Anda di halaman 1dari 5

SISTEM POLITIK DAN DEMOKRASI DALAM ISLAM

Demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana semua warga negaranya memiliki hak setara dalam
pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Sedangkan Politik adalah adalah proses
pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses
pembuatan keputusan, khususnya dalam Negara. Demokrasi dan politik mungkin sudah menjadi hal
yang familiar di Indonesia. Setiap 5 tahun sekali, hal-hal yang berbau politik dan demokrasi selalu
menjadi topic yang paling dibahas mulai dari wilayah regional hingga ke nasional. Dalam Islam,
Demokrasi dan Politik telah dijelaskan di dalam Al-Qur’an.

Di dalam Al-Qur’an, Politik hampir sama yang dijelaskan seperti demokrasi yakni bagaimana menyikapi
pemimpin yang amanah dan bagaimana pemimpin dalam melakukan musayawarah. Politik dapat
diartikan juga dengan siasah yang artinya mengatur, aturan, dan keteraturan serta dapat juga diartikan
sebagai kebijakan atau cara bertindak suatu Negara terhadap Negara lain. Fikih sisah adalah hukum
Islam yang mengatur system kekuasaan dan pemerintahan. Politik sendiri artinya urusan tindakan
mengenai pemerintahan suatu Negara, dan kebijakan suatu Negara terhadap Negara lain. Garis besar
Siasah dalam Islam meliputi tiga aspek yakni, Dusturiyyah (Tata Negara dalam Islam), Daoliyyah (Hukum
politik yang mengatur hubungan antara satu negara dengan negara yang lain), dan Maliyyah (Hukum
politik yang mengatur system ekonomi negara).

Di dalam Al-Qur’an, Demokrasi tercantum di beberapa ayat dan surah Al-Qur’an, seperti QS. Ali Imran:
159 dan Asy-Syura: 38 (yang berbicara tentang musyawarah); al-Maidah: 8; al-Syura: 15 (tentang
keadilan); al-Hujurat: 13 (tentang persamaan); al-Nisa’: 58 (tentang amanah); Ali Imran: 104 (tentang
kebebasan mengkritik); al-Nisa’: 59, 83 dan Asy-Syura: 38 (tentang kebebasan berpendapat). Demokrasi
dalam Islam memiliki konsep yang sudah lama berakar seperti konsep musyawarah (Syura’), persetujuan
(Ijma’), dan penilaian interpretative yang mandiri (Ijtihad).

Syura’ atau Musyawarah adalah mengatakan atau mengajukan sesuatu. Karenanya, kata musyawarah
pada dasarnya hanya digunakan untuk hal-hal yang baik,sejalan dengan makna dasarnya. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia,musyawarah diartikan sebagai: pembahasan bersama dengan maksudmencapai
keputusan atas penyelesaian masalah bersama. Selain itudipakai juga kata musyawarah yang berarti
berunding dan berembuk. Syura’ atau musyawarah dalam berdemokrasi sangatlah penting untuk
dilakukan karena telah dijelaskan dalam surah Asy-Syura’ yang berisi tentang upaya perintah kepada
para pemimpin dalam keududukan apapun untuk meyelesaikan urusan yang dipimpinnya secara
musyawarah sehingga tidak akan terjadi kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh para pemimpin
terhadap rakyat yang dipimpinnya.
Ijma’ adalah hal yang memainkan peranan yang menentukan dalam perkembangan hukum Islam dan
memberikan sumbangan sangat besar terhadap korpus hukum atau hukum Islam. Menurut Al Amidi:
Ijma’ adalah kesepakatan ahlul halli wal‘aqdi atau para ahli yang berkompoten mengurusi umat dari
umat Nabi Muhammad SAW. pada suatu masa atau hukum suatu kasus. Dalam pengertian lebih luas,
konsensus dan musyawarah sering dipandang sebagai landasan yang efektif bagi demokrasi Islam
modern. Konsep konsensus memberikan dasar bagi penerimaan sistem yang mengakui suara mayoritas.
Beberapa cendekiawan kontemporer menyatakan bahwa dalam sejarah Islam karena tidak ada rumusan
yang pasti mengenai struktur negara dalam al-Quran, legitimasi negara bergantung pada sejauhmana
organisasi dan kekuasaan negara mencerminkan kehendak umat. Sebab seperti yang pernah ditekankan
oleh para ahli hukum klasik, legitimasi pranata-pranata negara tidak berasal dari sumber-sumber
tekstual,tetapi didasarkan pada prinsip Ijma’. Atas dasar inilah konsensus dapatmenjadi legitimasi
sekaligus prosedur dalam suatu demokrasi Islam.

Konsep yang terakhir adalah ijtihad, atau pelaksanaan penilaian yang ilmiah dan mandiri. Bagi banyak
pemikir muslim, upaya inimerupakan langkah kunci menuju penerapan perintah Tuhan di suatu tempat
atau waktu.

Kontribusi Politik dan Demokrasi di Indonesia contohnya adalah banyaknya partai-partai politik di
Indonesia yang menggunakan prinsip Islam namun tidak melupakan Ideologi bangsa Indonesia yaitu
Pancasila sejak awal proses kemerdekaan, mempertahankan kemerdekaaan, mengisi kemerdekaan,
hingga sekarang di era reformasi. Bentuk Kontribusi Umat Islam terhadap Kehidupan Politik di Indonesia

Islam sebagai sebuah ajaran yang mencakup persoalan spritual dan politik memberikan kontribusi yang
cukup signifikan terhadap kehidupan politik di Indonesia partai-partai berasaskan Islam serta partai
nasionalis berbasis umat Islam dan kedua dengan ditandai sekiap pro aktif tokoh-tokoh politik Islam dan
umat Iislam terhadap keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia, sejak proses awal kemerdekaan
sampai zaman reformasi.

Berkaitan dengan keutuhan negara, misalnya Muhammad Natsir pernah menyerukan umat Islam agar
tidak mempertentangkan pancasila dengan Islam. Dalam pandangan Islam, perumusan Pancasila bukan
merupakan sesuatu yang bertentangan dengan ajaran Al-Quran karena nilai-nilai yang terdapat dalam
pancasila juga merupakan bagian dari nilai-nilai yang terdapat dalam Al-Quran. Demi keutuhan
persatuan dan kesatuan bangsa, umat Islam rela menghilangkan tujuh kata dari sila pertama pancasila
yaitu kata-kata “Kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi para pemeluknya.”
Umat Islam Indonesia dapat menyetujui Pancasila dan UUD setidak-tidaknya atas dua pertimbangan.
Pertama, nilai-nilainya dibenarkan oleh ajaran agama Islam, kedua, fungsinya sebagai nuktah-nuktah
kesepakatan antar berbagai goongan untuk mewujudkan kesatuan politik bersama.

Berikut merupakan bentuk kontribusi umat Islam dalam perpolitikan Indonesia di setiap era masa
bangsa ini:

Era Kerajaan-Kerajaan Islam Berjaya

Pengaruh Islam terhadap perpolitikan nasional punya akar sejarah yang cukup panjang. Jauh sebelum
penjajah kolonial bercokol di tanah air, sudah berdiri beberapa kerajaan Islam besar. Kejayaan kerajaan
Islam di tanah air berlangsung antara abad ke-13 hingga abad ke-16 Masehi.

Era Kolonial dan Kemerdekaan (Orde Lama)

Peranan Islam dan umatnya tidak dapat dilepaskan terhadap pembangunan politik di Indonesia baik
pada masa kolonial maupun masa kemerdekaan. Pada masa kolonial Islam harus berperang menghadapi
ideologi kolonialisme sedangkan pada masa kemerdekaan Islam harus berhadapan dengan ideologi
tertentu macam komunisme dengan segala intriknya.

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa sejarah secara tegas menyatakan kalau pemimpin-pemimpin Islam
punya andil besar terhadap perumusan NKRI. Baik itu mulai dari penanaman nilai-nilai nasionalisme
hingga perumusan Undang-Undang Dasar Negara.

Para pemimpin Islam terutama dari Serikat Islam pernah mengusulkan agar Indonesia berdiri di atas
Daulah Islamiyah yang tertuang di dalam Piagam Jakarta. Namun, format tersebut hanya bertahan
selama 57 hari karena adanya protes dari kaum umat beragama lainnya. Kemudian, pada tanggal 18
Agustus 1945, Indonesia menetapkan Pancasila sebagai filosofis negara.

Era Orde Baru


Pemerintahan masa orde baru menetapkan Pancasila sebagai satu-satunya asas di dalam negara.
Ideologi politik lainnya dipasung dan tidak boleh ditampilkan, termasuk ideologi politik Islam. Hal ini
menyebabkan terjadinya kondisi depolitisasi politik di dalam perpolitikan Islam.

Politik Islam terpecah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama di sebut kaum skripturalis yang hidup
dalam suasana depolitisasi dan konflik dengan pemerintah. Kelompok kedua adalah kaum subtansialis
yang mendukung pemerintahan dan menginginkan agar Islam tidak terjun ke dunia politik.

Era Reformasi

Bulan Mei 1998 merupakan awal dari era reformasi. Saat itu rakyat Indonesia bersatu untuk
menumbangkan rezim tirani Soeharto. Perjuangan reformasi tidak lepas dari peran para pemimpin Islam
pada saat itu. Beberapa pemimpin Islam yang turut mendukung reformasi adalah KH. Abdurrahman
Wahid (Gus Dur), ketua Nahdatul Ulama.

Muncul juga nama Nurcholis Majid (Cak Nur), cendikiawan yang lahir dari kalangan santri. Juga muncul
Amin Rais dari kalangan Muhamadiyah. Bertahun-tahun reformasi bergulir, kiprah umat Islam dalam
panggung politik pun semakin diperhitungkan.

Umat Islam mulai kembali memunculkan dirinya tanpa malu dan takut lagi menggunakan label Islam.
Perpolitikan Islam selama reformasi juga berhasil menjadikan Pancasila bukan lagi sebagai satu-satunya
asas. Partai-partai politik juga boleh menggunakan asas Islam.

Kemudian bermunculanlah berbagai partai politik dengan asas dan label Islam. Partai-partai politik yang
berasaskan Islam, antara lain PKB, PKU, PNU, PBR, PKS, PKNU, dan lain-lain.

Dalam kondisi bangsa yang sangat memprihatinkan sekarang, sudah waktunya umat Islam untuk terjun
dalam perjuangan politik yang lebih serius. Umat islam tidak boleh lagi bermain di wilayah pinggiran
sejarah. Umat Islam harus menyiapkan diri untuk memunculkan pemimpin-pemimpin yang handal,
cerdas, berahklak mulia, profesional, dan punya integritas diri yang tangguh.
Umat Islam di Indonesia diharapkan tidak lagi termarginalisasi dalam panggung politik. Politik Islam
harus mampu merepresentasikan idealismenya sebagai rahmatan lil alamin dan dapat memberikan
kontribusi yang besar bagi bangsa ini.

Anda mungkin juga menyukai