Anda di halaman 1dari 20

PENDAHULUAN

1. DEFINISI 2. DATA EPIDEMIOLOGI

Penyakit paru obstruktif kronik Data epidemiologi menurut (G.


(PPOK) adalah gangguan kesehatan Viegi, F. Pistelli,et.all, Journal
masyarakat utama di seluruh dunia. Definition, epidemiology and natural
Hal ini dimanifestasikan oleh history of COPD, Eur Respir J 2017)
dispnea, batuk kronis, produksi Data prevalensi kasus COPD
dahak, dan penurunan aktivitas fisik. (Chronic Obstructive Pulmonal
Banyak faktor risiko yang Disease) yang ada saat ini bervariasi
dilaporkan. memperhitungkan berdasarkan metode survey, criteria
PPOK, termasuk asap tembakau, diagnostic, serta pendekatan analisis
perokok pasif, polusi udara, dan yang dilakukan pada setiap studi,
sebagainya. Meningkat drastic selama beberapa
Chronic obstructive pulmonary dekade. Fenomena ini disebabkan
disease (COPD) atau PPOK adalah oleh keterpaparan yang konsisten
penyakit paru kronik yang ditandai terhadap faktor risiko kasus COPD
oleh hambatan aliran udara di saluran (Chronic Obstructive Pulmonal
napas yang bersifat progresif non- Disease) dan penuaan populasi
reversibel atau reversibel parsial. global, dan diperkirakan akan terus-
Chronic obstructive pulmonary menerus akan berlanjut di masa
disease (COPD) terdiri atas bronkitis mendatang. Di seluruh dunia, COPD
kronis dan emfisema atau gabungan menduduki peringkat keenam
keduanya. Bronkitis kronis adalah sebagai penyebab utama kematian
kelainan saluran napas yang ditandai pada tahun 1990. demografis di
oleh batuk kronik berdahak minimal banyak negara.
3 bulan dalam setahun, sekurang- Penyakit Paru Obstruktif Kronik
kurangnya dua tahun berturut-turut, (PPOK) akan meningkat dengan
tidak disebabkan penyakit lainnya. meningkatnya usia, prevalensi
Emfisema adalah kelainan anatomis Penyakit Paru Obstruktif Kronik
paru yang ditandai oleh pelebaran (PPOK) ini juga lebih tinggi pada
rongga udara distal bronkiolus pria dari pada wanita, namum
terminal, disertai kerusakan dinding demikian terdapat kecenderungan
alveoli. (Gao, Hui MB; Gao, Yuan meningkatnya prevalensi Penyakit
MB,et.all,Sep2019) Paru Obstruktif Kronik (PPOK) pada
wanita, terkait dengan gaya hidup
wanita yang merokok, prevalensi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik

1
(PPOK) lebih tinggi pada negara- merupakan sejenis protein tubuh
negara di mana merokok merupakan yang diproduksi oleh hati, berfungsi
gaya hidup, yang menunjukkan dalam melindungi paru-paru dari
bahwa rokok merupakan faktor kerusakan.2Enzim ini berfungsi
resiko utama. Kematian akibat untuk menetralkan tripsin yang
Penyakit Paru Obstruktif Kronik berasal dari rokok. Jika enzim ini
(PPOK) sangat rendah pada pasien rendah dan asupan rokok tinggi maka
usia dibawah 45 tahun, dan akan mengganggu sistem kerja
meningkat dengan bertambahnya enzim tersebut yang bisa
usia . mengakibatkan infeksi saluran
pernafasan. Defisiensi enzim ini
3. ETIOLOGI menyebabkan emfisema pada usia
PPOK terjadi gangguan pada muda yaitu pada mereka yang tidak
bronkus dan alveolus atau gabungan merokok, onsetnya sekitar usia 53
dari penyakit bronchitis kronis dan tahun manakala bagi mereka yang
emfisema. Bronchitis kronis yaitu merokok sekitar 40 tahun.
terdapat pembesaran kelenjar
Hiperresponsivitas dari saluran
mukosa bronkus, metaplasia sel
napas ditambah dengan faktor
goblet, inflamasi, hipertrofi otot
merokok akan meningkatkan resiko
polos pernapasan serta distorsi akibat
untuk menderita Penyakit paru
fibrosis. Sedangkan emfisema
obstruktif kronis disertai dengan
ditandai oleh pelebaran rongga udara
penurunan fungsi dari paru-paru
distal bronkiolus terminal, disertai
yang drastis. Selain itu,
kerusakan dinding alveoli.
hiperaktivitas dari bronkus dapat
Tabel 3.1
terjadi akibat dari peradangan pada
1 Asap rokok saluran napas yang dapat diamati
2 Polusi udara Dalam/ luar pada bronkitis kronis yang
3 Stres oksidatif berhubungan dengan merokok. Hal
4 Gen ini dapat menimbulkan terjadinya
5 Tumbuh kembang paru ‘remodelling’ pada saluran napas
6 Sosial ekonomi
yang memperparahkan lagi obstruksi
Terdapat beberapa faktor
pada saluran napas pada penderita
lingkungan dan endogen termasuk
penyakit paru obstruktif kronis.
faktor genetik yang berperan dalam
Faktor lingkungan seperti
berkembangnya penyakit paru
merokok penyebab utama disertai
obstruktif kronis. Defisiensi enzim
resiko tambahan akibat polutan udara
alfa 1 antitripsin merupakan faktor
di tempat kerja.Sebagian pasien
predisposisi untuk berkembangnya
mengalami asma kronis yang tidak
PPOK secara dini.1 Alfa 1 antitripsin

2
terdiagnosis dan tidak diobati.1
Faktor resiko lainnya yang
berimplikasi klinis termasuk selain
hiperresponsif bronchial, dan status
sosio ekonomi rendah. (Vallyathan
V,et.all.April 2018).
Gambar 4.1 Patologi PPOK
(Dikutip dari Gold 2017)
4. PROSES PATOLOGI
Sel inflamasi PPOK ditandai dengan
Inhalasi asap rokok dan partikel
pola tertentu peradangan yang
berbahaya lainnya menyebabkan
melibatkan neutrofil, makrofag, dan
inflamasi di saluran napas dan paru
limfosit. Sel-sel ini melepaskan
seperti yang terlihat pada pasien
mediator inflamasi dan berinteraksi
PPOK. Respon inflamasi abnormal
dengan sel-sel struktural dalam
ini menyebabkan kerusakan jaringan
saluran udara dan parenkim paru-
parenkim yang mengakibatkan
paru.
emfisema), dan mengganggu
Perubahan pada patologis dengan
mekanisme pertahanan yang
karakteristik PPOK ditemukan di
mengakibatkan fibrosis saluran napas
saluran napas proksimal, saluran
kecil. Perubahan patologis
napas perifer, parenkim dan vascular
menyebabkan udara perangkap dan
paru. Perubahan patologis akibat
keterbatasan aliran udara progresif.
inflamasi kronis terjadi karena
Sebuah gambaran singkat berikut
peningkatan sel inflamasi kronis di
memperlihatkan perubahan patologis
berbagai bagian paru yang
dalam PPOK, mekanisme mereka
menimbulkan kerusakan dan
seluler dan molekuler, dan
perubahan struktural akibat cedera
bagaimana mendasari kelainan
dan perbaikan berulang. Secara
fisiologis dan gejala karakteristik
umum, perubahan inflamasi dan
penyakit. Inflamasi saluran napas
struktural saluran napas akan tetap
pasien PPOK merupakan amplifikasi
berlangsung sesuai dengan beratnya
dari respon inflamasi normal akibat
penyakit walaupun sudah berhenti
iritasi kronis seperti asap rokok.
merokok. (Hyoung Kyu Yoon,
Mekanisme untuk amplifikasi ini
M.D., et.all.2018).
belum dimengerti, kemungkinan
disebabkan faktor genetik. PPOK
tanpa merokok, respon inflamasi
pada pasien ini belum diketahui.
Inflamasi paru diperberat oleh stres
oksidatif dan kelebihan proteinase.
Semua mekanisme ini mengarah. Tabel 1.2.

3
Perubahan patologis pada PPOK Batuk Umum Luar
Produktif Biasa
Saluran napas proksimal (trakea, bronkus
Sesak Gigih dan Variabel
diameter > 2 mm) , limfosit T CD8 +Sel
Nafas progresif
inflamasi: makrofag , sedikit neutrofil atau
Bangun di Luar biasa Umum
eosinofil(sitotoksik) , pembesaran kelenjar malam hari
submukosa (keduanyaPerubahan struktural: dengan
sel goblet menyebabkan hipersekresi lendir) gejala
metaplasia sel epitel skuamosa sesak
Saluran napas perifer (bronkiolus diameter < napas dan
2 mm) , limfosit T (CD8 +Sel inflamasi: adanya
makrofag> CD4 + , folikel limfoid,), suara
limfosit B , sedikit neutrophils atau mengi
eosinofil.fibroblas Menimbulk Luar biasa Umum
Parenkim paru (bronchioles pernapasan dan an gejala
alveoli) . Perubahan struktural: kerusakan
yang
signifikan
dinding alveolus, apoptosis sel epitel dan
sehari-hari
endotel, limfosit T CD8+Sel inflamasi:
makrofag • Emfisema sentrilobular: dilatasi
PPOK ASTMA
dan kerusakan bronkiolus; paling sering
- Sesak tidak  Sesak hilang
terlihat pada perokok • Emfisema panacinar: berhubungan timbul,
perusakan alveolus dan bronkiolus; paling dengan waktu, memberat
sering terlihat pada -1 semakin memberat, malam hari
antitrypsinkekurangan berhubungan terutama saat
Pembuluh darah paru , limfosit TSel dengan aktivitas eksaserbasi
inflamasi: makrofag Perubahan struktural: - Batuk berdahak  Batuk terutama
penebalan intima, disfungsi sel endotel, banyak setiap hari malam hari,
penebalan otot polos (hipertensi pulmonal). terutama saat pagi kering
hari
5. GAMBARAN KLINIS
Clinical features differentiating
COPD and asthma ( Nice guidline is
PPOK ASTMA
prepared for the National Health
Service In England,2019).
Table 5.1

COPD ASTMA
Perokok Hampir Mungki
atau semua n
berhenti
merokok Malfungsi kronis pada sistem
Gejala di Langkah Sering pernafasan yang manifestasi
<35 tahun

4
awalnya ditandai dengan batuk-  Pelebaran sela iga
batuk dan produksi dahak  Suara napas vesikuler normal atau
khususnya yang muncul di pagi melemah
hari. Nafas pendek sedang yang  Terdapat ronki atau mengi pada
berkembang menjadi nafas pendek, , waktu bernapas biasa atau pada
sesak nafas akut, frekuensi nafas ekspirasi paksa
yang cepat, penggunaan otot bantu  Ekspirasi memanjang
pernafasan dan ekspirasi lebih lama  Bunyi jantung terdengar jauh
daripada inspirasi.  Bila telah terjadi gagal jantung kanan
 Riwayat merokok atau bekas dapat terlihat denyut vena jugularis
perokok dengan atau tanpa dan edema tungkai
gejala pernapasan  Penampilan pink puffer  (kurus, kulit
 Riwayat terpajan zat iritan yang kemerahan) atau blue
bermakna di tempat kerja bloater(gemuk, sianosis, edema
 Riwayat penyakit emfisema tungkai)
pada keluarga Penampilan pink puffer atau blue
 Terdapat faktor predisposisi bloater. Pink puffer adalah gambaran
pada masa bayi/anak, mis berat yang khas pada emfisema, penderita
badan lahir rendah (BBLR), kurus, kulit kemerahan dan
infeksi saluran napas berulang, pernapasan pursed-lips breating.
lingkungan asap rokok dan Blue bloater adalah gambaran khas
polusi udara pada bronchitis kronik, penderita
 Batuk berulang dengan atau gemuk sianosis, terdapat edema 8
tanpa dahak tungkai dan ronki basah di basal
 Sesak dengan atau tanpa bunyi paru, sianosis sentral dan perifer.
mengi
2. PALPASI
B. PROSES DIAGNOSTIK pemeriksaan palpasi didapatkan
1. INSPEKSI sela iga melebar dan fremitus
 Pursed-lips melemah; pemeriksaan perkusi
breathing(mulut setengah terdengar hipersonor, batas
terkatup/mencucu) . jantung mengecil, letak diafragma
 Barrel Chest (diameter rendah dan hepar terdorong ke
antero- posterior dan bawah. Pemeriksaan auskultasi
transversal sebanding) didapatkan:

 suara napas vesikuler normal


 Hipertrofi otot bantu napas atau melemah
 Penggunaan otot bantu napas

5
 terdapat ronki dan atau terdengar dari bagian paru-paru
mengi pada waktu bernapas dengan keadan patologi yang
biasa atau pada ekspirasi berbeda-beda.
paksa
 ekspirasi memanjang
 bunyi jantung terdengar
jauh.

3. AUKULTASI
Auskultasi merupakan Tabel 1.3 Suara Napas Normal
suatu proses mendengarkan Sumber : (Reprinted from Principles and
dan menginterpretasikan suara Practice of Cardiopulmonary Physical
yang dihasilkan oleh thoraks Therapy.3rd ed.,Frownfelter D,Dean E,
dengan menggunakan 340-341, Copyright [2018], with
stetoskop. Auskultasi permission from Elsevier.)
sebaiknya dilakukan pada
ruangan yang nyaman dan
terhindar dari kebisingan,
dengan bagian dada pasien
yang terbuka. Posisi pasien 1. Auskultasi
sebaiknya duduk akan tetapi Pada auskultasi toraks akan
dapat juga dilaksanakan dalam ditemukan ekspirasi memanjang,
posisi tidur. wheezing pada waktu bernafas
Gambar 3.1 biasa atau ekspirasi paksa,
Titik-titik Auskultasi penurunan suara nafas vesikuler,
dan suara jantung terdengar
menjauh.
Adalah suatu tekhnik
pemeriksaaan dengan benar –
benar mendengar bunyi nafas
menggunakan stateskop untuk
evaluasi paru-paru.
PROSEDUR
Ada berbagai macam variasi dari •Posisi pasien duduk
intensitas suara napas utama, comfortable dan rileksasi lalu
suara napas normal terdengar memakai stateskop, dan
dari paru-paru yang sehat tempatkan  stateskop  langsung
melalui auskultasi. Sementara diatas kulit anterior dan
suara napas yang tidak normal posterior  dinding dada pasien.

6
•Stateskop digerakkan dengan - Bunyi dull(datar) : apabila
pola simetris (S) pada dinding terjadi peningkatan ketebalan
dada anterior  dan posterior lalu jaringan yang berlebihan dalam
posisi lateral dinding dada paru-paru dibandingkan dengan
setinggi T2,T6,T10   udara, misalnya tumor, atau
• Anjurkan pasien inspirasi konsolidasi cairan
dalam melalui hidung lalu - Bunyi hiperesonanse atau
ekspirasi melalui  mulut tymfani jika jumlah udara
beberapa kali dan bersamaan melebihi normal dalam paru-
dengan itu terapis paru.
menggerakkan statskop pada Interpretasi : terdengar bunyi
tiap titik pada dinding dada dull di bagian apikal posterior
anterior dan posterior 3. Taktil Fremitus
Interpretasinya :terdengar Vocal (tactile) fremitus
suara Whezing pada bagian adalah getaran lembut yang
apikal posterior saat inspirasi dapat dipalpasi oleh therapist di
karena penyumbatan jalan nafas. atas dinding chest saat pasien
2. Perkusi berbcara. Pemeriksaan ini
Yaitu suatu teknik pemeriksaan dilakukan untuk memeriksa
ketukan atau pukulan dengan kualitas jaringan di bawahnya.
jari-jari tangan yang dilakukan PROSEDUR
untuk memeriksa atau evaluasi o Letakkan kedua telapak
penekanan paru-paru khususnya tangan dengan lembut diatas
ratio udara dalam paru-paru. dinding chest lalu anjurkan
PROSEDUR pasien mengucapakan beberapa
- Tempatkan  jari  tengah kata atau 99 (ninety nine)
lurus di antara space intercosta beberapa kali bersamaan keduan
dan ujung jari tengah tangan telapak tangan digeser dari
yang lain mengetuk pelan jari upper lobus sampai lower lobus
yang di intercosta tersebut. paru-paru.
Prosedur atau ketukan diulang
beberapa kali pada beberapa Teknik lain juga dapat
tempat dibagian area kiri dan dilakuan dengan menggunakan
kanan pada anterior dan sisi ulna dari lengan bawah
posterior dinding dada. dengan anjuran seperti diatas.
- Bunyi resonant(normal): Normalnya, fremitus akan terasa
bervariasi bergantung ketebalan lembut yang sama pada dinding
jaringan di bawahnya dada akibat adanya getaran
suara saat pasien berbicara,

7
o Fremitus yang meningkat tanda diekstensikan sejajar
adanya sekresi di airway dan costa, pasien ekspirasi
fremitus yang menurun atau full lalu deep inspirasi.
absent (hilang) tanda udara 4. Selama pasien full
terlambat akibat obstruksi expirasi dan inspirasi,
airway. cek apakah gerakan
Interpretasi : getaran melemah chest simetris atau tidak.
karena adanya mukus 5. Dengan meteran
Pengembangan chest
4. PEMERIKSAAN dapat juga du ukur
MOBILITAS THORAX dengan meteran pada 3
Gerakan simestris chest tempat yaitu
dilakukan dengan kedua tangan - Upper lobus : axilla,
diatas chest pasien dan periksa - middle lobus :
pengembangan tiap bagian chest processus xipoid dan
selama inspirasi dan expirasi. - lower lobus :
Dilakukan dengan cara : subcostal. Dilakukan
a. Dengan palpasi dengan meletakkan
1. Expansi upper lobus meteran secara
Pasien lying, kedua melingkar antara
thumb di mid sternal line axilla, processus
sternal notch, ari-jari xipoid dan subcosta,
extensi di atas kedua dengan ujung berada
clavicula, pasien full pada pertengahan
expirasi lalu deep dada.Dimulai saat
inspirasi. pasien full expirasi
2. Expansi middle lobus : lalu deep inspirasi,
Pasien lying, kedua catat hasil
ujung thumb di penambahan
pracessus xyphoideus pengembangan chest.
dan jari-jari di Pengembangan
extensikan ke lateral chest dapat juga di
costa, pasien full expirasi ukur dengan
lalu deep inspirasi. menggunakan
3. Expansi lower lobus Midline pada 3 tempat yaitu
Pasien sitting, kedua o Upper Lobus : Axilla
ujung thumb du medulla (Normal 2-3cm)
spinalis (sejajar lower o Middle Lobus: Processus
costa) dan jari-jari xhipoid (Normal 3-5cm)

8
o Lower Lobus : Subcostal (ulangi prosedur 3 kali,
(Normal 5-7cm) ambil salahsatu hasil
spirometri yang terbaik,
Dilakukan dengan meletakkan pasien bisa beristrirahat
midline secara melingkar antara bila sudah lelah)
axilla, processus xipoid dan a. Pengukuran kapasitas vital
subcosta, dengan ujung berada paru: FEV1: FVC < 80 %.
pada pertengahan dada. Dimulai - Faal paru
saat pasien full expirasi lalu Spirometri adalah
deep inspirasi, catat hasil pengukuran volume dan
penambahan pengembangan aliran udara yang masuk
chest. dan keluar paru-paru.
5. PEMERIKSAAN Spirometer dapat
VENTILASI PARU mengukur volume paru,
- VENTILASI THORAK: seperti volume tidal dan
a. ANTOPOMETRI DADA kapasitas paru, seperti
ANAK 2 –4 cm. kapasitas total.
DEWASA 4-6 cm. - Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1
b. VENTILASI PARU. prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP
o Meniup lilin jarak 15 ( %).
- Obstruksi,VEP1(VEP1/VEP1 pred) <
inchi..
80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
o Pengukuran
spirometri VEP1 merupakan
 Prosedur pada parameter yang paling
pengukuran Kapasitas umum dipakai untuk
Vital Paksa (KVP) dan menilai beratnya PPOK
Volume Ekspirasi detik dan memantau perjalanan
pertama (VEP1) Menarik penyakit
nafas sedalam-dalamnya
 Meletakan mouth piece Apabila spirometri
diantara gigi dan katup tidak tersedia atau tidak
erat dengan bibir mungkin dilakukan, APE
 Buang nafas sekuat- meter walaupun kurang
kuatnya dan tepat, dapat dipakai
ceaptcepatnya sampai sebagai alternatif dengan
selesai memantau variabiliti
harian pagi dan sore, tidak
 Pastikan lidah tidak di
lebih dari 20% .
dalam mouth piece

9
Pengukuran fungsi paru yang emfisema dominan
dilaporkan: dibandingkan dengan bronkitis
a. Forced Vital Capacity kronis dominan. Pada bronkitis
(FVC) adalah jumlah kronis analisis gas darah
udara yang dapat di menunjukkan hipoksemi yang
keluarkan secara paksa sedang sampai berat pada
setelah inspirasi maksimal, pemberian oksigen 100%, hal
dan di ukur dalam liter ini menunjukkan adanya shunt
b. Forced expiratoy volume kanan ke kiri. Dapat juga
in one second (FEV1) menunjukkan hiperkapnia yang
adalah jumlah udara yang sesuai dengan adanya 10
dapat dikeluarkan dalam hipoventilasi alveolar, serta
satu detik, di ukur dalam asidosis respiratorik kronik yang
liter. Bersama dengan terkompensasi. Gambaran
FCV merupakan indikator seperti ini disebabkan karena
utama fungsi paru . pada bronkitis kronis terjadi
gangguan rasio ventilasi/perfusi
6. PEMERIKSAANGAS (V/Q ratio) yang nyata.
DARAH ARTERI Sedangkan pada emfisema, rasio
Terutama untuk menilai : V/Q tidak begitu terganggu oleh
o Gagal napas kronik stabil karena baik ventilasi maupun
o Gagal napas akut pada gagal perfusi, keduanya menurun
napas kronik disebabkan berkurangnya
Pada PPOK tingkat lanjut, jumlah unit ventilasi dan
pengukuran analisa gas darah capillary bed. Oleh karena itu
amat penting untuk dilakukan. pada emfisema gambaran
AGD wajib dilakukan apabila analisa gas darah arteri akan
nilai FEV1 pada penderita memperlihatkan normoksia atau
menunjukkan nilai < 40% dari hipoksia ringan, normokapnia,
nilai prediksi dan secara klinis dan tidak ada shunt kanan ke
tampak tandatanda kegagalan kiri Analisa gas darah berguna
respirasi dan gagal jantung untuk menilai cukup tidaknya
kanan seperti sianosis sentral, ventilasi dan oksigenasi, dan
pembengkakan engkel, dan untuk memantau keseimbangan
peningkatan jugular venous asam basa.
pressure.
Analisa gas darah arteri 7. PEMERIKSAAN SPUTUM
menunjukkan gambaran yang  Pemeriksaan bakteriologi
berbeda pada pasien dengan sputum pewarnaan Gram

10
diperlukan untuk a. Derajat I (Ringan): Gejala
mengetahui pola kuman dan batuk kronis dan ada
untuk memilih antibiotik produksi sputum tapi tidak
yang tepat, khususnya pada sering. Pada derajat ini
saat terjadinya eksaserbasi pasien tidak menyadari
akut. Infeksi saluran napas bahwa menderita PPOK.
berulang merupakan b. Derajat II (Sedang): Sesak
penyebab utama eksaserbasi nafas mulai terasa pada
akut pada penderita PPOK saat beraktifitas terkadang
di Indonesia. terdapat gejala batuk dan
 Pemeriksaan bakteriologi produksi sputum. Biasanya
sputum pewarnaan Gram pasien mulai
diperlukan untuk memeriksakan
mengetahui pola kuman dan kesehatannya pada derajat
untuk memilih antibiotik ini.
yang tepat, khususnya pada c. Derajat III (Berat): Sesak
saat terjadinya eksaserbasi nafas terasa lebih berat,
akut. Infeksi saluran napas terdapat penurunan
berulang merupakan aktifitas, mudah lelah,
penyebab utama eksaserbasi serangan eksaserbasi
akut pada penderita PPOK bertambah sering dan
di Indonesia mulai memberikan
 LOKASI. dampak terhadap kualitas
 VIKOSITAS hidup.
 JUMLAH. d. Derajat IV (PPOK Sangat
 WARNA Berat): Terdapat gejala
 FREKUENSIBATUK, pada derajat I, II dan III
HUFFING serta adanya tanda-tanda
 WAKTUBATUK gagal nafas atau gagal
TERTINGGI. jantung kanan. Pasien
 FUNGSI MENELAN, mulai tergantung pada
BATUK DAN HUFFING oksigen. Kualitas hidup
8. PENGUKURAN DERAJAT mulai memburuk dan
SESAK NAFAS dapat terjadi gagal nafas
Pengukuran derajat PPOK kronis pada saat terjadi
menurut Global initiative for eksaserbasi sehingga dapat
chronic Obstruktif Lung mengancam jiwa pasien.
Disiase (GOLD) 2011.
9. PEMERIKSAAN X-RAY

11
Gambaran radiologi pada terjadi dalam menangani suatu
emfisema menunjukkan kondisi penyakit. Hal ini
hiperinflasi, hiperlusen, terutama sangat diperlukan
ruangretrosternal melebar, bagi Fisioterapis yang bekerja
diafragma mendatar, dan di Rumah Sakit Daerah
jantung menggantung (jantung ataupun puskesmas yang
pendulum/tear drop/eye drop belum mempunyai dokter
appearance). spesialis radiologi maupun
Gambaran radiologi pada spesialis patologi klinik. Hal
bronkitis kronik terdapat ini tidak berarti bahwa
corakanbronkovaskuler. Fisioterapis yang bekerja pada
Foto torak PA dan Lateral rumah sakit maupun
berguna untuk menyingkirkan puskesmas yang sudah
kemungkinan penyakit paru mempunyai ahli radiologi
lain. Pada penderita emfisema maupun spesialis patologi
dominan didapatkan gambaran klinik tidak memerlukan
hiperinflasi, yaitu diafragma pengetahuan mengenai
rendah dan rata, hiperlusensi, pemeriksaan radiologi maupun
ruang retrosternal melebar, laboratorium karena keputusan
diafragma mendatar, dan untuk meminta pemeriksaan
jantung yang foto radiologi maupun
menggantung/penduler laboratorium juga sangat
(memanjang tipis vertikal). bergantung pada pemahaman
Sedangkan pada penderita dan pengetahuan mengenai
bronkitis kronis dominan hasil radiologi dan laboratorium.
foto thoraks dapat Pengetahuan seorang
menunjukkan hasil yang Fisioterapis tentang
normal aataupun dapat terlihat interpretasi hasil foto radiologi
corakan bronkovaskuler yang maupun Laboratorium akan
meningkat disertai sebagian sangat bermanfaat dalam
bagian yang hiperlusen. memilih modalitas yang
Pengetahuan mengenai digunakan dalam therapy,
pemeriksaan radiologi dan serta bisa berhatihati agar
laboratorium bagi Fisioterapis tidak menggunakan alat
adalah suatu hal yang sangat fisioterapi yang kontra
penting dalam rangka indikasi dengan penyakit
menegakkan diagnosis dan pasien misalnya adanya
menghindari kesalahan- spondylolistesis, infeksi akut
kesalahan yang mungkin ataupun tumor.

12
10. DIFFERENTIAL Dalam bersosialisasi
DIGNOSIS dengan lingkungan tempat
Diagnosa ditegakkan dari tinggalnya pasien mengalami
pemeriksaan dan evaluasi dan kesulitan, contohnya tidak
menyatakan hasil dari proses bisa mengikuti kegiatan kerja
pertimbangan atau pemikiran bakti karena pasien akan
klinis, dapat berupa pernyatan sesak nafas jika merasa
keadaan disfungsi gerak, dapat kecapekan.
meliputi/mencakup kategori 12. ALGORITMA
kelemahan, limitasi fungsi, COPD
kemampuan/ketidakmampuan
dan sindrom.
impairment dalam
disabilitas disebabkan
pembersihan
11. PROBLEM IMPAIRMENT, penurunan kapasitas latihan
mukius
ACTIVITY LIMITATION Tes fungsi pulmonal
Tes fungsi pulmonal
DAN PARTICIPATION (beratnya/jenis
(beratnya/jenis obstruksi)
obstruksi) Data exercise test
RESTRICTION
= Problem Impairment =- Gejala/beratnya
PHYSIC Kebutuhan latihan, pemenuhan
Pada kasus Penyakit Paru AL obstruksi
status nutrisi, tanpa exacerbation,
Obstruktif Kronis (PPOK) ASSESS = Efektivitaas batuk/huff
penggunaan oxygen etc.
MENT =Fungsi abdominals …
keluhan yang sering dialami =collapse mukius
Restriksi lain: dyspnoea, nyeri,
pasien yaitu adanya sesak takut

nafas, nyeri dada, penurunan ANALY = Impairments dan


ekspansi sangkar thorak, dan TICPR disabilitas yg dikeluhkan? = Gejala/beratnya obstruksi
OSES = Impairments dan =exercise capacity?
adanya spasme pada otot
disabilitas yg dpt = Function otot perifer ?
bantu pernafasan =Function otot respiratory?
ditangani fisioterapi?
= Activity Limitation =Apakah pasien motivasi
treatment goals-
Pada pasien PPOK ini untuk fisioterapi?
- Meningkatkan exercise capacity
mengalami keterbatasan
- Menurunkan dyspnoea
aktifitas functional misalnya Treatment
- Meningkatkan patient
treatment goals-
pasien tidak mampu bekerja compliance
-Meningkatkan mucus clearance
kembali sebagai pengrajin
-Meningkatkan patient compliance
kayu dan tidak bisa
berpergian keluar kota
dengan mengendarai sepeda
motor sendirian, karena
pasien tidak bisa merasa
kecapekan dan terpapar C. PROSES-INTERVENSI
polusi udara karena dapat FISIOTERAPI
menyebabkan sesak nafas. A. Metode Pengobatan
= Participation Restriction

13
A. Balachandran,et all Indian
Pediatrics Volume 42, 17
June18
1. All positioning
Peningkatan intracranial
pressure (ICP), head and
neck injury until
stabilized; active
hemorrhage with
hemodynamic instability;
acute spinal injury atau
bedah, active hemoptysis,
empyema, bronchopleural
fistula, large pleural
effusions, pulmonary • Increases Functional
embolism, pulmonary Residual Capacity (FRC).
edema associated with • Increases Forced vital
congestive heart failure, capacity (FVC) 
confused or anxious • Decreases closing
patients who do not volume
tolerate position change; • Increases chest wall
rib fracture with or without anterior-posterior diameter
flail chest; surgical wound • Decreases venous return
or healing tissue. and cardiac output
• Increases pooling of
secretions in the bases of
the lung
• Better basal expansion
with large inspiration
(except when breathing at
low lung volumes or dur-
Cardircardiatory Effects ing positive pressure
of Different Positions mechanical ventilation)
Upright position • Decreases curvature of
diaphragm at end-
expiration—especially in
those patients with weak
abdominals.

14
Menghambat gerak
nafas daerah khusus.
(lokal breathing).
Membantu ekspirasi.
4. Breathing Exercises PPOK
1. Diaphragmatic
Breathing
2. Pursed Lips Deep
. Breathing
2. Positioning 3. Breathing control
= Trendelenburg position 4. Exhalation on effort
meningkatkan ICP; pasien 5. Relax, slower, deeper
apa yang meningkatkan breathing
ICP untuk dihindarkan 6. Pased Breathing
(neurosurgery, aneurysms, 7. Ventilation Feedback
eye surgery) uncontrolled breathing
hypertension; distended 8. Positioning standing or
abdomen; esophageal lying
surgery; recent gross 9. positioning with
hemoptysis, uncontrolled forward sitting
airway with risk for 10. walking aids
aspiration (tube feeding or 11. inspiratory muscle
recent meal). training
= Reverse Trendelenburg 12. respiratory muscle
Hypotension or vasoactive training
medication. 13. maintenance of
(Balachandran,Shivbalan training
Shichle amxyh.
Thangavelu,jun18 )

3. Stimulasi/ fasilitasi dan


inhibisi
Bernafas aktif lebih
mudah.
Menelan.
Stimulasi
kontraksi/rileksasi
otot-otot pernafasan.

15
B. CLINICAL PREDICTION RULE

( Marino DM et al. Determination of exacerbation predictors in patients with COPD in


physical therapy – a longitudinal study. Braz J Phys Ther. 2014 Mar-Apr; 18(2):127-136.
http://dx.doi. org/10.1590/S1413-35552012005000146

Tujuan Intervention Outcome Prediction Value


PPOK Untuk  physical training .. obstruksi saluran - Temuan utama
menentukan (treadmill atau udara, seperti dari penelitian ini
predictor sepeda statis) Di evaluasi dengan adalah bahwa DW
keparahan selama 20 menit menggunakan di 6MWT, terkait
dari kasus dengan intensitas spirometri melalui dengan BMI dan
PPOK 80% dari FEV FFM, memprediksi
kecepatan dari risiko eksaserbasi
symptom-limited .. Dyspnea dengan di antara Pasien
cardiopulmonary menggunakan COPD dipantau
exercise test Modified Medical selama periode 6
(CPT) Research Council bulan
 Latihan dilakukan (mMRC) - Evaluasi DW di
2 -3 kali dalam scale 6MWT dapat
satu minggu digunakan untuk
selama 3 bulan ..toleransi terhadap memprediksi
 Latihan yang upaya fisik dari jarak risiko eksaserbasi,
dilakukan oleh berjalan (DW) dalam sambil
fisioterapimengiku tes jalan 6 menit jugamempertimba
ti guideline latihan (6MWT) ngkan BMI dan
respirasi termasuk FFM
latihan upper limb, .. Evaluasi otot-otot
lower limb, dan tangan(mengenggam)
stretching leher
dan trunk

16
C.EVALUASI

Studi ini menemukan


bahwa toleransi terhadap
olahraga, sebagaimana dievaluasi
oleh DW dalam 6MWT, terbukti
dapat memprediksi risiko
eksaserbasi pada pasien PPOK,
asalkan ada hubungan dengan
BMI dan FFM. kapasitas untuk
melakukan olahraga adalah salah
satu variabel terpenting yang
harus dipertimbangkan dalam
prognosis PPOK, karena toleransi
terhadap upaya fisik menunjukkan
penurunan yang progresif dan
fungsionalitas umumnya menurun
dengan perkembangan penyakit
untuk mendapatkan peningkatan
dan /
atau pemeliharaan dalam toleransi
terhadap upaya fisik dan
akibatnya penurunan risiko
eksaserbasi, asalkan pasien
melakukan latihan tersebut,

Setelah menganalisis
prediktor risiko selama 6 bulan
masa tindak lanjut pada pasien
dengan PPOK, kami menemukan
bahwa DW pada 6MWT dikaitkan
dengan risiko eksaserbasi,
meskipun risiko ini juga
bergantung pada kovariat BMI
dan FFM.

17
Hiscocks E. Thorax. 2019 Jan
1;74(Suppl 1):1-69.
British Thoracis Society 2014, British
guideline on the management of
copd A national clinical guideline,
SIGN Edinburgh
Borge, C.R., Hagen, K.B., Mengshoel,
A.M., Omenaas, E., Moum, T., &
Wahl, A.K. (2014). Effects Of
Controlled Breathing Exercises And
Respiratory Muscle Training In
People With Chronic Obstructive
DAFTAR PUSTAKA
Pulmonary Disease: Results From
Antoaneta Dimitrova, Nikolay Izov, Ivan Evaluating The Quality Of Evidence
Maznev, Dance Vasileva, and Milena In Systematic Reviews. BMC
Nikolova (Physiotherapy in Patients Pulmonary Medicine, 14(184), 2-15.
with Chronic Obstructive Pulmonary Brashier, B.B., & Kodgule, R. (2012).
Disease) Risk Factors and Pathophysiology of
Chronic Obstructive Pulmonary
Aili Fu, Xinwei Huang, Xi Mu3, Li
Deng, Endong Pu, Tao Tang, Disease (COPD). Supplement To Jap,
Xiangyang Kong., International 60, 18-21.
Journal of Chronic Obstructive
Pulmonary Disease, This article was Field MJ, Lohr KN (Eds). Clinical
published in the following Dove Press Practice Guidelines: Directions for
journal: International Journal of a New Program, Institute of
Chronic Obstructive Pulmonary Medicine, Washington, DC:
Disease. National Academy Press, 1990.
Amany Youssef Sharaf , Mervat Adham
Ghaleb , Rasha Fathy Gold Inc. Pocket Guide to COPD
Ahmed,International Journal of Diagnosis, Management, and
Novel Research in Healthcare and Prevention. [diakses 4 November
physiotherapy Vol. 7, Issue 1, pp: 2017].
(687-701), Month: January - April Gao, Hui MB; Gao, Yuan MB ∗; Sun, Ping
2020, Available at: MB; Shen, Jie MM; Yao, Hui-juan
www.noveltyjournals.com MM; Fu, Shi-dong MB; Meng, Cheng
MM, Effect of physical
British Thoracic Society Guideline for therapy for  chronic obstructive
Bronchiectasis in Adults - pulmonary disease, September 2019 -
2019 Hill AT, Sullivan AL, Volume 98 - Issue 38 - p e17241
Chalmers JD, De Soyza A, Elborn DEFINIS
JS, Floto RA, Grillo L, Gruffydd-
Jones K, Harvey A, Haworth CS,

18
G. Viegi, F. Pistelli, D.L. Sherrill , S. Burden of Disease from 2002 to
Maio, S. Baldacci* and L. Carrozzi, 2030". PLoS Med. 3 (11):
Definition, epidemiology and natural e442:10.1371/journal.pmed.0030442
history of COPD, Eur Respir J 2017; 4.
30: 993–1013 DOI: The RN(C) 2018, diagnostic tests in the
10.1183/09031936.00082507 examination of the
Copyright!ERS Journals Ltd 2017 cardiorespiratory system to
EPIDEMIOLOGI support clinical decision making:
CRNBC
Hwang YI, Park YB, Yoo KH. Tren W. Darlene Reid, BMR, 2017,clinical
terkini dalam prevalensi penyakit manajement note and case histories in
paru obstruktif kronik di Korea. cardipulmonary Physical therapy
Tuberc Respir Dis 2017; 80: 226-9 USA: SLACK Incorporated
Hnizdo E, Vallyathan V (April 2018).
"Chronic obstructive pulmonary Moore, A. Development of evidence
disease due to occupational statements for physical therapy
exposure to silica dust: a review of diagnosis and treatment: What are
epidemiological and pathological evidence statements and how do
evidence". Occup Environ Med 60 they fit in with the policy of
(4): 237–43 .
professional bodies? WPT
J Bott, S Blumenthal,M Buxton, S
Ellum, C Falconer,R Garrod, A Congress, June 2011, Amsterdam.
Harvey, T Hughes, M Lincoln, C
Mikelsons, C Potter, J Young KA, Regan EA, Han MK, et al
Pryor, LRimington, F Sinfield, C and the COPDGene
Thompson, P Vaughn, J White Investigators. Chronic Obstr Pulm
julia.bott@surreypct.nhs.uk: Dis. 2019;6(5):400-413. Journal
2009 .Guidelines for the Club—COPD2020 Update. Global
physiotherapy management of the Initiative for Chronic Obstructive
adult, medical, spontaneously Lung Disease 2020 Report and
breathing patient. the Journal of the COPD
Foundation Special Edition, Moving
Marino DM, Marrara KT, Arcuri JF, to a New Definition for COPD:
Candolo C, Jamami M, Pires Di “COPDGene® 2019”
Lorenzo VA. Determination of Yong-Bum Park, M.D., Chin Kook Rhee,
M.D., Hyoung Kyu Yoon,
exacerbation predictors in patients
M.D., et.all.and on behalf of the
with COPD in physical therapy – a Committee of the Korean COPD
longitudinal study. Braz J Phys Ther. Guideline 2018 Articles
2014 Mar-Apr; 18(2):127-136. from Tuberculosis and Respiratory
http://dx.doi. org/10.1590/S1413- Diseases are provided here courtesy
35552012005000146 of The Korean Academy of
Tuberculosis and Respiratory
Mathers CD, Loncar D (November 2006). Diseases
"Projections of Global Mortality and

19
Van Pottelberge GR, Bracke KR, Joos
GF, Brusselle GG. The role of
dendritic cells in the pathogenesis of
COPD: liaison officers in the front
line. COPD. 2009; 6: 284-90

20

Anda mungkin juga menyukai