Anda di halaman 1dari 20

Makalah Kimia Klinik

“Gangguan Fungsi Hati dan Empedu

(Enzim AST, ALT, GGT & ALP)”

Nama : Putri Zulaika

Nim : 18053

Tingkat : 3a

Dosen Pembimbing : Sholeha Rezekiyah, SKM.,M.Biomed

Poltekkes Kemenkes Jambi

D-III Analis Kesehatan

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karuniaNya
saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu dan tanpa halangan yang berarti. Makalah
“Gangguan Fungsi Hati dan Empedu (Enzim AST, ALT, GGT & ALP)” ini dibuat untuk memenuhi
tugas mata kuliah Kimia Klinik. Makalah ini berisi tentang hati, fungsi hati, tes fungsi hati, penyakit
hati kronis dan gambaran klinisnya, bilirubin, metode pemeriksaan bilirubin serta hal-hal yang dapat
mempengaruhi stabilitas bilirubin.
Saya memohon maaf bila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini, untuk itu
diharapkan
kritik dan saran yang membangun agar makalah selanjutnya lebih baik lagi. Semoga makalah ini
dapat
memberikan manfaat kepada para pembacanya. Terimakasih.

Jambi, 19 Oktober 2020

Putri Zulaika

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...... i


DAFTAR ISI................................................................................................................... ii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................ 1
C. Tujuan.................................................................................................................. 1
D. Manfaat................................................................................................................ 2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hati....................................................................................................................... 3
B. Jenis-Jenis dan Penyebab Kerusakan Organ Hati................................................ 3
C. Senyawa yang Disintesis atau Dihasilkan Oleh Organ Hati................................ 8
D. Pemeriksaan Laboratorium untuk Tes Fungsi Hati............................................. 9
E. Penyakit Hati Kronis/Chronic Liver Disease....................................................... 13

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................................... 16
B. Saran.................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hati atau dalam istilah disebut dengan hepar adalah kelenjar terbesar dalam
tubuh, dengan berat sekitar 1300-1500 gram. Hepar berwarna merah ciklat, sangat
vaskular dan lunak. Hepar berbentuk baji dengan dasarnya pada sisi kanan dan apeks
pada sisi kiri organ ini terletak pada kuadran kanan atas abdomen. Permukaan atasnya
yang licin membulat terletak dibawah diafragma (John Gibson, 207:2002).
Hati adalah pabrik kimia terbesar dalam tubuh. Hati memiliki suplai darah yang
besar 1-1½ liter/menit yang diterima. Selain itu, hati memliliki fungsi menyimpan bahan
makanan, detoksifikasi toksin, pembentukan dan dekstruksi eritrosit, dan lain
sebagainya.
Gangguan fungsi hati masih menjadi masalah kesehatan besar di negara maju
maupun di negara berkembang. Indonesia merupakan negara dalam peringkat endemik
tinggi mengenai penyakit hati (Depkes RI, 2007). Angka kejadian kerusakan hati sangat
tinggi, dimulai dari kerusakan yang tidak tetap namun dapat berlangsung lama
(Setiabudy, 1979). Salah satu penyebab kerusakan hati adalah obat-obatan (Depkes RI,
2007). Di Amerika Serikat sendiri ada sekitar 2000 kasus gagal hati akut yang terjadi
setiap tahunnya dan lebih dari 50% disebabkan oleh obat (Lucena et al, 2008).
Tes faal hati atau Liver Function Test adalah serangkaian pemeriksaan
laboratorium yang digunakan untuk menunjang diagnosis suatu penyakit hati. Tes faal
hati meliputi pemeriksaan SGPT/ALT, ALP, SGOT/AST, Albumin, Bilirubin, dan Total
protein.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hati dan fungsinya?
2. Apa saja jenis-jenis dan penyebab kerusakan organ hati?
3. Apa senyawa yang Disintesis atau Dihasilkan Oleh Organ Hati?
4. Senyawa-senyawa apa saja yang disintesis atau dihasilkan oleh organ hati?
5. Bagaimana pemeriksaan laboratorium untuk tes fungsi hati?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan hati dan fungsinya
2. Mengetahui jenis-jenis dan penyebab kerusakan dari organ hati
3. Untuk mengetahui apa senyawa yang Disintesis atau Dihasilkan Oleh Organ Hati
4. Mengetahui senyawa apa saja yang bisa disintesis atau dihasilkan oleh organ hati
5. Mengetahui pemeriksaan laboratorium apa saja yang dapat dilakukan untuk tes fungsi
hati

D. Manfaat
Pembuatan dari makalah ini, baik bagi penulis maupun pembaca sebagai sarana
menambah wawasan dan pengetahuan mengenai beberapa hal mengenai Gangguan
fungsi Hati dan Empedu (Enzim AST, ALT, GGT & ALP)”

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hati
Hati adalah organ terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga perut di bawah
diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % dari berat badan orang dewasa normal. Pada
kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan persediaan darah. Hati terbagi
menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum falciforme. Lobus
kanan hati lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai 3 bagian utama yaitu : lobus
kanan atas, lobus caudatus, dan lobus quadratus. Hati disuplai oleh dua pembuluh darah,
yaitu :
a. Vena porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus, yang kaya akan nutrien
seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air, dan mineral.
b. Arteri hepatica, cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.

Hati memiliki beberapa fungsi, yaitu :


a. Metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat.
b. Tempat penyimpanan berbagai zat seperti mineral (Cu, Fe) serta vitamin yang larut
dalam lemak (vitamin A,D,E, dan K), glikogen dan berbagai racun yang tidak dapat
dikeluarkan dari tubuh (contohnya : pestisida DDT).
c. Detoksifikasi, hati melakukan inaktivasi hormon dan detoksifikasi toksin dan obat.
d. Fagositosis mikroorganisme, eritrosit, dan leukosit yang sudah tua atau rusak.
e. Sekresi, hati memproduksi empedu yang berperan dalam emulsifikasi dan absorbsi
lemak (P.Ernawati Panjaitan, 2010)

B. Jenis-Jenis dan Penyebab Kerusakan Organ Hati


Sel-sel hati dapat rusak atau hancur dan seluruh fungsi hati dapat terganggu
akibat berbagai penyakit, antara lain: infeksi, alkohol, obat-obatan, dan pertumbuhan
baru (John, 216:2002).
Berikut adalah jabaran dari berbagai jenis-jenis kerusakan organ hati dan
penyebabnya, yaitu antara lain:

3
1. Ikterus
Ikterus tampak bila terdapat peningkatan jumlah pigmen empedu dalam tubuh
dan mulai terlihat pada konjungtiva mata bila bilirubin plasma melebihi 35µmol/L.
Penyebab yang sering adalah:
a. Destruksi eritrosit berlebihan dengan produksi bilirubin berlebihan;
b. Kegagaln fungsi hati oleh semua sebab;
c. Obstruksi aliran empedu melalui ductus biliaris (John, 216:2002).
2. Ikterus neonatorum
Dua penyebab utama ikterus pada neonatus adalah produksi bilirubin yang
berlebihan sebagai akibat penyakit hemolitika (biasanya karena ketidakcocokan
golongan darah) dan lambatnya pembentukan kapasitas hepar untuk mengkonjugasi
secara enzimatik, terutama bilirubin-UDP glukoronosiltranferase.
Karena, bayi prematur mungkin mempunyai bilirubin tak dikonjugasi pada
plasma sampai 250µmol/L pada hari kelima, yang kembali normal karena
glukoronosiltranferase telah disintesa. Bila ada hemolisa, bilirubin tak dikonjugasi bila
melebihi 300µmol/L. Karena pada atau diatas konsentrasi ini, pengendapan bilirubin
yang larut lipid di dalam ganglia basalis mungkin menyebabkan kernikterus yang
berbahaya, maka kadar 300µmol/L diambil sebagai indikasi bagi tranfusi penukar atau
fototerapi.
Atresia bilier menimbulkan ikterus kolestatik disertai peningkatan bilirubin
dikonjugasi, tetapi biasanya fosfatase alkali plasma normal pada stadium dini, karena
sel hepar yang tak matur tak dapat mensintesa enzim secara berlebihan (Baron,
225:1990).
3. Hepatitis Virus
Kerusakan hepatoseluler preikterik ringan dapat dideteksi dari peningkatan
transaminase plasma dan dari peningkatan ekskresi urobilinogen di dalam urine. Bila
penyakit ini telah jelas, terdapat ikterus moderat disertai dengan peningkatan birilubin
dikonjugasi dan total plasma serta bilirubin di dalam urin tanpa urobilinogen dan feses
yang pucat. Transaminase plasma jelas meningkat. Konsentrasi albumin plasma

4
mungkin sedikit menurun, α-globulim bervariasi, β-globulin mungkin meningkat dan
terdapat peningkatan γ-globulin.
Selama pemulihan dari serangan akut, bilirubin hilang dari urin dan
urobilinogen timbul kembali. Protein, nilai enzim dan reaksi flokulasi plasma kembali
normal.
Jika hepatitis menjadi sub akut, protein plasma tetap abnormal disertai
penurunan albumin yang definitif dan peningkatan γ-globulin yang persisten; fosfatase
alkali plasma meningkat tetapi bilirubin dan transaminase mungkin hanya meningkat
sedikit.
Pada hepatitis non ikterik, perubahan ini serupa, tetapi kurang jelas, kecuali
bahwa bilirubin plasma yang tetap dalam batas-batas normal . sebaliknya, penyakit ini
bisa progresif pada stadium subakut menjadi hepatitis kronik (Baron, 226:1990).
4. Hepatitis Aktif Kronika
Keadaan ini dinyatakan oleh destruksi sel hepar yang kontinu sehingga bagian
terbesar tes ini memberikan nilai yang abnormal. Terdapat albumin plasma yang
rendah disertai dengan meningkatnya γ-globulin (IgG) dan peningkatan bilirubin yang
nyata. Nilai yang tinggi ditemukan bagi fosfatase alkali plasma dan bagi transaminase.
Biasanya antibodi otot polos dan faktor antinuklear dapat dideteksi dalam serum
(Baron, 226:1990).
5. Sirosis

Perubahan fungsi secara biokimia adalah sama apapun jenis patologik


kelainan ini. Terdapat kerusakan yang terpisah dan bervariasi bagi fungsi hepar. Kadar
bilirubin total plasma mungkin normal atau sedikit meningkat dan sering terdapat
kelebihan urobilinogen di dalam urin tetapi tifak bilirubin.

5
Kadar albumin plasma menurun secara progresif, dan terdapat peningkatan γ-
globulin. Biasanya ditemukan pola elektroforesa yang khas, karena kelebihan
immunoglobulin yang terdapat mempunyai mobilitas yang tinggi dan terdapat fusi β-γ
(Baron, 131:1990).
Hampir selalu terdapat hiponatremia yang sebagian besar karena pengenceran
dan defisiensi kalium karena banyak faktor. Hepar yang rusak gagal metabolisme
hormon, termasuk ADH. Penyebab asites pada sirosis adalah faktor lokal, terutama
hipertensi portal dan faktor sistemik. Terutama adalah rendahnya konsentrasi albumin
yang bersirkulasi dan retensi natrium disertai dengan kelebihan retensi air (yang
menyebabkan rendahnya konsentrasi natrium plasma) yang menyertai aldosteronisme
sekunder (Baron, 177:1990).
6. Sirosis Biliaris Primer
Terdapat ikterus kolestatik ringan dan lambat disertai peningkatan bilirubin
dikonjugasi dan total plasma serta bilirubin di dalam urin. Kadar albumin plasma
sedikit menurun dan lambat turunnya, dan terdapat peningkatan γ-globulin, terutama
karena IgM (Baron, 227:1990).
7. Obstruksi Pasca Hepatik (Saluran Empedu Besar)
Terdapat ikterus kolestatik disertai peningkatan jelas di dalam bilirubin di
dalam urin. Urobilinogen akan ditemukan di dalam urin dan feses. Umumnya kadar
fosfat alkali dan kolesterol total plasma meningkat jelas disertai peningkatan α₂- dan β-
globulin. Kecuali obstruksi telah berlangsung lama, fungsi sel parenkim tidak rusak
parah biasanya transaminase plasma hanya meningkat secara moderat dan kadar
albumin plasma normal.
Obstruksi yang memanjang bisa menyebabkan sirosis biliaris sekunder, yang
secara biokimia tak dapat dibedakan dari siriosis biliaris primer. Tetapi reaksi positif
untuk antibodi mitokondria dari sirosis biliaris primer negatif (Baron, 228:1990).
8. Nekrosis Hepatika Akut
Semua fungsi hepar berubah hebat. Biasanya ada ikterus berat, dengan
bilirubin tak dikonjugasi dan total plasma tinggi serta bilirubin di dalam urin.
Transaminase plasma sangat meningkat selama fase aktif dan fosfat alkali mungkin
hanya sedikit meningkat. Kegagalan konversi asam amino ke urea menyebabkan

6
peningkatan asam amino plasma total dan peningkatan asam amino urin tanpa
perubahan spesifik dalam kromatografi. Biasanya urea plasma rendah tetapi jika ada
dehidrasi berat bisa ditemukan kadar yang sedikit meningkat. Konsentrasi semua
protein plasma menurun, terutama faktor pembekuan, kecuali γ-globulin. Hipoglikemia
bisa berat serta konsentrasi piruvat dan laktat di darah tinggi disertai asidosis (Baron,
228:1990).
9. Koma Hepatikum
Ini merupakan stadium akhir hepatitis atau sirosis yang sering timbul. Dalam
kasus tes fungsi hepar standar ada variasi yang luas dalam gambaran laboratorium yang
abnormal, yang berhubungan dengan stadium penyakit hepar yang mendasarinya dan
tidak berhubungan dengan koma. Nilai biokimia lain yang berubah, berhubungan
dengan faktor sekunder seperti fungsi ginjal yang buruk atau diuretika vornitus.
Terdapat peningkatan konsentrasi laktat, piruvat, dan asam keto lain di dalam
darah, memberikan asidosis metabolis terutama pada kegagalan ginjal juga bisa
terdapat alkalosis respirasi karena hiperventilasi. Bau istimewa, fetor hepatikum,
disebabkan oleh merkaptan yang dianggap berasal dari kelebihan metionin yang
bersirkulasi. Walaupun sering terdapat proteinuria ringan, v=biasanya urea plasma
hanya sedikit meningkat, tetapi bisa timbul kegagalan jantung akut (Baron, 228:1990).
10. Efek Obat-Obatan
Banyak obat yang menyebabkan ikterus, beberapa dengan mempengaruhi
metabolisme bilirubin dan beberapa dengan menimbulkan penyakit hepar oleh efek
toksik atas sel-sel. Contoh metabolisme pertama adalah sulfonamida yang bisa
menimbulkan hemolisa dan novobiosin yang bisa menghambat konjugasi bilirubin.
Ada banyak jenis reaksi toksik. Karbon tetraklorida merupakan contoh obat toksik
secara langsung, yang menimbulkan nekrosis hepar akut: efek sejenis dari parasetamol
berhubungan dengan dosis. Hipersensitivitas disalahkan bagi gambaran klinis dan
biokimia yang menyerupai hepatitis infeksiosa ringan atau berat yang disebabkan oleh
halotan: sensitivitas terhadap beberapa obat-obatan lain seperti rifampisin atau inhibitor
monoamin oksidase hanya menimbulkan peningkatan transien dalam transaminase
plasma dan hanya kadang-kadang hepatitis (Baron, 229:2990).
11. Penyakit Keganasan

7
Hepatoma primer lazim ditandai oleh peningkatan konsentrasi antigen
onkofetal, α-fetoprotein plasma (Baron, 131:1990). Ikterus mungkin lambat timbulnya
dan didahului oleh peningkatan retensi bronsulftalein serta peningkatan nilai fosfatase
alkali dan γ-glutamiltransferase plasma. Pada karsinomatis metastatik yang jauh lebih
lazim, α-fetoprotein normal dan mungkin terdapat peningkatan transaminase serum
(disertai perubahan biokimia lain bagi hepatoma primer) (Baron, 229:1990).
12. Batu Empedu
Senyawa utam abatu empedu adalah kolesterol dan biasanya mengandung
kalsium karbonat dan fosfat serta pigmen empedu. Didalam empedu, kolesterol
berbentuk larutan di dalam midel dengan bantuan fosfolipid dan garam empedu. Faktor
yang mempermudah pembentukan batu adalah abnormalitas didalam sekresi empedu
hepar, atau infeksi didalam kandung empedu yang bisa menyebabkan presipitasi
kolesterol (Baron, 229:1990).

C. Senyawa yang Disintesis atau Dihasilkan Oleh Organ Hati


1. Metabolisme Karbohidrat
Glukosa dan monosakarida lain (fruktosa dan galaktosa)diubah menjadi
glikogen. Glikogen adalah karbohidrat yang terbentuk dari ratusan unit glukosa yang
terikat bersama. Metabolisme ini jalan yang lebih baik dalam menyimpan karbohidrat
karena:
a. Cepat dipecah untuk menghasilkan energi dari glukosa;
b. Produksi energinya tinggi;
c. Tidak bocor dari dalam sel dan tidak mengganggu kandungan cairan intrasel.
Insulin, satu dari dua hormon pankreas, bekerja pada glukosa untuk mengubahnya
menjadi glikogen; glukagon, hormon pankreas lain, mengubah glikogen menjadi
glukosa (John, 213:2002).
2. Metabolisme Protein
Beberapa asam amino diubah menjadi glukosa. Asam amino yang tidak
dibutuhkan diubah menjadi urea dan asam urat, yang dikeluarkan dari dalam sel hati ke
dalam darah untuk diekskresi oleh ginjal (John, 213:2002).
3. Metabolisme Lemak

8
Ketika produk lemak dibutuhkan, lemak diambil keluar dari deposit lemak
dalam tubuh, diangkut dalam darah menuju hati, dan disana dipecah menjadi lemak dan
gliserol. Selain itu, asam lemak dibawa menuju hati dalam darah porta dari usus dan
diubah menjadi jenis-jenis yang dapat digunakan dalam proses metabolik (John,
214:2002).
4. Empedu
Empedu adalah cairan kental berwarna kuning emas atau kuning kehijauan
yang dihasilkan secara terus-menerus oleh sel hati sebanyak 500-1000mL per hari.
Empedu sangat penting untuk pencernaan dan penyerapan lemak dan merupakan media
ekskresi zat-zat tertentu yang tidak dapat diekskresikan dengan mudah melalui ginjal
(John, 214:2002).
Empedu memiliki kandungan dibawah ini, yaitu:
a. Garam empedu , disintesis oleh sel hati dari kolesterol, alkohol steroid yang banyak
dihasilkan didalam hati. Fungsi garam empedu adalah untuk membantu pencenaan
lemak dengan mengemulsi lemak dengan membantu kerja lipase, yang ada dalam
getah pankreas;
b. Sirkulasi enterohepatik, garam empedu dan pigmen direabsorpsi dari usus halus ke
dalam vena porta dan dikirim kembali ke dalam hati untuk digunakan kembali;
c. Pigmen empedu, pigmen ini merupakan produk utama pemecahan hemoglobin. Sel-
sel hati membuang bilirubin dari plasma dan mengekskresikannya ke dalam
empedu. Pigmen empedu tidak memiliki fungsi pencernaan (John, 215:2002).
5. Enzim
Beberapa enzim disintesa di dalam hati misalnya kolinesterase, yang
memperlihatkan penurunan aktivitas plasmanya bila ada kerusakan hepatoseluler.
Beberapa enzim yang terikat membran disintesa di dalam hepar dan juga ditemukan di
dalam empedu misalnya fosfat alkali, yang mempunyai peningkatan aktivitas dalam
plasmanya bila ada kolestasis. Transaminase (aminotransferase), γ-glutamiltransferase,
(Baron, 221:1990).

D. Pemeriksaan Laboratorium untuk Tes Fungsi Hati

9
Satu tes fungsi hepar mempunyai nilai diagnostik kecil bila dilakukan secara
terpisah. Pemilihan tes yang coock harus selalu dilakukan dan pemilihan tes fungsi hepar
secara biokimia tergantung atas tujuan penyelidikan. Mungkin tes hepar paling sering
digunakan dalam diagnosa banding ikterus yang secara klinis tak jelas asalnya dan dalam
menilai sisa fungsi pada penyakit kronis. Pemakaian tes fungsi hepar lain yang sering
adalah untuk deteksi dan pengukuran kelemahan fungsi pada penyakit hepar kronis yang
telah diketahui atau dicurigai, juga walaupun tak ada iktrus (Baron, 230:1990).
Enzim yang berhubungan dengan faal hati, yaitu:
1. Enzim alkali fosfatase. Enzim obstruktif pada saluran empedu adalah enzim alkali
fosfatase (ALP). Enzim ini terdapat pada saluran empedu, epitel hati, ginjal, plasenta,
dan kelenjar susu. Pada pembentukan tulang, enzim ini meningkat. Enzim ini berfungsi
mengeluarkan gugus fosfat dari protein dan molekul lain.
2. Enzim asam fosfatase. Terdapat pada kelenjar prostat. Nilai normal: dewasa=150-170
IU/L, anak-anak=100-300IU/L.
3. Enzim aspartat aminotransferase(ASAT) atau glutamat oksalo-asetat tranferase
(SGOT). Reaksi antara asam aspartat dan asam alfa-ketoglutamat membentuk ASAT.
Enzim ini lebih banyak di jantung daripada hati, juga otot rangka, ginjal, dan otak.
Nilai normalnya 10-37 IU/L.
4. Alanin aminotransferase (ALAT) atau glutamat pirufat transferase (SGPT). Reaksi
antara alanin dan asam alfa-ketoglutamat akan membentuk ALAT. Nilai normal 10-40
IU/L.
Pada faal hati, enzim sama tinggi. Apabila terjadi kerusakan pada hati, enzim ini akan
masuk ke sirkulasi darah sehingga bahan pemeriksaan dapat berupa serum. Pada infark
jantung, ASAT juga meningkat karena enzim ASAT juga terdapat pada jantung.
Peradangan hati mengakibatkan ALAT lebih tinggi daripada ASAT, sedangkan dalam
proses penyembuhan ALAT lebih cepat turun (Fajar, 76:2014).

Pemeriksaan laboratorium untuk tes fungsi hati adalah sebagai berikut:


1. Pemeriksaan Bilirubin terkonjugasi
a. Pra Analitik
Metode: Azobilirubin menurut Schellong dan Wende

10
Prinsip: bilirubin terkonjugasi diukur dalam bentuk azo berwarna merah pada
panjang gelombang λ546nm . metode ini dibuat berdasarkan definisi
bilirubin terkonjugasi, yaitu sebagai jumlah bilirubin yang dapat ditentukan
setelah bereaksi selama 5 menit tanpa penambahan akselerator. Bilirubin
ini terutama terdiri dari bilirubin glukoronat yang larut dalam air. Pada
kondisi ini, bilirubin tak terkonjugasi bereaksi sangat lambat.
Alat : fotometer, klinipet, rak tabung, tabung reaksi, timer, tip biru dan kuning,
tisu, sentrifuge
Reagen: asam sulfinat, natrium nitrit, NaCl 0,9%
Sampel : Serum, plasma heparin/EDTA
b. Analitik = prosedur
Blanko Sampel
Reagen
(μL) Sampel (μL)
Natrium nitrit - 50
Asam sulfanilat 200 200
NaCl 0,9% 2000 2000
Sampel 200 200
campur, inkubasi pada suhu ruang selama 5 menit, simpan
ditempat gelap. Baca hasil pada fotometer 4010 dengan λ 546 nm

c. Post analitik = nilai normal: 0,1-0,25mg/dL (Fajar, 82:2014).

2. SGOT
SGOT merupakan singkatan dari serum glutamic oxaloacetic transaminase.
Beberapa laboratorium sering juga memakai istilah AST (aspartate aminotransferase).
SGOT merupakan enzim yang tidak hanya terdapat di hati, melainkan juga terdapat di
otot jantung, otak, ginjal, dan otot-otot rangka.
Adanya kerusakan pada hati, otot jantung, otak, ginjal dan rangka bisa
dideteksi dengan mengukur kadar SGOT. Pada kasus seperti alkoholik, radang
pancreas, malaria, infeksi lever stadium akhir, adanya penyumbatan pada saluran
empedu, kerusakan otot jantung, orang-orang yang selalu mengkonsumsi obat-obatan
seperti antibiotik dan obat TBC, kadar SGOT bisa meninggi, bahkan bisa menyamai
kadar SGOT pada penderita hepatitis.

11
Kadar SGOT dianggap abnormal jika nilai yang didapat 2-3 kali lebih besar
dari nilai normalnya. Tingkat SGOT juga dapat meningkat setelah terjadi luka bakar,
prosedur jantung, dan operasi. Namun perlu diperhatikan juga bahwa nilai SGOT dapat
meningkat selama kehamilan dan setelah latihan (Dugdale, 2013).
Di antara enzim SGOT dan SGPT, enzim SGPT dianggap lebih spesifik untuk
kerusakan hati karena hadir terutama dalam sitosol hati dan dalam konsentrasi rendah di
tempat lain. Meskipun tingkat SGOT dan SGPT bisa sangat tinggi (melebihi 2.000 U/l
dalam kasus cedera dan nekrosis hepatosit yang berhubungan dengan obat-obatan,
racun, iskemia, dan hepatitis), ketinggian kurang dari lima kali batas atas normal
(sekitar 250 U/l ke bawah) jauh lebih umum terjadi. Pasien dengan nilai SGOT dan
SGPT yang normal dapat mempunyai arti bahwa terdapat penyakit hati yang signifikan
dalam pengaturan cedera hepatosit kronis (misalnya, sirosis, hepatitis C).
3. SGPT
SGPT adalah singkatan dari serum glutamic pyruvic transaminase,sering juga
disebut dengan istilah ALT (alanin aminotansferase). SGPT dianggap jauh lebih
spesifik untuk menilai kerusakan hati dibandingkan SGOT. SGPT meninggi pada
kerusakan lever kronis dan hepatitis. Sama halnya dengan SGOT, nilai SGPT dianggap
abnormal jika nilai hasil pemeriksaan anda 2-3 kali lebih besar dari nilai normal. Pada
umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih tinggi daripada SGOT/AST pada kerusakan
parenkim hati akut, sedangkan pada proses kronis didapat sebaliknya.
4. Gamma GT
Gamma GT (glutamil tranferase) merupakan enzim hati yang sangat peka
terhadap penyakit hepatitis dan alkoholik. Kadarnya yang tinggi bisa bertahan beberapa
lama pasca penyembuhan hepatitis.
5. Alkali Fosfatase
Alkali Fosfatase merupakan enzim hati yang dapat masuk ke saluran empedu.
Kandung empedu terletak persis di bawah hati atau lever. Meningkatnya kadar fosfatase
alkali terjadi apabila ada hambatan pada saluran empedu. Hambatan pada saluran
empedu dapat disebabkan adanya batu empedu atau penyempitan pada saluran empedu.
6. Cholinesterase

12
Umumnya kadar cholinesterase menurun pada kerusakan parenkim hati
seperti hepatitis kronis dan adanya lemak dalam hati. Pemeriksaan ini sering dipakai
sebagai pemeriksaan tunggal pada pasien yang mengalami keracunan hati akibat obat-
obatan (termasuk keracunan insektisida).
7. Protein Total (rasio albumin/globulin)
Protein dalam darah yang penting terdiri dari protein albumin dan globulin.
Albumin sepenuhnya diproduksi di hati, sedangkan globulin hanya sebagian yang
diproduksi di hati, sisanya diproduksi oleh system kekebalan dalam tubuh. Albumin dan
globulin merupakan suatu zat yang sangat berguna dalam sistem kekebalan tubuh.
Perubahan kadar keduanya bisa menunjukkan adanya gangguan pada organ hati atau
juga bisa pada organ tubuh lainnya misalnya ginjal.
Pada pemeriksaan laboratorium, penting untuk menilai kadar protein total,
kadar globulin dan kadar albumin. Pada penyakit-penyakit hati, kadar protein bisa
meninggi dan bisa juga menurun. Begitu pula kadar albumin dan globulin. Sebagai
contoh, jika terjadi infeksi pada hati yang baru diketahui kira-kira dalam tiga bulan
terakhir, dapat terjadi peningkatan kadar globulin dan penurunan kadar albumin.
8. Prothrombine Time
Pemeriksaan Massa Prothrombin (PT) bertujuan sebagai indikasi apakah
penyakit hati semakin buruk atau tidak. Peningkatan angka menunjukkan penyakit
kronik menjadi semakin buruk

E. Penyakit Hati Kronis / Chronic Liver Disease


Penyakit Hati Kronis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan rusaknya
jaringan hati secara bertahap seiring dengan perjalanan penyakit, dan biasanya
berlangsung lebih dari 6 bulan. Penyakit hati kronis meliputi Hepatitis kronis, Sirosis hati
dan Hepatoma.
a. Hepatitis kronis
Hepatitis kronis adalah peradangan atau inflamasi pada hepar yang umumnya
terjadi akibat infeksi virus, tetapi dapat pula disebabkan oleh zat-zat toksik. Hepatitis
berkaitan dengan sejumlah hepatitis virus dan paling sering adalah hepatitis virus A,

13
hepatitis virus B, serta hepatitis virus C yang berlangsung terus tanpa penyembuhan
dalam jangka waktu 3 – 6 bulan lebih. (Sue Hincliff, 2000).
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya :
- Peningkatan kadar AST (asparat amino transferase) dan ALT (alanin
aminotransferase)
- Billirubinuria
- Hiperbillirubinemia
b. Sirosis hati/hepatis
Sirosis hati/hepatis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi
arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul
regenerasi sel hati yang tidak berkaitan dengan vaskulator normal. (Price Sylvia A.,
2005).
Pada pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya :
- Peningkatan bilirubin serum (disebabkan oleh kerusakan metabolisme bilirubin).
- Peningkatan kadar amonia darah (akibat dari kerusakan metabolisme protein)
- Peningkatan alkalin fosfat serum, ALT, dan AST (akibat dari destruksi jaringan
hepar).
- PT memanjang (akibat dari kerusakan sintesis protombin dan faktor pembekuan).
(Engram,1998 dan Tucker,1998)
c. Hepatoma
Hepatocellular Carcinoma (HCC) atau hepatoma atau kanker hati primer atau
Karsinoma Hepato Selular (KHS) adalah satu dari jenis kanker yang berasal dari sel
hati. Hepatoma biasa dan sering terjadi pada pasien dengan sirosis hati yang
merupakan komplikasi hepatitis virus kronik. Hepatitis virus kronik adalah faktor
risiko penting hepatoma, virus penyebabnya adalah virus hepatitis B dan C.
Hepatoma 75 % berasal dari sirosis hati yang lama/menahun. Khususnya yang
disebabkan oleh alkoholik dan postnekrotik.

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya :

14
- Peningkatan kadar bilirubin, alkali fosfatase, asparat aminotransferase (AST) atau
Serum Glutamic Oxalocetic Transaminase [SGOT] dan lactic dehidrogenase
[LDH].
- Leukositosis, eritrositosis, hiperkalsemia, hipoglikemia dan hiperkolesterolemia.
- Kadar Alfa fetrptein serum mengalami kenaikan yang abnormal pada 30% dan
40% penderita kanker hati (berfungsi sebagai penanda tumor).
- Kadar antigen karsinoembrionik meningkat (berfungsi sebagai penanda kanker
saluran cerna).
- CEA dan AFP secara bersama-sama dapat membantu membedakan antara tumor
metastasis hati dan kanker primer hati.

Gambaran klinis dari penyakit hati kronis yang meliputi Hepatitis kronis, Sirosis hati
dan Hepatoma, ketiganya menunjukkan adanya peningkatan kadar bilirubin yang
disebabkan karena gangguan metabolisme bilirubin.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hati adalah organ vital pada manusia yang terletak disebelah kanan atas rongga
perut bawah diafragma. Hati kelenjar terbesar dalam tubuh manusia dengan berat ± 1,5
kg (Junqueira dkk.,2007) . Berfungsi sebagai penawar racun, sintesis protein,
perombakan sel darah merah, metabolisme lemak, karbohidrat, dan lain sebagainya. Sel-
sel hati dapat rusak atau hancur dan seluruh fungsi hati dapat terganggu akibat berbagai
penyakit, antara lain: infeksi, alkohol, obat-obatan, dan pertumbuhan baru (John,
216:2002).
Satu tes fungsi hepar mempunyai nilai diagnostik kecil bila dilakukan secara
terpisah. Pemilihan tes yang coock harus selalu dilakukan dan pemilihan tes fungsi
hepar secara biokimia tergantung atas tujuan penyelidikan. Mungkin tes hepar paling
sering digunakan dalam diagnosa banding ikterus yang secara klinis tak jelas asalnya
dan dalam menilai sisa fungsi pada penyakit kronis. Pemakaian tes fungsi hepar lain
yang sering adalah untuk deteksi dan pengukuran kelemahan fungsi pada penyakit hepar
kronis yang telah diketahui atau dicurigai, juga walaupun tak ada iktrus (Baron,
230:1990).
Adanya kerusakan pada hati, otot jantung, otak, ginjal dan rangka bisa dideteksi
dengan mengukur kadar SGOT. Pada kasus seperti alkoholik, radang pancreas, malaria,
infeksi lever stadium akhir, adanya penyumbatan pada saluran empedu, kerusakan otot
jantung,
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun agar
dalam pembuatan makalah selanjutnya bisa lebih baik lagi, atas perhatiannya penulis
ucapkan terima kasih.

16
DAFTAR PUSTAKA

Baron, D.N. 1990. Kapita Selekta Patologi Klinik Volume 4. Jakarta: EGC.

Engram, Barbara, (1998). Medical Surgical Nursing Care Planns. Volume 2 (Samba,

Penerjemah). Delmar. Advision of Wads Worth (Sumber Asli diterbitkan 1993).

Gibson, John. 2002. Fisiologi dan Anatomi Modern Untuk Perawat Volume 2. Jakarta:

EGC.

Hincliff, Sue. 2000. Kamus Keperawatan. Jakarta: EGC.

Panjaitan, P. Ernawati. 2010. Karakteristik Penderita Kanker Hati Rawat Inap Di Rumah

Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2009. [pdf]. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Price Sylvia A. (2005). Pathophisiology Consept of Disease Process. (Brahm U. Pendit,

Penerjemah). Sixth Edition. USA : Mosby Company. (Sumber Asli diterbitkan 1992).

17

Anda mungkin juga menyukai