BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pembahasan ini penulis membandingkan antara tinjauan teoritis dan laporan
kasus tentang asuhan keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan pasar pada
pasien Ny. I dengan kasus Congestive Heart Failure (CHF) yang dilaksanakan
selama 3 hari mulai tanggal 07 - 09 Maret 2019 di ruang Pav. Marwah Atas RS.
Islam Jakarta Cempaka Putih. Pembahasan berikut ini akan diuraikan pelaksanaan
asuhan keperawatan pad Ny. I dengan Congestive Heart Failure (CHF) sesuai
fase dalam proses asuhan keperawatan yaitu meliputi pengkajian, pengangkatan
diagnosa keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan, pelaksanaan tindakan
keperawatan, serta evaluasi.
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan proses keperawatan dengan mengumpulkan data-
data dari pasien yang akurat sehingga akan di ketahui masalah yang ada
pada pasien. Tahap pengkajian keperawatan meliputi pengumpulan data,
validasi data, dan identifikasi pola masalah (Hidayat, 2009). Pada tahap
pengkajian penulis mengacu pada format yang sudah di sediakan dan tidak
jauh berbeda dengan format yang ada di tinjauan teoritis. Dalam
pengumpulan data, penulis melakukan pengkajian secara komprehensif
yang mengacu pada tinjauan teoritis yakni bio, psiko, sosio, spiritual dan
melihat dari kondisi pasien. Data hasil pengkajian penulis mendapatkan dari
hasil wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, status
kesehatan pasien, catatan keperawatan, catatan medis serta bekerja sama
dengan perawat ruangan dan tim kesehatan lain untuk mendukung dalam
pengkajian.
dijelaskan, bahwa salah satu penyebab klien menderita penyakit CHF adalah
hipertensi. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa
mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri
dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan
meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk
terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel. Dengan
ini Ny. I menderita penyakit Congestive Heart Failure (CHF) pada
klasifikasi gagal jantung sebelah kiri.
Gejala lain yang ditemukan adalah pasien mengeluh tidak nafsu makan dan
mual, serta belum bab sudah 7 hari. Pada tinjauan teori secara teoritis gagal
jantung dapat menimbulkan gejala-gejala berupa gangguan pada
pencernaan seperti kehilangan napsu makan (anoreksia), perut kembung,
mual dan nyeri abdomen yang disebabkan oleh kongesti pada hati dan usus.
B. Diagnosa Keperawatan
Setelah data terkumpul dan dikelompokkan menjadi data fokus sesuai
dengan keluhan dan kondisi pasien, kemudian penulis merumuskan
diagnosa keperawatan sesuai dengan masalah yang ada pada pasien.
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisis subjektif dan objektif
yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan diagnosa
keperawatan (Deswani, 2009). Diagnosa keperawatan melibatkan proses
berfikir kompleks tentang data yang dikumpulkan dari pasien, keluarga,
rekam medis, dan pemberi pelayanan kesehatan yang lain.
muncul pada kasus pasien Ny. I yag sesuai dengan tinjaun teori ialah
sebagai berikut :
1. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan penurunan curah jantung.
Diagnosa ini muncul karena pasien mengeluh sebelumnya sering merasa
sesak saat beraktivitas, badan terasa lemas dan jika aktivitas mudah
lelah. Berdasarkan data objektif kesadaran composmentis, GCS 15, CRT
2 detik. Pasien di anjurkan oleh dokter untuk bedrest karena pada pasien
gagal jantung mempunyai sedikit atau tidak ada cadangan jantung untuk
memenuhi peningkatan kebutuhan oksigen. Ketika penyakit memburuk
dan fungsi jantung semakin terganggu, intoleransi aktivitas meningkat.
Curah jantung rendah dan ketidakmampuan untuk mengikuti aktivitas
dapat menghambat perawatan diri.
objektif klien tidak ditemukan tanda gejala edema dan perubahan pada
turgor kulit.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan cairan di alveoli. Alasan
penulis tidak menegakkan diagnosa ini pada pasien Ny. I dikarenakan
tidak adanya tanda dan gejala yang memperkuat ditegakkannya diagnosa
ini seperti warna kulit pucat, sianosis, napas cuping hidung, takikardia,
keringat yang berlebih (diaforesis). Tidak dilakukannya pemeriksaan
penunjang analisa gas darah untuk mendukung penulis tidak
menegakkan diagnosa ini.
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan curah
jantung. Alasan penulis tidak menegakkan diagnosa ini dikarenakan
pasien tidak ada tanda dan gejala seperti perubahan fungsi motorik,
perubahan karakteristik kulit, waktu pengisian kapiler >3 detik, dan
edema.
5. Risiko integritas kulit berhubungan dengan penurunan perfusi jaringan
dan aktivitas. Alasan penulis tidak menegakkan diagnosa ini
dikarenakan pasien tidak ada tanda dan gejala kerusakan lapisan kulit
(dermis), gangguan permukaan kulit (epidermis) dan invasi struktur
tubuh.
6. Risiko kecemasan berhubungan dengan penurunan curah jantung,
hipoksia, diagnosis gagal jantung, dan ketakutan terhadap kematian dan
cacat. Alasan penulis tidak menegakkan diagnosa ini dikarenakan pasien
tidak terlihat adanya gejala gelisah, distres, ketakutan, wajah tegang,
gemetar atau tremor, dan kontak mata kurang.
C. Perencanaan Keperawatan
Setelah diagnosa keperawatan muncul, penulis membuat prioritas masalah.
Prioritas masalah mengacu pada hierarki “Maslow” serta yang mengancam
kehidupan pasien. Lalu membuat intervensi atau perencanaan
keperawatan, adalah suatu proses didalam pemecahan masalah yang
merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan,
bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua
tindakan keperawatan (Dermawan, 2012). Rencana ini merupakan sarana
komunikasi yang utama, dan memelihara continuitas asuhan keperawatan
klien bagi seluruh anggota tim. Sesuai dengan pernyataan tersebut
diketahui bahwa dalam membuat perencanaan perlu mempertimbangkan
tujuan, kriteria hasil yang diperkirakan atau diharapkan dalam intervensi
keperawatan (Setiadi, 2012).
D. Pelaksanaan Keperawatan
Setelah rencana keperawatan dibuat kemudian di implementasikan sesuai
dengan intervensi yang dibuat. Implementasi merupakan suatu
pelaksanaan rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Kegiatan dalam implementasi dapat meliputi pengumpulan
data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah
tindakan, dan menilai data-data yang baru (Dermawan, 2012).
102
E. Evaluasi Keperawatan
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuanyang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien,
keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk
melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan
dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012). Metode yang
digunakan adalah dengan SOAP (Subyektif, Obyektif, Analisis, Planning).
Untuk dapat mengetahui apakah masalah teratasi, teratasi sebagian, belum
teratasi atau timbul masalah baru. Evaluasi proses dan evaluasi akhir yang
penulis lakukan selama tiga hari.
belum BAB, terdengar bising usus 6 x/hari. Planning pada diagnosa ini
lanjutkan intervensi auskultasi bising usus, memberikan makanan
sesuai kebutuhan diit pasien : diit nasi 1500 kalori, anjurkan makan
makanan yang tinggi serat, anjurkan pasien untuk membatasi cairan
sesuai indikasi, kolaborasi pemberian laxatif jika tidak diatasi dengan
makanan berserat.