Anda di halaman 1dari 25

qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui

opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfgh
jklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvb
nmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwer
Studio Perancangan Permukiman
tyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopas
[Type the document subtitle]

dfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx
NURSITAMSU
F 221 18 173
cvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq
wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuio
pasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghj
klzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbn
mqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty
uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdf
ghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxc
vbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmrty
uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdf
ghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxc
Buatlah resume tentang Klasifikasi Pemukiman dan Tipe2 Pemukiman yang ada di 13
Kabupaten Kota yang ada di Sulawesi Tengah. Seperti apa bentuk pemukiman yang ada di Kota
Palu, Donggala, Morowali, Touna, dll.. apa kaitan pola yang membentuk permukiman
masyarakat di 13 Kabupaten Kota dengan budaya bermukim mereka yang sudah terbentuk???
Dan kenapa mereka memilih bermukim di lokasi2 (yang mereka anggap strategis) tersebut??

Daftar kabupaten dan kota di Sulawesi Tengah

Sulawesi Tengah

Berikut daftar kabupaten dan/atau kota di Sulawesi Tengah, Indonesia. Provinsi Sulawesi
Tengah terdiri atas 13 kabupaten dan 1 kota, 147 kecamatan, 170 kelurahan, dan 1.839 desa.
Provinsi ini memiliki luas daratan 61.841,29 km2 (BPS 2015), dengan penduduk 2.831.283 jiwa
(BPS 2014), dengan tingkat kepadatan penduduk 46 jiwa/km².
Adapun daftar lengkap nama kabupaten/ kota, nama ibu kota, serta jumlah kecamatan,
dan desa/ kelurahan di Provinsi Sulawesi tengah hingga saat ini adalah sebagai berikut.

Kabupaten/Kota Ibu Kota Kecamatan Kelurahan / Desa

Kabupaten Banggai Luwuk 23 337

Kabupaten Banggai Kepulauan Salakan 12 144

Kabupaten Banggai Laut Banggai 7 66

Kabupaten Buol Buol 11 115

Kabupaten Donggala Donggala 16 167

Kabupaten Morowali Bungku 9 133

Kabupaten Morowali Utara Kolonedale 10 125

Kabupaten Parigi Moutong Parigi 23 283

Kabupaten Poso Poso 19 166

Kabupaten Sigi Sigi Biromaru 15 176

Kabupaten Tojo Una-Una Ampana 12 146

Kabupaten Tolitoli Tolitoli 10 106

Kota Palu Palu 8 45


A. KLASIFIKASI DAN TIPE-TIPE PERMUKIMAN YANG ADA DI
13 KABUPATEN SULAWESI TENGAH
1. Kabupaten Banggai

Kabupaten Banggai, adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Sulawesi


Tengah, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Luwuk. Kabupaten ini memiliki luas
wilayah 9.672,70 km² (data UU No 51/1999), dan berpenduduk sebanyak 359.495 jiwa (2017).
Kabupaten Banggai dulunya merupakan bekas Kerajaan Banggai yang meliputi wilayah Banggai
daratan dan Banggai Kepulauan. Pada tahun 1999 Kabupaten Banggai dimekarkan menjadi
Kabupaten Banggai dan Kabupaten Banggai Kepulauan.

Luas wilayah Kabupaten Banggai 9.672,70 km2 atau sekitar 14,22 persen dari luas
wilayah Provinsi Sulawesi Tengah dan wilayah teritorial laut 20.309,68 km2 serta panjang garis
pantai sepanjang 613,25 km. Wilayah Kabupaten Banggai sebagian besar terdiri dari
pegunungan dan perbukitan, sedangkan daratan rendah yang ada pada umumnya terletak di
sepanjang pesisir pantai.

Kabupaten Banggai dengan Ibu kota Luwuk hingga tahun 2012 secara administratif
terdiri atas 23 kecamatan 339 desa/kelurahan. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010
oleh BPS, jumlah penduduk Kabupaten Banggai mencapai 323.872 jiwa, terdiri dari laki-laki
165.266 jiwa dan perempuan 158.606 jiwa dengan sex rasio 104. Laju pertumbuhan penduduk
0,45 persen pertahun, sedangkan tingkat kepadatan penduduk rata-rata 31 jiwa/km

a. Klasifikasi Permukiman Kabupaten Banggai


Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi kemampuan dan
kesesuaian lahan yang ada di Kecamatan Luwuk Selatan serta mengevaluasi arahan
kesesuaian lahan dengan lahan peruntukan permukiman di Kecamatan Luwuk
Selatan, berdasarkan rencana pola ruang dalam RTRW Kabupaten Banggai 2012-
2032. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif, dengan
menggunakan pendekatan analisis spasial dengan bantuan SIG (sistem informasi
geografis). Analisis data menggunakan pedoman Permen PU No.20/PRT/M/2007
tentang teknik analisis fisik dan lingkungan, ekonomi serta sosial budaya dalam
penyusunan tata ruang.
Teknik analisis yang digunakan adalah teknik superimpose/overlay (Tumpang
tindih) dan analisis skoring untuk pemberian nilai setiap parameter. Dari hasil analisis
yang di lakukan, diperoleh bahwa kemampuan lahan yang mendominasi adalah
kemampuan lahan sedang dan kesesuaian lahan yang mendominasi adalah kesesuaian
lahan untuk perkebunan.
b. Tipe-Tipe Permukiman Kabupaten Bangga

Mengungkapkan bahwa rumah mampu mengungkapkan wilayah & kebudayaan


masyarakatnya, material bangunan yang tersedia, kebutuhan sosial-ekonomi, tradisi & budaya
penghuni, serta lingkungan fisik yang menentukan rumah tetap bertahan. Bentuk rumah
terkadang dapat menunjukkan salah satu wujud kebudayaan yang dipengaruhi oleh kebudayaan
lain.

Infrastruktur Hijau adalah sebuah konsep, upaya, atau pendekatan untuk menjaga
lingkungan yang berkelanjutan melalui penataan ruang terbuka hijau dan menjaga proses-proses
alami yang terjadi di alam seperti siklus air hujan dan kondisi tanah.
Tujuan penelitian ini yaitu mengidentifikasi jenis-jenis infrastruktur hijau dan
menganalisis karakteristik infrastuktur hijau di Kecamatan Luwuk sebagai elemen utama
pembentuk tata ruang wilayah. Kecamatan Luwuk adalah salah satu kecamatan yang ada di
Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah. Sedangkan variabel penelitiannya yaitu
Karakteristik Infrastruktur Hijau (Ruang Terbuka Hijau) dengan parameter Luas, Jenis, Tipe
kepemilikan, Fungsi, Struktur.

Adapun factor yang mempengaruhi :

 Faktor lingkungan dimana masyarakat tersebut berada (baik lingkungan fisik,


biologis, maupun sosial)
 Tingkat perekonomian masyarakat (ditandai dengan pendapatan yang dimiliki,
bahan bangunan yang dapat dimanfaatkan/dibeli, dsb)
 Kemajuan teknologi yang dimiliki (terutama teknologi pembangunan)
 Kebijakan pemerintah tentang perumahan (yang menyangkut tata guna lahan,
program perumahan, dsb)

c. Kaitan Pola Bermukim


Kabupaten banggai dengan budaya bermukim mereka yang sudah terbentuk Budaya yang
masih dipertahankan sampai saat ini yaitu Upacara Adat Molabot Tumpe. Tumpe
merupakan Upacara Adat yang dilaksanakan setiap tahun pada bulan September pada
musim pertama bertelurnya burung Maleo, yakni, burung endemik Sulawesi yang hidup
di kawasan Bakiriang, Kecamatan Batui.

Upacara Molabot Tumpe dilaksanakan oleh masyarakat Kota Banggai (Kabupaten


Banggai Kepulauan) dan masyarakat Kecamatan Batui (Kabupaten Banggai). Upacara Molabot
Tumpe merupakan rangkaian Adat Istiadat Kerajaan Banggai masa lampau yang punya
pertalaian sejarah dengan berdirinya Kabupaten Banggai dan Banggai Kepulauan.

Prosesi Molabot Tumpe, akan diawali dengan pengumpulan telur burung Maleo oleh
perangkat Adat Batui sebanyak 160 butir. Setelah itu telur dikumpulkan di Rumah Ketua Adat,
dilanjutkan dengan menyiapkan perahu dan pengantar telur Maleo sebanyak 7 orang, terdiri 3
orang dari Tua-Tua Adat dan 4 orang pendayung. Sebelum diberangkatkan ke Banggai, telur
Maleo akan dibungkus dengan daun Komunong (sejenis Daun Palma).

Dan mereka lebih memilih bermukim didaerah tersebut karena lebih Sebelum pendatang
dan orang yang sudah lama menetap dikabupaten banggai terbentuknya daerah otonom Banggai,
wilayah Banggai merupakan daerah kekuasaan Kerajaan Banggai yang berpusat di Pulau
Banggai.

Kerajaan ini mendapat pengaruh dari luar melalui ikatan persahabatan, perdagangan dan
tali perkawinan dengan Kerajaan Ternate dan Kerajaan Gowa, bahkan telah pula menjalin
hubungan dengan bangsa luar seperti Portugis dan VOC Belanda. Pada mulanya hubungan
tersebut masih bersifat lunak dalam bentuk hubungan dagang, tetapi makin lama hubungan
tersebut makin mengikat dengan berbagai perjanjian. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh bangsa
luar untuk menaklukan Kerajaan Banggai.
2. Kabupaten Banggai Kepulauan
Kabupaten Banggai Kepulauan adalah salah satu kabupaten yang terdapat di
provinsi Sulawesi Tengah dan beribu kota di Salakan. Kabupaten ini sebelumnya merupakan
kesatuan wilayah dengan Kabupaten Banggai. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun
1999 menetapkan pulau-pulau di tengah lautan tersebut menjadi daerah otonom Banggai
Kepulauan, sementara kabupaten induk tetap disebut Kabupaten Banggai dan pemekarannya
disebut Kabupaten Banggai Kepulauan (Bangkep).

a. Klasifikasi Permukiman Kabupaten Banggai kepulauan


Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang
terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan
permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas
terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah,
pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat. Kawasan permukiman
dapat dilihat dari klasifikasi permukiman dan tipe permukiman. Berikut
merupakan penjelasan dari klasifikasi dan tipe permukiman.

Rumah deret adalah beberapa rumah yang bergandengan antara satu unit dengan
unit lainnya. Pada kabupaten banggai kepulauan ini banyak dijumpai disana karna Pada
rumah deret, salah satu atau kedua dinding bangunan induknya menyatu dengan dinding
bangunan induk lainnya. Dengan system rumah deret, unit-unit rumah tersebut menjadi
satu kesatuan. Pada rumah deret, setiap rumah memiliki kapling sendiri-sendiri.
b. Tipe Tipe Permukiman Di Kabupaten Banggai Kepulauan

Gotong royong yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat sebagai bagian dari
sistem nilai budaya bangsa, perlu dilestarikan secara berdayaguna dan berhasilguna untuk
memperkuat integrasi sosial masyarakat di desa, dan kelurahan sebagai basis memperkokoh
daerah dalam rangka NKRI.Mengandalkan budaya gotong royong yang menjadi bagian dari
kehidupan masyarakat, Kabupaten Banggai Kepulauan mengikuti ajang lomba Bulan Bakti
Gotong Royong Masyarakat (BBGRM) tingkat Provinsi Sulawesi Tengah.Kegiatan penilaian
lomba dibuka pada Selasa (4/4) di desa Tatabau Kecamatan Buko Selatan, Kabupaten Banggai
Kepulauan.Dalam sambutan Pj Bupati yang dibawakan Asisten Adm.

Ekonomi Pembanggunan Mudin Sahata SP,MP sangat mengapresiasi dan berterimakasih


kepada seluruh masyarakat desa Tatabau atas atensi dan partisipasinya menggalakkan gotong
royong yang sudah mulai hilang dalam peradaban masyarakat Indonesia. Bupati berharap
kegiatan Gotong Royong ini tetap berlanjut bukan hanya saat perlombaan saja, tetapi sudah
menjadi budaya.
c. Kaitan Pola Bermukim
Pada pola bermukim di kabupaten banggai kepulauan ini sangat menjunjung tinggi adat
istiadat nenek moyang. Dan tempat bermukim mereka terpengaruh atas dasar peraturan dari
budayah dan adat pada kabupaten ini, Pembangunan yang belum merata pada berbagai daerah
sehingga memicu timbulnya kesenjangan sosial dan ekonomi, dimana hal ini berdampak
terhadap persaingan antara golongan berpenghasilan tinggi dengan masyarakat yang
berperngahasilan rendah, seolaholah fasilitas dan kemajuan pembangunan (termasuk perumahan)
hanya dapat dinikmati oleh kaum yang berpenghasilan tinggi.
3. Kabupaten Banggai Laut

satu kabupaten di provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia. Banggai Laut merupakan hasil
pemekaran dari Kabupaten Banggai Kepulauan yang disahkan dalam sidang paripurna DPR RI
pada 14 Desember 2012 di gedung DPR RI tentang Rancangan UU Daerah Otonomi Baru
(DOB).

a. Klasifikasi permukiman kabupaten banggai laut


Kabupaten Banggai Laut terletak di bagian timur Pulau Sulawesi, berbatasan
dengan Laut Maluku, Selat Kalumbatan dan Selat Bangkurung di utara, Laut Maluku di
timur, berbatasan dengan Laut Banda di selatan serta Teluk Tolo di barat. Banggai Laut
merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Banggai Kepulauan berdasarkan
Undang-undang Republik Indonesia No 5 Tahun 2013 tentang pembentukan Kabupaten
Banggai Laut di Provinsi Sulawesi Tengah.
Secara geografis, Kabupaten Banggai Kepulauan terletak diantara 1°06’30” LS -
2°20’00” LS dan 122°40’00” BT - 124°13’30” Bujur Timur, dengan batasan sebagai
berikut :

b. Tipe-tipe permukiman kabupaten banggai laut


Banyak hal yang terlihat berbeda dari kebiasaan-kebiasaan orang Bajo yang
dilakukan oleh mereka dalam kurun waktu lama. Masyarakat suku Bajo terkenal dengan
segala aktivitas kehidupan yang sangat homogen, mulai dari bentuk rumah, pekerjaan,
dan juga termasuk di dalamnya pentingnya pendidikan masa kini. Bencana alam yang
pernah melanda wilayah Banggai secara keseluruhan pada tahun 2000 adalah faktor
utama mereka melakukan suatu alternatif untuk pindah dan membangun rumah permanen
di daratan. Kemudian langkanya persediaan kayu yang digunakan untuk membangun
rumah di laut, karena membangun rumah di laut membutuhkan kayu yang sangat bagus,
kuat dan tahan lama jika berada di air.
c. Pola bermukim
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia dianugerahi budaya dan
adat istiadat yang begitu beragam. Dari Sabang sampai Merauke, hidup ribuan suku
dengan kebiasaan unik masing-masing. Diantara barisan banyaknya suku di Indonesia,
suku Bajo berada di dalamnya. Kebiasaan suku Bajo merupakan sesuatu yang unik, yakni
mengembara di laut dan tidak memiliki tempat tinggal menetap atau bersifat nomaden.
Namun seiring waktu berjalan, terjadi sebuah perubahan yang tidak lagi mencerminkan
bagi kebiasaan orang bajo tersebut.

Perlahan-lahan mereka mendarat ke wilayah pesisir pantai dan kemudian


memiliki rumah permanen di daratan dan juga bekerja di sektor publik. Oleh karena itu,
perlu adanya upaya atau strategi yang dilakukan agar kebiasaan atau budaya orang bajo
yang perlahan-lahan hilang untuk tetap terjaga dan tetap diketahui oleh generasi-generasi
muda pembaharu.

Salah satu hal yang dilakukan oleh masyarakat Bajo yang ada di Desa Tinakin
Laut yang menurut orang lokal daratan sudah termasuk dalam kategori modern, yaitu
memberikan pemahaman kebudayaan bagi para tokoh-tokoh adat untuk meberikan
pengenalan identitas Bajau atau Bajo bagi anak-anak muda yang tidak pernah merasakan
bagaimana sebenarnya pengembaraan orang Bajau (Bajo).
4. Kabupaten Buol

Kabupaten Buol adalah salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi


Tengah, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kota Buol. Kabupaten ini memiliki luas
wilayah 4.043,57 km² dan berpenduduk sebanyak 132.786 jiwa (2017). Kabupaten Buol terletak
pada 0°35' - 1°20' Lintang Utara dan 120°00' - 122°09' Bujur Timur. Kabupaten ini memiliki
luas wilayah 3.507 km², memanjang dari barat ke timur di bagian utara Pulau Sulawesi.
Topografi wilayahnya terdiri dari pantai, dataran rendah, perbukitan hingga bergunung-gunung
dengan ketinggian mencapai 2.400 meter diatas permukaan air laut terutama bagian selatan.

a. Klasifikasi Permukiman Kabupaten Kota Buol

Di wilayah kabupaten buol pada dasarnya adalah laut sulawesi yang mencapai sekitar
40.320 km² yang terbentang disepanjang garis pantai yang mempunyai panjang
sekitar ± 234.634 km.

Wilayah perairan tersebut memiliki potensi untuk berkembangnya berbagai jenis


ikan seperti tuna, cakalang/tongkol, karapu, napoleon serta berbagai jenis ikan
lainnya. tahap perkembangan desa yang sudah teratur dan masyarakatnya merupakan
peralihan dari pola kehidupan desa ke arah kehidupan kota.

b. Tipe-Tipe Permukiman
c. Pola Bermukim

Kemajuan sebuah daerah berpengaruh dari para pendatang dari berbagai daerah,
untuk tinggal, hidup rukun dan damai bersama, dan sudah menjadi bagian dari warga
Kabupaten Buol
5. Kabupaten Donggala

Kabupaten Donggala adalah sebuah kabupaten di provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia. Ibu
kota kabupaten sekaligus pusat administrasi terletak di Kota Donggala. Kabupaten ini
mempunyai luas sebesar 4.275,08 km² dan berpenduduk sebanyak 293.470 jiwa pada tahun
2017. Donggala adalah kabupaten terluas ke-7, terpadat ke-4, dan memiliki populasi terbanyak
ke-4 di Sulawesi Tengah. Kabupaten Donggala terdiri dari 16 kecamatan dan
166 desa/kelurahan. Donggala mengelilingi wilayah Kota Palu, dan berbatasan dengan Parigi
Moutong di bagian timur, Tolitoli di bagian utara dan timur laut, Sigi di bagian selatan,
dan Sulawesi Barat di bagian barat dan barat daya.

tentang Donggala ditemukan dalam sumber-sumber Tiongkok sebelum abad ke-15 yang
ditulis oleh J. V. Mills dan disunting Marcell Bonet di buku Chinese Navigation (1965). Sejak
tahun 1430, wilayah kota Donggala telah dikenal sebagai pelabuhan untuk memperdagangkan
hasil bumi seperti kopra, damar, dan kemiri, juga ternak sapi. Di rentang waktu yang panjang itu,
Donggala adalah suatu kesatuan sebagai wilayah Kerajaan Banawa, yang bersamaan dengan
masuknya kekuatan kolonial seperti kongsi dagang milik kerajaan Belanda, Vereenigde Oost-
Indische Compagnie (VOC)
6. Kabupaten Morowali
Kabupaten Morowali (bahasa Inggris: Morowali Regency), adalah
sebuah kabupaten di provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia. Ibu kota kabupaten sekaligus pusat
administrasi terletak di Kota Bungku. Kabupaten ini mempunyai luas sebesar 5.472,00 km² dan
berpenduduk sebanyak 121.296 jiwa pada tahun 2019.[1]

Morowali adalah kabupaten terluas ke-10, terpadat ke-9, dan memiliki populasi terbanyak
ke-12 di Sulawesi Tengah. Kabupaten Morowali terdiri dari 9 kecamatan, 7 kelurahan dan
126 desa. Morowali berbatasan dengan Morowali Utara di bagian barat laut, Sulawesi Selatan di
bagian barat dan barat daya, serta Sulawesi Tenggara di bagian timur laut.[a]

Mata pencaharian terbesar penduduk kabupaten ini adalah petani.[5] Secara geografis,
Kabupaten Morowali terletak di 01o31 12 - 03o46 48 LS dan antara 121o02 24- 123o15 36 BT.

Nama "Morowali" berasal dari bahasa Suku Wana yang berarti "gemuruh"

Kabupaten Morowali merupakan kabupaten yang terbentuk dari hasil pemekaran wilayah
Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-undang RI Nomor 51 Tahun
1999. Kabupaten Morowali merupakan salah satu dari sembilan kabupaten dan satu kota yang
ada di propinsi Sulawesi Tengah. Sejarah perjuangan untuk melahirkan Kabupaten Morowali
sudah lama tumbuh dan menggelora di hati masyarakat. Aspirasi tersebut terus berkembang yang
kemudian sampai pada tingkat lahirnya kemampuan politik dari wakil-wakil rakyat di lembaga
DPRD dengan dicetuskannya Resolusi DPRD-GR Propinsi Sulawesi Tengah nomor:
1/DPRD/1966 yang isinya meminta kepada Pemerintah Pusat agar Propinsi Sulawesi Tengah
dimekarkan menjadi 11 (sebelas) daerah otonom tingkat II, yaitu 2 (dua) Kotamadya dan 9
Kabupaten, salah satu diantaranya adlah Kabupaten Morowali (waktu itu masih disebut Mori
Bungku).

Sejarah perjuangan panjang ini ternyata tak pernah mengenal akhir, sehingga begitu masa
reformasi, peralihan orde baru ke masa reformasi saat ini, di mana kebebasan demokrasi lebih
digaungkan sebagai konsep pemerintahan, dengan kemudian diterapkannya konsep pemerintahan
desentralisasi, yang diwujudkan melalui kebijakan otonomi daerah ditingkat Kabupaten, dimana
Kabupaten diberi porsi yang lebih besar lagi untuk mengatur daerahnya sendiri. Maka semakin
luaslah potensi bagi terbentuknya daerah Kabupaten baru. Oleh karena itu moment ini direspon
oleh masyarakat seluruh lapisan di daerah Morowali untuk memperjuangkan kembali aspiral
lamanya, yakni pembentukan Kabupaten Poso. Dan akhirnya perjuangan dan aspirasi masyarakat
daerah ini berhasil, yakni dengan keluarnya kebijakan Pemerintah Pusat untuk membentuk
daerah Morowali, berdiri sebagai Kabupaten sendiri, yang diberi nama Kabupaten Morowali,
berdasarkan hasil pemikiran dan kesepakatan seluruh lapisan masyarakat.
7. Kabupaten Morowali Utara

Kabupaten Morowali Utara (bahasa Inggris: North Morowali Regency), adalah


sebuah kabupaten di provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia. Ibu kota kabupaten sekaligus pusat
administrasi terletak di kota Kolonodale. Morowali Utara merupakan hasil pemekaran
dari Kabupaten Morowali yang disahkan dalam sidang paripurna DPR RI pada 12 April 2013 di
gedung DPR RI tentang Rancangan UU Daerah Otonomi Baru (DOB).

Kabupaten Morowali Utara terletak pada 1°31' - 3°04' Lintang Selatan dan 121°02' -
123°15' Bujur Timur. Topografi wilayahnya mulai dari pesisir, dataran rendah, hingga
bergunung-gunung yang merupakan bagian dari Pegunungan Pompangeo, Paa-Tokala, Peleru
dan Pegunungan Rerende dengan ketinggian wilayah antara 0-2.500 meter diatas permukaan air
laut (mdpl). Wilayahnya termasuk beberapa pulau kecil di Teluk Towuri dan Teluk Tolo di Laut
Banda seperti Pulau Pangia, Pulau Tokonanaka, Pulau Tokobae dan lain-lain. Gunung tertinggi
di Kabupaten Morowali Utara adalah Gunung Pompangeo (2.590 mdpl) di Pegunungan
Pompangeo. Sedangkan sungai terbesar dan terpanjang di kabupaten ini adalah Sungai La'a yang
memiliki panjang sekira 96,30 Km.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Morowali Utara 2020, penduduknya
berjumlah 128.323 jiwa, dengan kepadatan 12,83 jiwa/km².[1] Penduduk Morowali Utara terdiri
dari bermacam suku bangsa, sehingga termasuk sebagai kabupaten yang multikultural.
Penduduknya juga cukup beragam dalam keagamaan. Data dari Kementerian Agama, sekitar
52,82% (66.981 jiwa) memeluk agama Islam.[8] Pemeluk agama Kristen juga cukup signifikan
yakni 44,77% (56.771 jiwa), dimana Protestan 39,62% (50.239 jiwa)[9] dan Katolik 5,15% (6.532
jiwa).[10] Kemudian Hindu 2,23% (2.825 jiwa)[11] dan sebagian kecil beragama Budha yakni
0,18% (222 jiwa)
8. Kabupaten Parigi Moutong

Penari Parigi pada masa Hindia Belanda

Kabupaten Parigi Moutong adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi
Tengah, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Parigi. Kabupaten Parigi Moutong
melingkupi sebagian besar dari daerah pantai timur Sulawesi Tengah dan Teluk Tomini.
Kabupaten ini memiliki luas wilayah 6.231,85 km² dan berpenduduk sebanyak 490.915 jiwa
(2019), dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 251.381 jiwa dan penduduk perempuan
sebanyak 239.534 jiwa.[1] Bupati yang menjabat saat ini adalah H. Samsurizal Tombolotutu.

Pembentukan Kabupaten Parigi Moutong sudah dimulai sejak Tahun 1963 oleh sejumlah
tokoh pemuda, tokoh masyarakat dan elemen masyarakat lainnya. Momentum penting
pembentukan Kabupaten Parigi Moutong terjadi pada hari Kamis, tanggal 23 Desember 1965
dengan terbentuknya Yayasan pembangunan wilayah Pantai Timur dengan Akta Notaris Nomor
33 Tahun 1965. Yayasan ini merupakan lembaga pengumpul sekaligus yang mendanai
pembentukan Kabupaten Parigi Moutong. Pendiri Ada tiga fase yang manandai lahirnya
pembentukan Kabupaten Parigi Moutong.

Fase pertama dilaksanakannya rapat oleh partai-partai politik dan seluruh komponen
masyarakat Parigi Moutong yang berlangsung di lapangan Toraranga Parigi tahun 1963. Fase
kedua, lahirnya memorandum DPRD Kabupaten Donggala tahun 1999 dan fase ketiga. Fase
ketga yakni pada hari Minggu tanggal 1 Juli 1999 delegasi pembentukan Kabupaten Parigi
Moutong berturut-turut mengadakan audiensi baik dengan Bupati Donggala maupun dengan
Gubernur Sulawesi Tengah yang diterima oleh Sekretaris Provinsi Drs. H. Samijono.

Berdasarkan posisi geografisnya Kabupaten Parigi Moutong memiliki batas-batas: Utara -


Kabupaten Buol, Kabupaten Tolitoli, dan Provinsi Gorontalo, Selatan - Kabupaten Poso dan
Kabupaten Sigi, Barat - Kabupaten Donggala dan Kota Palu, Timur -serta Teluk Tomini
9. Kabupaten Poso

Kabupaten Poso adalah sebuah kabupaten di provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia.


Kabupaten ini mempunyai luas sebesar 7.112,25 km² dan berpenduduk sebanyak 256.396 jiwa
(2019) dan Ibu kota kabupaten terletak di Kota Poso.

ada mulanya penduduk yang mendiami daerah Poso berada di bawah kekuasaan Pemerintah
Raja-Raja yang terdiri dari Raja Poso, Raja Napu, Raja Mori, Raja Tojo, Raja Una Una dan Raja
Bungku yang satu sama lain tidak ada hubungannya.

Keenam wilayah kerajaan tersebut di bawah pengaruh tiga kerajaan, yakni: Wilayah
Bagian Selatan tunduk kepada Kerajaan Luwu yang berkedudukan di Palopo, sedangkan
Wilayah Bagian Utara tunduk di bawah pengaruh Raja Sigi yang berkedudukan di Sigi (Daerah
Kabupaten Donggala) dan khusus wilayah bagian Timur, yakni daerah Bungku termasuk daerah
kepulauan tunduk kepada Raja Ternate.

Sejak tahun 1880 Pemerintah Hindia Belanda di Sulawesi Bagian Utara mulai menguasai
Sulawesi Tengah dan secara berangsur-angsur berusaha untuk melepaskan pengaruh Raja Luwu
dan Raja Sigi di daerah Poso.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Poso 2020, penduduknya berjumlah
256.393 jiwa, dengan kepadatan 36,05 jiwa/km².[1] Penduduk kabupaten Poso terdiri dari
bermacam suku bangsa, sehingga termasuk sebagai kabupaten yang multikultural di Indonesia.
Penduduknya juga cukup beragam dalam keagamaan. Data dari Kementerian Agama tahun 2020,
sekitar 60,80% (151.261 jiwa) memeluk agama Kristen, dimana Protestan 59,45% (147.899
jiwa)[5] dan Katolik 1,35% (3.362 jiwa).[6] Kemudian Islam berjumlah 33,60% (83.597 jiwa)[7],
kemudian Hindu 5,60% (13.937 jiwa)[8] dan sebagian kecil beragama Budha tidak sampai 0,01%
(4 jiwa).
10. Kabupaten Sigi

Kabupaten Sigi adalah sebuah kabupaten di Provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia. Ibu
kotanya adalah Bora yang berada di Kecamatan Sigi Biromaru. Kabupaten ini dibentuk
berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2008 yang merupakan pemekaran
dari Kabupaten Donggala.

Terdapat flora dan fauna endemik Sulawesi, seperti Anggrek Hitam, Kuskus, Babi Rusa,
Anoa dan lain-lain. Taman Nasional Lore Lindu juga memliki keunikan, yaitu sebuah danau
yang bernama "Lindu". Danau ini berada di wilayah kaki Gunung Nokilalaki dengan ketinggian
2355 meter di atas permukaan laut. Kata Lindu sendiri dalam bahasa Kaili adalah Belut. Danau
Lindu menjadi sumber mata pencaharian masyarakat sekitar yang berprofesi sebagai nelayan
ikan air tawar.
11. Kabupaten Tojo Una-Una

Perkampungan nelayan di kawasan Tojo, Kabupaten Tojo Una-una

Kabupaten Tojo Una-una adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi
Tengah, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Ampana. Semula kabupaten ini masuk
dalam wilayah Kabupaten Poso namun berdasar pada UU No. 32 Tahun 2003 Kabupaten ini
berdiri sendiri. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 5.721,51 km² dan berpenduduk sebanyak
153.991 jiwa (2019).

Topografi dari wilayah Kabupaten Tojo Una–una umumnya


adalah pegunungan dan perbukitan sebagian datar dan agak landai. Ketinggian wilayah
umumnya berada di atas 500 meter dari permukaan laut. Kemiringan lereng Kabupaten Tojo
Una–una dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Kemiringan 0-2% (datar-landai), tersebar di seluruh kecamatan khususnya di Kecamatan


Ampana Kota. Kondisi tanah ini sangat potensial dimanfaatkan untuk pemukiman.
2. Kemiringan 3-15% (landai agak miring), tersebar hampir di seluruh kecamatan. Kondisi
tanah seperti ini potensial dimanfaatkan untuk berbagai jenis usaha, tetapi diperlukan
usaha konservasi tanah dan air.
3. Kemiringan 16-40% (miring agak curam), tersebar di seluruh kecamatan. Penggunaan
tanah dengan kemiringan demikian, cukup rawan dan kurang baik untuk budidaya
tanaman pertanian. Namun perlu dikelola dengan baik pemilihan tanaman yang berfungsi
sebagai konservasi.
4. Kemiringan di atas 40%, merupakan bagian terluas dari wilayah Kabupaten Tojo Una–
una. Kondisi tanah ini sangat potensial terkena erosi sehingga perlu upaya pelestarian
kawasan hutan lindung.

Kabupaten Tojo Una–una dipengaruhi oleh dua musim yang tetap, yakni Musim Barat dan
Musim Timur dengan iklim tropis, curah hujan berkisar 1.200-4.100 mm/tahun dan
temperaturnya berkisar 17–33 °C, sedangkan kelembaban udara antara 74% - 82% dan kecepatan
angin berkisar 3-6 knot. Sungai–sungai besar yang mengalir sepanjang tahun di wilayah
Kabupaten Tojo Una–una antara lain Sungai Balingara di perbatasan Kabupaten Tojo Una–una
dengan Kabupaten Banggai dan Sungai Malei di perbatasan Kabupaten Tojo Una–una dengan
Kabupaten Poso.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Tojo Una-Una 2020, penduduknya berjumlah
153.991 jiwa, dengan kepadatan 26,91 jiwa/km².[1] Penduduk kabupaten Tojo Una-una terdiri
dari bermacam suku bangsa, dan juga cukup beragam dalam keagamaan. Data dari Kementerian
Agama tahun 2020, sekitar 91,22% (151.327 jiwa) memeluk agama Islam[3]. Kemudian 8,21%
(13.605 jiwa) memeluk agama Kristen, dimana Protestan 7,05% (11.688
[4] [5] [6]
jiwa) dan Katolik 1,16% (1.917 jiwa). . Kemudian Hindu 0,42% (696 jiwa) dan sebagian
kecil beragama Budha 0,15% (257 jiwa).
12. Kabupaten Tolitoli

Gunung perkebunan cengkih di Tolitoli

Kabupaten Tolitoli atau Toli-Toli adalah salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi
Tengah, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kota Tolitoli. Kabupaten ini memiliki luas
wilayah 4.079,77 km² dan berpenduduk sebanyak 235.800 Jiwa (2018).[1] Kabupaten Tolitoli
sebelumnya bernama Kabupaten Buol Toli-Toli, tetapi pada tahun 2000 berdasarkan UU No. 51
Tahun 1999, daerah ini dimekarkan menjadi dua kabupaten, yaitu Kabupaten Tolitoli
sebagai kabupaten induk dan Kabupaten Buol sebagai kabupaten hasil pemekaran.

Nama Toli-toli berasal dari kata Totolu yang berarti Tiga. Maksudnya suku bangsa Toli-toli
berasal dari tiga manusia kahyangan yang menjelma ke bumi masing-masing melalui Olisan
Bulan (Bumbu Emas), Bumbung Lanjat (Puncak Pohon Langsat), dan Ue Saka (Sejenis Rotan).
Jelmaan Olisan Bulan dikenal sebagai Tau Dei Baolan atau Tamadika Baolan yang menjelma
melalui Ue Saka dikenal sebagai Tau Dei Galang atau Tamadika Dei Galang sedangkan seorang
putri yang menjelma sebagai Bumbung Lanjat dikenal sebagai Tau Dei Bumbung Lanjat atau
Boki Bulan.

Kemudian Totolu berubah menjadi Tontoli sebagaimana tertulis dalam Langge-Contract Tahun
1858 yang di tandatangani pihak Belanda antara Dirk Francois dan Raja Bantilan Safiuddin.
Tahun 1918 berubah menjadi Toli-toli seperti dalam penulisan Korte Verklaring yang
ditandatangani Raja Mohammad Ali dengan pemerintah Belanda yang berpusat di Nalu.

Kabupaten Tolitoli berada di utara Pulau Sulawesi dan memiliki ketinggian wilayah antara 0-
2500 Mdpl. Wilayah utara merupakan pesisir pantai Laut Sulawesi dan sebagian kecil disebelah
barat adalah pesisir pantai Selat Makassar dengan beberapa pulau. Sementara sepanjang batas
selatan berupa rangkaian pegunungan bagian dari Pegunungan Bosagong yang memanjang dari
barat ke timur. Beberapa puncaknya adalah Gunung Tinombala, Gunung Lante, Gunung
Tongkou, Gunung Malino, dll.

Terdapat juga Pegunungan Bukii Dako disebelah barat-utara Kabupaten Tolitoli dengan
puncaknya Gunung Dako yang sekaligus sebagai Cagar Alam Gunung Dako[4]. Kabupaten
Tolitoli memiliki banyak sungai. Sungai utama di Kabupaten Toli-toli diantaranya adalah Sungai
Talau, Sungai Tambun, Sungai Kalangkangan, Sungai Salumpaga, Sungai Banagan, dan Sungai
Bampaun.

Penduduk kabupaten Tolitoli terdiri dari bermacam suku bangsa, dan juga cukup beragam
dalam keagamaan. Data dari Kementerian Agama tahun 2020, sekitar 87,86% (187.604 jiwa)
memeluk agama Islam. Kemudian 9,28% (19.803 jiwa) memeluk agama Kristen,
dimana Protestan 7,48% (15.965 jiwa) dan Katolik 1,80% (3.838 jiwa). Kemudian Hindu 1,29%
(2.765 jiwa) dan beragama Budha 1,57% (3.343 jiwa)
13. Kota Palu

Palu adalah Ibukota Provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia. Palu merupakan kota yang
terletak di Sulawesi Tengah, berbatasan dengan Kabupaten Donggala di sebelah barat dan
Utara, Kabupaten Sigi di sebelah selatan, dan Kabupaten Parigi Moutong di sebelah timur. Kota
Palu merupakan kota lima dimensi yang terdiri atas lembah, lautan, sungai, pegunungan, dan
teluk. Koordinatnya adalah 0,35 – 1,20 LU dan 120 – 122,90 BT. Kota Palu dilewati oleh garis
Khatulistiwa. Penduduk Kota Palu berjumlah 342.754 jiwa (2012).

Dataran Kota Palu dikelilingi oleh pegunungan dan pantai. Peta ketinggian mencatat,
376,68 Km2 (95,34%) wilayah Kota Palu berada pada ketinggian 100 - 500 mdpl dan hanya
18,38 Km2 (46,66%) terletak di dataran yang lebih rendah. Kota Palu terletak di bagian selatan
khatulistiwa, menjadikan Kota Palu sebagai salah satu kota tropis terkering di Indonesia dengan
curah hujan kurang dari 1.500 mm per tahun.

Kota Palu sekarang ini adalah bermula dari kerajaan yang terdiri dari kesatuan empat
kampung, yaitu: Besusu, Tanggabanggo yang sekarang bernama Kelurahan Kamonji, Panggovia
yang sekarang bernama Kelurahan Lere, dan Boyantongo yang sekarang bernama Kelurahan
Baru. Mereka membentuk satu Dewan Adat disebut Patanggota. Salah satu tugasnya adalah
memilih raja dan para pembantunya yang erat hubungannya dengan kegiatan kerajaan. Kerajaan
Palu lama-kelamaan menjadi salah satu kerajaan yang dikenal dan sangat berpengaruh. Itulah
sebabnya Belanda mengadakan pendekatan terhadap Kerajaan Palu. Belanda pertama kali
berkunjung ke Palu pada masa kepemimpinan Raja Maili (Mangge Risa) untuk mendapatkan
perlindungan dari Manado pada tahun 1868. Pada tahun 1888, Gubernur Belanda untuk Sulawesi
bersama dengan bala tentara dan beberapa kapal tiba di Kerajaan Palu, mereka pun menyerang
Kayumalue. Setelah peristiwa perang Kayumalue, Raja Maili terbunuh oleh pihak Belanda dan
jenazahnya dibawa ke Palu. Setelah itu ia digantikan oleh Raja Jodjokodi, pada tanggal 1 Mei
1888, Raja Jodjokodi menandatangani perjanjian pendek kepada Pemerintah Hindia Belanda.

Anda mungkin juga menyukai