Anda di halaman 1dari 6

FARMAKOTERAPI 1

“ACUTE MYELOIDS LEUKIMIA”

OLEH

NAMA : RISKA AMELIA PUTRI


NIM : O1A117056
KELAS :D
DOSEN : apt. SUNANDAR IHSAN, S.Farm., M.Sc.

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
A. Pendahuluan
Para ahli menemukan bahwa terdapat hubungan antara leukemia dengan beberapa
faktor risiko seperti faktor-faktor genetik, lingkungan (termasuk ionization radiation), dan
orang tua yang peminum alkohol atau perokok. Pendapat lain mengemukakan bahwa
lingkungan yang terpapar medan magnet perlu diperhitungkan Penderita penyakit leukemia
disebabkan sel darah putih yang diproduksi secara berlebih dan tidak terkontrol. Jumlah
berlebih dari sel darah putih akan menyebabkan terganggunya fungus normal dari sel darah
lainnya. Leukemia awalnya menyerang sel-sel darah putih. Sebagaimana diketahui, sel darah
putih merupakan sistem pertahanan yang sangat ampuh untuk melawan infeksi, sel-sel darah
putih ini biasanya tumbuh dan berkembang secara teratur sebagai respond atas kebutuhan
tubuh untuk melawan infeksi. Namun pada penderita leukemia, sumsum tulang menghasilkan
sel darah putih yang abnormal dan sangat banyak, sehingga tidak berfungsi dengan baik
(Yenn, 2014).
Leukemia nonlymphocytic akut (ANLL) akut atau leukemia myelogenous akut
(AML) timbul dari prekursor myeloid atau megakaryocytic. Pada kebanyakan kasus AML,
tubuh memproduksi terlalu banyak sel darah putih yang disebut myeloblas yang masih
bersifat imatur. Sel-sel darah yang imatur ini tidak sebaik sel darah putih yang telah matur
dalam melawan adanya infeksi. Pada AML, mielosit (yang dalam keadaan normal
berkembang menjadi granulosit) berubah menjadi ganas dan dengan segera akan
menggantikan sel-sel normal di sumsum tulang (Anwar dan Made, 2017). AML merupakan
32% dari seluruh kasus leukimia. Penyakit ini di temukan pada anak-anak sebesar (15%)
kasus. Leukemia akut pada masa anak–anak merupakan 30 – 40% dari keganasan. Insidens
rata–rata 4 – 4,5 kasus/tahun per 100.000 anak dibawah 15 tahun.
B. Clinical Case
BT seorang laki-laki umur 35 tahun masuk ke IGD karena semakin lemah, demam dan
kesulitan untuk makan. pada minggu terakhir ini jumlah WBC 180.000 cells/ ul dengan >
90 % blast leukemia (normal 0%), Hb 7,8 mg/ dL, platelet 46.000 cells/ uL. Hasil aspirasi
dan biopsi pada sumsum tulang didiagnosis AML (FAB-M2, myeloid dengan maturasi
dengan 60% blast, mieloperoksida (+), CD 13 dan CD 33 (+) ). Nilai lab lain normal
kecuali potassium (k) 3,2 mEg/L, fosfor 5,5 mg/dL, laktat dehydrogenase 3,500 unit/mL.
Pemeriksaan fisik menunjukan leukoplakia karena kandidiasis oral dengan gigi yang
kurang baik.
bagaimana tujuan dan tatalaksana terapi?
setelah 24 jam terapi induksi nilai lab pasien:
WBC count, 78,000 cells/µL
K, 5.3 mEg/L
Phosphorus, 6.0 mg/dL
Uric acid, 9.8 mg/dL
calcium, 6.0 mg/dL
Creatinine, 1.6 mg/dL
Bagaimana mengatasi perubahan nilai lab ini?
setelah menerima allopurinol dan hidrasi, WBC count menurun dan juga risiko Tumor
Lysis Syndrome/TLS, kemungkinan efek samping lain?
1. Subjektif
BT seorang laki-laki umur 35 tahun masuk ke IGD karena semakin lemah, demam
dan kesulitan untuk makan. Pemeriksaan fisik menunjukan leukoplakia karena
kandidiasis oral dengan gigi yang kurang baik.
Pasien didiagnosa kankel leukimia (AML) dengan kadidiasis oral.
2. Objektif
WBC 180.000 cells/ ul dengan > 90 % blast leukemia (normal 0%), Hb 7,8 mg/ dL,
platelet 46.000 cells/ uL. Hasil aspirasi dan biopsi pada sumsum tulang didiagnosis
AML (FAB-M2, myeloid dengan maturasi dengan 60% blast, mieloperoksida (+), CD
13 dan CD 33 (+) ). Nilai lab lain normal kecuali potassium (k) 3,2 mEg/L, fosfor 5,5
mg/dL, laktat dehydrogenase 3,500 unit/mL.
Setelah 24 jam terapi induksi:
WBC count, 78,000 cells/µL
K, 5.3 mEg/L
Phosphorus, 6.0 mg/dL
Uric acid, 9.8 mg/dL
calcium, 6.0 mg/dL
Creatinine, 1.6 mg/dL
3. Assesment
Pasien telah mendapatkan terapi induksi dan menunjukan nilai WBC count yang
mulai turun. Namun nilai WBC count yang berhasil dianalisis adalah 78.000 cells/µL,
yang mana pada nilai tersebut diperlukan terapi lanjutan seperti transplantasi sum-sum
tulang belakang.
4. Planning
a. Tujuan Terapi
Tujuan terapi dari penderita AML adalah mengembalikan fungsi sum-sum tulang
yang normal dengan cepat.
b. Tatalaksana
1 Terapi Induksi
Terapi induksi tetap diberikan untuk menginduksi sel-sel di dalam tulang. Obat
yang digunakan dalam terapi ini harus diperlukan penyesuain dosis. Hal ini
disebabkan karena gangguan fungsi ginjal pasien. Terapi induksi diharapkan
dapat terus mengontrol sel yang ditandai dengan menurunnya WBC count. Obat
yang digunakan adalah daunorubcin dosis rendah agar tidak memberatkan
fungsi ginjal pasien.
Daunorubicin
Dosis : 90 mg / m2 (IV Bolus kontinyu 3 hari)
Indikasi : Digunakan sebagai terapi induksi remisi
Efek samping : Alergi, mual, muntah, ruam serta ulkus di mulut dan juga
anus.
2 Transplantasi sum-sum tulang dan perawatannya
Transplantasi susm-sum di lakukan untuk memperbaiki sumsum tulang
belakang. transplantasi intensitas rendah (alogenik mini atau nonmyeloablative)
dapat menjadi pilihan. Transplantasi ini menggunakan rejimen preparatif yang
kurang intensif dan mengandalkan efek allogeneic graft-versus-leukemia (GVL)
untuk menghilangkan penyakit mereka. Terapi perawatan yang diberikan yaitu
cytarabine dosis rendah. Alasan pemilihan obat yaitu karena infus cytarabine
secara terus menerus selama 5 hari lebih disukai karena menghasilkan respon
yang lebih tinggi.
Cytarabin
Dosis Obat : 100 mg/m2 infus kontinyu selama 5 hari
Indikasi : untuk mengobati berbagai jenis kanker
5. Komunikasi dan evaluasi
Transplantasi yang telah dilaukan dibutuhkan regimen perwatan sebagai
pemulihan, untuk itu dipilih obat cytarabin. Penggunaan cytarabin membutuhkan
bantuan tenaga profesional karena rute pemberian melalui infus kontinyu, aturan
pemberian obat selama 5 hari juga perlu diperhatikan untuk menyesuaikan
pengaruh terhadap fungsi ginjal. Evaluasi dilakukan khususnya untuk obat yang
berpengaruh pada fungsi ginjal.
6. Monitoring
a. Monitoring kadar WBC setiap 24 jam. Perubahan hasil lab juga biasa
disebabkan karena terapi induksi biasanya akan bekerja setelah 24 jam setelah
induksi, sehingga nilai lab yang menjadi dasar adalah nilai lab yang kadua
(setelah 24 jam)
b. Monitoring kadar kreatinin dan asam urat untuk evaluasi obat (pemilihan obat).
Disebabkan endapan asam urat dan kristal kalsium fosfat dalam tubulus ginjal
dan kadar kreatinin tinggi sehingga pemilihan obat harus tepat yaitu tidak
berisiko pada keadaan ginjal pasien. Jika kreatinin masih tinggi maka
penyesuain dosis masih diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA

Alldredge, B.K, dkk, 2013, Applied therapeutics. The clinical use of drugs 10 th
Edition,Wolterskluwer, Philadelphia.

Burns, M.A., Terry S., Barbara W., Patrick M., Jill K., dan Joseph D., 2016,
Pharmacotherapy Principles and Practice 4th Edition, New York.

Yenni, 2014, Rehabilitasi Medik Pada Anak Dengan Leukemia Limfoblastik Akut
Jurnal Biomedik, Vol. 6 (1).

Anda mungkin juga menyukai