Anda di halaman 1dari 23

“CLINICAL PRACTICE GUIDELINES PADA

PENDERITA PENYAKIT ARTERI PERIFER (PAP)

LISA ANGGRAYNI

PO715241192007

POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR


PRODI PROFESI FISIOTERAPI
TAHUN AJARAN 2019/2020

HALAMAN JUDUL CLINICAL PRACTICE GUIDELINES


PADA PENDERITA PENYAKIT
ARTERI PERIFER (PAP)
A. PENDAHULUAN melaporkan menderita diabetes.
1. Definisi Berdasarkan data NHANES, 26%
Penyakit arteri perifer (PAP) adalah individu dengan PAD menderita
gangguan suplai darah ke ekstremitas diabetes. Diabeter berhubungan erat
atas atau bawah karena obstruksi. dengan penyakit oklusi di arteri tibialis.
Mayoritas obstruksi disebabkan oleh Pasien dengan diabetes dan PAD lebih
aterosklerosis, namun dapat juga cenderung untuk mengalami neuropati
disebabkan oleh trombosis emboli, dan penyembuhan luka yang terganggu,
vaskulitis, atau displasia fibromuskuler.1 dan lebih berisiko untuk terkena ulserasi
Penyakit arteri perifer meliputi arteri iskemik dan gangren. Kondisi-kondisi
karotis, arteri renalis, arteri mesenterika ini menyebabkan terjadinya angka
dan semua percabangan setelah melewati amputasi yang lebih tinggi pada pasien
aortailiaka, termasuk ekstremitas bawah diabetik. Oleh karena diabetik
dan ekstremitas atas. PAP yang paling neuropati, yang bisa menutupi gejala
banyak adalah penyakit arteri pada PAD, pasien diabetik biasanya tidak
ekstremitas bawah.2 menunjukkan gejala PAD yang
menyebabkan PAD yang lebih parah.
Pasien diabetik juga cenderung
memiliki faktor risiko lainnya seperti
penggunaan tembakau, hipertensi, dan
hiperlipidemia. Pasien-pasien ini juga
memiliki disfungsi sel endotel yang
meningkat dan inflamasi vaskular
dibandingkan dengan pasien non-
diabetik.
2. Data Epidemiologi
sejak 1980, dan perkiraan gabungan
prevalensi diabetes dan ulserasi kaki di
seluruh dunia adalah sekitar 3% 1
dalam kelompok berbasis komunitas,
dengan variasi yang luas dalam tingkat
amputasi mayor di seluruh dunia
Diabetes meningkatkan risiko PAD
Diperkirakan bahwa di negara
sebanyak 1.5 – 4 kali lipat dan juga
berpenghasilan menengah dan tinggi,
dikaitkan dengan meningkatnya risiko
hingga 50% pasien dengan diabetes dan
kardiovaskular dan komplikasi awal ulkus kaki memiliki penyakit arteri perifer
PAD. Menurut Framingham Heart (PAD) yang mendasari, 3,4 sedangkan
Study, individu dengan gejala PAD ulkus neuropatik mungkin lebih umum di
negara berpenghasilan rendah.5,6 Pada Diantara satu juta orang Indonesia,
pasien dengan diabetes, PAD mungkin tetap didapatkan 13.807 menderita PAP.9
tidak terdiagnosis sampai pasien datang Prevalensi PAD berdasarkan abnormal
dengan kehilangan jaringan (parah), karena nilai ABI, mempunyai rentang dari
banyak pasien biasanya tidak memiliki
sekitar 4% diantara yang berusia 40
gejala klinis PAD seperti klaudikasio atau
tahun hingga 15%-20% diantara yang
nyeri saat istirahat.7,8 Tes diagnostik
mungkin kurang dapat diandalkan karena berusia 65 tahun atau lebih. Pada
adanya neuropati perifer, kalsifikasi arteri beberapa studi, prevalensi PAD lebih
medial, 9 dan edema perifer. besar pada pria daripada wanita, dan
Pada tahun 2011, diperkirakan 14.000 lebih besar pada orang kulit hitam
kematian terjadi pada penduduk Amerika daripada orang kulit putih yang non-
karena PAP. Walaupun pada pasien hispanik. Berdasarkan MESA (Multi
asimtomatik, nilai ABI yang abnormal Ethnic Study of Atherosclerosis),
(<0,9) dihubungkan dengan terjadinya peluang berkembangnya penyakit PAD
peningkatan mortalitas kardiovaskuler dan 1,47 kali lebih tinggi pada kulit hitam
penyakit jantung koroner.28 Semakin rendah
daripada orang kulit putih non-hispanik.
ABI, semakin tinggi terjadinya infark
Secara keseluruhan, data ini
miokard baik fatal maupun nonfatal serta
kematian. mengindikasikan 8-10 juta orang di
Saat ini, diperkirakan lebih dari 202 juta USA mengalami PAD.Secara umum,
orang di dunia menderita PAP.6 hanya 10%-30% pasien PAD yang
Prevalensi PAP pada individu dengan mengalami klaudikasio. Pada populasi
usia ≥ 40 tahun adalah 4.3%, sedangkan usia > 40 tahun, prevalensi klaudikasio
pada individu dengan usia ≥70 tahun berkisar antara 1%-4,5%. Insidensi
adalah 14,5%.7 Prevalensi PAP di Critical Limb Ischemia pada pasien
Indonesia adalah 9,7%, hasil ini PAD diperkirakan antara 400-450 per
didapatkan dari penelitian A Global sejuta populasi per tahun. Prevalensi
Atherothrombosis Assessment dan Insidensi klaudikasio meningkat
(AGATHA) oleh American Society of berdasarkan usia dan lebih tinggi pada
Cardiology tahun 2006, dimana Indonesia pria daripada pada wanita. Insidensi
ikut disertakan sebagai subjek penelitian amputasi berkisar antara 112-250 per
diantara 24 negara.8 Data prevalensi PAP sejuta populasi per tahun.18
lainnya di dapat dari sebuah penelitian 3. Etiologi
multi negara oleh Peripheral Arterial Penyebab utama PAD adalah
Disease -Screening and Evaluation of aterosklerosis.19 PAD terjadi ketika ada
diabetic patients in Asian Regions gangguan aliran darah dan transpor
Characterized by High risk factors (PAD-
nutrisi dan oksigen dan eliminasi produk
SEARCH), dimana Indonesia juga
menjadi salah satu subjek penelitian. sisa terjadi di sistem sirkulasi.
Aterosklerosis merupakan proses memiliki peranan penting dalam
penyakit primer yang menyebabkan meregulasi proses inflamasi dalam
pembuluh darah yang normal, yakni
terjadinya PAD dan munculnya sama
menyediakan permukaan antitrombotik
dengan proses penyakit arteri koroner. yang menghambat agregasi platelet dan
Aterosklerosis mempengaruhi sistem memfasilitasi aliran darah. Endotelium
normal mengatur proses trombosis
arteri di koroner, serebrovaskular,
melalui pelepasan oksida nitrat, yakni
ekstremitas atas dan bawah, dan NO, yang menghambat aktivasi
sirkulasi viseral. Lebih dari 90% trombosit, adhesi, dan agregasi, serta
mediator lain dengan kegiatan
penyakit aterosklerotik menyebabkan 22
antitrombotik.
masalah arterial pada ekstremitas
Aterogenesis dimulai saat terjadinya jejas
bawah. Aterosklerosis melibatkan
pada endotel akibat berbagai faktor risiko
disfungsi endotel, gangguan lipid, dengan berbagai intensitas. Salah satu
aktivasi platelet, trombosis, stress penjejas utama endotel adalah LDL
plasma yang tinggi. LDL akan mengalami
oksidatif, dan peran inflamasi.20
oksidasi menjadi LDL-oks yang mudah
sekali menempel dan menumpuk pada
4. Proses Patologi dinding pembuluh darah menjadi deposit
PAD (Peripheral artery disease) lipid. Penumpukan ini menyebabkan jejas
merupakan proses sistemik yang pada endotel. Pada keadaan terjejas,
berpengaruh terhadap sirkulasi arteri endotel normal akan menjadi endotel
multipel yang disebabkan oleh karena yang hiperpermeabel, yang ditunjukkan
adanya aterosklerosis, penyakit dengan terjadinya berbagai proses
degeneratif, kelainan displasia, inflamasi eksudasi (misalnya; protein,
vaskuler (arteritis), trombosis in situ, dan glukoprotein) dan infiltrasi monosit ke
tromboemboli. Dari sekian proses dalam lapisan pembuluh darah akibat
patofisiologi yang mungkin terjadi, peningkatan adesifitas terhadap
penyebab utama PAD yang paling banyak lipoprotein, leukosit, platelet dan
di dunia adalah aterosklerosis.21 kandungan plasma lain. Selain itu,
Aterosklerosis biasanya didahului oleh endotel terjejas juga memiliki
adanya disfungsi endotel. Endotelium prokoagulan yang lebih banyak
sehat, normalnya berfungsi untuk dibandingkan antikoagulan, serta
mempertahankan homeostasis pembuluh mengalami pemacuan molekul adesi
darah dengan menghambat kontraksi sel leukosit seperti L-selektin, integrin,
otot polos, proliferasi tunika intima, platelet-endothelial-cell adhesion
trombosis, dan adhesi monosit. Endotel molecule (PECAM)-1 dan molekul adesi
endotel seperti Eselektin, P-selektin, berkembang menjadi lesi awal atau fatty-
intraceluar cell adhesion molecule streak (tipe II), yang ditandai dengan
(ICAM-1) dan vascular-cell adhesion banyaknya foam cell. Foam cell memiliki
molecule (VCAM-1). Keadaan ini vakuola yang dominan berisi cholesteryl
mengakibatkan makro molekul lebih oleate dan dilokalisir di intima mendasari
mudah menempel pada dinding pembuluh endotel. Lesi tipe II dapat dengan cepat
darah, sehingga mengakibatkan jejas pada berkembang menjadi lesi preatheromic
endotel.23 (tipe III), yang didefinisikan dengan
peningkatan jumlah lipid ekstraseluler
dan kerusakan kecil jaringan lokal.
Ateroma (tipe IV) menunjukkan
kerusakan struktural yang luas pada
intima dan dapat muncul atau silent.
Perkembangan lesi selanjutnya adalah lesi
berkembang atau fibroateroma (tipe V),
secara makroskopis terlihat sebagai
bentuk kubah, tegas, dan terlihat plak
putih mutiara. Fibroateroma terdiri dari
Gambar 1. Diagram evolusi plak aterosklerosis
inti nekrotik yang biasanya terlokalisasi
Sel endotel berfungsi sebagai vasodilator,
di dasar lesi dekat dengan lamina elastik
antitrombotik, dan antiinflamasi. Sel
interna, terdiri dari lipid ekstraseluler dan
endotel, paling sedikit mensintesis 3
sel debris dan fibrotic cap, yang terdiri
faktor vasodilator yang berbeda; Nitrit
dari kolagen dan sel otot polos di
Oxide (NO), prostasiklin (PGI2), dan
sekitarnya.26 Ruptur plak memperburuk
EDHF (endothelium-derived
lesi karena akan menyebabkan agregasi
hyperpolarizing factor) yang belum
platelet dan aktivasi fibrinogen, namun
teridentifikasi. Pada beberapa kondisi
tidak menyebabkan oklusi arteri atau
patologis, sel endotel juga mensintesis
manifestasi klinis.27
beberapa faktor vasokonstriksi (EDCF-
endothelium-derived constriction factor)
termasuk endothelin, superoxide, dan
prostaglandin vasokonstriktor.24,25
Lesi awal (tipe I) terjadi tanpa adanya
kerusakan jaringan dan terdiri dari
akumulasi lipoprotein intima dan
beberapa makrofag yang berisi lipid.
Makrofag tersebut bermigrasi sebagai
monosit dari sirkulasi ke lapisan intima
subendotel. Kemudian lesi ini Gambar 2. Patogenesis PAD
merupakan hasil dari pelepasan zat aktif
biologi dari endotelium terutama nitrit
Patologii PAD terjadi karena tidak
oksida. Pada arteri yang aterosklerosis
normalnya regulasi suplai darah dan
mengalami respon vasodilatasi yang
penggantian struktur dan fungsi otot
buruk terhadap stimulus arus atau
skelet. Regulasi suplai darah ke tungkai
farmakologi.28 NO tidak hanya terlibat
dipengaruhi oleh lesi yang membatasi
dalam vasodilatasi dengan relaksasi otot
aliran (keparahan stenosis, tidak
polos, tetapi juga memediasi
tercukupinya pembuluh darah kolateral),
penghambatan aktivasi trombosit, adhesi,
vasodilatasi yang lemah (penurunan nitrit
dan agregasi; mencegah proliferasi otot
oksida dan penurunan responsifitas
polos pembuluh darah; dan mencegah
terhadap vasodilator), vasokonstriksi
adhesi leukosit pada endotel.26
yang lebih utama (tromboksan, serotonin,
angiotensin II, endotelin, norepinefrin), Penggantian struktur dan fungsi otot
abnormalitas reologi (penurunan skelet dipengaruhi oleh denervasi axon
deformabilitas eritrosit, peningkatan daya dari otot skelet, kehilangan serabut otot
adesif leukosit, agregasi platelet, tipe IIA yang berhubungan dengan
mikrotrombosis, peningkatan penurunan kekuatan otot, dan aktivitas
28
fibrinogen). enzimatik mitokondria yang lemah.28
Adanya stenosis pada pembuluh darah
maka resistensi meningkat, selain itu pada
saat latihan tekanan intramuskuler
meningkat sehingga diperlukan tekanan
darah yang lebih tinggi namun setelah
melewati daerah stenosis tekanan darah
menjadi rendah. Tercukupinya kebutuhan
oksigen dan nutrisi pada pasien dengan
stenosis bergantung pada diameter lumen
dan adanya kolateral yang dapat
menyuplai darah secara cukup pada saat
istirahat namun tetap tidak mencukupi
kebutuhan saat latihan.28
Abnormalitas dari reaktifitas vasomotor
mengganggu aliran darah. Normalnya
arteri dilatasi terhadap respon
farmakologi dan stimulus biokimia
seperti asetilkolin, serotonin, trombin, dan
bradikinin. Respon vasodilatasi ini Gambar 3. Grading formasi enam tipe aterosklerosis menurut
American Heart Association
pain, pallor, paraesthesia, paralysis dan
pulselessness.29

Klasifikasi Fontaine Klasifikasi Rutherford Temuan fisis yang penting dari


Stadium Klinis Grade Kategori Klinis insufiensi arterial kronik meliputi
I Asimptomatis 0 0 Asimptomatis
II IIa I 1 Klaudikasio
menurunnya atau tidak adanya nadi
Klaudikasio ringan distal dari obstruktif, adanya bruit
ringan I 2 Klaudikasio pada arteri yang menyempit dan atrofi
sedang otot. Dengan penyakit yang lebih
IIb Klaudikasio I 3 Klaudikasio
sedang-berat berat
berat dapat terjadi rambut rontok,
III Nyeri iskemia II 4 Nyeri iskemia penebalan kuku, kulit halus dan
saat istirahat saat istirahat mengkilap, suhu kulit turun dan pucat
IV III 5 Hilangnya atau sianosis merupakan tanda yang
jaringan lunak
Ulserasi atau
sering. Selain itu, ulkus atau gangren
minor
gangren III 6 Hilangnya dapat terjadi.29
jaringan lunak
mayor 1. Penyakit oklusi arteri pada
5. Gambaran Klinis ekstremitas bawah
Gejala yang paling sering adalah Aterosklerosis umumnya
klaudikasio intermiten, yang dijelaskan ditemukan pada percabangan arteri
sebagai rasa nyeri, kram, keadaan tidak femoralis dan arteri popliteal.32
nyaman atau rasa kelelahan pada otot Penyakit oklusi arteri ekstremitas
secara konsisten diinduksi oleh latihan bawah memiliki beberapa presentasi
(exercise) dan menghilang dengan yang berbeda, dikategorikan menurut
istirahat.29 Tempat klaudikasio distal klasifikasi Fontaine atau Rutherford.
terhadap lokasi lesi oklusif.29 Contohnya, Bahkan dengan tingkat dan
rasa tidak enak pada betis timbul pada perkembangan penyakit yang serupa,
pasien dengan penyakit femoral-popliteal. gejala dan intensitasnya dapat
Gejala lebih sering pada ekstremitas bervariasi dari satu pasien ke pasien
bawah daripada ekstremitas atas karena lainnya.30
insidensi lesi obstruktif lebih sering pada Tabel Klasifikasi Penyakit Arteri Perifer
ekstremitas bawah.29 Pada pasien dengan Menurut Fontaine dan Rutherford30
penyakit oklusi arteri yang lebih berat,
nyeri pada saat istirahat dapat terjadi.
Pasien akan mengeluh nyeri atau perasaan
dingin atau mati rasa pada kaki dan jari- B. PROSES DIAGNOSTIK
jari kaki.29 Gejala klinis pada iskemia 1. Inspeksi
ektremitas akut disebut dengan 5 P yaitu a. Statis
1) Wajah Pucat dan tidak tenang
(Menahan rasa sakit dan sesak)
2) Obesitas jari-jari di dinding chest (anteior dan
3) Bibir sianosis posterior) lalu ketuk pada kuku
4) Kifosis dengan 2 ujung jari tangan lainnya
5) Pasien kesulitan bernapas secara b. Bunyi resonan adalah
normal dengan pola napas dyspnea normal,bunyi dull dan datar bila
6) Pasien batuk dan disertai dahak ada cairan (sekresi) atau tumor
berwarna putih dalam paru – paru dan bunyi
7) Ekstremitas Inferior kiri : nyeri Hyperresonan jumlah udara
pada inferior sinistra, edema (-/+), meningkat dalam thorax
dingin (-/+), kebiruan (-/+), arteri
tibia posterior (+/-), arteri dorsalis Hasil : Terdapat bunyi dull (Sputum)
pedis (+/-). pada lobus paru-paru kanan dan kiri
b. Dinamis
1) Pola jalan picang karena disebabkan
nyeri pada kaki

2. Palpasi
a. Palpasi : terasa dingin pada regio
cruris sinistra, dorsal pedis, dan plantar
pedis. 4. Auskultasi
b. Spasme pada pectoralis mayor, a. Tujuan Untuk mendengar suara
gastrocnemius khususnya suara nafas dan Bunyi
c. Taktil premitus nafas normal dan abnormal terjadi
Tujuan : untuk mengetahui bunyi akibat gerakan udara di airway
getaran suara pada dinding thoraks. selama inspirasi dan expirasi
Periksa premitus suara (taktil b. Teknik Menggunakan stetoskop
premitus) untuk mengevaluasi :
Cara 1 menggunakan telapak tangan 1) Untuk indentifikasi area paru
1) Letakkan tangan di upper, midle yg terganggu dan tempat/lokasi
dan lower pada belakang pasien teknik PD akan dilakukan
2) Pasien diarahkan untuk inspirasi 2) Untuk menentukan efektivitas
lalu menyebutkan angka 99 terapi PD
3) Untuk menentukan apakah
Apabila getaran lebih besar berarti
ada udara dalam rongga thoraks. paru–paru bersih atau belum dan
Apabila tidak ada getaran berarti ada apakah PD perlu stop atau
cairan atau benda padat pada thoraks diteruskan
c. Teknik Pelaksanaan :Posisi duduk
comfortable dan rileks , stetoskop
3. Perkusi
diletakkan sejajar dengan T-2 , T-
a. Tujuan : Untuk mengetahui adanya
6 , T-10 dinding dada kiri dan
udara atau sputum serta letak cairan
kanan bagian anterior dan
atau sputum dengan cara tempatkan
posterior thorax lalu anjurkan
pasien deep inspirasi dan pasien ekspirasi full lalu Deep
ekspirasi denganperlahan inspirasi dalam
Selama pasien Expirasi dan Inspirasi
 Cek apakah gerakan Chest
simetris

b. Cara kedua Menggunakan Meteran


1). Pengembangan Chest dapat
juga di ukur dengan meteran
d.Hasil Suara Pernafasan = bronkia pada 3 tempat yi; Axilla,
Suara Tambahan = ronkhi basah pada Xyphoid dan subcotal )
kedua paru tengah & bawah. 2). Mengukur dengan cara ;
menempatkan kedua Thumb
5. Pemeriksaan Mobilitas Thoraks seperti poin no. 1, 2, dan 3 lalu
a. Cara Pertama Gerakan simetris dukur jarak kedua ujung thumb
Chest setelah inspirasi dalam
Kedua tangan diatas chest pasien (Expirasi Full lalu Deep
dan periksa pengembangan tiap Inspirasi )
bagian chest selama inspirasi dan 3) Hasil ukur pada 3 tempat yaitu
expirasi a)Upper Lobus : Axilla
Tiap lobus paru-paru dicek (Normal 2-3cm)
dengan : b)Middle Lobus: Processus
1) Expansi Upper Lobus :  Pasien xhipoid (Normal 3-5cm)
lying ; kedua thumb di mid c)Lower Lobus : Subcostal
sternal line Sternal Notch), jari- (Normal 5-7cm)
jari extensi di atas kedua Hasil menggunakan cara kedua:
clavicula  pasien Full expirasi Regio Inspirasi Ekspirasi Selisih Normal
lalu Deep Inspirasi Upper 97cm 96cm 2 cm 2-3 cm
2) Expansi Middle Lobus ;  Middle 98cm 96cm 1 cm 3-5 cm
Lower 96cm 94cm 2 cm 5-7 cm
Lying ; kedua ujung thumb di
processus Xyphoideus dan jari-
6. Pemerikaan Ventilasi Paru
jari di extensikan ke lateral costa
a. Meniup lilin jarak 15 inchi..
 pasien Idem no. 1
b. Pengukuran spirometri
3) Expansi Lower Lous; 
Spirometri adalah pengukuran
Sitting ; kedua ujung Thumb di volume dan aliran udara yang
medulla spinalis (sejajar lower masuk dan keluar paru-paru.
Costa) dan jari – jari Spirometer dapat mengukur
diekstensikan sejajar costa volume paru, seperti volume
tidal dan kapasitas paru, seperti Spirometri terdapat grafik dan
kapasitas total. data berupa angka yang
1) Prosedur pada pengukuran menggambarkan volume dan
Kapasitas Vital Paksa (KVP) kapasitas paru. Perhatikan
dan Volume Ekspirasi detik angka yang tertera pada bagia
pertama (VEP1) Menarik FEV1 dan FVC
nafas sedalam-dalamnya 6) FEV1 adalah seberapa banyak
2) Pasien diminta melakukan 3 udara yang dapat
kali pemeriksan spiromteri. dihembuskan napas dengan
Pemeriksaan pertama, pasien kuat
akan diminta penjepit hidung 7) FVC adalah seberapa banyak
dan moutphiece, Lalu udara yang mampu
menarik tanpa terputus dihembuskan keluar dengan
selama beberapa detik. kuat setelah menarik napas
3) pasien akan diminta menarik dalam
napas dalam dan diminta 8) Selain FEV1 dan FVC
menghembuskan napas terdapat juga rasio
dengan maksimal tanpa FEV1/FVC/Simple rasio ini
terputus selama beberapa ingin memberitahu beberapa
detik. Kedua pemeriksaan udara yang ,a,pu anda
bertujuan untuk mengukur keuarkan dalam 1 detik dari
Kapaaitas Vital Paru(Vital total udara yang sebenarnya
Capacity) bsia dikeluarkan.
4) Pemeriksaan ketiGa bertujuan 9) Hasil : FVC=<80%, FEV1 =
mengukur Kapasitas Vital <80%, dan FEV1/FVC =
Paksa Paru (Forced vital >80%
Capasity-FVC). PAsien akan
diminta untuk menarik napas 7. Pemeriksaan Gas Darah Arteri
kuat tanpa mengenakan
moutphiece dan Analisa gas darah umumnya
menghembuskan napas dilakukan untuk memeriksa fungsi
dengan kuat dan maksimal organ paru yang menjadi tempat sel
dengan mengenakan darah merah mengalirkan oksigen
moutphiece. Setelah 3 kali dan karbon dioksida dari dan ke
dilakukan pemeriksaan, maka seluruh tubuh.
hasil dapat dicetak dan Selain itu, tes ini dapat dilakukan
dievaluasi. untuk memeriksa kondisi organ
5) Cara mengetahui Hasil jantung dan ginjal, serta gejala yang
Spirometri yaitu pada hasil disebabkan oleh gangguan distribusi
oksigen serta karbon dioksida, atau karena pemberian obat,
keseimbangan pH dalam darah, seperti antikoagulan, berisiko
seperti mual, sesak napas, dan menimbulkan hematoma setelah
penurunan kesadaran. Tes ini juga tindakan pengambilan darah.
dilakukan pada pasien yang sedang Terdapat juga kondisi-kondisi yang
menggunakan alat bantu napas untuk menyulitkan perawat atau dokter
memonitor efektivitasnya. Analisa untuk mengambil sampel darah dari
gas darah dilakukan untuk mengukur pembuluh arteri, misalnya bila pasien
kadar asam basa (pH) untuk kurang kooperatif, memiliki denyut
mengetahui bila darah terlalu asam nadi yang lemah, atau tremor. Hasil
(asidosis) atau basa (alkalosis), serta analisa gas darah umumnya meliputi
untuk mengetahui apakah tekanan pengukuran terhadap beberapa hal,
oksigen dalam darah terlalu rendah antara lain:
(hipoksia), atau karbon dioksida
terlalu tinggi (hiperkarbia). Kondisi a. Asam basa (pH) darah, yaitu
tersebut dapat berkaitan dengan dengan mengukur jumlah ion
sistem metabolisme tubuh atau hidrogen dalam darah. Jika pH
sistem pernapasan. Ada beberapa darah di bawah normal dikatakan
kondisi yang dapat mempengaruhi lebih asam, sementara jika pH di
hasil pemeriksaan. Salah satunya atas nilai normal maka darah
adalah gangguan pembuluh darah, dikatakan lebih basa. pH darah
seperti penyakit arteri perifer atau arteri: 7,38-7,42
terbentuknya saluran abnormal b. Saturasi oksigen, yaitu
(fistula) pada pembuluh arteri, baik pengukuran jumlah oksigen yang
yang timbul karena penyakit atau dibawa oleh hemoglobin di dalam
sengaja dibuat untuk akses cuci darah sel darah merah. Tingkat
(cimino). Pada keadaan tersebut, penyerapan oksigen (SaO2): 94-
sebaiknya sampel darah arteri 100%.
diambil dari tempat lain. Selain itu, c. Tekanan parsial oksigen, yaitu
bila ada gangguan setempat pada pengukuran tekanan oksigen yang
tempat pengambilan darah, seperti larut di dalam darah. Pengukuran
infeksi, luka bakar, atau bekas luka, ini dapat menentukan seberapa
juga diharapkan berhati-hati sebelum baik oksigen dapat mengalir dari
melakukan pengambilan sampel paru ke dalam darah. Tekanan
darah untuk pemeriksaan analisis gas parsial oksigen (PaO2): 75-100
darah mmHg
d. Tekanan parsial karbon dioksida,
Penderita gangguan pembekuan
yaitu pengukuran tekanan karbon
darah, baik karena penyakit atau
dioksida yang larut di dalam
darah. Pengukuran ini eksaserbasi akut pada penderita
menentukan seberapa baik karbon bronchiectasis di Indonesia.
dioksida dapat dikeluarkan dari Pemeriksaan bakteriologi sputum
tubuh. Tekanan parsial karbon pewarnaan Gram diperlukan untuk
dioksida (PaCO2): 38-42 mmHg. mengetahui pola kuman dan untuk
memilih antibiotik yang tepat,
e. Bikarbonat, yaitu zat kimia
khususnya pada saat terjadinya
penyeimbang yang membantu
eksaserbasi akut. Infeksi saluran napas
mencegah pH darah menjadi berulang merupakan penyebab utama
terlalu asam atau terlalu basa. eksaserbasi akut pada penderita
Bikarbonat (HCO3): 22-28 bronciectasis di Indonesia
mEq/L.
Jenis Warna yaitu jernih , putih ,
Berdasarkan unsur pengukuran kuning , hijau atau bercampur
tersebut, ada dua jenis hasil analisa darah (blood streaked)
gas darah yang didapat yaitu : a. putih = normal ,
b. kuning atau hijau = Infeksi ,
a. Ph = <7,4
c. blood Streaked = Hemoptisis
b. SaO2 = <94% Hasil ditemukan sputum berwarna
Deskripsi Peringkat Derajat kuning
Tidak ada sesak 0 -
Sesak saat berjalan bergegas atau sedikit
Mendaki 1 Ringan

Berjalan lebih dari 100m melambat karena


merasa sesak dan harus berhenti 2 Sedang
Sesak timbul bila berjalan sebelum 100 m
atau setelah beberapa menit 3 Berat
Sangat
Sesak bila mandi atau berpakaian 4
Berat 9. Pengukuran Derajat Sesak
c. PaCO2 = < 75 mmHg Napas
d. PaCO2 = > 38mmHg
e. HCO3 = >22 mEq/L Hasil : peringkat 2 (sedang)
8. Pemeriksaan Sputum/Sekresi 10. Pemeriksaan X-Ray/MRI
xPemeriksaan bakteriologi sputum a. Ankle Brachial Indeks
pewarnaan Gram diperlukan untuk Pemeriksaan ABI adalah uji
mengetahui pola kuman dan untuk noninvasif yang cukup akurat
memilih antibiotik yang tepat, untuk mendeteksi adanya PAD
khususnya pada saat terjadinya
dan untuk menentukan derajat
eksaserbasi akut. Infeksi saluran napas
penyakit ini. ABI merupakan
berulang merupakan penyebab utama
pengukuran non-invasif ABI
didefinisikan sebagai rasio antara juga disebut plethysmography
tekanan darah sistolik pada kaki merupakan suatu tes yang
dengan tekanan darah sitolik mengukur aliran darah arteri pada
padalengan. Kriteria diagnostik ekstremitas bawah dimana pulsasi
PAD berdasarkan ABI yang mewakili aliran darah pada
diinterpretasikan sebagai berikut: arteri diperlihatkan oleh monitor
dalam bentuk gelombang. PVR
juga dapat digunakan pada pasien
PAD yang mengalami kalsifikasi
pada arteri bagian medial (ABI >
1,30) yang biasa ditemukan pada
pasien usia tua, pasien yang
menderita diabetes cukup lama
atau pasien yang menderita
penyakit ginjal kronik. Pada
pasien dengan PAD berat, PVR
juga dapat memprediksi apakah
kaki yang terkena PAD ini
memiliki cukup aliran darah atau
b. Toe-Brachial Index (TBI) tidak untuk bertahan atau jika
TBI juga merupakan suatu akan dilakukan amputasi pada
pemeriksaan noninvasif yang kaki tersebut. Interpretasi dari tes
dilakukan pada pasien diabetes ini dapat menyediakan informasi
dengan PAD khususnya pada mengenai derajat obstruksi PAD
pasien yang mengalami kalsifikasi secara spesifik. Pada arteri yang
pada pembuluh darah ekstremitas masih sehat, gelombang pulsasi
bawah yang menyebabkan arteri akan terlihat tinggi dengan puncak
tidak dapat tertekan dengan yang tajam yang menunjukkan
menggunakan teknik tradisional aliran darah mengalir dengan
(ABI, indeks ABI > 1,30) lancar. Namun jika arteri tersebut
sehingga pemeriksaan ini lebih mengalami penyempitan atau
terpercaya sebagai indikator PAD obstruksi maka akan terlihat
dibandingkan ABI. Nilai TBI gelombang yang pendek dan
yang ≥ 0,75 dikatakan normal atau memiliki puncak yang kecil dan
tidak terdapat stenosis arteri. datar. Tingkat keakuratan
pemeriksaan ini untuk
c. Segmental Pressure dan Pulse
menegakkan diagnosis PAD
Volume Recordings (PVR) Pulse
berkisar antara 90-95%.
volume recording (PVR) yang
d. Ultrasonografi dupleks
Ultrasonografi dupleks memiliki perkembangan multidetector
beberapa keuntungan dalam scanner (16- atau 64-
menilai sistem arteri perifer. slice).Sensitivitas dan spesifisitas
Pemeriksaan yang noninvasif ini alat ini untuk mendeteksi suatu
tidak memerlukan bahan kontras stenosis  50% atau oklusi
yang nefrotoksik sehingga alat adalah sekitar 95-99%. Seperti
skrining ini digunakan untuk halnya ultrasonografi dupleks,
mengurangi kebutuhan akan CTA juga menyediakan gambaran
penggunaan angiografi dengan dinding arteri dan jaringan
kontras (Elgzyri, 2008). Modalitas sekitarnya termasuk mendeteksi
diagnostik ini juga dapat adanya aneurisma arteri perifer,
digunakan sebagai alat pencitraan karakteristik plak, kalsifikasi,
tunggal sebelum dilakukan ulserasi, trombus atau plak yang
intervensi pada sekitar 90% pasien lunak, hiperplasia tunika intima,
dengan PAD dimana sensitivitas in-stent restenosis dan fraktur
dan spesifisitas untuk mendeteksi stent. CTA tetap memiliki
dan menentukan derajat stenosis keterbatasan dalam hal
pada PAD berkisar antara 70% penggunaannya pada pasien
dan 90% (Favaretto et al, 2007) dengan insufisiensi renal sedang-
Dupleks ultrasonografi juga dapat berat yang belum menjalani
menggambarkan karakteristik dialysis.
dinding arteri sehingga dapat
menentukan apakah pembuluh
darah tersebut dapat diterapi f. Magnetic Resonance
dengan distal bypass atau tidak. Angiography (MRA)
Selain itu, alat ini juga dapat MRA merupakan pemeriksaan
digunakan untuk menentukan noninvasif yang memiliki resiko
apakah suatu plak pada arteri rendah terhadap kejadian gagal
tersebut merupakan suatu resiko ginjal. Pemeriksaan yang
tinggi terjadinya embolisasi pada memiliki rekomendasi dari
bagian distal pembuluh darah ACC/AHA (Class I Level of
pada saat dilakukan intervensi Evidence A)ini dapat memberikan
endovascular. gambaran pembuluh darah yang
hampir sama dengan gambaran
e. Computed Tomographic pembuluh darah pada pemeriksaan
Angiography (CTA) angiografi (Hirsch et al, 2006).
Penggunaan CTA untuk Modalitas pemeriksaan ini tidak
mengevaluasi sistem arteri perifer menggunakan radiasi dan media
telah berkembang seiring kontras yang digunakan
(gadolinium-based contrast) tidak pencegahan perburukan fungsi
terlalu nefrotoksik dibandingkan ginjal. Selain itu pasien diabetes
dengan kontras yang digunakan yang menggunakan obat
pada CTA maupun angiografi metformin memiliki resiko
kontras. Sensitivitas dan menderita asidosis laktat setelah
spesifisitas alat ini untuk angiografi. Metformin sebaiknya
mendeteksi stenosis arteri dihentikan sehari sebelum
dibandingkan dengan angiografi tindakan dan 2 hari setelah
kontras adalah sekitar 80-90%. tindakan untuk menurunkan
g. Contrast Angiography resiko asidosis laktat. Insulin dan
Walaupun MRA merupakan obat hipoglikemik oral sebaiknya
modalitas pemeriksaan yang dihentikan penggunaannya pada
cukup aman dan merupakan pagi hari menjelang tindakan.
teknologi yang cukup menjanjikan Evaluasi klinis termasuk
namun pemeriksaan yang masih pemeriksaan fisik dan pengukuran
merupakan standar baku emas fungsi ginjal direkomendasikan
untuk mendiagnosis PAD adalah untuk dilakukan dua minggu
angiografi kontras.Pemeriksaan setelah prosedur angiografi untuk
ini menyediakan informasi rinci mendeteksi adanya efek samping
mengenai anatomi arteri dan lanjut seperti perburukan fungsi
direkomendasikan oleh ginjal atau adanya cedera pada
ACC/AHA (Class I, Level of daerah akses kateter pembuluh
Evidence A) untuk pasien PAD darah
khususnya yang akan menjalani h. Pemeriksaan laboratorium
tindakan revaskularisasi. Seperti dievaluasi kondisi hidrasi, kadar
halnya pemeriksaan yang oksigen darah, fungsi ginjal,
menggunakan media kontras, fungsi jantung dan kerusakan otot.
prosedur angiografi kontras juga i. Diperiksa foto toraks untuk
memerlukan perhatian khusus melihat kardiomegali,
mengenai resiko terjadinya j. Hematokrit untuk melihat
nefropati kontras. Pasien dengan polisitemia,
insufisiensi ginjal sebaiknya k. Analisa urine untuk melihat
mendapatkan hidrasi yang cukup protein dan pigmen untuk melihat
sebelum tindakan. Pemberian n- mioglobin di urine.
acetylcysteinesebelum dan setelah l. Creatinine phosphokinase untuk
tindakan pada pasien dengan menilai nekrosis.
insufisiensi ginjal (serum m. Ultrasonografi abdomen untuk
kreatinin lebih dari 2,0 mg/dl) mencari aneurisma aorta
dapat dilakukan sebagai tindakan abdominal.
n. Arteriografi dapat mengetahui
dengan jelas tempat sumbatan dan Treatment
penyempitan.

12. Differential Diagnosis


a. Penyakit jantung bawaan (PJB) non
sianotik adalah kelainan struktur dan
fungsi jantung yang dibawa lahir
yang tidak ditandai dengan sianosis;
misalnya lubang di sekat jantung
sehingga terjadi pirau dari kiri ke
kanan, kelainan salah satu katup
jantung dan penyempitan alur keluar
ventrikel atau pembuluh darah besar
tanpa adanya lubang di sekat
jantung. Masing-masing mempunyai
spektrum presentasi klinis yang
bervariasi dari ringan sampai berat
tergantung pada jenis dan beratnya
11. Algorithma Assessment kelainan serta tahanan vaskuler
paru.
COPD b. Stroke merupakan kondisi ketika
otak tidak mendapat pasokan
impairment dalam
pembersihan
disabilitas disebabkan darah yang cukup akibat adanya
penurunan kapasitas latihan
mukius penyumbatan atau pecahnya
Tes fungsi pulmonal
Tes fungsi pulmonal pembuluh darah. Kondisi ini
(beratnya/jenis
obstruksi) (beratnya/jenis obstruksi) menyebabkan otak tidak
Data exercise test
mendapat asupan nutrisi dan
=- Gejala/beratnya oksigen yang cukup, sehingga sel-
Kebutuhan latihan,
obstruksi
pemenuhan status nutrisi, sel di area otak pun secara
= Efektivitaas batuk/huff
=Fungsi abdominals …
tanpa exacerbation, perlahan akan mati.
penggunaan oxygen etc.
=collapse mukius
Restriksi lain: dyspnoea, 13. Problem Impairment, Activity
nyeri, takut Limitation, dan Participation
= Impairments dan Restriction
disabilitas yg dikeluhkan? = Gejala/beratnya obstruksi
a. Impairment Structure
= Impairments dan =exercise capacity?
disabilitas yg dpt = Function otot perifer ? 1) Pucat dengan bibir sianosis
ditangani fisioterapi? =Function otot respiratory? 2) Kuku menebal
=Apakah pasien motivasi
3) Kulit gampang mongering
untuk fisioterapi?
treatment goals-
- Meningkatkan exercise
capacity
- Menurunkan dyspnoea
- Meningkatkan patient
compliance
4) Kifosis dimulai dari ekspirasi , yang
5) Bernapas lebih dominan bertujuan :
menggunakan melalui
mulut 1) Merangsang terbukanya sistem
6) Suhu kaki kanan dan kiri kolateral
berbeda (suhu kanan lebih 2) Meningkatkan distribusi ventilasi
dingin) 3) Meningkatkan volume paru
7) Pada kaki kanan atropi 4) Memfasilitasi pembersihan
8) Terdapat Sputum berwarna saluran napas
kuning
b. Impairment Fungsional b. Postural Drainase
1) Kesulitan bernapas Postural drainase dan positioning
terutama pada saat untuk pembersihan jalan napas
terutama sekali diterapkan pada
beraktivitas
pasien bronkiektasis. Postural
2) Nyeri pada dada dan kaki
drainage adalah teknik pengaturan
3) Penurunan Ekaspansi posisi tertentu untuk mengalirkan
Thoraks sekresi pulmonar pada area tertentu
c. Activity Limitation dari lobus paru dengan pengaruh
1) Kesulitan Bernapas secara gravitasi. Tujuan postural drainage
normal adalah mengeluarkan sputum yang
2) Kesulitan berjalan jauh terkumpul pada lobus paru dengan
3) Kesulitan untuk batuk tujuan pembersihan airway. Posisi
effektif pasien sesuai dengan letak
4) Kesulitan untuk sputumnya.
mengeluarkan sputum
d. Particpation Restrion
1) Pasien kesulitan gotong
royo
2) Kesulitan beribadah
3) Kesulitan bersosialisasi

C. PROSES INTERVENSI
FISIOTERAPI
1. Metode Pengobatan
2. Breathing excerside
a. Batuk effektif
a. Diafragma breathing
Batuk efektif dan napas dalam Diaphragma Breathing ditujukan
merupakan teknik batuk efektif yang untuk ;
menekankan inspirasi maksimal yang
1) Memperbaiki efisiensi memperbaiki ventilasi samping chest
Ventilasi , mengurangi kerja tersebut. Memperkuat deep inspirasi
pernafasan , meningkatkan dan kontrol ekspirasi
pengembangan (descent or b. To Mobilize the Upper Chest and
ascent) diaphragma , Stretch the Pectoralis Muscle
memperbaiki pertukaran gas
dan Oxygenation 1) Pasien Sitting di kursi dengan
2) Diaphragma juga digunakan tangan dibelakang kepala ,kedua
untuk mobilisasi sekresi paru tangan posisi abduksi horizontal
selama Postural Drainage (PD) selama Deep Inspirasi (Gbr. A)
b. Pursed lip breathing 2) Instruksikan pasien
membungkuk kedepan bersama
Teknik ini diajarkan untuk
elbow lalu expirasi (gbr.B )
mempertahankan Airway tetap
terbuka dengan adanya tekanan
balik dalam airway dan juga
mengurangi dyspnea. Prosedur:
1) Posisi Comfortable dan
serileks mungkin
2) Jelaskan pada pasien bahwa
Expirasi harus rileks (pasief )
c. To Increase Expiration during
dan kontraksi abdomen harus
Deep Breathing
dihindari
3) Tempatkan tangan diatas 1) PasienInspirasidalamPosisi
abdomen untuk mendeteksi Hook-Lying (Hip dan Knee
kontraksi otot abdomen sedikitfleksi) (gbr. A)
4) Instruksikan pasien untuk
2) Instruksikan pasien
inspirasi dalam dan perlahan
membengkokkan lutut kearah
5) Kemudian pasien expirasi chest selamaexpirasi ( satu
dengan bibir purse – Lip persatu untuk mencegah LBP) ,
c. Segmental breathing Hal ini akan mendorong isi
Tujuan : Memelihara atau Abdomen superior kearah
memperbaiki mobilitas dindingchest , Diaphragma untuk membantu
trunk dan Shoulder akibat gangguan Expirasi (gbr.Bdan C)
respirasi misalnya :Kelemahan otot
trunk sisi menyebab kandinding chest
di bagian tersebut tidak mengembang
dengan maksimal selama inspirasi
Exercise kombinasi Stretching
ototdan deep breathing akan
harian yang diukur dengan
akselerometer. Mungkin intervensi
perilaku tambahan diperlukan untuk
mencapai peningkatan tersebut.
Frekuensi : 3–5 hari / minggu
Pengandaian : Berjalan di treadmill
Intensitas : Latihan pada kecepatan
kerja tertentu saat pasien
mengalami awal
klaudikasio; lanjutkan
berjalansampai pasien
memiliki skor gejala nyeri
tungkai iskemik ringan
sampai sedang (3-4 dari
maksimum 5 poin); lalu
hentikan sampai nyeri
benar-benar mereda;
lanjutkan latihan lagi
dengan intensitas yang
sama; ulangi istirahat /
latihan. Tingkatkan
kecepatan kerja yang lebih
tinggi saat pasien mampu
berjalan selama 8 menit
tanpa perlu berhenti untuk
gejala tungkai
c. Treadmill
Jarak berjalan 6 menit (+20,9 m) Durasi Total : waktu latihan (termasuk
dibandingkan dengan penurunan pada waktu istirahat) harus sama 50 menit / hari
kelompok kontrol (—15 m). Latihan
ketahanan ekstremitas bawah
3. Clinical Prediction Rule
meningkatkan kekuatan kaki serta
waktu berjalan treadmill maksimum Individu dengan PAD memiliki
"risiko kejadian kardiovaskular yang
tanpa peningkatan jarak berjalan 6
sangat tinggi dan sebagian besar pada
menit. Baik treadmill dan latihan
akhirnya akan meninggal karena
ketahanan meningkatkan ukuran
etiologi jantung atau
kualitas hidup terkait fungsi fisik.
serebrovaskular";  prognosis berkorelasi
Namun, peningkatan toleransi olahraga dengan tingkat keparahan PAD yang
pada kedua kelompok pelatihan tidak diukur dengan ABI. [64] PAD pembuluh
terkait dengan perubahan aktivitas fisik besar meningkatkan kematian akibat
penyakit kardiovaskular secara mulai berkurang,sesak jarang
signifikan. PAD membawa lebih dari timbul, produksi sputum
"risiko 20% kejadian koroner dalam 10 mengalami penurunan dan
tahun". [64] berkurangnya nyeri dada.
Risiko rendah bahwa individu
dengan klaudikasio akan D. DAFTAR PUSTAKA
mengembangkan iskemia parah dan
memerlukan amputasi, tetapi risiko 1. Creager M, Libby P. Peripheral
kematian akibat kejadian koroner tiga
Arterial Disease In: Mann DL, Zipes
sampai empat kali lebih tinggi daripada
kontrol yang cocok tanpa DP, Libby P, Bonow RO, editors.
klaudikasio. [56] Dari pasien dengan Braunwald’s Heart Disease : A
klaudikasio intermiten, hanya "7% yang Textbook of Cardiovascular
akan menjalani operasi bypass Medicine. 10th ed. Philadelphia:
ekstremitas bawah, 4% amputasi mayor, Elsevier Saunders; 2015. 1312 p.
dan 16% klaudikasio yang memburuk", 2. Antono D, Hamonangani R. Penyakit
tetapi kejadian stroke dan serangan Arteri Perifer. In: Setiati S, editor.
jantung meningkat, dan "angka
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th
kematian 5 tahun diperkirakan 30%
(versus 10% di kontrol) ed. Jakarta: InternaPublishing; 2014.
p. 1516–26.
4. Evaluasi 3. Rhee SY, Kim YS. Peripheral Arterial
Monitoring follow-up Bronchiectasis Disease in Patients with Type 2
a. Evaluasi sebelum Diabetes Mellitus. 2015;283–90.
Sebelum melakukkan terapi, 4. Coffman JD, Eberhardt RT.
pasien merasakan nyeri pada Peripheral Arterial Disease, Diagnosis
kaki,keram dan,asien and Treatment. New York: Springer
merasakan sesak dan nyeri Seienee&Business Media; 2003.1-
pada dada,kesulitan batuk dan 34p.
mengeluarkan sputum
5. Rooke TW, Hirsch a. T, Misra S,
mengganggu aktivitas pasien.
Sidawy a. N, Beckman J a., Findeiss
b. Evaluasi sesaat
LK, et al. 2011 ACCF/AHA Focused
Selama penanganan pasien
merasa lebih rileks dan Update of the Guideline for the
nyaman. Management of Patients With
c. Evaluasi akhir Peripheral Artery Disease.
Setelah melakukan terapi Circulation. Elsevier Inc.;
sesak napas pasien 2011;58(19):2020–45.
berkurang . Setelah 6. Fowkes FGR, Rudan D, Rudan I,
melakukan beberpa kali Aboyans V, Denenberg JO,
proses terapi, pasien merasa McDermott MM, et al. Comparison of
lebih rileks, nyeri pada da global estimates of prevalence and
risk factors for peripheral artery Mesenteric, and Abdominal Aortic).
disease in 2000 and 2010: asystematic Circulation. 2006;113(11):e463–5.
review and analysis. Lancet. Elsevier 13. Norgren L, Hiatt WR, Dormandy J a.,
Ltd; 2013;382(9901):1329–40. Nehler MR, Harris K a., Fowkes
7. Selvin E. Prevalence of and Risk FGR, et al. Inter-Society Consensus
Factors for Peripheral Arterial for the management of peripheral
Disease in the United States: Results arterial disease (TASC II). Int Angiol.
From the National Health and 2007;26(2):82–157.
Nutrition Examination Survey, 1999- 14. F Brian Boudi M. Coronary Artery
2000. Circulation. 2004;110(6):738– AtherosclerosisTreatment &
43. Management. Medscape. 2016
8. Fowkes FGR, Low LP, Tuta S, Kozak 15. Mann DL, Zipes DP, Libby P, Bonow
J. Ankle-brachial index and extent of RO. Braunwald's heart disease: a
atherothrombosis in 8891 patients textbook of cardiovascular medicine:
with or at risk of vascular disease: Elsevier Health Sciences; 2014.
Results of the international AGATHA 16. Coffman JD, Eberhardt RT, Cannon
study. Eur Heart J. CP. Peripheral Arterial Disease:
2006;27(15):1861–7. Springer Science & Business Media;
9. Rhee SY, H G, ZM L, SW-K C, S W, 2003.
P P. Multi-country study on the 17. Gornik HL, Beckman JA. Peripheral
prevalence and clinical features of arterial disease. Circulation.
peripheral arterial disease in Asian 2005;111(13):e169-e72.
type 2 diabetes patients at high risk of 18. Bonow, Robert O. Braunwald’ Heart
atherosclerosis. Diabetes Res Clin Disease - A Textbook of
Pract. 2007;76(1):82–92. Cardiovascular Medicine, 9th
10. American Diabetes Association. Edition.2012.Philadelphia : Elsevier.
Epidemiology and Impact of page 1338-1351
Peripheral Arterial Disease in People 19. Boras J, Brkljačić N, Ljubičić A,
with Diabetes. Diabetes Care. Ljubić S. PERIPHERAL ARTERIAL
2003;26(12):3333–41. DISEASE. Diabetologia Croatica.
11. American Heart Association. What is 2010;39(2).
peripheral vascular disease? In 20. Muir R. Peripheral arterial disease:
American Heart Association; 2012. Pathophysiology, risk factors,
12. Hirsch AT, Haskal ZJ, Hertzer NR, diagnosis, treatment, and prevention.
Bakal CW, Creager MA, Halperin JL, JOURNAL OF VASCULAR.
et al. ACC/AHA 2005 Practice 2009;27(2):26-30.
Guidelines for the Management of 21. Ouriel K. Detection of peripheral
Patients With Peripheral Arterial arterial disease in primary care. Jama.
Disease (Lower Extremity,Renal, 2001;286(11):1380-1.
22. Coffman JD, Eberhardt RT, Cannon 30. Halliday A, Bax J. The 2017 ESC
CP. Peripheral Arterial Disease: Guidelines on the Diagnosis and
Springer Science & Business Media; Treatment of Peripheral Arterial
2003. Diseases, in Collaboration With the
23. Soehnlein O. Multiple Roles for European Society for Vascular
Neutrophils in Atherosclerosis. Surgery (ESVS). European Journal of
Circulation Research. Vascular and Endovascular Surgery.
2012;110(6):875-888. 2018;55(3):301-2.
24. Shimokawa. H. Clinical Assesment of 31. Upper extremity arterial diseases
Endothelial Function. Available [Internet]. Albanyvascular.com. 2015
from : http:// [cited 27 June 2018]. Available from:
www.j.circ.or.jp/englishsessions/repots/ http://albanyvascular.com/wp/wp-
64th-ss/shimokawa.htm content/uploads/2015/04/Upper-
25. Carr.C Sandra. Vasana Cheanvechai. Extremity-Arterial-Disease.pdf/
Histology and Clinical Significance of 32. Treat-Jacobson D, Walsh M. 2016
the Carotid Atherosclerosis plaque: ACC/AHA Guideline on the
Implication for Endovascular Management of Patients with Lower
Treatment. Journal of Endovascular Extremity Peripheral Artery Disease:
Therapy vol 4. No 4. pp 321-325. Process and Outcomes. Journal of
26. Coffman JD, Eberhardt RT. Vascular Nursing. 2017;35(2):116.
Peripheral Arterial Disease, Diagnosis 33. Thendria T, Toruan IL, Natalia D.
and Treatment. New York: Springer Hubungan hipertensi dan penyakit
Seienee&Business Media; 2003.1-
arteri perifer berdasarkan nilai ankle-
34p.
27. Runge MS, Greganti MA. Netter’s brachial index. eJKI. 2014;2(1):281-8.
Internal Medicine. 2nd ed. 34. Kannel WB, Mc Gee DL. Update on
Philadelphia: Saunders Elsevier;
some epidemiologic features of
2009. 213 p.
28. Creager M, Libby P. Peripheral intermittent claudication: the
Arterial Disease In: Mann DL, Zipes Framingham study. J Am Geriatr Soc.
DP, Libby P, Bonow RO, editors.
1985;33(1):13-8.
Braunwald’s Heart Disease : A
Textbook of Cardiovascular
Medicine. 10th ed. Philadelphia:
Elsevier Saunders; 2015. 1312 p.
29. Isselbacher K, Braunwald E, Wilson
J. Harrison : Prinsip-prinsip ilmu
penyakit dalam. 13th ed. Jakarta:
EGC; 2008:1276-81.

Anda mungkin juga menyukai