Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

KEPERAWATAN JIWA II

“Asuhan Keperawatan psikotik gelandangan”

Dosen Pembimbing :

Dr.Ns. Wahyu Kirana M.Kep. Sp.jiwa

Disusun Oleh:

Muhammad Fatha Maulana Al Mufry (821181008)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) YARSI PONTIANAK

TAHUN AJARAN

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Asuhan Keperawatan
psikotik gelandangan” dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam penyusunan
makalah ini mungkin ada hambatan, namun berkat bantuan serta dukungan dari teman-
teman dan bimbingan dari dosen pembimbing. Sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat membantu
proses pembelajaran dan dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca. saya juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, atas bantuan serta dukungan dan doa
nya.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca makalah
ini dan dapat mengetahui tentang profesi keperawatan. saya mohon maaf apabila
makalah ini mempunyai banyak kekurangan, karena keterbatasan penulis yang masih
dalam tahap pembelajaran. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya
membangun, sangat diharapkan dalam pembuatan makalah selanjutnya. Semoga
makalah sederhana ini bermanfaat bagi pembaca.

Pontianak, 29 Oktober 2020

Penyusun

i
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR.......................................................................................................2

BAB I.................................................................................................................................3

PENDAHULUAN.............................................................................................................3

A. LATAR BELAKANG............................................................................................4

B. TUJUAN.................................................................................................................5

C. METODE PENULISAN........................................................................................5

D. RUANG LINGKUP PENULISAN........................................................................5

E. SISTEMATIKA PENULISAN..............................................................................6

BAB II...............................................................................................................................7

TINJAUAN TEORI...........................................................................................................7

A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN.................................................7

B. PROSES TERJADINYA MASALAH.................................................................10

C. KEWAJIBAN PEMERINTAH TERHADAP PSIKOTIK GELANDANGAN...14

D. UPAYA PENANGANAN KESEHATAN MENTAL DI INDONESIA.............15

E. REHABILITASI SOSIAL TERHADAP GELANDANG PSIKOTIK................17

BAB III............................................................................................................................20

ASKEP TEORITIS..........................................................................................................20

A. PROSES KEPERATAN TEORITIS....................................................................20

BAB IV............................................................................................................................25

PENUTUP.......................................................................................................................25

A. KESIMPULAN....................................................................................................25

B. SARAN.................................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................26

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kesehatan mental merupakan sektor penting dalam mewujudkan kesehatan
secara menyeluruh. Terdapat sekitar 450 juta orang menderita gangguan mental
dan perilaku di seluruh dunia, terbanyak di India (4,5%). Satu dari empat orang
menderita satu atau lebih gangguan mental selama masa hidup mereka.
Gangguan mental jika tidak ditangani dengan tepat, akan bertambah parah, dan
akhirnya dapat membebani keluarga, masyarakat, serta pemerintah. Studi ini
bertujuan mengetahui situasi kesehatan mental pada masyarakat Indonesia dan
strategi penanggulangannya. ( Ayuningtyas, 2018).
Menurut Undang-Undang RI nomor 18 tahun 2014, tentang kesehatan jiwa
menjelaskan Orang Dengan Masalah Kejiwaan atau Psikotik yang selanjutnya
disingkat ODMK adalah orang yang mempunyai masalah fisik, mental, sosial,
pertumbuhan dan perkembangan, dan atau mengalami gangguan jiwa (Nandini,
2019).
Hasil Riskesdas menunjukkan Skizofrenia sejak rentang usia (15-24 tahun),
dengan prevalensi 6,2%. Pola prevalensi Skizofrenia semakin meningkat seiring
bertambahnya usia, tertingii pada umur 75+ tahun sebesar 8,9%, 65-74 tahun
sebesar 8,0% dan 55-64 tahun sebesar 6,5% (KemenKes, 2019, hal:3).
Peningkatan ini terlihat dari kenaikan prevalensi rumah tangga yang penderita
skizofrenia di Indonesia sebesar 7,0%. Prevalensi Kalbar meningkat menjadi
8,0%, dan unttuk prevalensi Pontianak sebesar 9,47% (Riskesdas, 2018, hal:
112)
Gelandangan psikotik adalah penderita psikosis atau penderita gangguan jiwa
yang berkeliaran di jalan dengan penampilan dan perilaku-perilaku yang aneh,
Sehingga memungkinkan penyandang gangguan berada dalam situasi tidak
beruntung adalah ditolak dari keluarga, disembunyikan oleh keluarga dari
pergaulan masyarakat, bahkan mengalami beberapa perlakuan tidak manusiawi

1
seperti dipasung oleh keluarganya sendiri (Thong, 2011:419 dan Taftazani,
2017:133).
Dampak dari Penyandang psikosis organik pada umumnya disebabkan oleh
gangguan fungsi jaringan otak yang menyebabkan berkurang atau rusaknya
fungsi-fungsi pengenalan, ingatan, intelektual, perasaan dan kemauan, beratnya
gangguan dan kekalutan mental tersebut tergantung pada parahnya kerusakan
organik pada otak. Sementara penyandang psikosis fungsional disebabkan oleh
faktor-faktor non-organik, ditandai oleh disintegrasi dengan dunia realitas,
disintegrasi pribadi dan kekalutan mental yang progresif, seringkali dibayangi
oleh macam-macam halusinasi, ilusi, dan delusi, sering mengalami stupor (tidak
bisa merasakan sesuatupun, keadaannya seperti terbius) ( Karnadi,2014).
Dampak yang dapat ditimbulkan oleh pasien yang mengalami halusinasi
adalah kehilangan kontrol dirinya. Dalam situasi ini pasien dapat melakukan
bunuh diri,membunuh orang lain,bahkan merusak lingkungan. Untuk
memperkecil dampak yang ditimbulkan,dibutuhkan penanganan halusinasi yang
tepat.
Oleh karena itu, dalam hal ini kelompok mengangkat masalah halusinasi
dalam isi makalah agar kedepannya dapat mengurangi angka kejadian psikotik
gelandangan yang berdampak pada halusinasi serta dapat memberikan informasi
kepada siapa saja ketika mereka bertemu dengan orang-orang yang psikotik
gelandangan berisiko mengalami halusinasi.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa/i mampu menjelaskan tentang psikotik gelandangan.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa/i mampu menjelaskan tentang pengertian psikotik
gelandangan.
b. Mahasiswa/i mampu menjelaskan tentang proses terjadinya masalah
psikotik gelandangan.
c. Mahasiswa/i mampu menjelaskan tentang penaktalaksana medis pasien
psikotik gelandangan.

2
d. Mahasiswa/i mampu menjelaskan tentang asuhan psikotik gelandangan.

C. METODE PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini, kelompok menggunakan metode deskriptif
yaitu dengan penjabaran masalah-masalah yang ada dengan menggunakan studi
keperpusakaan yang ada di perpustakaan, jurnal edisi online maupun edisi cetak,
textbook, dan artikel ilmiah yang bersumber dari internet.

D. RUANG LINGKUP PENULISAN


Untuk memperjelas masalah yang akan dibahas dan agar tidak terjadi
pembahasan yang meluas atau menyimpang, maka perlu kiranya dibuat suatu
batasan masalah. Adapun ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas dalam
penulisan makalah ini, yaitu hanya pada lingkup seputar permasalahan pada
psikotik gelandangan.
Ruang lingkup yang dibahas dalam makalah ini mengenai:

1. Untuk mengetahui dan memahami tentang psikotik gelandangan.

2. Untuk mengetahui dan memahami tentang proses terjadinya masalah


psikotik gelandangan.

3. Untuk mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan


psikotik gelandangan.

E. SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam makalah ini dipergunakan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan
Bab ini berisi tentang Latar belakang, Tujuan umum dan tujuan khusus, Ruang
lingkup, Metode penulisan, serta Sistematika penulisan yang digunakan
BAB II : Tinjauan Teori
Bab ini berisi tentang definisi, proses terjadi nya maasalah , kebijakan
pemerintah dan upaya penanganan gelandangan psikotik, penatalaksana medis.
BAB III : Askep teoritis
Bab ini berisi tentang askep teoritis psikotik gelandangan
BAB IV : Kesimpulan dan Saran

3
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran dari makalah yang kelompok
kerjakan.

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengertian
Menurut Undang-Undang RI nomor 18 tahun 2014, tentang kesehatan
jiwa menjelaskan Orang Dengan Masalah Kejiwaan atau Psikotik yang
selanjutnya disingkat ODMK adalah orang yang mempunyai masalah fisik,
mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan, dan atau mengalami
gangguan jiwa (Nandini, 2019).
Psikotik adalah gangguan jiwa yang menunjukan adanya halusinasi dan
delusi seperti ketidak mampuan individu menilai kenyataan yang terjadi
seperti perilaku atau aktivitas yang berlebihan atau perilaku yang aneh
(Moskowitz, 2019).
Istilah gelandangan berasal dari kata “ gelandang “ yang berarti selalu
mengembara atau berkelana. Gelandangan dideskripsikan sebagai orang-
orang yang tidak mempunyai pekerjaan yang tetap dan layak serta tidak
memiliki tempat tinggal tetap dan layak, serta makan minum disembarang
tempat (Nusanto, 2017:342).
Gelandangan psikotik adalah penderita psikosis atau penderita gangguan
jiwa yang berkeliaran di jalan dengan penampilan dan perilaku-perilaku
yang aneh, Sehingga memungkinkan penyandang gangguan berada dalam
situasi tidak beruntung adalah ditolak dari keluarga, disembunyikan oleh

4
keluarga dari pergaulan masyarakat, bahkan mengalami beberapa perlakuan
tidak manusiawi seperti dipasung oleh keluarganya sendiri (Thong,
2011:419 dan Taftazani, 2017:133)
Gelandangan Psikotik dapat memiliki arti seseorang yang hidup dalam
keadaan yang tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam
masyarakat, mempunyai tingkah laku yang aneh, suka berpindah-pindah dan
menyimpang dari norma-norma yang ada atau seseorang bekas penderita
penyakit jiwa yang telah mendapatkan pelayanan medis atau sedang
mendapatkan pelayanan medis( Ina, 2017).
2. Ciri – ciri gangguan psikotik
Menurut Kartono (2003: 129, Tresna,2019) Individu yang mengalami
psikotik memiliki ciri-ciri sebagai berikut antara lain:
a. Adanya kepecahan pribadi dan mental yang progresif.
b. Tidak adanya wawasan
c. Adanya maladjustment (tidak mampu melakukan
penyesuaian).
d. Dibayangi oleh macam-macam halusinasi dan delusi.
e. Menjadi agresif, kasar, keras kepala bahwa menjadi
eksplosif meledakledak.

Dalam Julianan (2013, Tresna,2019) menjelaskan beberapa ciri-ciri


gangguan psikotik antara lain:

a. memiliki labilitas emosional.


b. menarik diri dari interaksi sosial.
c. tidak mampu bekerja Sesuai fungsinya.
d. mengabaikan penampilan dan kebersihan diri.
e. mengalami penurunan daya ingat dan kognitif parah.
f. berpikir aneh, dangkal, berbicara tidak Sesuai keadaan.mengalami
kesulitan mengorientasikan waktu.
g. Mengalami hambatan fisik mobilitas dalam kegiatan sehari-hari.
h. Memiliki hambatan dalam melaksanakan fungsi sosial secara wajar.

5
3. Penyebab penderita gangguan psikotik
Menurut Arif (2016:l7, Tresna,2019), Psikotik termasuk dalam salah satu
gangguan mental yang disebut psikosi. Klien psikotik tidak dapat mengenali
atau tidak memiliki kontak dengan realitas. Berikut merupakan penyebab
psikotik yang utama :
a. Delusi ( waham )
Suatu delusi (waham) adalah suatu keyakinan yang salah yang
tidak dapat dijelaskan oleh latar belakang budaya klien ataupun
pendidikannya, klien tidak dapat diyakinkan oleh orang lain bahwa
keyakinannya Salah, meskipun banyak bukti kuat yang dapat
diajukan untuk mernbantah keyakinan klien tersebut.
b. Halusinasi
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang salah dimana tidak
dapat stimulus sensorik yang berkaitan dengannya. Halusinasi dapat
berwujud pengindraan kelima indra yang keliru, tetapi yang paling
sering adalah halusinasi dengar (auditory) dan halusinasi penglihatan
(visual). Contoh halusinasi : Klien merasa mendengar suara-suara
yang mengajaknya bicara padahal kenyataannya tidak ada orang
yang mengajaknya bicara, atau klien merasa melihat sesuatu padahal
tidak.
c. Dizorganized speech ( pembicaraan kacau )
Dalam pembicaraan yang kacau, terdapat asosiasi yang terlalu
longgar. Asosiasi mental tidak diatur oleh logika, tetapi oleh aturan-
aturan tertentu yang hanya dimiliki klien.
d. Dizorganized behavior
Berbagai tingkah laku yang tidak terarah pada tujuan tertentu.
Misalnya membuka baju di depan umum, berulang kali membuat
tanda salib tanpa makna dan lain sebagainya.

6
B. PROSES TERJADINYA MASALAH

1. Faktor predisposisi
Satu kelompok gangguan kejiwaan yang menyebabkan psikosis adalah
gangguan psikotik. Yang paling umum adalah skizofrenia diikuti oleh
gangguan lain yang berkaitan erat dengan skizofrenia (Compton, 2009:41-
42).
a. Gangguan psikotik singkat
Orang yang didiagnosis dengan gangguan psikotik singkat
memiliki satu atau lebih gejala positif (halusinasi atau delusi) atau
ucapan, perilaku yang tidak diatur, tetapi gejala ini hanya
berlangsung satu hari hingga satu bulan. Berfungsi kemudian
kembali normal. Gangguan psikotik singkat kadang-kadang dapat
terjadi setelah sangat stress-gangguan ini jarang terjadi, tetapi ketika
itu terjadi itu sangat mungkin terjadi ketika seseorang berusia antara
20-40 tahun. Jadi, ketika seseorang gangguan psikotik singkat
memiliki gejala semilar pada skizofrenia. Gejala hilang dengan cepat
dan tidak kembali, ini adalah episode psikotik tunggal yang tidak
berulang.
b. Gangguan skzoferniaform
Gangguan skizofreniform merupakan adanya gangguan yang
menyebabkan perilaku abnormal mirip skizofrenia. Orang yang
didiagnosis menderita skizofreniaformis memiliki kombinasi gejala
psikotik yang bertahan setidaknya satu bulan tetapi tidak berlanjut
selama lebih enam bulan. Kombinasi gejala dapat mencakup dua
atau lebih dari yang berikut: delusi, halusinasi, ucapan tidak teratur
atau perilaku katatonik dan gejala negatif. Jadi, gangguan
skizofreniaformis adalah psikotik yang berlangsung lebih lama dari
gangguan psikotik singkat, tetapi tidak cukup lama untuk diagnosis
skizofrenia.
c. Skizofernia

7
Penderita skizofrenia memiliki kombinasi gejala psikotik. Secara
khusus, skizofrenia didefinisikan oleh adanya dua atau lebih hal
berikut: delusi, halusinasi, perilaku tidak teratur atau katatonik dan
gejala negatif, dan penyakitnya berlangsung setidaknya selama enam
bulan. Jadi skozofrenia sangat mirip dengan kelainan bentuk
skizofreni kecuali bahwa pada skizofrenia, gejalanya lebih lama.
Bahkan, skizofrenia bisanya berlangsung untuk waktu yang sangat
lama dan bahkan mungkin seumur hidup. Orang dengan skizofrenia
sering membutuhkan beberapa pengobatan jangka panjang. Ketika
seseorang dengan skizofrenia melanjutkan perawatanya, gejalanya
seringkali tidak menjadi buruk dan mungkin menjadi jauh lebih baik.
Faktanya, gejala positif sering merespons pengobatan dengan
cukup baik. Beberapa orang yang melanjutkan perawatan dapat
memiliki kehidupan yang baik dengan pekerjaan tetap dan hubungan
yang bahagia, tujuan dari pemulihan. Model pemulihan bertujuan
untuk memberdayakan pasien untuk mencapai tujuannya sendiri
untuk perawatan dan pemulihan dengan berpartisipasi aktif dalam
keputusan keperawatan.
d. Psikosis disebabkan oleh aktivitas neuron dopamin yang berlebihan,
ini dinamakan hipotesa psikopat dopamin. Psikosis secara tradisional
digambarkan memiliki gejala positif dan negatif, tetapi penelitian
telah menyimpulkan bahwa ini bukan deskripsi yang tepat.
Sebaliknya, menurut para peneliti sekarang menggambarkan psikis
dengan lima dimensi gejala:
1) gejala positif
2) gejala negatif
3) gejala kognitif
4) gejala agresif
5) gejala cemas/depresi
2. Faktor presipitasi

8
Faktor pencetus dapat didefinisikan sebagai peristiwa yang mendahului
timbulnya gangguan atau penyakit dan terjadi intermiten sepanjang waktu
hidup individu. Kerentanan individu terhadap faktor pencetus perilaku
maladaptif. mereka membutuhkan energi berlebih dan menghasilkan
keadaan tegang dan stress. Faktor pencetus dapat bersifat biologis,
pasikologis atau sosial-budaya dan timbul dari lingkungan internal individu
atau eksternal. Intensitas faktor pencetus seperti jumlah stressor, berapa
lama faktor predisposisi. Ini adalah kondisi yang menjadi terlalu berat bagi
seseorang untuk ditoleransi dan memicu atau mengarah yang terpapar pada
stressor menentukan menetukan kerentanan individu terhadap penyakit
mental. Faktor pencetus berikut ini (Sharma, 2013:33-34).
a. Faktor fisik seperti degenerasi otak, tumor atau keracunan obat yang
mengarah ke disfungsi otak yang dapat memicu penyakit mental
pada individu yang rentan atau cenderung.
b. Faktor fisiologis kondisi yang mungkin bertanggung jawab untuk
mengembangkan stress pada individu seperti kehamilan, pubertas,
kelahiran anak, dll. Dapat memicu penyakit pada individu yang
sudah lemah secara psikologis.
c. Faktor psikologi, faktor-faktor ini seperti hubungan interpersonal
yang tegang, ketidakharmonisan keluarga dan perkawinan,
ketidakmampuan seksual, kematian anggota yang signifikan dapat
mengembangkan masalah psikologis.
d. Faktor sosial, faktor sosial yamg dapat memicu penyakit mental
dapat menjadi faktor lingkungan seperti banjir, tsunami, epidemi dan
lain-lain. dalam bidang akademik/pekerjaan
3. Penilaian terhadap stressor
Penilaian terhadap stresor meliputi penentuan arti dan pemahaman
terhadap pengaruh situasi yang penuh dengan stres bagi individu. Penilaian
terhadap stresor ini meliputi respons kognitif, afektif, fisiologis, perilaku,
dan respon sosial. Penilaian adalah dihubungkan dengan evaluasi terhadap

9
pentingnya suatu kejadian yang berhubungan dengan kondisi sehat (Yusuf,
2016, hal:23-24).
4. Mekanisme koping
Mekanisme koping yang baik yaitu pertahanan diri seseorang yang baik
dalam memecahkan masalah guna menyelesaikan masalah. Adapun sikap
yang menunjukkan koping adaptif adalah mendiskusikan masalah dengan
orang lain, berbicara dengan orang lain, melakukan tehnik relaksasi, olah
raga dan melakukan aktivitas yang bermanfaat ( Sutinah, 2019 ).
5. Sumber koping
Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan
strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stres dan ansietas dengan
menggunakan sumber koping yang ada di lingkungannya. Sumber koping
tersebut dijadikan sebagai modal untuk menyelesaika masalah. Dukungan
soasial dan keyakinan budaya dapat membantuseseorang mengintegrasikan
pengalaman yang menimbulkan stres dan mengadopsi strategi koping yang
lebih efektif (Fitria, 2012, hal: 55).

6. Rentang respon

Respon individu (yang karena suatu hal mengalami kelainan persepsi)


yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut ilusi.
Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukan terhadap stimulus
pancaindra tidak seakurat sesuai dengan stimulus yang diterima (Muhith,
2015, hal: 215).
Rentang respon menurut stuart dan laura (2001) dalam (azizah,2016,
hal:294):

Respon adaptif Respon psikososial Respon Maladptif

10
1. Pikiran logis 1. Kadang-kadang 1. Waham
2. Persepsi akurat proses pikir 2. Halusinasi
3. Emosi terganggu 3. Kerusakan
konsisten 2. Ilusi proses emosi
dengan 3. Emosi berlebihan 4. Perilaku tidak
pengalaman 4. Perilaku yang terorganisasi
4. Perilaku cocok tidak biasa 5. Isolasi sosial
5. Hubungan 5. Menarik diri

Keterangan gambar:
1) Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial
budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas
normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan
masalah tersebut.
a) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyatan.
c) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli
d) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran.
2) Respon psikososial meliputi:
a) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan.
b) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang
penerapanyang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan
panca indera.
c) Emosi berlebihan atau berkurang.
d) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas kewajaran.
e) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain.
3) Respon maladaptif

11
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan
lingkungan, adapun responmaladaptif meliputi:
a) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankanwalaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataansosial.
b) Halusinasi merupakan definisian persepsi sensori yang salah atau
persepsi eksternalyang tidak realita atau tidak ada.
c) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari
hati.

7. Ciri keperibadian dan mental yang sehat


Individu yang berkepribadian dan bermental sehat memiliki ciri sendiri.
Ciri khas tersebut adalah memiliki perasaan batin yang bergairah, tenang,
dan harmonis (batin yang adekuat) mudah beradaptasi dengan standar,
norma, nilai sosial, tuntutan, dan perubahan sosial tempat ia berbeda.
terdapat koordinasi yang baik anatara tenaga, aktivitas, dan potensi yang
dimilikinya, struktur kepribadian utuh (integrasi) dan teratur (regulasi)
secara baik: efisien dalam tindakan, artinya setiap tindakan diarahkan pada
hal-hal yang sesuai dengan kenutuhan individu: memiliki tujuan hidup yang
sehat dan masuk akal (realitis): dapat menghayati kenikmatan dan kepuasan
dalam pemenuhan kebutuhan (Sunaryo, 2010:266).

C. PENATALAKSANAAN
1. kewajiban pemerintah terhadap psikotik gelandangan
Masih ditemuinya fenomena tersebut menuntut keseriusan pemerintah
untuk memberikan respon dengan cara memberikan pelayanan kesehatan,
penjaminan sosial dan juga memberikan fasilitasi perumahan bagi
gelandangan psikotik, yang mana dalam hal ini gelandangan psikotik
termasuk kedalam jenis Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)
yang menderita gangguan jiwa. Pentingnya peran pemerintah untuk
menangani gelandangan psikotik tertuang dalam Undang-Undang Dasar

12
1945 pada pasal 28 H ayat 1, disebutkan bahwa setiap orang berhak hidup
sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Melihat hal tersebut maka jelaslah bahwa gelandangan psikotik berhak
mendapatkan lingkungan yang baik dan mendukung, serta berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan, dan Dalam menangani gelandangan
psikotik, tidak hanya pemerintah pusat saja yang berperan, tetapi juga
menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Seperti disebutkan dalam
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 (Andini,2017).
Penanganan gelandangan psikotik dari proses razia, penempatan
sementara dan penempatan sesuai PMKS atau rehabilitasi sosial belum
sepenuhnya dapat dilaksanakan secara terencana, terpadu dan
berkelanjutan/berkesinambungan, selama ini penanganan cenderung lebih
bersifat sektoral dan individual atau terkesan dilakukan sendiri-sendiri dari
masing-masing institusi/lembaga terkait dan peduli dengan permasalahan
gelandangan psikotik. Selain itu berbagai kendala yang tentunya
berpengaruh dalam penanganan masalah tersebut sehingga belum
mendapatkan hasil seperti yang diharapkan, payung hukum/perda yang
mengatur tentang gelandangan psikotik belum ada, minimnya data tentang
populasi gelandangan psikotik, dengan kondisi seperti ini menyebabkan
penanganan gelandangan psikotik belum sepenuhnya dilakukan dengan
optimal (Tursilarini, 2009:199).
2. Upaya penanganan kesehatan mental di indonesia
Konsep upaya kesehatan mental di Indonesia yaitu kegiatan untuk
mewujudkan derajat kesehatan mental yang optimal bagi setiap individu,
keluarga dan masyarakat dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif,
dan rehabilitatif yang diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat (Ayuningtyas, 2018:5-6).
a. Upaya promotif

13
Kesehatan jiwa bertujuan untuk mempertahankan dan
meningkatkan derajat kesehatan jiwa masyarakat, menghilangkan
stigma, diskriminasi, pelanggaran hak asasi ODGJ, serta
meningkatkan pemahaman, keterlibatan, dan penerimaan masyarakat
terhadap kesehatan jiwa.9 Oleh karena itu penting untuk
melaksanakan upaya promotif di lingkungan keluarga, lembaga
pendidikan, tempat kerja, masyarakat, fasilitas pelayanan kesehatan,
media massa, lembaga keagamaan dan tempat ibadah, serta lembaga
pemasyarakatan dan rumah tahanan.
b. Upaya preventif
Kesehatan jiwa bertujuan untuk mencegah terjadinya masalah
kejiwaan, mencegah timbul dan/atau kambuhnya gangguan jiwa,
mengurangi faktor risiko akibat gangguan jiwa pada masyarakat
secara umum atau perorangan, serta mencegah timbulnya dampak
masalah psikososial yang dilaksanakan di lingkungan keluarga,
lembaga dan masyarakat.
c. Upaya kuratif
Dilaksanakan melalui kegiatan pemberian pelayanan kesehatan
terhadap ODGJ yang mencakup proses diagnosis dan
penatalaksanaan yang tepat sehingga ODGJ dapat berfungsi secara
wajar di lingkungan keluarga, lembaga dan masyarakat. Tujuan
upaya kuratif adalah untuk penyembuhan dan pemulihan,
pengurangan penderitaan, pengendalian disabilitas, dan
pengendalian gejala penyakit. Kegiatan penatalaksanaan kondisi
kejiwaan pada ODGJ dilaksanakan di fasilitas pelayanan bidang
kesehatan jiwa.
d. Upaya rehabilitatif
Kesehatan jiwa bertujuan untuk mencegah dan mengendalikan
disabilitas, memulihkan fungsi sosial, memulihkan fungsi
okupasional, mempersiapkan dan mempersiapkan dan memberi
kemampuan ODGJ agar mandiri di masyarakat. Upaya rehabilitatif

14
ini meliputi rehabilitatif psikiatrik, psikososial, serta rehabilitatif
sosial (dapat dilaksanakan dalam keluarga, masyarakat, dan panti
sosial).

Indonesia memiliki Undang-Undang (UU) kesehatan jiwa yang khusus


dan terpisah dari UU kesehatan, yaitu Kesehatan Jiwa Nomor 18 tahun
2014. Undang-undang ini menjabarkan hal-hal penting di bidang
kesehatan jiwa terutama mengenai hak orang dengan gangguan jiwa
(ODGJ), kewajiban pemerintah dan masyarakat, fasilitas pelayanan
kesehatan jiwa serta anggaran kesehatan jiwa ( Sri, 2018).

3. Rehabilitasi sosial terhadap gelandang psikotik


Rehabilitasi merupakan upaya pemulihan yang diberikan kepada klien
dari gangguan kondisi fisik, psikis, dan sosial, agar dapat melaksanakan
perannya kembali secara wajar baik dalam keluarga maupun dalam
masyarakat. Menurut Peraturan Pemerintah No.36/1980, tentang Usaha
Kesejahteraan Sosial bagi Penderita Cacat, menyebutkan bahwa
rehabilitasi didefinisikan sebagai suatu proses refungsionalisasi dan
pengembangan untuk memungkinkan penderita cacat mampu
melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan
bermasyarakat. (Karnadi & sadiman,2014)
Menurut Karnadi (2014:242) Rehabilitasi sosial terhadap gelandangan
psikotik ini bisa ditempuh dengan cara:
a. Bimbingan Mental Spritual Keagamaan.
Bimbingan ini dilakukan melalui proses terapi spiritual terhadap
klien melalui terapi dzikir, pijat syaraf, terapi herbal ramuan
tradisional daun waru yang ditumbuk halus, dimasak dengan air
secukupnya dan selanjutnya campurkan air dengan madu dan lafadz
surat al-Fatihah sebagai sarana pengobatan sakit jiwa klien dan hidro
terapi.
b. Rehabilitasi Medik.

15
Model rehabilitasi ini dilakukan Rumah Sakit Jiwa atau Panti
Laras (Dinas Sosial) melalui kegiatan pelayanan kesehatan secara
utuh dan terpadu. Melalui tindakan medik agar penyandang cacat
mental dapat mencapai kemampuan fungsional semaksimal.
c. Rehabilitasi Psikososial.
Rehabilitasi dalam bentuk pelayanan psikologis dan sosial bagi
penyandang masalah psikososial, agar dapat melaksanakan fungsi
psikososialnya secara wajar.
d. Rehabilitasi Sosial.
Proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk
memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya
secara wajar dalam kehidupan masyarakat.

BAB III

ASKEP TEORITIS

A. PROSES KEPERATAN TEORITIS


1. Pengkajian dan analisa data
Sejumlah pertanyaan dapat digunakan untuk mendorong pengungkapan
fenomena psikotik. instrumen yang tercantum di bawah ini masing-masing
berisi pertanyaan cepat yang disarankan untuk mengidentifikasi keberadaan
halusinasi dan delusi (Waters, 2014).

Pengkajian

16
Pada tahap ini ada beberapa faktor yang perlu di eksplorasi baik pada klien
sendiri maupun keluarga berkenaan dengan kasus halusinasi yang meliputi
(Azizah, 2016, hal:297):
a. Faktor predisposisi
1) Faktor Genetis
Telah diketahui bahwa secara genetis schizofienia diturunkan melalui
kromosom-kromosom tertentu. Namun demikian, kromosom yang ke
beberapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang
masih dalam tahap penelitian. Diduga kromosom schizofrenia ada
kromosom gangguan dengan kontribusi genetis tambahan nomor 4, 8,
15 dan 22.
2) Faktor biologis
Adanya gangguan pada otak menyebabkan timbulkan respon
neurobiologikal maladaptif.peran pre frontal dan limbik cortices dalam
regulasi stres berhubungan dengan aktivitas dopamin. Saraf pada pre
frontal penting untuk memori,penurunan neuro pada area ini dapat
menyebabkan kehilangan asosiasi.
3) Faktor presipitasi Psikologis
Keluarga, pengasuh, lingkungan. Pola asuh anak tidak adequat.
Pertengkaran orang tua, penganiayaan, tidak kekerasan
4) Sosial Budaya
Kemiskinan, konflik sosial budaya, peperangan, dan kerusuhan
b. Faktor presipitasi
1) Biologi
Berlebihnya proses informasi pada sistem syaraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak. Mekanisme
penghantaran listrik di syaraf terganggu (mekanisme gathing abnormal).
2) Stress lingkungan
3) Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap, dan
perilaku.

17
a) Kesehatan meliputi nutrisi yang kurang, kurang tidur,
ketidakseimbangan irama sirkardian, kelelahan, infeksi, obat-obat
sistem syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk
menjangkau pelayanan kesehatan.
b) Lingkungan meliputi lingkungan yang memusuhi, kritis rumah
tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan hidup,
pola aktifitas sehari-hari, kesukaran dalam berhubungan dengan
orang lain, isolasi sosial, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja
(kurang ketrampilan dalam bekerja), stigmasisasi, kemiskinan,
kurangnya alat transportasi, dan ketidakmampuan mendapat
pekerjaan.
c) Sikap atau perilaku seperti harga diri rendah, putus asa, merasa
gagal, kehilangan kendali diri (demoralisasi), merasa punya
kekuatan, tidak dapat memenuhi kebutuhan spiritual atau merasa
malang, bertindak seperti orang lain dari segi usia atau budaya,
rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku agresif, perilaku
kekerasaan, ketidakadekuatan pengobatan dan ketidakadekuatan
penanganan gejala.
c. Pemeriksaan Fisik
Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan, dan tanyakan
apakah ada keluhan fisik yang dirasakan klien.
d. Psikososial
1) Genogram
Perbuatan genogram minimal 3 generasi yang menggambarkan
hubungan klien dengan keluarga,masalah yang terkait dengan
komunikasi, pengambilan keputusan, pola asuh, pertumbuhan individu
dan keluarga.
2) Konsep diri
a) Gambaran diri

18
Tanyakan persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang
disukai, reaksi klien terhadap bagian tubuh yang tidak disukai dan
bagian yang disukai.
b) Identitas diri
Klien dengan halusinasi tidak puas akan dirinya sendiri merasa
bahwa klien tidak berguna.
c) Fungsi peran
Tugas atau peran klien dalam keluarga/pekerjaan/kelompok
masyarakat, kemampuan klien dalam melaksanakan fungsi atau
perannya, dan bagaimana perasaan klien akibat perubahan tersebut.
Pada klien halusinasi bisa berubah atau berhenti fungsi peran yang
disebabkan penyakit, trauma akan masa lalu, menarik diri dari orang
lain,perilaku agresif.
d) Ideal diri
Harapan klien terhadap keadaan tubuh yang ideal, posisi, tugas,
peran dalam keluarga, pekerjaan atau sekolah, harapan klien
terhadap lingkungan, harapan klien terhadap penyakitnya,
bagaimana jika kenyataan tidak sesuai dengan harapannya. Pada
klien yang mengalami halusinasi cenderung tidak peduli dengan diri
sendiri maupun sekitarnya.
e) Harga diri
Klien yang mengalami halusinasi cenderung menerima diri tanpa
syarat meskipun telah melakukan kesalahn, kekalahan dan kegagalan
ia tetap merasa dirinya sangat berharga.

3) Hubungan social
Tanyakan siapa orang terdekat di kehidupan klien tempat
mengadu,berbicara, minta bantuan, atau dukungan. Serta tanyakan
organisasi yang di ikuti dalam kelompok/ masyarakat. Klien dengan
halusinasi cenderung tidak mempunya orang terdekat, dan jarang

19
mengikuti kegiatan yang ada dimasyarakat. Lebih senang menyendiri
dan asyik dengan isi halusinasinya.
4) Spiritual
Nilai dan keyakinan, kegiatan ibadah/menjalankan keyakinan, kepuasan
dalam menjalankan keyakinan. Apakah isi halusinanya mempengaruhi
keyakinan klien dengan Tuhannya.
e. Status mental
1) Penampilan
Melihat penampilan klien dari ujung rambut sampai ujung kaki. Pada
klien dengan halusinasi mengalami defisit perawatan diri (penampilan
tidak rapi. Penggunaan pakaian tidak sesuai, cara berpakaian tidak
seperti biasanya, rambut kotor, rambut seperti tidak pernah disisr, gigi
kotor dan kuning, kuku panjang dan hitam). Raut wajah Nampak takut,
kebingungan, cemas.
2) Pembicaraan
Klien dengan halusinasi cenderung suka berbicara sendiri, ketika di ajak
bicara tidak focus. Terkadang yang dibicarakan tidak masuk akal.
3) Aktivitas motoric
Klien dengan halusinasi tampak gelisah,kelesuan, ketegangan, agitasi,
tremor. Klien terlihat sering menutup telinga, menunjuk-nunjuk ke arah
tertentu, menggarukgaruk permukaan kulit, sering meludah, menutup
hidung
4) Afek emosi
Pada klien halusinasi tingkat emosi lebih tinggi, perilaku agresif,
ketakutan yang berlebih,eforia.
5) Interaksi selama wawancara
Klien dengan halusinasi cenderung tidak kooperatif (tidak dapat
menjawab pertanyaan pewawancara dengan spontan) dan kontak mata
kurang (tidak mau menatap lawan bicara) mudah tersinggung.
6) Persepsi-sensori
a) Jenis halusinasi

20
- Halusinasi visual

- Halusinasi suara

- Halusinasi pengecap

- Halusinasi kinestetik

- Halusinasi visceral

- Halusinasi histerik

- Halusinasi hipnogogik

- Halusinasi hipnopompik

- Halusinasi perintah

b) Waktu.
Perawat juga perlu mengkaji waktu munculnnya halusinasi yang di
alami pasien. Kapan halusinasi terjadi? apakah pagi, siang, sore,
malam? jika muncul pukul berapa?
c) Frekuensi
Frekuensi terjadinnya apakah terus-menerus atau hanya sekali-kali,
kadangkadang, jarang atau sudah tidak muncul lagi. Dengan
mengetahui frekuensi terjadinnya halusinasi dapat di rencanakan
frekuensi tindakan untuk mencegah terjadinnya halusinasi. Pada
klien halusinasi sering kali mengalami halusinasi pada saat klien
tidak memiliki kegiatan/saat melamun maupun duduk sendiri.
d) Situasi yang menyebabkan munculnnya halusinasi.
Situasi terjadinnya apakah ketika sendiri, atau setelah terjadi
kejadian tertentu?. Hal ini dilakukan untuk menentukan intervensi
khusus pada waktu terjadi halusinasi, menghindari situasi yang
menyebabkan munculnnya halusinasi, sehingga pasien tidak larut
dengan halusinasinya.

21
e) Respons terhadap halusinasi.
Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu
muncul. perawat dapat menannyakan kepada pasien hal yang
dirasakan atau atau dilakukan saat halusinasi itu timbul.perawat juga
dapat menannyakan kepada keluargannya atau orang terdekat
pasien.selain itu dapat juga dengan mengobservasi prilaku pasien
saat halusinasi timbul. Pada klien halusinasi sering kali
marah,mudah tersinggung, merasa ceriga pada orang lain.
7) Proses berfikir
a) Bentuk fikir
Mengalami dereistik yaitu bentuk pemikiran yang tidak sesuai
dengan kenyataan yang ada atau tidak mengikuti logika secara
umum(tak ada sangkut pautnya antara proses individu dan
pengalaman yang sedang terjadi). Klien yang mengalami halusinasi
lebih sering was-was terhadap hal-hal yang dialaminya.
b) Isi fikir
Selalu merasa curiga terhadap suatu hal dan depersonalisasi yaitu
perasaan yang aneh/asing terhadap diri sendiri,orang lain,lingkungan
sekitarnya. Berisikan keyakinan berdasarkan penilaian non realistis.
8) Tingkat kesadaran
Pada klien halusinasi sering kali merasa bingung, apatis(acuh tak acuh).
9) Memori
a) Daya ingat jangka panjang: mengingat kejadian masa lalu lebih dari
1 bulan
b) Daya ingat jangka menengah: dapat mengingat kejadian yang terjadi
1 minggu terakhir
c) Daya ingat jangka pendek: dapat mengingat kejadian yang terjadi
saat ini.
10) Tingkat konsentrasi dan berhitung

22
Pada klien dengan halusinasi tidak dapat berkonsentrasi dan dapat
menjelaskan kembali pembicaraan yang baru saja di bicarakan
dirinya/orang lain.
11) Kemampuan penilaian mengambil keputusan
a) Gangguan ringan: dapat mengambil keputusan secara sederhana baik
dibantu orang lain/tidak.
b) Gangguan bermakna: tidak dapat mengambil keputusan secara
sederhana cenderung mendengar/melihat ada yang di perintahkan.
12) Daya tilik diri
Pada klien halusinasi cenderung mengingkari penyakit yang diderita:
klien tidak menyadari gejala penyakit (perubahan fisik dan emosi) pada
dirinya dan merasa tidak perlu minta pertolongan/klien menyangkal
keadaan penyakitnya, klien tidak mau bercerita tentang penyakitnya.
f. Kebutuhan perencanaan pulang
1) Kemampuan klien memenuhi kebutuhan
Tanyakan Apakah klien mampu atau tidak mampu memenuhi
kebutuhannya sendiri.
2) Kegiatan hidup sehari-hari
a) Perawatan diri
Pada klien halusinasi tidak mampu melakukan kegiatan hidup
sehari-hari seperti mandi, kebersihan, ganti pakaian secara mandiri
perlu bantuan minimal.
b) Tidur
Klien halusinasi cenderung tidak dapat tidur yang berkualitas
karena kegelisahan, kecemasan akan hal yang tidak realita.
3) Kemampuan klien lain-lain
Klien tidak dapat mengantisipasi kebutuhan hisupnya,dan membuat
keputusan.
4) Klien memiliki sistem pendukung
Klien halusinasi tidak memiliki dukungan dari keluarga maupun orang
sekitarnya karena kurangnya pengetahuan keluarga bisa menjadi

23
penyebab. Klien dengan halusinasi tidak mudah untuk percaya terhadap
orang lain selalu merasa curigs.
5) Klien menikmati saat bekerja/kegiatan produktif/hobi
Klien halusinasi merasa menikmati pekerjaan,kegiatan yang produktif
karena ketika klien melakukan kegiatan berkurangnya pandangan
kosong.
g. Mekanisme koping
Biasanya pada klien halusinasi cenderung berprilaku maladaptif, seperti
mencederai diri sendiri dan orang lain di sekitarnnya. Malas beraktifitas,
perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan tanggung
jawab kepada orang lain, mempercayai orang lain dan asyik dengan
stimulus intenal.
h. Masalah psikososial dan lingkungan
Biasannya pada klien halusinasi mempunyai masalah di masalalu dan
mengakibatkan dia menarik diri dari masyarakat dan orang terdekat.
i. Aspek pengetahuan
Pada klien halusinasi kurang mengetahui tentang penyakit jiwa karena tidak
merasa hal yang dilakukan dalam tekanan.
j. Daya tilik diri
Mengingkari penyakit yang diderita: klien tidak menyadari gejala penyakit
(perubahan fisik dan emosi) pada dirinya dan merasa tidak perlu minta
pertolongan/klien menyangkal keadan penyakitnya.
k. Aspek medis
Memberikan penjelasan tentang diagnostik medik dan terapi medis. Pada
klien halusinasi terapi medis seperti Haloperidol(HLP), Clapromazine
(CPZ), Trihexyphenidyl (THP).
2. Diagnosis
a. Perubahan persepsi sensori; halusinasi pendengaran
3. Intervensi keperawatan

Perencanaan
Intervensi Rasional
Tujuan Kriteria Hasil

24
TUK 1: Klien mampu 1. Bina hubungan Hubungan saling
Klien dapat
membina hubungan saling percaya percaya
membina
saling percaya dengan merupakan
hubungan
dengan perawat, menggunakan langkah awal
salingan
dengan kriteria prinsip komunikasi Menentukan
percaya dengan
hasil: terapeutik: keberhasilan
perawat
- Membalas sapaan a. Sapa klien rencana
perawat dengan ramah selanjutnya.
- Ekspresi wajah baik verbal Untuk
bersahabat dan maupun non mengurangi
senang verbal kontak klien
- Ada kontak mata b. Perkenalkan diri dengan
- Mau berjabat dengan sopan halusinasinya
tangan c. Tanyakan nama dengan mengenal
- Mau menyebutkan lengkap klien halusinasi akan
nama dan nama membantu
- Klien mau duduk panggilan mengurangi dan
berdampingan kesukaan klien menghilangkan
dengan perawat d. Jelaskan halusinasi.
- Klien mau maksud dan
mengutarakan tujuan interaksi
masalah yang e. Berikan
dihadapi perhatian pada
klien,
perhatikan
kebutuhan
dasarnya
2. Beri kesempatan
klien untuk
mengungkapkan
perasaannya

25
3. Dengarkan
ungkapan klien
dengan empati
TUK 2: Klien mampu 1. Adakan kontak Mengetahui
Klien dapat mengenali sering dan singkat apakah halusinasi
mengenali halusinasinya secara bertahap datang dan
halusinasinya. dengan kriteria 2. Tanyakan apa yang menentukan
hasil: didengar dari tindakan yang
- Klien dapat halusinasinya tepat atas
menyebutkan 3. Tanyakan kapan halusinasinya.
waktu, timbulnya halusinasinya
halusinasi datang Mengenalkan
- Klien dapat 4. Tanyakan isi pada klien
Mengidentifikasi halusinasinya terhadap
kapan frekuensi 5. Bantu klien halusinasinya dan
situasi saat terjadi mengenalkan mengidentifikasi
halusinasi halusinasinya faktor pencetus
- Klien dapat - Jika halusinasinya.
mengungkapkan menemukan
perasaannya. klien sedang Menentukan
berhalusinasi, tindakan yang
tanyakan sesuai bagi klien
apakah ada untuk mengontrol
suara yang halusinasinya.
didengar
- Jika klien
menjawab ada,
laanjutkan apa
yang dikatakan
- Katakan bahwa
perawat percaya

26
klien
mendengar
suara itu, namun
perawat sendiri
tidak
- Katakan bahwa
klien lain juga
ada yang seperti
klien
- Katakan bahwa
perawat akan
membantu klien
6. Diskusikan
dengan klien:
- Situasi yang
menimbulkan
atau tidak
menimbulkan
halusinasi
- Waktu,
frekuensi
terjadinya
halusinasi
7. Diskusikan
dengan klien apa
yang dirasakan jika
terjadi halusinasi
(marah, takut,
sedih, senang) beri
kesempatan
mengungkapkan

27
perasaannya
TUK 3: - Klien dapat 1. Identifikasi
Klien dapat mengidentifikasi bersama klien
mengontrol tindakan yang tindakan yang
halusinasinya. dilakukan untuk biasa dilakukan
mengendalikan bila terjadi
halusinasinya halusinasi
- Klien dapat 2. Diskusikan
menunjukkan manfaat dan cara
cara baru untuk yang digunakan
mengontrol klien, jika
halusinasi. bermanfaat beri
pujian
3. Diskusikan cara
baik memutus atau
mengontrol
halusinasi
- Katakan ‘saya
tidak mau
dengar kamu
(pada saat
halusinasi
terjadi)
- Temui orang
lain (perawat
atau teman atau
anggota
keluarga) untuk
bercakap-cakap
atau
mengatakan

28
halusinasi yang
didengar
- Membuat
jadwal kegiatan
sehari-hari
- Meminta
keluarga atau
teman atau
perawat untuk
menyapa klien
jika tampak
berbicara
sendiri,
melamun atau
kegiatan yang
tidak terkontrol
4. Bantu klien
memilih dan
melatih cara
memutus
halusinasi secara
bertahap
5. Beri kesempatan
untuk melakukan
cara yang dilatih.
Evaluasi hasilnya
dan beri pujian jika
berhasil.
6. Anjurkan klien
mengikuti terapi
aktivitas

29
kelompok. jenis
orientasi realita
atau stimulasi
persepsi.
TUK 4: - Klien dapat 1. Anjurkan klien Membantu klien
Klien dapat memilih cara untuk memberi menentukan cara
dukungan dari mengatasi tahu keluarga jika mengontrol
keluarga untuk halusinasi mengalami halusinasi.
mengontrol - Klien halusinasi. Periode
halusinasinya melaksanakan cara 2. Diskusikan dengan berlangsungnya
yang telah dipilih keluarga (pada saat halusinasinya:
untuk memutus keluarga 1. memberi
halusinasinya berkunjung atau support kepada
- Klien dapat kunjungan rumah) klien
mengikuti terapi a. Gejala 2. menambah
aktivitas halusinasi yang pengetahuan
kelompok. dialami klien klien untuk
b. Cara yang dapat melakukan
dilakuakan klien tindakan
dan keluarga pencegahan
untuk memutus halusinasi
halusinasi
c. Cara merawat Membantu klien
anggota untuk beradaptasi
keluarga yang dengan cara
mengalami alternatife yang
halusinasi di ada. Memberi
rumah: beri motivasi
kegiatan, jangan agar cara diulang.
biarkan sendiri,
makan bersama,

30
bepergian
bersama.
d. Beri informasi
waktu follow
up atau kapan
perlu mendapat
bantuan
halusinasi tidak
terkontrol dan
resiko
menciderai
orang lain.
3. Diskusikan dengan
keluarga dan klien
tentang jenis,
dosis, frekuensi
dan manfaat obat
4. Pastikan klien
minum obat sesuai
dengan program
dokter
TUK 5: - Keluarga dapat 1. Anjurkan klien Partisipasi klien
Klien dapat membina bicara dengan dalam kegiatan
menggunakan hubungan saling dokter tentang tersebut
obat dengan percaya dengan manfaat dan efek membantu klien
benar untuk perawat samping obat beraktivitas
mengendalikan - Keluarga dapat 2. Diskusikan akibat sehingga
halusinasinya. menyebutkan berhenti obat tanpa halusinasi tidak
pengertian, tanda, konsultasi muncul.
tindakan untuk 3. Bantu klien Meningkatkan
mengalihkan menggunakan obat pengetahuan

31
halusinasi dengan prinsip 5 keluarga tentang
- Klien dan keluarga benar obat.
dapat menyebutkan Membantu
manfaat, dosis dan mempercepat
efek samping obat. penyembuhan dan
Klien minum obat memastikan obat
secara teratur sudah diminum
- Klien dapat oleh klien.
informasi tentang Meningkatkan
manfaat dan efek pengetahuan
samping obat tentang manfaat
- Klien dapat dan efek samping
memahami akibat obat.
berhenti minum Mengetahui
obat tanpa reaksi setelah
konsultasi minum obat.
- Klien dapat Ketepatan prinsip
menyebutkan 5 benar minum
prinsip 5 benar obat membantu
penggunaan obat. penyembuhan dan
menghindari
kesalahan minum
obat serta
membantu
tercapainya
standar.

32
BAB IV

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Psikotik adalah bentuk kekalutan mental ditandai dengan tidak adanya
pengorganisasian dan pengintegrasian pribadi. Orangnya tidak pernah bisa
bertanggung jawab secara moral dengan adaptasi sosial yang tidak normal dan
selalu berkonflik dengan norma-norma sosial dan hukum karena sepanjang
hayatnya ia hidup dalam lingkungan sosial yang abnormal dan immoral oleh
angan-angannya sendiri
Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini dimana psikotik
gelandangan meruapakan suatu ganguan jiwa yang baisa disebut masyarakat
orang gila yang ditandai dengan adanya halusinasi dan delusi yang ditunjukan
oleh klien tersebut yang biasa dijumpai dijalanan dengan berperilaku yang aneh,
untuk menanggulangi gelandangan tersebut dinas sosial mengeluarkan beberapa
program yang bisa dilakukan untuk menanggulangi gelandangan dan juga
melakukan rehabilitasi sosial yaitu kegiatan pemulihan baik secara fisik, mental
maupun sosial, dengan tujuan agar klien bisa berfungsi kembali kedalam
masyarakat dengan baik dan dapat berperan terhadap lingkungan tersebut serta
melakukan asuhan keperawatan pada klien tersebut sesuai kondisi dan
kebutuhan klien dengan psikotik gelandangan.

B. SARAN
Dengan disusunnya makalah ini, diharapkan para pembaca mampu menjelaskan
tentang psikotik gelandangan itu sendiri serta mengetahui bagaimana cara
menanggulangi gelandangan yang ada di jalanan maupun yang di tempat lain,
juga dengan tersusunnya makalah ini para pembaca mampu melakukan
penatalaksanaan sesuai kondisi atau kebutuhan pada psikotik gelandangan
tersebut, juga para pembaca mampu merubah stigma masyarakat terhadap klien
dengan psikotik gelandangan atau ganguan jiwa (Gila).

33
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Ma’rifatul, L., dkk. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Indomedia Pustaka.

Riskesdas. (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018. Jakarta: KemenKes RI.

Compton, T. Michael & Broussard, Beth. (2009). The First Episode of Psychosis A
Guide for Patients and Their Families. New York: Oxford

Sharma, Pawan. (2013). Essentials Of Mental Health Nursing; For BSc & Post Basic
Nursing Students. London : Medical.

Yusuf, Ah., dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Fitria, Nita. (2012). Prinsip Dasar Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba
Medika.

Tursilarini, Yoga Tateki. (2009). Stakeholders Dalam Penanganan Gelandangan


Psikotik di Daerah dari Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan
Sosial 14 (02).

Sunaryo. (2010). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Anggota IKAPI

Sharma, Pawan. (2013). Essentials Of Mental Health Nursing; For BSc & Post

Videbeck, L. Sheila. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Defini dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Waters, Flavie & Stephane, Massoud. 2014. The Assessment of Psychosis a Reference
Book and Rating Scales for Research and Practice. Amerika: Routladge

34
Masithoh, tresna dewi. 2019. Proses rehabilitasi sosial klien psikotik. Malang:
universitas muhammadiyah.

Ina (2017), Macam-macam Gangguan jiwa pada manusia . Dapat diakses di


https:/dosenpsikologi.com> Gangguan psikolog. Dilihat pada tanggal 22
November 2020 pada pukul 16:55 WIB.

Karnadi & Kundarto, sudirman al. (2014). Model Rehabilitasi Sosial Gelandangan
Psikotik Berbasis Masyarakat (Studi Kasus Di Ponpes/Panti Rehsos Nurusslam
Sayung Demak)_
http://journal.walisongo.ac.id/index.php/attaqaddum/article/download/722/638.
Di akses pada tanggal 23 november 2020

Hening Safitri, Andini; Widianingsih, Ida; Halimah, Mas. 2017. Koordinasi dalam
penanganan gelandang psikotik di kota bandung “dapat dilihat
dijurnal.unpad.ac.id/jane/article/download/13678/6517”, diakses pada tanggal 22
november 2020.

Taftazani, Muhammad. Budi. (2017). 15 Pelayanan Sosial Bagi Penyandang Psikotik.


Dikutip dari_http://jurnal.unpad.ac.id/prosiding/article/download/14222/6883
tanggal 21 November 2020.

Ayuningtyas, Dumilah. dkk. (20180). Analisis Situasi Kesehatan Mental Pada


MasyarakatDiIndonesiaDanStrategiPenanggulangannya_http://ejournal.fkm.unsr
i.ac.id/index.php/jikm/article/download/241/189/_Diakses pada tanggal 23
november 2020.

35

Anda mungkin juga menyukai