Anda di halaman 1dari 6

Potensi Teh Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus) Sebagai

Terapi Komplementer Untuk Menurunkan Infeksi Opurtunistik


Pada Penderita HIV-AIDS
Annisa Fitriani1, Intan Hanifah Mutmainnah1, Yunita Dwi Setyawati1*, Ratna Indriawati2
1
Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2
Departemen Fisiologi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
*
Korespondensi : yunita.dwies@gmail.com

ABSTRAK

Terdapat 34.0 milyar (31.4-35.9 milyar) orang hidup dengan HIV pada akhir
2011. Diestimasikan 0.8% orang di dunia usia 15-49 tahun hidup dengan HIV dengan
insidensi tertinggi di Sub-Saharan Afrika. Berdasarkan statistik kasus HIV/AIDS di
Indonesia tahun 2013 oleh Ditjen PP & PL Kemenkes RI, angka kasus HIV mencapai
118.792 dengan peringkat pertama provinsi Papua. Kelainan kulit yang terjadi pada
pasien HIV/AIDS yang sering menyertai adalah infeksi oportunistik. Infeksi opurtunistik
menjadi lebih sering terjadi pada penyakit HIV stadium lanjut yang tidak diobati, dengan
meliputi berbagai penyebab diantaranya adalah bakteri, virus, dan jamur. Untuk
mengatasi berbagai kelainan akibat HIV tersebut, digunakan pengobatan antiretroviral
(ARV) yang telah terbukti secara bermakna menurunkan angka kematian dan kesakitan
orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Namun demikian, efek samping obat antiretroviral
merupakan kejadian yang cukup sering terjadi pada pasien HIV dan umumnya terjadi
dalam tiga bulan pertama setelah inisiasi ARV, walaupun efek samping jangka panjang
juga kerap didapati sesudahnya. Antiretroviral lini pertama yang digunakan di Indonesia
adalah kombinasi AZT/d4T dengan 3TC dan NVP/EFV. Efek samping yang sudah
pernah diteliti antara lain anemia AZT sebanyak 20%, hipersensitivitas NVP sebanyak
27.6%, peningkatan enzim transaminase sebanyak 20,8% dan neuropati d4T sebanyak
22%. Buah naga merah adalah buah dari beberapa jenis kaktus dari marga Hylocereus
dan Selenicereus yang memiliki komponen aktif yang dapat mengikat radikal bebas dan
dikatakan sebagai sumber antioksidan. Kandungan antioksidan yang tinggi tidak hanya
terdapat pada buah naga, namun juga terdapat pada kulit buah naga. Dalam 1mg/ml kulit
buah naga dapat menghambat sebanyak 83.48 ± 1.02% radikal bebas, sedangkan untuk 1
mg/ml daging buah naga hanya dapat menghambat radikal bebas sebesar 27,45 ± 5,03%.
Dengan kata lain kulit buah naga memiliki potensi sebagai antioksidan yang lebih tinggi
daripada dagingnya. Selain itu, dalam kulit buah naga juga ditemukan adanya senyawan
flavonoid yang dapat menghambat infeksi jamur, bakteri, maupun virus. Oleh karena itu,
penulis mengusulkan teh dari kulit buah naga merah sebgai terapi komplemetenter untuk
menurunkan infeksi oportunistik pada penderita HIV AIDS.

Kata Kunci: Infeksi Oportunistik, HIV AIDS, Kulit buah naga merah

1
6th Islamic Medical Science Festival (IMSF)
“Aplikasi Ajaran Islam dalam Pencegahan dan Terapi Penyakit HIV/AIDS sebagai Langkah Strategis Membentuk Generasi Muslim Berkualitas”
Universitas Airlangga (UNAIR), Surabaya, Indonesia 19 – 21 Desember, 2014

Latar Belakang HIV/AIDS ini sangat banyak klasifikasinya dan


dengan spektrum yang juga sangat luas, salah
Penyakit Menular Seksual (PMS) di Indonesia satunya adalah infeksi oportunistik. Infeksi
terus meningkat dari waktu ke waktu. Beberapa opurtunistik menjadi lebih sering terjadi pada
Penyakit Menular Seksual (PMS) yang paling penyakit HIV stadium lanjut yang tidak diobati,
banyak terjadi yaitu gonorrhoea, chlamydial dengan meliputi berbagai penyebab diantaranya
infection, syphilis, trichomoniasis, chancroid, adalah bakteri, virus, dan jamur. Maka dari itu,
genital herpes, genital warts, infeksi hepatitis B, untuk mengatasi berbagai kelainan akibat HIV
dan infeksi human immunodeficiency virus (HIV).1 tersebut, digunakan pengobatan antiretroviral
Sekian banyak dari jenis PMS tersebut, Infeksi (ARV) yang telah terbukti secara bermakna
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah menurunkan angka kematian dan kesakitan orang
salah satu jenis penyakit yang menjadi masalah dengan HIV/AIDS (ODHA).9 Namun demikian,
kesehatan masyarakat dan memerlukan perhatian efek samping obat antiretroviral merupakan
yang sangat serius. Apabila dilihat dari jumlah kejadian yang cukup sering terjadi pada pasien
kasus AIDS yang dilaporkan setiap tahunnya, HIV dan umumnya terjadi dalam tiga bulan
secara keseluruhan terdapat 34.0 milyar (31.4- pertama setelah inisiasi ARV, walaupun efek
35.9 milyar) orang hidup dengan HIV pada akhir samping jangka panjang juga kerap didapati
2011. Diestimasikan 0.8% orang di dunia usia 15- sesudahnya. Antiretroviral lini pertama yang
49 tahun hidup dengan HIV dengan insidensi digunakan di Indonesia adalah kombinasi
tertinggi di Sub- Saharan Afrika.2 Berdasarkan AZT/d4T dengan 3TC dan NVP/EFV. Efek
statistik kasus HIV/AIDS di Indonesia tahun 2013 samping yang sudah pernah diteliti antara lain
oleh Ditjen PP & PL Kemenkes RI, angka kasus anemia AZT sebanyak 20%, hipersensitivitas
HIV mencapai 118.792 dengan peringkat pertama NVP sebanyak 27.6%, peningkatan enzim
provinsi Papua.3,4 transaminase sebanyak 20,8% dan neuropati d4T
Hampir semua orang yang terinfeksi HIV dan sebanyak 22%.10,11,12
tidak mendapat pengobatan, akan berkembang Jelas bahwa keberhasilan terapi HIV/AIDS
menjadi AIDS. Progresivitas infeksi HIV tidak hanya dilihat pada kondisi klinis penderita,
bergantung pada karakteristik virus dan hospes. tapi juga dilihat dari kualitas hidup penderita.
Usia kurang dari lima tahun atau lebih dari 40 WHO mendefinisikan kualitas hidup sebagai
tahun, infeksi yang menyertai, dan faktor genetik persepsi individual terhadap posisi mereka di
merupakan faktor penyebab peningkatan kehidupan dalam konteks budaya dan sistem nilai
progresivitas. Bersamaan dengan progresifitas dimana mereka hidup dan terikat oleh tujuan,
dan penurunan sistem imun tersebut, penderita ekspektasi, standar, dan pikiran. Beberapa hal
HIV menjadi lebih rentan terhadap infeksi. dapat memicu penurunan kualitas hidup pasien
Beberapa penderita mengalami gejala HIV-AIDS seperti disease progression, patients’
konstitusional, seperti demam dan penurunan disability, stigma sosial yang berkembang di
berat badan, yang tidak jelas penyebabnya. masyarakat, keberadaan dalam masyarat,
Beberapa penderita lain mengalami diare kronis pengobatan jangka panjang, dan efek samping
dengan penurunan berat badan. Penderita yang dari pengobatan.13
mengalami infeksi oportunistik dan tidak Penelitian Miller, dkk pada tahun 2006
mendapat pengobatan anti retrovirus biasanya tentang kualitas hidup bagi wanita penderita HIV
akan meninggal kurang dari dua tahun di Amerika yang sudah menggunakan ARV
kemudian.5 selama 8 tahun menunjukkan bahwa kualitas
Salah satu jenis kelainan yang hampir secara hidup menurun jika pelayanan kesehatan yang
umum muncul pada perjalanan penyakit HIV mereka terima buruk, kurangnya perhatian.
adalah kelainan kulit, yaitu sebagai akibat dari Gejala yang sering dijumpai akibat menurunnya
menurunnya sistem imun atau berhubungan kualitas hidup adalah depresi mental. Banyaknya
dengan pengobatan antiretrovirus. Penurunan komplikasi yang terjadi terkait penyakit satu ini
fungsi sel langerhans yang terinfeksi HIV menjadi janganlah membuat kita sebagai umat muslim
penyebab kelainan pada kulit.6 Kelainan kulit ini berpatah semangat dalam upaya meningkatkan
sangat luas, bervariasi, dan unik.7 Semakin kualitas hidup para penderita HIV. Hal lain yang
berkurang kadar CD4+ pada tubuh, maka seyogyanya diketahui oleh seorang muslim
keparahan kelainan kulit akan semakin adalah tidaklah Allah menciptakan suatu penyakit
meningkat, bertambah jumlahnya, dan sulit kecuali Dia juga menciptakan penawarnya.
ditangani.8 Kelainan kulit yang terjadi pada pasien

2
6th Islamic Medical Science Festival (IMSF)
“Aplikasi Ajaran Islam dalam Pencegahan dan Terapi Penyakit HIV/AIDS sebagai Langkah Strategis Membentuk Generasi Muslim Berkualitas”
Universitas Airlangga (UNAIR), Surabaya, Indonesia 19 – 21 Desember, 2014

Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw :


“Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia juga menurunkan penawarnya.”
(HR Bukhari).
dan
“Setiap penyakit ada obatnya. Apabila obat itu tepat untuk suatu penyakit, penyakit itu akan sembuh
dengan seizin Allah „Azza wa Jalla.”
(HR Imam Muslim)

Oleh karena itu dibutuhkan peran kita sebagai oleh kamu bermacam- macam sari buah-buahan,
tenaga kesehatan untuk memberikan terapi serta tempuhlah jalan-jalan yang telah
komplementer lain sebagai ikhtiar untuk dapat dimudahkan oleh Tuhanmu. Dari perut lebah itu
meningkatkan kualitas hidup penderita HIV ini. keluar minuman madu yang bermacam-macam
Terapi yang sering digunakan adalah pengobatan jenisnya yang dapat dijadikan obat untuk
herbal dan salah satunya adalah dari buah naga manusia. Didalamnya terdapat tanda-tanda
merah. Pengobatan herbal sudah dilakukan di kekuasaan Allah swt bagi orang-orang yang
dunia kedokteran Islam sejak lama, bahkan Allah memikirkan”.
menurunkan ayat yang menganjurkannya, antara Hylocereus spp atau kulit buah naga
lain dari surat An- Nahl ayat 69 yang mempunyai dalam pengolahannya biasanya hanya dibuang
arti: dan tidak dimanfaatkan, padahal di dalam ayat Al-
“Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) Quran disebutkan:
buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang “Dan Kami tidak menciptakan langit dan
telah dimudahkan bagimu. Dari perut lebah itu bumi dan apa yang ada di antara keduanya tanpa
keluar minuman (madu) yang bermacam-macam hikmah”.(Shad: 27)
warnanya, di dalamnya terdapat obat yang Dari ayat di atas sungguh sangat jelas
menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya bahwa segala sesuatu yang ada di muka bumi ini
pada yang demikian itu benar-benar terdapat dan yang ada di langit serta apa yang ada di
tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang antara keduanya tidak ada yang sia-sia, termasuk
memikirkan.” kulit buah naga yang biasanya hanya dibuang
dan menjadi limbah yang tidak digunakan.
Potensi Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus Padahal, kulit buah naga mengandung fraksi
Polyrhizus) polyphenolic yang menunjukkan spectrum
antimicrobial yang luas melalui penghambatan
Penderita HIV sangat rentan mengalami pertumbuhan beberapa pathogen.
infeksi oportunistik. Ada beberapa infeksi Berdasarkan penelitian Nurmahani,
oportunistik yang paling umum, yaitu kandidiasis International Food Research Journal 19(1): 77-84
(thrush), virus sitomegalia (CMV), virus herpes (2012), aktivitas antibacterial dari ethanol,
simpleks, malaria, Mycobacterium avium complex chloroform dan hexane extracts dari kulit
(MAC atau MAI), Pneumonia Pneumocystis Hylocereus polyrhizus (red flesh pitaya) dan
(PCP), Toksoplasmosis (tokso), dan Tuberkulosis Hylocereus undatus (white flesh pitaya) dapat
(TB).30 melawan sembilan pathogens yang dievaluasi
Resiko infeksi oportunistik pada penderita melalui disc diffusion method dan broth micro-
HIV dapat dikurangi dengan menggunakan obat dilution method.
untuk mencegah pengembangan penyakit aktif Hasil dari disc diffusion method
yang disebut terapi profilaksis. Terapi ini menunjukkan bahwa chloroform extracts dari kulit
menggunakan ARV (Antiretroviral) yang berfungsi H. polyrhizus and H. undatus memiliki aktivitas
untuk memulihkan sistem imunitas tubuh antibacterial yang baik dimana hampir semua
sehingga dapat melawan pathogen dari infeksi pathogen yang diuji berhasil dihambat. Patogen
oportunistik. Selain itu, pencegahan juga dapat tersebut antara lain, Bacillus cereus,
dilakukan dengan tetap menjaga kebersihan dan Staphylococcus aureus, Listeria monocytogenes,
menghindari sumber patogen yang diketahui Enterococcus faecalis, Salmonella typhimurium,
menyebabkan IO. Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,
Allah telah menurunkan buah-buahan di Yersiniaent erocolitica dan Campylobacter jejuni.
muka bumi sebagai obat, seperti firmanNya
dalam Surat An-Nahl ayat 69, “Dan makanlah

3
6th Islamic Medical Science Festival (IMSF) “Aplikasi
Ajaran Islam dalam Pencegahan dan Terapi Penyakit HIV/AIDS sebagai Langkah Strategis Membentuk Generasi Muslim Berkualitas”
Universitas Airlangga (UNAIR), Surabaya, Indonesia 19 – 21 Desember, 2014

Tabel 5. Aktivitas Antibacterial Buah Naga Merah (H.Polyrhizus) dengan Buah Naga Putih (H. Undatus)

Aktivitas antibacterial dari kulit buah Mekanisme Teh Kulit Buah Naga Merah
naga yang mempunyai spectrum luas yang (Hylocereus Polyrhizus) Sebagai Agen Terapi
dapat menghambat pathogenesis bakteri gram Oportunistik Pada Penderita HIV
positif dan gram negatif diharapkan dapat
menjadi terapi komplementer pendamping ARV Teh kulit buah naga merah yang masukke
dalam mencegah terjadinya infeksi oportunistik dalam tubuh tidak akan mengalami fase mekanik
pada penderita HIV AIDS. dan langsung mengarah ke lambung melalui
kerongkongan. Lambung merupakan organ
Pembuatan Teh dari Kulit Buah Naga Merah berukuran sekepal tangan dan terletak di dalam
(Hylocereus Polyrhizus) rongga perut sebelah kiri, di bawah sekat rongga
badan. Dinding lambung sifatnya lentur, dapat
Kulit buah naga yang akan dijadikan teh mengembang apabila berisi makanan dan
harus melalui proses pengeringan terlebih mengempis apabila kosong. Muatan di dalam
dahulu. Pengeringan merupakan salah satu lambung dapat menampung hingga 1,5 liter
cara untuk memperpanjang masa simpan makanan.33
akibat pengurangan kadar air. Pengeringan Waktu mencerna berbeda-beda untuk setiap
dapat dilakukan dengan bantuan sinar matahari makanan atau minuman. Makanan yang padat
dan alat pengering. Pengeringan menggunakan akan membutuhkan waktu yang lebih lama
sinar matahari lebih memerlukan waktu yang daripada zat cair (minuman) sehingga menurut
lama dan suhu tidak dapat diatur, sedangkan ilmu kesehatan dianjurkan mengunyah makanan
pengeringan menggunakan alat pengering 32 kali agar makanan menjadi lebih lembut,
lama waktu pengeringandapat dipersingkat dan sehingga akan meringankan beban lambung
suhu dapat diatur.31 Suhu pengeringan herbal untuk melumatkan makanan tersebut.34 Di sinilah
yang baik adalah berkisar antara 300C-900C kelebihan pengolahan kulit buah naga merah
tetapi suhu terbaik untuk pengeringan menjadi teh dibandingkan dengan sediaan yang
sebaiknya tidak melebihi 600C.32 Setelah lain, karena semakin lumat makanan yang masuk
pengeringan selesai, ekstrak dapat diseduh lambung, maka makin cepat melintasi lambung.
seperti teh biasa untuk kemudian dikonsumsi. Lambung merupakan tempat berkumpulnya
Berdasarkan sumber di atas, dapat semua makanan yang selanjutnya akan
diketahui bahwa pemanfaatan kulit buah naga mengalami serangkaian proses kimiawi oleh
menjadi teh dapat lebih diterima penderita, getah lambung, sekitar 1 – 2 liter yang dihasilkan
dikarenakan sediaan olahannya lebih mudah oleh 35 juta kelenjar, antara lain HCl, enzim
dikonsumsi dan juga dengan efek samping pepsin, enzim renin, lipase, mukus (lendir), dan
minimal karena menggunakan bahan herbal. faktor intrinsik.33

4
6th Islamic Medical Science Festival (IMSF)
“Aplikasi Ajaran Islam dalam Pencegahan dan Terapi Penyakit HIV/AIDS sebagai Langkah Strategis Membentuk Generasi Muslim Berkualitas”
Universitas Airlangga (UNAIR), Surabaya, Indonesia 19 – 21 Desember, 2014

Demikian pula yang terjadi pada mengandung enzim-enzim seperti manan


minuman di dalam lambung, tetapi jenis sintase, kitin sintase yang berperan dalam
minuman akan lebih mudah diserap mineralnya transpor energi untuk pertumbuhan dan
tanpa harus diproses secara kimiawi terlebih kolonisasi jamur.36
dahulu, salah satunya adalah flavonoid yang Mekanisme kerja flavonoid dalam
ada di dalam teh kulit buah naga merah. menghambat pertumbuhan jamur yakni dengan
Flavonoid adalah senyawa yang menyebabkan gangguan permeabilitas
memiliki aktifitas antioksidan yang dapat membran sel jamur. Gugus hidroksil yang
mempengaruhi beberapa reaksi yang tidak terdapat pada senyawa flavonoid
diinginkan dalam tubuh, misalnya dapat menyebabkan perubahan komponen organik
menghambat reaksi oksidasi, sebagai dan transport nutrisi yang akhirnya akan
pereduksi radikal hidroksil dan superoksid serta mengakibatkan timbulnya efek toksik terhadap
radikal peroksil.35Di samping lain, salah satu jamur.37
penyebab infeksi oprtunistik yang paling Selain itu, sebagai antibakteri, senyawa
banyak adalah karena infeksi jamur. Pada sel flavonoid yang terkandung di dalam teh kulit
jamur, dinding sel memiliki peranan penting buah naga merah merupakan bagian yang
dalam kelangsungan hidup dan patogenisitas bersifat polar dan akan sangat mudah
jamur. Selain menjadi pelindung dan pemberi menembus lapisan peptidoglikan yang bersifat
bentuk atau morfologi sel, dinding sel jamur polar daripada lapisan lipid yang non polar,
merupakan tempat penting untuk pertukaran sehingga menyebabkan aktivitas
dan filtrasi ion serta protein, sebagaimana penghambatan pada bakteri gram positif lebih
metabolisme dan katabolisme nutrisi kompleks. besar daripada bakteri gram negatif. Aktivitas
Komposisi primer dinding sel Candida albicans penghambatan dari kandungan buah kaktus pir
adalah 30% mannoprotein permukaan yang berduri pada bakteri gram positif menyebabkan
merupakan penentu utama spesifik serologik terganggunya fungsi dinding sel sebagai
dan berperan dalam perlekatan sel jamur pada pemberi bentuk sel dan melindungi sel dari lisis
permukaan sel hospes. Selain itu menurut osmotik dengan terganggunya sel akan
struktur protein di dinding sel jamur menyebabkan lisis pada sel.38

Gambar 5. Mekanisme biomolekuler flavonoid sebagai antibacterial

Kesimpulan mengonsumsinya juga agar senyawa baik


yang terkandung didalamnya seperti
1. Teh dari kulit buah naga merah (Hylocereus flavonoid akan dapat langsung diserap oleh
Polyrhizus) mempunyai potensi sebagai agen tubuh tanpa perlu melalui mekanisme kimiawi
terapi infeksi oportunistik pada penderita HIV- yang akan merubah keefektivitasnya.
AIDS dikarenakan mengandung beberapa 3. Mekanisme flavonoid pada kulit buah naga
senyawa antioksida seperti flavonoid. merah sebagai agen terapi infeksi
Pengaruh flavonoid di dalam teh tersebut oportunistik melalui berbagai cara
terutama dalam menurunkan angka kejadian diantaranya, menghambat reaksi oksidasi,
rekurensi lesi yang disebabkan oleh infeksi menganggu permeabilitas membran sel
jamur, bakteri, dan virus. jamur, serta memiliki aktivitas penghambatan
2. Pemilihan sediaan teh adalah pilihan yang pada bakteri gram positif sehingga dapat
terbaik karena selain akan lebih merusak fungsi dinding sel dan akan
memudahkan penderita untuk menyebabkan sel menjadi lisis.

5
6th Islamic Medical Science Festival (IMSF)
“Aplikasi Ajaran Islam dalam Pencegahan dan Terapi Penyakit HIV/AIDS sebagai Langkah Strategis Membentuk Generasi Muslim Berkualitas”
Universitas Airlangga (UNAIR), Surabaya, Indonesia 19 – 21 Desember, 2014

DAFTAR PUSTAKA Penanggulangan AIDS di Indonesia 2006-2011.


20. Dyk, A.V., 2008. Managing HIV Infection and
Antiretroviral Therapy. In: Dorrington, S., HIV/AIDS
1. World Helath Organization. 2014. Sexually Transmitted
care and counseling. Cape town: Pearson education
Infection. [Internet]. Available from :
South Africa Ltd, 95-97.
http://www.who.int/topics/sexually_transmitted_infection
21. Pontali, E., Vareldzis, B., Perriens, J., & Lo, Y.R.,
s/ en/ [accessed at 31 January 2014].
2004. Antiretroviral Treatment in Resource-limited
2. World Helath Organization. 2014. Human
Settings. In: Narain, J.P., AIDS in Asia: the challenge
Immunodeficiency Virus. [Internet] Available from :
ahead. New Delhi: Sage Publication India Pvt Ltd, 287-
http://who.int/gho/hiv/en/ [accessed at 8 February
299.
2014].
22. Taiwan Food Industry Develop and Research
3. Ditjen PP & PL Kemenkes RI. 2014. Statistik Kasus
Authorities 2005. Health benefits of Dragon Fruit.
HIV/AIDS di Indonesia Dilapor s/d September 2014.
23. Rusmin D. dan Melati, 2007. Adas Tanaman Yang
Jakarta : Spiritia.
Berpotensi Dikembangkan Sebagai Bahan Obat Alami.
4. Ministry of Health, Republic of Indonesia. 2014. Cases
Warta Puslitbangbun, Vol.13 No. 2.
of HIV/AIDS in Indonesia. Jakarta : Spiritia.
24. Kristanto, Daniel. 2008. Buah Naga Pembudidayaan di
5. Murtiastutik, D. 2008. Buku Ajar Infeksi Menular
Pot dan di Kebun. Depok: Penebar Swadaya.
Seksual. Surabaya:Airlangga.
25. Vermerris, Wilfred and Ralph N. 2006. Phenolic
6. Johnson, R.A., 2008. Cutaneus Manifestation of Human
Compounds and Their Effects on Human Health.
Immunodeficiency Virus Disease. Dalam: Wolff, K.
Phenolic Compound Biochemistry. Springer
(eds). Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.
Netherland. 235-255.
Vol.II. Ed.7. United States: Mcgraw-Hill, 1927-1940.
26. Shetty, K., Paliyath, G., Pometto, A. and Levin, R. E.
7. Colven, R., 2008. Generalized Cutaneus Manifestations
2006. Food Biotechnology Second Edition. CRC Press,
of STD and HIV Infection: Typical Presentations,
Boca Raton.
Differential Diagnosis, and Management. Dalam:
27. Harsini, Widjijono. 2008. Penggunaan Herbal di Bidang
Holmes, K.K. (eds). Sexually Transmitted Disease.
Kedokteran Gigi. Maj Ked.Gigi; 15 (1): 61-64.
Ed.4.United States/China: The McGraw-Hill
28. Liliana, W. 2005. Kajian Proses Pembuatan Teh
Companies: 1177-1197.
Herbal Dari Seledri (Apium graveolens L. Bogor :
8. Dlova, N., Mosam, A., 2007. Cutaneous Manifestations
Institut Pertanian Bogor.
of HIV/AIDS: Part 1. The Southern African Journal of
29. The AIDS Infonet. 2008. Infeksi Oportunistik. [Internet].
HIV Medicine. 12-17.
Available from :
9. Palella FJ, Jr., Deloria-Knoll M, Chmiel JS, et al. 1998.
http://www.aidsinfonet.org/uploaded/factsheets/87_ind
Survival benefit of initiating antiretroviral therapy in HIV-
_500.pdf [accessed at 3 December 2014].
infected persons in different CD4+ cell strata. Ann
30. Surakhmad, Winarno. 1994. Pengantar Penelitian
Intern Med 2003;138(8):620-626
Ilmiah Dasar Metode dan Teknik. Edisi Ketujuh.
10. Karjadi TH. Yunihastuti E, Widhani A. 2005. Drug
Tarsito. Bandung.
hypersensitivity in human immunodeficiency virus
31. Departemen Kesehatan RI. 1995. Dirjen Pengawasan
infected patient: challenging diagnosis dan
Obat dan Makanan. Di dalam Liliana, W. 2005. Kajian
management. Asia Pacific Allergy jour 2014; 4 (1)
Proses Pembuatan Teh Herbal Dari Seledri Apium
11. Yunihastuti E, Djauzi S, Djoerban Z, 2005. Infeksi
graveolens L. Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Bogor
Oportunistik pada AIDS, Jakarta : Balai Penerbit FK UI.
: Institut Pertanian Bogor.
12. Yunihastuti, 2007 and Suemarni, 2006 in Ramadian
32. P. Evelyn , C. 2006. Anatomi dan fisiologi untuk
dan Riztriawan. 2010. Pengaruh Efek Samping
paramedik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum.
Antiretroviral Lini Pertama terhadap Adherens pada
33. Martini. 2001. Fundamentals of Anatomy and
ODHA di Layanan Terpadu HIV RSCM. Jakarta
Physiology. Prentice Hall, New Jersey
13. Yvonne, S., Djoerban, Z., Irawan H., 2012. Quality of
34. Djam‟an, Q. 2008. Pengaruh Air Perasan Daun Cincau
Life People Living with HIV/AIDS: Outpatient in Kramat
Cyclea barbata Miers (cincau hijau) Terhadap
128 Hospital. Jakarta : The Indonesian Journal of
Konsentrasi HCl Lambung Dan Gambaran
Internal Medicine.
Histopatologik Lambung Tikus Galur Wistar Yang
14. Price, Sylvia Anderson. (2005). Patofisiologi Konsep
Diinduksi Acetylsalicylic Acid. Semarang : Magister
Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6. Jakarta: EGC.
Ilmu Biomedik. Universitas Dipenegoro.
15. Levy&Weitz. 2007. Retail Management 6 th Edition.
35. Cotter G and Kavanagh K. 2000. Adhernce
United States of America: McGraw-Hill International.
mechanisms of C. albicans. Br J Biomed Sci. 57(3):
16. Levinson W. 2008. Review of medical microbiology
24-9.
and immunology. 10th ed. McGraw-Hill Companies.
36. Jupriadi, L. 2011. Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Daun
p366-49.
Waru (Hibicus tilaceus L.) terhadap Jamur Malassezia
17. Anziska Y, Helzner E., Crystal H., Glesby M., Plankey
furfur. Semarang : Skripsi, Program Studi Farmasi
M., Weber K, et al., (2011). The Relationship between
Stikes Ngudi Waluyo Ungaran.
race and HIV-Distal Sensory Polyneuropathy in a
37. Puspitasari, G., Murwani, S., Herawati. 2012. Uji Daya
Large Cohort of US Women.
Hambat Antibakteri Perasan Buah Mengkudu Matang
18. Puraja, Yemima Septiany. 2008. Human
(Morinda citrifolia) terhadap bakteri MRSA secara in
Immunodeficiency Virus (HIV)
vitro
19. Komisi Penanggulangan AIDS. 2011. Upaya

Anda mungkin juga menyukai