Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Glaukoma adalah suatu neuropati optik multifaktorial dengan karakteristik

hilangnya serat saraf optik (Olver dan Cassidy, 2005). Pada glaukoma akan

terdapat kelemahan fungsi mata dengan terjadinya cacat lapangan pandang dan

kerusakan anatomi berupa ekskavasi serta degenerasi papil saraf optik, yang

dapat berakhir dengan kebutaan. Glaukoma dapat disebabkan bertambahnya

produksi cairan mata oleh badan siliar atau karena berkurangnya pengeluaran

cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil (Ilyas dan Yulianti,

2014).

Mekanisme peningkatan tekanan intraokular pada glaukoma adalah gangguan

aliran keluar aqueous humor akibat kelainan sistem drainase sudut bilik mata

depan (glaukoma sudut terbuka) atau gangguan akses aqueous humor ke sistem

drainase (glaukoma sudut tertutup) (Riordan-Eva dan Witcher, 2008).

Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua di seluruh dunia, dengan

morbiditas yang tidak proporsional di antara wanita dan orang Asia (Stamper et

al., 2009). Berbeda dengan katarak, kebutaan yang diakibatkan glaukoma

bersifat permanen atau tidak dapat diperbaiki (irreversible) (Kemenkes, 2015).

Jumlah penyakit glaukoma di dunia oleh World Health Organization (WHO)

diperkirakan
1
± 60,7 juta orang di tahun 2010, akan menjadi 79,4 juta di tahun 2020 (Artini,

2011). Diperkirakan 3 juta penduduk Amerika Serikat terkena glaukoma, dan

diantara kasus-kasus tersebut, sekitar 50% tidak terdiagnosis

American Academy of Ophtalmology (2011) membagi glaukoma menjadi 3 tipe,

yaitu glukoma sudut terbuka, glaukoma sudut tertutup, dan glaukoma pada anak-

anak (childhood glaucoma). Glaukoma sudut terbuka dibagi lagi menjadi

glaukoma sudut terbuka primer, glaukoma sudut-normal (normal-tension

glaucoma), juvenile open-angle glaucoma, suspek glaukoma (glaucoma

suspect), dan glaukoma sudut terbuka sekunder. Glaukoma sudut tertutup juga

dibagi lagi menjadi primary angle-closure glaucoma with relative pupillary

block, glaukoma sudut tertutup akut, glaukoma sudut tertutup subakut, glaukoma

sudut tertutup kronik, glaukoma sudut tertutup sekunder dengan dan tanpa blok

pupil, dan sindrom iris plateau.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan banyaknya kasus dan pentingnya penanganan penyakit
Glaukoma, rumusan masalahnya adalah “ Bagaimana asuhan keperawatan pada
pasien dengan Glaukoma ?”

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu mengetahui dan menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan
Glaukoma sesuai standar keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui pengkajian pada pasien dengan Glaukoma beserta keluarganya.
b) Mampu menganalisa data pada pasien dengan Glaukoma
c) Mampu menentukan diagnosa keperawatan pada pasien Glaukoma
2
d) Mampu mengetahui penyusunan perencanaan keperawatan pada pasien
Glaukoma
e) Mampu melaksanakan implementasi pada pasien Glaukoma
f) Mengetahui evaluasi pada pasien dengan Glaukoma

1.4 Manfaat
1) Bagi Penulis
Diharapkan agar penulis mempunyai tambahan wawasan dan pengetahuan
dalam penatalaksanaan pada pasien dengan penyakit Glaukoma dan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan Glaukoma
2) Bagi Pasien dan Keluarga
Agar pasien dan keluarga mempunyai pengetahuan tentang perawatan
pada pasien Glaukoma
3) Bagi Institusi Pelayanan
Memberikan bantuan yang mempengaruhi perkembangan klien untuk
mencapai tingkat asuhan keperawatan dan tindak lanjut untuk perawatan mutu
pasien khusus penderita Glaukoma
4) Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas
pendidikan keperawatan dan sebagai masukan dalam peningkatan pada pasien
Glaukoma terutama dibidang dokumentasi asuhan keperawatan.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 GLAUKOMA

Glaukoma merupakan suatu neuropati optik yang ditandai dengan

pencekungan “cupping” diskus optikus dan penyempitan lapang pandang

yang disertai dengan peningkatan tekanan intraokuler yang merupakan faktor

resiko terjadinya glaukoma. Mekanisme peningkatan tekanan intraokuler

pada glaukoma dipengaruhi oleh gangguan aliran keluar humor aquos.

4
2.2 ANATOMI FISIOLOGI

Fisiologi Humor Aquos

Tekanan intraokuler ditentukan oleh kecepatan pembentukan

humor aquos dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Humor

aquos merupakan cairan jernih yang mengisi kamera okuli anterior dan

posterior. Volume humor aquos sekitar 250 µL, dan kecepatan

pembentukannya 2,5 µL/menit. Komposisi humor aquos hampir sama

dengan komposisi plasma, yaitu mengandung askorbat, piruvat, laktat,

protein, dan glukosa. 5

5
Tabel 2. Perbandingan komposisi plasma dan humor aquos8

Komponen Plasma Humor Aquos

mmol/KgH₂O

Na 146 163

Cl 109 134

HCO₃ 28 20

Askorbat 0,04 1,06

Glukosa 6 3

Humor aquos merupakan media refrakta jadi harus jernih. Sistem

pengeluaran humor aquos terbagi menjadi 2 jalur, yaitu sebagian besar

melalui sistem vena dan sebagian kecil melalui otot ciliaris.5,10


Gambar 1. Aliran humor aquos normal4

Pada sistem vena, humor aquos diproduksi oleh prosesus ciliaris

masuk melewati kamera okuli posterior menuju kamera okuli anterior

melalui pupil. Setelah melewati kamera okuli anterior cairan humor aquos

menuju trabekula meshwork ke angulus iridokornealis dan menuju kanalis

Schlemm yang akhirnya masuk ke sistem vena. Aliran humor aquos akan

melewati jaringan trabekulum sekitar 90 %. Sedangkan sebagian kecil

humor aquos keluar dari mata melalui otot siliaris menuju ruang

suprakoroid untuk selanjutnya keluar melalui sklera atau saraf maupun

pembuluh darah. Jalur ini disebut juga jalur uveosklera (10-15%).


2.3 ETIOLOGI

a. Umur

Resiko glaukoma akan meningkat pada umur 40-64 tahun sebesar 1% dan

pada umur 65 tahun ke atas sebesar 5%.

b. Riwayat keluarga

Pada riwayat keluarga, seseorang akan beresiko menderita glaukoma apabila

dalam keluarga ada yang menderita glaukoma, untuk itu setiap anggota keluarga

perlu memeriksakan mata secara rutin bila mencapai umur 40 tahun. Resiko yang

lebih besar akan terjadi pada hubungan kakak-beradik dan hubungan orang tua-

anak. Apabila dalam keluarga ada yang menderita glaukoma, maka anggota

keluarga lain akan beresiko 4-8 kali lebih besar untuk terserang glaukoma.

2.Faktor organ

a. Cidera mata (kecelakaan dan tumor mata)

Cidera mata akan lebih fokus pada trauma yang disebabkan oleh kelainan mata,

seperti kelainan lensa, kelainan uvea, pembedahan katarak, atau radang mata.

3. Faktor Metabolisme lain

a. Obat-obatan (obat yang mengandung kortokosteroid)

Penggunaan obat-obatan yang mengandung steroid dalam jangka panjang akan lebih

meningkatkan terjadinya glaukoma. Contoh penggunaan obat adalah penggunaan obat

tetes mata yang mengandung steroid tanpa kontrol dokter, obat inhaler untuk penderita

asma, obat steroid pada radang sendi dan pemakaian obat yang memakai steroid secara

rutin lainnya.

b. Diabetes Melitus

Penyakit Diabetes Melitus (DM) beresiko 2 kali lebih sering terserang glaukoma,
dan sebesar 50% penderita DM mengalami penyakit mata dengan resiko kebutaan

25 kali lebih besar. Pada pasien DM, gula dalam darah tinggi yang menyebabkan

darah semakin kental, di saat itulah tekanan pembuluh darah di mata akan

meningkatkan tekanan intraokuler.

c. Hipertensi

Tekanan darah tinggi menyebabkan pembuluh darah mata menyempit

dan mengeras seiring waktu karena tekanan berlebihan dan berkelanjutan terhadap

dinding pembuluh darah. Pada beberapa kasus, dapat menyebabkan saraf optik

membengkak dan mengakibatkan masalah penglihatan.(Beuerman RW, 2014)

d. Migrain

Migrain jenis ini lebih sering disebut retina migrain, yaitu kehilangan sementara,

sebagaian atau seluruh penglihatan pada satu mata, disertai rasa nyeri di belakang

mata yang dapat menyebar ke seluruh kepala.

2.4 KLASIFIKASI

Glaukoma Primer

a. Glaukoma Sudut Terbuka Primer

Glaukoma sudut terbuka primer terdapat kecenderungan familial

yang kuat. Gambaran patologi utama berupa proses degeneratif trabekular

meshwork sehingga dapat mengakibatkan penurunan drainase humor

aquos yang menyebabkan peningkatan takanan intraokuler. Pada 99%

penderita glaukoma primer sudut terbuka terdapat hambatan pengeluaran

humor aquos pada sistem trabekulum dan kanalis schlemm.5,12


Gambar 2. Aliran humor aquos glaukoma sudut terbuka4

b. Glaukoma Sudut Tertutup Primer

Glaukoma sudut tertutup primer terjadi pada mata dengan

predisposisi anatomis tanpa ada kelainan lainnya. Adanya peningkatan

tekanan intraokuler karena sumbatan aliran keluar humor aquos akibat

oklusi trabekular meshwork oleh iris perifer. 13

Gambar 3. Glaukoma sudut tertutup4

Glaukoma Sekunder

Peningkatan tekanan intraokuler pada glaukoma sekunder

merupakan manifestasi dari penyakit lain dapat berupa peradangan, trauma

bola mata dan paling sering disebabkan oleh uveitis. 5


Glaukoma Kongenital

Glaukoma kongenital biasanya sudah ada sejak lahir dan terjadi

akibat gangguan perkembangan pada saluran humor aquos. Glaukoma

kongenital seringkali diturunkan. Pada glaukoma kongenital sering

dijumpai adanya epifora dapat juga berupa fotofobia serta peningkatan

tekanan intraokuler. Glaukoma kongenital terbagi atas glaukoma

kongenital primer (kelainan pada sudut kamera okuli anterior), anomali

perkembangan segmen anterior, dan kelainan lain (dapat berupa aniridia,

sindrom Lowe, sindom Sturge-Weber dan rubela kongenital). 5,12

2.5 PATOFISILOGI

Patofisiologi Glaukoma

Penurunan penglihatan pada glaukoma terjadi karena adanya

apoptosis sel ganglion retina yang menyebabkan penipisan lapisan serat

saraf dan lapisan inti dalam retina serta berkurangnya akson di nervus

optikus. Diskus optikus menjadi atrofi disertai pembesaran cawan

optik.Kerusakan saraf dapat dipengaruhi oleh peningkatan tekanan

intraokuler. Semakin tinggi tekanan intraokuler semakin besar kerusakan

saraf pada bola mata. Pada bola mata normal tekanan intraokuler memiliki

kisaran 10-22 mmHg. 5

Tekanan intraokuler pada glaukoma sudut tertutup akut dapat

mencapai 60-80 mmHg, sehingga dapat menimbulkan kerusakan iskemik

akut pada iris yang disertai dengan edema kornea dan kerusakan nervus

optikus
2.6 MANIFESTASI KLINIK
1) Nyeri pada mata dan sekitarnya (orbita, kepala, gigi, telinga).

2) Pandangan kabut, melihat halo sekitar lampu.

3) Mual, muntah, berkeringat.

4) Mata merah, hiperemia konjungtiva, dan siliar.

5) Visus menurun.

6) Edema kornea.

7) Bilik mata depan dangkal (mungkin tidak ditemui pada glaukoma sudut terbuka).

8) Pupil lebar lonjong, tidak ada refleks terhadap cahaya.

9) Tekanan Intraokuli meningkat.

2.7 KOMPLIKASI
Kebutaan dapat terjadi pada semua jenis glaukoma, glaukoma penutupan sudut akut

adalah suatu kedaruratan medis. agens topikal yang digunakan untuk mengobati

glaukoma dapat memiliki efek sistemik yang merugikan, terutama pada lansia. Efek

ini dapat berupa perburukan kondisi jantung, pernapsan atau neurologis.

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Penilaian Glaukoma

Tonometri

Tonometri merupakan suatu pengukuran tekanan intraokuler yang

menggunakan alat berupa tonometer Goldman. Faktor yang dapat

mempengaruhi biasnya penilaian tergantung pada ketebalan kornea

masing-masing individu. Semakin tebal kornea pasien maka tekanan

intraokuler yang di hasilkan cenderung tinggi, begitu pula sebaliknya,


semakin tipis kornea pasien tekanan intraokuler bola mata juga rendah.5

Tonometer yang banyak digunakan adalah tonometer Schiotz

karena cukup sederhana, praktis, mudah dibawa, relatif murah, kalibrasi

alat mudah dan tanpa komponen elektrik.14

Penilaian tekanan intraokuler normal berkisar 10-22 mmHg. Pada

usia lanjut rentang tekanan normal lebih tinggi yaitu sampai 24 mmHg.

Pada glaukoma sudut terbuka primer , 32-50% pasien ditemukan dengan

tekanan intraokuler yang normal pada saat pertama kali diperiksa.5

Penilaian Diskus Optikus

Diskus optikus yang normal memiliki cekungan di bagian

tengahnya. Pada pasien glaukoma terdapat pembesaran cawan optik atau

pencekungan sehingga tidak dapat terlihat saraf pada bagian tepinya.5

Pemeriksaan Lapangan Pandang

Gangguan lapangan pandang pada glaukoma dapat mengenai 30

derajat lapangan pandang bagian central. Cara pemeriksaan lapangan

pandang dapat menggunakan automated perimeter.5

Gonioskopi

Gonioskopi merupakan pemeriksaan dengan alat yang

menggunakan lensa khusus untuk melihat aliran keluarnya humor aquos.

Fungsi dari gonioskopi secara diagnostik dapat membantu

mengidentifikasi sudut yang abnormal dan menilai lebar sudut kamera

okuli anterior.10,13

2.9 PENATALAKSANAAN MEDIS


TERAPI MEDIKAMENTOSA

Supresi Pembentukan Humor Aqueus

Golongan β-adrenergik Bloker

Obat golongan ini dapat digunakan sebagai monoterapi atau

dengan kombinasi dengan obat yang lain. Contoh obat golongan β-


adrenergic bloker misalnya timolol maleat 0,25% dan 0.5%, betaxolol

0,25% dan 0,5%, levobunolol dan lain-lain.5

Timolol maleat merupakan β-adrenergik non selektif baik β1 atau

β2. Timolol tidak memiliki aktivitas simpatomimetik, sehingga apabila

diteteskan pada mata dapat mengurangi tekanan intraokuler. Timolol dapat

menurunkan tekanan intraokuler sekitar 20-30%.15,16 Reseptor β-

adrenergik terletak pada epitel siliaris, jika reseptornya terangsang aktifitas

sekresinya akan meningkatkan inflow humor aquos melalui proses

komplek enzim adenyl cyclase-reseptor sehingga menurunkan produksi

humor aquos.16

Farmakodinamik golongan β-adrenergic bloker dengan cara

menekan pembentukan humor aquos sehingga tekanan intraokuler dapat

turun. Sedangkan farmakokinetiknya sebagian besar diserap dengan baik

oleh usus secara peroral sehingga bioavaibilitas rendah , dan memiliki

kadar puncak dalam plasma mencapai 1 sampa 3 jam. Kebanyakan

golongan β-adrenergic bloker memiliki waktu paruh antara 3 sampai 10

jam. Waktu ekskresi yang dibutuhkan ginjal untuk mengeluarkan obat

golongan ini dapat diperpanjang apabila terdapat hambatan aliran darah

yang menuju ke hati atau hambatan enzim hati.17,18

Penggunaan obat golongan ini dalam jangka lama dapat

mengakibatkan kontraindikasi berupa obstruksi jalan napas kronik.

Indikasi pemakaian diberikan pada pasien glaukoma sudut terbuka sebagai

terapi inisial baik secara tunggal atau kombinasi terapi dengan miotik.
Indikasi lainnya dapat diberikan pada glaukoma inflamasi, hipertensi

okuler dan glaukoma kongenital.17,18.

Golongan α2-adrenergik Agonis

Golongan α2-adrenergik agonis obat ini dibagi menjadi 2 yaitu

selektif dan tidak selektif. Golongan α2-adrenergic agonis yang selektif

misalnya apraklonidin memiliki efek menurunkan produksi humor aquos,

meningkatkan aliran keluar humor aquos melalui trabekula meshwork

dengan menurunkan tekanan vena episklera dan dapat juga meningkatkan

aliran keluar uveosklera.5

Farmakokinetik dari pemberian apraklonidin 1% dalam waktu 1

jam dapat menghasilkan penurunan tekanan intraokuler yang cepat paling

sedikit 20% dari tekanan intraokuler awal. Efek maksimal dari

apraklonidin dalam menurunkan tekanan intraokuler dapat terjadi sekitar

3-5 jam setelah pemberian terapi.18,19

Indikasi penggunaan apraklonidin untuk mengontrol peningkatan

akut tekanan intraokuler pasca tindakan laser. Sedangkan kontraindikasi

pemakaian obat ini apabila pasien dengan mono amin oksidase (MAO)

dan trisiklik depresan karena mempengaruhi metabolisme dan uptake

katekolamin.5,19,20

Penghambat Karbonat Anhidrase

a. Asetasolamid Oral

Asetasolamid oral merupakan obat yang sering di gunakan karena

dapat menekan pembentukan humor aquos sebanyak 40-60%. Bekerja


efektif dalam menurunkan tekanan intraokuler apabila konsentrasi obat

bebas dalam plasma ±2,5 µM.16,18 Apabila diberikan secara oral,

konsentrasi puncak pada plasma dapat diperoleh dalam 2 jam setelah

pemberian dapat bertahan selama 4-6 jam dan menurun dengan cepat

karena ekskresi pada urin.17

Indikasi asetasolamid terutama untuk menurunkan tekanan

intraokuler, mencegah prolaps korpus vitreum, dan menurunkan tekanan

introkuler pada pseudo tumor serebri. Kontraindikasi relatif untuk sirosis

hati, penyakit paru obstruktif menahun, gagal ginjal, diabetes ketoasidosis

dan urolithiasis. 21

Efek samping yang paling sering dikeluhkan parastesi dan inisial

diuresis, sedangkan efek lain yang dapat muncul apabila digunakan dalam

jangka lama antara lain metalic taste, malaise, nausea, anoreksia, depresi,

pembentukan batu ginjal, depresi sumsum tulang, dan anemia aplastik.21

b. Penghambat Karbonat Anhidrase Topikal

Penghambat karbonat anhidrase topikal bersifat larut lemak

sehingga bila digunakan secara topikal daya penetrasi ke kornea relatif

rendah. Pemberian dorsolamid topikal akan terjadi penetrasi melalui

kornea dan sklera ke epitel tak berpigmen prosesus siliaris sehingga dapat

menurunkan produksi humor aqueus dan HCO3- dengan cara menekan

enzim karbonik anhidrase II. Penghambat karbonik anhidrase topikal

seperti dorsolamid bekerja efektif menurunkan tekanan intraokuler karena

konsentrasi di prosesus siliaris mencapai 2-10µM.17 Penghambat karbonat


anhidrase topikal (dorsolamid) dapat menurunkan tekanan intraokuler

sebesar 15-20%.14

Indikasi pemberian untuk mengontrol glaukoma baik jangka

pendek maupun jangka panjang, sebagai obat tunggal atau kombinasi.

Indikasi lain untuk mencegah kenaikan tekanan intraokuler pasca bedah

intraokuler. Efek samping lokal yang dijumpai seperti mata pedih,

keratopati pungtata superfisial, dan reaksi alergi. Efek samping sistemik

jarang dijumpai seperti metalic taste, gangguan gastrointestinal dan

urtikaria.21

Tabel 3. Obat-obat yang digunakan untuk glaukoma sudut terbuka18

Mekanisme Cara Pemberian

Kolinomimetik
Kontraksi otot Tetes topikal atau
Pilokarpin, karbakol,
gel
fistotigmin, ekotiofat, siliaris, membuka

demekarium trabekula
meshwork,
meningkatkan aliran
keluar humor aquos
Agonis α
Meningkatkan Tetes topikal
Tidak
selektif aliran keluar

Epinefrin, dipivefrin humor aquos


Agonis α
Selektif Menurunkan sekresi Topikal setelah operasi
cairan humor aquos atau laser
Apraklonidin,
brimodinin
β adrenergik
Menurunkan sekresi Tetes topikal
bloker Timolol
cairan humor aquos
maleat, betaksolol,
di epitel siliaris
karteolol,
levobunolol,
metipranolol
Diuretik
Dorsolamid, Menurunkan sekresi Topikal
humor aquos karena

brinsolamid tidak ada HCOᶾ-


Oral
Penghambat karbonat

Asetasolamid anhidrase aktif topikal


pada uji klinik
Prostaglandin
Meningkatkan Topikal
Latanopros,
bimatopros, aliran keluar

travopros, unoprostone humor aquos


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

3.1 PENGKAJIAN

3.2 DIAGNOSA

 Pre Operasi

1. Penurunan sensori-persepsi visual s.d. kerusakan serabut syaraf oleh karena


peningkatan TIO
2. Nyeri s.d peningkatan TIO
3. Kurang pengetahuan : tentang proses penyakit, status klinik saat ini s.d
kurang informasi tentang penyakit glaukoma.
4. Cemas s.d penurunan pengelihatan aktual

 Post Operasi

1. Nyeri berhubungan dengan Luka Insisi

2. Resiko Infeksi berhubungan dengan Perawatan yang tidak adekuat

3.3 NCP

 Pre Operasi

1. Diagnosa keperawatan :Penurunan sensori pengelihatan s.d. kerusakan serabut


syaraf karena peningkatan TIO

Tujuan :
 Klien dapat meneteskan obat dengan benar
 Kooperatif dalam tindakan
 Menyadari hilangnya pengelihatan secara permanen
 Tidak terjadi penurunan visus lebih lanjut
Kriteria Hasil :
Klien dapat meningkatkan sendori penglihatan

Rencana Tindakan :
1) Kaji dan catat ketajaman pengelihatan
Rasional :
Menetukan kemampuan visual
2) Kaji deskripsi fungsional apa yang dapat dilihat/tidak.

 Sesuaikan lingkungan dengan kemampuan pengelihatan:


 Orientasikan thd lingkungan.
 Letakan alat-alat yang sering dipakai dalam jangkuan pengelihatan
klien.
 Berikan pencahayaan yang cukup.
 Letakan alat-alat ditempat yang tetap.
 Berikan bahan-bahan bacaan dengan tulisan yang besar.
 Hindari pencahayaan yang menyilaukan.
Rasional :
Memberikan keakuratan terhadap pengelihatan dan perawatan.
3) Kaji jumlah dan tipe rangsangan yang dapat diterima klien
Rasional :
Meningkatkan rangsangan pada waktu kemampuan pengelihatan
menurun

2. Diagnosa Keperawatan : Cemas berhubungan dengan penurunan penglihatan,


kurangnya pengetahuan.

Tujuan :
o Berkurangnya perasaan gugup
o Mengungkapkan pemahaman tentang rencana tindakan
o Posisi tubuh rileks

Kriteria Hasil :
Setelah tindakan keperawatan diharapkan cemas dapat menurun

Rencana Tindakan :
1) Hati-hati menyampaikan hilangnya pengelihatan secara permanen
Rasional :
Kalau klien belum siap, akan menambah kecemasan

2) Berikan kesempatan klien mengekspresikan tentang kondisinya

Rasional :
Pengekspresikan perasaan membantu klien mengidentifikasi sumber cemas

3) Jelaskan tujuan setiap tindakan


Rasional :
Dengan penjelasan akan memberikan informasi yang jelas

4) Siapakn bel di tempat tidur dan intruksikan klien memberikan tanda bila
mohon bantuan.
Rasional:
Dengan memberikan perhatian akan menambah kepercayaan klien

 Post Operasi

a) Diagnosa Keperawatan : Nyeri berhubungan dengan prosedur


pembedahan, trauma jaringan, interupsi saraf, diseksi otot.

Tujuan :
 Tampak rileks
 Mampu tidur atau istirahat dengan tepat
 Mengekspresikan penurunan nyeri
Kriteria Hasil :
Pasien dapat mengontrol nyeri dan mampu mengekspresikan nyeri
Rencana Tindakan:
1)  Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, lamanya, dan intensitas (skala
0-10)
Rasional:
Membantu klien mengkaji keluhan nyeri yang dirasakan
2) Diskusikan sensasi masih adanya payudara normal
Rasional:
Memberi pengetahuan klien tentang sensasi payudara klien
3)  Bantu pasien menemukan posisi nyaman
Rasional :
Agar pasien dapat nyaman dan aman
4)  Berikan tindakan kenyamanan dasar tehnik relaksasi
Rasional :
Memberikan kenyamanan pada pasien
5)   Sokong dada saat latihan nafas dalam
Rasional :
Membantu pasien mengurangi rasa nyeri
6)  Berikan obat  nyeri yang tepat pada jadwal teratur sebelum nyeri
berat dan sebelum aktivitas dijadwalkan

Rasional :
Membantu mengurangi rasa nyeri

b) Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak


adekuatnya pertahanan tubuh sekunder dan sistem imun (efek
kemotherapi/radiasi), malnutrisi, prosedur invasive pembedahan.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan dapat menurunkan infeksi

Kriteria Hasil :

Pertahankan lingkungan akseptik yang aman, mengidentifikasi faktor-


faktor resiko individu dan intervensi untuk mengurangi potensial infeksi.

Rencana Tindakan :

1) Kaji balutan / luka untuk karakteristik drain

Rasional :
Untuk mengetahui karakteristik luka

2)   Awasi vital sign

Rasional :

Mengetahui TTV pasien

3)    Ganti balutan / rawat luka tiap hari

Rasional :

Agar luka tetap bersih dan menurunkan infeksi

4) Kaji dolor, color, rubor (tanda-tanda infeksi)

Rasional :

Mengkaji tanda tanda infeksi

5) Kolaborasi, pemberian antibiotic

Rasional :
Menurunkan infeksi pada luka pasie

Anda mungkin juga menyukai