bertahap agar gemar melakukan do’a dengan baik dan
56

benar. Dengan membiasakan do’a kepada anak didik secara


berkesinambungan dalam aktivitas sehari-hari berarti telah mendidik
siswa untuk selalu dekat dengan Allah Swt. Hanya dengan dekat
kepada Allahlah hati akan terasa tenang dan tenteram.
4. Metode ceramah. Metode ini dimaksudkan untuk memberikan
pengertian dan pemahaman terhadap siswa tentang do’a dan
ketenangan jiwa dan beberapa aspek yang terkait di dalamnya.

Anda mungkin juga menyukai