Sulasi Rongiyati*
Abstract
Land reform is intended to improve the welfare of the people, especially farmers who
lessland. Juridical implementation of land reform in Indonesia is based on UUPA
restrictions governing the ownership and control of land and described by Act No.
56/Prp/ 1960 on Agricultural Land Area Determination. Land Reform Act is
implemented through setting minimum and maximum area of agricultural land and
land redistribution. However, the implementation of this Act has not been effective
because some provisions could potentially do to avoid smuggling law provision barring
agricultural land and supporting policies that have not been adequate.
Kata kunci: Land reform, redistribusi tanah, dan UU No. 56/Prp/Tahun 1960.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebijakan agraria yang populis di Indonesia ditandai dengan
diundangkannya suatu produk hukum yang sangat fundamental, yaitu Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(UUPA) menggantikan hukum tanah produk pemerintah kolonial Hindia
Belanda. Dalam perkembangannya penerapan hukum tanah yang pro-rakyat
berdasarkan UUPA, mengalami pergeseran setelah pemerintah Orde Baru
menerapkan kebijakan yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi, sehingga
kebijakan pertanahan di Indonesia lebih berpihak pada kepentingan investor.
Kondisi tersebut terus berlangsung, meski sudah lebih dari setengah abad
UUPA berlaku. Sebagai dampaknya berbagai peraturan perundang-undangan
di bidang pertanahan yang semula dibentuk dengan tujuan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945),dalam
pelaksanaannya “jauh panggang dari api”. Bahkan banyak peraturan perundang-
*
Penulis adalah Peneliti Madya Bidang Hukum pada Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi
Sekretariat Jenderal DPR RI (e-mail: susidhan@yahoo.com).
B. Permasalahan
Penetapan luas tanah maksimum merupakan amanat UUPA telah lebih dari
50 tahun diatur dalam UU PLTP dan belum pernah sekalipun dilakukan revisi
atau perubahan. Namun, praktik di lapangan menunjukan kepemilikan dan
penguasaan lahan pertanian oleh petani jauh dari luas minimum yang ditentukan
dalam UU PLTP. Pada sisi lain, di lapangan banyak ditemukan penguasaan lahan
pertanian lebih dari ketentuan luas maksimum. Berdasarkan permasalahan
tersebut, pertanyaan yang akan dianalisis dalam tulisan ini adalah:
1. Bagaimana ketentuan Land Reform dalam Hukum Tanah Nasional?
2. Mengapa ketentuan tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian sebagaimana
diatur dalam UU PLTP tidak implementatif?
III. ANALISIS
1. Land Reform dalam Hukum Tanah Nasional
Berlakunya UUPA telah memberikan perubahan alur politik agraria dari
politik agraria kolonial ke poltik agraria nasional.12 Politik agraria nasional
mengedepankan kesejahteraan rakyat dalam mengelola dan memanfaatkan
sumber agraria terutama tanah. Khusus terkait kebijakan land reform, upaya
meningkatkan kesejahteraan rakyat diwujudkan melalui pemberlakuan beberapa
peraturan pelaksana UUPA, antara lain: UU PLTP, PP No. 10 Tahun 1961
6
Supriadi, Hukum Agraria, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hal. 203
7
BPN-RI, Pengembangan dan Pemantapan Program Strategis BPN-RI, Pemaparan Kepala BPN-RI pada
pembukaan Rakernas, 2010, hal.17.
8
Arie Sukanti Hutagalung, Program Redistribusi Tanah di Indonesia, Jakarta: Rajawali Press, 1985, hal.11.
9
Ari Sukanti Hutagalung, Program Redistribusi Tanah..., hal. 19.
10
Dalam Ira Sumaya, Analisis Hukum Land Reform Sebagai Upaya Meningkatkan Pendapatan Masyarakat,
Tesis, Universitas Sumatera Utara, hal. 45.
11
Chadidjah Dalimunthe dalam Ira Sumaya, Analisis Hukum Land Reform..., hal 46.
12
Imam Soetiknjo, Politik Agraria Nasional, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1994,hal.3.
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
Land Reform di Indonesia didasarkan pada Pasal 7, Pasal 10, dan Pasal 17
UUPA yang kemudian dijabarkan dalam UU PLTP. Berdasarkan UU PLTP
Land Reform penetapan batas minimum dan maksimum luas tanah pertanian
serta redistribusi tanah baik dari tanah negara maupun tanah kelebihan luas
maksimum yang telah diambil alih pemerintah melalui pemberian ganti kerugian.
Pelaksanaan UU PLTP kurang efektif karena beberapa kendala seperti penetapan
batas luas minimum tanah pertanian sangat dipengaruhi oleh jumlah penduduk,
kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan tanah, faktor ekonomi dan sosial
budaya masyarakat pemegang hak atas tanah pertanian, serta keterbatasan
kebijakan pendukung pengusahaan tanah pertanian. Sedangkan ketentuan
batas luas maksimum tanah pertanian implementasinya terkendala antara lain
oleh faktor yuridis formal sehingga berpotensi terjadinya penyelundupan hukum
untuk menghindari ketentuan pembatasan maksimum luas tanah pertanian dan
kurangnya pengawasan dari Pemerintah.
B. Saran
Mengingat peran penting ketersediaan tanah pertanian guna menopang
ketahanan pangan nasional serta dalam rangka mewujudkan kesejahteraan petani
Indonesia, khususnya petani tanpa lahan dan petani dengan lahan di bawah batas
minimum kepemilikan tanah pertanian maka UU PLTP masih diperlukan dengan
beberapa penyempurnaan sesuai kondisi masyarakat serta dengan memperhatikan
kearifan lokal yang dimiliki masing-masing daerah. Penyempurnaan terhadap
UU PLTP dapat dilakukan melalui Revisi UU No. 56/Prp/tahun 1960 tentang
Penetapan Luas Tanah Pertanian atau dengan memuat substansi pengaturan UU
PLTP ini ke dalam RUU tentang Pertanahan yang saat ini sedang dipersiapkan
untuk dibahas bersama antara DPR RI dengan Pemerintah.
Buku
A.P. Parlindungan, Hak Pengelolaan Menurut Sistem Hukum UUPA, Bandung:
Mandar Maju, 1989.
Arie Sukanti Hutagalung, Program Redistribusi Tanah di Indonesia, Jakarta:
Rajawali Press, 1985.
Imam Soetiknjo, Politik Agraria Nasional, Yogyakarta:Gajah Mada University
Press, 1994.
Maria S.W. Sumardjono, Tanah dalam Prespektif Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya,
Jakarta:Penerbit Buku Kompas, 2008.
S.M.P. Tjondronegoro dan Gunawan Wiradi, Dua Abad Penguasaan Tanah: Pola
Penguasaan Tanah Pertanian di Jawa dari Masa ke Masa, Jakarta: Yayasan
Obor, 2008.
Suhariningsih, Tanah Terlantar: Asas dan Pembaharuan Konsep Menuju Penertiban,
Jakarta: Prestasi Pustaka, 2009.
Supriadi, Hukum Agraria, Jakarta: Sinar Grafika, 2010.
BPN-RI, “Pengembangan dan Pemantapan Program Strategis BPN-RI”,
Pemaparan Kepala BPN-RI pada pembukaan Rakernas, 2010.
“Reforma Agraria Mandat Politik, Konstitusi dan Hukum dalam Rangka Mewujudkan
Tanah untuk Keadilan dan Kesejahteraan Rakyat”, BPN RI, 2007.
Surat Kabar
“Konferensi La Via Campesina: Konflik Agraria Dianggap Persoalan Paling
Krusial”, Kompas,13 Juni 2013.
“Lahan Pertanian 100.000 Ha Lahan Beralih Fungsi”, Kompas, 13 Juni 2013.
“Pangan Jadi Alat Spekulasi: Konferensi Petani Internasional di Jakarta”, Kompas,
5 Juni 2013