Anda di halaman 1dari 14

Kelakar Medan

Kelompok Asisten Kardiologi Medan

SENIN, 08 MARET 2010

PROSEDUR PELAKSANAAN SIX-MINUTE WALK TEST PADA REHABILITASI JANTUNG

oleh: dr. Henry Panjaitan

PENDAHULUAN

Uji latih merupakan salah satu komponen kunci untuk menilai performa pasien saat permulaan dan
setelah menjalani perawatan pada program rehabilitasi jantung1. Dalam perkembangannya ada banyak
peralatan yang tersedia untuk menilai secara objektif kapasitas latihan seseorang. Beberapa test
menyediakan pengukuran yang sangat lengkap dari semua sistem yang terlibat dalam latihan ( high
tech), sedangkan yang lainnya ada yang secara sederhana (low tech) dan mudah untuk dilakukan2.
Secara umum peralatan yang digunakan pada uji latih jantung adalah treadmill maupun sepeda
ergometer yang memakai tingkatan dalam prosedur pelaksanaannya. Uji latih yang maksimal ini secara
luas dapat menentukan diagnosis, prognosis dan kebutuhan latihan secara tepat pada penderita
penyakit kardiovaskular. Namun uji latih seperti ini membutuhkan fasilitas yang khusus, peralatan dan
tenaga yang terkait erat dengan jumlah dana yang relatif besar yang sering tidak dapat dipenuhi oleh
institusi dengan fasilitas dan dana terbatas1. Test latihan yang sangat popular digunakan sesuai urutan
kompleksitasnya adalah stair climbing, Six minute walk test (6WMT), shuttle walk test, exrecise induced
asthma, cardiac stress test (Bruce protokol), cardio-pulmonary exercise test1-5.

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui mengenai uji latih sederhana/submaksimal berupa Six
Minute Walk Test (6MWT) dalam mengukur kapasitas fungsional penderita kelainan jantung, baik
protokol pelaksanaan secara menyeluruh dan manfaaat klinisnya.

SEJARAH SINGKAT 6MWT


Pengukuran kapasitas fungsional seseorang secara tradisional dilakukan dengan cara menanyakan :
Berapa anak tangga yang sanggup anda naiki atau berapa blok anda dapat berjalan? Akan tetapi pasien
akan sering memberikan jawaban yang ternyata tidak sesuai dengan kapasitas latihan mereka yang
sesungguhnya (underestimated atau overestimated).1,2 Pengukuran secara objektif biasanya akan lebih
baik dari pelaporan pasien sendiri.

Pada tahun 1960an, Balke membuat suatu test sederhana untuk menilai kapasitas latihan seseorang
dengan mengukur jarak tempuh berjalan dalam rentang waktu tertentu. Rentang waktunya selama 12
menit untuk mengukur jarak tempuh berjalan pada individu sehat. Test ini kemudian diadopsi untuk
melihat kelainan pada penderita dengan kelainan paru yaitu bronkitis kronis. Waktu duabelas menit ini
ternyata dirasakan terlalu lama dan melelahkan pada penderita penyakit pernafasan, sehingga
digantikan dengan test berjalan selama 6 menit dengan efektifitas pengukurannya sama seperti test
sebelumnya. 6MWT ini dipandang mudah dilakukan, dapat ditoleransi lebih baik, dan mencerminkan
aktifitas harian dibandingkan test berjalan yang lain.6

6WMT merupakan test sederhana yang praktis yang memerlukan jalur sepanjang 100 kaki (30 meter)
tidak memerlukan peralatan latihan yang rumit maupun tenaga pegawas yang sarat pengalaman dan
latihan khusus. Test ini pada prinsipnya mengukur jarak yang dapat ditempuh pasien dengan berjalan
pada jalur datar dan permukaan keras dalam waktu 6 menit. Test ini secara keseluruhan mengevaluasi
respon semua sistem organ yang terlibat selama latihan termasuk sistem paru, jantung dan sirkulasi,
darah, neuromuskular dan metabolisme otot. Test ini tidak memberikan informasi spesifik mengenai
fungsi tiap organ yang terlibat ataupun mekanisme terjadinya keterbatasan aktifitas, yang mana hal ini
dapat dihasilkan dari uji latihan sistem kardiopulmonal yang maksimal1-6.

Penelitian yang menggunakan 6MWT pada pasien dengan penyakit jantung pertama kali dilaporkan oleh
Guyat dkk serta Lipkin dkk, yang menyatakan bahwa 6MWT dapat membedakan tingkatan keparahan
gagal jantung menurut pembagian New York Heart Association (NYHA)1,2.

INDIKASI 6MWT

Indikasi utama 6MWT adalah untuk mengukur respon pasien terhadap pengobatan pada keadaan
penyakit jantung atau paru tingkat sedang maupun berat. Test ini juga telah digunakan sebagai
pengukuran tunggal kapasitas fungsional pasien sebagai prediktor untuk morbiditas dan mortalitas
(Tabel 1). Pada kenyataannya test ini tidak membuktikan sebagai test terbaik untuk menentukan
kapasitas fungsional ataupun perubahannya akibat pengobatan pada kasus-kasus tersebut.

Uji latih jantung maksimal/formal memberikan informasi tentang respon latihan, gangguan kapasitas
latihan, menentukan intensitas yang diperlukan untuk memperpanjang latihan, menilai faktor-faktor
yang menyebabkan keterbatasan latihan, dan menjelaskan mekanisme patofisiologi yang mendasari
keterbatasan tersebut misalnya organ apa asa yang terlibat. 6MWT tidak menilai peak oxygen uptake,
penyebab dyspnea on exertion, atau mengevaluasi penyebab keterbatasan latihan. Hasil atau informasi
yang didapat dari 6MWT harus dipertimbangkan sebagai pelengkap dan bukan pengganti uji latih
jantung maksimal/formal. Meskipun didapati perbedaan mendasar dari kedua test ini, beberapa
penelitian mengenai korelasi antara keduanya telah dilaporkan. Misalnya, korelasi signifikan ( r= 0,73)
antara 6MWT dan peak oksigen uptake telah dilaporkan pada penderita penyakit paru stadium akhir2.

Pada beberapa keadaan klinis tertentu , 6MWT memberikan informasi yang lebih baik terhadap index
kemampuan penderita untuk melakukan aktifitas harian dibandingkan peak oxygen uptake. 6MWT
berkorelasi lebih baik dengan pengukuran kualitas hidup. Perubahan pada 6MWT setelah mendapat
pengobatan berkorelasi dengan perbaikan dyspnea secara subjektif. Reprodubilitas 6MWT lebih baik
daripada reprodubilitas uji forced expiratory volume 1 detik pada pasien COPD ( koefisien reprodubilitas
8 %). Penilaian kapasitas fungsional test ini lebih baik dibandingkan dengan penilaian dengan kuisoner.

Shuttle walk test (test berjalan bolak-balik) hampir sama dengan 6MWT, tetapi disini digunakan signal
audio dari kaset untuk secara langsung menyuruh pasien maju dan mundur tiap jarak 10 meter.
Kecepatan berjalan ditingkatkan setiap menit, dan test dihentikan jika pasien tidak dapat mencapai titik
putaran sesuai waktu yang diperlukan. Keuntungan shuttle walk test dibandingkan 6MWT adalah
korelasinya lebih baik dengan peak oxygen uptake. Kerugian test ini adalah validitas kurang, kurang
digunakan secara luas, dan lebih potensial terjadinya masalah kardiopulmonal saat latihan1-3,6.

Tabel 1. Indikasi 6MWT

Pretreatment and Posttreatment comparisons

- Lung transplatation

- Lung resection

- Lung volume reduction surger

- Pulmonary rehabilitation

- COPD

- Pulmonary Hypertension

- Heart failure

Functional status (single measurement)

- COPD
- Cystic fibrosis

- Heart failure

- Peripheral vascular disease

- Fibromyalgia

- Older patients

Predictor of morbidity and mortality

- Heart failure

- COPD

- Primary pulmonary hypertension

Sumber: Am J Respir Crit Care 2002

KONTRAINDIKASI 6MWT

Menurut pernyataan dari American Thoracic Society (ATS) kontraindikasi absolute test ini adalah: angina
tidak stabil (UAP) dan infark miokardium akut. Kontraindikasi relatif adalah denyut jantung (HR) saat
istirahat lebih dari 120 kali permenit, tekanan darah sistolik lebih dari 180 mmHg, dan diastolik lebih dari
100 mmHg. Pasien dengan kelainan seperti ini harus dirujuk kepada dokter ahli untuk mengawasi test
tersebut. Hasil dari EKG saat istirahat dari 6 bulan sebelumnya harus dievaluasi. Angina exertional yang
stabil bukan merupakan kontraindikasi absolute test ini, namun test dilakukan setelah pasien
mengkonsumsi obat antiangina, dan harus tersedia nitrat untuk keadaan darurat1-4,7-10.

Pasien dengan faktor resiko diatas dikatakan mempunya resiko yang tinggi untuk terjadinya aritmia atau
masalah kardiovaskular selama menjalani test. Kontraindikasi ini telah digunakan oleh para peneliti
berdasarkan keinginan mereka untuk keamanan dan keinginan untuk mencegah kemungkinan buruk
pada penderita saat melakukan 6MWT. Kapan terjadinya resiko tersebut belum diketahui sehingga
resiko—resiko tersebut menjadi relatif.

PROSEDURE KEAMANAN 6MWT

1. Test ini harus dilakukan di lokasi dimana jika terjadi keadaan gawat darurat dapat diberikan respon
pertolongan yang cepat dan tepat (misalnya dalam lorong/aula rumah sakit atau klinik ).
2. Harus tersedia oksigen, nitrat sub lingual, aspirin, dan albuterol (nebulizer). Saluran telepon
hendaknya tersedia untuk melakukan panggilan darurat

3. Petugas pengawas harus telah mendapat sertifikat dalam penangangan gawat darurat jantung paru
setidaknya tingkat Basic Life Support ataupun ACLS.

4. Jika pasien sebelumnya dengan terapi oksigen, maka oksigen tetap harus diberikan sesuai dengan
keadaan penyakitnya.

5. Pengawasan dari dokter umumnya tidak diperlukan, namun dalam kasus tertentu perlu didampingi
oleh dokter sampai test selesai.

Alasan untuk menghentikan test sesegera mungkin adalah sebagai berikut:

- Nyeri dada

- Sesak nafas intolerable

- Cramp otot kaki

- Hoyong atau sempoyongan

- Keringat dingin

- Pucat

Pengawas lapangan harus dilatih untuk mengenali keadaan diatas dan segera memberikan respon yang
tepat jika hal ini muncul. Jika test dihentikan karena salah satu alasan ini, pasien segera didudukkan atau
dibaringkan dan beri poksigen segera. Setelah itu segera lakukan pengukuran tekanan darah, hitung
denyut nadi, ambil saturasi oksigen, dan panggil dokter pengawas1-3.

TEKNIS PELAKSANAAN 6MWT

Lokasi. Test ini hendaknya dilakukan dalam ruangan tertutup (indoor), dilakukan pada koridor yang
panjang, datar dan lurus dengan permukaan yang keras dan jarang dilalui orang. Menurut beberapa
pusat rehabilitasi jantung, test ini dapat dilakukan di ruang terbuka jika cuaca dalam keadaan baik.
Panjang rute jalan setidaknya 30 meter (100 kaki). Tiap 3 meter dari koridor hendaknya diberi tanda.
Titik putaran biasanya ditandai dengan kerucut orange. Titik awal yang menandakan permulaan dan
akhir yang mempunyai jarak 60 meter hendaknya ditandai dengan warna cerah.

Peralatan Penununjang. Beberapa pusat rehabilitasi jantung dinegara maju seperti Amerika dan Eropa
menganjurkan adanya peralatan pendukung dalam pelaksanaan uji latih ini. Diantaranya yang dipandang
sebagai standar adalah:

1. Stopwatch

2. Mechanical lap counter

3. 2 buah pembatas/kerucut untuk menandai titik putar

4. Kursi yang mudah dipindahkan sepanjang rute jalan

5. Worksheet

6. Sumber oksigen

7. Sphygmomanometer

8. Telephone

9. Automated electrical defibrilator

Persiapan pasien. Tidak ada persiapan khusus terhadap pasien yang diperlukan dalam pelaksanaan uji
ini. Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pasien sebelum pelaksanaan uji ini adalah sebagai berikut:

1. Pakaian yang nyaman

2. Sepatu/alas kaki yang sesuai

3. Obat-obatan yang biasa digunakan tetap dikonsumsi

4. Makan ringan pagi atau sore sebelum dilakukan test

5. Pasien tidak melakukan aktifitas berat 2 jam sebelum memulai test

Prosedur Pelaksanaan 6MWT

1. Tidak perlu dilakukan periode warm-up sebelum memulai test

2. Jika perlu dilakukan pengulangan latihan hendaknya dilakukan pada waktu yang sama dengan hari
sebelumnya, untuk mengurangi intraday variability
3. Pasien hendaknya duduk dikursi yang dekat dengan titik awal selama 10 menit. Dilakukan
pemeriksaan apakah ada kontraindikasi, pengukuran denyut nadi dan tekanan darah, pastikan bahwa
pakaian dan sepatu sudah tepat bagi pasien. Lengkapi bagian pertama dari worksheet

Gambar 1. Contoh Worksheet 6MWT

Sumber: Am J Respir Crit care 2002

4. Jika ada pulse oximetry ukur dan rekamlah denyut jantung dan saturasi O2 saat baseline.

5. Suruh pasien berdiri dan hitung keadaan dyspnea dan fatig dengan memakai skala Borg sebelum
memulai latihan

6. Atur penghitung putaran pada posisi nol dan timer untuk 6 menit, dan bergeraklah ke posisi start.

7. Berikan instruksi pada pasien bahwa test ini menilai seberapa jauh pasien dapat berjalan selama 6
menit dan tidak boleh berlari. Pasien dapat memperlambat jalannya, berhenti atau istirahat jika perlu.
Contohkan pada pasien satu putaran.

8. Posisikan pasien pada garis start. Pengawas harus berdiri dekat garis strat selama latihan. Jangan
berjalan bersama pasien. Segera setelah pasien mulai berjalan hidupkan timer.

9. Jangan berbicara kepada siapapun selama test. Perhatikan pasien dan jangan lupa untuk menghitung
putaran yang telah dilalui. Pengawas dapat memberikan dorongan semangat pada pasien tetapi bukan
dorongan untuk mempercepat langkahnya. Beritahu waktu test setiap menit ke 2, 4 dan 6 (berhenti)

10. Post test: Rekam dypsnea dan fatig paska latihan dengan skala Borg

11. Jika memakai pulse oximeter, ukur SpO2 dan jumlah pulse dari oxymeter dan kemudian lepas sensor

12. Catat jumlah putaran dan berapa jauh jarak tempuh yang dicapai

13. Berikan ucapan selamat pada pasien atas usahanya dan tawarkan untuk minum segelas air putih

Tabel 2. Borg Scale


Sumber: Am J Respir Crit Care 2002

FAKTOR VARIABILITAS HASIL 6MWT

Ada banyak faktor yang mempengaruhi hasil 6MWT. Ada faktor yang berasal dari prosedur pelaksanaan
dan ada faktor lain dari luar prosedur pelaksanaan (Tabel 3). Faktor yang berasal dari prosedur
pelaksanaan sendiri harus dikontrol sebisa mungkin. Hal ini dapat dilakukan dengan mengikuti standard
pelaksanaan melalui quality assurance program.

Practice test. Test sebagai ‘latihan’ tidak diperlukan pada kebanyakan keadaan klinis tetapi dapat
dipertimbangkan. Jika dilakukan test sebagai ‘latihan’ , hendaknya dilakukan paling tidak selama 1 jam
sebelum melakukan test kedua. Hasil test yang dilaporkan sebagai data baseline 6MWT adalah test
dengan hasil paling tinggi.

Pelatihan Teknisi. Tehnisi yang melakukan 6MWT harus dilatih memakai protokol standar dan dilakukan
supervisi beberapa kali sebelum mereka dipercaya untuk mlakukan test ini secara mandiri. Mereka juga
harus telah lulus dan berpengalaman dalam melakukan tindakan resusitasi jantung paru.

Tabel 3. Faktor Variabilitas Pada 6MWT (Sumber: Am J Respir crit Care 2002)

Pemberian dorongan/motivasi. Gunakan kata-kata standard untuk memotivasi pasien selama masa test.
Dorongan yang bersifat memberikan semangat yang berlebihan akan membuat pasien mempercepat
jalannya dan dapat menambah jarak tempuh.

Oksigen suplemen. Jika pemberian oksigen dibutuhkan selama test dan direncanakan melakukan serial
test (setelah mendapat terapi diluar oksigen terapi), maka harus diberikan dengan cara yang sama dan
dosis yang sama.

Medikamentosa. Jenis obat-obatan, dosis dan waktu makan obat harus dicatat sebelum dilakukan test.
Beberapa penelitian menunjukkan terjadi peningkatan jarak atau perbaikan skala dispnu, setelah
memakai obat bronkodilator pada penderita COPD, demikian juga pemakaian obat kardiovaskular pada
penderita gagal jantung.
INTERPRETASI HASIL DAN MANFAAT KLINIS 6MWT

Dalam pengalaman klinis sehari-hari, kebanyakan test ini dilakukan sebelum dan sesudah pasien
mendapat pengobatan, untuk menjawab pertanyaan apakah pasien mengalami perbaikan yang
signifikan setelah pengobatan. Dengan kualitas prosedure yang baik diketahui test ini mempunyai angka
reprodubilitas yang baik. Namun sampai saat ini belum diketahui hasil yang bagaimana yang paling baik
untuk menilai respon pengobatan. Apakah perubahan jarak pada 6 MWT ini dalam bentuk nilai absolut,
persentase perubahan atau perubahan persentase nilai prediksi1-3,7-16.

Pada studi oleh Bitter dkk, pasien penyakit jantung yang menjalani program rehabilitasi didapati
peningkatan jarak tempuh 6MWT rata-rata 170 meter (15%). Debock dkk,mendapati pada 25 pasien tua
yang menggunakan ace-inhibitor didapati peningkatan jarak rata-rata 64 meter dibandingkan yang
memakai plasebo.

Belum ada kesepakatan yang menyatakan berapa nilai normal jarak tempuh 6MWT pada populasi sehat.
Miyamoto dkk, menyatakan median 6MWT adalah berkisar 580 meter pada 117 pria sehat dan 500
meter pada 173 wanita sehat. Studi lain menyatakan rata-rata jarak tempuh adalah 630 meter pada 51
dewasa sehat. Perbedaan pada populasi sampel, jenis dan frekuensi motivasi saat latihan , panjang
koridor, jumlah latihan pendahuluan akan menyebabkan perbedaan hasil test. Umur, berat badan, tinggi
badan dan jenis kelamin secara bebas akan mempengaruhi hasil 6MWT pada orang dewasa sehat.
Sehingga faktor faktor ini harus dipertimbangkan ketika melakukan interpretasi hasil pada pengukuran
tunggal yang dibuat untuk menentukan kapasitas fungsional seseorang1-3.

Hasil test yang rendah adalah nonspesifik dan nondiagnostik. Ketika 6MWT hasilnya menurun harus
dilakukan pencarian secara menyeluruh terhadap segala kemungkinan faktor penyebabanya. Test
berikutnya mungkin dapat menolong seperti: fungsi paru, fungsi jantung, ankle-warm index, kekuatan
otot, status gizi, fungsi ortopedi dan fungsi kognitif 1-15.

Peak Oksigen Uptake, Kapasitas Fungsional dan 6MWT

Kapasitas fungsional sering dinyatakan dengan VO2 puncak selama test latihan yang maksimal. Puncak
VO2 merupakan indikator yang kuat dalam menentukan keparahan gagal jantung, dan juga sebagai
prediktor bebas terhadap kematian3. Puncak VO2 yang dinilai selama 6MWT juga menunjukkan
reprodubilitas dan akurasi yang sama ketika dibandingkan dengan test berjalan lain (shuttle walk test).
Rata-rata puncak VO2 lebih tinggi 10-20 % pada latihan maksimal dibandingkan latihan submaksimal.
Pada penderita dengan klinis berat, uji latihan maksimal mungkin kontraindikasi akibat gangguan
kapasitas fungsional yang signifikan. Pada keadaan ini pengukuran puncak ambilan VO2 dari uji latih
submaksimal dapat berguna walaupun nilai prediksi prognosisnya berkurang2,3.
Banyak penelitian mengatakan bahwa 6MWT adalah latihan yang sederhana dan aman. Adanya korelasi
yang kuat jarak tempuh 6MWT dan puncak VO2 ( r=0.56 sampai r=0.88). Faggiano dkk menyatakan,
bahwa lebih dari seperempat partisipan mempunyai VO2 selama 6MWT lebih tinggi dibandingkan batas
anaerobik mereka. Riley dkk menunjukkan VO2 saat 6MWT lebih tinggi dari peak VO2. Dua studi ini
menunjukkan bahwa pada orang dengan gangguan kapasitas fungsional berat, uji latihan submaksimal
dapat merefleksikan seperti yang didapat dari uji latih maksimal 3.

Tabel 4. Manfaat 6MWT pada rehabilitasi Jantung (Sumber: Cardiac rehabilitation 2007)

Nilai Prognostik dari 6MWT

Sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai nilai prognostik dari 6MWT. Test ini mempunyai
aplikasi yang terbaik pada populasi gagal jantung, dimana kapasitas fungsionalnya telah terganggu.
Kebanyakan studi nilai prognosis 6MWT dilakukan pada penderita gagal jantung. Hal ini pertama kali
dilaporkan oleh Bittner dkk pada studi SOLVT (Studies of Left Ventricular Dysfunction), melibatkan 898
partisipan dengan follow up selama 242 hari. Studi ini menunjukan angka mortalitas sebesar 10.23 %
pada penderita yang berjalan kurang dari 350 meter dan 2,99 % pada jarak lebih dari 450 meter saat
6MWT (p<0.01). 6mwt =" (7.57" 6mwt =" (2,11" style="font-weight: bold;">Reliabilitas Hasil 6MWT

Reliabilitas adalah kemampuan untuk mengukur variabel dengan hasil yang sama bila dilakukan
pengulangan. Interclass correlatrion coefficient (ICC) merupakan pengukuran untuk reliabilitas. Bila nilai
ICC lebih dari 0,75 dikatakan adekuat dan bila 0.90 dikatakan excellent. Pada studi oleh Dermers dkk
pada Randomized Evaluation of Startegies for Left Ventricular Dysfunction (RESOLVD) yang merupakan
pilot studi, diukur reliabilitas, validitas dan respon dari 6MWT. Sampel studi ini adalah penderita CHF
NYHA II-IV dengan simptom. Pada studi ini dilakukan pengukuran jarak 6MWT sebanyak tiga kali dan tiap
tiap test diukur dua kali dalam rentang 34 minggu. Dan didapati nilai ICC yang cukup tinggi yaitu 0,85.
Studi lainnya menunjukkan angka ICC berkisar 0,75-0,97 untuk pengulangan 6 MWT.3,5-16

Validitas Hasil 6MWT

Validitas menggambarkan hubungan antara atribut yang diukur dan atribut lain. Sousa dkk mempelajari
manfaat 6MWT pada Chagas disease. Studi mereka menunjukkan adanya korelasi negatif antara jarak
6MWT dan peningkatan level monosit khemoreactan protein (MCR-1) , korelasi negatif antar 6MWT
dengan BNP, dan korelasi positif antara jarak 6 MWT dengan fungsi ejeksi ventrikel kiri (LVEF). Test ini
juga telah dibandingkan dengan test lain misalnya NYHA fungsional class dan pengukuran health related
quality of live (HRQoL). 6MWT mempunyai korelai terbalik antara jarak yang dapat dicapai dengan skala
NYHA (r=-0,45) dan juga dengan dengan MLHFQ (r= -0,39)3,5,12-17

Sensitifitas Hasil 6MWT

Pada RESOLVD studi dikatakan jarak tempuh pada 6MWT akan meningkat pada partisipan yang
mendapatkan candesartan dan enalapril. Juga pada studi RCT dengan perindopril dikatakan terdapat
peningkatan 37, 1 meter dalam waktu 10 minggu. Namun dikatakan bahwa sensitifitas hasil 6MWT
untuk eveluasi efektifitas pengobatan tidaklah meyakinkan.2,3,16,17

Peresepan latihan

Hasil yang didapat dari 6MWT ini juga dapat menuntut kita meresepkan jenis latihan awal yang akan
dilakukan pasien. Hasil test ini akan kita pakai dengan persamaan menurut American College of Sports
Medicine (ACSM) Walking Equation. Dikatakan bahwa sekurangnya dibutuhkan 0,1 ml oksigen untuk
memindahkan 1 kg massa tubuh pada bidang datar setiap meternya (0,1ml/kgBB/menit). Persamaan ini
paling akurat jika kecepatannya 50-100 m/menit (1,9 mph-3,7 mph). Di bawah ini dilampirkan satu
contoh perhitungan bagaimana melakukan konversi jarak yang didapat dari hasil 6MWT menjadi nilai
MET (Metabolic equivalent) dan walking speed. Nilai METs dan walking speed digunakan untuk
menyesuaikan kebutuhan latihan dan mengetahui kapasitas fungsional penderita.2,3,17

Tabel 5. Contoh konversi hasil 6MWT terhadap kebutuhan latihan

(Sumber: Cardiac Rehabilitation 2007)

Kesimpulan

1. 6MWT adalah pengukuran sederhana dan submaksimal yang berguna untuk menilai kapasitas
fungsional pada penderita dengan gangguan jantung . Test ini telah dipakai secara luas sebagai uji latih
jantung yang bertujuan melengkapi uji latih yang maksimal dan bukan sebagai pengganti.

2. Prosedur pelaksanaan 6MWT dapat mempengaruhi hasil, sehingga hal ini harus diminimalkan dengan
pelaksanaan yang sesuai quality assurance

3. Faktor lain seperti umur, jenis kelamin, berat badan juga harus diperhitungkan dalam melakukan
interpretasi hasil.
4. Hasil dari 6MWT ini dapat dipakai untuk menentukan beban latihan yang dapat diberikan pada pasien
dengan melakukan konvsersi hasil ke dalam Metabolic Equivalent (MET).

DAFTAR PUSTAKA

1. Bitter V. Role of the 6-Minute Walk Test in Cardiac Rehabilitation. Humana Press,Totowa New Jersey
2007: 131-139

2. Crapo RO, Casaburi R, Coates AL et al. ATS Statement: Guidelines for Six-Minute Walk Test. Am J
Respir Crit Care Med 2002; 166: 111-117

3. Du HY, Newton PJ, Salamonson Y et al. A review of the six-minute walk test: Its implication as a self-
administered assessment tool. Eur Jour of Cardiovascular Nursing 2009; 8: 2–8

4. Balady GJ,Ades PA, Comos P et al. Core Components of Cardiac Rehabilitation/secondary Prevention
Programs. Circulation 2000; 102: 1069-1073

5. Demers C, McKelvie R, Negassa A et al. Reliability, validity, and responsiveness of the six-minute walk
test in patients with heart failure. Am Heart J 2001; 142: 698-703

6. Morales FJ, Montemayor T, Martinez A. Shuttle versus six-minute walk test in the prediction of
outcome in chronic heart failure. International Journal Cardiology 2000; 76: 101-105

7. Tibb AS, Ennezat PV, Chen Ja et al. Diabetes lower aerobic capacity in heart failure. J Am Coll Cardiol
2005; 46: 930-931

8. Kervio G, Ville NS, Leclercq C et al. Intensity and Daily Reliability of the Six-Minute Walk Test in
Moderate Chronic Heart Failure Patients. Arch Phys Med Rehabil 2004; 85:1513-1518

9. Alahdab MT, Mansour IN, Napan S et al. Six Minute Walk Test Predicts Long-Term All-Cause Mortality
and Heart Failure Rehospitalization in African-American Patients Hospitalized With Acute
Decompensated Heart Failure. J Card Fail 2009 ;15:130-135

10. Roul G, Germain P, Bareiss P. Does the 6-minute walk test predict the prognosis in patients with
NYHA class II or III chronic heart failure?. Am Heart J 1998; 449-457

11. Gayda M, Temfemo A, Choquet D et al. Cardiorespiratory Requirements and Reproducibilityof the
Six-Minute Walk Test in Elderly Patients With Coronary Artery Disease. Arch Phys Med Rehabil 2004; 85:
1538-1543

12. Morante F, Güell R, Mayos M. Efficacy of the 6-Minute Walk Test in Evaluating Ambulatory Oxygen.
Therapy Arch Bronconeumol 2005; 41(11):596-600
13. Frankenstein L, Zugck C ,Nelles M et al . Sex-specific Predictive Power of 6-Minute Walk Test in
Chronic Heart Failure Is Not Enhanced Using Percent Achieved of Published Reference Equations. J Heart
Lung Transplant 2008; 427-434

14. Wu G, Sanderson B, Bittner V. The 6-minute walk test: How important is the

learning effect? Am Heart J 2003; 146 :129-133

15. Radke KJ, King KB, Blair ML et al. Hormonal responses to the 6-minute walk test in women and men
with coronary heart disease: A pilot study. J Heart Lung Transplant 2005; 34: 126-135

16. Balashov K, Feldman DE, Savard S et al.Percent Predicted Value for the 6-Minute Walk Test: Using
Norm-Referenced Equations to Characterize Severity in Persons With CHF. J Card Fail 2008; 14: 75-81

17. Myers J. Principles of exercise prescription for patients with chronic heart failure. Heart Fail Rev
2008; 13:61–68

Kelakar Medan di 00.27

3 komentar:

AnonimJanuari 11, 2011

Dok, tabel-tabelnya tdk ada tampilannya..Bolehkah saya mendptkan file lengkapnya beserta tabelnya
jg?? Tolong kirim via email ya dok, ke drbamz@ymail.com

sebelumnya terimakasih atas infonya yg sgt menarik & bermanfaat....

Balas

AnonimFebruari 27, 2011

dok,bolehkah saya mendapatkan acuan nilai vo2maks 6MWT? tolong kirim via email ya dok, ke
narotama00@yahoo.com

Balas

AnonimJanuari 18, 2017


dok boleh minta file salinannya ?minta tolong kirim email dok diahajeng638@gmail.com

Balas

Beranda

Lihat versi web

MENGENAI SAYA

Foto saya

Kelakar Medan

Lihat profil lengkapku

Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai