Anda di halaman 1dari 16

91

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada pembahasan ini penulis membandingkan antara tinjauan teoritis dan laporan
kasus tentang asuhan keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan pasar pada
pasien Ny. I dengan kasus Congestive Heart Failure (CHF) yang dilaksanakan
selama 3 hari mulai tanggal 07 - 09 Maret 2019 di ruang Pav. Marwah Atas RS.
Islam Jakarta Cempaka Putih. Pembahasan berikut ini akan diuraikan pelaksanaan
asuhan keperawatan pad Ny. I dengan Congestive Heart Failure (CHF) sesuai
fase dalam proses asuhan keperawatan yaitu meliputi pengkajian, pengangkatan
diagnosa keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan, pelaksanaan tindakan
keperawatan, serta evaluasi.

A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan proses keperawatan dengan mengumpulkan data-
data dari pasien yang akurat sehingga akan di ketahui masalah yang ada
pada pasien. Tahap pengkajian keperawatan meliputi pengumpulan data,
validasi data, dan identifikasi pola masalah (Hidayat, 2009). Pada tahap
pengkajian penulis mengacu pada format yang sudah di sediakan dan tidak
jauh berbeda dengan format yang ada di tinjauan teoritis. Dalam
pengumpulan data, penulis melakukan pengkajian secara komprehensif
yang mengacu pada tinjauan teoritis yakni bio, psiko, sosio, spiritual dan
melihat dari kondisi pasien. Data hasil pengkajian penulis mendapatkan dari
hasil wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, status
kesehatan pasien, catatan keperawatan, catatan medis serta bekerja sama
dengan perawat ruangan dan tim kesehatan lain untuk mendukung dalam
pengkajian.

Dari hasil pengkajian yang diperoleh penyebab pasien menderita penyakit


CHF adalah dari riwayat Hipertensi sudah dua tahun yang lalu, hal ini
dibuktikan dengan riwayat TD pada pasien yang lebih dari 200/90mmHg.
Data ini telah mendukung untuk ditegakkan diagnosa medis CHF. Hal ini
92

dijelaskan, bahwa salah satu penyebab klien menderita penyakit CHF adalah
hipertensi. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa
mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri
dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan
meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk
terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel. Dengan
ini Ny. I menderita penyakit Congestive Heart Failure (CHF) pada
klasifikasi gagal jantung sebelah kiri.

Pasien mengeluh sebelumnya sering merasa sesak saat beraktivitas, badan


juga akhir-akhir ini gampang capek, padahal aktivitas dirumah tidak banyak.
Dari keluhan pasien didapatkan berdasarkan berat ringannya gejala menurut
New York Heart Assosiation (NYHA) pasien masuk ke dalam kategori
kelas II yaitu dengan gangguan aktivitas ringan karena pasien masih merasa
nyaman ketika beristirahat, tetapi aktivitas biasa menimbulkan keletihan dan
palpitasi (jantung berdebar-debar).

Manifestasi klinis yang ditemukan pada pasien Ny. I diantaranya adalah


klien mengatakan mendadak jantung berdebar-debar, badan lemas, mata
berkunang-kunang, dan adanya sesak nafas yang terjadi pada saat awal
masuk rumah sakit, walaupun saat dikaji sesak nafas yang dialami pasien
berkurang. Terdapat batuk produktif namun pada saat dikaji batuk yang
dialami pasien juga berkurang. Pada tinjauan teori pasien dengan
Congestive Heart Failure (CHF) secara teoritis manifestasi klinis yang
dapat ditemukan yaitu pusing, sesak saat beraktifitas maupun saat istirahat,
kelelahan, edema, jantung berdebar-debar dan oliguria. Palpitasi yang
timbul bersamaan dengan gejala lainnya (sesak napas, nyeri, kelelahan,
atau pingsan) kemungkinan merupakan akibat dari irama jantung
yang abnormal atau penyakit jantung yang serius. Rasa sesak saat
beraktifitas maupun saat istirahat, kelelahan dan jantung berdebar-debar
merupakan gejala utama pada pasien CHF dimana adanya gangguan
pengisian ventrikel (stenosis katup atrioventrikularis), serta adanya
gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstruktif dan
93

temponade jantung). Karena pada gagal ventrikel kiri menyebabkan


kongesti pulmonal dan gangguan mekanisme pengendalian pernapasan.
Masalah ini akhirnya akan menyebabkan distress pernapasan. Ketika
peningkatan beban jantung dan kerja ekstrem pernapasan akan
meningkatkan kebutuhan metabolik tubuh.

Gejala lain yang ditemukan adalah pasien mengeluh tidak nafsu makan dan
mual, serta belum bab sudah 7 hari. Pada tinjauan teori secara teoritis gagal
jantung dapat menimbulkan gejala-gejala berupa gangguan pada
pencernaan seperti kehilangan napsu makan (anoreksia), perut kembung,
mual dan nyeri abdomen yang disebabkan oleh kongesti pada hati dan usus.

Hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan data


objektif : klien terlihat bedrest, kesadaran composmentis, BB/TB
52kg/153cm, konjungtiva anemis, pergerakan dada simetris, suara nafas
ronchi, hepar tidak teraba, turgor kulit elastis, bising usus 5x/hari, CRT 2
detik, TD 150/80mmHg, Nadi 83x/menit, RR 22x/menit, Suhu 36,7°C, GCS
E4 M6 V5. Hasil Lab Hb 11,9 g/dl, Hematokrit 34%, Leukosit 12,38
ribu/ul, Trombosit 12,38ribu/ul, Eritrosit 3,94 juta/ul, Kreatinin 1,0 mg/dl,
GDS 88 mg/dl, Natrium 152 mEq/l, Kalium 3,8 mEq/l, Klorida 111 mEq/l.
Hasil EKG didapatkan Sinus rythem. Hasil thorax CRT normal, Aorta baik,
sinus/diaphragma baik, infiltrat lapangan atas dan bawah kedua paru dengan
kesan Cor baik dan KP dupleks.

Hasil diagnostik membantu menentukan penyebab yang mendasari dan


derajat gagal jantung. Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk
mengetahui sejauh mana gagal jantung telah mengganggu fungsi organ lain,
seperti hati, ginjal, dan lain-lain. Elektrolit seperi natrium, kalium, dan
klorida merupakan elemen atau zat kimia yang diperlukan tubuh dan
jantung untuk bekerja secara tepat. Elektrolit ini dapat berubah karena
perpindahan cairan dan penurunan fungsi ginjal yang dikaitkan dengan
gagal jantung dan medikasi seperti diuretik yang digunakan dalam terapi
gagal jantung. Elektrokardiografi digunakan untuk mengidentifikasi
94

perubahan EKG yang terkait dengan pembesaran ventrikel atau


memperlihatkan regangan dan mendeteksi disritmia, iskemia miokardium,
atau infark. Pemeriksaan ini juga dapat memperlihatkan pembesaran atrium,
takikardia, ekstrasistole, atau fibrilasi atrial. Foto thorax dilakukan untuk
mengevaluasi organ dan struktur di dalam dada. Biasanya menunjukkan
peningkatan tanda vaskular pulmoner, edema interstisial, atau efusi pleura
dan kardiomegali.

Adapun faktor pendukung yang penulis temukan dalam melakukan


pengkajian yaitu tersedianya alat-alat pemeriksaan fisik yang memadai,
adanya status pasien yang lengkap yang memudahkan penulis untuk
mengumpulkan data, terjalinnya kerja sana antara perawat ruangan, serta
tim kesehatan lain seperti dokter, farmasi, petugas laboratorium, serta tim
ahli gizi. Selain itu, tersedianya format pengkajian yang lengkap dan
sistematis, sehingga data yang terkumpul dapat dikelompokkan dengan
baik. Pada tahap pengkajian penulis tidak menemukan hambatan yang
berarti dikarenakan pasien dan keluarga cukup kooperatif.

B. Diagnosa Keperawatan
Setelah data terkumpul dan dikelompokkan menjadi data fokus sesuai
dengan keluhan dan kondisi pasien, kemudian penulis merumuskan
diagnosa keperawatan sesuai dengan masalah yang ada pada pasien.
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisis subjektif dan objektif
yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan diagnosa
keperawatan (Deswani, 2009). Diagnosa keperawatan melibatkan proses
berfikir kompleks tentang data yang dikumpulkan dari pasien, keluarga,
rekam medis, dan pemberi pelayanan kesehatan yang lain.

Berdasarkan hasil pengkajian pada tahap diagnosa keperawatan yang


muncul tidak jauh berbeda dengan yang ada pada tinjauan teori, hanya ada
beberapa diagnosa yang ditambahkan dari kasus yang terjadi. Penulis hanya
merumuskan diagnosa sesuai dengan keluhan dan kondisi pasien
berdasarkan dengan pengkajian yang sudah dilakukan. Diagnosa yang
95

muncul pada kasus pasien Ny. I yag sesuai dengan tinjaun teori ialah
sebagai berikut :
1. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan penurunan curah jantung.
Diagnosa ini muncul karena pasien mengeluh sebelumnya sering merasa
sesak saat beraktivitas, badan terasa lemas dan jika aktivitas mudah
lelah. Berdasarkan data objektif kesadaran composmentis, GCS 15, CRT
2 detik. Pasien di anjurkan oleh dokter untuk bedrest karena pada pasien
gagal jantung mempunyai sedikit atau tidak ada cadangan jantung untuk
memenuhi peningkatan kebutuhan oksigen. Ketika penyakit memburuk
dan fungsi jantung semakin terganggu, intoleransi aktivitas meningkat.
Curah jantung rendah dan ketidakmampuan untuk mengikuti aktivitas
dapat menghambat perawatan diri.

Diagnosa keperawatan yang tidak terdapat di tinjauan teoritis, tetapi muncul


pada kasus adalah :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sputum
sekunder karena proses infeksi. Diagnosa ini muncul karena pasien
mengeluh batuk produktif dengan sputum kenal berwarna kuning
kehijauan tidak disertai darah, berdasarkan hasil pemeriksaan fisik
didapati suara nafas ronchi. Dari hasil pemeriksaan penunjang radiologi
didapati kesan KP duplex, hal ini diperkuat juga dengan hasil lab
leukosit yang meningkat yaitu 12,38 ribu/ul. Ketidakefektifan bersihan
jalan nafas merupakan manifestasi dari gangguan kebutuhan oksigenasi.
Pada proses infeksi TB dapat menyebabkan peningkatan produksi
sputum yang kental, kemudian menghambat jalan nafas akan
menyebabkan gangguan sistem pernafasan. Akhirnya oksigen tidak
terpenuhi didalam tubuh secara optimal dan terjadi penurunan difusi
sehingga mengakibatkan kebutuhan oksigen menjadi terganggu.
2. Gangguan eliminasi (BAB) : konstipasi berhubungan dengan kurang
aktivitas fisik. Alasan penulis menegakkan diagnosa ini karena saat
dilakukan pengkajian pasien mengeluh sudah 7 hari belum BAB, ketika
saat BAB konsistensi sedikit dan keras dengan warna coklat kehitaman.
96

Perubahan eliminasi dapat menyebabkan masalah pada sistem tubuh kita.


Masalah konstipasi pada Ny. I merupakan menurunnya frekuensi BAB
disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan. Pada
kasus Ny. I faktor yang mempengaruhi proses eliminasi defekasi adalah
asupan cairan yang kurang, aktivitas fisik yang terbatas dan faktor
psikologis yang kurang baik.
3. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan
ketidakmampuan membuat keputusan yang tepat. Diagnosa ini muncul
karena klien tidak mampu untuk mengidentifikasi, menatalaksana, atau
mencari bantuan untuk memelihara kesehatan. Di dapatkan dari hasil
pengkajian klien mempunyai riwayat hipertensi sudah 2 tahun yang lalu
dan tidak rutin meminum obatnya. Berdasarkan dari data objektif klien
tidak patuh terhadap anjuran dokter untuk bedrest, karena masih turun
dari tempat tidur untuk ke toilet. Hal ini akan memperlambat proses
penyembuhan pada klien dari ketidakpatuhan klien terhadap proses
perawatan dirumah sakit.

Diagnosa keperawatan yang terdapat pada tinjauan teoritis, tetapi tidak


muncul pada kasus adalah :
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gagal jantung atau
disritmia atau keduanya. Alasan penulis tidak menegakkan diagnosa ini
pada pasien karena pada saat pengkajian tidak ditemukan tanda gejala
seperti aritmia (takikardi), palpitasi (jantung berdebar-debar), edema,
distensi vena jugularis, terdengar suara jantung S3 atau S4, oliguria
(sering kencing pada malam hari).
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan filtrasi
glomerulus, penurunan curah jantung, peningkatan produksi hormon
antidiuretik (ADH) dan aldosteron serta retensi air serta natrium. Alasan
penulis tidak menegakkan diagnosa ini pada pasien karena kekurangan
volume cairan pada balance cairan yang defisit dikarenakan pasien
mendapatkan terapi obat diuretik (Lasix) yaitu obat yang bekerja dengan
bertindak pada ginjal untuk meningkatkan aliran urin. Dan dari data
97

objektif klien tidak ditemukan tanda gejala edema dan perubahan pada
turgor kulit.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan cairan di alveoli. Alasan
penulis tidak menegakkan diagnosa ini pada pasien Ny. I dikarenakan
tidak adanya tanda dan gejala yang memperkuat ditegakkannya diagnosa
ini seperti warna kulit pucat, sianosis, napas cuping hidung, takikardia,
keringat yang berlebih (diaforesis). Tidak dilakukannya pemeriksaan
penunjang analisa gas darah untuk mendukung penulis tidak
menegakkan diagnosa ini.
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan curah
jantung. Alasan penulis tidak menegakkan diagnosa ini dikarenakan
pasien tidak ada tanda dan gejala seperti perubahan fungsi motorik,
perubahan karakteristik kulit, waktu pengisian kapiler >3 detik, dan
edema.
5. Risiko integritas kulit berhubungan dengan penurunan perfusi jaringan
dan aktivitas. Alasan penulis tidak menegakkan diagnosa ini
dikarenakan pasien tidak ada tanda dan gejala kerusakan lapisan kulit
(dermis), gangguan permukaan kulit (epidermis) dan invasi struktur
tubuh.
6. Risiko kecemasan berhubungan dengan penurunan curah jantung,
hipoksia, diagnosis gagal jantung, dan ketakutan terhadap kematian dan
cacat. Alasan penulis tidak menegakkan diagnosa ini dikarenakan pasien
tidak terlihat adanya gejala gelisah, distres, ketakutan, wajah tegang,
gemetar atau tremor, dan kontak mata kurang.

Faktor pendukung yang penulis temukan saat merumuskan masalah


keperawatan dan adanya data-data yang lengkap memudahkan penulis
dalam merumuskan masalah keperawatan dan karena adanya bimbingan
dari pembimbing yang sangat mendukung terkumpulnya data yang nantinya
memudahkan penulis untuk mengangkat diagnosa keperawatan.
98

C. Perencanaan Keperawatan
Setelah diagnosa keperawatan muncul, penulis membuat prioritas masalah.
Prioritas masalah mengacu pada hierarki “Maslow” serta yang mengancam
kehidupan pasien. Lalu membuat intervensi atau perencanaan
keperawatan, adalah suatu proses didalam pemecahan masalah yang
merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan,
bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua
tindakan keperawatan (Dermawan, 2012). Rencana ini merupakan sarana
komunikasi yang utama, dan memelihara continuitas asuhan keperawatan
klien bagi seluruh anggota tim. Sesuai dengan pernyataan tersebut
diketahui bahwa dalam membuat perencanaan perlu mempertimbangkan
tujuan, kriteria hasil yang diperkirakan atau diharapkan dalam intervensi
keperawatan (Setiadi, 2012).

Pedoman penulisan kriteria hasil berdasarkan SMART (Spesifik,


Measurable, Achieveble, Reasonable dan Time). Spesifik adalah berfokus
pada klien. Measurable adalah dapat diukur, dilihat, diraba, dirasakan dan
dibau. Achieveble adalah tujuan yang harus dicapai. Reasonable
merupakan tujuan yang harus dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Time
adalah batasan pencapaian dalam rentang waktu tertentu, harus jelas
batasan waktunya (Dermawan, 2012).
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas dengan dilakukan tindakan
keperawatan pada Ny. I selama 3x24 jam yang bertujuan agar bersihan
jalan nafas kembali efektif. Dan perencanaan yang dilakukan adalah
tindakan mandiri berupa mengauskultasi suara nafas, mengobservasi
tanda-tanda vital, memonitor status respirasi : jenis, frekuensi, suara
nafas dan irama, memberikan posisi semi fowler, memberikan terapi
obat antibiotik (Ceftriaxone 2x2gr). Mengauskultasi suara nafas
bertujuan untuk mengetahui keberadaan kongesti pulmonal atau
penumpukan sekresi, mengindikasikan kebutuhan untuk melakukan
intervensi lebih lanjut. dengan pantau tanda-tanda vital dapat
mengetahui takikardia dan perubahan tekanan darah dapat terjadi
99

karena nyeri, ansietas, hipoksemia, dan hormon stres yang bersirkulasi.


Tindakan memonitor status respirasi bertujuan untuk mengetahui
keadaan perkembangan pasien sebelumnya dan saat ini, sehingga jika
terdapat gejala yang abnormal dapat segera diberi tindak lanjut. Dengan
memberikan posisi kepala dielevasikan dengan tempat tidur kurang
lebih 45 derajat akan mempertahankan curah jantung, sehingga sesak
nafas berkurang yang pada akhirnya akan mengoptimalkan kualitas
tidur. Tujuan diberikan terapi obat antibiotik adalah untuk mengatasi
dan mencegah infeksi bakteri. Obat ini bekerja dengan cara membunuh
dan menghentikan bakteri berkembang biak di dalam tubuh dan dapat
juga digunakan untuk mengatasi infeksi akibat virus.
2. Intoleransi aktivitas dengan dilakukan tindakan keperawatan pada Ny. I
selama 3x24 jam yang bertujuan toleransi terhadap aktivitas/ aktivitas
meningkat. Pada perencanaan yang dilakukan yaitu mengobservasi
tanda-tanda vital, memonitor respons kardiorespiratori terhadap
aktivitas (takikardia, dispnea, diaforesis, frekuensi pernapasan),
membantu klien untuk mengubah posisi sesuai toleransi secara berkala
(miring kanan, miring kiri), anjurkan bedrest dan memberikan terapi
obat diuretik (lasix 2x1mg), antikoagulan (CPG 1x75mg, Miniaspi
1x80mg, Diviti 1x1mg), vasodilator (Nitrokaf 2x5mg), statin
(Atorvastatin 1x20mg) dan obat tidur (Alprazolam 1x1mg). Catat
respon kardiorespiratori terhadap aktivitas (takikardia, disrirmia,
dispnea, berkeringat dan pucat) yang bertujuan untuk penurunan atau
ketidakmampuan miokardium dalam meningkatkan volume sekuncup
selama aktivitas, dapat meyebabkan peningkatan segera pada frekuensi
jantung dan kebutuhan oksigen, juga peningkatan kelelahan dan
kelemahan. Tujuan dalam mengubah posisi sesuai toleransi secara
berkala adalah untuk mengurangi masalah integritas kulit.
Menganjurkan bedrest pada klien karena istirahat fisik harus
dipertahankan untuk meningkatkan efisiensi kontraksi jantung dan
untuk menurunkan konsumsi oksigen miokardium dan beban jantung,
sementara bedrest dengan posisi semi fowler bertujuan untuk dengan
100

berbaring terlentang dapat meningkatkan filtrasi glomerulus dan


menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
Mengubah posisi secara sering dapat mempengaruhi integritas kulit
sehingga memerlukan supervisi ketat dan intervensi preventif. Dan
dalam pemberian terapi obat tidur tujuannya supaya pasien memiliki
waktu untuk istirahat lebih banyak dari aktivitasnya. Pemberian terapi
obat diuretik bersama dengan pembatasan diet natrium dan cairan,
secara umum tipe dan dosis diuretik bergantung pada penyebab dan
derajat gagal jantung serta status fungsi ginjal. Vasodilator digunakan
untuk meningkatkan curah jantung dan haluaran ginjal, mengurangi
volume sirkulasi (preload dan afterload) sehingga mengurangi beban
kerja ventrikel. dan antikoagulan digunakan sebagai obat untuk
mencegah pembentukan trombus dan embolus dalam kondisi yang
memiliki faktor resiko, seperti tirah baring yang diharuskan, disritmia
jantung, dan riwayat episode trombolik sebelumnya.
3. Gangguan eliminasi (BAB) : konstipasi dengan dilakukan tindakan
keperawatan pada Ny. I selama 3x24 jam yang bertujuan agar gangguan
eliminasi kembali normal. Perencanaan yang dilakukan adalah
mengauskultasi bising usus, menganjurkan Ny. I untuk memakan
makanan yang tinggi serat, serta menganjurkan pasien untuk membatasi
cairan. Mengkaji bising usus karena pada gagal jantung progresif dapat
mengubah fungsi gastrointestinal. Serat berguna untuk melancarkan
pencernaan karena dapat mengikat air sehingga feses lebih mudah
untuk dikeluarkan. Manfaat serat yang lainnya adalah untuk
menurunkan kadar kolesterol jahat atau LDL (low-density lipoprotein)
dalam darah, membantu mengontrol kadar gula darah dan membantu
mencapai berat badan normal. Pembatasan cairan bukan rekomendasi
umum, tetapi dapat dipertimbangkan juga ketika pasien mengalami
kesulitan mengendalikan retensi cairan meskipun telah diberikan dosis
diuretik tinggi dan dilakukan pembatasan natrium.
4. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan dengan dilakukan tindakan
keperawatan pada Ny. I selama 3x24 jam yang bertujuan agar
101

pemeliharaan kesehatan pasien efektif. Pada perencanaan yang dapat


dilakukan yaitu menjelaskan pada pasien dan keluarga tentang diit
rendah garam untuk menurunkan tensi darah, memberikan penyuluhan
kesehatan pada pasien dan keluarga tentang gagal jantung (pengertian,
penyebab, tanda dan gejala), menjelaskan pada pasien dan keluarga
tentang cara perawatan gagal jantung dirumah. Pengetahuan tentang
proses penyakit dan harapan dapat memfasilitasi klien dalam
penatalaksanaan gagal jantung, termasuk regimen terapi yang
diresepkan jika penyuluhan diindividualisasi pada klien. Klien mungkin
dapat berpendapat bahwa ia dapat mengubah regimen pasca pulang
ketika merasa sehat dan terbebas dari gejala atau ketika merasa kurang
sehat, yang dapat meningkatkan risiko perburukan gejala. Dengan
memberikan penyuluhan kesehatan kepada pasien dan keluarga
bertujuan diharapkannya supaya pasien dan keluarga dapat mengerti
tentang proses perawatan pada penyakit gagal jantung di rumah.

Adapun faktor pendukung yang penulis temukan yaitu banyaknya


sumber yang didapatkan melalui studi kepustakaan sebagai bahan
acuan, sehingga penulis tidak menemukan hambatan yang berarti dalam
meyusun intervensi keperawatan. Faktor penghambat yaitu banyaknya
sumber yang memuat intervensi yang sama meskipun dengan diagnosa
yang berbeda. Alternatif pemecah masalah tersebut yaitu penulis
menyesuaikan sesuai keluhan dan kebutuhan yang dibutuhkan pasien.

D. Pelaksanaan Keperawatan
Setelah rencana keperawatan dibuat kemudian di implementasikan sesuai
dengan intervensi yang dibuat. Implementasi merupakan suatu
pelaksanaan rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Kegiatan dalam implementasi dapat meliputi pengumpulan
data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah
tindakan, dan menilai data-data yang baru (Dermawan, 2012).
102

Pada tahap pelaksanaan penulis bekerja sama dengan tim perawatan di


ruangan untuk melaksanakan tindakan keperawatan yang mengacu pada
rencana tindakan sampai dengan hari ketiga. Tindakan keparawatan yang
telah dilakukan pada pasien Ny. I adalah mengkaji keluhan pasien,
pemeriksaan fisik pada pasien, memonitor tanda-tanda vital, dan mengkaji
tingkat pengetahuan pasien, memberikan obat sesuai dengan program.
Selain itu, penulis juga melakukan penyuluhan kesehatan tentang gagal
jantung yang mencakup pengertian, penyebab, tanda gejala, pencegahan
dan perawatan pasien dengan gagal jantung dirumah.

Pada penatalaksanaan medis pasien mendapatkan terapi obat CPG


1x75mg, Miniaspi 1x80mg, Atorvastatin 1x20mg, Alprazolam 1x1mg,
Nitrokaf 2x5mg, Diviti 1x1mg, Lasix 2x1mg dan Ceftriaxone 2x2gr.
Penatalaksanaan farmakologi yang sangat penting bagi penderita gagal
jantung adalah terapi glikosida jantung. Glikosida jantung adalah alkaloid
yang berasal dari tanaman yang kemudian diketahui berisi digoksin dan
digitoksin. Keduanya bekerja sebagai inotropik positif pada gagal jantung.
Digoksin adalah suatu obat yang diperoleh dari tumbuhan Digitalis lanata.
Sementara digitalis berfungsi meningkatkan kekuatan kontraksi otot
jantung dan memperlambat frekuensi jantung. Efek yang dihasilkan adalah
peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah,
peningkatan diuresis, dan mengurangi edema. Namun pasien tidak
mendapatkan jenis terapi obat seperti ini, karena digoksin tidak lagi
digunakan secara rutin pada gagal jantung, tetapi dapat diresepkan untuk
individu yang mengalami gagal jantung stadium akhir yang bergejala pada
terapi medikasi maksimal. Terapi obat Nitrokaf termasuk golongan obat
vasodilator yang sangat penting bagi penderita gagal jantung yang
berfungsi untuk memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan
kapasitas vena sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan.
Klien juga mendapatkan terapi obat Lasix. Lasix merupakan obat yang
mengandung furosemid, golongan diuretik yang dapat mencegah tubuh
dari menyerap terlalu banyak garam. Furosemid diberikan untuk
membantu mengobati retensi cairan (edema) dan pembengkakan yang
103

disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif, penyakit ginjal, atau kondisi


medis lainnya. Obat ini bekerja dengan bertindak pada ginjal untuk
meningkatkan aliran urin. Obat ceftriaxone merupakan jenis obat
antibiotik yang berfungsi untuk mengobati dari infeksi bakteri dan
mencegah terjadinya infeksi sekunder yang diakibatkan dari TB. Karena
dari hasil pemeriksaan penunjang radiologi hasil kesan yang didapat yaitu
KP dupleks. KP duplex merupakan infeksi ke dua paru (TBC).
Tuberkulosis merupakan infeksi paru yang disebabkan oleh kuman
mycobacterium tuberkulosis. Hal ini diperkuat juga dengan hasil lab
leukosit yang meningkat yaitu 12,38 ribu/ul. Klien mendapatkan terapi
obat antikoagulan atau pengencer darah seperti Diviti, CPG dan Miniaspi
yang berfungsi untuk menurunkan kemampuan darah untuk membeku
dengan cara menghambat aktivitas faktor pembekuan darah, sehingga
mencegah terjadinya penggumpalan darah. Furosemid juga digunakan
sendiri atau bersama-sama dengan obat lain untuk mengobati tekanan
darah tinggi (hipertensi). Obat atorvastatin adalah obat untuk menurunkan
kolesterol dan lemak “jahat” (seperti LDL, triglyceride) serta
meningkatkan kolesterol “baik” (HDL) di dalam darah yang berfungsi
mengurangi jumlah kolesterol yang dibuat oleh hati. Klien mendapat terapi
obat Alprazolam yang biasanya digunakan untuk mengatasi gangguan
kecemasan dan serangan panik. Obat ini dapat membuat penggunanya
merasa lebih tenang dan tidak terlalu tegang.

Dari seluruh pelaksanaan keperawatan yang dilakukan dan pelaksanaannya


sesuai dengan rencana tindakan keperawatan yang sudah penulis buat.
Namun ada satu tindakan yang tidak di lakukan yaitu kolaborasi bersama
dengan dokter dalam pemberian laxatif jika tidak diatasi dengan makanan
berserat. Pada tindakan ini, pasien tidak dilakukan karena masih bisa
diatasi dengan makanan yang tinggi serat. Untuk pelaksanaan edukasi
penulis melibatkan keluarga karena keluarga merupakan sistem
pendukung dalam mengingatkan pasien pada saat dirumah. Pada pasien
gagal jantung gejala serangan berulang bisa terjadi, sehingga edukasi
senantiasa dilakukan untuk meminimalkan atau mencegah terjadinya
104

serangan berulang. Edukasi bisa diberikan dengan berbagai cara yaitu


dengan edukasi berdiskusi langsung dari perawat dan bisa dilakukan
dengan pemberian leaflet.

Dalam pelaksanaan kegiatan faktor-faktor yang mendukung dan


menghambat dalam mengimplementasikan tindakan yang akan dilakukan.
Faktor pendukung seperti pasien dan keluarga dapat bekerja sama dengan
perawat dalam mengatasi masalah yang dihadapi, sehingga perawat dapat
melakukan intervensi dengan baik. Serta tersedianya alat-alat kesehatan
yang memudahkan dalam melakukan tindakan keperawatan. Sedangkan
faktor yang menghambat yaitu pada diagnosa Intoleransi aktivitas, pasien
tidak bekerja sama atau patuh dalam pelaksanaan keperawatan karena
pasien sering turun dari tempat tidur untuk memenuhi kebutuhan sehari-
hari (toileting) sehingga melakukan intervensi pasien tidak berjalan
dengan baik.

E. Evaluasi Keperawatan
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuanyang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien,
keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk
melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan
dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012). Metode yang
digunakan adalah dengan SOAP (Subyektif, Obyektif, Analisis, Planning).
Untuk dapat mengetahui apakah masalah teratasi, teratasi sebagian, belum
teratasi atau timbul masalah baru. Evaluasi proses dan evaluasi akhir yang
penulis lakukan selama tiga hari.

Adapun evaluasi keperawatan dengan masalah teratasi dari Ny. I selama


dilakukan asuhan keperawatan, sebagai berikut :

1. Ketidakefektifan memelihara kesehatan berhubungan dengan


ketidakmampuan membuat keputusan yang tepat. Evaluasi yang
didapatkan adalah pasien mengatakan mengerti dengan apa yang
105

perawat jelaskan. Planning lanjutan dari diagnosa ini diharapkan


pasien mampu mengimplementasikan di rumah cara mencegah dan
perawatan dengan gagal jantung dari apa yang sudah dijelaskan oleh
perawat, sehingga intervensi ini terus berlanjut secara mandiri.

Evaluasi keperawatan dengan masalah teratasi sebagian dari Ny. I selama


dilakukan asuhan keperawatan, sebagai berikut :

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sputum


sekunder karena proses infeksi. Evaluasi yang didapatkan adalah pasien
mengatakan sudah tidak merasakan sesak lagi dan batuk berkurang,
masih terdengar suara ronchi, frekuensi nafas 21x/menit. Planning pada
diagnosa ini lanjutkan intervensi auskultasi suara nafas, observasi
tanda-tanda vital, monitor status respirasi (jenis, frekuensi dan irama),
berikan posisi semi fowler, lanjutakan pemberian terapi obat antibiotik
(Ceftriaxone 2x2gr).
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan curah jantung.
Evaluasi yang didapatkan adalah pasien tidak ada keluhan yang
dikatakan. Planning pada diagnosa ini lanjutkan intervensi observasi
tanda-tanda vital, monitor respons kardiorespiratori terhadap aktivitas :
takikardia, dispnea, diaforesis, frekuensi pernapasan), bantu klien untuk
mengubah posisi sesuai toleransi secara berkala (miring kanan, miring
kiri), anjurkan bedrest dengan posisi semi fowler, lanjutankan
pemberikan terapi obat diuretik (Lasix 2x1mg), antikoagulan (CPG
1x75mg, Miniaspi 1x80mg, Diviti 1x1mg), statin (Atorvastatin
1x20mg), vasodilator (Nitrokaf 2x5mg), dan obat tidur (Alprazolam
1x1mg).

Evaluasi keperawatan dengan masalah belum teratasi dari Ny. I selama


dilakukan asuhan keperawatan, sebagai berikut :

1. Gangguan eliminasi (BAB) : konstipasi berhubungan dengan kurang


aktivitas. Evaluasi yang didapatkan adalah pasien mengatakan masih
106

belum BAB, terdengar bising usus 6 x/hari. Planning pada diagnosa ini
lanjutkan intervensi auskultasi bising usus, memberikan makanan
sesuai kebutuhan diit pasien : diit nasi 1500 kalori, anjurkan makan
makanan yang tinggi serat, anjurkan pasien untuk membatasi cairan
sesuai indikasi, kolaborasi pemberian laxatif jika tidak diatasi dengan
makanan berserat.

Pada diagnosa keperawatan yang belum teratasi intervensi dilanjutkan oleh


TIM perawatan diruangan, penulis mengkomunikasikan kepada TIM
keperawatan melalui pembimbing ruangan terkait masalah yang belum
teratasi mengenai intervensi kolaborasi pemberian laxatif jika tidak diatasi
dengan makanan berserat.

Faktor pendukung dalam melakukan evaluasi yaitu pasien kooperatif saat


diajak berdiskusi. Faktor penghambat yang penulis temukan yaitu kurang
lengkapnya pendokumentasian yang dilakukan perawat ruangan terutama
respon klien dari tindakan pada evaluasi proses dan untuk evaluasi akhir.
Solusi yang penulis temukan adalah mengoptimalkan pendokumentasian
dalam catatan keperawatan dan catatan perkembangan dalam makalah
ilmiah ini.

Anda mungkin juga menyukai