Anda di halaman 1dari 28

PROGRESIVISME

Progresifisme dalam pendidikan Amerika dimulai sebagai reaksi terhadap formalisme dan
verbalisme sekolah tradisional. Asosiasi Pendidikan Progresif, diorganisasikan pada tahun
1919, terdiri dari berbagai anggota dari sekolah swasta eksperimental dan kolase
pendidikan. Banyak peserta awal dalam pendidikan progresif adalah individu yang mencari
pendekatan inovatif dalam bentuk pendidikan yang membebaskan ekspresi/energi anak.
Sementara itu, banyak dari anggota pendidikan progresif berikutnya dikaitkan dengan
filosofi Eksperimentalis John Dewey.

SUMBER PROGRESIVISME
Meskipun Asosiasi Pendidikan Progresif secara resmi didirikan pada awal abad kedua
puluh, pendahulunya telah mengawali ide pendidikan progresif pada Zaman Pencerahan
yaitu abad kedelapan belas. Seperti halnya filosofi Zaman Akal, kaum progresif modern
menekankan konsep kemajuan; yaitu, mereka percaya bahwa manusia mampu
meningkatkan dan menyempurnakan lingkungannya dengan menerapkan kecerdasan
manusia dan metode ilmiah terhadap masalah sehingga dapat meningkatkan derajad
kehidupan pribadi dan sosial. Seperti Rousseau, kaum progresif menolak gagasan
kebobrokan manusia dan percaya bahwa manusia pada dasarnya penuh kebajikan.
Progresivisme juga berakar pada semangat reformasi sosial yang merupakan bagian
dari gerakan progresif awal abad kedua puluh dalam politik Amerika. Sebagai gerakan sosial-
politik, Progresivisme berpendapat bahwa masyarakat dapat dipola ulang dengan alat-alat
politik. Program-program politik Amerika seperti “Kebebasan Baru” Woodrow Wilson,
“Nasionalisme Baru” Theodore Roosevelt, dan “Wisconsin Idea” Robert La Follett bervariasi
sesuai ke-khasaan masing-masing, tetapi memiliki keprihatinan yang sama yakni masyarakat
korporasi yang dimunculkan harus dapat digerakkan untuk berfungsi secara demokratis
dalam rangka mengejar manfaat bagi semua orang Amerika. Para pemimpin dalam politik
progresif mewakili orientasi kelas menengah tentang apa yang pada dasarnya ingin
direformasi, ditandai dengan perubahan bertahap melalui undang-undang dan inovasi sosial
yang damai melalui pendidikan.
Tokoh pendidikan progresif Amerika juga terinspirasi dan terdorong dari tokoh-tokoh
pembaru pendidikan Eropa Barat. Jean Jacques Rousseau, penulis Emile, telah menulis
tentang pendidikan yang berlangsung secara alami dan benar-benar bebas dari paksaan.
Sebagai pemberontak awal terhadap pendidikan tradisional dan sekolah klasik, Rousseau
berpendapat bahwa anak itu secara alami baik dan bahwa belajar paling efektif adalah ketika
mengikuti minat dan kebutuhan anak.
Tokoh-tokoh pendidikan progresif juga merasakan ketertarikan pada karya Johann
Heinrich Pestalozzi, seorang reformis pendidikan Swiss abad ke-19, yang merupakan murid
dari Rousseau, menegaskan bahwa pendidikan harus lebih dari sekadar pembelajaran.
Pendidikan harus merangkul anak secara holistik - emosinya, kecerdasannya, dan tubuhnya.
Pendidikan yang natural, kata Pestalozzi, harus dilakukan dalam lingkungan cinta dan
keamanan emosional. Ini juga harus dimulai dari lingkungan terdekat anak dan melibatkan
operasi indera pada objek yang ditemukan di lingkungan.
Karya Sigmund Freud juga bermanfaat bagi para pendidik progresif. Dalam
memeriksa kasus-kasus histeria, Freud melacak asal-usul penyakit mental hingga anak usia
dini. Orang tua yang otoriter dan lingkungan rumah menyebabkan banyak anak menekan
keinginan mereka. Represi ini, terutama dalam hal dorongan seksual, dapat menyebabkan
perilaku neurotik yang memiliki efek buruk pada anak dan kehidupan dewasanya.
Sementara para reformis pendidikan Eropa memberikan stimulus bagi para pendidik
progresif, John Dewey dan para pengikutnya muncul untuk memberikan pengaruh besar
pada pendidikan progresif. Namun perlu dicatat bahwa tidak semua tokoh-tokoh pendidikan
progresif adalah pengikut Dewey. Pendidikan progresif sebagai gerakan adalah platform
yang nyaman, titik berkumpul sebagai oposisi pendidikan tradisional; bukan gerakan
doktriner. Pendidikan progresif tersebut terinspirasi dari para tokoh pendidik naturalis
Eropa, seperti Rousseau dan Pestalozzi, dari teori psikoanalitik Freudian dan neo-Freudian,
dari aliran reformisme sosial dan politik Amerika, serta dari Pragmatik Instrumentalisme
John Dewey.

Platform Pendidikan Progresif


Sebelum mengomentari reaksi John Dewey terhadap pendidikan progresif sebagai
suatu gerakan, tinjauan singkat tentang sejarah gerakan pendidikan progresif berguna untuk
memahami bagaimana pendidik progresif bekerja. Pendidik tertentu, seperti Flora Cooke,
kepala Sekolah Francis W. Parker di Chicago, dan Carleton Washburne dari Sekolah
Winnetka, pada awal abad kedua puluh mengembangkan metode inovatif yang menekankan
inisiatif anak dalam belajar. Junius L. Meriam dari University of Missouri telah
mengembangkan suatu kurikulum aktivitas di mana merupakan kurikulum yang berkaitan
dengan kehidupan anak yang meliputi kegiatan kunjungan/ tamasya, pekerjaan konstruktif,
observasi, dan diskusi. Marietta Johnson juga mendirikan Sekolah Pendidikan Organik pada
tahun 1907 di Fairhope, Alabama. Teori pendidikan organik Johnson menekankan
kebutuhan, minat, dan aktivitas anak. Perhatian khusus diberikan pada aktivitas kreatif
meliputi menari, membuat sketsa, menggambar, menyanyi, menenun, dan kegiatan
ekspresif lainnya. Instruksi formal dalam membaca, menulis, dan berhitung disediakan
hingga anak itu berusia sembilan atau sepuluh tahun. Metode umum pengajaran adalah
metode diskusi yang mengalir bebas.
Pada musim dingin 1918-1919, sejumlah pendidik progresif bertemu di Washington,
D.C. dan membentuk Progressive Education Association, di bawah kepemimpinan
Standwood Cobb, kepala Sekolah Chevy Chase Country Day. Untuk memberikan kohesi ke
posisi pendidikan progresif, Progressive Education Association menekankan prinsip-prinsip
berikut: (1) Pendidikan progresif harus memberikan kebebasan yang akan mendorong
perkembangan dan pertumbuhan alami anak melalui kegiatan yang memupuk inisiatif,
kreativitas, dan ekspresi diri; (2) Semua instruksi harus dipandu oleh minat anak itu sendiri,
dirangsang oleh kontak dengan dunia nyata; (3) Guru progresif adalah untuk membimbing
pembelajaran anak sebagai direktur kegiatan penelitian, bukan sebagai pelatih atau master
tugas; (4) Prestasi siswa diukur berdasarkan perkembangan mental, fisik, moral, dan sosial;
(5) Harus ada kerja sama yang lebih besar antara guru, sekolah, rumah, dan keluarga dalam
memenuhi kebutuhan anak untuk tumbuh dan berkembang; (6) Sekolah yang benar-benar
progresif harus menjadi laboratorium dalam gagasan dan praktik pendidikan inovatif.
Pada awalnya, Progressive Education Association jelas merupakan gerakan yang
berpusat pada anak yang merupakan reaksi terhadap pendidikan tradisional yang berpusat
pada mata pelajaran. Hal ini menarik bagi jajarannya guru dan orang tua yang terkait dengan
sekolah eksperimental swasta kecil. Pada akhir 1920-an dan 1930-an, Progressive Education
Association memikat para pendidik profesional dari berbagai perguruan tinggi. Banyak dari
pendidik ini yang akrab dengan dan telah terpengaruh oleh filosofi pendidikan
eksperimentalisme John Dewey.

KRITIK DEWEY PENDIDIKAN PROGRESIF


Meskipun gagasan utama eksperimentalisme John Dewey telah sebelumnya dibahas,
posisi pendidikan progresif dapat lebih dipahami dengan mengamati penjelasan Dewey
tentang kritik terhadap gerakan progresivisme yang terkandung dalam buku karya Dewey
“Experience and Education”.
Dewey memperingatkan bahwa kontroversi antara para pendidik tradisional dan
progresif cenderung berubah menjadi pernyataan ataupun posisi. Meskipun lebih bersimpati
pada progresivisme, ia merasa bahwa banyak progresif hanya bereaksi terhadap praktik
sekolah tradisional dan gagal merumuskan filosofi pendidikan yang mampu berfungsi
sebagai rencana operasi pragmatis.
Analisis Dewey tentang sekolah tradisional dan progresif berguna dalam menyoroti
perbedaan antara kedua institusi ini. Sekolah tradisional, katanya, adalah lembaga formal
yang menekankan kurikulum mata pelajaran, yang terdiri dari badan-badan disiplin ilmu
yang diatur secara terpisah, seperti bahasa, sejarah, matematika, dan sains. Kaum
tradisionalis berpendapat bahwa sumber kebijaksanaan terletak di warisan budaya manusia.
Moral, standar, dan perilaku berasal dari tradisi dan tidak terpapar pada persyaratan tes
kontemporer. Guru tradisional menganggap kata tertulis sebagai sumber kebijaksanaan, dan
bergantung pada buku teks sebagai sumber pengetahuan dan bacaan yang didapatkan oleh
siswa. Tradisionalis berusaha untuk mengisolasi sekolah dari kontroversi sosial. Dalam
keyakinan mereka, pembelajaran adalah transmisi dan penguasaan terhadap pengetahuan
yang diwarisi dari masa lalu, kaum tradisionalis mengabaikan kebutuhan dan kepentingan
pembelajar sendiri dan dengan sengaja mengabaikan masalah sosial dan politik yang
mendesak. Produk-produk pendidikan konvensional diharapkan dapat menerima kearifan
tradisional, memiliki kebiasaan dan sikap yang kondusif bagi keselarasan/ harmoni, dan
untuk menghormati dan patuh pada otoritas.
Meskipun Dewey memposisikan pendidikan progresif sebagai antagonisme terhadap
sekolah tradisional, ia takut banyak tokoh progresivisme bereaksi menentangnya. Terlalu
banyak tokoh progresivisme mengabaikan masa lalu dan hanya peduli dengan masa kini.
Dalam oposisi mereka terhadap kepasifan sekolah tradisional, beberapa tokoh progresivisme
datang untuk menekankan segala jenis kegiatan, bahkan kegiatan tanpa tujuan. Banyak
tokoh progresivisme menjadi begitu antagonis terhadap pendidikan yang dipaksakan oleh
orang dewasa pada anak-anak sehingga mereka mulai memenuhi keinginan anak-anak,
banyak di antaranya tidak memiliki tujuan sosial dan intelektual.
Setelah mendesak agar para pendidik progresif menghindari keterikatan dalam
polarisasi posisi pendidikan, atau salah satu, Dewey menguraikan filosofi yang ia yakini cocok
untuk sekolah yang benar-benar progresif. Dalam banyak hal, pesannya menegaskan
kembali premis dasar yang telah disuarakan dalam “Democracy and Education”. Pendidikan
progresif membutuhkan filosofi berdasarkan pengalaman, interaksi orang tersebut dengan
lingkungannya. Seperti halnya suatu filosofi pengalaman yang seharusnya tidak memiliki
tujuan atau sasaran eksternal. Sebaliknya, produk akhir dari pendidikan adalah pertumbuhan
dari pengalaman yang sedang berlangsung yang mengarah ke arah dan kontrol pengalaman
berikutnya.
Pendidikan yang benar-benar progresif tidak boleh mengabaikan masa lalu tetapi
harus menggunakannya sebagai instrumen yang akan memimpin rekonstruksi pengalaman
di masa sekarang dan akan mengarahkan jalannya pengalaman selanjutnya. Bagi Dewey,
pendidikan harus didasarkan pada rangkaian pengalaman berkelanjutan yang menyatukan
masa lalu dan masa kini dan mengarah pada pembentukan masa depan.
Dewey juga memperingatkan bahwa pendidikan progresif tidak boleh terlalu diserap
dalam kegiatan yang salah mengartikan sifat kegiatan. Hanya gerakan tanpa nilai. Kegiatan
harus diarahkan untuk menjadi solusi dari masalah; itu harus bertujuan dan harus
mengandung kemungkinan sosial dan intelektual yang berkontribusi terhadap pertumbuhan
pelajar.
Pendidik yang benar-benar progresif adalah seorang guru yang terampil dalam
menghubungkan kondisi internal pengalaman pembelajar (kebutuhannya, minat, tujuan,
kapasitas, dan keinginan) dengan kondisi objektif dari suatu pengalaman meliputi berbagai
faktor lingkungan antara lain kondisi sejarah, kondisi alam, ekonomi, dan sosiologis.
Di atas segalanya, Dewey menegaskan progresivisme harus membebaskan dirinya
dari romantisme buta dan naif dari sifat anak. Sementara minat dan kebutuhan anak selalu
menjadi poin awal pembelajaran, impuls anak adalah awal dari kecerdasan dan bukan
akhirnya. Dalam situasi yang bermasalah, impuls anak diblokir oleh hambatan yang
menghambat kepuasan dorongan ini. Beberapa impuls mengandung kemungkinan yang
akan mengarah pada pertumbuhan dan perkembangan anak; impuls lain memiliki
konsekuensi yang menghambat pertumbuhan tersebut. Impuls menjadi reflektif dan cerdas
ketika pelajar mampu memperkirakan konsekuensi dari bertindak atasnya. Dengan
mengembangkan "end-in-view", pelajar dapat menduga konsekuensi yang akan dihasilkan
atas tindakannya. Pembentukan tujuan melibatkan estimasi konsekuensi yang telah terjadi
dari bertindak dalam situasi yang sama di masa lalu dan penilaian sementara tentang
kemungkinan konsekuensi dari bertindak atas dorongan dalam situasi saat ini. Pendidikan
progresif harus mendorong penanaman kegiatan yang menitikberatkan pada tujuan, sebuah
kebiasaan reflektif dalam penyelidikan dalam diri pelajar. Ketika ia menyimpulkan
“Experience and Education”, Dewey menulis:
Saya melihat pada akhirnya tentang dua alternatif di mana pendidikan harus memilih
jika tidak mau pendidikan melayang tanpa tujuan. Salah satunya adalah upaya untuk
mendorong pendidik untuk kembali ke metode intelektual dan cita-cita yang muncul
berabad-abad sebelum metode ilmiah dikembangkan. Seruan itu mungkin sementara
berhasil dalam periode ketika ketidakamanan emosional dan intelektual serta ekonomi
sedang marak. Karena dalam kondisi ini keinginan untuk bersandar pada otoritas tetap aktif.
Namun demikian, sangat tidak relevan pilihan tersebut dengan semua kondisi kehidupan
modern saat ini atau mendatang, sehingga saya percaya adalah bodoh untuk mencari
keselamatan ke arah ini. Alternatif lain adalah pemanfaatan sistematis metode ilmiah
sebagai pola dan tujuan dari eksplorasi dan eksploitasi cerdas terhadap kemampuan yang
diturunkan dari pengalaman.

WILLIAM HEARD KILPATRICK DAN METODE PROYEK


Keinginan Dewey tentang pendidikan progresif yang mengembangkan filosofi
pendidikan yang akan menjadi rencana kegiatan yang bertujuan untuk memandu
pengalaman merangsang William Heard Kilpatrick, yang sama-sama seorang Eksperimentalis
dan Progresifis, untuk membangun metodologi pengajaran yang menyatukan kegiatan dan
tujuan. Kilpatrick, yang seorang dosen populer di Teacher College of Colombia University,
mengembangkan metode proyek, yang menjadi ciri pendidikan progresif terbaik bagi banyak
pendidik Amerika.
Diskusi singkat tentang rute Kilpatrick ke pengembangan metode proyek berguna
dalam memahami arus progresivisme di kalangan pendidik Amerika. Kilpatrick lahir pada
tahun 1871 di White Plains, di pedesaan Georgia, putra seorang pendeta Baptis. Ia
menerima pendidikan tradisional. Setelah kuliah di Mercer University, ia mengajar aljabar
dan geometri di sekolah negeri Blakely di negara asalnya.
Sebagai seorang guru matematika, Kilpatrick meresmikan serangkaian reformasi di
kelasnya. Sebagai contoh, ia percaya bahwa praktik yang terkait dengan buku rapor dan nilai
memfokuskan perhatian pada penghargaan ekstrinsik yang tidak terkait dengan konsekuensi
alami dari pembelajaran. Dia menghapuskan praktik penilaian eksternal, yang dia rasa
mendorong egoisme di antara orang-orang yang berprestasi dan menimbulkan rasa rendah
diri pada siswa yang lebih lambat. Dalam menumbuhkan rasa kebebasan di kelasnya, ia
mendorong siswa-siswanya untuk bekerja sama dalam tugas mereka. Di awal karirnya
sebagai guru kelas, Kilpatrick mengungkapkan sikap liberal terhadap disiplin yang nantinya
akan lebih terorganisir secara teoritis dan sistematis dalam metode proyek.
Pada tahun 1907, Kilpatrick pergi ke Teachers Collage, Colombia University, untuk
melanjutkan persiapan profesional dan akademiknya di bidang pendidikan. Di sini ia
bertemu dan menerima orientasi filosofis John Dewey yang pragmatis.
Kemudian, sebagai profesor pendidikan di perguruan tinggi Teachers, Kilpatrick
menjadi penerjemah terkenal Dewey. Tulisan dan ceramahnya, yang memaparkan tema-
tema yang terkait dengan filsafat eksperimentalis dan postur pendidikan progresif, memikat
audiens yang besar dan reseptif. Sebagai seorang dosen berbakat, Kilpatrick mampu
mengklarifikasi banyak konsep teoretis Dewey yang lebih sulit. Namun, dia tidak hanya
penerjemah, tetapi juga mengembangkan filsafat pendidikannya sendiri, yang
mensintesiskan progresivisme dan eksperimentalisme ke dalam apa yang kemudian disebut
sebagai tindakan yang bertujuan, atau metode proyek. Karena kelasnya diikuti oleh begitu
banyak guru, Kilpatrick datang untuk memberikan pengaruh besar pada teori dan praktik
pendidikan Amerika.
Metode proyek pendidikan Kilpatrick harus ditafsirkan dalam hal penolakannya
terhadap ketergantungan pendidikan tradisional pada program pembelajaran yang berpusat
pada buku. Meskipun ia bukan anti-intelektual, Kilpatrick menegaskan bahwa buku bukanlah
pengganti untuk belajar melalui hidup. Yang paling merusak dari pembukuan adalah
ditemukan dalam dominasi buku pelajaran praktik sekolah konvensional. Terlalu sering guru
hanya mengandalkan informasi yang terkandung dalam buku pelajaran yang sering disusun
secara mekanis, pengalaman tangan kedua. Siswa yang berhasil dalam situasi sekolah
tradisional sering kali adalah orang yang cenderung kutu buku dan berhasil menghafal tetapi
tidak selalu memahami isi yang ia baca. Karena penekanannya pada pembukuan dan
menghafal, sekolah konvensional merosot menjadi seperangkat rutinitas mekanis yang
dihabiskan di mana para guru memberikan pelajaran dari buku teks, melatih siswa-siswa
mereka pada tugas-tugas, pembacaan ahli waris dari tanggapan yang dihafal, dan
mengevaluasi mereka berdasarkan kepatuhan mereka pada formula buku teks yang telah
dicerna. Sekolah seperti itu berbahaya, dalam pandangan Kilpatrick, karena gagal
mendorong kreativitas individu, ia berkontribusi pada kebosanan, dan tanpa tujuan sosial
kooperatif.
Berbeda dengan otoriterisme dan sifat hafalan dari pendidikan tradisional yang
berpusat pada buku, Kilpatrick merancang metode proyek, yang dirancang untuk
menguraikan progresivisme yang konstruktif di sepanjang jalur eksperimentalis. Dalam
metode proyek, siswa didorong untuk memilih, merencanakan, mengarahkan, dan
melaksanakan pekerjaan mereka dalam kegiatan atau proyek, yang dapat memunculkan
upaya yang bertujuan dari diri siswa tersebut. Dalam perumusan teoretisnya, proyek ini
merupakan cara penyelesaian masalah. Siswa, baik sebagai individu atau dalam kelompok,
akan mendefinisikan masalah yang muncul dalam pengalaman mereka sendiri. Upaya
pembelajaran akan berpusat pada tugas bahwa keberhasilan akan datang dengan
penyelesaian masalah dan pengujian solusi dengan bertindak atasnya. Tindakan yang
dihasilkan dari perencanaan yang disengaja akan memenuhi tes pragmatis dan akan dinilai
oleh konsekuensi yang dihasilkannya.
Kilpatrick merekomendasikan agar kurikulum sekolah diselenggarakan dalam empat
kelas utama proyek: (1) Proyek kreatif atau konstruksi melibatkan konkretisasi rencana
teoritis dalam bentuk eksternal. Sebagai contoh, para siswa mungkin memutuskan untuk
menulis dan mempersembahkan sebuah drama. Mereka akan menulis naskah, menugaskan
peran, dan benar-benar menyajikan lakon. Atau proyek kreatif mungkin sebenarnya
melibatkan desain rancangan perpustakaan. Tes akan datang dalam pembangunan
perpustakaan dari rencana yang dirancang oleh para siswa. (2) Proyek apresiasi atau
menikmati dirancang untuk berkontribusi pada pengembangan pengalaman estetika.
Membaca novel, menonton film, atau mendengarkan simfoni adalah contoh proyek yang
akan mengarah pada apresiasi dan menikmati estetika. (3) Proyek masalah adalah proyek di
mana siswa akan terlibat dalam penyelesaian kesulitan intelektual. Masalah-masalah seperti
resolusi diskriminasi rasial, peningkatan kualitas lingkungan, atau pengaturan fasilitas
rekreasi adalah masalah sosial yang membutuhkan penyelidikan intelektual yang disiplin. (4)
Proyek pembelajaran khusus melibatkan keterampilan atau bidang pengetahuan khusus.
Belajar mengetik, berenang, menari, membaca, atau menulis adalah contoh dari akuasisi
keterampilan tertentu.
Metode proyek Kilpatrick harus ditafsirkan dalam bentuk konsekuensi sosial
sebagaimana metode proyek juga menekankan pada tujuan pendidikan yang ketat. Yang
pasti, metode proyek memiliki tujuan pendidikan, seperti peningkatan kompetensi kreatif,
konstruktif, apresiatif, intelektual, dan keterampilan. Namun, perolehan kompetensi ini
hanya bagian dari rencana Kilpatrick untuk reformasi pendidikan. Kilpatrick percaya, seperti
yang dilakukan Dewey, bahwa pendidikan sebagai kegiatan sosial adalah produk dari
pergaulan dan saling berbagi oleh manusia itu sendiri. Dalam masyarakat bebas, metode
demokratis diskusi damai, debat, keputusan, dan tindakan tergantung pada kemauan
individu untuk menggunakan metode penyelidikan terbuka dan tanpa paksaan. Kilpatrick
percaya bahwa metode proyek cocok untuk kerja kelompok, di mana siswa dapat bersama-
sama mengejar masalah umum dan berbagi dalam penyelidikan asosiatif sebagai esensi dari
proses demokrasi. Bahkan lebih penting daripada memperoleh keterampilan khusus, siswa
harus memperoleh disposisi yang sesuai dengan kehidupan dalam masyarakat yang
demokratis.
Produk yang diimpikan Kilpatrick sebagai hasil program pendidikan berdasarkan
aktivitas adalah pria atau wanita yang demokratis. Orang seperti itu akan memiliki sikap
eksperimental dan akan bersedia untuk menguji tradisi, nilai, dan kepercayaan yang
diwariskan. Melalui saling berbagi dan memecahkan masalah dalam metode proyek, siswa
akan belajar untuk menggunakan metode diskusi terbuka yang demokratis, pertimbangan
matang, pengambilan keputusan yang menghormati hak-hak mayoritas dan minoritas, dan
tindakan yang menghasilkan perubahan sosial yang damai. Model warga demokratis
Kilpatrick sangat mirip dengan yang dibayangkan oleh kaum progresif kelas menengah dalam
bidang politik dan pendidikan. Dia akan menggunakan metodologi yang demokratis dan
berharap lawan-lawannya menggunakan prosedur yang sama. Sebagai orang yang
merekonstruksi, pria dan wanita yang berpendidikan progresif akan mengakui bahwa
institusi sosial adalah ciptaan kecerdasan manusia dan dapat secara berkala direnovasi
ketika dibutuhkan. Warga negara yang demokratis akan terbuka untuk penggunaan metode
ilmiah dan akan mengabaikan absolut teologis, metafisik, politik, dan ekonomi sebagai
hambatan dogmatis yang menghalangi penyelidikan manusia ke dalam kondisi kehidupan. Di
atas semua itu, Kilpatrick ingin mendidik individu-individu yang berbagi dalam kerangka kerja
umum nilai-nilai demokrasi. Laki-laki dan perempuan seperti itu akan menjadi peserta yang
sepenuh hati dan bersedia dalam komunitas demokratis.

GURU PROGRESIF
Pendidikan progresif membutuhkan guru yang lebih beragam dari sisi temperamen,
pelatihan, dan teknik daripada kualifikasi guru di sekolah tradisional. Meskipun guru
progresif perlu memiliki dasar yang kuat dalam isi dan metode penyelidikan yang terkait
dengan disiplin akademis seperti sejarah, sains, matematika, dan bahasa; pengajaran di kelas
progresif membutuhkan lebih dari sekadar presentasi materi pelajaran yang kronologis atau
sistematis. Berbagai disiplin ilmu yang dipelajari. Metode proyek Kilpatrick dan pendekatan
progresif umum bersifat interdisipliner. Masalah tidak secara khusus terletak dalam
kerangka berbagai disiplin ilmu, tetapi sebaliknya memotong dan meminjam dari beberapa
disiplin ilmu.
Karena kelas progresif berorientasi pada kegiatan yang bertujuan, guru progresif
perlu tahu bagaimana merangsang siswa sehingga memulai, merencanakan, dan
melanjutkan proyek mereka. Karena pola dasar pembelajaran dipusatkan pada kelompok
yang berpartisipasi, guru progresif perlu tahu cara menggunakan proses kelompok.
Mungkin hal yang paling sulit bagi guru adalah untuk dapat bertindak sebagai
panduan pusat pembelajaran. Guru yang terampil, dalam konteks progresif, bukanlah orang
yang mendominasi ruang kelas sebagai titik fokusnya. Sebaliknya, guru yang progresif
menjadikan kepentingan pembelajar saat itu menjadi pusat. Guru adalah panduan yang
tepat untuk mendiskusikan, merencanakan, dan melaksanakan pembelajaran.

KESIMPULAN
Pendidikan progresif merupakan gerakan tertentu dalam kerangka pendidikan
Amerika yang luas dan juga suatu sikap yang menuntut pembebasan anak dari ikatan tradisi
yang menekankan pembelajaran hafalan, pelafalan pelajaran, dan otoritas buku teks.
Bertentangan dengan disiplin subjek-materi konvensional dari kurikulum tradisional, kaum
progresif berupaya mengembangkan mode alternatif organisasi kurikuler. Mereka
bereksperimen dengan beragam alternatif tetapi terkait seperti kegiatan, pengalaman,
pemecahan masalah, dan metode proyek. Pendidikan progresif telah meninggalkan warisan
yang berkelanjutan dalam pola umum pendidikan Amerika yang ditandai dengan: (1) fokus
pada anak sebagai pembelajar daripada pada subjek; (2) penekanan pada kegiatan dan
pengalaman daripada ketergantungan eksklusif pada keterampilan dan pengetahuan verbal
dan sastra; dan (3) dorongan kegiatan pembelajaran kelompok kooperatif daripada
pembelajaran pelajaran individual yang kompetitif. Dalam arahan sosialnya yang luas,
progresivisme dalam pendidikan mendorong penggunaan prosedur demokratis yang
mempengaruhi reformasi komunitas dan masyarakat. Ini juga memupuk relativisme budaya
yang dinilai kritis dan seringkali menolak kepercayaan dan nilai-nilai tradisional.

PILIHAN
William Heard Kilpatrick
William Heard Kilpatrick (1871-1965) lahir di kota pertanian kecil White Plains,
Georgia. Kilpatrick pertama kali bertemu John Dewey pada tahun 1898, ketika menghadiri
sesi musim panas di University of Chicago. Di Kolombia, Kilpatrick menjadi murid Dewey
yang rajin dan berusaha menerjemahkan eksperimentalisme menjadi metode pendidikan.
Seorang profesor populer di Teachers Collage, Kilpatrick menarik ribuan guru kelas dan
administrator sekolah ke kuliahnya tentang filsafat pendidikan. Dihitung di antara jajaran
pendidik progresif, Kilpatrick mengembangkan metode pengajaran proyek, yang terkait
dengan kurikulum kegiatan.
Buku-buku Kilpatrick termasuk: Taman Kanak-kanak Froebel, Prinsip-Prinsip Yang
Diperiksa Secara Kritis (1916), Yayasan Metode (1925), Pendidikan untuk Peradaban yang
Berubah (1926), Pendidikan dan Krisis Sosial (1932), Education Frontier (1933), Pendidikan
Kelompok untuk Demokrasi (1940), dan Filsafat Pendidikan (1951).
Sepanjang karirnya yang panjang, William Heard Kilpatrick dengan cakap membela
pendidikan progresif. Metode proyeknya dan teori pendukungnya adalah sintesis dari filsafat
pragmatis dan praktik progresif. Dalam pilihan berikut, Kilpatrick menjelaskan metode
proyek.

Metode Proyek
Kata 'proyek' mungkin merupakan kedatangan terbaru untuk mengetuk masuk di
pintu pendidikan terminologi. Haruskah kita mengakui orang asing itu? Tidak bijaksana
sampai dua pertanyaan pendahuluan pertama kali dijawab dalam afirmatif: Pertama, apakah
ada di belakang istilah yang diusulkan dan bahkan sekarang menunggu untuk dibaptis
gagasan atau konsep yang valid yang berjanji untuk memberikan layanan yang cukup besar
dalam pemikiran pendidikan? Kedua, jika kita mengabulkan hal tersebut di atas, apakah
istilah 'proyek' sesuai dengan konsep menunggu? Karena pertanyaan mengenai konsep dan
nilainya jauh lebih signifikan daripada masalah nama, diskusi ini akan membahas hampir
secara eksklusif dengan pertanyaan pertama dari dua pertanyaan. Memang sangat mungkin
bahwa beberapa istilah lain, sebagai 'tindakan yang bertujuan,' misalnya, akan menarik
perhatian ke elemen yang lebih penting dalam konsep, dan, jika demikian, dapat
membuktikan superior sebagai istilah untuk kata 'proyek.' Di pada awalnya mungkin
bijaksana untuk memperingatkan pembaca agar tidak mengharapkan banyak hal baru dalam
ide yang ada di sini. Metafora pembaptisan tidak dianggap terlalu serius; konsep yang harus
dipertimbangkan sebenarnya bukan baru lahir. Tidak sedikit pembaca akan kecewa karena
bagaimanapun sedikit yang baru hadir.
Sedikit pribadi mungkin dapat berfungsi untuk memperkenalkan diskusi yang lebih
formal. Dalam menyerang dengan kelas berturut-turut dalam teori pendidikan masalah
metode, saya merasa semakin perlu menyatukan lebih lengkap sejumlah aspek terkait
penting dari proses pendidikan. Saya mulai berharap untuk konsep seseorang yang mungkin
melayani tujuan ini. Konsep seperti itu, jika ditemukan, harus, jadi saya pikir, menekankan
faktor tindakan, lebih disukai aktivitas yang bersemangat sepenuh hati. Pada saat yang sama
harus menyediakan tempat untuk pemanfaatan yang memadai dari hukum pembelajaran,
dan tidak kurang untuk elemen-elemen penting dari kualitas etika perilaku. Yang disebut
terakhir tentu saja berkaitan dengan situasi sosial dan juga sikap individu. Seiring dengan ini
harus pergi, seperti yang tampak, generalisasi penting bahwa pendidikan adalah hidup-
begitu mudah untuk dikatakan dan begitu sulit untuk dibatasi. Bisakah sekarang semua ini
direnungkan di bawah satu gagasan yang bisa diterapkan? Jika ya, untung besar. Secara
proporsional konsep penyatuan seperti itu dapat ditemukan dalam proporsi yang sama,
apakah pekerjaan menyajikan teori pendidikan akan difasilitasi; dalam proporsi yang serupa
haruslah penyebaran cepat dari praktik yang lebih baik.
Tetapi bisakah ide penyatuan ini ditemukan? Inilah sebenarnya masalah lama dari
organisasi logis yang efektif. Seluruh pandangan filosofis saya membuat saya curiga terhadap
apa yang disebut 'prinsip-prinsip mendasar'. Apakah ada cara lain untuk mencapai
persatuan? Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa saya menanyakan pertanyaan-
pertanyaan ini, baik dengan kata-kata ini atau dengan yang lain ini. Sebaliknya, ini adalah
pemesanan retrospektif dari hasil yang lebih penting. Karena penyatuan yang diinginkan
terletak secara khusus dalam bidang metode, mungkin tidak beberapa unit prosedur konkret
memasok kebutuhan-beberapa unit perilaku yang seharusnya, seolah-olah, sampel
kehidupan, sampel yang adil dari kehidupan yang layak dan akibatnya pendidikan? Ketika
pertanyaan-pertanyaan ini muncul dengan lebih pasti, semakin banyak kepercayaan yang
dikuatkan di banyak pihak - bahwa gagasan pemersatu yang saya cari dapat ditemukan
dalam konsepsi kegiatan yang bertujuan sepenuh hati yang berjalan dalam lingkungan sosial,
atau lebih singkat lagi, di unit ini. elemen dari aktivitas semacam itu, tindakan penuh tujuan
yang tulus.
Terhadap tindakan yang bertujuan ini dengan penekanan pada tujuan kata itulah
saya sendiri menerapkan istilah 'proyek.' Saya tidak membalikkan istilah itu dan juga tidak
memulainya pada karir pendidikannya. Memang, saya tidak tahu sudah berapa lama ini
digunakan. Namun, saya secara sadar menyesuaikan kata untuk menunjuk unit khas
kehidupan yang layak yang dijelaskan di atas. Orang lain yang menggunakan istilah itu bagi
saya tampaknya menggunakannya dalam arti mekanis dan parsial atau bermaksud secara
umum apa yang saya coba definisikan lebih tepatnya. Tujuan artikel ini adalah untuk
mencoba mengklarifikasi konsep yang mendasari istilah tersebut dan juga untuk
mengalihkan klaim konsep ke suatu tempat dalam pemikiran pendidikan kita. Terminologi
aktual yang digunakan untuk menentukan konsep adalah, seperti yang dikatakan
sebelumnya, dalam benak saya masalah yang relatif kecil. Namun, jika kita menganggap
suatu proyek sebagai proyek, sesuatu yang diproyeksikan, alasan penerapannya mungkin
lebih baik muncul.
Menunda sedikit lebih jauh presentasi yang lebih sistematis tentang masalah ini, mari
kita dari beberapa contoh khas melihat dengan lebih konkret apa yang dimaksud dalam
istilah proyek atau tindakan yang sungguh-sungguh bertujuan? Misalkan seorang gadis
membuat gaun. Jika melihat memang dengan tujuan yang tulus untuk membuat gaun itu,
jika dia merencanakannya, jika dia membuat dirinya sendiri, maka saya harus mengatakan
contohnya adalah proyek tipikal. Kami memiliki tindakan bertujuan sepenuh hati yang
dilakukan di tengah lingkungan sosial. Jelas bahwa penjahitan itu bertujuan; tujuan yang
pernah dibentuk mendominasi setiap langkah yang berhasil dalam proses dan memberikan
kesatuan bagi keseluruhan. Bahwa gadis itu sepenuh hati dalam pekerjaan terjamin dalam
ilustrasi. Bahwa kegiatan berjalan dalam lingkungan sosial adalah jelas; gadis-gadis lain
setidaknya melihat gaun itu. Sebagai contoh lain, anggaplah seorang anak laki-laki berusaha
untuk mengeluarkan koran sekolah. Jika dia sungguh-sungguh tentang hal itu, kita lagi
memiliki tujuan yang efektif menjadi inti dari proyek. Jadi kita dapat contoh seorang murid
menulis makalah (jika tujuan yang sungguh-sungguh hadir), seorang anak yang
mendengarkan menyerap ke sebuah cerita, Newton menjelaskan gerakan bulan pada
prinsip-prinsip dinamika terestrial, Demosthenes mencoba untuk membangkitkan orang-
orang Yunani melawan Philip, Da Vinci melukis Perjamuan Terakhir, saya menulis artikel ini,
seorang anak laki-laki yang memecahkan dengan tujuan merasa 'asli' dalam geometri.
Semua yang disebutkan di atas adalah tindakan yang bertujuan individu, tetapi ini bukan
untuk mengesampingkan proyek kelompok: kelas menyajikan permainan, sekelompok anak
laki-laki mengatur bola-sembilan, tiga siswa bersiap untuk membaca sebuah cerita kepada
rekan-rekan mereka. Jelas bahwa memproyeksikan hadir saya setiap variasi yang tujuan
hadir dalam hidup. Juga jelas bahwa deskripsi belaka dari fakta-fakta yang bisa diamati
secara lahiriah mungkin tidak mengungkapkan faktor esensial, yaitu adanya tujuan yang
mendominasi. Adalah sama benarnya bahwa dapat ada setiap tingkat perkiraan untuk
proyek penuh sesuai dengan tujuan menjiwai bervariasi kejelasan dan kekuatan. Jika kita
memahami kegiatan sebagai mulai dari skala dari yang dilakukan di bawah paksaan
mengerikan hingga yang membuat seseorang menaruh 'sepenuh hati,' argumen di sini
membuat pembatasan istilah 'proyek' atau tindakan yang disengaja untuk bagian atas skala.
Garis pemisah yang tepat sulit untuk digambarkan, dan menghasilkan memang penting
untuk anggapan bahwa nilai psikologis meningkat dengan tingkat perkiraan untuk "sepenuh
hati." Adapun elemen lingkungan sosial, beberapa orang mungkin merasa bahwa, betapapun
pentingnya ini adalah untuk sepenuhnya pengalaman edukatif, masih belum esensial untuk
konsepsi tindakan yang disengaja seperti yang disajikan di sini. Karena itu, mereka mungkin
ingin mengabaikan unsur ini dari diskusi yang menentukan. Terhadap hal ini saya tidak boleh
berkeberatan jika dipahami dengan jelas bahwa konsep yang dihasilkan - sekarang pada
dasarnya bersifat psikologis - secara umum, menuntut situasi sosial baik untuk kerja
praktisnya maupun untuk penilaian komparatif dari proyek yang disodorkan.
Dengan pengantar umum ini, kita dapat, pertama-tama, mengatakan bahwa tindakan
yang bertujuan adalah unit tipikal dari kehidupan yang layak. Bukan berarti semua tujuan itu
baik, tetapi kehidupan yang layak terdiri dari kegiatan yang bertujuan dan bukan sekadar
melayang. Kami mencibir orang yang secara pasif menerima apa yang ditakdirkan oleh nasib
atau perubahan lainnya. Kami mengagumi orang yang menguasai nasibnya, yang dengan
sengaja mempertimbangkan situasi total membentuk tujuan yang jelas dan bereaksi jauh,
yang merencanakan dan melaksanakan dengan hati-hati tujuan yang telah dibentuk.
Seorang pria yang terbiasa mengatur hidupnya dengan mengacu pada tujuan sosial yang
layak bertemu sekaligus tuntutan untuk efisiensi praktis dan tanggung jawab moral. Orang
seperti itu menghadirkan cita-cita kewarganegaraan yang demokratis. Juga benar bahwa
tindakan yang disengaja bukanlah unit kehidupan bagi budak atau budak. Orang-orang
malang yang malang ini harus demi kepentingan sistem overmastern yang dibiasakan untuk
bertindak dengan seminimal mungkin dari tujuan mereka sendiri dan dengan penerimaan
yang maksimum terhadap tujuan orang lain. Dalam hal-hal penting mereka hanya mengikuti
rencana yang diberikan kepada mereka dari atas, dan melaksanakannya sesuai dengan
arahan yang ditentukan. Bagi mereka yang lain memikul tanggung jawab dan atas hasil kerja
mereka yang lain mengadili. Tidak ada rencana seperti yang dianjurkan di sini akan
menghasilkan jenis kepatuhan yang diperlukan untuk nasib mereka yang tanpa harapan.
Tetapi ini adalah demokrasi yang kita renungkan dan yang kita perhatikan di sini.
Karena tindakan yang disengaja adalah unit khas dari kehidupan yang layak dalam
masyarakat yang demokratis, maka saya harus membuat unit prosedur sekolah yang khas.
Kita orang Amerika selama bertahun-tahun semakin menginginkan agar pendidikan dianggap
sebagai kehidupan itu sendiri dan bukan sebagai persiapan semata untuk kehidupan
selanjutnya. Konsepsi di hadapan kita menjanjikan langkah pasti menuju pencapaian tujuan
ini. Jika tindakan yang disengaja dalam kenyataannya merupakan unit tipikal dari kehidupan
yang layak, maka berarti bahwa mendasarkan pendidikan pada tindakan yang bertujuan
adalah mengidentifikasi proses pendidikan dengan kehidupan yang layak itu sendiri.
Keduanya menjadi sama. Semua argumen untuk menempatkan pendidikan berdasarkan
kehidupan tampaknya, bagi saya bagaimanapun, setuju dalam mendukung tesis ini. Pada
pendidikan dasar ini telah menjadi kehidupan. Dan jika tindakan yang disengaja membuat
kehidupan pendidikan itu sendiri, dapatkah kita bernalar lebih dahulu berharap menemukan
persiapan yang lebih baik untuk kehidupan selanjutnya daripada praktik dalam menjalani
kehidupan sekarang? Kita telah mendengar tentang yang lama bahwa “kita belajar untuk
melakukan dengan melakukan,” dan banyak hikmat berada dalam perkataan. Jika kehidupan
yang layak di hari yang akan datang terdiri dari tindakan-tindakan bertujuan yang dipilih
dengan baik, persiapan apa untuk waktu itu yang bisa menjanjikan lebih dari praktik
sekarang, di bawah bimbingan yang membeda-bedakan, dalam membentuk dan
melaksanakan tujuan-tujuan yang layak? Untuk tujuan ini anak harus memiliki dalam batas
yang agak besar peluang untuk tujuan. Untuk masalah tindakannya, ia harus — dalam batas
tertentu — dimintai pertanggungjawaban. Agar anak dapat berkembang dengan baik, situasi
total - semua faktor kehidupan, termasuk berbicara dengan teman, jika perlu melalui guru,
harus jelas penilaian selektifnya atas apa yang dia lakukan, menyetujui yang lebih baik,
menolak yang buruk. Dalam arti sebenarnya, seluruh diskusi yang tersisa hanyalah untuk
mendukung pertengkaran di sini yang mengemukakan di muka bahwa pendidikan
berdasarkan tindakan yang disengaja mempersiapkan yang terbaik untuk kehidupan
sementara pada saat yang sama ia membentuk kehidupan yang layak saat itu sendiri.
Alasan yang lebih eksplisit untuk membuat tindakan yang disengaja unit instruksi
khas ditemukan dalam pemanfaatan hukum pembelajaran yang diberikan rencana ini. Saya
mengasumsikan bahwa tidak perlu di majalah ini untuk membenarkan atau bahkan
menjelaskan panjang lebar undang-undang ini. Tindakan apa pun terdiri dari respons
terhadap situasi yang ada. Respon itu dan bukan yang lain mengikuti situasi yang diberikan
karena ada dalam sistem saraf ikatan atau koneksi bergabung dengan stimulus situasi itu
dengan respons itu. Beberapa ikatan seperti itu datang bersama kita ke dunia, seperti,
misalnya, bayi menangis (merespons) ketika dia sangat lapar (situasi bertindak sebagai
stimulus). Ikatan lain diperoleh, seperti ketika anak kemudian meminta kata-kata untuk
makanan ketika dia lapar. Proses memperoleh atau mengubah ikatan yang kita sebut
pembelajaran. Pernyataan hati-hati dari kondisi di mana obligasi dibangun atau diubah
adalah hukum pembelajaran. Ikatan tidak selalu sama siap untuk bertindak: ketika saya
marah, ikatan yang ada hubungannya dengan tersenyum jelas belum siap; ikatan lain yang
mengendalikan perilaku buruk sudah cukup siap. Ketika sebuah ikatan siap untuk bertindak,
bertindak memberikan kepuasan dan tidak bertindak memberikan gangguan. Ketika ikatan
tidak siap untuk bertindak, bertindak memberikan gangguan dan tidak bertindak
memberikan kepuasan. Kedua pernyataan ini merupakan Hukum Kesiapan. Hukum yang
paling memprihatinkan kita dalam diskusi ini adalah Efek: ketika ikatan yang dapat
dimodifikasi bertindak, itu diperkuat atau dilemahkan sesuai dengan hasil kepuasan atau
gangguan. Psikologi biasa pengamatan umum belum begitu sadar akan dua hukum ini
seperti halnya hukum ketiga, yaitu Latihan; tetapi untuk tujuan kita sekarang, pengulangan
hanya berarti penerapan berkelanjutan dari hukum Pengaruh. Masih ada undang-undang
lain yang diperlukan untuk penjelasan lengkap tentang fakta-fakta pembelajaran. Ruang
kami yang tersedia memungkinkan hanya satu lagi, yaitu 'set' atau sikap, yang lain harus
kami asumsikan tanpa referensi eksplisit. Ketika seseorang sangat marah, ia kadang-kadang
bahasa sehari-hari dikatakan "gila seluruh." Ungkapan seperti itu menyiratkan bahwa banyak
ikatan siap untuk bertindak bersama untuk mencapai tujuan, dalam hal ini, akhir mengatasi
atau melakukan kerusakan pada proyek kemarahan. Dalam kondisi seperti itu ada (a) stok
energi yang tersedia dan saat bekerja untuk mencapai tujuan akhir, (b) keadaan kesiapan
dalam ikatan yang berkaitan dengan aktivitas yang dihadapi, dan (c) ketidaksiapan korelatif
pada pihak ikatan yang mungkin menggagalkan pencapaian yang dimaksud dengan
'himpunan.' Pembaca diminta untuk mencatat (a) bagaimana 'himpunan' menuju tujuan
berarti kesiapan dan tindakan ikatan terkait dengan mengacu pada tujuan itu, (b) bagaimana
hal ini end mendefinisikan kesuksesan, (c) bagaimana kesiapan berarti kepuasan ketika
kesuksesan tercapai, dan (d) bagaimana kepuasan memperkuat ikatan yang tindakannya
membawa kesuksesan. Fakta-fakta ini sangat sesuai dengan generalisasi bahwa kekuatan
mental dan kapasitas manusia muncul sehubungan dengan pencapaian berkelanjutan dari
tujuan yang dituntut oleh kehidupan organisme. Kapasitas untuk ‘set’ berarti dalam kasus
man kapasitas untuk tindakan yang ditentukan dan arahan. Tindakan seperti itu berarti bagi
diskusi kita tidak hanya bahwa keberhasilan (obyektif) lebih mungkin terjadi, tetapi bahwa
pembelajaran yang lebih baik terjadi. Ikatan yang tindakannya membawa kesuksesan adalah
dengan kepuasan yang dihasilkan lebih pasti tetap, baik sebagai ikatan yang berbeda
dipertimbangkan secara terpisah dan sebagai sistem ikatan yang bekerja bersama di bawah
'set.' Perangkat, kesiapan, tindakan yang ditentukan, kesuksesan, kepuasan, dan
pembelajaran secara inheren terhubung.
Lalu bagaimana tindakan yang disengaja memanfaatkan hukum-hukum
pembelajaran? Seorang anak laki-laki berniat membuat layang-layang yang akan terbang.
Sejauh ini dia belum berhasil. Tujuannya jelas. Tujuan ini hanyalah ‘set’ yang secara sadar
dan sadar membungkuk pada ujungnya. Sebagaimana ditetapkan tujuannya adalah
dorongan batin yang membawa anak itu dalam menghadapi rintangan dan kesulitan. Ini
membawa 'kesiapan' ke sumber daya pengetahuan dan pikiran yang bersangkutan. Mata
dan tangan dibuat waspada. Tujuan bertindak sebagai tujuan memandu pemikiran anak laki-
laki itu, mengarahkan pemeriksaannya atas rencana dan materi, memunculkan dari dalam
saran yang sesuai, dan menguji beberapa saran ini dengan keterkaitan mereka dengan akhir
mereka dalam pandangan. Tujuan dalam hal itu merenungkan tujuan tertentu
mendefinisikan kesuksesan: layang-layang harus terbang atau ia telah gagal. Pencapaian
sukses yang progresif dengan mengacu pada tujuan bawahan membawa kepuasan pada
tahap penyelesaian yang berurutan. Kepuasan secara terperinci dan sehubungan dengan
keseluruhan dengan bekerja otomatis dari hukum kedua belajar (Efek) memperbaiki
beberapa ikatan yang oleh keberhasilan mereka berturut-turut membawa layang-layang
yang akhirnya berhasil. Dengan demikian, tujuan memasok kekuatan motif, menyediakan
sumber daya batin, memandu proses sampai pada tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya, dan dengan keberhasilan yang memuaskan ini memperbaiki dalam benak dan
karakter anak laki-laki langkah-langkah sukses sebagai bagian tak terpisahkan dari satu
keseluruhan. Tindakan yang bertujuan memang memanfaatkan hukum pembelajaran.
Tetapi akun ini belum menguras pengaruh tujuan pada hasil belajar. Anggaplah
sebagai kasus ekstrem, dua bocah lelaki membuat layang-layang, yang satu dengan tujuan
yang sepenuh hati, seperti yang baru saja kami jelaskan, yang lain di bawah tekanan
terdesak sebagai tugas yang paling tidak disukai. Demi kesederhanaan, anggaplah yang
terakhir di bawah arahan yang dipaksakan membuat layang-layang identik dengan yang lain.
Sebut gerakan yang identik dalam dua kasus tersebut sebagai respons 'utama' dalam
pembuatan layang-layang. Ini memberikan jenis respons yang dapat dan biasanya kita
lakukan sebagai tugas-minimum eksternal yang tidak dapat direduksi untuk masalah yang
dihadapi. Atas hal itu kita dapat bersikeras, bahkan sampai pada titik hukuman jika kita
memutuskan demikian. Ikuti bukan pemikiran dua anak laki-laki saat mereka membuat
layang-layang. Selain pemikiran yang harus terlibat dalam respons 'primer', pemikiran lain,
sedikit atau banyak, akan datang; beberapa mungkin dari bahan atau proses yang terlibat,
penumbrae seperti tanggapan utama; yang lain lebih pribadi atau dengan memberikan
komentar atas proses tersebut. Penumbrae utama yang dapat kita sebut 'aksesori' atau
respons pelengkap; yang lain, 'bersama' atau produk sampingan dari aktivitas.
Terminologinya tidak sepenuhnya bahagia, dan garis-garis pembagian yang tepat tidak
mudah untuk digambarkan; tetapi perbedaan mungkin dapat membantu kita untuk melihat
fungsi tujuan lebih lanjut.
Adapun tanggapan utama kita perlu melakukan sedikit lebih banyak daripada
mengingat diskusi dari paragraf segera sebelumnya. Faktor 'set' mengkondisikan proses
pembelajaran. Satu set kuat bertindak melalui kepuasan yang menghadiri perbaikan cepat
dan kuat ikatan yang membawa kesuksesan. Namun, dalam kasus pemaksaan, keadaan yang
berbeda berlaku. Pada dasarnya ada dua set yang beroperasi: satu set yang dipertahankan
hanya melalui paksaan untuk membuat layangan yang akan dikerahkan; set lainnya memiliki
tujuan yang berbeda dan akan mengejar arah yang berbeda jika paksaan dihapus. Setiap set
sejauh itu benar-benar ada berarti kepuasan yang mungkin dan dalam tingkat itu mungkin
belajar. Tetapi dua set yang ditentang kadang-kadang membingungkan objek kesuksesan,
dan dalam setiap kasus masing-masing set menghancurkan sebagian dari kepuasan yang lain
dan karenanya menghambat pembelajaran utama. Sejauh menyangkut mekanika
pembuatan layang-layang yang paling sederhana sekalipun, anak lelaki dengan tujuan
sepenuh hati akan muncul dengan tingkat keterampilan dan pengetahuan yang lebih tinggi
dan pembelajarannya akan lebih lama tinggal bersamanya.
Dalam hal aksesori atau respons komplementer, perbedaannya sama-sama terlihat.
Himpunan yang sepenuh hati yang bersatu akan menyediakan semua sumber daya dalam
yang terhubung. Banyak tanggapan marjinal akan siap untuk tampil ke depan di setiap
kesempatan. Pikiran akan berulang-ulang, dan setiap langkah akan dihubungkan dengan
banyak cara dengan pengalaman lain. Lead memikat dalam berbagai arah sekutu akan
terbuka di hadapan anak itu, yang hanya tujuan dominan saat ini yang cukup untuk ditunda.
Unsur kepuasan akan menghadiri koneksi yang terlihat, sehingga kompleks pemikiran sekutu
akan lebih lama tetap sebagai milik mental. Semua ini sama sekali tidak terjadi pada bocah
yang lain. 'Set' yang terlarang selama itu bertahan akan cukup memadamkan pancaran
pikiran. Ketidaksiapan akan lebih menjadi ciri sikapnya. Respons aksesori untuk pekerjaan
yang dilakukan akan sedikit jumlahnya, dan beberapa yang datang akan kekurangan unsur
kepuasan untuk memperbaikinya. Di mana satu anak laki-laki memiliki banyak ide aksesori,
yang lain memiliki kemiskinan. Apa yang tinggal dengan yang satu, cepat berlalu dengan
yang lain. Bahkan yang lebih menonjol adalah perbedaan dalam produk sampingan atau
bersamaan dari kegiatan yang kontras ini. Anak laki-laki itu memandang kegiatan sekolahnya
dengan gembira dan percaya diri dan menanam proyek lain; yang lain menghitung
sekolahnya membosankan dan mulai mencari di tempat lain untuk ekspresi di sana ditolak.
Bagi guru itu adalah teman dan kawan; ke yang lain, seorang pemberi tugas dan musuh.
Yang satu dengan mudah merasakan dirinya berada di sisi sekolah dan agen-agen sosial
lainnya, yang lain dengan mudahnya menganggap mereka semua alat penindasan.
Kontras di sini dibuat secara sadar dari ekstrem. Sebagian besar anak hidup di antara
keduanya. Pertanyaannya adalah apakah kita tidak akan secara sadar menempatkan
kegiatan di hadapan kita sebagai ideal satu jenis kegiatan dan memperkirakannya sedekat
yang kita bisa daripada dengan tenang beristirahat konten untuk hidup sedekat dengan jenis
lainnya seperti halnya menjalankan sekolah-sekolah Amerika kita secara umum . Bukankah
sekolah biasa di antara kita menaruh perhatian yang hampir eksklusif pada respon primer
dan pembelajaran ini dengan cara kedua dijelaskan di sini? Apakah kita tidak terlalu sering
mengurangi materi pelajaran instruksi ke tingkat jenis ini saja? Bukankah sistem ujian kita —
bahkan ujian ilmiah kita kadang-kadang — cenderung membawa kita ke arah yang sama?
Berapa banyak anak di akhir kursus yang dengan pasti menutup buku itu dan berkata,
“Terima kasihan, saya sudah selesai dengan itu!” Berapa banyak orang yang 'mendapatkan
pendidikan' namun membenci buku dan tidak suka berpikir?
Pikiran yang disarankan pada akhir paragraf sebelumnya dapat digeneralisasi menjadi
kriteria yang lebih luas berlaku. Kekayaan hidup terlihat pada refleksi tergantung, sebagian
besar setidaknya, pada kecenderungan apa yang dilakukan seseorang untuk menyarankan
dan mempersiapkan kegiatan yang berhasil. Setiap kegiatan - di luar fisik paling sederhana
seperti 'memimpin' berarti bahwa individu tersebut telah dimodifikasi sehingga ia melihat
apa yang sebelum ia tidak melihat atau melakukan apa yang sebelumnya tidak dapat ia
lakukan. Tetapi ini tepat untuk mengatakan bahwa kegiatan tersebut memiliki efek edukatif.
Untuk tidak menguraikan argumen, kita dapat menegaskan bahwa kekayaan hidup
tergantung pada kecenderungannya untuk memimpin satu sama lain seperti kegiatan yang
bermanfaat; bahwa tingkat kecenderungan ini terdiri tepat dalam efek edukatif dari aktivitas
yang terlibat; dan oleh karena itu kita dapat mengambil kriteria dari nilai aktivitas apa pun -
baik sengaja atau tidak - kecenderungannya untuk secara langsung atau tidak langsung
mengarahkan individu dan orang lain yang disentuhnya pada aktivitas bermanfaat lainnya.
Jika kita menerapkan kriteria ini pada sekolah Amerika yang umum, kita mendapatkan hasil
yang mengecewakan seperti ditunjukkan di atas. Ini adalah tesis dari makalah ini bahwa hasil
kejahatan ini pasti harus mengikuti upaya untuk menemukan prosedur pendidikan kita pada
putaran tugas yang tak berkesudahan dengan mengabaikan elemen tujuan dominan pada
mereka yang melakukan tugas. Lagi-lagi ini bukan untuk mengatakan bahwa setiap tujuan
atau bahwa ia tidak pernah dipaksa untuk bertindak melawan tujuan yang ia sukai. Kami
tidak merenungkan skema subordinasi guru atau sekolah untuk tingkah kekanak-kanakan;
tetapi kami benar-benar bermaksud bahwa setiap rencana prosedur pendidikan yang
bertujuan secara sadar dan terus-menerus untuk mengamankan dan memanfaatkan tujuan
yang giat dari pihak siswa pada dasarnya didirikan dengan dasar yang tidak efektif dan tidak
berbuah. Pencarian untuk tujuan yang diinginkan juga tidak ada harapan. Tidak ada konflik
yang diperlukan dalam bentuk antara tuntutan sosial dan kepentingan anak. Seluruh struktur
kehidupan institusional kami tumbuh dari kepentingan manusia. Jalur lomba di sini
merupakan jalur yang memungkinkan bagi individu. Tidak ada anak laki-laki normal tetapi
sudah memiliki banyak minat yang diinginkan secara sosial dan mampu melakukan lebih
banyak lagi. Adalah tugas dan kesempatan khusus guru untuk membimbing siswa melalui
minat dan prestasinya saat ini ke minat dan prestasi yang lebih luas yang dituntut oleh
kehidupan sosial yang lebih luas di dunia yang lebih tua.
Pertanyaan tentang pendidikan moral secara implisit diajukan dalam paragraf
sebelumnya. Apa efeknya terhadap moral rencana yang diadvokasi ini? Sayangnya, diskusi
penuh tidak mungkin dilakukan. Akan tetapi, berbicara untuk diri saya sendiri, saya
mempertimbangkan kemungkinan untuk membangun karakter moral dalam suatu rezim
kegiatan yang penuh tujuan, salah satu poin terkuat yang mendukungnya; dan sebaliknya,
kecenderungan ke arah individualisme yang egois, salah satu yang paling kuat melawan
prosedur biasa kita, duduk sendiri di depan meja Anda sendiri. Karakter moral terutama
adalah hubungan sosial bersama, kecenderungan untuk menentukan perilaku dan sikap
seseorang dengan merujuk pada kesejahteraan kelompok. Ini berarti, secara psikologis,
membangun ikatan stimulus-respons sedemikian rupa sehingga ketika ide-ide tertentu hadir
sebagai rangsangan, respons yang disetujui akan mengikuti. Kami kemudian prihatin bahwa
anak-anak mendapatkan stok ide yang bagus untuk berfungsi sebagai rangsangan untuk
melakukan, bahwa mereka mengembangkan penilaian yang baik untuk memilih ide yang
sesuai dalam kasus yang diberikan, dan bahwa mereka telah dengan kuat membangun
ikatan respons seperti yang akan membawa - sama tak terhindarkan seperti mungkin-
perilaku yang tepat setelah ide yang tepat telah dipilih. Dalam hal analisis (perlu
disederhanakan) ini kami berharap prosedur sekolah seperti yang paling mungkin akan
menghasilkan tubuh yang diperlukan ide, dalam keterampilan yang dibutuhkan dalam
menilai situasi moral, dan dalam ikatan respon yang tepat dan tidak putus-putusnya. Untuk
mendapatkan ketiga hal ini, bisakah kita membayangkan cara yang lebih baik daripada hidup
di lingkungan sosial yang menyediakan, di bawah pengawasan yang kompeten, untuk
berbagi mengatasi berbagai situasi sosial? Dalam prosedur sekolah di sini, anak-anak yang
diadvokasi hidup bersama dalam mengejar beragam tujuan, beberapa di antaranya dicari
secara individu, banyak juga yang dilakukan bersama. Seperti yang harus terjadi dalam
percampuran sosial, peristiwa-peristiwa tekanan moral akan muncul, tetapi di sini -
untungnya - di bawah kondisi yang mengecualikan kasus-kasus ekstrem dan terutama yang
berbahaya. Di bawah pengawasan guru yang terampil, anak-anak sebagai masyarakat
embrionik akan semakin mendiskriminasi tentang apa yang benar dan pantas. Gagasan dan
penilaian datang dengan demikian. Motif dan peristiwa muncul bersama; guru telah tetapi
tidak mengarahkan proses evaluasi situasi. Keberhasilan guru - jika kita percaya pada
demokrasi - akan terdiri dari secara bertahap menghilangkan dirinya dari keberhasilan
prosedur.
Tidak hanya ide-ide dan keterampilan yang jelas dalam menilai datang dari situasi
seperti itu, tetapi juga ikatan ikatan. Berbagi tujuan secara terus-menerus di sekolah
semacam itu menawarkan kondisi ideal untuk membentuk kebiasaan memberi dan
menerima yang diperlukan. Hukum pembelajaran berlaku di sini seperti di tempat lain,
terutama Hukum Pengaruh. Jika anak ingin mengatur kebiasaan akting, kepuasan harus
menghadiri tindakan atau mengganggu kegagalan. Sekarang ada beberapa kepuasan yang
begitu memuaskan dan beberapa gangguan begitu menyedihkan seperti persetujuan dan
ketidaksetujuan kawan kami. Persetujuan yang diantisipasi akan menangani sebagian besar
kasus; tetapi ketidaksetujuan sosial yang positif dari orang lain memiliki potensi khusus.
Ketika guru hanya memaksa dan murid lain memihak kawan mereka, 'set' yang bertentangan
- seperti yang kita bahas sebelumnya - adalah yang paling tidak dapat dihindari, sering kali
sangat pasti untuk mencegah memperbaiki karakter anak dari respon yang diinginkan.
Kesesuaian mungkin tetapi luar. Tetapi ketika semua yang terlibat mengambil bagian dalam
memutuskan apa yang hanya jika guru bertindak dengan bijak - ada kemungkinan jauh lebih
kecil dari 'set.' Entah bagaimana, ketidaksetujuan oleh mereka yang mengerti dari sudut
pandang sendiri cenderung untuk membubarkan 'set' yang berlawanan. dan seseorang
bertindak lebih penuh dari keputusannya sendiri. Dalam kasus seperti itu ikatan keinginan
lebih dibangun dalam karakter moral seseorang. Kesesuaian tidak hanya dari luar. Penting
untuk menekankan bagian yang dimainkan guru dalam pembangunan ikatan kelompok ini.
Dibiarkan sendiri, seperti yang ditunjukkan 'tingkat pria' dalam kolase, siswa dapat
mengembangkan kebiasaan berlama-lama. Terhadap kesia-siaan ini, tesis ini terutama
diarahkan; tetapi cita-cita yang tepat harus dibangun dalam kelompok sekolah. Karena cita-
cita hanyalah gagasan yang digabungkan dengan kecenderungan untuk bertindak, prosedur
untuk membangun telah dibahas; tetapi guru bertanggung jawab atas hasilnya. Siswa yang
bekerja di bawah bimbingannya harus melalui pengalaman sosial yang dijumpai membangun
cita-cita yang diperlukan untuk kehidupan sosial yang disetujui. Rejim kegiatan yang
bertujuan kemudian menawarkan beragam pengalaman moral edukatif yang lebih khas dari
kehidupan itu sendiri daripada prosedur sekolah kita yang biasa, lebih cocok untuk evaluasi
edukatif ini, dan memberikan yang lebih baik untuk memperbaiki semua sebagai akuisisi
permanen di karakter moral yang cerdas.
Pertanyaan tentang pertumbuhan atau pembangunan minat adalah penting dalam
teori rencana yang dibahas di sini. Banyak poin masih terbukti sulit, tetapi beberapa hal
dapat dikatakan. Yang paling jelas adalah fakta 'matang' (itu sendiri topik yang sulit). Mula-
mula seorang bayi merespons secara otomatis terhadap lingkungannya. Baru kemudian,
setelah banyak pengalaman diorganisasikan, ia dapat, dengan tepat, menghibur tujuan; dan
dalam hal ini ada banyak gradasi. Demikian pula, langkah paling awal yang terlibat dalam
mengerjakan satu set adalah mereka yang telah secara naluriah bergabung dengan proses.
Kemudian, langkah-langkah dapat diambil oleh 'saran' (kerja yang relatif otomatis dari
asosiasi yang diakuisisi). Hanya relatif terlambat kita menemukan adaptasi sejati sarana
untuk mengakhiri, pilihan sadar langkah-langkah untuk mencapai tujuan yang disengaja yang
dibentuk. Pertimbangan ini harus memenuhi syarat setiap pernyataan yang dibuat terkait
tujuan anak. Dalam hubungan ini, kutipan dari buku baru Woodworth sangat relevan:
“hampir semua objek, hampir semua tindakan, dan terutama hampir semua proses atau
perubahan objek yang dapat diarahkan oleh aktivitas sendiri menuju akhir yang pasti,
menarik dengan sendirinya, dan memberikan dorongannya sendiri, begitu diinisiasi dengan
adil. ”(Dynamic Psychology, hlm. 202.) Salah satu hasil dari pertumbuhan yang dibahas di sini
adalah 'memimpin' yang diberikan. Keterampilan yang diperoleh sebagai tujuan dapat
diterapkan sebagai sarana untuk tujuan baru. Keterampilan atau gagasan yang muncul
pertama kali sehubungan dengan sarana mungkin dipilih untuk pertimbangan khusus dan
karenanya membentuk tujuan baru. Yang terakhir ini adalah salah satu sumber minat baru
yang paling bermanfaat, terutama dari jenis intelektual.
Sehubungan dengan 'jatuh tempo' ini, terjadi peningkatan umum dalam 'rentang
minat', lamanya waktu di mana suatu set akan tetap aktif, waktu di mana seorang anak akan
- jika diizinkan - bekerja di proyek tertentu. Apa yang menjadi bagian dari peningkatan ini
adalah karena sifat dan kematangan fisik, bagian mana yang tidak diasuh, mengapa rentang
panjang untuk beberapa kegiatan dan singkat untuk yang lain, bagaimana kita dapat
meningkatkan rentang dalam kasus apa pun, adalah pertanyaan tentang momen terbesar
untuk pendidik. Ini adalah masalah pengetahuan umum bahwa dalam batas 'minat' dapat
dibangun, minat korelatif meningkat secara signifikan. Apa pun yang dapat dikatakan, ini
harus berarti bahwa ikatan stimulus-respons telah dibentuk dan ini sesuai dengan hukum
pembelajaran. Kita telah melihat bagian umum yang dimainkan oleh faktor tujuan dalam
memanfaatkan hukum pembelajaran. Tampaknya tidak ada alasan untuk meragukan bahwa
ada pertimbangan serupa di sini. Khususnya diskusi tentang pemaksaan dengan dua set yang
berlawanan hampir tidak berubah. Karena 'set' asal eksternal memiliki tujuan korelatif dan
kemungkinan keberhasilannya, ada kemungkinan teoritis untuk belajar. Dengan cara ini kita
dapat membayangkan minat baru yang dibangun oleh paksaan. Namun, dua faktor sangat
memengaruhi pemanfaatan praktis dari kemungkinan ini, yang satu secara inheren
menghambat, yang lain mungkin untuk membantu. Rintangan yang melekat adalah set
(internal) yang berlawanan, yang sebanding dengan intensitas dan kegigihannya akan
membingungkan definisi kesuksesan dan mengurangi kepuasan pencapaian. Memperoleh
minat baru dalam hal ini sesuai dua kali lipat dan secara inheren terhambat oleh paksaan.
Faktor kedua, yang mungkin kebetulan menguntungkan, adalah kemungkinan bahwa apa
yang terjadi (dikurangi) pembelajaran dapat berhubungan dengan beberapa minat yang
sudah ada yang berpotensi memberikan ekspresi sedemikian rupa sehingga oposisi internal
terhadap kegiatan yang ditegakkan dimenangkan, dan kelompok lawan dibubarkan. . Faktor
kedua ini sangat penting bagi cahaya yang dilontarkannya pada hubungan guru dan murid
dalam hal pemaksaan ini. Tampaknya dari pertimbangan-pertimbangan ini bahwa jika
paksaan akan menghasilkan pembelajaran seperti membebaskan beberapa kegiatan yang
berkelanjutan dan hal-hal ini sebelum hal-hal yang berbahaya telah diatur, kami dapat
menyetujui paksaan tersebut sebagai perangkat sementara yang bermanfaat. Kalau tidak,
sejauh menyangkut pembangunan kepentingan, penggunaan paksaan tampaknya
merupakan pilihan kejahatan dengan kemungkinan umum yang berlawanan.
Mungkin lebih baik mendekati masalah mata pelajaran adat sekolah. Mari kita
perhatikan klasifikasi berbagai jenis proyek: Tipe 1, di mana tujuannya adalah untuk
mewujudkan beberapa ide atau rencana dalam bentuk eksternal, seperti membangun
perahu, menulis surat, menyajikan permainan; tipe 2, di mana tujuannya adalah untuk
menikmati pengalaman (estetika), seperti mendengarkan cerita, mendengarkan simfoni,
menghargai gambar; tipe 3, di mana tujuannya adalah untuk meluruskan beberapa kesulitan
intelektual, untuk menyelesaikan beberapa masalah, untuk mengetahui apakah embun
turun, untuk memastikan bagaimana New York mengungguli Philadelphia; tipe 4, di mana
tujuannya adalah untuk memperoleh beberapa item atau tingkat keterampilan atau
pengetahuan, seperti belajar menulis kelas 14 pada Skala Thorndike, mempelajari kata kerja
tidak beraturan dalam bahasa Prancis. Jelas sekali bahwa pengelompokan ini kurang lebih
tumpang tindih dan bahwa satu jenis dapat digunakan sebagai sarana untuk yang lain
sebagai akhir. Mungkin menarik untuk dicatat bahwa dengan definisi ini metode proyek
secara logis memasukkan metode masalah sebagai kasus khusus. Nilai dari klasifikasi seperti
yang diberikan di sini bagi saya tampaknya terletak pada cahaya yang seharusnya diberikan
pada jenis proyek yang mungkin diharapkan oleh para guru dan pada prosedur yang
biasanya berlaku dalam beberapa jenis. Untuk tipe 1 langkah-langkah berikut telah
disarankan: bertujuan, merencanakan, melaksanakan dan menilai. Ini sesuai dengan teori
umum di sini yang menganjurkan bahwa anak sejauh mungkin mengambil setiap langkah
sendiri. Kegagalan total, bagaimanapun, mungkin lebih menyakitkan daripada bantuan.
Bahaya yang berlawanan tampaknya ada di satu sisi bahwa anak itu mungkin tidak keluar
dari prosesnya, di sisi lain ia mungkin membuang waktu. Guru harus mengarahkan anak
melalui celah-celah ini, menjaga sementara itu untuk menghindari bahaya lain yang telah
dibahas sebelumnya. Fungsi tujuan dan tempat berpikir dalam proses perlu disebutkan.
Perhatian dapat dipanggil ke langkah keempat, bahwa anak ketika ia tumbuh dewasa dapat
semakin menilai hasil dalam hal tujuan dan dengan meningkatnya perawatan dan
keberhasilan menarik dari proses pelajarannya untuk masa depan.
Tipe 2, menikmati pengalaman estetika, mungkin bagi sebagian orang tampaknya
tidak termasuk dalam daftar proyek. Tetapi faktor tujuan yang tidak diragukan lagi memandu
proses dan - saya harus berpikir - mempengaruhi pertumbuhan penghargaan. Namun, saya
belum menunjukkan langkah-langkah prosedur yang pasti.
Tipe 3, yang merupakan masalah, adalah yang paling dikenal, karena karya Profesor
Dewey dan McMurry. Langkah-langkah yang digunakan adalah analisis pemikiran Dewey.
Tipe ini cocok untuk dirinya sendiri, di sebelah tipe 4, yang terbaik dari semuanya untuk
pekerjaan ruang sekolah kita yang biasa. Karena alasan ini saya sendiri takut akan
tekanannya yang berlebihan. Sekolah-sekolah kita - setidaknya menurut penilaian saya -
benar-benar membutuhkan peningkatan besar dalam kegiatan sosial yang mungkin
dilakukan pada tipe 1. Tipe 4, di mana tujuannya berkaitan dengan item pengetahuan atau
keterampilan tertentu, tampaknya membutuhkan langkah-langkah yang sama dengan tipe 1,
bertujuan, merencanakan, melaksanakan, dan menilai. Hanya di sini, perencanaan mungkin
yang terbaik datang dari psikolog. Dalam tipe ini juga ada bahaya penekanan berlebihan.
Beberapa guru memang mungkin tidak membedakan antara latihan sebagai proyek dan
tugas yang ditetapkan, meskipun hasilnya akan sangat berbeda.
Batas-batas artikel melarang diskusi tentang aspek-aspek penting lain dari topik:
perubahan yang diperlukan oleh rencana ini dalam furnitur dan peralatan kamar, mungkin
dalam arsitektur sekolah, jenis buku teks baru, jenis kurikulum dan program baru, mungkin
rencana baru penilaian dan promosi, yang paling penting adalah sikap yang berubah tentang
apa yang diharapkan dalam cara pencapaian. Kita juga tidak dapat mempertimbangkan apa
jenis prosedur ini bagi demokrasi dalam memberikan kita warga negara yang lebih baik,
waspada, mampu berpikir dan bertindak, terlalu kritis kritis untuk dengan mudah ditipu oleh
politisi atau dengan obat-obatan paten, mandiri, siap beradaptasi dengan kondisi sosial baru
yang akan datang. Masalah kesulitan itu sendiri akan membutuhkan artikel terpisah: oposisi
tradisional, pembayar pajak; guru yang tidak siap dan tidak kompeten; tidak adanya
prosedur yang berhasil; masalah administrasi dan pengawasan. Semua ini dan lebih banyak
lagi akan cukup untuk menghancurkan gerakan jika itu tidak memiliki dasar yang kuat.
Sebagai kesimpulan, maka, kita dapat mengatakan bahwa anak itu aktif secara alami,
terutama di sepanjang garis sosial. Sampai sekarang, sebuah rezim pemaksaan telah terlalu
sering mereduksi sekolah kami menjadi berlarian tanpa tujuan dan murid-murid kami
menjadi individualis yang egois. Beberapa orang yang bereaksi telah memilih untuk
menertawakan kebodohan anak-anak yang bodoh. Pendapat makalah ini adalah bahwa
kegiatan yang bertujuan sepenuh hati dalam situasi sosial sebagai unit khas prosedur
sekolah adalah jaminan terbaik dari pemanfaatan kapasitas asli anak sekarang terlalu sering
terbuang sia-sia. Di bawah tujuan bimbingan yang tepat berarti efisiensi, tidak hanya dalam
bereaksi terhadap akhir kegiatan yang diproyeksikan segera, tetapi bahkan lebih dalam
mengamankan dari kegiatan pembelajaran yang berpotensi mengandung. Mempelajari
semua jenis dan dalam semua konsekuensinya yang diinginkan, hasil terbaik dalam proporsi
seiring hadirnya tujuan yang sepenuh hati. Dengan anak yang secara sosial bersosialisasi dan
dengan guru yang terampil untuk merangsang dan membimbing tujuannya, kita dapat
secara khusus mengharapkan pembelajaran semacam itu yang kita sebut pertimbangan ini
menawarkan 'proyek' yang paling memikat bagi guru yang tetapi berani untuk
tujuan.pembentukan karakter. Rekonstruksi yang diperlukan sebagai konsekuensi atas

Anda mungkin juga menyukai