DISUSUN OLEH
Ratna Nurochmah
P1905029
A. Latar Belakang
Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan salah satu penyakit tidak
menular yang masih menjadi persoalan serius bagi pria. Benign Prostate
Hyperplasia (BPH) atau dikenal dengan pembesaran prostat jinak menurut
Kapoor (2012) merupakan suatu keadaan terjadinya proliferasi sel stroma prostat
yang akan menyebabkan pembesaran dari kelenjar prostat. Pada pembesaran
prostat jinak terjadi hiperplasia kelenjar perineutral yang akan mendesak
jaringan prostat yang asli ke perifer (Sjamsuhidajat, 2017). Mediator utama
dalam pertumbuhan kelenjar prostat yaitu dehidrotestosteron (DHT) yang
merupakan metabolit testosteron yang dibentuk di dalam sel prostat. Walaupun
jarang menyebabkan kematian tetapi dapat menurunkan kualitas hidup penderita
secara signifikan.
Beban penyakit BPH terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Di dunia, diperkirakan 59 pria dari 100.000 penduduk menderita BPH. Sejak
tahun 1990 hingga 2013 tercatat peningkatan angka kejadian BPH sebesar 33,4
% (Global Burden of Disease, 2013). Sementara itu, Office of Health Economic
Inggris telah mengeluarkan proyeksi prevalensi BPH bergejala di Inggris dan
Wales beberapa tahun ke depan. Pasien BPH bergejala yang berjumlah sekitar
80.000 pada tahun 1991, diperkirakan akan meningkat menjadi satu setengah
kalinya pada tahun 2031 (Suryawisesa, et. al, 1998 dalam Santoso,2015).
Berdasarkan (Global Burden of Disease (2013) Asia merupakan benua
terbanyak yang penduduknya menderita BPH. Jepang disebut sebagai negara
yang menyumbang angka kejadian BPH tertinggi se-Asia bahkan dunia sebesar
110,029 dari 100.000 penduduk. Setelah Jepang, negara dengan populasi BPH di
urutan ke dua dan ke tiga menempati wilayah negara di Asia tenggara yaitu
Brunei Darussalam sebanyak 101,28 orang tiap 100.000 2 penduduk dan
Singapura 96,73 orang dari 100.000 penduduk (Global Burden of Disease,
2013).
Di Indonesia, BPH menjadi urutan kedua setelah penyakit batu saluran
kemih, dan secara umum, diperkirakan hampir 50% pria di Indonesia yang
berusia di atas 50 tahun ditemukan menderita BPH. Oleh karena itu, jika dilihat,
dari 200 juta lebih rakyat indonesia, maka dapat diperkirakan jika 100 juta pria
yang berusia 60 tahun ke atas berjumlah 5 juta orang, maka dapat dinyatakan
kira-kira 2,5 juta pria Indonesia menderita penyakit ini. (Purnomo, 2011).
Apabila dilihat berdasarkan peringkat 10 besar penyakit tidak menular penyebab
rawat inap di seluruh rumah sakit di Indonesia pada tahun 2009 dan tahun 2010,
maka BPH merupakan bagian dari gangguan perkemihan yang menyumbang
sebesar 2,49% (Kemenkes. 2012).
Oleh karena itu, dibawah ini penulis akan mengupas tuntas konsep teori
dan asuhan keperawatan pada pasien dengan Benigna Prostate Hiperplasia
(BPH).
B. Tujuan
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami konsep dasar dan asuhan
keperawatan dan studi kasus pada pasien dengan Benigna Prostate Hiperplasia
(BPH).
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) merupakan perbesaran kelenjar prostat,
memanjang ke atas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan
menutupi orifisium uretra akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal
(hidronefrosis) secara bertahap (Smeltzer dan Bare, 2015).
BPH adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran memanjang
ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi
orifisium uretra (Burnicardi, 2010).
Beningna Postatic Hyperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang sering terjadi
sebagai hasil dari pertumbuhan dan pengandalian hormone prostate (Yuliana Elin,
2011).
B. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat
erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses
penuaan. Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya
hiperplasia prostat sebagai berikut: (Roehrborn, 2013).
1. Teori Hormonal
Teori ini dibuktikan bahwa sebelum pubertas dilakukan kastrasi maka tidak
terjadi BPH, juga terjadinya regresi BPH bila dilakukan kastrasi. Selain
androgen (testosteron/DHT), estrogen juga berperan untuk terjadinya BPH.
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal,
yaitu antara hormon testosteron dan hormon estrogen, karena produksi
testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada
jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat
estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia pada stoma, sehingga
timbul dugaan bahwa testosterone diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi
sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stoma.
Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen
akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat
menyebabkan terjadinya pembesaran prostat. Dari berbagai percobaan dan
penemuan klinis dapat diperoleh kesimpulan, bahwa dalam keadaan normal
hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi hormon androgen
testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya
usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan
menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen.
Hal ini mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi
hormone estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat
terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap
estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen (Roehrborn,
2013). Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan
sebagian dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98%
akan terikat oleh globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG).
Sedang hanya 2% dalam keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas inilah
yang bisa masuk ke dalam target cell yaitu sel prostat melewati membran sel
langsung masuk kedalam sitoplasma, di dalam sel, testosteron direduksi oleh
enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dyhidro testosteron yang kemudian bertemu
dengan reseptor sitoplasma menjadi hormone receptor complex. Kemudian
hormone receptor complex ini mengalami transformasi resept or, menjadi
nuclear receptor yang masuk kedalam inti yang kemudian melekat pada
chromatin dan menyebabkan transkripsi mRNA. RNA ini akan menyebabkan
sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat
(Roehrborn, 2013).
2. Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan)
Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar
prostat. Pada berbagai penelitian, didapatkan ternyata ada hubungan antara
pertumbuhan sel epitel dan sel stroma prostat. Differensiasi dan perkembangan
sel epitel prostat dikontrol secara tidak langsung oleh androgen dependent
mediator yang dihasilkan oleh stroma. Androgen dependent mediator
mempunyai nama lain Stromal Growth Faktor. Growth Faktor ini akan berikatan
dengan GF reseptor pada sel stroma dan epitel. Selanjutnya terjadi pertumbuhan
sel prostat. Growth Faktor yang diketahui adalah, Epitelial GF (EGF), Insulin
GF (IGF), Fibroblast GF (FGF), Keratinosit GF (KGF), Transforming GF β
(TGF-β). EGF, IGF, FGF dan KGF diketahui memiliki aktivitas merangsang
terjadinya mitosis pada sel epitel. Sedangkan TGF-β memiliki aktivitas
menghambat Universitas Sumatera Utara 9 aktivitas mitosis. Pada BPH diduga
aktivitas EGF, IGF, FGF dan KGF lebih tinggi daripada TGF-β (Roehrborn,
2013).
3. Teori Peningkatan Lama Hidup Sel-sel Prostat
Beberapa penelitian lainnya, mendapatkan bahwa BPH terjadi bukan karena
proliferasi sel yang lebih dominan, tapi terjadi karena aktivitas kematian sel atau
apoptosis yang berkurang.
4. Teori Sel Stem (Stem Cell Hypothesis)
Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang
dewasa berada dalam keadaan keseimbangan “steady state”, antara pertumbuhan
sel dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron
tertentu dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga
dapat berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah
sehingga terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem
sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel epitel
kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.
5. Teori Reawakening
Mc Neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan pembesaran stroma pada
kelenjar periuretral (zone transisi) melainkan suatu mekanisme “glandular
budding” kemudian bercabang yang menyebabkan timbulnya alveoli pada zona
preprostatik. Persamaan epiteleal budding dan “glandular morphogenesis” yang
terjadi pada embrio dengan perkembangan prostat ini, menimbulkan perkiraan
adanya “reawakening” yaitu jaringan kembali seperti perkembangan pada masa
tingkat embriologik, sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari
jaringan sekitarnya, sehingga teori ini terkenal dengan nama teori reawakening
of embryonic induction potential of prostatic stroma during adult hood.
C. Faktor Resiko
Factor resiko terjadinya BH sebagai berikut: (Le Mone et al, 2016; Muttaqin,
2011)
1. Laki – laki yang memiliki usia ≥ 50 tahun memiliki resiko sebasar 95%
dibanding dengan laki-laki yang berusia < 50 tahun. Hal ini dikarenakan
perubahan usia tua akan menurunkan kemampuan buli-buli dalam
mempertahankan aliran urine pada proses adaptasi oleh adanya obstruksi
karena pembesaran prostat. Sesuai dengan pertambahan usia kadar
testosteon mulai menurun secara perlahan.
2. Riwayat keluarga yang pernah menderita BPH akan menyumbang 95%.
3. Frekuensi yang rengah dalam mengkonsumsi makanan berserat. Makaan
berserat terdapat substansi anti karsinogen, selain itu karoten dapat
mengurangi pengaruh bahan-bahan dari luar akan memberikan lingkungan
yang dapat menekan berkembangnya sel-sel abnormal.
4. Kebiasaan merokok. Nikotin dan konitin pada rokok akan meningkatkan
aktifitas enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan penurunan kadar
testosterone.
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang biasanya dilakukan adalah uroflowmetri dan
tes prostate-specific antigen (PSA). Uroflowmetri merupakan teknik
urodinamik untuk menilai uropati obstruktif dengan mengukur pancaran urin
pada waktu miksi.
2. Foto polos abdomen (BNO)
Dari sini dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan misalnya batu
saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikel kandung kemih juga dapat untuk
menghetahui adanya metastasis ke tulang dari carsinoma prostat.
3. Pielografi Intravena (IVP)
Pemeriksaan ini untuk melihat adanya obstruksi pada traktus urinarius.
Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek isian kontras (filling
defect/ indentasi prostat) pada dasar kandung kemih atau ujung distal ureter
membelok keatas berbentuk seperti mata kail (hooked fish). Mengetahui
adanya kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter ataupun
hidronefrosis serta penyulit yang terjadi pada buli – buli yaitu
adanyatrabekulasi, divertikel atau sakulasi buli – buli. foto setelah miksi
dapat dilihat adanya residu urin.
4. Sistogram retrograde
Apabila penderita sudah dipasang kateter oleh karena retensi urin, maka
sistogram retrograd dapat pula memberi gambaran indentasi.
5. Ultrasonografi/ Transrektal Ultrasonografi (TRUS)
Dapat dilakukan secara transabdominal atau transrektal ultrasonografi
(TRUS). Selain untuk mengetahui pembesaran prostate, pemeriksaan ini
dapat pula menentukan volume kandung kemih, mengukur sisa urin, dan
keadaan patologi lain seperti divertikel, tumor dan batu. Dengan
ultrasonografi transrektal dapat diukur besar prostate untuk menentukan jenis
terapi yang tepat.
6. Urinalis
Mendeteksi adanya protein atau darah dalam air kemih, berat jenis dan
osmolalitas, serta pemeriksaan mikroskopik air kemih.(Burnicardi, 2010)
F. Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa
a. Adapun obat-obatan yang sering digunakan pada pasien BPH, menurut
Purnomo (2011) diantaranya sebagai berikut;
1) Penghambat adrenergenik alfa Obat-obat yang sering dipakai adalah
prazosin, doxazosin, terazosin, afluzosin atau yang lebih selektif alfa 1a
(Tamsulosin). Obat-obat golongan ini dapat memperbaiki keluhan miksi
dan laju pancaran urin.
2) Penghambat adrenergenik alfa; penghambat enzin 5 alfa reduktase
seperti obat-obat yang sering dipakai adalah prazosin, doxazosin,
terazosin, afluzosin atau yang lebih selektif alfa 1a (Tamsulosin). Obat
ini dapat menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang
membesar akan mengecil.
2. Pembedahan
Prostatectomy adalah pembedahan dengan mengeluarkan seluruh atau sebagian
dari kelenjar prostate. Abnormalitas prostate, seperti sebuah tumor atau apabila
kelenjar prostate membesar karena berbagai alas an dapat menghambat aliran
urin. Terdapat beberapa bentuk operasi pada prostat, diantaranya:
a. Transurethral resection of prostate (TURP); suatu alat sistocopy dimasukkan
melalui uretra ke prostat, dimana jaringan disekeliling di eksisi. TURP
adalah suatu pembedahan yang dilakukan pada BPH dan hasilnya sempurna
dengan tingkat keberhasilan 80-90%.
b. Open prostatectomy. Open prostatectomy adalah suatu prosedur pembedahan
dengan melakukan insisi pada kulit dan mengangkat adenoma prostat
melalui kepala prostat (retropubic prostatectomy) atau RPP, atau melalui
kandung kemih (suprapubic prostatectomy) atau SPP. Open prostatectomy
diindikasi apabila masa prostat lebih dari 60 gram.
c. Laparoscopy prostatectomy. Suatu laparoscopi atau empat insisi kecil dibuat
di abdomen dan seluruh prostat dikeluarkan secara hati-hati dimana saraf-
saraf lebih mudah rusak dengan teknik retropubic atau suprapubic.
Laparoscopic prostatectomy lebih menguntungkan dibandingkan dengan
pembedahan radikal perineal prostatectomy atau retropubik prostatectomy
dan lebih ekonomis dibandingkan teknik bantuan robot.
d. Radical perineal prostatectomy; radical perineal prostatectomy asalah suatu
insisi dibuat pada perineum ditengah-tengah antara rectum dan skrotum, dan
kemudian prostat dikeluarkan.
e. Radical retropubic prostatectomy. Radical retropubic prostatectomy adalah
suatu insisi yang dibuat di abdomen bawah, dan kemudaian prostat
dikeluarkan (diangkat) melalui belakang tulang pubis (retropubic). Radical
prostatectomy adalah salah satu tindakan kunci pada kanker prostat.
G. Komplikasi
Sjamsuhidayat (2011) memaparkan komplikasi BPH sebagai berikut:
1. Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi
2. ISK
3. Involusi kontraksi kandung kemih
4. Refluk kandung kemih
5. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus
berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urin,
sehingga mengakibatkan tekanan intravesika meningkat.
6. Gagal ginjal
7. Hematuria
8. Sistitis dan pielonefritis
9. Hernia atau hemoroid lama kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada waktu
miksi pasien harus mengejan.
H. Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli – buli harus berkontraksi lebih
kuat melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan
perubahan anatomik buli – buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli – buli. Perubahan struktur pada buli
– buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah
bawah atau lower tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal sebagai dengan
gejala prostatismus.
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli – buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli – buli ke ureter atau terjadi refluks
vesikoureter. Keadaan ini jika berlangsung lama akan menagkibatkan hidroureter,
hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
(Smeltzer dan Barem, 2015).
J. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian focus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita BPH
merujuk pada teori menurut Smeltzer dan Bare (2015), ada berbagai macam
sebagai berikut:
a. Demografi. Kebanyakan menyerang pada pria berusia diatas 50 tahun. Ras
kulit hitam memiliki resiko lebih besar dibanding dengan ras kulit putih.
Status social ekonomi memili peranan penting dalam terbentuknya fasilitas
kesehatan yang baik. Pekerjaan memiliki pengaruh terserang penyakit ini,
orang yang pekerjaanya mengangkat barang-barang berat memiliki resiko
lebih tinggi.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang. Pada pasien BPH keluhan keluhan yang ada
adalah frekuensi, nokturia, urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak
puas sehabis miksi, hesistensi (sulit memulai miksi), intermiten (kencing
terputus-putus), dan waktu miksi memanjang dan akhirnya menjadi retensi
urine.
b. Riwayat Penyakit Dahulu. Kaji apakah memilki riwayat infeksi saluran
kemih (ISK), adakah riwayat mengalami kanker prostat. Apakah pasien
pernah menjalani pembedahan prostat / hernia sebelumnya.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga. Kaji adanya keturunan dari salah satu anggota
keluarga yang menderita penyakit BPH.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan tekanan darah, nadi, suhu dan respirasi. Nadi dapat
meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi
sampai syok pada retensi urin serta urosepsi sampai syok septic.
2) Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan teknik bimanual untuk
mengetahui adanya hidronefrosis dan pyelonefrosis. Pada daerah
suprasimfiser pada keadaan retensi akan menonjo. Saat palpasi teraba
adanya ballotem dank lien akan terasa ingin miksi. Perkusi dilakukan
untuk mengetahui ada tidaknya residual urine.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pre Pembedahan
Nyeri akut, retensi urin, ansietas dan resiko infeksi
b. Post Pembedahan
Nyeri akut, resiko perdarahan, resiko infeksi, gangguan tidur, gangguan
eliminasi urin
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Hari/tanggal : Senin, 30 Desember 2019
Jam pengkajian : 10.00 wib
Pengkaji : Ratna Nurochmah
Ruang : Cempaka RSUD Wonosari
I. IDENTITAS
A. Pasien
Nama : Tn. S
Jenis kelamin : laki-laki
Umur : 53 tahun
Agama :Islam
Status perkawinan : Kawin
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan terakhir : SLTP
Alamat : Wonosari
No. CM :
Diagnosa Medis : Benigna Prostat Hiperplasi (BPH)
Tanggal masuk RS : 26 Desember 2019
B. Penanggung jawab
Nama : Ny. T
Umur : 50 tahun
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tanga
Alamat : Wonosari
: meninggal : pasien
: menikah
Pasien mengatakan inggal satu rumah dengan istrina dan ke-3 anaknya di dalam
keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit serupa dan tidak ada yang
mempunyai penyakit menular maupun menurun. Apabila didalam keluargapasien ada
yang sakit biasanya dibawa puskesmas dan RS.
C. PENGKAJIAN BIOLOGIS
1. Rasa aman dan nyaman
- Sebelum sakit
Pasien mengatakan sebelum sakit pasien tidak merasakan nyeri
apapun dan beraktivitas seperti biasanya dan tidak mengalami
gangguan
- Sesudah sakit
Pasien mengatakan nyeri pada bekas operasi dengan P : saat
BAK, Q : seperti ditusuk-tusuk, R : nyeri pada genetalia, S : skala
5, T : hilang timbul. Pasien mengatakan tidak bisa beraktivitas
seperti biasanya, pasien biasanya dalam menghilangkan atau
mengurangi nyeri dengan tidur dan tarik nafas dalam,
sebelumnya pasien tida ada riwayat pembedahan.
2. Aktivitas istirahat-tidur
a. Aktivitas
- Sebelum sakit
Pasien mengatakan jarang melakukan OR, dalam beraktivitas
sehari-hari tidak menggunakan alat bantu apapun serta dalam
beraktivitas tidak ada gangguan.
- Sesudah sakit
Pasien mengatakan saat sakit hanya berbaring diempat tidur
saja, aktivitas pasiensebagian dibantu olehkeluarga kecuali
makan dan minum pasien bisa melakukan sendiri
b. Istirahat
- Sebelum sakit
Pasien mengatakan istirahat jika capek, pasien biasanya
mengisi waktu luang dengan kumpul keluarga, pasien
biasanya menyediakan waktu khusus untuk istirahat
- Sesudah sakit
Pasien mengatakan saat sakit istirahatnya tidak menentu,
pasien saat ini hanya berbaring ditempat tidur.
c. Tidur
- Sebelum sakit
Pasien mengatakan biasanya mulai tidur jam 22.00 (± 8 jam),
pasien nyenyak saat tidur dan tidak ada gangguan, serta
pasien tidak pernah menggunakan obat penenang sebelum
tidur
- Sesudah sakit
Pasien mengatakan tidak bisa tidur dikarenakan nyeri timbul
semenjak operasi, pasien merasa terganggu dengan
keadaannya saat ini, h+2 setelah operasi pasien sudah bisa
untuk tidur dan terkadang terbangun karena merasakan nyeri,
saat ini pasien tidak menggunakan obat penenang
3. Cairan
- Sebelum sakit
Pasien mengatakan per hari minum 6-7 gelas, minuman yang
disukai pasien biasanya teh dan kopi, pasien tidak ada pantangan
dalam minum, serta pasien tidak minum alkohol, dan tidak ada
pembatasan cairan
- Sesudah sakit
Pasien mengatakan per hari minum ±6 gelas, saat sakit pasien
tidak ada pembatasan cairan
4. Nutrisi
- Sebelum sakit
Pasien mengatakan biasanya makan 3x sehari dengan nasi, lauk
pauk dan ayur, pasien tida ada pantangan dalam makan, pasien
juga tidak ada alergi terhadap makanan
- Sesudah sakit
Pasien mengatakan saat sakit makan 3x sehari, makan yang sudah
disediakan dari RS. Pasien tidak ada kesulitan saat menelan
maupun mengunyah. Pasien tidak terpasang sonde dan pasien
tidak mengalami gangguan pencernaan serta tidak ada riwayat
pembedahan dengan sistem pencernaan.
5. Eliminasi : urine dan feses
a. Eliminasi feses
- Sebelum sakit
Pasien mengatakan biasanya BAB 1x sehari dengan
karakteristik konsistensi padat, warna kuning dan berbau
khas
- Sesudah sakit
Pasien mengatakan belum BAB sejak setelah operasi
b. Eliminasi urine
- Sebelum sakit
Pasien mengatakan biasanya BAK tidak menentu dengan
warna kuning jernih dan berbau khas
- Sesudah sakit
Pasien mengatakan sakit saat BAK, berwarna kemerahan,
tampak irigasi Nacl dan terpasang kateter
6. Kebutuhan oksigenasi dan karbondioksida
a. Pernafasan
- Sebelum sakit
Pasien mengatakan tidak ada kesulitan dalam bernafas,
bernafas secara spontan dan tidak ada alergi terhadap debu
- Sesudah sakit
Pasien bernafas secara spontan, tidak mengalami kesulitan
dalam bernafas, tidak menggunakan alat bantu pernafasan,
serta pasien belum pernah dirawat dengan gangguan
pernafasan
7. Personal hygiene
- Sebelum sakit
Pasien mengatakan sebelum sakit mandi 2x sehari dan selalu
mencuci rambutnya 2 hai sekali dan dilakukan secara mandiri
- Sesudah sakit
Pasien mengatakan saat sakit mandi hanya di lap/sibin saja dan
dibantu oleh keluarganya
8. Sex
Pasien sebelum sakit tidak ada gangguan dalam seksualitas, saat sakit
ada kesulitan karena pasien dirawat di RS dan sakit yang diderita
pasien mengganggu
HEMATOLOGI
KIMIA DARAH
URINE
Kurangdukungan keluarga
1. ANALISA DATA
2. DIANGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
b. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan
c. Resiko perdarahan berhubugan dengan prosedur pembedahan
3. RENCANA KEPERAWATAN
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
5. EVALUASI KEPERAWATAN
2 S:
- Pasien mengatakan masih terpasang
selang kateter
- Pasien mengatakan lebih nyaman
setelah balutan diganti
O:
- Terpasang DC & infus ditangan kiri
- Warna urine kemerahan
- Luka bersih
- Tidak ada tanda-tanda infeksi
A:
Masalah resiko infeksi teratasi sebagian
P: pertahankan intervensi
- Monitor warna, bau dan tanda infeksi
- Perawatan luka
3 S:
- Pasien mengatakan merasa sedikit
lemas
- Pasien mengatakan sulit untuk istirahat
O:
- KU baik
- Kesadaran composmentis
- Irigasi NaCl 60 tpm lancar
- Urine tampak kemerahan
- Pasien tampak lemas
A:
Masalah resiko perdarahan belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
- Monitor tanda perdarahan
- Anjurkan untuk istirahat
1 31/12/19 S:
- Pasien mengatakan masih meraskan
nyeri
P: saat BAK
Q: seperti ditusuk-tusuk
R: nyeri pada genetalia
S: skala 4
T: hilang timbul
O:
- Pasien tampak berbaring ditempat tidur
- Tampak menahan sakit
- TD: 138/71 mmHg
N: 88 x/menit
S: 36
R: 20 x/menit
A:
Masalah nyeri akut belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
Kaji nyeri
2 S:
- Pasien mengatakan urin belum jernih
- Nyaman setelah balutan diganti
- Pasien dan keluarga paham dengan
yang sudah dijelaskan
O:
- Terpasang DC
- Terpasang infus
- Luka bersih
- Tidak ada tanda-tanda infeksi
- Pasien tampak nyaman
- Kooperatif
A:
Masalah resiko infeksi teratasi sebagian
P:
Pertahankan intervensi
3 S:
- Pasien mengatakan sudah tidak lemas
- Pasien mengatkan sudah bisa
beristirahat
O:
- KU baik
- Urine merah muda jernih, tidak ada
perdarahan
- Irigasi NaCl lancar
- Tampak rileks
- Balutan tidak rembes
A:
Masalah resiko erdarhan teratasi sebagian
P:pertahankan intervensi
1 1/1/20 S:
- Pasien mengatakan nyeri berkurang
P: saat berkemih
Q: seperti ditusuk-tusuk
R: pada genetalia
S: skala 3
T: hilang timbul
- Pasien mengatka akan melakukan nafas
dalam jika nyeri timbul
O:
- Pasien tampak lebih tenang
- TD: 135/70 mmHg
N: 85 x/menit
S: 36,2
R: 20 x/menit
A:
Masalah nyeri akut teratasi sebagian
P: pertahankan intervensi
Monitor nyeri
2 S:
- Pasien mengatakan genetalia masih
dibalut dengan kassa
O:
- Terpasang selang DC
- Infus ditangan kiri
- Tanda-tanda infeksi tidak ada
A:
Masalah resiko infeksi teratasi sebagian
P: pertahankan intervensi
3 S:
- pasien mengatakan sudah tidak ada
keluhan
- mengatakan balutan tidak rembes
O:
- KU baik
- Kesadaran komposmentis
- Balutan bersih dankering
- Tidak ada tanda-tanda perdarahan
A:
Masalah resiko perdarahan teratasi
P: pertahankan intervensi
BAB IV
PENUTUP
A. Kesipulan
Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan salah satu
penyakit tidak menular yang masih menjadi persoalan serius bagi pria.
Benign Prostate Hyperplasia (BPH) atau dikenal dengan pembesaran
prostat jinak merupakan suatu keadaan terjadinya proliferasi sel stroma
prostat yang akan menyebabkan pembesaran dari kelenjar prostat.
perbesaran kelenjar prostat, memanjang ke atas kedalam kandung kemih
dan menyumbat aliran urin dengan menutupi orifisium uretra akibatnya
terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara
bertahap
B. Saran
Penulisan kasus asuhan keperawatan ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karenanya penulis sangat mengharapkan saran yang
membangun untuk penulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA