Anda di halaman 1dari 11

Nama : Sitria Saripi

Nim : 431418061
Kelas B Pendidikan Biologi

RANGKUMAN
1. Keterampilan berpikir HOTS
High Order Thinking Skills merupakan suatu proses berpikir peserta didik
dalam level kognitif yang lebih tinggi yang dikembangkan dari berbagai konsep
dan metode kognitif dan taksonomi pembelajaran seperti metode problem solving,
taksonomi bloom, dan taksonomi pembelajaran, pengajaran, dan penilaian
(Saputra, 2016:91). High order thinking skills ini meliputi di dalamnya
kemampuan pemecahan masalah, kemampuan berpikir kreatif, berpikir kritis,
kemampuan berargumen, dan kemampuan mengambil keputusan. Menurut
King, high order thinking skills termasuk di dalamnya berpikir kritis, logis,
reflektif, metakognitif, dan kreatif, sedangkan menurut Newman dan Wehlage
(Widodo, 2013:162) dengan high order thinking peserta didik akan dapat
membedakan ide atau gagasan secara jelas, berargumen dengan baik, mampu
memecahkan masalah, mampu mengkonstruksi penjelasan, mampu berhipotesis
dan memahami hal-hal kompleks menjadi lebih jelas. Menurut Vui (Kurniati,
2014:62) high order thinking skills akan terjadi ketika seseorang mengaitkan
informasi baru dengan infromasi yang sudah tersimpan di dalam ingatannya dan
mengaitkannya dan/atau menata ulang serta mengembangkan informasi tersebut
untuk mencapai suatu tujuan atau menemukan suatu penyelesaian dari suatu
keadaan yang sulit dipecahkan.
Tujuan utama dari high order thinking skills adalah bagaimana
meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik pada level yang lebih tinggi,
terutama yang berkaitan dengan kemampuan untuk berpikir secara kritis dalam
menerima berbagai jenis informasi, berpikir kreatif dalam memecahkan suatu
masalah menggunakan pengetahuan yang dimiliki serta membuat keputusan
dalam situasi-situasi yang kompleks (Saputra, 2016:91-92). 
2. Berpikir kritis
Berpikir kritis menurut Schafersman, S.D. (1991) adalah berpikir yang
benar dalam rangka mengetahui secara relevan dan reliable tentang dunia.
Berpikir kritis, adalah berpikir beralasan, mencerminkan, bertanggungjawab,
kemampuan berpikir, yang difokuskan pada pengambilan keputusan terhadap apa
yang diyakini atau yang harus dilakukan. Berpikir kritis adalah berpik
mengajukan pertanyaan yang sesuai, mengumpulkan informasi yang relevan,
mengurutkan informasi secara efisien dan kreatif, menalar secara logis, hingga
sampat pada kesimpulan yang reliable dan terpercaya.
 Ciri-ciri berpikir kritis
a.  menanggapi atau memberikan komentar terhadap sesuatu dengan
penuh pertimbangan
b. bersedia memperbaiki kesalahan atau kekeliruan
c. dapat menelaah dan menganalisa sesuatu yang datang kepadanya secara
sistematis
d. berani menyampaikan kebenaran meskipun berat dirasakan
e. bersikap cermat, jujur dan ikhas karena Allah, baik dalam mengerjakan
pekerjaan yang bertalian  dengan agama Allah maupun dengan urusan
duniawi
f. kebencian terhadap suatu kaum, tidak mendorongnya untuk tidak berbuat
jujur atau tidak berlaku adil.
g. adil dalam memberikan kesaksikan tanpa melihat siapa orangnya
walaupun akan merugikan diri sendiri, sahabat dan kerabat
h. keadilan ditegakkan dalam segala hal karena keadilan menimbulkan
ketentraman, kemakmuran, dan kebahagiaan. Keadilan hanya akan
mengakibatkan hal yang sebaliknya
 kriteria berpikir kritis
Ennis (Arief Achmad, 2007) menyebutkan beberapa kriteria yang dapat
kita jadikan standar dalam proses berpikir kritis, yaitu:
a. Clarity (Kejelasan)
Kejelasan merujuk kepada pertanyaan: "Dapatkah permasalahan yang
rumit dirinci sampai tuntas?"; "Dapatkah dijelaskan permasalahan itu dengan cara
yang lain?"; "Berikanlah ilustrasi dan contoh-contoh!". Kejelasan merupakan
pondasi standardisasi. Jika pernyataan tidak jelas, kita tidak dapat membedakan
apakah sesuatu itu akurat atau relevan. Apabila terdapat pernyataan yang
demikian, maka kita tidak akan dapat berbicara apapun, sebab kita tidak
memahami pernyataan tersebut.
Contoh, pertanyaan berikut tidak jelas: "Apa yang harus dikerjakan
pendidik dalam sistem pendidikan di Indonesia?" Agar pertanyaan itu menjadi
jelas, maka kita harus memahami betul apa yang dipikirkan dalam masalah itu.
Agar menjadi jelas, pertanyaan itu harus diubah menjadi, "Apa yang harus
dikerjakan oleh pendidik untuk memastikan bahwa siswanya benar-benar telah
mempelajari berbagai keterampilan dan kemampuan untuk membantu berbagai
hal agar mereka berhasil dalam pekerjaannya dan mampu membuat keputusan
dalam kehidupan sehari-hari?".
b. Accuracy (keakuratan, ketelitian, kesaksamaan).
Ketelitian atau kesaksamaan sebuah pernyataan dapat ditelusuri melalui
pertanyaan: "Apakah pernyataan itu kebenarannya dapat dipertanggung
jawabkan?"; "Bagaimana cara mengecek kebenarannya?"; "Bagaimana
menemukan kebenaran tersebut?" Pernyataan dapat saja jelas, tetapi tidak akurat,
seperti dalam penyataan berikut, "Pada umumnya anjing berbobot lebih dari 300
pon".
c. Precision (ketepatan)
Ketepatan mengacu kepada perincian data-data pendukung yang sangat
mendetail. Pertanyaan ini dapat dijadikan panduan untuk mengecek ketepatan
sebuah pernyataan. "Apakah pernyataan yang diungkapkan sudah sangat terurai?";
"Apakah pernyataan itu telah cukup spesifik?". Sebuah pernyataan dapat saja
mempunyai kejelasan dan ketelitian, tetapi tidak tepat, misalnya "Aming sangat
berat" (kita tidak mengetahui berapa berat Aming, apakah satu pon atau 500 pon!)
d. Relevance (relevansi, keterkaitan)
Relevansi bermakna bahwa pernyataan atau jawaban yang dikemukakan
berhubungan dengan pertanyaan yang diajukan. Penelusuran keterkaitan dapat
diungkap dengan mengajukan pertanyaan berikut: "Bagaimana menghubungkan
pernyataan atau respon dengan pertanyaan?"; "Bagaimana hal yang diungkapkan
itu menunjang permasalahan?". Permasalahan dapat saja jelas, teliti, dan tepat,
tetapi tidak relevan dengan permasalahan. Contohnya: siswa sering berpikir, usaha
apa yang harus dilakukan dalam belajar untuk meningkatkan kemampuannya.
Bagaimana pun usaha tidak dapat mengukur kualitas belajar siswa dan kapan hal
tersebut terjadi, usaha tidak relevan dengan ketepatan mereka dalam
meningkatkan kemampuannya.
e. Depth (kedalaman)
Makna kedalaman diartikan sebagai jawaban yang dirumuskan tertuju
kepada pertanyaan dengan kompleks, Apakah permasalahan dalam pertanyaan
diuraikan sedemikian rupa? Apakah telah dihubungkan dengan faktor-faktor yang
signifikan terhadap pemecahan masalah? Sebuah pernyatan dapat saja memenuhi
persyaratan kejelasan, ketelitian, ketepatan, relevansi, tetapi jawaban sangat
dangkal (kebalikan dari dalam). Misalnya terdapat ungkapan, "Katakan tidak".
Ungkapan tersebut biasa digunakan para remaja dalam rangka penolakan terhadap
obat-obatan terlarang (narkoba). Pernyataan tersebut cukup jelas, akurat, tepat,
relevan, tetapi sangat dangkal, sebab ungkapan tersebut dapat ditafsirkan dengan
bermacam-macam.
f. Breadth (keluasaan)
Keluasan sebuah pernyataan dapat ditelusuri dengan pertanyaan berikut
ini. Apakah pernyataan itu telah ditinjau dari berbagai sudut pandang?; Apakah
memerlukan tinjauan atau teori lain dalam merespon pernyataan yang
dirumuskan?; Menurut pandangan..; Seperti apakah pernyataan tersebut menurut...
Pernyataan yang diungkapkan dapat memenuhi persyaratan kejelasan, ketelitian,
ketepatan, relevansi, kedalaman, tetapi tidak cukup luas. Seperti halnya kita
mengajukan sebuah pendapat atau argumen menurut pandangan seseorang tetapi
hanya menyinggung salah satu saja dalam pertanyaan yang diajukan.
g. Logic (logika)
Logika bertemali dengan hal-hal berikut: Apakah pengertian telah disusun
dengan konsep yang benar?; Apakah pernyataan yang diungkapkan mempunyai
tindak lanjutnya? Bagaimana tindak lanjutnya? Sebelum apa yang dikatakan dan
sesudahnya, bagaimana kedua hal tersebut benar adanya? Ketika kita berpikir, kita
akan dibawa kepada bermacam-macam pemikiran satu sama lain. Ketika kita
berpikir dengan berbagai kombinasi, satu sama lain saling menunjang dan
mendukung perumusan pernyataan dengan benar, maka kita berpikir logis. Ketika
berpikir dengan berbagai kombinasi dan satu sama lain tidak saling mendukung
atau bertolak belakang, maka hal tersebut tidak logis.
 Cara Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis
Di dalam kelas atau ketika berinteraksi dengan orang lain, cara-cara yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan berpikir kritis adalah:
1. Membaca dengan kritis
Untuk berpikir secara kritis seseorang harus membaca dengan kritis pula.
Dengan membaca secara kritis, diterapkan keterampilan-keterampilan berpikir
kritis seperti mengamati, menghubungkan teks dengan konteksnya, mengevaluasi
teks dari segi logika dan kredibilitasnya, merefleksikan kandungan teks dengan
pendapat sendiri, membandingkan teks satu dengan teks lain yang sejenis.
2. Meningkatkan daya analisis
Dalam suatu diskusi dicari cara penyelesaian yang baik, untuk suatu
permasalahan, kemudian mendiskusikan akibat terburuk yang mungkin terjadi.
3. Mengembangkan kemampuan observasi atau mengamati
Dengan mengamati akan didapat penyelesaian masalah yang misalnya
menghendaki untuk menyebutkan kelebihan dan kekurangan, pro dan kontra akan
suatu masalah, kejadian atau hal-hal yang diamati. Dengan demikian
memudahkan seseorang untuk menggali kemampuan kritisnya.
4. Meningkatkan rasa ingin tahu, kemampuan bertanya dan refleksi
Pengajuan pertanyaan yang bermutu, yaitu pertanyaan yang tidak
mempunyai jawaban benar atau salah atau tidak hanya satu jawaban benar, akan
menuntut siswa untuk mencari jawaban sehingga mereka banyak berpikir.
3. Berpikir kreatif
Berpikir kreatif adalah berpikir secara konsisten dan terus menerus
menghasilkan sesuatu yang kreatif/orisinil sesuai dengan keperluan. Penelitian
Brookfield (1987) menunjukkan bahwa orang yang kreatif biasanya (1) sering
menolak teknik yang standar dalam menyelesaikan masalah, (2) mempunyai
ketertarikan yang luas dalam masalah yang berkaitan maupun tidak berkaitan
dengan dirinya, (3) mampu memandang suatu masalah dari berbagai perspektif,
(4) cenderung menatap dunia secara relatif dan kontekstual, bukannya secara
universal atau absolut, (5) biasanya melakukan pendekatan trial and error dalam
menyelesaikan permasalahan yang memberikan alternatif, berorientasi ke depan
dan bersikap optimis dalam menghadapi perubahan demi suatu kemajuan.
Marzano (1988) mengatakan bahwa untuk menjadi kreatif seseorang harus: (1)
bekerja di ujung kompetensi bukan ditengahnya, (2) tinjau ulang ide, (3)
melakukan sesuatu karena dorongan internela dan bukan karena dorongan
eksternal, (4) pola pikir divergen/ menyebar, (5) pola pikir lateral/imajinatif.
Menurut Mc. Kinnon (Yellon, 1977), orang-orang yang kreatif memiliki ciri-ciri
sebagai berikut :
a. Memandang dirinya berbeda dan lebih sering melukiskan dari mereka
sebagai berdaya cipta, tak tergantung, bersifat individualis.
b. Lebih terbuka dalam pengalaman dan perasaan.
c. Secara relatif tidak tertarik pada detail kecil, tetapi lebih tertarik pada arti
dan implikasi, memiliki fleksibel kognitif, ketrampilan verbal, berminat
untuk berkomunikasi dengan orang lain, bertindak tepat, mempunyai
keingintahuan intelektual yang besar.
d. Lebih tertarik secara mendalam menyerap pengalaman daripada
mempertimbangkan.
e. Lebih bersifat intuitif.

4. Problem solving
Keterampilan pemecahan masalah (problem solving), yaitu keterampilan
individu dalam menggunakan proses berpikirnya untuk memecahkan masalah
melalui pengumpulan fakta-fakta, analisis informasi, menyusun berbagai alternatif
pemecahan, dan memilih pemecahan masalah yang paling efektif (Yamin, 2007).
Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi sebagai Problem solving
Keterampilan yang memiliki keinginan kuat untuk dapat memecahkan masalah
muncul pada kehidupan sehari-hari. Peserta didik secara individu akan memiliki
keterampilan pemecahan masalah yang berbeda dan dipengaruhi oleh beberapa
faktor.
Menurut Mourtus, Okamoto, dan Rhee, ada enam aspek yang dapat
digunakan untuk mengukur sejauh mana keterampilan pemecahan masalah peserta
didik, yaitu:
 Menentukan masalah, dengan mendefinisikan masalah, menjelaskan
permasalahan, menentukan kebutuhan data dan informasi yang harus
diketahui sebelum digunakan untuk mendefinisikan masalah sehingga
menjadi lebih detail, dan mempersiapkan kriteria untuk menentukan hasil
pembahasan dari masalah yang dihadapi.
 Mengeksplorasi masalah, dengan menentukan objek yang berhubungan
dengan masalah, memeriksa masalah yang terkait dengan asumsi dan
menyatakan hipotesis yang terkait dengan masalah.
 Merencanakan solusi dimana peserta didik mengembangkan rencana untuk
memecahkan masalah, memetakan sub-materi yang terkait dengan
masalah, memilih teori prinsip dan pendekatan yang sesuai dengan
masalah, dan menentukan informasi untuk menemukan solusi.
 Melaksanakan rencana, pada tahap ini peserta didik menerapkan rencana
yang telah ditetapkan. Memeriksa solusi, mengevaluasi solusi yang
digunakan untuk memecahkan masalah.
 Mengevaluasi, dalam langkah ini, solusi diperiksa, asumsi yang terkait
dengan solusi dibuat, memperkirakan hasil yang diperoleh ketika
mengimplementasikan solusi dan mengkomunikasikan solusi yang telah
dibuat
Didalam proses pembelajaran Keterampilan berpikir tingkat tinggi sebagai
problem solving diperlukan , karena pembelajaran yang dirancang dengan
pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan tingkat tinggi tidak
dapat dipisahkan dari kombinasi keterampilan berpikir dan keterampilan
kreativitas untuk pemecahan masalah.

5. Decision Making
Pengambilan keputusan (Decision Making) merupakan sebuah proses
dinamis yang dipengaruhi oleh banyak kekuatan termasuk lingkungan organisasi
dan pengetahuan, kecakapan dan motivasi. Pengambilan keputusan adalah ilmu
dan seni pemilihan alternatif solusi atau alternatif tindakan dari sejumlah alternatif
solusi dan tindakan yang tersedia guna menyelesaikan masalah (Dermawan,
2004).
 Dasar Pengambilan Keputusan 
Menurut Terry (Syamsi, 2000:16), pengambilan keputusan yang
dilakukan seseorang umumnya didasari hal-hal sebagai berikut:
a. Intuisi 
Keputusan yang diambil berdasarkan intuisi atau perasaan lebih bersifat
subjektif yaitu mudah terkena sugesti, pengaruh luar, dan faktor kejiwaan lain.
Pengambilan keputusan yang berdasarkan intuisi membutuhkan waktu yang
singkat Untuk masalah-masalah yang dampaknya terbatas.
b. Pengalaman 
Keputusan yang berdasarkan pengalaman sangat bermanfaat bagi
pengetahuan praktis. Pengalaman dan kemampuan untuk memperkirakan apa
yang menjadi latar belakang masalah dan bagaimana arah penyelesaiannya sangat
membantu dalam memudahkan masalah
c. Fakta 
Keputusan yang berdasarkan sejumlah fakta, data atau informasi yang
cukup itu memang merupakan keputusan yang baik dan solid, namun untuk
mendapatkan informasi yang cukup itu sangat sulit.
d. Wewenang 
Keputusan yang berdasarkan pada wewenang semata maka akan
menimbulkan sifat rutin dan mengasosiasikan dengan praktik diktatorial.
Keputusan berdasarkan wewenang kadang kala oleh pembuat keputusan sering
melewati permasahan yang seharusnya dipecahkan justru menjadi kabur atau
kurangjelas.
e. Rasional 
Keputusan yang bersifat rasional berkaitan dengan daya guna. Masalah-
masalah yang dihadapi merupakan masalah yang memerlukan pemecahan
rasional.Keputusan yang dibuat berdasarkan pertimbangan rasional lebih bersifat
objektif.
 Gaya Pengambilan Keputusan 
Gaya pengambilan keputusan adalah bagaimana seseorang
menginterpretasi, merespon dan cara seseorang bereaksi terhadap situasi yang
dihadapinya. Menurut Kuzgun, terdapat empat gaya pengambilan keputusan, yaitu
sebagai berikut (Bacanli, 2012):
1. Rational (rasional). Gaya rasional ditandai dengan strategi yang
sistematis dan berencana dengan orientasi masa depan yang jelas. Para
pembuat keputusan rasional menerima tanggung jawab untuk pilihan yang
berasal dari internal locus of control dan aktif, disengaja dan logis.
2. Intuitive (intuisi). Gaya intuisi ditandai dengan ketergantungan pada
pengalaman batin, fantasi, dan kecenderungan untuk memutuskan dengan
cepat tanpa banyak pertimbangan atau pengumpulan informasi. Para
pengambil keputusan intuisi menerima tanggung jawab untuk pilihan,
tetapi fokus pada emosional kesadaran diri, fantasi dan perasaan, sering
secara impulsif.
3. Dependent (dependen). Gaya pengambilan keputusan dependen, menolak
tanggung jawab atas pilihan mereka dan melibatkan tanggung jawab
kepada orang lain, umumnya figur otoritas. Dalam arti lain, gaya
keputusan ini cenderung atas keputusan orang lain yang mereka anggap
sebagai figur otoritas (seperti orang tua, keluarga, teman).
4. Indecisiveness (keraguan). Gaya pengambilan keputusan indecisiveness
(keraguan) cenderung menghindari situasi pengambilan keputusan atau
tanggung jawab terhadap orang lain. Secara signifikan orang ragu-ragu
perlu lebih banyak waktu ketika mereka harus memilih suatu pilihan,
tetapi mereka juga lebih selektif dan kurang lengkap dalam pencarian
informasi.

 Proses Pengambilan Keputusan 


Menurut Kotler (2000:223), tahapan proses pengambilan keputusan adalah
sebagai berikut:
1. Identifikasi masalah. Dalam hal ini diharapkan mampu mengidentifikasi
masalah yang ada di dalam suatu keadaan. 
2. Pengumpulan dan penganalisis data. Pengambil keputusan diharapkan
dapat mengumpulkan dan menganalisis data yang dapat membantu
memecahkan masalah yang ada. 
3. Pembuatan alternatif-alternatif kebijakan. Setelah masalah dirinci
dengan tepat dan tersusun baik, maka perlu dipikirkan cara-cara
pemecahannya.
4. Pemilihan salah satu alternatif terbaik. Pemilihan satu alternatif yang
dianggap paling tepat untuk memecahkan masalah tertentu dilakukan atas
dasar pertimbangan yang matang atau rekomendasi. Dalam pemilihan satu
alternatif dibutuhkan waktu yang lama karena hal ini menentukan
alternatif yang dipakai akan berhasil atau sebaliknya.
5. Pelaksanaan keputusan. Dalam pelaksanaan keputusan berarti seorang
pengambil keputusan harus mampu menerima dampak yang positif atau
negatif. Ketika menerima dampak yang negatif, pemimpin harus juga
mempunyai alternatif yang lain. 
6. Pemantauan dan pengevaluasian hasil pelaksanaan. Setelah keputusan
dijalankan seharusnya seseorang dapat mengukur dampak dari keputusan
yang telah dibuat.
Referensi :
Dermawan, Rizqi. 2004. Pengambilan Keputusan. Bandung: Alfabeta.
Ennis, R. H (1996). Critical Thinking. USA : Prentice Hall, Inc.
Bacanli, F. 2012. An Examination of the Relationship Amongst Decision-Making
Strategies and Ego Identity Statuses. Journal Education and Science Gazi
University Vol.37 No.163.
Kotler P, dkk. 2000. Manajemen Pemasaran Perspektif Asia. Yogyakarta: Andi
Offset. 
Terry, George R. 2003. Prinsip-prinsip Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara
Yamin, Martinis. 2007. Kiat Membelajarkan Siswa. Jakarta:Gaung Persada Press-
CLI.

Anda mungkin juga menyukai