Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KEPERAWATAN JIWA II

“Asuhan Keperawatan Hiperaktivitas”

Dosen Pembimbing :

Dr.Ns. Wahyu Kirana M.Kep. Sp.jiwa

Disusun Oleh:

Iva Anggreini Putri (821181006)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) YARSI PONTIANAK

TAHUN AJARAN

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah tentang “Asuhan Keperawatan Hiperaktivitas”
dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam penyusunan makalah ini mungkin ada hambatan,
namun berkat bantuan serta dukungan dari teman-teman dan bimbingan dari dosen
pembimbing. Sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Dengan adanya
makalah ini, diharapkan dapat membantu proses pembelajaran dan dapat menambah
pengetahuan bagi para pembaca. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak,
atas bantuan serta dukungan dan doa nya.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca makalah ini dan
dapat mengetahui tentang profesi keperawatan. Saya mohon maaf apabila makalah ini
mempunyai banyak kekurangan, karena keterbatasan penulis yang masih dalam tahap
pembelajaran. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun, sangat
diharapkan dalam pembuatan makalah selanjutnya. Semoga makalah sederhana ini bermanfaat
bagi pembaca.

Balai Karangan, 21 November 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................I
DAFTAR ISI.............................................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4
A. Latar Belakang.................................................................................................................4
B. Tujuan..............................................................................................................................5
C. Metode Penulisan.............................................................................................................5
D. Ruang Lingkup Penulisan...............................................................................................5
E. Sistematika Penulisan......................................................................................................5
BAB II TINJAUAN TEORI.....................................................................................................8
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan...........................................................................8
B. Proses Terjadinya Masalah...........................................................................................9
C. Penatalaksanaan Medis..............................................................................................16
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN..................................................................................18
A. Pengkajian......................................................................................................................18
B. Diagnosa Keperawatan...................................................................................................20
C. Perencanaan Keperawatan.............................................................................................20
BAB IV PENUTUP.................................................................................................................22
A. Kesimpulan....................................................................................................................22
B. Saran...............................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................22
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) atau ADHD
adalah suatu kondisi media yang ditandai atau gejala seperti gangguan perhatian atau
ketidakmampuan memusatkan perhatian (Perhatian mudah beralih, tidak mandiri,
bosanan), hiperaktif dan atau impulsif (ketidakmampuan mengontrol diri, tidak tahu
aturan, agresif, suka merebut barang orang lain, tidak sabar menunggu) (Widyastuti,
Ana,. 2019, hal.281).
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif ditandai dengan rentang
perhatian yang buruk disertai dengan hiperaktivitas dan impulsivitas, yang tidak
sesuai dengan perkembangan usia anak. Untuk memenuhi kriteria diagnostik,
gangguan ini harus ada selama 6 bulan. Gangguan ini menyebabkan fungsi akademik
dan sosial terganggu. Gangguan ini bisa dialami anak sejak usia bayi. Usia pertama
kali diperoleh gangguan ini paling sering pada anak berusia 3 tahun. Sementara
seorang anak memiliki usia “golden age periode” pada usia 0-3 tahun (Dinkes, 2018).
Berdsarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Pada tahun 2018 di Indonesia
prevalensi gangguan mental emosional reamaja usia di atas 15 tahun meningkat dari
14 juta orang sampai 18 juta orang atau 9,13% dari jumlah penduduk indonesia.
Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif merupakan kasus psikiatrik
anak yang terbanyak dalam masyakarat yang dapat terlihat di sekolah-sekolah.
Demikian banyaknya kasus, tapi tidak tertangani dengan baik sehingga hasil prestasi
anak kurang optimal. Kesadaran yang optimal dari orangtua, guru dan oang-orang
dewasa yang hidup dengan lingkungan anak GPPH sangat diperlukan. Penanganan
kasus GPPH secara terpadu dan menyeluruh dapat memperbaiki kondisi anak GPPH
sehingga anak mampu berprestasi dan mencapai cita-cita serta dapat berkarier dengan
baik di masa depannya nanti (Dinkes, 2018).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa/i mampu menjelaskan tentang Konsep Asuhan Keperawatan
Hiperaktivitas.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa/i mampu menjelaskan tentang Pengertian Hiperaktivitas.
b. Mahasiswa/i mampu menjelaskan tentang proses terjadinya masalah
Hiperaktivitas.
c. Mahasiswa/i mampu menjelaskan tentang penaktalaksana medis pasien
Ihiperaktivitas.
d. Mahasiswa/i mampu menjelaskan tentang asuhan keperawatan Hiperaktivitas.
C. Metode Penelitian
Dalam penulisan makalah ini, kelompok menggunakan metode deskriptif yaitu
dengan penjabaran masalah-masalah yang ada dengan menggunakan studi
keperpustakaan yang ada di perpustakaan, jurnal edisi online maupun edisi cetak, dan
artikel ilmiah yang bersumber dari internet.
D. Ruang Lingkup Penulisan
Untuk memperjelas masalah yang akan dibahas dan agar tidak terjadi
pembahasan yang meluas atau menyimpang,maka perlu kiranya dibuat suatu batasan
masalah. Adapun ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan
makalah ini, Ruang lingkup yang dibahas dalam makalah ini mengenai:
1. Untuk mengetahui dan memahami tentang Hiperaktivitas
2. Untuk mengetahui dan memahami tentang proses terjadinya masalah
3. Untuk mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan Hiperaktivitas.
E. Sistematika Penulisan
Dalam makalah ini dipergunakan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan
Bab ini berisi tentang Latar belakang, Tujuan umum dan tujuan khusus, Ruang
lingkup, Metode penulisan, serta Sistematika penulisan yang digunakan
BAB II : Tinjauan Teori
Bab ini berisi tentang Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Hiperaktivitas, Proses
terjadinya maasalah , Asuhan Keperaawatan Teoritis, Penaatalaksana medis.
BAB III : Aplikasi Kasus
Bab ini berisi tentang Asuhan Keperawatan Kasus pasien dengan Hiperaktivitas dan
Strategi Pelaksaanaan Komunikasi (Role Play)
BAB IV : Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran dari makalah yang kelompok kerjakan.
F.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengertian
Hiperaktivitas termasuk salah satu bentuk gangguan pemusatan perhatian
(dengan ataupun tanpa hiperaktivitas), yang dalam bahasa inggris disebut Attention
Deficit Whit or Without Hiperactivity Disorder (ADHD). Gangguan pemutusan
perhatian dan hiperaktivitas mencakup tiga aspek yaitu gangguan yang berupa sulit
memusatkan perhatian, hiperaktivitas dan impulsif (Apriadji, 2007, hal.50).
Istilah GPPH dalam bahasa inggris yaitu ADHD (Attention Deficit and
Hyperactivity Disorder). Kadang istilah GPPH sering disebut juga dengan ADD-H,
orang awam sering menyebutnya Hiperaktif saja. GPPH merupakan perilaku yang
berkembang secara tidak sempurna dan timbul pada ank-anak dan orang dewasa.
Perilaku yang dimaksud berupa kekurangmampuan dalam hal menaruh perhatian,
pengontrolan gerak hati serta pengendalian motor. Keadaan yang demikian
menjadi masalah bagi anak-anak (penderita) terutama dalam memusatkan perhatian
terhadap pelajar sehingga akan menimbulkan kesukaran di dalam kelas (Marlina,
2008 hal.1).
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) atau ADHD
adalah suatu kondisi media yang ditandai atau gejala seperti gangguan perhatian
atau ketidakmampuan memusatkan perhatian (Perhatian mudah beralih, tidak
mandiri, bosanan), hiperaktif dan atau impulsif (ketidakmampuan mengontrol diri,
tidak tahu aturan, agresif, suka merebut barang orang lain, tidak sabar menunggu)
(Widyastuti, Ana,. 2019, hal.281).
Anak Hiperaktif adalah anak yang mengalami Gangguan Pemusatan Perhatian
dengan Hiperaktivitas (GPPH) atau Attention Deficit and Hyperactivity Disorder
(ADHD) Kondisi ini juga disebut sebagai Hiperkinetik (Fadhli, Aulia,. 2010,
hal.39).
Menurut Townsend, Mary & Morgan, Karyn,. (2018, hal.26), Attention Deficit
and Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah kurangnya perhatian dan atau
hiperaktif impulsif yang mengganggu fungsi atau perkembangan.
Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan gangguan
perilaku yang ditandai oleh rentang perhatian yang buruk dan tidak sesuai dengan
perkembangan atau ciri hiperaktivitas dan impulsif atau keduanya yang tidak
sesuai dengan usia (Kaplan & Sandock, 2007 dalam Yusuf, Ah dkk,. 2015,
hal.184). ADHD adalah gangguan yang terjadi mulai sejak masa kanak-kanak,
biasanya baru terdeteksi saat usia 7 tahun atau ketika mulai masuk taman bermain
(playgroup) dan taman kanak-kanak. Menurut (Yusuf, Ah dkk,. 2015, hal.184)
ADHD memiliki tiga ciri utama yaitu:
a. Tidak mampu memusatkan perhatian
b. Kesulitan mengendalikan impuls
c. Hiperaktivitas
2. Proses Terjadinya Masalah
a. Faktor Predisposisi (Penyebab)
1) Faktor Genetik
Didapatkan korelasi yang tinggi dari hiperaktif yang terjadi pada
keluarga dengan anak hiperaktif. Kurang lebih sekitar 25-35% dari orang
tua dan saudara yang hiperaktif akan menurun pada anak, hal ini juga
terlihat pada anak kembar (Fadhli, Aulia,. 2010, hal.46).
2) Faktor Neurologik
Insiden hiperaktif yang lebih tinggi didapatkan pada bayi yang
lahir dengan masalah-masalah prenatal seperti lamanya proses
persalinan, distress fetal, persalinan dengan cara ekstraksi forcep,
toksimia gravidarum atau eklamsia dibandingkan dengan kehamilan dan
persalinan normal. Disamping itu, faktor-faktor seperti bayi yang lahir
dengan berat badan rendah, ibu yang terlalu muda, ibu yang merokok
dan minum alkohol juga meninggikan insiden hiperaktif dan
perkembangan otak menjadi lambat (Thomson, June,. 2003, hal.89).
3) Faktor Toksik
Beberapa zat makanan seperti silisilat dan bahan-bahan pengawet
memiliki potensi untuk membentuk perilaku hiperaktif pada anak, karna
kadar timah lead dalam serum darah anak akan meningkat. Di samping
itu ibu yang merokok dan mengkonsumsi alkohol, terkena sinar X pada
saat hamil, juga dapat melahirkan calon anak hiperaktif (Fadhli, Aulia,.
2010, hal.46).
b. Faktor Presipitasi
1) Faktor Psikososial dan Lingkungan
Pada anak hiperaktif sering ditemukan hubungan yang dianggap
keliru antara orangtua dengan anaknya atau kondisi lingkungan ibu
yang buruk bisa menjadi pemicu anak dengan hiperaktif (Thomson,
June,. 2003, hal.89).
c. Penilaian terhadap stressor
Penilaian terhadap stresor menentukan arti dan pemahaman individu
terhadap dampak stresor dalam kelhidupannya. Penilaian terhadap stresor
merupakan evalusi terhadap situasi tertentu yang berhubungan dengan
kehidupan klien. Penilaian terhadap stresor meliputi lima bagian yaitu respon
kognitif, respon afektif, respon fisiologis, respon perilaku dan respon sosial
(Stuart, 2009) dalam (Ricky, Keliat & Daulima,. 2014, hal.152).
1) Respon kognitif
merupakan bagian terpenting dari model ini. Faktor kognitif sangat
mempengaruhi bentuk adaptasi yang akan muncul pada klien. Respon
kognitif terhadap stresor dapat berupa kehilangan, ancaman ataupun
kesempatan. Individu yang mempersepsikan stresor sebagai kesempatan
memiliki kemampuan untuk bertahan dalam menghadapi stresor.
2) Respon afektif
merupakan respon yang terlihat pada perasaan seseorang. Respon
individu terhadap stresor dapat bermacam-macam seperti senang, sedih,
marah, ketakutan, sikap menerima, sikap tidak percaya, ataupun melakukan
antisipasi.
3) Respon emosi
dijabarkan sesuai karakteristiknya seperti jenis, durasi, dan
intensitasnya. Stuart (2009) dalam (Ricky, Keliat & Daulima,. 2014,
hal.152), menuliskan bahwa individu yang memiliki daya tilik yang baik,
optimis dan meiliki pemikiran yang positif dalam menghadapi stresor akan
mampu mempertahankan perasaannya dan mencapai hidup yang lebih lama.
4) Respon perilaku
merupakan suatu reflek dari respon emosi dan perubahan fisiologis
sebagai suatu kemampuan analisis kognitif dalam menghadapi situasi yang
stressful. Respon perilaku yang dapat ditampilkan oleh individu dalam
menghadapi stesor terlihat dalam empat fase yaitu menghindar, mengubah
situasi atau lingkungan, timbulnya emosi yang kurang menyenangkan dan
penyesuaian perilaku terhadap kejadian atau stresor.
5) Respon sosial
yang ditampilkan saat individu menghadapi stresor yaitu mencari arti,
social attribution dan membandingkan. Saat klien mencari arti, klien akan
mencari informasi terkait dengan masalah yang dihadapinya sehingga klien
menemukan mekanisme kopingnya yang sesuai dengan masalah yang
dihadapinya. Social attribution berati individu mencari informasi tentang
faktor-faktor yang berhubungan dengan situasi tersebut. Individu yang
merasa bahwa dia tidak mampu mengatasi masalah yang dihadapinya akan
menilai bahwa masalah tersebut menyebabkan kegagalan, menyalahkan
dirinya dan pada akhirnya menarik diri dari hubungan sosial. Klien juga
dapat membandingkan apa yang dilakukan oleh orang lain pada situasi yang
sama dengan yang dihadapinya. Hal ini membutuhkan adanya hubungan
interpersonal dengan orang lain.
d. Sumber Koping
Pada anak dengan hiperaktif dari sudut pandang psikologis dan emosi
pada intinya yaitu ketidakseimbangan antara tuntutan lingkungan dan sumber
koping (Agusniatih & Monepa, 2019, hal.53). Peran keluarga sangat
dibutuhkan untuk fokus menerapkan rutinitas di rumah. Ini tidak hanya
menghilangkan stress pada anak, tetapi juga dapat mengurangi perilaku buruk
yang timbul karena stress. Semakin sedikit stres semakin sukses; dan semakin
sukses semakin banyak pujian yang diterima anak. Ini dapat meningkatkan rasa
harga diri anak dan mempersiapkan kesuksesan yang lebih besarr di masa
depannya (Santosa, Zen,. 2019 hal.90).
e. Mekanisme Koping
Anak dengan hiperaktivitas sulit untuk mengontrol emosi. Kebanyakan
anak dengan gangguan psikologis terkait dengan pemutusan perhatian dukungan
dari keluarga sangat diperlukan. Sebagai keluarga dapat membantu anak
mengenali pola reaksinya yang tidak efektif. Pendekatan yang menggabungkan
pengarahan dan pendidikan dengan kesempatan mendiskusikan depresi, isolasi
sosial dan amarah. Dukungan ini dapat mengatasi masalah emosional dan
perilaku anak (Behrman, dkk,. 1996, hal.96).
f. Rentang Respon (Adaptif-Maladaptif)
Menurut (Stuart Sundeen) dalam Azizah, dkk,. (2016. Hal.258), rentang
respons klien ditinjau dan interaksinya dengan lingkungan sosial merupakan
suatu kontinum yang terbentang antara respons adaptif dengan maladaptip
sebagai berikut:

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Solitude Aloneless Curiga

Otonomi Depedensi Manipulasi

Bekerjasama Menarik Diri Impulsif

Interdependen Narkisisme

Terdapat dua respon yang dapat terjadi pada hiperaktivitas, yakni:

a. Respons Adaptif
Merupakan suatu respons yang masih dapat diterima oleh norma-
norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku dengan kata lain
individu tersebut masih dalam batas normal ketika menyelesaikan
masalah.
1) Menyendiri (solitude)
Merupakan respons yang dibutuh seseorang untuk merenungkan
apa yang telah terjadi di lingkungan sosialnya (instropeksi).
2) Otonomi
Merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.
3) Bekerja sama
Merupakan kemampuan individu yang saling membutuhkan satu
sama lain serta mampu untuk memberi dan menerima.
4) Interdependen
Merupakan saling ketergantungan antara individu dengan orang
lain dalam membina hubungan interpersonal.
b. Respon Maladaptif
Merupakan suatu respons yang menyimpang dari norma sosial dan
kehidupan disuatu tempat, perilaku respons maladaptif, yakni meliputi:
1) Menarik diri
Merupakan keadaan dimana seseorang yang mengalami kesulitan
dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
2) Ketergantungan
Merupakan keadaan dimana seseorang gagal mengembangkan rasa
percaya dirinya sehingga tergantung dengan orang lain.
3) Manipulasi
Merupakan hubungan sosial yang terdapat pada individu yang
menganggap orang lain sebagai objek dan berorientasi pada diri sendiri
atau pada tujuan, bukan berorientasi pada orang lain. Individu tidak
dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
4) Curiga
Merupakan keadaan dimana seseorang gagal mengembangkan rasa
percaya diri terhadap orang lain.
5) Impulsif
Keidakmampuan merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari
pengalaman, tidak dapat diandalkan, mmpunyai penilaian yang buruk
dan cenderung memaksakan kehendak.
6) Narkisisme
Harga diri yang rapuh, secara terus menerus berusaha mendapatkan
penghargaan dan pujian, memiliki sikap egosentris, pence,buru dan
marah jika orang lain tidak mendukung.
3. Penatalaksanaan Medis
Berikut ini penatalaksanaan medis menurut (Susanto, Bayu & Sengkey,
Lidwina,. 2016, hal. 161-164).
a) Terapi okupasi
Terapi okupasi terdiri dari terapi relaksasi, terapi perilaku kognitif
(cognitive behavior therapy), terapi sensori integrasi, terapi snoezellen, dan
terapi musik.
1) Terapi relaksasi adalah terapi yang menggunakan kekuatan pikiran
dan tubuh untuk mencapai suatu perasaan rileks. Terapi relaksasi
bertujuan untuk dapat mengontrol ansietas, stres, ketakutan dan
ketegangan, memperbaiki konsentrasi, meningkatkan kontrol diri,
meningkatkan harga diri dan kepercayaan diri, sertameningkatkan
kreativitas.
2) Terapi perilaku kognitif bertujuan untuk mengubah perilaku seseorang
dengan mengubah pemikiran dan persepsi terutama pola berpikirnya.
Terapi perilaku berfokus untuk mengurangi respon kebiasaan (seperti
marah, takut, dan sebagainya) dengan cara mengenal situasi atau
stimulus.
Terapi ini melatih kemampuan berpikir, menggunakan pendapat dan
membuat keputusan, dengan fokus memperbaiki defisit memori,
konsentrasi dan atensi, persepsi, proses belajar, membuat rencana,
serta pertimbangan. Pada anak-anak, terapi ini memerlukan dukungan
penuh dari orang tua atau anggota keluarga lain. Intervensi pada terapi
ini juga harus menarik seperti menggunakan media gambar kartun,
role play, menggunakan bahasa menarik sesuai usianya, media latihan
yang menyenangkan dan penuh warna. Bentuk lain dari intervensi ini
dapat juga berupa metode self recording.
3) Terapi sensori integrasi bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
proses sensoris dengan cara:
a) Mengembangkan modulasi sensoris yang berhubungan dengan
atensi dan kontrol perilaku
b) Mengintegrasikan informasi sensoris untuk membentuk skema
persepsi baik sebagai dasar ketrampilan akademis, interaksi sosial
dan kemandirian fungsional.
c) Fokus terapi diarahkan untuk memunculkan motivasi intrinsik anak
untuk bermain interaktif dan bermakna
4) Terapi sensori integrasi memberikan stimulasi sensori dan interaksi
fisik untuk dapat meningkatkan integrasi sensori dan peningkatan
kemampuan belajar dan perilaku. Terapi ini merupakan terapi
modalitas yang kompleks dan memerlukanpartisipasi aktif pasien dan
bersifat individual melalui aktivitas yang bertujuan melibatkan
stimulasi sensorik untuk perbaikan organisasi dan proses neurologis.
5) Terapi snoezellen dilakukan untuk memengaruhi sistem saraf pusat
melalui pemberian rangsangan yang cukup pada sistem sensori primer
(penglihatan, pendengaran, peraba, perasa lidah, penciuman) dan juga
pada sistem sensori internal (vestibular dan proprioseptif). Dalam
bahasa Belanda kata snoezellen merupakan gabungan dari 2 kata,
yaitu:“snufflen” yang berarti eksplorasi aktif dan “doezelen” yang
berarti relaksasi atau pasif.
Tujuan terapi snoezellen pada anak ADHD ialah:
a) Anak mampu konsentrasi dan atensi terhadap satu
stimulus
b) Anak mampu rileks secara psikis sehingga mengurangi
perilaku impulsif
c) Anak mampu memberikan reaksi yang tepat terhadap
lingkungan
d) Anak mampu melakukan kontak dengan orang lain
e) Anak punya rasa percaya diri
f) Anak mampu mengeksplorasi lingkungan
g) Anak mampu rileks secara fisik yang ditandai dengan
penurunan muscle tension
b) Terapi psikologi
Psikoterapi yang diberikan pada penderita ADHD termasuk dalam
pelatihan kepada orang tua untuk memperbaiki lingkungan di sekitar rumah dan
sekolah. Terdapat berbagai pendekatan psikoterapi yang dapat dilakukan oleh
seorang psikolog; penggunaannya tergantung kepada pasien dan simptomnya
yang meliputi support groups, parent training, dan social skills training.
Memperbaiki lingkungan di sekitar rumah dan sekolah dapat memperbaiki
perilaku anak dengan ADHD, namun kendalanya ialah orang tua dari anak
ADHD memperlihatkan kekurangan yang sama terhadap diri mereka sendiri,
sehingga mereka tidak dapat cukup membantu anaknya dengan kesulitannya.
Intervensi pendidikan yang berbeda untuk orang tua disebut sebagai
parent management training. Teknik ini meliputi operant conditioning yaitu
sebuah aplikasi rewards untuk suatu perilaku yang baik dan hukuman untuk
perilaku yang buruk. Manajemen di dalam kelas (edukasi kepada guru)
dilakukan sama dengan parent management training yaitu guru diajari tentang
ADHD dan teknik untuk memperbaiki perilaku yang diaplikasikandi ruangan
kelas. Strategi yang digunakan meliputi peningkatan penyusunan aktivitas di
kelas atau daily feedback.
c) Terapi sosial medik
Penanganan ADHD dalam peran sosial medik difokuskan pada bantuan
perorangan dan keluarga yang kesulitan dalam penyesuaian diri dan pelaksanaan
fungsi-fungsi sosial diakibatkan oleh kondisi-kondisi yang disfungsi. Terapi ini
berkaitan dengan usaha untuk menjangkau dan memanfaatkan sumber dalam
pemecahan masalah social dengan tujuan pelayanan untuk sosialisasi dan
pengembangan, penyembuhan, pemberian bantuan, rehabilitasi dan perlindungan
sosial, serta pemberian informasi dan nasehat
d) Terapi perilaku
Strategi spesifik yang dapat dilakukan untuk terapi perilaku ini ialah:
1) Reward system (anak diberikan ‘hadiah’ bila dapat menyelesaikan tugas
atau berperilaku baik).
2) Time out (misal: anak yang memukul adiknya dihukum duduk di pojok
ruangan selama 5 menit).
3) Response cost (misal: anak dilarang nonton TV bila tidak menyelesaikan
PR).
4) Token economy (anak mendapatkan ‘bintang’ bila menyelesaikan tugas
dan kehilangan ‘bintang’ bila berjalan-jalan di kelas. Jumlah bintang
menentukan reward yang diterima).Penting pula ditekankan bahwa
dukungan orang tua sangat menentukan suksesnya terapi sehingga terapi
perilaku ini disertai dengan edukasi dan pelatihan pasien serta
keluarganya.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dalam proses keperawatan. Kemampuan
mengidentifikasi masalah keperawatan yang terjadi pada tahap ini akan
menentukan diagnosa keperawatann (Rohmah & Walid, 2013 hal.25)
Menurut (Videbeck, 2008, hal.205) pengkajian anak yang mengalami
Attention Deficyt Hiperactivity Disorder (ADHD) antara lain:
Pengkajian riwayat penyakit
a. Orang tua mungkin melaporkan bahwa anaknya dan mengalami masalah
saat bayi atau perilaku hiperaktif hilang tanpa disadari sampai anak berusia
todler atau masuk sekolah atau penitipan anak.
b. Anak mungkin mengalami kesulitan dalam semua bidang kehidupan yang
utama, seperti sekolah atau bermain dan menunjukkan perilaku yang
berlebihan atau bahkan perilaku yang berbahaya di rumah.
c. Berada diluar kendali dan mereka merasa tidak mungkin mampu
menghadapi perilaku anak.
d. Orang tua mungkin melaporkan berbagai usaha mereka untuk
mendisplinkan anak atau mengubah perilaku anak dans emua sebagian
besar tidak berhasil.
Penampilan umum dan perilaku motorik
a) Anak tidak dapat duduk tenang di kursi dan mengeliat serta bergoyang-
goyang saat mencoba melakukan
b) Anak mungkin lari berita ruangan dari satu benda ke benda lain dengan
sedikit tujuan atau tanpa tujuan yang jelas.
c) Kemampuan anak untuk tidak berbicara, tetapi ia tidak dapat melakukan
percakapan, ia menyela, menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan berakhir
dan gagal memberikan perhatian pada apa yang telah dikatakan.
d) Percakapan anak berkembang secara tiba-tiba dari satu topik ke topik yang
lain. Anak dapat tampak imatur atau terlambat tahap perkembangannya

Mood dan Afek


a) Mood anak mungkin labil, bahkan sampai marah-marah atau temper
tantrum.
b) Ansietas, frustasi dan agitasi adalah hal biasa.
c) Anak tampak terdorng untuk terus bergerak atau berbicara dan tampak
memiliki sedikit kontrol terhadap perilaku tersebut.
d) Usaha untuk memfokuskan perhatian anak dapat menimbulkan
perlawanan dan kemarahan

Proses dan isi pikir

Secara umum tidak ada gangguan pada area ini meskipun itu sulit untuk mengkaji
anak berdasarkan tingkat aktivitas anak dan usia atau tahap perkembangan.

Sensorium dan proses intelektual

a) anak waspada dan terorientasi, dan tidak ada perubahan sensori atau
persepsi seperti halusinasi.
b) Kemampuan anak untuk memberikan perhatian atau konsentrasi
tergangguan secara nyata.
c) Rentang perhatian anak adalah 2 atau 3 detik pada ADHD yang berat 2
atau 3 menit pada bentuk gangguan yang lebih ringan.
d) Mungkin sulit untuk mengkaji memori anak, ia sering kali menjawab,
saya tidak tahu, karena ia tidak dapat memberi perhatian pada pertanyaan
atau tidak dapat berhenti menjawab sesuati.
e) Anak yang mengalami ADHD sangat mudah terdistraksi dan jarang yang
mampu menyelesaikan tugas

Penilaian dan daya tilik diri

a) Anak yang mengalami ADHD biasanya menunjukkan perkiraan yang buruk


dan sering kali tidak berpikir sebelum bertindak
b) Mereka mungkin gagal merasakan bahaya dan melakukan tindakan
impulsif, seperti berlari ke jalan atau situs dari tempat yang tinggi.
c) Meskipun sulit untuk mengkaji biaya dan daya tilik pada anak kecil.
d) Anak yang mengalami ADHD menunjukkan kurang mampu menilai jika
dibandingkan dengan anak seusianya.
e) Sebagian besar anak kecil yang mengalami ADHD tidak menyadari bahwa
perilaku mereka berbeda dari perilaku orang lain.
f) Anak yang lebih besar mungkin mengatakan, "tidak ada yang menyukaiku
di sekolah", tetapi mereka tidak dapat menghubungkan kurang teman
dengan perilaku mereka sendiri.

Konsep diri

a) Hal ini mungkin sulit dikaji pada anak yang masih kecil, tetapis umum
harga diri anak yang mengalami ADHD adalah rendah.
b) Karena mereka tidak berhasil di sekolah, tidak dapat mempunyai banyak
teman, dan mengalami masalah dalam tugas di rumah, mereka biasanya
merasa bahwa mereka merasa diri mereka buruk.
c) Reaksi negatif orang lain yangmuncul karena perilaku mereka sendiri
sebagai orang yang buruk dan bodoh

Peran dan hubungan

a) Anak biasanya tidak berhasil disekolah, baik secara akademik maupun


sosial. Sebuah.
b) Anak sering kali mengganggu dan mengacau di rumah, yang
menyebabkan perselisihan dengan saudara kandung dan orang tua.
c) Orang tua sering menyakini bahwa anaknya sengaja dan keras kepala dan
berperilaku buruk dengan maksud tertentu sampai anak yang didiagnosis
dan diterapi.
d) Secara umum tindakan untuk mendisiplinkan anak yang percaya yang
terbatas pada beberapa kasus, anak menjadi tidak terkontrol secara fisik,
bahkan memukul orang tua atau merusak barang-barang pemilik keluarga.
e) Orang tua merasa letih yang baik secara mental maupun fisik.
f) Guru serungkali merasa frustasi yang sama seperti orang tua dan pengasuh
atau babysister mungkin menolak untuk mengasuh anak yang mengalami
ADHD yang menyatakan penolakan anak.

Pertimbangan fisiologis dan perawatan diri

Anak yang mengalami ADHD mungkin kurus jika mereka tidak


meluangkan waktu untuk makan secara tepat atau mereka tidak dapat duduk
selama makan. Masalah penenangan untuk tidur dan kesulitan tidur juga
merupakan masalah yang terjadi. Jika anak melakukan perilaku ceroboh atau
berisiko, mungkin juga ada riwayat cedera fisik.

2. Diagnosa Keperawatan
a) Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan perubahan proses pikir.
b) Resiko cedera hubungan dengan impulsivitas, ketidakmampuan bahaya.
c) Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas dan hiperaktif
d) Harga diri rendah berhubungan dengan sistem keluarga yang tidak
berfungsi koping idividu tidak efektif.
e) Ketidakefektifan koping individu yang berhubungan dengan kelainan fungsi
sistem keluarga dan perkembangan ego yang terlambat, serta penganiayaan
dan penelantaran anak.
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


1. Kerusakan Interaksi Tujuan: 1. Anjurkan klien 1. Membangun
Sosial berhubungan Setelah dilakukan dalam membangun hubungan dengan
dengan perubahan proses tindakan hubungan teman, teman dan keluarga
pikir keperawatan keluarga. stimulasi pada anak
diharapkan interaksi untuk berinteraksi
sosial berjalan baik. 2. Anjurkan 2. Anjurkan aktivitas
Kriteria Hasil: Beraktivitas Sosial sosial komunitas dapat
b. Interaksi dan Komunitas membentuk perilaku
dengan anak yang positif
teman 3. Anjurkan 3. penggunaan
c. Interaksi penggunaan komunikasi verbal
dengan komunikasi verbal mengajarkan anak
tetangga untuk berkomunikasi
d. Interaksi dengan baik
dengan 4. Berikan tanggapan 4. tanggapan positif
keluarga positif ketika klien pada anak dapat
e. Ikut serta bergaul dengan menimbulkan rasa
dalam yang lain percaya diri anak
aktivitas dalam bergaul dengan
luang orang lain
f. Ikut serta 5. Anjurkan 5. kelompok kecil
dalam merencanakan dapat memberikan
aktivitas kelompok kecil stimulasi pada anak
sukarela untuk aktivitas dalam berinteraksi
tersebut. dengan baik.

2. Resiko cedera Tujuan: 1. amati perilaku anak 1. untuk mencegah


berhubungan dengan Anak tidak akan secara sering. Lakukan hal tindakan yang
impulivitas, melukai diri sendiri ini melalui aktivitas membahayakan diri
ketidakmampuan atau orang lain dan sehari-hari dan interaksi sendiri atau orang lain
mendeteksi bahaya dapat mendeteksi untuk menghindari
bahaya timbulnya rasa waspada
Kriteria Hasil: dan kecurigaan
1. Kecemasan 2. amati terhadap perilaku 2. tanyakan
dipertahankan pada yang mengarah pada pertanyaan-pertanyaan
tingkat dimana tindakan bunuh diri verbal atau nonverbal
pasien merasa tidak 3. dapatkan kontak verbal 3. diskusikan tentang
perlu melakukan ataupun tertulis dari anak perasaan ingin bunuh
agresi yang menyatakan diri dengan seseorang
2. anak mencari staf persetujuannya untuk tidak yang dapat dipercaya
untuk mendiskusikan mencelakakan diri sendiri memberikan suatu
perasaan-perasaan dan menyetujui untuk derajat perasaan lega
yang sebenarnya mencari staf pada keadaan pada anak.
3. anak mengetahui, dimana pemikiran kearah
mengungkapkan dan tersebut timbul
menerima
kemungkinan
konsekuensi dari
perilaku maladaptif
diri sendiri
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) atau ADHD
adalah suatu kondisi media yang ditandai atau gejala seperti gangguan perhatian atau
ketidakmampuan memusatkan perhatian (Perhatian mudah beralih, tidak mandiri,
bosanan), hiperaktif dan atau impulsif (ketidakmampuan mengontrol diri, tidak tahu
aturan, agresif, suka merebut barang orang lain, tidak sabar menunggu) (Widyastuti,
Ana,. 2019, hal.281).
Anak yang mengalami Hiperaktivitas untuk mengontrol emosi dan amarah seta
sulit berinteraksi. Oleh karena itu, dalam memeberikan asuhan keperawatan, perawat
harus lebih sabar, jujur, empati, terbuka dan penuh penghargaaan serta memberikan
perhatian penuh. Bina hubungan saling percaya merupakan landasan utama untuk
hubungan selanjutnya dengan klien. Berikan klien kesempatan untuk mengungkapkan
perasaannya dapat mebantu mengurangi stres dan penyebab dapat diketahui. Bantu
klien untuk dapat mengidentifikasi tanda-tanda hiperaktivitas, bantu juga klien untuk
dapat menggunakan obat-obatan yang diminum dan kegunaannya (jenis, waku, dosis
dan efek).
B. Saran
Anak dengan Hiperaktivitas sulit untuk mengontrol emosi dan cenderung sulit
berinteraksi. Untuk itu, perawat harus mempunyai kesabaran diri yang tinggi agar
dapat memerima dan mengevaluasi sehingga dapat memakai dirinya sendiri secara
terapeutik dalam merawat klien. Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat
harus sabar, jujur, empati, terbuka dan penuh penghargaan, serta memberikan
perhatian penuh dan tidak menghakimi.
DAFTAR PUSTAKA

Widyastuti, Ana,. 2019, 77 Permasalahan Anak Dan Cara Mengatasinya. PT Elex Media
Komputindo: Jakarta.

Agusniatih, Andi & Monepa, Jane,. 2019, Keterampilan Sosial Anak Usia Dini (Teori dan
Metode Pengembangan). Edu Publisher: Jawa Barat.

Santosa, Zen,. 2019, Menangani ADHD Pada Anak. CV Alaf Media: Yogyakarta.

Townsend, Mary & Morgan, Karyn,. 2018, Pocket Guide To Psychiatric Nursing 10Th
Edition. Publication Data: America.

Susanto, Bayu & Sengkey, Lidwina,. 2016, Diagnosis dan penanganan rehabilitasi medik
pada anak dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Manado: Jurnal Biomedik.
Vol.8 No.3.

Ah Yusuf dkk. 2015, Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa, Selemba Medika: Jakarta.

Ricky, Keliat & Daulima,. 2014, Efek Terapi Perilaku, Terapi Kognitif Perilaku Dan
Psikoedukasi Keluarga Pada Klien Halusinasi Menggunakan Pendekatan Teori
Berubah Kurt Lewin. Jurnal Keperawatan Jiwa: Bandung Vol.2 No.2.

Rohmah & Walid, 2013. Proses Keperawatan, AR-RUZZ MEDIA: Jogjakarta.

Fadhli, Aulia,. 2010, Buku Pintar Kesehatan Anak. Pustaka Anggrek: Yogyakarta.

Marlina, 2008, Gangguan Pemusatan Perhatian Dan Hiperaktivitas Pada Anak. UNP Press:
Padang.

Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC.

Apriadji, Harry,. 2007, Good Mood Food (Makanan Sehat Alami Untuk Mengatasi Stress &
Depresi, Migrain, Gangguan Sulit Tidur, Hiperaktivitas pada anak, Pelupa dll). PT
Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2005. Pengantar ilmu keperawatan anak, Edisi 1. Salemba Medika :
Jakarta.

Thomson, June,. 2003, Toddlercare Pedoman Merawat Balita. Erlangga: Jakarta.


Behrman, dkk,. 1996, Nelson Textbook Of Pediactrics. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai