Anda di halaman 1dari 12

Nama : Rosa Aulia Rizky

NIM : 06111381621038

LITERASI PENDIDIKAN FISIKA


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Era informasi identik dengan era literasi yang menggambarkan kemampuan berinteraksi,
berkomunikasi, bahkan beraktualisasi tidak cukup hanya dinyatakan secara lisan, namun
juga secara tertulis. Sulzby (1986) menjelaskan, literasi adalah kemampuan berbahasa
seseorang (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) untuk berkomunikasi dengan
cara yang berbeda sesuai dengan tujuannya. Selanjutnya Sulzby juga menyatakanliterasi
secara sempit, yaitu literasi sebagai kemampuan membaca dan menulis. Graff
(2006)mengartikan literasi sebagai kemampuan untuk membaca dan menulis.
Literasi sangat penting bagi siswa karena keterampilan literasi akan berpengaruh terhadap
keberhasilan belajar mereka dan kehidupannya. Keterampilan literasi yang baik akan
membantu siswa dalam memahami teks lisan, tulisan, maupun gambar/visual, oleh
karena itu pengembangan literasi siswa dalam pembelajaran selalu dilakukan secara
terpadu antara kegiatan menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Hal itu karena
keempat keterampilan tersebutmemiliki hubungan yang sangat erat, meskipun masing-
masing memiliki ciri tertentu. Karena adanya hubungan yang sangat erat ini,
pembelajaran dalam satu jenis keterampilan dapatmeningkatkan keterampilan yang lain.
Misalnya pembelajaran membaca, dapat juga meningkatkan keterampilan berbicara,
menyimak danmenulis. Setelah siswa membaca, tentunya guru akan memberikan
pertanyaan tentang isi bacaan ( berbicara), dan siswa diminta menceriterakan kembali apa
yang dibaca dengan bahasanya sendiri (berbicara), berikutnya siswa menuliskan apa yang
diceritakan dengan tata tulis yang benar (menulis).

B. Rumusan Masalah
1)Apakah definisi dari literasi?
2)Bagaimanakah proses literasi?
3)Seperti apakah peristiwa literasi?
4)Bagaimanakah strategi literasi?
5)Bagaimana literasi sains?
6)Seperti apakah literasi dalam fisika?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah Pengembangan Wawasan Literasi:
1)Mampu menjelaskan definisi definisi menurut para ahli.
2)Mampu menjelaskan proses literasi.
3)Mampu menjelaskan peristiwa literasi.
4)Mampu menjelaskan strategi literasi.
5)Mampu menjelaskan literasi sains
6)Mampu menjelaskan literasi pendidikan fisika

BAB II
PEMBAHASAN MATERI
A.Pengertian dan Landasan Literasi
1.Pengertian Literasi
Menurut Teale dan Sulzby (dalam Gipayana, 2010:9), konsep pengajaran literasi
diartikan sebagai kemampuan membaca dan menulis. Seseorang disebut literate apabila
ia memiliki pengetahuan yang hakiki untuk digunakan dalam setiap aktivitas yang
menuntut fungsi literasi secara efektif dalam masyarakat dan pengetahuan yang
dicapainya dengan membaca, menulis, dan arithmetic memungkinkan untuk
dimanfaatkan bagi dirinya sendiri dan perkembangan masyarakat (Gipayana, 2010: 9-10).

2.Landasan Literasi
Ada dua hal yang menjadi rujukan penting dalam konsep pengajaran literasi, yaitu
pengajaran literasi yang berdimensi praktik sosial dan pengajaran literasi yang
berdimensi proses sosial. Berbagai teori muncul dari para ahli mengenai perubahan
pandangan terhadap pemahaman yang salah satunya dikenal dengan teori Rosenbalt.
Menurut Clay, 1985; Teale &Sulzby, 1986, para peneliti mulai mengarahkan guru-guru
untuk menyajikan pengajaran membaca pemahaman pada perspektif yang lebih luas,
yakni pengajaran literasi (dalam Gipayana, 2010:18). Perspektif itu sendiri berpijak pada
teori perkembangan literasi ‘emergent literacy’, pemerolehan bahasa ‘language
acquisition’, dan skemata ‘schema’.

B.Proses Literasi
Kata literasi tentu sudah tidak asing bagi telinga kita. Kata tersebut bahkan menjadi kata
yang sering terucap. Dahulu kita hanya mengetahui bahwa pengertian literasi itu hanya
sekedar kemampuan membaca dan menulis (7th Edition Oxford Advanced Learner’s
Dictionary, 2005:898). Walaupun definisi (lama) literasi adalah kemampuan membaca
dan menulis, namun istilah literasi jarang dipakai dalam konteks pembelajaran
persekolahan di Indonesia. Hal ini dapat terlihat dari tidak adanya literasi dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Persekolahan di Indonesia nampaknya lebih senang
menggunakan istilah pengajaran bahasa atau pelajaran bahasa daripada menggunakan
istilah literasi. Pada masa itu, membaca dan menulis mungkin dianggap cukup sebagai
pendidikan dasar bagi manusia guna menghadapi tantangan zaman dan kerasnya
kehidupan.
Makna literasi semakin berkembang dari waktu ke waktu. Perkembangan makna tersebut
mengikuti perkembangan zaman yang bergerak cepat. Perkembangan zaman yang pesat
jugalah yang membukakan tirai penutup literasi. Sekarang kita tahu bahwa literasi tak
melulu baca-tulis. Literasi adalah praktik kultural yang berkaitan dengan persoalan sosial
dan politik. Oleh karenanya para pakar pendidikan dunia berpaling kepada definisi baru
tentang literasi. Selain itu, dewasa ini kata literasi banyak disandingkan dengan kata-kata
lain, misalnya literasi komputer, literasi virtual, literasi matematika dan sebagainya. Hal
tersebut merupakan transformasi makna literasi karena perkembangan zaman. Oleh sebab
itu, Freebody dan Luke menawarkan model literasi sebagai berikut:

1.Memahami konteks dalam teks: mengenali dan menggunakan fitur seperti alfabet,
suara, ejaan, konvensi dan pola teks.
2.Terlibat dalam memaknai teks: memahami dan menyusun teks tertulis dan teks virtual
dan lisan yang berati dari budaya tertentu, lembaga, keluarga, masyarakat, negara-negara
dan lain-lain.
-Menggambarkan skema yang ada.
-Menggunakan teks secara fungsional.
-Melakukan analisis dan mentransformasikan teks secara kritis: memahami dan bertindak
atas pengetahuan bahwa teks-teks tidak netral. Teks mewakili pandangan tertentu, diam,
mempengaruhi ide-ide orang. Desain teks dan wacana dapat dikritik dan didesain ulang
dengan cara baru dan hibrida.
Keempat peran literasi ini dapat diringkas kedalam lima verba: memahami, melibati,
menggunakan, menganalisis dan mentransformasikan teks (Rekayasa Literasi : 160).
Pesatnya perkembangan zaman membuat definisi literasi berevolusi. Makna literasi yang
pada awalnya hanya baca-tulis berkembang menjadi lebih luas dan lebih kompleks.
Makna literasi tak melulu soal baca-tulis, namun walaupun demikian, literasi masih
memiliki kaitan dengan kebahasaan. Berpikir kritis, dapat menghitung, memecahkan
masalah, cara untuk mencapai tujuan, mengembangkan ilmu pengetahuan dan potensi
seseorang merupakan definisi baru mengenai literasi. Perubahan yang sangat signifikan
memang. Dari definisi yang hanya sekedar baca-tulis bertransformasi menjadi definisi
yang kompleks. Berikut meruapakan kajian disiplin yang memiliki tujuh dimensi yang
berkaitan:
Dimensi Geografis (lokal, nasional, regional, dan internasional): Bergantung pada tingkat
pendidikan dan jejaring sosial dan vokasionalnya (kecakapan kejuruan).
Dimensi Bidang (pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, militer, dsb): Literasi
suatu bangsa tampak dalam dimensi ini. Pendidikan yang berkualitas tinggi menghasilkan
literasi yang berkualitas tinggi pula. Hal ini karena bidang pendidikan merupakan ujung
tombak kebangkitan suatu bangsa.
Dimensi Keterampilan (membaca, menulis, menghitung, berbicara): Literasi seseorang
tampak atau tercermin dari dimensi ini. Semua sarjana mampu membaca, akan tetapi
tidak semua sarjana mampu menulis. Oleh sebab itu, keterampilan sangat diperlukan.
Selain itu, tidak cukup dengan mengandalkan literasi saja (dalam hal ini membaca dan
menulis) namun harus juga memiliki kemampuan numerasi (keterampilan menghitung)

1).Dimensi Fungsi (memecahkan persoalan, mendapatkan pekerjaan, mencapai tujuan,


mengembangkan pengetahuan, mengembangkan potensi diri): Orang yang literat karena
pendidikannya mampu memecahkan masalah dan mengatasi semua tentang kehidupan
yang menghampirinya.
2)Dimensi Media (teks, cetak, visual, digital): Menjadi seorang literat zaman sekarang
orang harus mengandalkan kemampuan membaca dan menulis teks cetak, visual dan
digital. Perkembangan IT sangat penting dan berpengaruh banyak terhadap gaya
berliterasi.
3)Dimensi Jumlah (satu, dua, beberapa): Jumlah dapat merujuk pada banayak hal,
misalnya bahasa, variasi bahasa, peristiwa tutur, bidang ilmu dan media. Literasi seperti
halnya kemampuan berkomunikasi, bersifat relatif.
4)Dimensi Bahasa (etnis, lokal, nasional, regional, internasional): Ada literasi yang
singular dan ada yang plural.
Selain tujuh dimensi literasi di atas, ada 10 gagasan kunci tentang literasi yang
menunjukkan perubahan paradigma literasi karena perubahan zaman dan perkembangan
ilmu pengetahuan, yaitu:
1.Ketertiban lembaga-lembaga sosial: Lembaga-lembaga menjalankan perannya dengan
fasilitas bahasa sehingga muncul bahasa birokrat atau politik.
2.Tingkat kefasihan relatif: Setiap literasi memerlukan kefasihan berbahasa dan literasi
yang berbeda, tergantung situasinya.
3.Pengembangan potensi diri dan pengetahuan: Pada tahap tinggi literasi membekali
mahasiswa kemampuan memproduksi dan memproduksi ilmu pengetahuan.
4.Standar dunia
5.Warga masyarakat demokratis: Media adalah salah satu pilar demokratis. Pendidikan
literasi harus mendukung terciptanya demokratisasi bangsa.
6.Keragaman lokal
7.Hubungan global: Literasi tingkat ini bergantung pada dua hal, yaitu penguasaaan
teknologi informasi dan penguasaan konsep atau pengetahuan yang tinggi.
8.Kewarganegaraan yang efektif: Yaitu warga negara yang mampu mengubah diri,
menggali potensi diri, serta berkontribusi bagi keluarga, lingkungan dan negaranya.
Warga negara yang efektif mengetahui hak dan kewajibannya (citizenship literacy).
9.Berbahasa Inggris ragam dunia
10.Kemampuan berpikir kritis: Literasi bukan sekedar mampu membaca dan menulis,
melainkan juga menggunakan bahasa secara fasih, efektif dan kritis.
11.Masyarakat semiotik: Budaya adalah sistem tanda, oleh karenanya memaknai tanda
terlebih dahulu harus menguasai literasi semiotik.
Tanpa arah semua menjadi kacau balau dan tak menentu. Di kehidupan ini kita harus
punya petunjuk arah guna menjauhkan kita dari tersesat dalam peliknya kehidupan.
Petunjuk arah dalam kehidupan adalah prinsip. Sebagai petunjuk arah kita dapat
berpegang pada prinsip tersebut.

C.Peristiwa Literasi
Indonesia adalah negara multikulturalisme yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dan
berpenduduk lebih dari 237 juta orang yang berasal dari 200 lebih suku bangsa.
Kenyataan tersebut menempatkan Indonesia di urutan negara yang populasinya tertinggi.
Motto “bhineka tunggal ika” atau Persatuan dalam Keragaman merupakan dua sisi koin
untuk menggambarkan negeri ini. Dalam wacana politik, motto itu dimaknai secara tidak
proporsional dengan mengutamakan kesatuan dan mengabaikan keberagaman. Kita tahu,
pada masa silam banyak upaya untuk mengembangkan bahasa daerah, kesenian daerah,
dan hal yang berkaitan dengan kesukubangsaan dianggap membahayakan dan
mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Pada 1950-an orang yang aktif dalam
kegiatan kebudayaan atau kesenian daerah tak mustahil akan dituduh separatis,
provinsialis, federalis atau berbagai tuduhan negatif lainnya (Rosidi:2012). Akibatnya,
masyarakat kurang peduli terhadap budaya etnisnya, apalagi terhadap etnis lain.
-Multikulturalisme
Secar harfiah, kombinasi multi (banyak, berbagai, plural) plus kultur (budaya) mudah
dipahami,yakni hal-ihwal adanya berbagai budaya. Makna kultur sulit disederhanakan
sebab istilah ini merujuk ke berbagai hal menyangkut manusia sebagai makhluk
berbudaya. Isme berarti faham, maka multikulturalisme bisa berarti paham, aliran
pemikiran, teori, atau sekedar sudut pandang. Inilah pengertian gelombang pertama
mengenai multikulturalisme yang dicirikan oleh dua hal: (1) kebutuhan terhadap
pengakuan atas keberagaman budaya dan (2) legitimasi keberagaman budaya atau
pluralisme budaya. Pada gelombang kedua, multikulturalisme merujuk pada sejumlah
pemikiran, yaitu: (1) studi kultural (cultural studies),(2) pascakolonialisme, (3)
globalisasi, (4) feminisme, (5) teori ekonomi politik neo-Marxisme, dan (6)
pascakulturalisme. Namun, inti dari semua ini adalah tiga tantangan besar yang mesti
dihadapi, yaitu hegemoni Barat, esensialisasi budaya, dan proses globalisasi
(Tilaar,2004).
Esensialisasi budaya dalam perspektif multikulturalisme mengikuti tujuh prinsip bebagai
berikut:
1.Kebudayaan selalu dinamis dalam kubangan sosial yang terus berubah. Dalam bejana
multikultural Indonesia, praktik-praktik kebudayaan selalu memunculkan tafsir baru.
Tafsir baru inilah esensi kritik terhadap budaya sendiri, dan hal ini hanya mungkin bisa
terjadi dialog kebudayaan secara cerdas dan terus-menerus.
2.Praktik kebudayaan mesti dikaitkan dengan kekuasaan.
3.Kebudayaan merupakan objek kajian dan lokasi tindakan berpolitik.
4.Pentingnya pendekatan lintas disiplin dan studi banding dalam kritik kebudayaan.
Dengan demikian, wacana kebudayaan harus terbuka bagi siapa pun yang ingin
mempelajarinya.
5.Pentingnya rekonstruksi dalam kritik kebudayaan.
Paham multikulturalisme bukannya tanpa kritik. Multikulturalisme yang radikal
cenderung menekankan perbedaan kelompok dengan melupakan persamaan antarsesama.
Seperti yang disimpulkan oleh Arifin (2011), dampak negatif multikulturalisme radikal
adalah:
1.Merusak kohesi spasial, menghilangkan identitas nasional, dan menggerus nilai-nilai
kewargaan.
2.Mencegah integrasi minoritas dan menciptakan kantung-kantung kelompok militan dan
gerakan separatis.
3.Menyebabkan penindasan oleh minoritas tertentu terhadap minoritas lainnya.
4.Menimbulkan bahaya bagi perempuan.
5.Cenderung mengekang budaya.
Banyaknya konflik antarsuku maupun antar umat beragama di Indonesia selama ini
membuktikan bahwa pendidikan nasional gagal mendidik warga negara untuk hidup baik
dan harmonis dalam negara Indonesia yang multikultural. Gerakan-gerakan separatis
yang mengancam persatuan nasional harus diselesaikan dengan pendekatan pendidikan
dan kebudayaan, bukan dengan pendekatan politik, apalagi militer. Sistem pendidikan
nasional harus ditata ulang agar menumbuhkan kembali komitmen pemerintah dan
bangsa terhadap pentingnya keragaman dan persatuan. Mustahil membangun Indonesia
tanpa mengenal dan menghargai perbedaan. Suara hati setiap suku bangsa di negara ini
harus didengar untuk mengembangkan toleransi, yang berarti menyadari betul adanya
perbedaan keyakinan, nilai hidup, dan cara pandang terhadap dunia.
Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, pendidikan merupakan usaha sadar
dan sistematis untuk menciptakan lingkungan pembelajaran dan proses pendidikan,
sehingga siswa dapat mengembangkan potensinya, termasuk pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, perilaku baik, dan keterampilan yang penting bagi dirinya,
masyarakat, dan negara. Undang-Undang juga menetapka bahwa fungsi pendidikan di
antaranya adalah mengembangkan kompetensi, karakter, dan peradaban. Perangkat
hukum dan perundang-undangan telah dirumuskan dengan sempurna, tapi dalam
pelaksanaannya sering menghadapi kendala.
Sebagai negara yang multikultural, Indonesia seharusnya menerapkan pendidikan
multikultural, yang berfungsi antara lain untuk mengubah cara berpikir dan menilai kultur
orang lain, dan untuk mengenal identitas diri sendiri dan identitas orang lain. Sayang
sekali, di Indonesia belum ada model pendidikan multikultural. Seperti yang disarankan
oleh Tilaar: “education, we have to study various aspects of is philoshophy, methodology,
its content and its challenges in its performance” (Tilaar 2004:361).
Beliau mengidentifikasi lima program untuk mengembangkan program multikultural,
yakni lembaga pendidikan sebagai pusatnya, pendidikan kewarganegaraan (civics
education), kurikulum multikultural, kebijakan perbukuan, dan pendidikan guru. Kutipan
di atas menyiratkan bahwa:
1.Pendidikan nasional belum menerapkan pendidikan multikultural.
2.Pendidikan multikultural memiliki filsafat, metodologi, dan substansinya sendiri.
Ambil contohpenelitian Zuriah (2011) yang mengembangkan kurikulum pendidikan
multikultural berbasis kearifan lokal. Model pembelajaran ini terbukti lebih efektif dalam
peningkatan kompetensi siswa seperti toleransi dan kemampuan menghargai orang lain
jika dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Beliau antar lain
menggunakan sejumlah ungkapan tradisional Jawa, seperti sing gedhe ora kena gumedhe,
sing cilik ora kena mitek (yang besar jangan sombong yang kecil jangan putus asa),
sayuk rukun saiyeg saeka praya (bersatu untuk mencapai tujuan bersama), gotong royong
dan sebagainya. Para siswa dalam eksperimennya diminta untuk mengeksplorasi kearifan
lokal dan menerapkannya dalam masyarakat multikultural.
Etnopedagogi Berbasis Kearifan Lokal
Cerlang budaya (local genius) atau kearifan (wisdom) diberi batasan sebagai berikut:
“accumulated philosophicor scientific learning; ability to discern inner qualities and
relationships; good sense; a wise attitude or course of action” (Webster’s New Collegiate
Dictionary 1986:1335). H.G. Quaritch Wales, dalam Ayatrohaedi, ed.(1986), dianggap
sebagai orang yang pertama kali menggunakan istilah local genius. Buku ini membahas
bagaimana cerlang budaya di berbagai ranah seperti arkeologi, kehidupan beragama,
akulturasi, bahasa, teknologi, dan sistem sosial di Indonesia.
Berdasarkan batasan di atas, berikut ini adalah parameter kearifan:
1.Kearifan lokal bersifat akumulatuf selama bertahun-tahun dibangun oleh masyarakat
lokal.
2.Kearifan lokal merupakan mata batin untuk melihat dan mencermati persoalan.
3.Kearifan adalah kemampuan melihat esensi persoalan sehingga kita bertindak bijak
berdasarkan pemahaman utuh atas persoalan yang dihadapinya.
4.Kearifan lokal adalah tradisi turun-temurun.
Di man pun manusia dilahirkan dan dibesarkan, dia dianugerahi potensi lokal untuk
mengembangkan lingkungan sosial dan psikologisnya. Setiap suku bangsa di seluruh
Indonesiamemiliki perbedaan dalam keyakinan, nilai, cara pandang, dan kepercayaan
yang layak dihormati dan dikagumi. Karena itu, jika pendidikan bertujuan mengubah cara
berpikir, praktik pendidikan harus mempertimbangkan aspek kebudayaan lokal.para
pendidik harus memahami potensi lokal anak didiksebelum memberdayakan mereka
untuk mencapai tujuan pendidikan. Penelitian Sutanto (2011) mengembangkan model
pembelajaran biola sebagai alternatif bagi model yang selama ini dikembangkan oleh
Sekolah Musik Suzuki. Dia menggunakan lagu-lagi Indonesia yang sangat dikenal oleh
para siswa. Terbukti bahwa siswa lebih termotivasi untuk belajar dan lebih cepat
menguasai instrumen itu.
Setiap kebudayaan mengalami masa kejayaan pada masa lalu, tetapi hal itu bukan untuk
sekedar dikenang saat ini. Berdasarkan kearifan lokal, kita perlu mengembangkan strategi
kultural untuk mengembangkan kebudayaan demi kehidupan yang lebih baik. Masyarakat
Sunda, misalnya, memiliki postulat-postulat kultural seperti hurip (penuh semangat),
waras (sehat), cageur (sehat secara fisik dan mental), bageur (baik), bener (benar), pinter
(pintar), ludeung (percaya diri), silih asah (belajar bersama), silih asuh ( saling menjaga),
sineger tengah (moderat), singer, motékar (kreatif) dan rapékan (siap untuk melakukan
segala jenis pekerjaan) (Alwasilah:2006), dan postulat-postulat itu memiliki nilai
universal. Masyarakat Sunda juga percaya pada kemakmuran, kedamaian, kemuliaan, dan
kebebasan di dunia maupun di akhirat. Sementara itu, Banders (1889) mengamati bahwa
masyarakat Jawa mengembangkan 10 karakter dasar budayanya atau kearifan lokalnya
seperti wayang,gamelan, tembang (musik), batik, bengkel pandai besi, sistem keuangan,
penggalian sumber daya laut, astronomi, irigasi dan sistem pemerintahan (Atmojo, 1986).
Alat untuk mentransmisikan budaya adalah bahasa. Bahasa adalah media transmisi yang
merefleksikan budaya. Bahasa adalah hal penting dalam setiap jenis pekerjaan. Di Eropa
seni bahasa (language arts) dijadikan bagian dari pendidikan liberal, karena dengan
mempelajari bahasa siswa diharapkan terbebas dari kebodohan. Pentingnya
menggunakan bahasa ibu, alih-alih menggunakan bahasa asing, sebagai sarana
pendidikan, telah lama disarankan oleh UNESCO karena alasan-alasan psikologis, sosial,
dan pendidikan. Etnologue (2005) mencatat 742 bahasa daerah di Indonesia, dan tanpa
memperhitungkan besar-kecilnya, semua itu merupakan kearifan lokal yang berperan
memelihara segala kearifan lokalnya. Sepuluh bahasa terbesar adalah bahasa Aceh, Bali,
Banjar, Batak, Bugis, Jawa, Madura, Minang, Sasak, dan Sunda.
Etnopedagogi menentang pengingkaran keberagaman bahasa. Dari sudut pandang
etnopedagogi, pemertahanan bahasa daerah merupakan bagian dari pengakuan terhadap
“keragaman”, sementara bahasa nasional digunakan untuk menyosialisasikan kebijakan
lokal dan pemahaman antaretnis yang merupakan strategi untuk mempromosikan
“kesatuan”.

D.Strategi Literasi
1.Membaca
Membaca merupakan keterampilan dasar yang harus dimiliki setiap manusia.Oleh karena
keterampilan ini menjadi sarana untuk menangkap informasi yang ada di tulisan.
Keterampilan ini disebut sebagai keterampilan berbahasa reseptif, karena dengan
membaca seseorang akan memperoleh informasi, ilmu, pengetahuan, dan pengalaman-
pengalaman baru. Semua yang diperoleh dari kegiatan membaca akan memungkinkan
orang tersebut mampu mempertinggi daya pikirnya, mempertajam pandangannya, dan
memperluas wawasannya.
Pada setiap manusia, kepemilikan keterampilan dasar ini diawali dari
keterampilanmembaca permulaan dan dilanjutkan membaca lanjut.Membaca permulaan
merupakan program pembelajaran yang diorientasikan kepada kemampuan membaca
permulaan di kelas-kelas rendah,pada saat anak-anak mulai memasuki bangku sekolah.
Pada tahap awal anak memasuki bangku sekolah di kelas 1 sekolah dasar, membaca
permulaan merupakan menu utama.Kemampuan membaca permulaan lebih
diorientasikan pada kemampuan membaca tingkat dasar, yakni kemampuan melek huruf.
Maksudnya, anak-anak dapat mengubah dan melafalkan lambang-lambang tertulis
menjadi bunyi-bunyi bermakna. Pada tahap ini sangat dimungkinkan anak-anak dapat
melafalkan huruf-huruf yang dibacanya tanpa diikuti oleh pemahaman terhadap makna
lambang bunyi tersebut.
Kemampuan melek huruf ini selanjutnya dibina dan ditingkatkan menuju pemilikan
kemampuan membaca tingkat lanjut, yakni melek wacana. Yang dimaksud dengan melek
wacana adalah kemampuan membaca yang sesungguhnya, yakni kemampuan mengubah
lambang-lambang tulis menjadi bunyi-bunyi bermakna disertai pemahaman akan makna
lambang-lambang tersebut. Dengan bekal kemampuan melek wacana inilah kemudian
anak dipahamkan dengan berbagai informasi dan pengetahuan dari berbagai media cetak
yang dapat diakses sendiri.
Di kelas tinggi membaca dalamarti melek wacana adalah membaca
pemahaman.Membaca pemahaman adalah kegiatan membaca yang dilakukan
olehsesorang untuk memahami isi bacaan secara menyeluruh. Membaca pemahaman
dilakukan dengan menghubungkan skemata atau pengetahuan awal yang dimiliki
pembaca dan pengetahuan baru yang diperoleh saat membaca, sehingga proses
pemahaman terbangun secara maksimal. Untuk dapat memahami secara maksimal
seorang guru harus memiliki strategi pemahaman.
Strategi pemahaman merupakan tindakan berfikir yang digunakan pembaca untuk
membantu mencapai pemahaman. Pembaca menggunakan strategi ini untuk
mempertajam pemahaman mereka atas teks yang dibaca.

a.Strategi menghubungkan artinya pembaca menghubungkan teks dengan dirinya,


menghubungkan teks dengan dunia anak, menghubungkan teks dengan pengalaman anak,
dan menghubungkan teks dengan teks lain. Misalnya sebelum anak membaca bacaan "
Aku membantu ibu menyapu”, pertanyaan yang dapat dipakai untuk menerapkan strategi
menghubungkan teks dengan diri pembaca adalah: apakah kamu pernah membantu ibu di
rumah?, Pekerjaan ibu apa sajakah yang kamu bantu? Mengapa kamu memilih menyapu?

b.Strategi memprediksi yaitu meminta pembaca untuk memprediksi apa isi bacaan yang
akan dibaca, kemudianmembuktikan kebenaran prediksinya dengan melakukan kegiatan
membaca. Manfaat strategi ini adalah pembaca lebih bersemangat membaca karena ingin
menemukan jawaban prediksinya.

c.Strategi menanyakan, sebelum membaca guru memberikan pertanyaan- pertanyaan


seputar bacaan. Manfaat strategi ini adalah dengan pertanyaan tsb dapat menuntun
pembaca kearah isi bacaan, dapat membentuk pemahaman awal, membuka jalan bagi
anak yang masih bingung..

d.Strategi menyimpulkan, dimaksudkan agar pembaca dapat mengutarakan isi bacaan


dalam bentuk pernyataan yang ringkas. Pertanyaan yang dapat diberikan guru dalam
menerapkan strategi ini adalah pertanyaan yang berurutan secara sistematis, tidak
melompat – lompat.
Saudara empat strategi tersebut hanya merupakan contoh yang diberikan, berikutnya
silakan Anda diskusikan di dalam kelompok strategi apa lagi yang dapat diterapkan di
dalam meningkatkan pemahaman membaca dan yang dapat meningkatkan kegemaran
membaca siswa SD. ( Mencakupi kelas rendah dan kelas tinggi)

2.Menulis
Kemampuan menulis permulaan tidak jauh berbeda dengan kemampuan membaca
permulaan. Pada tingkat dasar, pembelajaran menulis lebih diorientasikan pada
kemampuan yang bersifat mekanik. Siswa dilatih untuk dapat menuliskan lambang-
lambang tulis yang jika dirangkaikan dalam sebuah struktur, lambang-lambang itu
menjadi bermakna.
Dengan demikian, menulis permulaan tidak jauh berbeda dengan membaca permulaan.
Pada tingkat dasar/permulaan, menulis permulaan lebih diorientasikan pada kemampuan
yang bersifat mekanik. Anak-anak dilatih untuk dapat menuliskan (mirip dengan melukis
atau menggambar) lambang-lambang tulis yang jika dirangkaikan dalam sebuah struktur,
lambang-lambang itu menjadi bermakna. Kegiatanmenulis permulaan dilakukan dengan
berbagai cara antara lain : menjiplak, menyalin, menulis tegak bersambung.
Setelah anak-anak lancar menulis, selanjutnya dengan kemampuan dasar tersebut, secara
perlahan-lahan anak-anak di arahkanpada kemampuan menuangkangagasan, pikiran,
perasaan, ke dalam bentuk bahasa tulis melalui lambang-lambang tulis yang sudah
dikuasainya. Inilah kemampuan menulis yang sesungguhnya. Kegiatan menulis yang
seperti itu biasa disebut menulis kreatif, karena kegiatan menulis yang sesungguhnya
adalah memproduksi ide-ide untuk disampaikan kepada orang lain dalam bentuk tulisan.
Menulis kreatif ini bisa dilakukan dengan berbagai cara antara lain: a) menulis
berdasarkan pengalaman peserta didik, b) menulis berdasarkan pengamatan, c) menulis
berdasarkan imajinasi peserta didik, d) menulis berdasarkan hal-hal yang disukai pserta
didik, e) menulis berdasarkan apa yang dibaca.

a.Menulis berdasarkan pengalaman peserta didik


Ide menulis bagi peserta didik dapat dimulai denganmenuliskan peristiwa-peristiwayang
pernah dialami. Guru dapat meminta peserta didik untuk membuat catatan harian,
sehingga kebiasaan mencatat apa yang dialami setiap hari, dapat mendorong peserta didik
gemar menulis.
Tulisan, teks, grafis, gambar dihubungkan dengan pengalaman fisik, dan emosional
siswa. Segala halyang bersentuhan langsung dengan emosi siswa (teks, bacaan, gambar
dsb) dapat memberikan dampak psikologis positif, antara lain siswa menjadi (a) tertarik,
(b) asyik/senang, dan (c) betah.
b.Menulis berdasarkan pengamatan
Hasil pengamatan merupakan sumber inspirasi peserta didik untuk menulis. Peserta didik
diminta mengamati suatu objek kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan. Latihan
menemukan fakta melalui pengamatan dapat memberikanide-ide bagi peserta didik untuk
menuliskannya.
c.Menulis berdasarkan imajinasi peserta didik
Peserta didik memiliki imajinasi yang tidak terbatas, sehingga guru dapat memanfaatkan
imajinasi mereka untuk dituangkan ke dalam tulisan. Namun hal tersebut tidaklah mudah,
oleh karena itu guru dapat memulainya dengan memberikan media tulis yang bervariasi.
Media tulis ini dapat menjadi sumber ide yang dapat membantu peserta didik
menuangkan ide dalam tulisan yang kreatif.
d.Menulis berdasarkan hal-hal yang disukai
Cara lain menggiatkan peserta didik untuk menulis adalah dengan meminta mereka
menulis hal-hal yang disukai, bisa berwujud tulisan prosa bisa pula berwujud puisi.
e.Menulis berdasarkan apa yang dibaca
Setelah peserta didik melakukan kegiatan membaca, banyak ide yang dapat
dituliskannya, misalnya menuliskan puisi tentang tokoh dalam cerita yang di baca.

E.Pengertian Literasi Sains


Holbrook(2009) dalam jurnalnya The meaning of science, menyatakan literasi sains
berarti penghargaan pada ilmu pengetahuan dengan cara meningkatkan komponen-
komponen belajar dalam diri agar dapat memberi kontribusi pada lingkungan social. Dari
kalimat diatas literasi sains memiliki arti luas, setiap kalangan dapat memberikan
kontribusi dalam mengartikan literasi sains. Setiap kalangan umur memberikan kontribusi
terhadap teknolgi berdasarkan tingkat pemahaman yang dimilikinya. Secara umum
literasi sains memiliki beberapa komponen, komponen tersebut adalah:

mampu membedakan mana konteks sains dan mana yang bukan konteks sains
mengerti bagian-bagian dari sains dan memiliki pemahaman secara umum aplikasi sains
memiliki kemampuan untuk menerapkan pengetahuan sains dalam pemecahan masalah
mengerti karakteristik dari sains dan mengerti kaitannya dengan budaya
mengetahui manfaat dan resiko yang ditimbulkan oleh sains
Komponen-komponen diatas merupakan dasar pengembangan dari indikator yang akan
disusun untuk meneliti lebih lanjut literasi sains.
Jika dikaitkan dengan taksonomi bloom literasi sains ini sejajar dengan aplikasi konsep
dalam kehidupan sehari-hari. Jika dikembangkan lebih lanjut tahap aplikasi konsep dalam
kehidupan sehari-hari, akan menciptakan kemampuan dalam menciptakan sesuatu.
Aplikasi dan mengkreasikan sesuatu telah masuk pada berpikir tingkat tinggi, jadi literasi
sains secara dapat meningkatkan kemampuan tingkat tinggi seseorang. Kemampuan
tingkat tinggi yang dapat dikembangkan dalam literasi sains adalah dapat menggunakan
konsep sains dan teknologi, mampu menempatkan, mengklasifikasikan teknologi
informasi untuk memecahkan masalah sehari-hari agar dapat membuat keputusan, dapat
membedakan bukti sains dan bukti teknologi untuk mengetahui informasi yang reliable
dan yang tidak reliable, mampu memberikan penjelasan mengenai fenomena yang terjadi
berdasarkan konsep yang telah dipahami, dapat menggunakan metode ilmiah dalam
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, dan mampu menganalisis hubungan
sains dan teknologi dengan isu yang berkembang dalam masyarakat. Produk-produk
berpikir tingkat tinggi diatas dapat dipilih sesuai dengan porsi literasi sains yang
diinginkan. Indikator literasi sains dan berpikir tingkat tingkat tinggi tentu disesuaikan
dengan individu yang akan ditinjau. Dengan pemilihan indikator yang berbeda, maka
akan memberikan pengertian literasi sains yang berbeda. Namun secara garis besar
literasi sains memiliki arti yang sama yaitu mampu mengaplikasikan konsep-konsep
keilmuwan dalam memecahkan masalah sehari-hari.

F.Literasi Sains dalam Pembelajaran Fisika


Menurut standar kompetensi yang terdapat pada Kurikulum 2006, terdapat dua tujuan
pelajarn fisika di sekolah yang sejalan dengan literasi sains, dua kemampuan itu adalah
Kemampuan untuk dapat mengembangkan pengalaman agar dapat merumuskan masalah,
mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrument
percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan
hasil percobaan secara lisan atau tertulis.
Mengambangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif
dengan menggunakan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan
menyelesaikan masalah baik secara kualitaif maupun kuantatif.
Dengan dua tujuan dari pelajaran fisika ini, diharapkan sekolah sebagai lembaga
pendidikan formal dapat menciptakan lingkungan pembelajaran demi tercapainya tujuan
pelajaran fisika. Pertanyaannya adalah apakah pembelajaran fisika dikelas sudah
melatihkan kemampuan literasi sains siswa?. untuk itu sebagai seorang guru tentu kita
harus memiliki wawasan pembelajaran seperti apa yang bisa diaplikasikan agar
kemampuan literasi sains siswa dapat meningkat. Kompoenen-komponen pembelajaran
mulai dari perencanaan, proses dan evaluasi harus dikuasai oleh guru agar tujuan yang
diinginkan dapat tercapai.
Pembelajaran adalah penciptaan lingkungan agar manusia-manusia yang ada didalamnya
mengalami pengalaman tertentu sehingga, tanggapan dan tingkat laku seseorang dapat
berubah dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa, atau dari suatu
keadaan ke keadaan lain yang diinginkan dalam tujuan pembelajaran.
Dalam penyusunan rangkaian pembelajaran, mengacu pada kompetensi apa yang ingin
dicapai. Setiap kegiatan dalam proses pembelajaran memberikan andil bagi kompetensi
yang ingin dilatihkan pada siswa. rangkaian aktivitas pembelajaran terangkum dalam
model pembelajaran yang digunakan. Pemilihan model pembelajaran yang digunakan
disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Jika tujuan pembelajarannya
adalah ingin melatihkan kemampuan literasi sains maka guru harus memilih model
pembelajaran yang dapat melatihkan kemampuan literasi sains pada siswa.
Terdapat prinsip-prinsip penting yang harus ada dalam sebuah pemebalajaran yang
bertujuan untuk melatihkan kemampuan literasi sains pada siswa. prinsip-prisip tersebut
adalah sebagai berikut:
Membuat pembelajaran lebih konseptual, sehingga siswa mampu mengintegrasikan
konsep dengan kehidupan sehari-hari. Setelah siswa memahami konsep, siswa dituntun
agar dapat melihat aplikasi dari konsep yang telah dipelajari dalam kehidupan sehari-hari.
Agar siswa lebih termotivasi dalam belajar, maka guru harus dapat menset pembelajaran
yang interaktif.
Buat pembelajarn lebih konseptual, berikan informasi pada siswa mengenai peristiwa
terbaru yang terjadi dan berkaitan dengan konsep yang dipelajari.
Buat topic yang dipelajari ada kaitannya dengan isu social yang sedang hangat
dibicarakan.
Siswa diajak untuk memahami topic topic secara lebih mendalam sehingga siswa benar-
benar mengerti mulai dari konsep sampai aplikasi mengenai topic tersebut dalam
kehidupan sehari-hari.
Kelima prinsip diatas adalah hal-hal yang tidak boleh ditinggalkan dalam sebuah
pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan literasi sains. Terdapat beberapa model
yang bisa digunakan dalam melatihkan kemampuan literasi sains. Contoh model
pembelajaran yang melatihkan kemampuan literasi sains adalah model pembelajaran
berbasis inkuiri. Secara garis besar model pembelajaran berbasis inkuiri memiliki hal-hal
penting dimana disetiap tahapannya memiliki tujuan tertentu.

BAB III
KESIMPULAN
Makna literasi semakin berkembang dari waktu ke waktu. Perkembangan makna tersebut
mengikuti perkembangan zaman yang bergerak cepat. Perkembangan zaman yang pesat
jugalah yang membukakan tirai penutup literasi. Sekarang kita tahu bahwa literasi tak
melulu baca-tulis. Literasi adalah praktik kultural yang berkaitan dengan persoalan sosial
dan politik. Oleh karenanya para pakar pendidikan dunia berpaling kepada definisi baru
tentang literasi. Selain itu, dewasa ini kata literasi banyak disandingkan dengan kata-kata
lain, misalnya literasi komputer, literasi virtual, literasi matematika dan sebagainya.
Perjalanan yang panjang mengulas tentang literasi yang berevolusi dan bertrasnformasi
maknanya. Sekarang ini, makna literasi menjadi lebih kompleks dan luas. Selain itu,
literasi juga ternyata sangat berpengaruh pada perkembangan suatu bangsa. Tingginya
literasi berbanding lurus dengan kemajuan negaranya. Tingkat kemampuan literasi kita
dapat diukur dengan tujuh dimensi dalam literasi. Sehingga, kita dapat melihat apakah
kita telah bagus disemua bidangnya. Daya literasi individu berkontribusi pada daya
literasi suatu negara. Maka, setelah kita mengetahui sejauh mana kemampuan literasi
kita, kita dapat berbedah diri demi kemajuan bangsa ini. Sudah menjadi berita biasa bila
Indonesia menempati strata bawah dalam literasi dunia. Oleh sebab itu, rekayasa literasi
perlu dilakukan di Indonesia. Merekayasa pengajaran literasi menajdi pilihan yang bijak
karena hanya dalam dunia pendidikanlah pengejaran literasi dapat ditanamkan pada
siswa. Pendidikan merupakan ujung tombak kemajuan literasi.

DAFTAR PUSTAKA
(Alwasilah, pokoknya rekayasa literasi, 2012)
http://www.triniharyanti.id/2014/02/membangun-budaya-literasi-dengan.html
http://prianganaulia.blogspot.co.id/2014/02/transformasi-makna-literasi.html
http://dafrianzah.blogspot.co.id/2014/09/pengembangan-literasi-siswa-dalam.html
https://googleweblight.com/?
lite_url=https://contohmakalahdocx.blogspot.com/2017/06/contoh-makalah-literasi-
sains.html

Anda mungkin juga menyukai