Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PAJAK BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Perpajakan II

Dosen pengampu : Afuan Fajrian Putra, SE., M.Acc., Ak., CA

Disusun Oleh :

Afifah Etrifiana ( 19212071 )


Eva Khuryatun Nadziva ( 10212082 )
Anisa Erinawati ( 19212083 )
Elsa Rahma Fitriyolla ( 19212087 )

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

PROGRAM DIPLOMA III FAKULTAS BISNIS DAN EKONOMIKA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

2020/2021
1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat,
karunia dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Perpajakan ll dengan pokok
bahasan mengenai “Pajak Restoran”. Kami juga berterima kasih kepada Bapak Afuan Fajrian
Putra, SE., M.Acc., Ak., CA. selaku dosen mata kuliah Perpajakan ll yang telah memberikan
tugas ini kepada kami dan membimbing kami sampai saat ini.

Semoga makalah ini dapat dipahami dan bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan baik dari segi kata,
pengejaan maupun materi yang kami tuliskan. Kami berharap adanya kritik dan saran yang
bersifat membangun agar kedepannya kami bisa menyusun makalah lebih baik lagi.

Yogyakarta, 20 Oktober 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................2
1.3 Tujuan..............................................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.............................................................................................................................3
2.1 Pajak Daerah...................................................................................................................3
2.1.1 Ciri-Ciri Pajak Daerah............................................................................................3
2.1.2 Fungsi Pajak Daerah...............................................................................................3
2.2 Jenis – JenisPajak Daerah..............................................................................................4
2.2.1 Pajak Bea Balik Nama Kendaraan........................................................................4
BAB lll...........................................................................................................................................10
PENUTUP....................................................................................................................................10
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pajak Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang digunakan
untuk membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah dan juga untuk modal pembangunan.
Sejak kemerdekaan Indonesia, pemerintah tercatat sudah mengeluarkan 4 (empat)
undang-undang yang berkaitan dengan pajak daerah, yaitu:

1. UU Darurat No. 11 Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Pajak Daerah.


2. UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
3. UU No. 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18
Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
4. UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Dengan adanya undang-undang diatas, membuktikan bahwa pemerintah pusat


sejak dulu memang ingin memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada
pemerintah daerah untuk mengelola serta mengatur pajak daerahnya sendiri. Pemerintah
daerah diharapkan mampu meningkatkan akuntabilitas pemerintah daerah serta dapat
memberikan potensi untuk meningkatkan penerimaan daerah itu sendiri. Dengan
berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 yang merupakan
perubahan terakhir tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada Pasal 2 dijelaskan
pengelompokan jenis pajak yaitu Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota. Pajak
Provinsi terdiri dari Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor,
dan Pajak Rokok sedangkan Pajak Kabupaten atau Kota terdiri dari Pajak Hotel, Pajak
Restoran, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak
Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, dan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Peranan pemerintah daerah dalam menggali dan mengembangkan berbagai


potensi daerah akan sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas pemerintahan,
pembangunan dan pelayanan masyarakat di daerah. Ciri 2 utama yang menunjukan suatu

1
daerah otonom mampu berotonomi, adalah daerah otonom harus memiliki kewenangan
dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, sedangkan
ketergantungan pada bantuan pemerintah pusat harus seminimal mungkin, sehingga
Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi bagian terbesar dari pendapatan keuangan
daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) berperan penting dalam rangka pembiayaan
pembangunan suatu daerah, dan Pajak Daerah merupakan salah satu sumber dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD) itu sendiri. Jadi, agar Pemerintah Daerah tetap dapat
melakukan kegiatan pembangunan, maka mereka harus mampu memaksimalkan sumber-
sumber dari penerimaan daerah tersebut salah satunya adalah dari pajak daerah.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari
sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Besarnya persentase PAD
terhadap total pendapatan daerah menunjukan besarnya sumbangan PAD daerah terhadap
total pendapatan daerah. Semakin besar persentase PAD terhadap total pendapatan
maupun terhadap total belanja, sangat diharapkan dalam rangka pelaksanaan
penyelenggaraan otonomi daerah. Pendapatan Asli Daerah sendiri terdiri dari Pajak
Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah.

1.2 Rumusan Masalah


Salah satu sumber pendapatan daerah adalah dari Pendapatan Asli Daerah (PAD)
yang didalamnya terdapat Pajak Daerah. Keberhasilan dalam pemungutan pajak daerah
daerah akan berdampak juga pada peningkatan pendapatan daerah itu sendiri, dengan
melihat hal tersebut maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Apa Pengertian Pajak Daerah
2. Apa saja jenis Pajak Daerah
3. Bagaimana cara menghitung pajak terutang pajak daerah

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu pajak daerah
2. Untuk mengetahui jenis-jenis pajak daerah
3. Untuk mengetahui cara menghitung pajak terutang pajak daerah

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pajak Daerah


Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2.1.1 Ciri-Ciri Pajak Daerah

Berikut ini ciri-ciri pajak daerah yang membedakannya dengan pajak pusat:

a) Pajak daerah bisa berasal dari pajak asli daerah atau pajak pusat yang
diserahkan ke daerah sebagai pajak daerah.
b) Pajak daerah hanya dipungut di wilayah administrasi yang dikuasainya.
c) Pajak daerah digunakan untuk membiayai urusan/pengeluaran untuk
pembangunan dan pemerintahan daerah.
d) Pajak daerah dipungut berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA) dan
Undang-undang sehingga pajaknya dapat dipaksakan kepada subjek
pajaknya.

2.1.2 Fungsi Pajak Daerah

Sebagaimana halnya dengan pajak pusat, pajak daerah mempunyai peran penting
dalam pelaksanaan fungsi negara/pemerintahan, baik dalam fungsi mengatur
(regulatory), penerimaan(budgetory), redistribusi (redistributive), dan alokasi
sumber daya (resource allocation) maupun kombinasi antara keempatnya. Pada
umumnya fungsi pajak daerah lebih diarahkan untuk alokasi sumber daya dalam
rangka penyediaan pelayanan kepada masyarakat, di samping fungsi regulasi
untuk pengendalian.
Fungsi pajak daerah dapat dibedakan menjadi 2 (dua) fungsi utama, yaitu fungsi
budgetory dan fungsi regulatory. Namun, pembedaan ini tidaklah dikotomis.

3
a.) Fungsi Penerimaan (Budgetair)
Fungsi yang paling utama dari pajak daerah adalah untuk mengisi kas daerah.
Fungsi ini disebut fungsi budgetair yang secara sederhana dapat diartikan
sebagai alat pemerintah daerah untuk menghimpun dana dari masyarakat
untuk berbagai kepentingan pembiayaan pembangunan daerah. Fungsi ini juga
tercermin dalam prinsip efisiensi yang menghendaki pemasukan yang sebesar-
besarnya dengan pengeluaran yang sekecil-kecilnya dari suatu
penyelenggaraan pemungutan pajak daerah.
b.) Fungsi Pengaturan (Regulerend)
Fungsi lain dari pajak daerah adalah untuk mengatur atau regulerend. Dalam
hal ini pajak daerah dapat digunakan oleh pemerintah daerah sebagai
instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Dalam hal ini, pengenaan
pajak daerah dapat dilakukan untuk mempengaruhi tingkat konsumsi dari
barang dan jasa tertentu.

Dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009


yang merupakan perubahan terakhir tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
pada Pasal 2 dijelaskan pengelompokan jenis pajak yaitu Pajak Provinsi dan Pajak
Kabupaten/Kota. Pajak Provinsi terdiri dari Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik
Nama Kendaraan Bermotor, dan Pajak Rokok sedangkan Pajak Kabupaten atau
Kota terdiri dari Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Reklame, Pajak Penerangan
Jalan, Pajak Parkir

2.2 Jenis – JenisPajak Daerah

2.2.1 Pajak Bea Balik Nama Kendaraan

Menurut Marihot
(2014), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penyerahan hak
milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan
sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan,
atau pemasukan ke dalam badan usaha. Kendaraan bermotor adalah semua
kendaraan beroda beserta gandengannyayang digunakan di semua jenis jalan

4
darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor, atau peralatan lainnya
yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energy tertentu menjadi
tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan
alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan tidak melekat
secara permanen.

Sedangkan menurut Pajak Daerah Nomor 9 Tahun 2010, tentang Bea Balik
Nama Kendaraan Bermotor, Bea Balik Kendaraan Bermotor adalah pajak atas
penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak
atau perbuatan sepihak atau keadaan terjadi karena jual beli, tukar menukar,
hibah, warisan, atau pemasukan kedalam badan usaha.

A.) Dasar Hukum Pemungutan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

Dalam masa transisi pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009


dewasa ini, pemungutan BBNKB di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar
hukum yang jelas dan kuat, sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan
pihak yang terkait. Dasar hukum pemungutan BBNKB pada suatu provinsi
dewasa ini adalah sebagaimana di bawah ini :

a. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi


Daerah.
b. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas
c. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.
e. Peraturan daerah provinsi yang mengatur tentang BBNKB&KAA.. Peraturan
Daerah ini dapat menyatu, yaitu satu peraturan daerah untuk BBN-KB &
KAA, tetapi dapat juga dibuat secara terpisah yaitu Peraturan Daerah tentang
BBNKB dan Peraturan Daerah tentang BBNKAA.
f. Keputusan Gurbenur yang mengatur tentang BBNKB&KAA sebagai aturan
pelaksanaan Peraturan Daerah tentang BBNKB&KAA pada provinsi
dimaksud.

5
B.) Objek BBNKB
a.) Objek BBNKB Objek pajak BBNKB adalah penyerahan kepemilikan
kendaraan bermotor. Penyerahan kepemilikan kendaraan bermotor
merupakan penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat
perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena
jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan
usaha. Termasuk dalam pengertian kendaraan bermotor yang atas penyerahan
kepemilikan atasnya merupakan objek pajak adalah kendaraan bermoor
beroda beserta gandengannya, yang dioperasikan di semua jenis jalan darat
dan kendaraan bermotor yang dioperasikan di air dengan ukuran kotor GT 5
(lima Gross Tonnage) sampai dengan GT 7 (tujuh Gross Tonnage).
Penguasaan kendaraan bermotor melebihi dua belas bulan dapat dianggap
sebagai penyerahan kepemilikan kendaraan bermotor. Penguasaan kendaraan
bermotor melebihi dua belas bulan yang dapat dianggap sebagai pnyerahan
kepemilikan kendaraan bermotor tidak termasuk penguasaan kendaraan
bermotor karena perjanjian sewa beli. Termasuk dalam pengertian
penyerahan kendaraan bermotor adalah pemasukan kendaraan bermotor dari
luar negreri untuk dipakai secara tetap di Indonesia, kecuali dalam keadaan di
bawah ini :
 Penyerahan kendaraan bermotor untuk dipakai sendiri oleh orang pribadi
yang bersangkutan
 Penyerahan kendaraan bermotor untuk diperdagangkan.
 Penyerahan kendaraan bermotor untuk dikeluarkan kembali dari wilayah
pabean Indonesia. Pengecualian ini tidak berlaku apabila selama tiga tahun
berturut-turut tidak dikeluarkan kembali dari wilayah pabean Indonesia.
 Penyerahan kendaraan bermotor digunakan untuk pameran, penelitian,
contoh, dan kegiatan olahraga bertaraf internasional.
b.) Bukan Objek BBNKB.
Pada BBNKB tidak semua penyerahan kepemilikan kendaraan bermotor
dikenakan pajak. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal

6
3 ayat 3, dikecualikan dari pengertian kendaraan bermotor yang penyerahan
kepemilikan atasnya menjadi objek pajak BBNKB adalah : Kereta api;
kendaraan bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan
dan keamanan Negara; kendaraan bermotor yang dimiliki dan atau dikuasai
kedutaan, konsulat, perwakilan Negara asing dengan asas timbal balik dan
lembaga-lembaga internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak
dari pemerintah pusat; dan objek pajak lainnya yang ditetapkan dalam
peraturan daerah.

C.) Subjek Pajak dan Wajib Pajak BBNKB

Pada BBNKB, subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang menerima
penyerahan kendaraan bermotor. Sementara itu, yang menjadi wajib pajak
adalah orang pribadi atau badan yang menerima penyerahan kendaraan
bermotor. Jika wajib pajak berupa badan, kewajiban perpajakannya diwakili
oleh pengurus atau kuasa badan tersebut. Dengan demikian, pada BBNKB
subjek pajak sama dengan wajib pajak, yaitu orang pribadi atau badan yang
menerima penyerahan kendaraan bermotor. Dalam menjalankan kewajiban
perpajakannya, wajib pajak dapat diwakili oleh pihak tertentu yang
diperkenankan oleh undang-undang dan peraturan daerah tentang BBNKB.
Wakil wajib pajak bertanggung jawab secara pribadi dan atau secara
tanggung renteng atas pembayaran pajak terutang. Selain itu, wajib pajak
dapat menunjukkan seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk
menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya.

D.) Dasar Pengenaan, Tarif, dan Cara Perhitungan BBNKB


1. Dasar Pengenaan BBNKB
Dasar pengenaan pajak BBNKB adalah nilai jual kendaraan bermotor
(NJKB), yang juga digunakan dalam ketentuan Pajak Kendaraan Bermotor.
NJKB sebagaimana dimaksud disini adalah nilai jual kendaraan bermotor
yang tercantum dalam Peraturan Dalam Negeri tentang Tabel Penghitungan
Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan

7
Bermotor. NJKB ditetapkan dengan keputusan gurbernur berdasarkan tabel
yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. Dalam hal NJKB belum
ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri, gurbernur menetapkan NJKB dengan
keputusan gurbernur, yang selanjutnya dilaporkan kepada Menteri Dalam
Negeri.
2. Tarif BBNKB
Tarif BBNKB ditentukan berdasarkan tingkat penyerahan objek pajak yang
terjadi dan jenis kendaraan bermotor yang diserahkan. Tingkat penyerahan
kendaraan bermotor meliputi penyerahan pertama (yang berarti kendaraan
baru) serta penyerahan kedua dan selanjutya (yang berarti penyerahan atas
kendaraan bekas). Jenis kendaraan yang diserahkan meliputi kendaraan
bermotor yang menggunakan jalan umum dan kendaraan bermotor alat-alat
berat dan alat-alat besar yang tidak menggunakan jalan umum. Besaran tarif
BBNKB ditetapkan dengan peraturan daerah.
Berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 23 Tahun 2015 tarif
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan sebesar 20% (dua puluh
persen). Sedangkan pada kepemilikan kedua dan seterusnya dikenakan tarif
progresif yaitu sebagai berikut
a. kepemilikan kendaraan pertama 1,5%;
b. kepemilikan kedua 2%;
c. kepemilikan ketiga 2,5%
d. kepemilikan keempat dan seterusnya 4%

Pajak progresif diterapkan bagi kendaraan bermotor pribadi baik roda dua dan
roda empat dengan pemilik dan alamat tempat tinggal yang sama.

3. Perhitungan BBNKB
Besaran pokok BBNKB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan BBNKB
adalah sesuai dengan rumus berikut.

Pajak terutang = tarif pajak x Dasar Pengenaan Pajak


= tarif pajak x NJKB
8
Contoh perhitungan Tuan Budi mempunyai mobil Xenia atas nama sendiri.
Tuan Budi beli mobil lagi ke-2 masuk pada pajak progresif. Pembelian mobil
baru ke-2 Tuan Budi dengan harga faktur dari Dealer senilai RP 150.000.000.
Hitung BBNKB mobil kedua tuan Budi!

BBNKB= tarif pajak x DPP (NJKB)

= 20% x 150.000.000

= Rp 30.000.000

Perhitungan progresif untuk mobil ke 2 = Rp 150.000.000 x 80% (asumsi


harga bekas/penyusutan) x 2% = Rp 2.400.000

Jadi untuk mobil kedua Tuan Budi berlaku progresif yaitu sebesar 2.400.000
dan dengan BBNKB sebesar Rp 30.000.000

E.) Saat Terutang Pajak, Masa Pajak, dan Wilayah Pemungutan BBNKB
Pajak yang terutang merupakan BBNKB yang harus dibayar oleh wajib pajak
pada suatu saat, dalam masa pajak, atau dalam tahun pajak menurut ketentuan
Peraturan Daerah tentang Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang
ditetapkan oleh pemerintah daerah provinsi setempat. Saat terutang dalam
masa pajak terjadi pada saat penyerahan kendaraan bermotor.
BBNKB yang terutang dipungut di wilayah provinsi tempat kendaraan
bermotor didaftarkan. Hal ini terkait dengan kewenangan pemerintah provinsi
yang hanya terbatas atas kendaraan bermotor yang terdaftar dalam lingkup
wilayah administrasinya. Apabila terjadi pemindahan kendaraan bermotor
dari satu daerah ke daerah lain, wajib pajak yang bersangkutan harus
memperlihatkan bukti pelunasan BBNKB di daerah asalnya berupa surat
ketetapan fiscal antar daerah

9
BAB lll

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pajak merupakan iuran wajib dari rakyat kepada negara sebagai wujud peran serta
dalam pembangunan, yang pengenaannya didasarkan pada undang-undang dan tidak
mendapat imbalan secara langsung, serta dapat dipaksakan kepada mereka yang
melanggarnya. Sejalan dengan penjelasan diatas, UU N0. 28 Tahun 2009 tentang PDRD,
sebagai pengganti dari UU N0. 18 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU No.
34 Tahun 2000 juga lebih mempertegas pengertian pajak dalam tataran pemerintahan
yang lebih rendah (daerah).
Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari
sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Besarnya persentase PAD
terhadap total pendapatan daerah menunjukan besarnya sumbangan PAD daerah terhadap
total pendapatan daerah. Semakin besar persentase PAD terhadap total pendapatan
maupun terhadap total belanja, sangat diharapkan dalam rangka pelaksanaan
penyelenggaraan otonomi daerah. Pendapatan Asli Daerah sendiri terdiri dari Pajak
Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah.
Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah terdapat 5 (lima) jenis pajak provinsi dan 11 (sebelas) jenis
pajak kabupaten/kota yaitu

10
Jenis Pajak Yang dikelola Oleh Provinsi
1. Pajak Kendaraan Bermotor (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009).
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermoto(Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009).
3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (Pasal 1 Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2009).
4. Pajak Air Permukaan(Pasal 24 Undang-Undang nomor 28 Tahun 2009).
5. Pajak Rokok(Pasal 29 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009)

11
DAFTAR PUSTAKA

https://www.online-pajak.com/tentang-pajak-pribadi/pajak-daerah
https://www.online-pajak.com/tentang-pajak/pajak-restoran

https://mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=9907

12

Anda mungkin juga menyukai