Anda di halaman 1dari 4

Pada tanggal 21 Juni 1977, kapal barang Tsimtsum berlayar dari Madras menuju Kanada.

Pada
tanggal 2 Juli 1977 kapal itu tenggelam di Samudera Pasifik. Hanya satu sekoci yang berhasil
diturunkan dan membawa penumpang seekor hyena, seekor zebra yang kakinya patah, seekor
orang-utan betina, seekor harimau Royal Bengal seberat 225 kg dan seorang anak lelaki India
berusia 16 tahun bernama Piscine Molitor Patel atau Pi Patel. Selama lebih dari tujuh bulan
sekoci itu terombang ambing di Samudera Pasifik yang biru dan ganas. Pada tanggal 19 Februari
1978, Pi Patel dirawat di Rumah Sakit Benito Juarez di Tomatlan, Mexico. Ketika dia dirawat di
sana, dia didatangi oleh Mr. Okamoto dan Mr. Chiba dari Departemen Maritim Kementrian
Transportasi Jepang yang diberitahu bahwa ada seorang korban yang selamat dari kapal Jepang
Tsimtsum yang tenggelam tanpa jejak. Mereka berdua mulai mewawancari Pi Patel, namun di
tengah-tengah wawancara itu mereka berdua sangat meragukan cerita Pi Patel yang bertahan
hidup lebih dari 7 bulan di Samudera Pasifik. Pi Patel dapat merasakn ketidakpercayaan
mereka, dia mengatakan:”Cinta sulit dipercaya, tanyakan pada siapa saja yang sedang jatuh
cinta. Kehidupan ini juga sulit dipercaya, tanyakan pada ilmuwan manapun. Tuhan juga sulit
dipercaya, tanyakan pada siapapun yang mempercayainya. Kenapa Anda tidak bisa menerima
hal-hal yang sulit dipercaya?” Mr.Chiba berkata, “Kami cuma mencoba menggunakan akal
sehat.” Jawaban telak diperoleh mereka dari Pi Patel, “Saya juga demikian. Saya menggunakan
akal sehat dalam setiap kesempatan. Akal sehat sangat bermanfaat. Akal sehat adalah
perangkat terbaik kita.Tetapi kalau menggunakan akal sehat secara berlebihan maka bisa-bisa
keajaiban Alam semesta ini ikut terbuang bersama air mandi Anda”. Dengan kata lain Pi Patel
mau bilang bahwa di dunia ini ada hal-hal yang menuntut kita untuk percaya begitu saja tanpa
pembuktian.

Ilmu pengetahuan mengutamakan pembuktian-pembuktian agar suatu dalil dinyatakan benar.


Ilmu pengetahuan mengutamakan kemampuan nalar yang logis realistis. Ilmu pengetahuan
mengutamakan rangkaian yang sistematis dan dapat dibuktikan keabsahannya. Pendeknya,
ilmu pengetahuan menuntut manusia untuk menggali sekaligus membuktikan segala macam
peristiwa yang terjadi di dunia. Sementara agama mendasarkan kebenarannya pada keyakinan
atau kepercayaan tanpa membutuhkan atau menuntut adanya pembuktian akan segala hal
yang terjadi. Keyakinan akan adanya Tuhan, sorga dan neraka juga didasarkan pada
kepercayaan bukan didasarkan pada penjelasan ilmiah. Orang-orang yang mendasarkan diri
pada penjelasan dan pembuktian ilmiah tak akan menerima kebenaran yang didasarkan pada
keyakinan atau kepercayaan. Teilhard de Chardin (seorang ahli geologi, paleontologi, dan Imam
Yesuit) menangkap ketegangan dan jurang antara agama dan ilmu pengetahuan. Yang satu
berpijak pada keyakinan dan yang lain berpijak pada pembuktian ilmiah.
Sama halnya dengan peristiwa kebangkitan Yesus Kristus. Kebangkitan Tuhan Yesus adalah
dasar iman setiap orang Kristen. Dan bagi ilmu pengetahuan kebangkitan orang mati adalah
suatu peristiwa yang tidak ilmiah. Peristiwa tersebut tak dapat dijelaskan dengan metode
ilmiah. Walaupun ilmu pengetahuan berhasil menemukan jenis kematian yang lain yaitu “mati
suri”. Dan memang kita sering atau setidaknya pernah mendengar tentang orang-orang yang
mengalami mati suri namun hidup kembali seperti sedia kala. Tetapi tidak ada penjelasan ilmiah
atau metode tertentu yang sanggup membuka tabir peristiwa orang mati yang bangkit lagi! Dari
sini kita dapat melihat ada jurang yang cukup jauh antara iman dan ilmu pengetahuan.

Upaya ilmiah untuk membuktikan kebangkitan Tuhan Yesus telah dilakukan orang tanpa banyak
hasil. Penulis Injil Matius, Markus, Lukas, Paulus juga berupaya untuk memberi dasar ilmiah
tentang kebangkitan Tuhan Yesus (Mat. 27:53; Kis. 13:31; 1 Kor. 15:6). Pada waktu itu upaya
mereka membuahkan hasil bahkan ketika mereka memberikan kesaksian akan kebangkitan
Tuhan Yesus pada orang-orang yang menuntut bukti atau penjelasan. Mereka masih memiliki
saksi-saksi hidup yang mampu memberikan kesaksian nyata akan kebangkitan Tuhan Yesus dan
sekarang orang-orang yang menjadi saksi hidup itu sudah tiada.

Seperti halnya penulis Injil yang lain maka Yohanes juga berbicara tentang peristiwa
kebangkitan Tuhan Yesus. Agaknya Yohanes juga berupaya meyakinkan orang-orang tentang
kebangkitan Kristus. Yohanes mau mengatakan bahwa wajar saja jika ada banyak orang yang
tidak dapat percaya pada kisah tentang kebangkitan orang mati. Orang-orang itu nampaknya
diwakili oleh sosok Tomas, salah seorang murid Yesus. Tomas dikisahkan tidak mempercayai
bahwa Tuhan Yesus sudah bangkit jika dia tidak melihatnya secara langsung dan mencucukkan
jari tangannya pada lubang di tangan Tuhan Yesus. Yohanes menampakkan betapa Tuhan Yesus
memahami Tomas. Tuhan Yesus tidak mempersalahkan Tomas akan pola pikirnya tersebut.
Tuhan Yesus hanya diceritakan mempersilahkan Tomas untuk mencucukkan jarinya pada bekas
paku di tangan Tuhan Yesus. Yohanes tidak menceritakan lebih lanjut apakah Tomas benar-
benar mencucukkan jarinya pada lubang di tangan Tuhan Yesus atau tidak. Namun Yohanes
menceritakan bahwa Tomas percaya (pisteuo = to have faith is to think in the heart).
Kesimpulan tentang kebenarang peristiwa kebangkitan itu ditempatkan Yohanes pada pihak
Tuhan Yesus ketika Ia mengatakan ,”Karena engkau telah melihat Aku engkau percaya.
Berbahagialah mereka yang tidak melihat namun percaya.” Melalui pernyataan ini kita sampai
pada pertanyaan pokok, Apakah iman itu?

Apakah kita beriman ketika sesuatu itu dapat dibuktikan?dapat dijelaskan secara ilmiah…dapat
diterima dengan pikiran logis realistis. Apakah iman itu? Bukankah tiap minggu kita mengakui
iman percaya kita…bukan sekedar mengucapkan saja tentunya namun ketika kita
mempercayainya, maka itulah pengakuan iman kita. Menurut Stanley Jones, Iman itu the
adventure of the spirit. Iman adalah suatu petualangan roh. Iman adalah respon yang berasal
dari relung hati kita yang terdalam akan sesuatu yang kita yakini sebagai yang paling berharga
dan yang paling menentukan dalam hidup ini yaitu Tuhan. Iman adalah sebuah petualangan.
Karena ia adalah sebuah petualangan maka dibutuhkan keberanian untuk memasuki
pengalaman itu. Dan Tomas berani untuk memulai pengalaman itu. Iman tidak dimulai dari
pengetahuan tetapi dimulai dari keberanian untuk percaya dan memulai perjalanan…lalu
bertumbuh sepanjang perjalanan.

Jangan menanti mengerti atau memahami semuanya baru percaya…jangan tunggu sampai
mengerti seluk beluk tentang Tuhan Yesus baru percaya…baru ikut Tuhan Yesus. Saya tidak
tahu banyak soal bagaimana bekerjanya organ-organ pencernaan di tubuh saya, bagaimana
makanan bisa diserap oleh seluruh komponen yang ada di dalam tubuh saya dan diubah
menjadi energi. Tetapi saya tidak mau menahan lapar hanya karena saya belum tahu
bagaimana makanan itu nantinya dicerna. Begitu juga dengan iman dimulai dari percaya dan
pengertian akan tumbuh seiring dalam perjalanan.

“… berbahagialah mereka yang tidak melihat namun percaya.”… Melalui pernyataan ini
Yohanes mengundang kita untuk berani percaya dan menerima Tuhan Yesus serta kebangkitan-
Nya. Walaupun kebangkitan itu tak dapat dijelaskan dengan metode ilmiah manapun namun
kita dapat melihat pengaruhnya pada murid-murid Tuhan Yesus, jemaat mula-mula, gereja
dalam segala jaman…dan kini di sini! Kebangkitan Kristus telah mempengaruhi kehidupan
mereka dan kita yang percaya walaupun tak melihat secara langsung.

Pernyataan tersebut juga mengundang kita untuk bertanya pada diri kita masing-masing,
apakah ada dampak kebangkitan Kristus bagi hidup kita? Adakah kita mengalami kehadiran
Kristus yang bangkit itu? Sehingga kita mampu memasrahkan…menyerahkan secara penuh
hidup kita pada Dia yang bangkit.. Sehingga Anda dan saya berani menghadapi setiap
permasalahan dan tantangan hidup. Ketika tubuh kita didera sakit selama puluhan tahun…
adakah kita masih bisa percaya bahwa selama puluhan tahun pula Kristus menemani kita yang
sakit? Ketika sudah berbulan-bulan menanti pekerjaan…adakah kita mau tetap mempercayakan
hidup kita pada Allah? bukankah memang banyak orang yang baru mau percaya ketika sakitnya
sembuh…mau percaya ketika sudah dapat pekerjaan…mau percaya ketika sudah kaya raya…
mau percaya ketika sudah dipenuhi segala keinginan hatinya..dan itu berarti masih banyak
orang yang mau percaya ketika sudah ada bukti di depan mata! Jika demikian, maka iman kita
hanya dinilai dari apa yang terlihat…bukti-bukti... itu artinya jika segala yang kita pinta tak
terwujud…maka iman kita pun raib! Iman diawali dengan percaya dulu baru mengerti…dan
mengalami. Iman tidak tergantung pada terwujud atau tidaknya doa dan pinta kita…tetapi iman
menuntut kita untuk percaya akan Penyelenggaraan Allah (Providentia Dei) di dalam setiap
tarikan nafas kita…Mengerti atau memahami bahwa Allah hadir bagi kita…dan mengalami
kehadiran-Nya! Ketika Anda dan saya percaya akan Kristus…maka seyogianya kita juga
mengalami kehadiran-Nya secara nyata dalam hidup kita…bukan hanya sekedar tahu dan
menuntut bukti.

Mari kita belajar untuk percaya…dan mempercayakan hidup ini hanya pada Allah saja sehingga
kita pun mampu mengalami kehadiran-Nya dalam hidup kita! Amin.

Anda mungkin juga menyukai