Anda di halaman 1dari 19

Hari kita melanjutkan pada perumpamaan di Injil Lukas, yaitu di Lukas 12:13-21.

Bagian ini
sering disebut sebagai perumpamaan tentang orang kaya yang bodoh:

Seorang dari orang banyak itu (yaitu dari kerumunan orang-orang yang sedang mendengarkan
pengajaran Yesus) berkata kepada Yesus: "Guru, katakanlah kepada saudaraku supaya ia
berbagi warisan dengan aku."

Tetapi Yesus berkata kepadanya: "Saudara, siapakah yang telah mengangkat Aku menjadi
hakim atau pengantara atas kamu?"

Kata-Nya lagi kepada mereka: "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan
(yaitu ketamakan atas harta benda), sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya,
hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu."

Kemudian Ia mengatakan kepada mereka suatu perumpamaan, kata-Nya: "Ada seorang kaya,
tanahnya berlimpah-limpah hasilnya. Ia bertanya dalam hatinya: Apakah yang harus aku
perbuat, sebab aku tidak mempunyai tempat di mana aku dapat menyimpan hasil tanahku. Lalu
katanya: Inilah yang akan aku perbuat; aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan
mendirikan yang lebih besar dan aku akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan barang-
barangku. Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang,
tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan
bersenang-senanglah!

Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan
diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti? Demikianlah
jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di
hadapan Allah."

Satu Gambaran Keberhasilan

Di perumpamaan ini Yesus menarik gambaran tentang seorang pengusaha, atau seorang
petani, yang sangat sukses. Dunia akan menilai dia sebagai orang yang sangat berhasil, namun
yang menjadi persoalan adalah bahwa keberhasilan secara duniawi tidaklah sama dengan
keberhasilan rohani. Lalu apa arti sukses itu sesungguhnya? Apakah mendapatkan promosi
dalam pekerjaan merupakan suatu sukses? Apakah mendapatkan gelar kesarjanaan dengan
nilai sempurna dari universitas yang ternama adalah suatu sukses? Lulus dengan nilai pas-pasan
berarti tidak sukses? Jadi apa itu sukses? Apakah kesuksesan itu berkaitan dengan pendidikan?
Apakah ia dinilai berdasarkan gelar yang Anda raih? Apakah ia didasari oleh nilai uang? Apakah
sukses itu diukur berdasarkan keberhasilan usaha Anda? Apa itu sukses? Si petani dalam
perumpamaan ini merasa bahwa ia sudah mendapatkan kesuksesan.

Bagaimana sukses dapat diraih? Sukses diraih dengan melalui berbagai macam cara. Sebagai
contoh, sukses dapat datang lewat suatu kerja keras. Ia didapat dari hasil perencanaan dan
pemanfaatan waktu serta sumber daya yang baik. Sukses sangat jarang datang sebagai suatu
kebetulan, unsur ini sangat sedikit peranannya. Sebagian besar unsur pembentuk sukses adalah
kemampuan dan kerja keras, dan beberapa orang menyatakan bahwa peran kemampuan hanya
sekitar 5% dan 95% sisanya adalah hasil dari kerja keras. Jika dilihat dari segi ini, maka si petani
dalam perumpamaan ini adalah orang yang memiliki kedua kualitas itu. Ia adalah orang yang
giat bekerja. Ia pastilah seseorang yang sangat berpengalaman di bidang pekerjaannya. Cobalah
Anda menjalankan usaha tani dan lihat sendiri hasilnya. Jika saya disuruh untuk mengelola
lahan pertanian, di tahun pertama saja saya mungkin sudah bangkrut. Saya tidak tahu apa-apa
tentang usaha pertanian. Tidak ada sedikitpun petunjuk yang saya miliki untuk dapat
menjalankan usaha pertanian. Saya tidak punya pengalaman apa-apa dalam bidang ini. Tapi
orang yang sedang kita bahas ini adalah orang yang tahu persis seluk-beluk bidang usahanya, ia
sangat terlatih di bidang usaha ini dan sangat berhasil. Ia tahu bagaimana cara mengelola
uangnya. Ia tahu bagaimana cara mengelola waktunya. Jadi apakah ada yang kurang dari orang
ini? Singkatnya, dia adalah gambaran dari kesuksesan! Kebanyakan orang berusaha sekuat
tenaga, akan tetapi hanya dia yang mendapatkan panen berlimpah.

Kenyataannya, masih ada lagi hal yang dapat ditambahkan. Orang dapat berkata bahwa ia
diberkati oleh Allah. Allah memberinya cuaca yang bagus. Cuaca memegang peran yang sangat
menentukan di dalam usaha pertanian. Ia mungkin saja seseorang yang sangat ahli dalam
bercocok-tanam, ia mungkin sudah tahu bagaimana menangani tanaman, akan tetapi jika cuaca
tidak mendukung, jika tidak ada hujan, akibatnya akan sangat merugikan. Atau jika hujan turun
terlalu banyak, atau turun di saat yang tidak diharapkan, akibatnya sama saja yaitu kerugian
besar. Mungkin tidak ada bisnis lain dengan tingkat ketergantungan yang sangat tinggi terhadap
cuaca dibandingkan dengan pertanian. Bisnis pertanian, menurut orang Yahudi, dapat
dikatakan sangat bergantung pada belas kasihan Allah. Jadi, bukankah di dalam penglihatan kita
orang ini sedang menerima berkat Allah berupa panen yang melimpah? Di atas segala
kemampuan dan kerja kerasnya, ia mendapatkan cuaca yang sangat bagus. Orang lain akan
mengira bahwa ia diberkati Allah. Dan mungkin ia sendiri akan berpikir seperti itu, ia mengira
bahwa Allah berada di pihaknya. Segala sesuatunya berjalan dengan baik. Cuaca baik dan hasil
panen setiap tahunnya sangat baik! Akhirnya ia mendapatkan sangat banyak hasil panen.
Sedemikian banyaknya hasil panen yang ia dapatkan sehingga lumbungnya yang sekarang ini
tidak dapat lagi menampung semua hasil panen itu. Ia justru harus memecahkan masalah
kelebihan hasil panen ini.

Di Lukas 10:17 ia berkata, "Apa yang harus kulakukan? Tidak ada cukup tempat untuk
menampung hasil panenku? Baiklah, aku akan melakukan hal ini." Anda lihat, ia adalah orang
yang cepat memikirkan jalan keluar. Ia bukan jenis orang yang berkata, "Aduh, aku tidak tahu
harus berbuat apa." Ia cepat tanggap dan segera berkata, "Aku akan melakukan ini." Jenis orang
yang tangkas mengambil keputusan. Ia tahu apa yang harus diperbuat. Ia tidak sampai
kehilangan akal. Ia bertanya dan ia sendiri yang segera memutuskan jawabannya, "Aku akan
merombak lumbungku dan menggantikannya dengan yang besar untuk menyimpan semua hasil
panen dan barang-barangku." Gambarannya terlihat ideal.

Mengapa Yesus Menyebutnya Bodoh?

Apa masalahnya? Persoalan moral apa yang bisa kita amati dari sini? Kita tidak dapat
menuduhnya secara moral karena tidak disebutkan bahwa ia adalah orang yang berbuat dosa,
ia tidak dikatakan sudah melakukan perbuatan jahat seperti perampokan ataupun penipuan.
Tuduhan semacam itu tidak dapat dialamatkan kepadanya. Kenyataannya, seringkali orang-
orang yang bekerja keras adalah orang-orang yang baik secara moral. Orang-orang malaslah
yang biasanya, karena tidak suka bekerja, punya banyak waktu untuk keluyuran di jalanan serta
menimbulkan banyak masalah. Akan tetapi orang-orang pekerja keras adalah orang-orang yang
jadi teladan di tengah masyarakat. Mereka selalu jauh dari masalah karena mereka tidak punya
waktu untuk membuat onar. Mereka terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Bayangkanlah tentang
seorang peneliti yang rajin yang jarang meninggalkan laboratoriumnya. Ia bekerja siang dan
malam di sana, jadi kapan ia punya waktu untuk pergi keluar dan berbuat dosa? Kapan dia
punya waktu untuk mencuri, merampok, berzinah atau melakukan dosa-dosa lainnya? Ia tidak
punya waktu untuk semua ini. Ia terlalu dalam terlibat dengan pekerjaannya. Bayangkanlah
orang-orang seperti suami-istri Curie (peneliti bahan-bahan radioaktif dan cahaya, pent.) yang
selalu sibuk di dalam laboratorium mereka. Ada lagi orang seperti Newton (perumus teori
gravitasi, pent.) yang sangat sibuk dan selalu memikirkan pekerjaannya sehingga ketika hari
pernikahannya tiba, ia membiarkan istrinya duduk menunggu di luar laboratorium. Sebelumnya
ia berpesan bahwa ia hanya akan beberapa menit saja di dalam laboratorium itu. Akan tetapi
kemudian calon istrinya itu harus menunggu sampai berjam-jam karena begitu ia masuk ke
dalam laboratorium, ia menjadi begitu asyik dengan pekerjaannya sehingga lupa bahwa hari itu
adalah hari pernikahannya. Dan di dalam kesempatan yang lain, ketika sedang di dalam suatu
penelitian, ia bermaksud untuk memasak makanan siangnya, akan tetapi yang dimasukkannya
ke dalam kuali adalah jam, bukannya telur. Pikirannya sangat terkonsentrasi pada pekerjaan
sehingga ia tidak ada waktu lagi untuk memikirkan hal-hal yang lain. Orang-orang ini sangat
menikmati pekerjaan mereka. Mereka adalah orang-orang yang bermoral. Mereka tidak
keluyuran di jalanan dan melakukan perbuatan-perbuatan dosa.

Terlebih lagi, nama baik sangat penting bagi orang-orang yang sukses itu. Mereka tidak akan
mau melakukan dosa yang akan merusak reputasi mereka. Mereka ingin agar orang
memandang mereka sebagai pengusaha yang jujur. Apakah mereka benar-benar jujur, itu lain
persoalan. Akan tetapi mereka ingin agar dipandang seperti itu. Dan mereka akan berjuang
keras untuk menjaga reputasi itu. Jadi kira-kira seperti inilah gambaran dari si petani yang kaya
ini. ia adalah seorang pekerja keras, yang tidak suka cari masalah, yang punya banyak rencana,
ide dan sangat berhasil. Lalu apa kesalahannya? Apa persoalannya? Keadaan orang ini
tampaknya sangat ideal.

Selain itu, ia tampaknya diberkati oleh Allah, mendapatkan cuaca yang baik. Saya menyebutkan
hal ini karena ada kecenderungan di kalangan orang Yahudi untuk memandang bahwa orang
yang kaya adalah orang yang berkenan di hadapan Allah dan mereka yang miskin tidak. Saya
sangat prihatin karena cara pandang orang Yahudi ini ternyata juga jamak terdapat di tengah
lingkungan orang Kristen. Sebagai contoh, setiap kali seseorang mendapat keberhasilan, ia
berkata, "Oh, terima kasih Tuhan, Engkau sungguh baik!" Ia memuji Allah, namun ketika
bisnisnya bermasalah, ia mulai berkata, "Ya Tuhan, apa salahku? Mengapa aku harus
mengalami semua ini?" Masih banyak orang Kristen yang menghubungkan keberhasilan dengan
berkat dari Allah, dan kegagalan dengan kutukan dari Allah. Ini adalah pandangan yang sangat
berbahaya, dan ini bukan pandangan yang alkitabiah. Ini adalah pandangan manusiawi dan
bukannya pandangan Alkitab. Penilaian bahwa jika Anda gagal adalah akibat dari hukuman
Allah tidak selalu dapat dibenarkan. Saya mengenal orang-orang yang sudah keras belajar
namun masih juga gagal dalam ujian. Namun peristiwa itu sama sekali bukan bukti bahwa Allah
sedang menghukum atau memusuhi mereka. Dalam beberapa peristiwa, kegagalan tersebut
ternyata justru menjadi berkat bagi sebagian dari mereka.

Dan seringkali, sukses justru merupakan kutuk bagi seseorang. Ada beberapa orang yang
mendapatkan sukses yang sangat besar dan akibatnya mereka malah murtad dari Allah. Dan
memang sering orang yang memperoleh sukses besar justru menghadapi masalah rohani yang
paling berat. Ada seorang sahabat karib saya di London. Kami berdua sama-sama belajar di
sebuah perguruan tinggi, namun di fakultas yang berbeda. Ia kuliah di fakultas teknik. Dan ia
sangat berhasil karena kecerdasannya. Ia lulus dengan nilai yang tertinggi, mendapatkan medali
emas. Saya tidak tahu apakah ia pernah mendapatkan nilai di bawah sempurna pada masa
kuliahnya. Seolah-olah masih belum cukup, ketika lulus dari Imperial College di University of
London, ia lulus dengan predikat sebagai yang terbaik dari tujuh lulusan terbaik di angkatannya.
Sangat sukses! Lalu ia melanjutkan kuliah di Montreal untuk gelar doktornya. Inipun dijalaninya
dengan prestasi yang sama. Sekarang ini, ia menjadi profesor dalam bidang studinya, namun
secara rohani, ia adalah pecundang. Sukses dapat menjadi hal yang paling buruk dalam hidup
Anda. Saya harap Anda dapat mengerti persoalan ini. Tidak ada hubungan yang baku antara
sukses dengan berkat Allah. Orang yang dikisahkan di dalam perumpamaan ini adalah orang
yang selalu mendapatkan sukses. Ia tidak pernah mengalami kegagalan. Kemakmuran, cuaca
baik dan keberhasilan, semuanya ada padanya. Dan ia menjadi orang yang gagal total, secara
rohani, mirip seperti sahabat saya yang mengalami kegagalan dalam kerohaniannya.

Saya juga mengenal beberapa orang yang giat belajar serta sangat cerdas, namun aneh, mereka
tetap gagal dalam ujian. Sangat aneh! Jangan mengira bahwa Anda adalah orang bodoh jika
Anda tidak lulus dalam ujian. Ada juga orang cerdas yang gagal dalam ujian, dan orang lain tidak
tahu apa sebabnya. Anda mungkin tahu bahwa Albert Einstein (perumus teori relativitas, pent.)
bukan orang yang menonjol di masa sekolahnya. Boleh dibilang bahwa ia pada saat itu
dianggap bodoh. Saya pernah berkhotbah di sebuah sekolah di Swiss, dan sekolah itu adalah
tempat di mana Albert Einstein pernah belajar. Sesudah acara kebaktian, salah satu guru di
sana bertanya kepada saya, "Tahukah Anda bahwa Albert Einstein adalah salah satu lulusan dari
sekolah ini?" Dan saya menjawab, "Tidak, ini hal yang sangat menarik. Pastilah dia merupakan
siswa yang sangat menonjol kecerdasannya." Tapi guru itu menjawab, "Oh, tidak. Ia adalah
murid yang sangat bodoh." Guru itu menjelaskan bahwa Einstein sedemikian bodohnya
sehingga nyaris saja tidak dapat melanjutkan ke universitas. Hampir semua universitas
menolaknya. Akhirnya ia diterima di University of Zurich, setelah nyaris ditolak. Ia diberi
kesempatan untuk masuk walaupun tidak ada prestasi yang dapat dibanggakan darinya. Nah,
prestasi selanjutnya dari Albert Einstein tentunya sudah Anda ketahui. Jadi, kenyataan bahwa
selama masa sekolahnya ia berprestasi buruk bukanlah akhir dari segalanya. Kisah-kisah
kegagalan selama masa sekolah tidak membuktikan bahwa ia sudah tidak punya harapan. Yang
mana yang disebut sukses dan yang mana yang disebut sebagai berkat dari Allah? Ini adalah
perkara yang perlu dipahami, dan kegagalan dalam memahami hal ini akan berakibat timbulnya
berbagai macam masalah.
Jika demikian halnya, lalu apa yang menjadi masalah dengan petani kaya ini? Apa
kesalahannya? Tidakkah Anda akan setuju bahwa apa yang dia lakukan adalah hal yang sangat
masuk akal? Jika Anda memperoleh banyak hasil panen dan tidak ada lagi tempat untuk
menyimpannya, tindakan apa yang masuk akal selain membangun lumbung yang lebih besar?
Itu adalah tindakan yang mungkin akan Anda atau saya lakukan di dalam keadaan yang sama.
Adakah hal lain yang akan Anda lakukan? Jadi ketika kita mengamati orang ini, kelihatannya kita
tidak dapat melihat kesalahannya. Sebagaimana yang saya katakan, sangatlah penting untuk
memahami bahwa menurut ukuran dunia, orang ini jelaslah orang yang terhormat, orang yang
akan sangat disegani di tengah masyarakat. Jika orang ini masuk ke gereja, Anda akan berkata,
"Nah, ini dia orang yang sangat diberkati oleh Allah. Hasil panennya melimpah, orangnya baik
dan tidak pernah berbuat jahat." Dan saya tidak akan heran jika ia juga sangat murah hati
dalam memberikan persembahannya.

1.Tidak Memahami Kenyataan Rohani

Jadi, mengapa ia disebut bodoh? Kita memandang ia sangat bijak. Dengan standar duniawi, ia
adalah orang yang sangat bijak. Apa masalah orang ini? Persoalan orang ini tidak terletak pada
kepribadiannya. Ini adalah hal yang perlu dipahami. Yesus tidak pernah menyatakan bahwa ia
adalah orang yang jahat. Yesus juga tidak menyatakan bahwa ia tidak pandai. Kata 'bodoh' di
dalam Alkitab tidak mengandung arti 'tidak pandai'. Kata ini perlu dipahami secara rohani,
bukannya secara intelektual. Ini adalah perkara yang perlu diperhatikan. Jadi, apa pokok
permasalahannya? Kebodohan rohani. Apa itu kebodohan rohani? Mari kita berhenti sejenak
untuk meneliti apa persoalan yang terdapat pada orang ini.

Kata Yunani bagi 'kebodohan' terdiri dari dua bagian. Bagian yang di depan adalah
penyangkalan, pernyataan yang bersifat negatif, dan bagian belakangnya berarti 'pikiran'. Jadi
secara kasar dapat diterjemahkan dengan 'tidak punya pikiran', atau tidak berakal. Atau dapat
Anda katakan, tidak punya pemahaman rohani karena kata 'pikiran' di sini diartikan secara
rohani.

Mengapa ia disebut tidak memiliki pemahaman rohani? Kesalahan apa yang ia lakukan? Kata
'bodoh' juga dipakai di 2 Korintus 12:6a. Mari kita lihat ayat ini supaya Anda dapat memahami
makna alkitabiah dari kebodohan, dengan demikian kita dapat menguji diri kita masing-masing
untuk melihat apakah kita sudah bijak atau masih bodoh. Firman Allah berkata, di dalam ayat
ini, "Sebab sekiranya aku hendak bermegah juga, aku bukan orang bodoh lagi, karena aku
mengatakan kebenaran." Di dalam ayat ini, Paulus berkata, "Aku tidak mau bermegah, namun
jika aku akan bermegah, aku tidak mau memegahkan hal yang bodoh." Kata 'bodoh' di sini
mengandung makna tentang orang yang kehilangan hubungan dengan realitas, orang yang
tidak tahu persoalan. Maksud perkataan Paulus adalah, "Apa yang akan aku megahkan adalah
kebenaran. Aku akan mengatakan kebenaran. Aku tidak akan berbicara lepas dari kebenaran.
Aku memiliki alasan untuk bermegah sekalipun aku tidak ingin bermegah." Paulus memiliki
banyak dasar untuk dapat bermegah secara manusiawi. Kita semua tahu bahwa Paulus adalah
orang yang dapat dikatakan sukses menurut ukuran dunia. Ia adalah seorang cendekiawan yang
besar. Otaknya cemerlang. Anda hanya perlu membaca tulisan-tulisannya atau mempelajari
kitab Roma untuk dapat melihat bahwa ia adalah orang yang sangat cerdas, yang mampu
menguraikan pokok pikiran dengan singkat dan tepat.

Saya mengenal beberapa orang dengan kecerdasan seperti Paulus. Ketika saya masih kuliah di
London, saya biasa mengikuti pelayanan Martin Lloyd Jones. Ia adalah penulis buku dan
seorang pengkhotbah dari Inggris yang terbesar di angkatan ini. Saya rasa tidak ada
pengkhotbah yang lebih besar ketimbang dia dalam angkatan ini, saya sudah mengikuti
khotbah sebagian besar pengkhotbah besar dari Inggris. Martin Lloyd Jones tadinya adalah
seorang dokter spesialis jantung sebelum ia meninggalkan dunia berikut segala gemerlapnya
demi mengabarkan Injil. Saya ingat rekan sejawatnya - seorang dokter spesialis kulit yang
sangat ternama - yang berkata bahwa ketika Martin Lloyd Jones meninggalkan bidang
kedokteran, dunia kedokteran sangat terkejut karena ia adalah bintang baru yang berkembang
sangat pesat di dalam dunia kedokteran. Ia orang yang sangat cerdas. Sedemikian cerdasnya
sehingga ia sudah terkenal di Inggris sebagai seorang ahli jantung sebelum menginjak usia 30.
Akan tetapi Tuhan menumpangkan tanganNya atas Lloyd Jones dan ia berpaling dari dunia
medis dan menjadi pendeta di sebuah gereja kecil di Wales, gereja yang sangat tidak terkenal.
Di sanalah ia mengabarkan Injil, dan Allah memakai dia dengan sangat luar biasa. Jika Anda
mendengarkan dia, misalnya, ketika sedang membahas persoalan gereja, Anda segera akan
menyadari bahwa ia adalah orang yang sangat cerdas. Ia sangat cepat memahami pokok
persoalan; sepertinya sangat mudah dan sederhana. Ketika orang-orang masih berputar-putar
berusaha memahami masalah yang terjadi, dan masih juga belum mampu menyentuh pokok
yang paling utama, ia duduk menunggu dan mendengarkan. Ketika tiba gilirannya berbicara, ia
menguraikan persoalan yang dihadapi langsung ke titik utamanya hanya dalam beberapa
kalimat. Otaknya sangat cemerlang. Jika saya membayangkan dia, maka saya selalu teringat
pada Paulus, orang yang terpanggil oleh Allah, yang juga berotak cemerlang. Kemampuan untuk
dapat melihat sampai ke pokok persoalan di dalam perkara rohani sangatlah penting.
Sayangnya, walaupun orang yang sukses di dalam perumpamaan ini sangatlah cemerlang
secara manusiawi, ia tidak memiliki kebijaksanaan rohani. Akalnya tidak menjangkau sampai ke
perkara rohani. Itu sebabnya, ia disebut bodoh. Ia tidak melihat persoalannya sampai ke
perkara rohani. Ia tidak dapat memahami keadaan yang dihadapinya secara rohani. Ia hanya
memegang satu aspek saja dalam hidup ini, aspek jasmani. Namun pokok keberadaan manusia
secara utuh, yaitu mencakup sampai ke aspek rohani, tidak dapat dilihatnya.

Saya tidak tahu apakah Anda sudah dapat memahami kenyataan rohani dengan baik. Jika
belum, maka Anda akan gagal menangkap pesan dari perumpamaan ini. Anda akan masuk ke
dalam kategori yang sama dengan orang kaya yang bodoh ini, sangat sukses di dunia, akan
tetapi berantakan dan tidak mampu memahami persoalan rohani. Banyak orang yang bingung
mengapa Martin Lloyd Jones meninggalkan bidang kedokteran. Mengapa ia, sebagai seorang
yang sangat berbakat di dunia kedokteran, melakukan hal ini, yang merupakan suatu tindakan
bodoh secara duniawi? Maksud saya, Anda masih dapat membantu orang lain, secara jasmani
dan rohani, sambil mengembangkan karir yang sukses sebagai seorang dokter ahli jantung.
Anda benar-benar boleh melakukan itu! Ia seharusnya dapat mempertahankan pekerjaannya
sebagai ahli jantung, dan menjadi ahli jantung bagi Ratu Inggris, suatu nominasi yang sedang
dipertimbangkan bagi dia saat itu di dalam usianya yang masih muda. Akan tetapi ia sudah
terlanjur sampai pada pengertian yang mendalam tentang kenyataan hidup. Ia sudah mampu
memahami realitas kehidupan jasmani, dan kemudian ia juga sampai pada pemahaman akan
realitas kehidupan yang baru yaitu kehidupan rohani. Dan di dalam terang pemahamannya
yang mendalam inilah ia mengambil keputusan tersebut. Bidang yang baru ini harus ditekuni
dengan segenap perhatian karena hanya sisi inilah yang akan bertahan kekal selamanya. Itulah
alasannya. Ia sampai pada keputusan yang sangat menentukan ini dengan sangat cepat. Ia
orang yang mampu untuk melihat pokok persoalan dengan cepat. Orang lain mungkin
membutuhkan waktu lebih lama untuk dapat memahami perkara ini. Mereka kurang cepat
dalam memahami perkara rohani, dan mungkin juga perkara jasmani! Namun pada akhirnya
mereka juga akan sampai pada poin tersebut.

Ada seorang sahabat karib saya yang lain, seorang ahli bedah juga, yang meninggalkan praktek
medisnya yang sudah dijalaninya selama puluhan tahun di Timur Jauh. Ia seorang yang sangat
ahli dan menjadi andalan banyak lembaga. Sudah banyak operasi sulit yang berhasil
dijalankannya. Akan tetapi sekarang ia meninggalkan karir yang sudah dijalaninya selama lima
belas tahun di Asia Tenggara itu, termasuk karir sebagai dokter bagi Raja Laos, dan melayani
Tuhan. Akhirnya, sesudah lima belas tahun berkarir, ia sampai pada kesimpulan bahwa mulai
sekarang, sampai akhir hayatnya, ia akan menghabiskan seluruh waktunya untuk mengabarkan
Injil karena ia merasa bahwa menjalankan dua hal itu sekaligus tidaklah mungkin. Orang dapat
menjalankan dua pekerjaan akan tetapi tidak akan dapat menjalankan keduanya dengan baik.
Itulah persoalannya. Dan akhirnya, seseorang harus memilih satu prioritas. Mana yang akan
dipilih?

Tentu saja, setiap orang yang mencapai pemahaman yang mendalam tentang kehidupan rohani
tidak harus menjadi seorang pelayan full-time. Saya tidak ingin menciptakan kesan seperti itu.
Menjadi seorang pelayan full-time mungkin bukan merupakan panggilan bagi Anda. Allah
mungkin saja tidak menghendaki Anda untuk meninggalkan karir Anda sekarang ini. Jika Anda
masih menjalankan pekerjaan Anda sekarang ini, maka hal itu tidak selalu berarti bahwa Anda
kurang memahami perkara rohani, saya tidak bermaksud menimbulkan kesan seperti itu.
Namun yang menjadi maksud saya adalah bahwa orang yang berpaling dari dunia dan menjadi
pelayan full-time, seringkali, merupakan orang yang mendapat pemahaman yang mendalam
tentang kehidupan rohani, dengan kasih karunia Allah, dan yang sudah dapat menembus
kedangkalan pemahaman serta menjangkau inti dari pokok perkara kehidupan.

Jadi, pemahaman pertama dari kata 'bodoh' bukanlah merupakan suatu penghinaan. Saya
harap Anda dapat memahami bahwa ungkapan ini tidak dimaksudkan sebagai penghinaan di
dalam Alkitab akan tetapi sebagai suatu deskripsi. Ia merupakan deskripsi bagi keadaan Anda
sebagai suatu diagnosa. Ketika dokter berkata bahwa Anda sedang sakit, tentunya ia tidak
bermaksud untuk menghina Anda. Yang sedang ia lakukan adalah memberikan diagnosa. Kata
'bodoh' di dalam Alkitab ini juga merupakan diagnosa. Ia memberitahu Anda bahwa secara
rohani Anda masih belum sampai pada pemahaman yang tepat akan fakta yang ada.

2.Gagal dalam Memahami Kehendak Allah

Paulus juga memakai kata ini di Efesus 5:17, yang memberi kita makna kedua dari ungkapan ini,
"Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak
Tuhan". Jadi poin yang kedua adalah, menjadi bodoh berarti bahwa Anda gagal memahami
kehendak Allah bagi Anda. Hal ini berkaitan dengan poin yang pertama yaitu bahwa kebodohan
berarti kurangnya pemahaman atas kenyataan-kenyataan rohani. Seorang yang mendapatkan
pemahaman tentang perkara-perkara rohani secara mantap tidak semestinya meninggalkan
pekerjaannya dan beralih menjadi pelayan full-time. Hal ini akan ditentukan oleh poin yang
kedua: memahami kehendak Allah atas Anda. Dapat saja terjadi bahwa Allah menghendaki agar
Anda menjadi pelayan full-time bagiNya, akan tetapi karena Anda tidak memahami perkara
rohani, Anda tidak memahami apa kehendak Allah bagi Anda, maka Anda tidak melibatkan diri
ke dalam pekerjaan Allah. Atau mungkin sebaliknya, Anda sekarang adalah seorang pelayan full-
time, akan tetapi hal itu sebenarnya bukan merupakan kehendak Allah bagi Anda. Anda
menjadi seorang pelayan full-time, atau menjadi teolog atau apa pun, dan melakukan banyak
kegiatan di gereja, yang sebenarnya bukan merupakan perintah Allah bagi Anda. Dan Anda
melakukan semua ini karena Anda belum dapat memahami apa kehendak Tuhan. Demikianlah,
kejadiannya bisa berlangsung seperti itu. Apakah Anda memahami apa yang menjadi kehendak
Tuhan bagi Anda? Apakah Anda benar-benar mengetahui hal itu?

Sebelum Anda memuji diri dan merasa lebih pintar dari orang kaya ini, mari kita tanyakan dua
pokok hal:

- Apakah Anda benar-benar mengerti fakta-fakta rohani? Sudahkah Anda menyadari bahwa
segala yang ada di dunia ini akan segera berlalu? Apakah kehidupan Anda bukan mengenai
menimbunkan kelebihan bagi diri sendiri?

- Apakah arah tujuan hidup ini sangat jelas bagi Anda? Untuk apa Anda menjalani kehidupan
ini? Apa tujuan hidup Anda? Apa sasaran yang sedang Anda kejar? Sangatlah penting untuk
dapat memahami hal ini dengan pasti. Anda akan membuat keputusan akan hal-hal ini
berdasarkan kokoh atau tidaknya pemahaman Anda atas fakta-fakta rohani.

Jika bagi Anda hanya hal-hal jasmani yang dianggap nyata, sama seperti orang kaya ini, sudah
tentu keputusan Anda akan didasari oleh pandangan Anda atas perkara jasmani, dan kurangnya
pandangan Anda akan perkara rohani. Namun jika Anda sudah memahami bahwa segala yang
ada di dunia ini hanya sementara, dan sedang berlalu, maka segala yang sedang Anda kejar
sekarang ini mendadak menjadi tidak berarti, Anda akan beralih pada hal-hal yang kekal karena
Anda menyadari bahwa hanya hal-hal itulah yang akan bertahan selamanya.
Ketika John Sung ditanyai, "Mengapa Anda menjadi penginjil? Anda kan seorang ahli kimia." Ia
menjawab, "Karena saya sudah mendapat pemahaman tentang dunia ini. Untuk apa saya
berjuang mengejar sesuatu yang akan berlalu? Saya ingin mengejar hal-hal yang kekal, hal-hal
yang memang benar-benar penting." Ini adalah alasan yang diberikan oleh Paulus juga. Ia
berkata di 2 Korintus 4:18b, "karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak
kelihatan adalah kekal" (mengenai Allah). Jika Anda sudah dapat menangkap fakta ini, maka
Anda akan membuat keputusan berdasarkan pemahaman Anda akan fakta ini. Mengapa saya
melayani Tuhan? Karena dengan kasih karunia Allah, saya akhirnya sampai pada pemahaman
bahwa hanya hal-hal yang kekal sajalah yang benar-benar penting. Hal-hal yang lain akan segera
berlalu. Apa gunanya saya berjuang untuk mendapatkan sesuatu dari dunia? Apa gunanya saya
menjadi pimpinan utama sebuah perusahaan? Apa gunanya saya menjadi profesor di sebuah
universitas? Jika saya berjuang untuk mengejar hal-hal itu, saya rasa saya punya peluang yang
bagus untuk mendapatkannya. Jika saya mencurahkan usaha saya untuk mengejar hal-hal itu,
saya rasa peluang saya tidak kalah dengan mereka yang sekarang ini sudah membuktikan
kelayakannya dalam memperoleh posisi-posisi itu. Saya tidak berminat pada hal-hal itu.
Mengapa? Karena perkara-perkara itu akan segera berlalu. Hal-hal itu tidak mampu menarik
minat saya. Saya hanya tertarik pada perkara-perkara kekal, dan pada usaha-usaha untuk
terlibat di dalam pekerjaan kekal itu. Jika ada satu orang yang berpaling kepada Tuhan dan
memperoleh keselamatan melalui usaha saya, saya akan memandang hal itu sebagai hal yang
sangat berarti. Namun jika saya menjadi seorang profesor di sebuah universitas, apa yang
menjadi pencapaian saya? Mungkin nama saya akan dicantumkan dalam sejarah kampus
tersebut: "Di tahun 19XX, Profesor Eric Chang mengajar di kampus ini." Jadi saya akan
mendapatkan sedikit perhatian. Dan seseorang yang membaca nama saya di dalam artikel
tentang kampus tersebut akan bertanya-tanya, "Siapa orang ini?" lalu ia membuang artikel itu
ke tong sampah. Lalu apa artinya saya menjadi profesor? Apa manfaatnya?

Apakah yang menjadi tujuan hidup Anda? Jika Anda merasa, sebagai contoh, bahwa Anda ingin
melayani Allah lewat bidang kedokteran karena Anda tidak memiliki karunia untuk berkhotbah,
puji Tuhan! Dalam hal ini, alasan Anda untuk menekuni bidang kedokteran memang berbeda.
Namun sangat sulit untuk dapat membuat suatu pengakuan seperti itu di dalam kejujuran. Saya
ceritakan tentang seorang sahabat dan teman sekamar saya dahulu - orang yang lulus dengan
nilai sempurna, yang memenangkan medali emas untuk nilai kelulusannya, yang telah
mendapatkan sukses luar biasa di bidang akademis, dan sekarang menjadi profesor bidang
teknik di Malaysia - bagaimana keadaannya secara rohani sekarang? Dulu ketika masih kuliah, ia
selalu berkata kepada saya, "Aku belajar dengan giat hanya untuk satu tujuan. Untuk melayani
Tuhan." Dan hal ini membingungkan saya, bagaimana ia akan dapat mencapai hal itu?
Bagaimana Anda akan melayani Tuhan dengan mengejar nilai kelulusan sempurna di bidang
teknik? Namun saya tidak mempersoalkan hal. Saya menduga bahwa mungkin saja hal ini bisa
dilakukan. Lagi pula, apa hak saya untuk mempertanyakan hal itu? Ia juga biasa berkata, "Saya
tidak peduli dengan nilai kelulusan sempurna. Saya tidak peduli dengan medali emas." Dan saya
berpikir bahwa ia benar-benar tulus akan hal itu. Ia belajar giat benar-benar untuk suatu tujuan
yang jauh melampaui kemegahan diri, akan tetapi mempertahankan visi rohani yang jernih
tidaklah mudah. Sangat sulit menjaga agar mata Anda tetap tertuju pada tujuan rohani. Tak
lama berselang, ia sudah berpaling, tergelincir dan jatuh. Dan sekarang ini, saya mendengar
bahwa ia sudah jarang ke gereja lagi. Anda lihat, bukan hanya sekadar kejelasan tujuan saja,
akan tetapi Anda juga harus benar-benar jujur dengan niat Anda. Anda harus benar-benar tulus.
Sangat bodoh jika Anda tidak tulus. Jadi, pemahaman akan fakta-fakta rohani harus diimbangi
dengan ketulusan atas fakta-fakta itu dan tidak bermain-main dengan berkata, "Saya
melakukan ini demi Tuhan. Saya membeli rumah ini bagi Tuhan, dan saya membeli rumah yang
kedua juga, dan yang ketiga, juga buat Tuhan." Tak lama kemudian Anda akan membeli separuh
kota buat Tuhan. Sebenarnya, apa yang akan dilakukan oleh Tuhan dengan rumah-rumah
Anda? Ada orang yang berkata seperti ini, "Saya ingin memperoleh banyak uang bagi Tuhan."
Boleh-boleh saja. Sebagian besar dari uang yang didapatkan akan menjadi milik orang itu,
namun sebagian lagi akan dipakai untuk Tuhan jika orang ini memang memiliki nurani yang
bersih. Namun, apakah memberi kepada Tuhan memang benar-benar merupakan niatnya?
Anda mungkin berkata, "Gereja tidak akan dapat berbuat banyak tanpa uang." Baiklah, hal ini
ada benarnya. Gereja memang memerlukan uang untuk sebagian kegiatannya, namun niat
Anda untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya bagi Tuhan sangatlah meragukan! Ini
bukan pemahaman yang benar akan kehendak Tuhan bagi Anda. Namun inilah pokok kedua
yang saya inginkan agar dapat Anda pahami.

Mengertikah Anda apa kehendak Allah bagi diri Anda? Jika tidak, maka seperti orang kaya yang
bodoh ini, Anda akan berakhir dalam kebodohan juga sekalipun mungkin Anda orang yang
cerdas dan terhormat. Seperti yang sudah kita amati sebelumnya, tidak ada tuduhan yang
bersifat moral atas orang kaya ini, akan tetapi ia mengalami kegagalan dalam memahami apa
kehendak Allah bagi manusia di dunia ini. Ini adalah perkara yang sangat mendasar bagi kita
untuk dipahami sampai ke pusat permasalahannya. Orang kaya ini tidak memahami apa
kehendak Allah dalam hal pemilikan kekayaan.

Kekayaan Menyebabkan Keserakahan dan Keegoisan


Bacalah pengajaran Alkitab dan Anda akan melihat bahwa di sepanjang Alkitab, kekayaan
dipandang sebagai perusak yang gawat bagi kehidupan rohani. Jangan memandangnya sebagai
berkat rohani dalam masa Perjanjian Baru ini; kekayaan adalah pengacau. Ia adalah hal yang
sangat berbahaya untuk ditangani. Alkitab berkata kepada kita, akar segala kejahatan ialah
cinta uang (1 Timotius 6:10). Namun di zaman sekarang ini, kekayaan mendapat kehormatan
lagi di tengah lingkungan gereja. Orang akan berkata bahwa tidak ada yang salah dengan
kekayaan. Tentu saja, tidak akan ada orang yang berkata bahwa ada sesuatu yang salah dengan
kekayaan. Namun kekayaan memiliki cara untuk membuat Anda mencintainya sepenuh hati,
dan di sanalah masalahnya dimulai. Demikianlah, kita baca di 1 Timotius 6:9,17, peringatan
untuk waspada terhadap kekayaan. Ayat 9 berkata, "Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke
dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang
mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan" Dan
ayat 17 berkata, "Peringatkanlah kepada orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan
tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada
Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati".

Di Matius 19:23-24, Markus 10:24-25 dan Lukas 18:24-25, kita mendapatkan ungkapan tegas
yang dipakai oleh Yesus, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya
untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga. Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor
unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah."
Seorang yang kaya adalah orang yang sukses di dunia, bukankah demikian? Ia menjadi anggota
Rotary Club. Ia bepergian dengan menaiki Rolls Royce, atau Cadillac, atau mobil mewah lainnya.
Walaupun dunia menghormati orang kaya, Yesus berkata bahwa orang kaya akan sangat sulit
untuk dapat masuk ke dalam kerajaan Allah. Kekayaan akan menjadi penghambat yang besar
bagi kita untuk dapat memasuki kerajaan Allah. Pahamilah poin ini.

Apakah kita ingin memahami apa kehendak Allah? Marilah kita pahami pernyataan ini dengan
jelas. Para hamba Allah, kata Yakobus di dalam Yak.2:5, "...Bukankah Allah memilih orang-orang
yang dianggap miskin oleh dunia ini untuk menjadi kaya dalam iman dan menjadi ahli waris
Kerajaan yang telah dijanjikan-Nya kepada barangsiapa yang mengasihi Dia?" Apakah Anda
ingin mengetahui apa itu kehendak Allah? Apakah Anda ingin memiliki hikmat? Maka
dengarkanlah ini: Allah telah memilih orang yang dianggap miskin oleh dunia untuk menjadi
kaya dalam iman dan menjadi ahli waris kerajaan. Alkitab nyaris tidak pernah berbicara yang
baik tentang orang kaya. Tidak ada sama sekali! Cukup Anda baca Yakobus 5:1-6, sebagai
contoh, tentang kecaman terhadap orang kaya, "Jadi sekarang hai kamu orang-orang kaya,
menangislah dan merataplah atas sengsara yang akan menimpa kamu! Kekayaanmu sudah
busuk, dan pakaianmu telah dimakan ngengat! Emas dan perakmu sudah berkarat, dan
karatnya akan menjadi kesaksian terhadap kamu dan akan memakan dagingmu seperti api.
Kamu telah mengumpulkan harta pada hari-hari yang sedang berakhir. Sesungguhnya telah
terdengar teriakan besar, karena upah yang kamu tahan dari buruh yang telah menuai hasil
ladangmu, dan telah sampai ke telinga Tuhan semesta alam keluhan mereka yang menyabit
panenmu. Dalam kemewahan kamu telah hidup dan berfoya-foya di bumi, kamu telah
memuaskan hatimu sama seperti pada hari penyembelihan. Kamu telah menghukum, bahkan
membunuh orang yang benar dan ia tidak dapat melawan kamu." Dan jika kita telusuri Alkitab,
maka kecaman terhadap orang kaya akan terus bermunculan di sana-sini.

Namun sekarang ini, jika saya mendengarkan program siaran Kristen di televisi dan di radio di
Amerika - entah itu oleh PTL atau yang lainnya, walaupun saya tidak bermaksud untuk
menjelek-jelekkan nama baik pihak lain - tampak ada suatu kecenderungan umum di dalam
gereja bahwa kekayaan dipandang sangat baik. Apakah kita sudah tidak peduli lagi dengan isi
Alkitab? Prasangka dan tradisi kita sudah menggusur Firman Allah keluar dari hidup kita. Kita
memiringkan Firman Allah untuk mencocokkannya dengan pandangan dan tradisi kita. Dan kita
melakukan hal ini juga dalam hal kekayaan.

Cobalah selidiki buku konkordansi Anda dan pelajarilah kata 'kekayaan' di dalam Alkitab dan
khususnya di dalam Perjanjian Baru, maka Anda akan segera melihat tidak ada penilaian yang
baik terhadap kekayaan. Ini sangat mengejutkan! Dan juga, berkaitan dengan orang muda yang
kaya di Matius 19:16-22 (Markus 10:17-22; Lukas 18:18-23), yang keadaannya sangat mirip
dengan orang kaya yang bodoh ini, kita mendapati bahwa persoalan yang muncul sama saja.
Sangatlah susah bagi seorang kaya untuk dapat masuk ke dalam kerajaan. Mengapa? Bukan
karena kekayaan itu jahat namun karena ia mengumpulkan kekayaan bagi dirinya, dan itu
menunjukkan betapa ia kurang memahami kenyataan rohani. Kekayaan membuat orang
menjadi sangat egois. Di dalam perumpamaan kita hari ini, perhatikanlah sikap dari orang kaya
yang bodoh ini dan lihatlah kebodohan rohaninya. Perhatikan bahwa ia sangat mementingkan
diri sendiri saja. Kata "aku' dan 'ku' terus menerus muncul dari ayat 17 samai 19. Perhatikanlah
kemunculan kedua kata tersebut ini, "Apakah yang harus aku perbuat, sebab aku tidak
mempunyai tempat di mana aku dapat menyimpan hasil tanahku. Lalu katanya: Inilah yang
akan aku perbuat; aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang
lebih besar dan aku akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan barang-barangku.
Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku..." demikianlah, kata 'aku' dan 'ku' berkali-kali
muncul dalam ayat-ayat itu. Orang ini perhatiannya hanya terpusat pada diri sendiri.
Periksalah jalan pikiran Anda sebagaimana saya juga memeriksa jalan pikiran saya. Betapa
banyak pikiran kita diisi dengan kata 'aku' - masa depanku, pendidikanku, tugasku, pekerjaanku,
kesejahteraanku, jiwaku, segala sesuatu disisipi oleh kata 'aku'. Seluruh pikiran kita beredar di
sekitar 'aku'. Sepanjang hari kita memikirkan diri kita sendiri saja. Kita adalah orang-orang yang
bodoh, bukankah begitu? Kita belum memahami apa kehendak Allah karena pikiran kita hanya
berkisar pada diri sendiri saja. Apa itu kehendak Allah? Kehendak Allah adalah agar kita
mengasihiNya dengan segenap hati, jiwa dan akal kita. Jika Anda sangat mengasihi seseorang,
Anda akan terus memikirkan tentang orang itu, dan bukannya diri Anda sendiri. Jika Anda
pernah jatuh cinta, maka Anda akan mengerti apa maksud saya. Ketika Anda sedang jatuh cinta,
apa yang Anda lakukan? Anda akan terus memikirkan tentang orang itu sepanjang hari. Anda
lupa makan dan minum, susah tidur, lupa belajar, lupa pekerjaan, lupa segala-galanya.
Mengapa? Karena hati ini dipenuhi oleh orang itu - 'kekasihku'! Titik beratnya bukan pada 'aku'
tapi pada 'kasihku'! Segenap pikiran Anda tertuju padanya. Anda membatin, "Apa saja yang
sedang dilakukannya sekarang? Di mana dia sekarang? Apa yang akan dikerjakannya hari ini?"
lalu Anda bergegas pergi menelpon, dan ketika tidak ada orang yang mengangkat telepon di
sana, Anda mulai cemas, "Ada masalah apa di sana? Apa yang terjadi dengannya? Kenapa ia
tidak menjawab telpon saya?" Seluruh pikiran Anda tersita olehnya. Anda harus mengasihi Allah
seperti ini, dengan segenap hati Anda. Sebelum kita memuji diri sendiri, periksalah seberapa
banyak di antara kita yang memiliki hikmat? Berapa banyak di antara kita yang hatinya tersita
oleh urusan Allah dan oleh saudara-saudara seiman?

Marilah kita jujur pada diri sendiri. Kita tidak lebih baik daripada orang kaya yang bodoh ini
karena setiap hari yang kita pikirkan adalah, "Apa yang harus kulakukan hari ini? Makan apa
hari ini? Aha! Sekarang hari Minggu! Aku akan pergi mencari rumah makan dan menikmati
hidangan spesial di sana!" Anda lihat, isi pikiran kita adalah, "Apa yang akan kulakukan dengan
waktuku? Siapa yang akan kukunjungi? Apa yang akan kunikmati?" isi hati ini dipenuhi dengan
kata 'aku' dan 'milikku'. Alkitab mengungkapkan isi hati kita, bukankah demikian? Ia
mengungkapkan jati diri kita, seperti apa kita sebenarnya, pada saat kita merasa patut bangga
akan diri sendiri. Bahkan bagi seorang pelayan full-time, ujilah dengan jujur, hal apa yang
memenuhi isi hati ini? Sebagian besar masih dipenuhi oleh 'aku' dan 'milikku' - keluargaku,
pekerjaanku, rumahku dan kesuksesanku! Nah, sekarang kita dapat memahami persoalan yang
ada pada diri orang kaya yang bodoh ini: kegandrungannya pada diri sendiri. Itulah gejala
penyakit yang menimpanya.
Perhatikan lagi hal lainnya. Ia selalu saja berbicara pada diri sendiri, "Apa yang harus
kukatakan? Apa yang harus kulakukan?" Ia bertanya dan ia sendiri yang menjawab. Ia punya
banyak waktu untuk berdialog dengan diri sendiri. Anda tahu mengapa? Karena ia menyukai
dirinya lebih dari segalanya. Ia sangat mencintai dirinya sendiri. Anda lebih suka untuk
berbicara dengan orang yang Anda kasihi, dan jika orang itu adalah Anda sendiri, maka Anda
akan lebih suka berdialog dengan diri sendiri sepanjang hari! Dan orang ini berkata kepada
dirinya sendiri, di Lukas 12:19, sampai pada tingkat seperti ini, "aku akan berkata kepada
jiwaku" (ia sudah memutuskan apa yang akan dikatakannya kepada jiwanya. Ia tidak hanya
menikmati pembicaraan dengan dirinya di saat itu, akan tetapi juga sudah memutuskan isi
pembicaraan di waktu akan datang.) 'Jiwaku, persediaan dan kekayaan yang ada akan cukup
untuk waktu lama; bergembiralah, makan, minum dan menikahlah.' Ia berkata, "Oh, kita akan
menikmati setiap saat yang ada, aku dan jiwaku! Kita akan menikmati saat-saat yang indah
dalam hidup ini!"

Jangan merasa lebih baik darinya, bagaimana dengan kita? Kita juga selalu berbicara pada diri
sendiri. Pernahkah kita belajar untuk membalikkan semua arah pikiran dan menujukannya
kepada Allah? Apakah kita benar-benar mengasihi Allah sedemikian rupa sehingga kita ingin
berbicara padaNya, "Tuhan, apa yang hendak Engkau perintahkan padaku hari ini?" Atau,
"Tuhan, aku ingin menghabiskan hari ini dengan memujiMu. Sangat senang dapat memuji dan
bersyukur padaMu. Engkau begitu baik padaku dan aku tahu bahwa Engkau akan terus
memenuhi cawanku sampai meluap, jadi aku ingin memujiMu sebelum itu semua terjadi. Ku
akan berkata, 'Tuhan aku sudah memutuskan apa yang akan kukatakan padaMu'". Ini adalah
sikap yang berbeda. Jadi kita harus belajar untuk mengubah pusat perhatian dalam hidup kita
dari diri sendiri menjadi Allah. Kita masih banyak menyimpan 'kebodohan' di dalam diri kita,
bukankah begitu? Kita mendapati bahwa, ternyata, perumpamaan ini menyingkapkan keadaan
kita.

Kaya di Dunia?

Perhatikan kesalahan besarnya di sini, di Lukas 12:19, "Aku akan berkata kepada jiwaku..."
Apakah ia masih tertarik dengan jiwanya? Orang ini masih memikirkan tentang jiwanya. Jadi, ia
tidak sepenuhnya buta pada perkara rohani. Namun kesalahannya adalah mengira bahwa
jiwanya akan dapat dipuaskan dengan kekayaan jasmani. Bukankah ini kesalahan yang umum
melanda gereja-gereja dengan mengira jiwa dapat dipuaskan oleh kesejahteraan jasmani? Itu
sebabnya kita bekerja begitu keras. Kita ingin menggelembungkan isi rekening kita agar dapat
berkata, "Sekarang kita boleh beristirahat." Orang kaya yang bodoh ini melakukan perbuatan
yang ingin kita lakukan juga, tidakkah demikian? Jika kita sudah memiliki rekening bank yang
besar nilainya, untuk apa kita bekerja keras lagi? Kita dapat duduk dan bersantai. Apa gunanya
bekerja keras jika bukan untuk menikmati saat santai pada akhirnya? Jadi, orang kaya ini
berpendapat bahwa jiwanya dapat dipuaskan oleh kesejahteraan jasmani.

Lihatlah keindahan dari perumpamaan ini: ketika orang itu berbicara kepada jiwanya, Allah
berbicara kepadanya di dalam ayat yang berikutnya, "Pada malam ini juga jiwamu akan diambil
dari padamu..." Atau, dengan kata lain, "Jadi kamu sedang memikirkan jiwamu? Nah, malam ini
jiwamu akan diambil darimu." Orang ini tidak memahami prinsip rohani, sebagai contoh, di
Matius 16:26, "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan
nyawanya?..." Apa gunanya memiliki seluruh isi dunia tetapi kehilangan nyawa? Ia gagal untuk
memahami hal ini. Ia belum sampai pada pemahaman itu. Ini adalah poin pertama dari
kebodohan. Fakta bahwa tidak ada gunanya jika kita mendapatkan seluruh dunia tetapi
kehilangan nyawa. Dan bukan hanya ini kesalahan yang dibuatnya.

Kesalahan kedua adalah bahwa ia tidak memahami apa kehendak Allah bagi hidupnya. Kita
dapat melihat apa itu kehendak Allah di Yohanes 12:25, di mana Yesus berkata, "Barangsiapa
mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai
nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal". Ayat ini dapat
diungkapkan lewat kalimat berikut, "Orang yang mencintai kehidupan duniawi akan kehilangan
hidupnya. Akan tetapi yang membenci kehidupan duniawi akan memelihara hidupnya untuk
masa yang kekal." Itulah jalan keselamatan. Jika Anda mencoba untuk menyelamatkan nyawa
Anda di dunia ini, atau, mencintai kehidupan duniawi dengan menimbun kekayaan bagi diri
sendiri, maka Anda akan kehilangan hidup Anda. Namun jika Anda siap untuk membenci nyawa
Anda, artinya membenci kehidupan duniawi, atau merelakan kekayaan Anda, maka Anda akan
memelihara hidup Anda untuk masa yang kekal. Anda dapat mengatakan bahwa dari
pandangan duniawi, Martin Lloyd Jones membenci nyawanya dan berpaling dari karir
duniawinya yang sukses itu. Dan ia memperoleh hidup yang kekal. Itulah prinsip yang
Alkitabiah. Itu sebabnya mengapa Yesus berkata, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia
harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku" (Mat.16:24; Mar.8:34;
Luk.9:23). Berpalinglah dari dunia, maka Anda akan memperoleh hidup yang kekal, pada
akhirnya kita harus mengambil pilihan.
Betapa inginnya kita berdiri di tengah-tengah! Kita ingin menikmati yang terbaik dari kedua sisi.
Anda berkata, "Baiklah, saya tidak ingin menjadi terlalu kaya. Asal cukup makmur saja bolehlah.
Dan pada saat yang sama saya boleh berpijak di dalam kerajaan Allah." Pilihan ini tidak dapat
diambil. Jangan mengira bahwa Anda dapat menipu Allah dengan membuat kompromi. Yang
Anda lakukan justru menipu diri sendiri. Anda harus memutuskan akan ke mana tujuan hidup
Anda. Jangan mengira bahwa kompromi, 'jalan tengah', atau zhong dao (dalam bahasa China),
adalah pemecahannya. Jangan berharap untuk dapat memperoleh bagian dari dunia dan dari
Allah, dan kita sudah memperoleh segala-galanya. Tapi kenyataannya adalah kita tidak akan
memperoleh apa-apapun!

Kaya di hadapan Allah?

Ini pilihan yang lain, mengikut Allah sepenuhnya. Berkomitmen total kepada Allah. Ini bukan
berarti bahwa akan selalu mengalami kelaparan dan kekurangan. Bukan, akan tetapi ini berarti
bahwa arah tujuan hidup Anda akan diarahkan sepenuhnya kepada Allah. Segala sesuatu yang
dipercayakanNya kepada Anda adalah milikNya. Anda hanya akan menjadi seorang pengelola
kekayaan tersebut. Anda tidak akan berkata, "Apa yang akan kulakukan dengan uangku? Apa
yang akan kulakukan dengan barang-barangku? Kekayaanku?" Seperti diri saya, tidak punya
apa-apa. Jika ada sesuatu yang menjadi milik saya, maka itu adalah milik Tuhan dan saya hanya
seorang pengurus saja. Jika Ia berkata kepada saya, "Berikan," maka saya akan memberikan.
Jika Ia berkata, "Bagaimana dengan jaketmu? Orang itu membutuhkannya" maka jaket itu akan
berpindah kepada orang tersebut. Ia bukan jaket saya. Jika orang tersebut membutuhkannya,
maka ia boleh mendapatkannya. Jika Tuhan memberi saya tempat untuk tinggal, maka saya
akan bersyukur kepadaNya atas hal itu. Tentu saja saya butuh tempat untuk menetap. Akan
tetapi jika Tuhan berkata, "Pergilah," maka saya segera berangkat. Itu bukan rumah saya. Saya
tidak punya apa-apa. Yang saya miliki hanya Tuhan dan itu sudah lebih dari cukup buat saya.
Saya tidak tertarik dengan hal-hal lainnya. Seperti yang dikatakan oleh Paulus di 1 Korintus 7:31,
"pendeknya orang-orang yang mempergunakan barang-barang duniawi seolah-olah sama sekali
tidak mempergunakannya," yaitu, tidak menjadi serakah atas barang-barang tersebut. Kita
harus makan. Betul sekali, akan tetapi makanan bukanlah persoalan pokok. Kita perlu tempat
tinggal. Betul, akan tetapi rumah saya bukanlah milik saya. Jika Tuhan berkata, "Pergilah,' maka
kita harus pergi dan meninggalkan segala sesuatu di belakang karena segala sesuatu adalah
milikNya dan hidup saya ini pun milikNya. Tujuan hidup Anda harus jelas. Pastikan bahwa Anda
sudah membuat pilihan yang benar.
Namun saya ingatkan Anda sekali lagi bahwa segala tindakan kompromi pasti berujung pada
kebinasaan. Tidak pernah ada orang yang berhasil dalam kehidupan rohani lewat jalan
kompromi. Jalan kompromi dipenuhi oleh bangkai-bangkai mereka yang telah jatuh dalam
bencana kerohanian. Tetapkan putusan Anda dan pilihlah jalur yang tunggal, apakah
sepenuhnya melayani Allah atau Mamon. Yesus berkata bahwa Anda tidak dapat melayani Allah
dan Mamon sekaligus. Mamon adalah uang. Anda tidak dapat melayani Allah dan uang. Anda
harus dengan jujur dan tulus membuat keputusan, menetapkan tujuan Anda, apakah Allah atau
Mamon.

Dan akhirnya, apa yang terjadi dengan orang kaya yang bodoh ini? ia kehilangan jiwanya dan
Yesus bertanya kepadanya di Lukas 12:20, "Dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu
nanti?" Sering kali saya membaca berita di koran di Inggris, dan saya membaca pengumuman
tentang kematian; orang ini meninggalkan kekayaan senilai 40 ribu poundsterling, orang itu
meninggalkan 60 ribu poundsterling. Akan menjadi milik siapa uang tersebut? Mereka
mengumpulkan uang sebanyak itu, siapa yang akan memilikinya? Dinas pajak akan mengambil
sebagian. Lalu sisanya lagi? Jadi kesimpulannya seperti yang disampaikan di ayat 21,
"Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia
tidak kaya di hadapan Allah."

Jika Anda ingin menjadi kaya, cara yang paling benar untuk itu adalah dengan menjadi kaya di
hadapan Allah. Bagaimana caranya menjadi kaya di hadapan Allah? Seperti yang Yesus katakan
dalam Khotbah di Bukit, "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan
karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah
bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak
membongkar serta mencurinya" (Mat.6:19-21). Berikan milik Anda kepada mereka yang
membutuhkan dan kemudian Anda akan memperoleh harta di surga. Di situlah harta duniawi
dapat memberi arti. Anda tidak akan pernah kehilangan. Jika Anda menaruh uang Anda di bank,
Anda akan kehilangan uang itu suatu saat nanti, entah karena inflasi, deflasi, perang atau pun
sebab-sebab lainnya. Akan tetapi berikanlah harta Anda kepada orang miskin dan Anda akan
menjadi kaya di hadapan Allah. Kekayaan tersebut akan kekal selamanya. Kiranya Allah
memberi kita hikmat yang kekal

Anda mungkin juga menyukai