Anda di halaman 1dari 17

Pertumbuhan dan Produksi Kacang Tanah (Arachis hypogea L.

) Dengan Beberapa Sistem


Olah Tanah dan dan Asosiasi Mikroba

p endauluan
Kacang tanah merupakan tanaman pangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi karena
kandungan gizinya terutama protein dan lemak yang tinggi. Kebutuhan kacang tanah dari
tahun ke tahun terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan
gizi masyarakat, diversifikasi pangan, serta meningkatnya kapasitas industri pakan dan
makanan di Indonesia.

tanah menghendaki pengolahan tanah sempurna agar perkembangan akar dan pertumbuhan
berlangsung dengan baik, sehingga ginofor mudah masuk ke dalam tanah membentuk polong
dan mempermudah pemungutan hasil, tanpa banyak yang hilang atau tertinggal di dalam
tanah dan pengolahan tanah dimaksudkan untuk menciptakan ruang tumbuh bagi tanaman,
sehingga akan menopang pertumbuhan dan perkembangan di atasnya.
Asosiasi mikroba yang digunakan dalam penelitian ini merupakan gabungan mikroorganisme
yang berasosiasi membentuk kerja sama untuk memfiksasi N, sebagai penyedia unsur hara
agar tersedia bagi tanaman dan sebagai biokontrol patogen akar. Selain Rhizobium sp.,
didalam asosiasi mikroba yang digunakan terdiri dari Bacillus sp., Azospirillum sp.,
Pseudomonas sp.,dan Bakteri Endofitik (Ocrobactrum pseudogrigmonense) yang berasal dari
PT. Bio Industri Nusantara, Balai Penelitian Tanah.

Meode
Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terbagi (RPT) dengan 2 faktor. Petak
utama : pengolahan tanah (T) yang terdiri dari 2 taraf, yaitu pengolahan tanah konservasi
reduced tillage (T1), konvensional (T2). Anakan petak : asosiasi mikroba yang terdiri dari 4
taraf, yaitu: 0, 6, 12, 18 g/kg benih. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan
analisis of varians (ANOVA).
Menurut hasil penelitian Noertjahyani (2007) menyatakan bahwa inokulasi asosiasi
Bradyrhizobium japonicum dan Pseudomonas sp. sebanyak 12 g/kg benih kedelai dapat
mempercepat keluarnya bunga kedelai dan meningkatkan bobot 100 biji tanaman, tetapi tidak
berpengaruh terhadap kandungan N dan P pada tanaman kedelai. Pemberian takaran asosiasi
yang semakin tinggi akan mempercepat waktu berbunga.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pengolahan tanah, pemberian asosiasi
mikroba dan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah cabang primer
kacang tanah umur 2-5 MST. Rataan jumlah cabang primer kacang tanah (cabang) pada
perlakuan pengolahan tanah dan pemberian asosiasi mikroba dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah cabang terbanyak pada pengamatan 5 MST terdapat
pada perlakuan pengolahan tanah konservasi dibandingkan dengan perlakuan pengolahan
tanah konvensional. Pada tabel ini juga diketahui bahwa jumlah cabang terbanyak pada
pengamatan 5 MST terdapat pada perlakuan pemberian asosiasi mikroba 12 g/kg benih
dibandingkan dengan perlakuan asosiasi mikroba lainnya. Hal ini disebabkan pengolahan
tanah konservasi dapat mengurangi tingkat erosi dan penguapan air sehingga lebih banyak air
yang tersimpan di akar dan membentuk permukaan tanah yang kasar dengan ditutupi oleh
sisa-sisa tanaman, sebaiknya olah tanah konvensional lebih banyak air yang hilang

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pengolahan tanah, pemberian asosiasi, dan
interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap bobot bintil akar. Rataan bobot bintil
akar kacang tanah (g) pada perlakuan pengolahan tanah dan pemberian asosiasi mikroba
dapat dilihat pada Tabel 2. Perlakuan pengolahan tanah terhadap bobot bintil akar tertinggi
terdapat pada pengolahan tanah konvensional (T2) sebesar 0,740 g dan terendah pada
perlakuan pengolahan tanah konservasi (T1) sebesar 0,680 g. Sedangkan pada pemberian
asosiasi mikroba bobot bintil akar tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol (K0), 12g/kg
benih (K2) dan 18g/kg benih (K3) dengan jumlah yang sama yaitu 0,730 g dan terendah pada
6g/kg benih (K1) sebesar 0,650 g.Pada penelitian ini jumlah bintil akar efektif berkisar antara
41,500 sampai 87,830. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah bintil akar efektif
terbentuk maka semakin berat pula bobot bintil akar

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pengolahan tanah, pemberian asosiasi, dan
interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah polong per tanaman. Rataan
jumlah polong per tanaman pada perlakuan pengolahan tanah dan pemberian asosiasi
mikroba dapat dilihat pada Tabel 3. drainase menjadi lebih baik, memperkuat tanaman,
memelihara struktur tanah tetap gembur, dan meningkatkan jumlah polong

Data analisis sidik ragam memperlihatkan bahwa pengolahan tanah dan pemberian asosiasi
mikroba berpengaruh tidak nyata terhadap bobot 100 biji. Rataan bobot 100 biji (g) pada
perlakuan pengolahan tanah dan pemberian asosiasi mikroba dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 menunjukkan bahwa Perlakuan pengolahan tanah terhadap bobot 100 biji tertinggi
terdapat pada perlakuan pengolahan tanah konservasi (T1) sebesar 65,280 g dan terendah
pada perlakuan olah tanah konvensional (T2) sebesar 64,390 g. Bobot 100 biji pada
perlakuan pemberian asosiasi mikroba tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian asosiasi
mikroba 12g/kg benih (K2) sebesar 65,790 g

Hasil analisis tanah pada lahan penelitian yang dilakukan adalah N sebesar 0,37, P sebesar
170, K sebesar 440, COrganik sebesar 4,23 dan pH sebesar 5,35 yang dapadan terendah pada
perlakuan tanpa pemberian asosiasi mikroba (K0) sebesar 63,870 gt dikategorikan tanah
dengan kandungan unsur hara yang tinggi. Hal ini diduga menyebabkan perlakuan
pengolahan tanah, pemberian asosiasi mikroba, dan interaksi keduanya berpengaruh tidak
nyata terhadap seluruh parameter pengamatan.) sebesar 63,870 g.

SIMPULAN
Perlakuan pengolahan tanah konservasi dan konvensional, pemberian asosiasi
mikroba serta interaksi kedua perlakuan tidak menunjukkan peningkatan pertumbuhan dan
produksi kacang tanah.
PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI MULSA TERHADAP SIFAT
FISIK, PERAKARAN, DAN HASIL TANAMAN KACANG HIJAU (Vigna Radiata L.)

Pengolahan lahan secara intensif dalam jangka panjang cenderung akan menurunkan kualitas
tanah. Kualitas tanah yang menurun juga akan menurunkan sifat fisik tanah. Pervaiz et al.,
(2009) menyata-kan bahwa Mulsa dan pengolahan tanah secara signifikan mempengaruhi
sifat fisik tanah dan pertumbuhan ta-naman jagung serta meingkatkan ka-dar air tanah, bahan
organik tanah, tinggi tanaman, hasil gabah padi dan penurunan kepadatan massal dan ke-
kuatan tanah. Sehingga dalam mem-perbaiki sifat fisik tanah dapat dikom-binasikan dengan
aplikasi mulsa. Endriani (2010), bahwa pengolahan tanah minimum disertai penutupan mulsa
30% dan 60% dapat mem-perbaiki sifat fisika tanah, antara lain meningkatkan kandungan
bahan orga-nik tanah, pori aerase dan pori air tersedia dibandingkan pengolahan tanah
konvensional, olah tanah intensif, dan tanpa olah tanah dengan penutupan mulsa 30 % dan
60%. dikombinasikan dengan aplikasi mulsa diharapkan mampu memper-baiki kualitas tanah
dan mendukung distribusi akar tanaman dan hasil tanaman kacang hijau. Tujuan penelitian
ialah mengetahui pengaruh kombinasi sistem olah tanah dan aplikasi mulsa terhadap sifat
fisik tanah, perakaran, dan hasil tanaman kacang hijau.
Penanaman kacang hijau dengan olah tanah intensif cenderung akan memadatkan tanah
sehingga mengha-langi distribusi akar dalam menembus tanah.

Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggu-nakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan 2
faktor yang masing–masing faktor memiliki 3 taraf. Faktor pertama adalah olah tanah (T) dan
faktor kedua adalah aplikasi mulsa (M), sehingga total kombinasi antar faktor adalah 9 per-
lakuan. Setiap satu perlakuan diulang 3 kali. Faktor penelitian terdiri dari tanpa olah tanah
(T0), olah tanah minimum (T1), olah tanah maksimum (T2), tanpa mulsa (M0), mulsa plastik
hitam perak (M1), dan mulsa jerami (M2). T0M0=tanpa olah tanah +tanpa mulsa,
T0M1=tanpa olah tanah+ mulsa plastik hitam perak, T0M2= tanpa olah tanah+mulsa jerami,
T1M0 = olah tanah minimum+tanpa mulsa, T1M1 = olah tanah minimum+mulsa plastik
hitam perak, T1M2 = olah tanah minimum+mulsa jerami, T2M0 = olah tanah
maksimum+tanpa mulsa, T2M1 = olah tanah maksimum+mulsa plastik hitam perak, T2M2 =
olah tanah maksimum + mulsa jerami. Pengamatan yang dilakukan terdiri dari pengamatan
sifat fisik tanah yaitu BI, BJ, kemantapan agregat, porostas, kadar air tersedia, perakaran
tanaman dan hasil tanaman.

Hasil dan Pembahasan


Sifat Fisik Tanah
Hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh yang nyata pada umur tanaman 14 HST pada
indikator sifat fisik tanah kecuali berat jenis (BJ). Adapun sifat fisik tanah yang diamati
adalah berat isi (BI), berat jenis (BJ), porositas, dan kemantapan agregat. Hasil analisis ragam
setelah sampel setelah panen tidak ada yang berpengaruh nyata. Hal ini menun-jukkan
pengaruh dari sitem olah tanah dan aplikasi mulsa hanya berpengaruh dalam jangka pendek
yaitu 14 HST, sedangkan setelah panen (60 HST) atau jangka panjang belum berpe-ngaruh
(Tabel 1).
Berat Isi Tanah
Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa interaksi pada perlakuan T0M0 atau tanpa
olah tanah dan tanpa mulsa memiliki perbedaan nilai yang tertinggi yaitu 1,07 g/cm3 .
Sedangkan T1M2 atau pengolahan tanah minimum dengan aplikasi mulsa jerami memi-liki
nilai BI yang terendah yaitu 0,85 g/cm3 . Tanah pada perlakuan T0M0 memiliki angka
kepadatan tertinggi karena tanah tidak diberi perlakuan olah tanah saat persia-pan lahan dan
langsung ditanami sehingga pemadatan terus mening-kat. Lahan yang digunakan dalam
penelitian adalah lahan sawah yang ditanami padi. Sebelum ditanami padi, pemilik lahan
menggunakan traktor untuk mengolah tanah. Apabila tanah diolah mengguna-kan alat alat
berat dalam jangka panjang akan dapat mengakibatkan penurunan terhadap agregasi tanah
dan tanah akan menjadi padat (Foth, 1998 dalam Sofyan, 2011). Berat Jenis Tanah Berat
jenis tanah atau disingkat BJ adalah berat tanah kering persatuan volume partikel-partikel
tanah (tidak termasuk pori tanah) dengan mengetahui besarnya nilai BI dan BJ tanah, maka
dapt menghitung besarnya persentase (%) pori-pori tanah. Kandungan bahan organik tanah
memberikan pengaruh pada BJ tanah (Damanik, 2010). Beberapa faktor yang mempengaruhi
berat jenis ta-nah, diantaranya yaitu tekstur, ba-han organik, struktur, berat isi dan topongrafi
(Hanafiah, 2005).
Porositas Tanah
Analisa ragam pada nilai porositas total menunjukkan persa-maan dengan nilai berat
isi, nilai tertinggi dimiliki oleh T1M2 atau olah tanah minimum dengan perla-kuan mulsa
jerami yaitu 63,23 % dan nilai terendah dimiliki oleh T0M0 atau tanpa olah tanah dan tanpa
perlakuan mulsa yaitu 51,78 %.
Kemantapan Agregat
Data analisa ragam menunjuk-kan nilai tertinggi kemantapan agregat dimiliki oleh
T1M1 atau olah tanah minimum dengan perlakuan mulsa hitam perak plastik yaitu 5,55 %.
Nilai terendah ditunjukkan oleh T1M2 atau olah tanah minimum dan perlakuan mulsa jerami
padi yaitu 4,64 %. Pengolahan tanah dila-kukan dengan menggunakan cang-kul.

Kadar Air
Tersedia Hasil analisa menunjukkan pengaruh pada interaksi antar faktor pada kadar
air tersedia. Nilai terbesar ada pada T1M0 atau perlakuan olah tanah minimum tanpa mulsa
yaitu 30%. Nilai terkecil dimiliki oleh T2M0 olah tanah maksimum tanpa mulsa yaitu 17%.
Perakaran dan Hasil
Tanaman Beberapa hasil penelitian menun-jukkan bahwa kepadatan tanah mem-
pengaruhi pertumbuhan akar tana-man. Dengan terhambatnya perkembangan akar, maka
pertumbuhan tanaman pun terganggu. Tabel 4 menunjukkan panjang dari sampel yang telah
dipilih. Hasil pengukuran berbeda dengan tinggi tanaman. Akar terpendek dimiliki oleh
perlakuan olah tanah minimum dengan aplikasi mulsa hitam perak plastik (T1M1) yaitu 49
cm
.
Kesimpulan
Interaksi antar faktor terjadi pada umur tanaman 14 HST, nilai terbaik pada BI tanah dan
porositas total ditunjukkan oleh sistem olah tanah minimum dengan aplikasi mulsa jerami
padi (T1M2). Kemantapan agregat terkuat ditunjukkan oleh sistem olah tanah minimum
dengan aplikasi mulsa hitam perak plastik (T1M1). Perlakuan belum memiliki pengaruh
nyata terhadap BJ tanah. Perlakuan olah tanah minimum tanpa aplikasi mulsa (T1M0)
memiliki kadar air tersedia tertinggi. Perlakuan sistem olah tanah minimum dengan aplikasi
mulsa jerami padi memiliki akar terbaik dengan panjang akar 67 cm dengan massa akar 5,11
g. Polong total terbanyak dimiliki oleh perlakuan sistem olah tanah dan aplikasi mulsa jerami
(T1M2) dengan massa 65,76 g. Sistem olah tanah minimum dengan aplikasi mulsa jerami
me-rupakan perlakuan terbaik dari seluruh kombinasi karena memiliki nilai terbaik dalam BI,
porositas, perakaran, dan hasil tanaman kacang hijau. Pengaruh hanya terjadi dalam jangka
pendek yaitu 14 HST, sedangkan setelah panen (60 HST) belum ada pengaruh

pengantar
Kondisi tanah, seperti pH, kadar air, suhu, bahan organik yang tersedia dan aplikasi
pupuk N, mengontrol struktur komunitas bakteri (Jangid et al., 2008; Fierer, 2017). Interaksi
kompleks antara faktor-faktor ini mendorong perubahan dalam komunitas bakteri tanah dan
fungsinya (Wu et al., 2015; Xue et al., 2018). Kandungan air merupakan salah satu faktor
utama yang mempengaruhi mikroorganisme tanah (Wang et al., 2019). Kelebihan air
mengurangi fluks gas dan mengakibatkan penurunan kandungan oksigen (O2) dalam tanah,
menciptakan kondisi anaerobik, yang mendukung anaerob fakultatif dan obligat; sementara
kekurangan air memperkaya mikroorganisme yang dapat bertahan hidup dengan sedikit atau
tanpa air (Yan et al., 2015; Schimel, 2018).
Aktivitas mikroba dipengaruhi oleh suhu, tetapi optimal untuk pertumbuhan sangat
bervariasi di antara keduanya. Bahan organik yang tertinggal di lapangan, seperti sisa
tanaman, memfasilitasi infiltrasi air, mencegah erosi dan membatasi penguapan, tetapi juga
berfungsi sebagai sumber karbon untuk heterotrof (Fernandez et al., 2016). Itu Komposisi
dan ketersediaan bahan organik akan menentukan mikroorganisme mana yang akan
diperkaya di dalam tanah (Valboa et al., 2015; Zhang et al., 2016). Copiotrof diperkaya
ketika bahan organik yang mudah terurai diaplikasikan ke tanah, sementara oligotrof
diperkaya di lingkungan yang miskin nutrisi (Giovannoni et al., 2014). Penghapusan sisa
tanaman atau meninggalkannya di permukaan tanah membatasi jumlah substrat C yang
tersedia untuk heterotrof, sementara pembajakan membuatnya bersentuhan langsung dengan
mikroorganisme yang mempercepat penambangan bahan organik (Carbonetto et al., 2014;
Dimassi et al., 2014) . Pengolahan tanah memecah agregat sehingga bahan organik yang
terlindung secara fisik tersedia untuk mikroorganisme sehingga mengurangi kandungan
bahan organik tanah (Abdollahi dan Munkholm, 2014; Shahbaz et al., 2017). Pemupukan N
organik, seperti urea atau amonium, dapat memacu aktivitas nitrifier (Wu et al., 2011). Selain
itu, beberapa bahan organik tanah memiliki N yang rendah, yaitu memiliki rasio C-ke-N yang
tinggi, sehingga mineralisasinya tertunda (Marschner et al., 2003; Wang et al., 2014).
Pemberian pupuk N anorganik akan meningkatkan N mineral tanah kandungan, yang dapat
mempercepat degradasi bahan organik dengan rasio C-ke-N yang tinggi. "Pusat Perbaikan
Jagung dan Gandum Internasional (CIMMYT)" mengelola percobaan lapangan jangka
panjang yang mempelajari pengaruh pertanian konservasi (CA) pada hasil tanaman dan
karakteristik tanah, dengan dua percobaan terlama yang dimulai pada awal 1990-an (Govaerts
et al ., 2008; Verhulst et al., 2011a). Pertanian konservasi menggabungkan rotasi tanaman
dengan tanpa olah tanah dan retensi maksimum sisa tanaman di lapangan. Ini berbeda dengan
praktik konvensional (CP) yang menggunakan pengolahan tanah, penggabungan atau
penghilangan sisa tanaman dan di Meksiko, monokultur jagung (Zea mays L.). Praktik
pertanian yang kontras ini memengaruhi hasil, tetapi juga karakteristik tanah dan struktur
komunitas mikroba (Navarro-Noya et al., 2013; Pittelkow et al., 2015). Dalam studi
sebelumnya di mana pengaruh praktik pertanian, pengelolaan sisa tanaman, rotasi tanaman
dan pengolahan tanah, pada komunitas bakteri dipelajari; kelimpahan relatif Actinobacteria,
Be- taproteobacteria dan Gammaproteobacteria dipengaruhi secara signifikan oleh
pengolahan tanah dan berkorelasi dengan total karbon organik dan kandungan tanah liat di
tanah (Navarro-Noya et al., 2013). Pemindahan atau penahanan sisa tanaman di lapangan
juga berpengaruh signifikan pada struktur komunitas bakteri, tetapi tidak pada rotasi tanaman
(jagung - gandum) atau monokultur jagung. Masih harus dilihat apakah pengaruh pengelolaan
sisa tanaman pada struktur komunitas bakteri berlaku selama seluruh siklus tanaman ketika
kondisi tanah berubah. Suhu tanah, pH, kadar air dan bahan organik yang tersedia perubahan
dalam siklus pertanian, yaitu siklus kegiatan tahunan yang terkait dengan pertumbuhan dan
panen suatu tanaman, karena iklim dan praktik yang diterapkan dan ini akan mengubah
komunitas bakteri, tetapi sejauh mana sebagian besar masih belum diketahui (Pasternak et.
al., 2013; Orellana et al., 2018). Oleh karena itu, tanah diambil sampelnya secara ekstensif
(yaitu 18 kali selama setahun (Gbr. 1)) dari lima perlakuan di El Batán di dataran tinggi
tengah Meksiko selama siklus panen lengkap dan periode bera kering sebelumnya, sementara
karakteristik tanah dan komunitas bakteri struktur dipantau. Lima perlakuan yang dipantau
adalah tanah dengan rotasi jagung (Zea mays L.) dan gandum (Triticum aestivum L.),
pengolahan nol dan sisa tanaman yang disimpan (ZTRK) atau dihilangkan (ZTRR), dan
pengolahan konvensional dengan jagung monokultur (CTMR) atau jagung. - Rotasi panas
dan sisa tanaman dihilangkan (CTRR) atau disimpan di lapangan dan dibajak (CTRK) (Tabel
S1). Dihipotesiskan bahwa komunitas bakteri akan berubah selama siklus tanaman, tetapi
efek dari praktik pertanian akan dipertahankan.

Bahan-bahan dan metode-metode


1. Situs percobaan
Situs percobaan terletak di El Batán (Texcoco, Negara Bagian Meksiko) di
dataran tinggi subtropis Meksiko Tengah (2240 mdpl, 19,31 ° LU, 98,50 ° W)
(Govaerts et al., 2008). Suhu maksimum dan minimum rata-rata di lokasi
percobaan adalah 24 ° C dan 7 ° C, berturut-turut (1991-2018) dan curah hujan
tahunan rata-rata adalah 651 mm, dengan rata-rata 558 mm jatuh antara bulan Mei
dan Oktober (Gambar S1, S2). Hujan singkat, hujan deras, diikuti musim
kemarau, menggambarkan musim hujan di musim panas dan potensi
evapotranspirasi tahunan sebesar 1538 mm melebihi curah hujan tahunan. Stasiun
percobaan El Batán memiliki masa pertumbuhan rata-rata 132 hari. Tanah di
lokasi percobaan diklasifikasikan sebagai Haplic Phaeozem (Calyic) dalam sistem
basis referensi dunia (IUSS Working Group WRB, 2006) dan sebagai Haplustoll
Kumulik halus, campuran, termik dalam sistem Taksonomi Tanah USDA (Staf
Survei Tanah, 2003).
2. Perawatan di situs percobaan
Percobaan jangka panjang tadah hujan dimulai pada tahun 1991, untuk
mempelajari pengaruh pengolahan tanah yang berbeda, penaburan dan
pengelolaan residu, serta rotasi tanaman jagung dan gandum (tahun bergantian)
pada hasil tanaman (Govaerts et al., 2008). Rancangan percobaan adalah
Rancangan Acak Kelompok Lengkap dengan dua ulangan lapangan dan 32
perlakuan. Dalam studi ini, lima perlakuan diambil sampelnya termasuk praktik
pertanian konvensional (pengolahan tanah konvensional, tanaman jagung
monokultur (dianggap sebagai perlakuan CTMR) atau rotasi jagung-gandum, sisa
tanaman disimpan (dianggap sebagai perlakuan CTRK) atau dihilangkan
(dianggap sebagai CTRR perlakuan) dan praktik pertanian konservasi (tanpa olah
tanah, rotasi tanaman jagung-gandum dan sisa tanaman disimpan (dianggap
sebagai perlakuan ZTRK) atau dihilangkan (dianggap sebagai perlakuan ZTRR))
(Tabel S1). Semua perlakuan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini
dibudidayakan dengan jagung dan hasil rata-rata (kg ha − 1 pada 12% H2O) untuk
tahun 1997–2002 adalah: CTMR 3570 ± 220, CTRR 4063 ± 388, CTRK 4403 ±
150, ZTRR 4339 ± 461, ZTRK 5285 ± 184 (Govaerts et al., 2005) Rincian
pengolahan tanah dan pengelolaan residu dapat ditemukan di Verhulst et al.
(2011b).
3. Pengambilan sampel tanah dan karakterisasi tanah
Tata letak eksperimental berisi dua plot yang direplikasi sebagai eksperimen
awalnya dirancang untuk mempelajari pengaruh praktik pertanian pada hasil
tanaman dalam jangka panjang. Jumlah pengulangan yang digunakan dalam
percobaan lapangan sangat bergantung pada ukuran dan biaya percobaan. Jumlah
praktis ulangan untuk percobaan tercapai ketika biaya percobaan tidak lagi
diimbangi dengan peningkatan informasi yang diperoleh (Steel dan Torrie, 1980).
Desain eksperimental dalam agronomi, pemuliaan tanaman dan pertanian, oleh
karena itu, sering menggunakan dua ulangan untuk mengurangi biaya sambil tetap
memungkinkan untuk menguji perbedaan yang signifikan antara perlakuan
(Federer, 1977; Federer dan Crossa, 2012). Dua petak ulangan telah digunakan di
El Batán sejak 1991 untuk mengurangi biaya sambil memberikan informasi yang
cukup untuk menentukan praktik pertanian mana, yaitu praktik konvensional
versus pertanian konservasi, yang meningkatkan hasil dan bagaimana
pengaruhnya terhadap karakteristik tanah, emisi gas rumah kaca, dan populasi
bakteri (misalnya Navarro-Noya et al., 2013).
4. Ekstraksi DNA dan PCR ampli fi kation bakteri 16S rRNA gen
Setiap sampel tanah dicuci dengan 0,15 M natrium pirofosfat dan 0,15 M fosfat bu
ff er pH 8 untuk menghilangkan asam fulvat dan humat ( Ceja-Navarro et al.,
2010 ). Tiga di ff Berbagai teknik digunakan untuk mengekstraksi DNA dari tanah
yang dicuci dan DNA yang diperoleh dengan masing-masing metode
dikumpulkan per sampel. Setiap teknik digunakan untuk mengekstraksi DNA dari
2 g sub-sampel tanah. Dengan demikian, DNA diekstraksi dari 6 g tanah per plot
dan 12 g per perlakuan. Itu fi Metode pertama yang digunakan didasarkan pada
teknik yang dijelaskan oleh Ceja-Navarro dkk. (2010) dan terdiri dari kejutan
kimia dan termal untuk lisis sel. Metode kedua dikembangkan oleh Sambrook dan
Russell (2001) dan sel dilisis secara enzimatis, sedangkan metode ketiga
menggunakan larutan deterjen dan gangguan mekanik untuk lisis sel seperti yang
dijelaskan oleh Ho ff man dan Winston (1987) . Wilayah V3-V4 dari gen bakteri
16S rRNA adalah ampli fi ed dengan primer barcode 8-bp 341-F (5 ′
CCTACGGGNGGCWGCAG 3 ′) dan 805-R (5 ′
GACTACHVGGGTATCTAATCC 3 ′) ( Herlemann et al., 2011 ). PCR dilakukan
seperti yang dijelaskan sebelumnya oleh Navarro-Noya dkk. (2013) . Produk dari
tiga reaksi dari setiap sampel DNA metagenomik dikumpulkan untuk
meminimalkan bias PCR dan membuat satu perpustakaan ( Acinas dkk., 2004 ).
5. Analisis data sekuensing
Illumina Sekuens gen 16S rRNA bakteri dianalisis dengan perangkat lunak
QIIME versi 1.9.1 (Caporaso et al., 2010b). Urutan ujung berpasangan dirakit
dengan metode fastq-join dalam QIIME.
6. Keragaman dan analisis
statistik Keragaman alpha, yaitu indeks Shannon, Chao1 dan Simpson, dihitung dengan
menggunakan rare fi ed OTU-biom ( Shannon, 1948 ; Simpson, 1949 ; Chao, 1984 ).
Cakupan Good dihitung dengan tabel biom dalam QIIME ( Bagus, 1953 ; Caporaso et al.,
2010b ). Semua analisis statistik dilakukan di R (R Tim Inti, 2013 ). Tes non-parametrik
digunakan untuk menentukan e ff praktik pertanian pada karakteristik tanah dan
keanekaragaman alfa bakteri dengan non uji parametrik t1way dari paket WRS2
(Kumpulan metode statistik yang kuat) ( Mair dan Wilcox, 2017 ).

3. Hasil
1. Karakteristik tanah Kadar air menurun mulai November dan seterusnya saat musim
hujan berakhir hingga Maret (Gbr. 2a, Gbr. S2). Itu tetap 100g kg − 1 tanah hingga akhir
Mei, dan mulai meningkat kembali saat musim hujan dimulai pada bulan Juni (Gbr. 2a).
Kadar air tanah meningkat setelah terjadinya hujan di awal bulan Juni. Kemudian terjadi
fluktuasi yang besar akibat curah hujan yang tidak menentu. Kadar air kembali menurun
menjelang akhir November saat musim hujan berhenti (Gbr. S2). Kadar air tidak terpengaruh
oleh perawatan selama setahun penuh (Tabel 1). Kandungan organik total menunjukkan
sedikit variasi dalam perlakuan yang berbeda dari waktu ke waktu, kecuali pada perlakuan
ZTRK sekitar tanggal 22 Juni (hari 198) (Gbr. 2b). Kandungan organik total sangat
dipengaruhi oleh perlakuan dengan urutan ZTRK> CTRK> CTRR = ZTRR> CTMR (Tabel
1). PH tanah sedikit asam dan menunjukkan beberapa fluktuasi di awal tahun (Gbr. 2c), tetapi
tidak terlalu dipengaruhi oleh perlakuan (Tabel 1). EC menurun pada awal percobaan,
meningkat lagi pada bulan Juli dan Agustus selama musim hujan dan menurun lagi
setelahnya (Gbr. 2d). EC tidak dipengaruhi secara signifikan oleh pengobatan (Tabel 1).
Konsentrasi NH4 + tidak menunjukkan pola yang jelas selama siklus tanaman, tetapi
berfluktuasi antara> 2 dan <50 g N kg − 1 (Gbr. S4a). Konsentrasi NO2- rendah (<0,6 mg kg-
1 tanah kering) dan sejak April dan seterusnya tidak ada NO2- terdeteksi di tanah (Gambar
S4b). Konsentrasi NO3- secara bertahap meningkat sampai bulan Juni dan berfluktuasi tajam
setelahnya dan sedikit atau tidak ada NO3- terdeteksi di tanah antara bulan Agustus dan
Oktober (Gambar S4c). Konsentrasi NH4 +, NO2- dan NO3- tidak dipengaruhi secara
signifikan oleh pengobatan (Tabel 1).
2. Perubahan
struktur komunitas bakteri dari waktu ke waktu Secara keseluruhan 2.078.379
sekuens bakteri diambil dari tanah, yang mewakili 33.618 OTU. Kurva penghalusan
menunjukkan bahwa memasukkan lebih banyak urutan dalam penelitian hanya akan
menghasilkan lebih banyak OTU (Gbr. S5). Cakupan Good (rata-rata dari semua sampel
81%), penduga Chao1, dan indeks keanekaragaman Shannon dan Simpson sangat
dipengaruhi secara signifikan oleh waktu pengambilan sampel (p <.001) dan penduga Chao1
oleh perlakuan (p <.001) ( Gambar S6). Proteobakteri adalah filum bakteri yang paling
melimpah (kelimpahan relatif 34,84 ± 9,99%, rata-rata dari semua hari pengambilan sampel
dan pengobatan), diikuti oleh Actinobacteria (21,55 ± 4,44%) dan Acidobacteria (14,14 ±
3,64%) (Gbr. 3). Beberapa kelompok bakteri menunjukkan variasi yang lebih besar dari
waktu ke waktu, tetapi tidak ada pola yang jelas muncul. Pada perlakuan CTMR, misalnya,
kelimpahan relatif Proteobacteria adalah 2,4 kali lebih besar pada 18-07-2017 (63,95%)
dibandingkan pada hari 7-02-2017.
3. Struktur
komunitas bakteri yang dipengaruhi oleh praktik pertanian Analisis perMANOVA
menunjukkan bahwa perlakuan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap struktur
komunitas bakteri dengan mempertimbangkan semua kelompok bakteri yang ditempatkan
pada tingkat genus (nilai F = 2.66, p <.001) dan OTU (nilai F = 4.20, p <.001), tetapi lebih
kecil dari pengaruh waktu pengambilan sampel (nilai F = 21,99, p <.001 dan F = 7,83 p <.001
masing-masing) (Tabel S2). Pengelolaan lahan dan sisa tanaman memiliki pengaruh yang
sangat signifikan pada komunitas bakteri mengingat semua kelompok bakteri ditetapkan pada
tingkat genus dan OTU, tetapi tidak ketika mempertimbangkan filum bakteri (p ≤ 0,007).
Rotasi tanaman memiliki pengaruh yang sangat signifikan pada struktur komunitas bakteri
mengingat semua OTU (p = 0,008). PCA mempertimbangkan filum bakteri, ordo, 50 genera
paling melimpah, semua kelompok bakteri yang ditetapkan ke tingkat genus, 50 OTU paling
melimpah dan semua OTU tidak secara jelas memisahkan perlakuan yang berbeda satu sama
lain karena perubahan dari waktu ke waktu menutupi perbedaan perlakuan (Gambar S7).
Analisis CAP tidak memisahkan perlakuan yang berbeda pada hari pengambilan sampel yang
berbeda (Data tidak ditampilkan). Selain itu, analisis CAP tidak memisahkan perlakuan yang
berbeda ketika rata-rata kelimpahan relatif dari filum bakteri dan 50 genera paling melimpah
serta karakteristik tanah dan model tidak signifikan (F = 1,71 dan p = 0,177 untuk filum dan
1,43 dan p = .234 untuk genera) (Gbr. S9).
5. Kesimpulan
Curah hujan di El Batán menunjukkan fluktuasi yang besar dan orang Kadar air tanah
sangat bervariasi sepanjang tahun, tetapi kadar air tanah tidak berbeda nyata antar perlakuan.
Mineral N, sebagian besar nitrat, sebagai produk mineralisasi bahan organik tanah dan
pemupukan N juga menunjukkan perubahan besar selama siklus tanaman karena aktivitas
bakteri bervariasi dengan air dan ketersediaan bahan organik dengan mudah. Struktur
komunitas bakteri menunjukkan variasi signifikan yang besar selama siklus tanaman
berkorelasi dengan fluktuasi N mineral dan kadar air. Analisis terbatas dari koordinat utama
dengan mempertimbangkan 50 genera bakteri yang paling melimpah dan karakteristik tanah
mengelompokkan variasi ini dengan mempertimbangkan pada prinsipnya 6 genera, yaitu
Achromobacter, Bacillus, Halomonas, Kaistobacter, Pseudomonas dan Serratia, dan air, C
organik, kandungan nitrit dan nitrat, dan EC .

Proline danAbscisicAcidContent inDroughtedCornPlant Diinokulasi dengan


Azospirillum sp. andArbuscularMycorrhizaeFungi

Tanaman yang mengalami cekaman kekeringan hanya berfungsi sebagai respon


fisiologis berupa penumpukan prolin pada daun. Akumulasi prolin biasanya lebih menonjol
daripada asam amino lainnya pada tanaman dalam kondisi kekeringan. Selama awal stres
kekeringan, kandungan prolin meningkat secara perlahan, namun meningkat drastis setelah
kekeringan parah (Girousse dkk. 1996; Yang & Kao 1999). Yoshiba dkk. ( 1997) melaporkan
bahwa akumulasi prolin lebih tinggi pada tanaman toleran dibandingkan pada tanaman
sensitif. Ini menyiratkan bahwa prolin mampu mendukung tanaman untuk pulih setelah
tekanan air dan selama pengairan kembali (Peng dkk. 1996). Clawson dkk. sel pelindung
stomata berkurang.
Proses ini selanjutnya meningkatkan konsentrasi ion K + dan hasil tekanan turgor
pada pembukaan stomata; karenanya, itu meningkat proses fotosintesis karena peningkatan
CO 2 Pasokan. Dalam banyak kasus, tanaman yang mengalami defisit air merusaknya
jaringan korteks dan akar. Namun, hal ini tidak akan terjadi jika tanaman tersebut memiliki
hubungan simbiosis dengan jamur mikoriza arbuscular (AMF). Hal ini disebabkan volume
tanah di sekitar tanaman dapat dieksplorasi oleh akar dengan AMF kurang lebih 12-15 cm 3
dari tanah (6-15 kali lipat), sedangkan 1-2 cm 3 tanpa AMF (Sieverding 1991). Artinya,
simbiosis antara tanaman dan AMF akan mampu beradaptasi dengan defisit air. Akar
tanaman dengan mikoriza dapat tumbuh secara normal segera setelah musim kemarau. Hal
ini disebabkan hifa FMA masih mampu mengekstraksi air pada tematik air tabel di dalam
tanah, sedangkan akar tanaman tidak bisa. Penyebaran luas hifa AMF yang mengelilingi akar
dapat membantu tanaman menyerap lebih banyak air (Osonubi dkk. 1991). Efek positif lain
dari AMF pada tanaman adalah kemampuannya untuk meningkatkan ketersediaan fosfor
untuk tanaman inang (Sieverding 1991).

Tidak ada sterilisasi yang dilakukan pada tanah ini. Sifat fisik tanah adalah: Kadar air
pada kapasitas lapang dengan pF = 2,54 sebesar 36,76% dan pada titik layu permanen dengan
pF = 4,20 sebesar 4,13%. Sifat fisik tanah lainnya adalah kadar air tersedia, kadar air udara
kering, dan berat kering tanah pada kondisi ruang masing-masing sebesar 32,63%, 11,71%,
dan 10.000 g. Untuk menentukan kondisi tegangan dengan kadar air tersedia 30%, kami
menggunakan rumus sebagai berikut: Kadar air = (30% x kadar air tersedia) + air tanah
konten pada titik mati permanen Rumus ini penting untuk menentukan berat tanah setiap
polybag yang akan digunakan untuk perlakuan kekeringan. Bobot basah tanah untuk setiap
polybag dihitung dengan: Kadar air = Berat basah - Berat kering Berat kering Berdasarkan
studi biologi awal dengan menggunakan metode angka kemungkinan paling besar (MNP),
kami menemukan bahwa populasi adalah Azospirillum sp. berukuran 3,30 x 10 6 sel per 100
g tanah, sedangkan perbanyakan infektif AMF (spora, akar yang dikolonisasi oleh AMF dan
hifa AMF) adalah 6.069 propagul per 100 g tanah. Pada percobaan ini digunakan benih
jagung varietas Bayu yang memiliki daya berkecambah 97%. Inokulum AMF yang
digunakan dalam percobaan adalah Glomus manihotis dalam bentuk propagul infektif.
Inokulum cair dari Azospirillum sp. (Bilangan isolasi Az.7) diberikan dalam kepadatan 10 8
sel / ml. Bahan tanaman, inokulum FMA dan isolatnya.
Percoaan dilakukan di rumah kaca dengan Rancangan Acak Acak Blok dengan dua
faktor yaitu (i) dosis Azospirillum sp. Diberitahukan oleh "A" dengan empat tingkat
pengobatan (0, 0,5, 1,0, dan 1,5 ml Azospirillum sp. dengan konsentrasi 10 8 sel / ml untuk
setiap polybag; dan (ii) takaran AMF yang diberi tanda “M” yang juga mengandung empat
level perlakuan (0, 12,5, 25,0, dan 37,5 g AMF per polybag). Semua perlakuan terdiri dari 16
kombinasi dengan 2 ulangan untuk setiap perlakuan. Untuk mendapatkan beberapa faktor
koreksi bobot segar tanaman ditambahkan 16 polibag tanpa tanaman.
Metode. Sepuluh kg tanah kering diayak dengan saringan tanah 2 mm dan
dimasukkan ke dalam polybag. Untuk memudahkan penyiraman, pada setiap polybag
dipasang sepasang tabung plastik (diameter 0,5 inchi) pada dua tingkat kedalaman yang
berbeda, yaitu 10 dan 15 cm pada sisi polybag yang berbeda.
Untuk pengukuran ini, toluena digunakan sebagai sampel kosong. Kandungan prolin
(ì mol / g) ditentukan dengan menggunakan kurva standar dan dihitung berdasarkan sampel
berat segar (Bates dkk. 1973) sebagai berikut: ìmol prolin / g [(ìg prolin / ml x ml toluene)
/115.5 ìg / ìmol] berat segar = (g sampel) / 5 Kadar ABA diukur dengan metode Elisa Kits
dan ditentukan dengan menggunakan model HPLC 510. AMFColonisasi di Root. Kolonisasi
FMA pada akar dianalisis menggunakan metode pewarnaan asam fuchsin dan akar terjajah
dihitung dengan metode panjang geser (Gerdemann 1975): (jumlah akar terinfeksi / jumlah
total akar yang diamati) x 100%.
Fiksasi nitrogen ditentukan dari sampel akar segar dengan metode aktivitas reduksi
asetilen (ARA) dan dianalisis dengan kromatografi gas. Penghitungan ARA adalah sebagai
berikut: ARA (ì mol g- 1 selai- 1) = X Berat etilenemolekul (EMW) x waktu inkubasi (t) x
akar segar berat (FRW) x Standar Analisis data. Pengaruh masing-masing perlakuan dan
interaksinya terhadap variabel respon dianalisis dengan menggunakan analisis univariat.
Analisis lanjutan dilakukan untuk mengetahui respon spesifik perlakuan menggunakan uji
DMRT pada taraf 5%.

HASIL
Prolin. Interaksi dari Azospirillum dan FMA berpengaruh nyata terhadap kandungan
prolin tanaman jagung yang mengalami cekaman kekeringan (Tabel 1). Efek tunggal
Azospirillum Pemberian inokulasi mampu meningkatkan kandungan prolin daun meskipun
dengan perlakuan dosis lebih rendah (0,50 ml / polybag) dibandingkan dengan tanaman
kontrol (tanpa inokulasi). Respon yang sama terjadi pada perlakuan AMF dengan dosis 12,50
g / polybag. Di sisi lain, jika dosis lebih tinggi Azospirillum diterapkan, tidak ada perbedaan
signifikan yang ditunjukkan pada konten prolin (P = 0,05). Selain itu, pemberian FMA
dengan dosis yang lebih tinggi menyebabkan penurunan kadar prolin. Kombinasi yang
berbeda dari Azospirillum andAMF memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kandungan
prolin dan perbedaan dosis Azospirillum andAMF menunjukkan efek yang tidak konsisten
pada konten prolin. Efeknya cenderung antagonis Azospirillum andAMF. Hal ini terlihat dari
data tentang pengaruh interaksi Azospirillum ( 0,50 ml / polybag) dengan AMF (12,50 dan
25,00 g / polybag) yang tidak berbeda nyata (P = 0,05) dengan tanaman tanpa inokulasi.
Namun, jika dosis AMF ditingkatkan (37,50 g / polybag) konten prolin bahkan menurun.
Dengan cara yang sama, jika AMF dosis rendah dikombinasikan dengan medium (1,00 ml /
polybag) dan dosis tinggi (1,50 ml / polybag) Azospirillum juga tidak berbeda nyata (P =
0,05) dengan kontrol, dan jika dosis ditingkatkan lebih lanjut juga menyebabkan penurunan
kadar prolin. Asam Absisat (ABA). Data ANOVA menunjukkan bahwa inokulasi
Azospirillum andAMF nyata (P = 0,05) mempengaruhi kandungan ABA daun jagung yang
mengalami cekaman kekeringan selama pembungaan dan pengisian benih (Tabel 1). ABA
merupakan hormon yang memiliki peran khusus sebagai sinyal kimiawi ke organ tumbuhan
yang mengalami cekaman kekeringan fisiologis. Tanpa inokulasi keduanya Azospirillum atau
FMA, tanaman yang mengalami cekaman kekeringan memiliki kandungan ABA maksimum
455 ñmol / g berat segar dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Dengan pengobatan
tunggal, inokulasi menggunakan berbagai dosis Azospirillum menurunkan kandunganABA
lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan AMF dengan dosis rendah dan sedang
(masing-masing 12,50 dan 25,00 g / polybagAMF). Kombinasi dari Azospirillum dan AMF
juga menurunkan kandungan ABA dibandingkan dengan tanaman kontrol. Sedangkan
peningkatan Azospirillum Dosis orAMF tidak mempengaruhi konten ABA.
KeimpulanInokulasi Azospirillum sp. dengan dosis tertentu mampu meningkatkan
kandungan prolin jagung yang mengalami cekaman kekeringan selama pembungaan dan
pengisian benih. Fenomena ini mungkin terkait dengan peran Azospirillum yang mampu
mengikat senyawa nitrogen dari udara (Tabel 1), dan akibatnya mempengaruhi akumulasi
kandungan prolin. Proses ini mungkin dapat mendukung tanaman agar lebih mudah
beradaptasi terhadap cekaman kekeringan yang parah ketika ketersediaan air hanya sekitar
30%. Peningkatan kandungan prolin mungkin terkait dengan perkembangan hifa AMF yang
membantu tanaman mengekstraksi air serta nutrisi dari tanah kering. Data ini sesuai dengan
yang dimiliki Ruiz-Lozano dkk. ( 1995)

Anda mungkin juga menyukai