Anda di halaman 1dari 161

SISTEM JKN

Makalah Sistem Jaminan Kesehatan Nasional

NAMA : NURIAN

NIM : J1A118246

KELAS : AKK (2018)

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan


rahmat dan inayah-Nya sehingga saya data menyelsaikan makalah ini dengan
tepat waktu. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah “sistem jaminan kesehatan nasional” dengan judul makalah “sistem
jaminan kesehatan nasional”.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak


terdapat kekurangan, oleh karena itu saya sangat mengharapkan adanya kritik dan
saran yang bersifat positif guna penyusunan makalah yang lebih baik dimasa yang
akan datang.

Semoga malakah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa
bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Kendari, November 2020

Penulis
DAFTAR ISI

SAMPUL……………………………………………………..................................
……………….…...i

KATA PENGANTAR...........................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................
A. Pendahuluan……………………………………………………….
B. Konsep Asuransi Kesehatan…………………………………………….
C. Jaminan Asuransi Kesehatan.....................................................................
D. Resiko Underwriting Asuransi Kesehatan.................................................
E. Pemasaran Asuransi Kesehatan.................................................................
F. Jaminan Kesehatan Nasional…………………………………………….
G. Pembiayaan Jaminaan Kesehatan Nasional……………………………..
H. Pelayanan Kepersertaan JKN……………………………………………

BAB III PENUTUP...............................................................................................

A. Kesimpulan................................................................................................
B. Saran..........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan adalah sesuatu yang pasti dijalani oleh seseorang yang terlahir
di dunia ini. Hidup itu sendiri adalah hak asasi manusia, wajib dijunjung tinggi
keberadaannya oleh setiap orang agar terlindungi dari gangguan lingkungan
sekitarnya termasuk gangguan kesehatan. Demi kelangsungan hidup, manusia
dibekali akal dan sumber daya lingkungan sehingga dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya termasuk aspek kesehatan. Manusia sebagai mahluk hidup memiliki
keterbatasan dalam mempertahankan hidupnya, sehingga menjadi rentan terhadap
gangguan kesehatan. Upaya kesehatan yang dilakukannya tidak mampu mengatasi
masalah yang dihadapinya. Salah satu hambatan dalam kehidupan, manusia
mengalami masalah kesehatan, terkait dengan ketidakmampuan mendapatkan
pelayanan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah karena adanya keterbatasan
pembiayaan kesehatan yang dimilikinya.

Hak hidup bagi setiap warga negara untuk kesehatan dan kesejahteraan
adalah hak asasi manusia yang diakui oleh setiap negara di dunia, termasuk
Indonesia. Hak Asasi tersebut tercantum dalam deklarasi Perserikatan Bangsa-
Bangsa tahun 1948, pasal 25 Ayat (1) menyatakan bahwa “setiap orang berhak
atas derajat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan
keluarganya termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan
kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan dan berhak atas jaminan pada
saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut
atau keadaan lainnya yang mengakibatkan kekurangan nafkah, yang berada di luar
kekuasaannya.

Pemerintah sebagai penyelenggara Negara, memiliki peran utama dalam


pembangunan kesehatan, tujuan utamanya adalah memberikan perlindungan dan
pemenuhan kebutuhan setiap warga negara agar tercipta derajat kesehatan
masyarakat secara merata adil dan berkesinambungan diseluruh wilayah Republik
Indonesia. Dalam konteks pembagunan kesehatan, negara melalui pemerintah
menyediakan pelayanan kesehatan, yang dapat diakses oleh masyarakat. Dalam
kenyataannya tidak seluruh masyarakat mampu memenuhi kebutuhannya karena
adanya keterbatasan yang dimilikinya. Demikian juga peran negara mengalami
keterbatasan dalam pemerataan pelayanan kesehatan sehingga tidak semua wagra
negara dapat menerima pelayanan kesehatan tersebut. Adanya keterbatasan
keuangan masyarakat, tidak meratanya pelayanan, sulitnya akses ketempat
pelayanan, minimnya ketersediaan fasilitas kesehatan, terbatasnya sumber daya
kesehatan dan semakin berkurangnya ketersediaan dana pemerintah maka hal ini
memaksa masyarakat dan pemerintah untuk mencari alternatif lain dalam
pemenuhan kebutuhan kesehatan, salah satunya melalui program jaminan
kesehatan nasional (JKN).

Saat ini pilihan jaminan kesehatan nasional yang di programkan oleh


pemerintah sebagai jawaban atas masalah tersebut. Hadirnya asuransi kesehatan
selama ini belum memberikan jaminan terpenuhinya pelayanan kesehatan,
termasuk saat ini dengan adanya program jaminan kesehatan nasional yang
berlaku sejak 1 Januari 2014 sebagai program nasional, masih mengalami banyak
permasalahan dalam pengelolaannya. Ketidaksiapan pemerintah, masyarakat,
profider dan BPJS berakibat lahirnya masalah dalam pelayanan kesehatan.
Perlunya peningkatan peran negara dan masyarakat dalam pelayanan kesehatan,
melalui upaya reformasi pelayanan kesehatan dan pengkajian mendalam dalam
pengelolaan Jaminan kesehatan nasional.

Untuk mendukung pelaksanaan tersebut, Kementerian Kesehatan


memberikan prioritas kepada jaminan kesehatan dalam reformasi kesehatan.
Kementerian Kesehatan tengah mengupayakan suatu regulasi berupa Peraturan
Menteri, yang akan menjadi payung hukum untuk mengatur antara lain pelayanan
kesehatan, pelayanan kesehatan tingkat pertama, dan pelayanan kesehatan rujukan
tingkat lanjutan. Peraturan Menteri juga akan mengatur jenis dan plafon harga alat
bantu kesehatan dan pelayanan obat dan bahan medis habis pakai untuk Peserta
Jaminan Kesehatan Nasional
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pendahulun?

2. Bagaimana Konsep Asuransi Kesehatan ?

3. Bagaimana Jaminan Asuransi Kesehatan ?

4. Bagaimana Resiko Underwriting Asuransi Kesehatan ?

5. Bagaimana Pemasaran Asuransi Kesehatan ?

6. Bagaimana Jaminan Kesehatan Nasional ?

7. Bagaimana Pembiayaan Jaminaan Kesehatan Nasional ?

8. Bagaimana Pelayanan Kepersertaan JKN ?

C. Tujuan

1. Mengketahui pendahuluan

2. Mengketahui Konsep Asuransi Kesehatan

3. Mengketahui Jaminan Asuransi Kesehatan

4. Mengketahui Resiko Underwriting Asuransi Kesehatan

5. Mengketahui Pemasaran Asuransi Kesehatan

6. Mengketahui Jaminan Kesehatan Nasional

7. Mengketahui Pembiayaan Jaminaan Kesehatan Nasional

8. Mengketahui Pelayanan Kepersertaan JKN


BAB II

PEMBAHASAN

a. Pendahuluan

Kesehatan adalah hak dasar setiap orang, dan semua warga negara berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan, termasuk masyarakat miskin. UUD 1945
mengamanatkan bahwa jaminan kesehatan bagi masyarakat, khususnya yang
miskin dan tidak mampu, adalah tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah.1
Perubahan UUD 1945 Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa Negara
mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk itu,
UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) turut
menegaskan bahwa jaminan kesehatan merupakan salah satu bentuk perlindungan
sosial. Pada hakekatnya jaminan kesehatan bertujuan untuk menjamin seluruh
rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup secara layak.

Kementerian Kesehatan sejak tahun 2005 telah melaksanakan program


jaminan kesehatan sosial, yang telah mengalami perubahan seiring dengan waktu.
Awalnya ia dikenal dengan nama program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi
Masyarakat Miskin (JPKMM), atau lebih populer dengan nama program Askeskin
(Asuransi Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin). Kemudian sejak tahun 2008
sampai dengan sekarang ia berubah nama menjadi program Kementerian
Kesehatan sejak tahun 2005 telah melaksanakan program jaminan kesehatan
sosial, yang telah mengalami perubahan seiring dengan waktu.

Awalnya ia dikenal dengan nama program Jaminan Pemeliharaan


Kesehatan bagi Masyarakat Miskin (JPKMM), atau lebih populer dengan nama
program Askeskin (Asuransi Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin). Kemudian
sejak tahun 2008 sampai dengan sekarang ia berubah nama menjadi program
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). JPKMM/ Askeskin maupun
Jamkesmas, kesemuanya memiliki tujuan yang sama, yaitu melaksanakan
penjaminan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat miskin dan tidak mampu
dengan menggunakan prinsip asuransi kesehatan sosial. Program Jamkesmas ini
diharapkan untuk menjaga masyarakat agar tetap sehat dan produktif. Juga
Jamkesmas diharapkan untuk melindungi pesertanya dari resiko pengeluaran
kesehatan yang berdampak “membawa bencana” (dampak “katastropik”
finansial). Pada intinya, program Jamkesmas diharapkan membantu supaya
pesertanya bisa terbebas dari mata rantai kemiskinan.

Pembangunan di bidang kesehatan merupakan bagian dari pembangunan


nasional, pemerintah sebagai institusi tertinggi yang bertanggung jawab atas
pemeliharaan kesehatan harus pula memenuhi kewajiban dalam penyediaan
sarana pelayanan kesehatan. Kesehatan merupakan kebutuhan manusia yang
utama dan menjadi prioritas yang mendasar bagi kehidupan. Pelaksanaan
pembangunan dibidang kesehatan melibatkan seluruh warga masyarakat
Indonesia. Hal tersebut dapat dimengerti karena pembangunan kesehatan
mempunyai hubungan yang dinamis dengan sektor lainnya.

Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran,


kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut diperlukan pelayanan kesehatan yang
paripurna, berkeadilan, terjangkau, bertanggung jawab, aman, bermutu, merata
dan nondiskriminatif serta kerjasama secara sinergis antar sumber daya manusia
sebagai potensi.

Sebagai salah satu unsur utama dalam setiap kehidupan seseorang,


kesehatan sangat menunjang dalam setiap aktivitas manusia. Pembangunan
kesehatan dalam kehidupan berbangsa sangat besar nilai investasinya terutama
terhadap sumber daya manusia. Dengan adanya penduduk suatu bangsa yang
terjaga kesehatannya dengan baik, bangsa tersebut akan memiliki sumber daya
manusia yang optimal dalam pembangunan.

Dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia bertanggungjawab penuh dalam
pemenuhan hak hidup sehat setiap warga Negara termasuk penduduk miskin dan
tidak mampu. Tanggung jawab pemerintah termasuk di dalamnya komponen
penyediaan layanan kesehatan yang mudah, murah dan dapat di akses oleh seluruh
masyarakat yang membutuhkan.

Bidang kesehatan yang juga merupakan salah satu bidang yang banyak
bersentuhan langsung dengan masyarakat, aspek pelayanan publik menjadi sangat
penting. Hal ini di sebabkan karena pelayanan kesehatan harus mempunyai
nilainilai kepuasan yang terukur sehingga dapat menjadi acuan dalam peningkatan
kualitas layanan.

Bidang kesehatan haruslah memberikan pelayanan kesehatan secara cepat,


tepat, ramah dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Namun pada
kenyataannya saat ini sering kali kita temukan di lapangan bahwa masyarakat
mengalami permasalahan dalam mendapatkan pelayanan publik bidang kesehatan
yang mereka butuhkan. Seharusnya hal tersebut tidak terjadi jika penyedia
layanan publik bidang kesehatan memahami dengan baik konsep pelayanan publik
yang bisa memberikan kepuasan bagi masyarakat pengguna layanan kesehatan.
Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kesehatan juga
berdampak pada meningkatnya tuntutan untuk mendapatkan pelayanan publik di
bidang kesehatan yang lebih baik.

Jaminan sosial merupakan suatu bentuk pelayanan oleh pemerintah kepada


masyarakat sesuai dengan kemampuan dan kapabilitas negara untuk memberikan
keringanan dan kemudahan bagi masyarakat. Segala bentuk jaminan sangatlah
penting bagi negara dalam upaya memberikan pelayanan kepada masyarakat
melalui badan atau institusi penyelenggara negara yang bernaung masing-masing
di dalam bidang jaminan sosial tersebut dengan kebijakan-kebijakan yang telah
dirumuskan, dibentuk, dan diterapkan kepada masyarakat dengan berbagai jenis
variasinya dalam menghadapi berbagai permasalahan yang kompleks.
Sehubungan mandat diatas, maka pemerintah membuat peraturan pelaksana
dengan menetapkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagai wujud komitmen pemerintahan dalam
Penyelenggaraan Jaminan Sosial Nasional dalam pasal 5 ayat (1) bahwa “Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial harus dibentuk dengan Undang-Undang”.

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) merupakan program negara yang


bertujuan untuk memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial
kepada seluruh rakyat. Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
menetapkan asuransi sosial dan ekuitas sebagai prinsip penyelenggaraan Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN). Setelah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Pemerintah
menindaklanjuti dengan petikan dari UndangUndang Nomor 24 Tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) merupakan sebuah badan hukum yang dibentuk untuk
penyelenggara jaminan, didalam program jaminan itu terdapat beberapa program
antara lain, program jaminan kesehatan, program jaminan kecelakaan, program
jaminan hari tua, dan program jaminan kematian. Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) merupakan badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan
Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Pada awal tahun 2014, pemerintah telah merubah dua lembaga sosial yang
bergerak dibidang jaminan sosial yaitu PT Jamsostek menjadi Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dan PT Askes menjadi
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Pembentukan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) juga berdampak pada munculnya program
khusus dan tergolong baru yang berasal dari Pemerintah Indonesia yang
diharapkan dapat meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan tentunya
tujuan serta manfaat dari program ini adalah bagi rakyat Indonesia secara
keseluruhan. Program tersebut sekarang lebih dikenal dengan istilah Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN).

Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini adalah jaminan berupa


perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan
dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan
pada setiap orang selaku peserta yang telah membayar iuran dan kepada setiap
fakir miskin dan orang tidak mampu atau disebut Penerima Bantuan Iuran (PBI)
sebagai peserta program yang iurannya telah dibayar oleh pemerintah.

Landasan dan dasar hukum dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini
sendiri tertuang dalam Undang-Undang No 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan Undang-Undang No 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Selain itu, kebijakan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) juga


telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 Tahun 2013. Dalam
Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 Tahun 2013 tersebut berisi tentang
bagaimana ketentuan umum program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diatur
pada pasal 1, penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam pasal 2 dan pasal 3,
kerja sama fasilitas kesehatan dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan pada pasal 4 sampai pasal 12, pelayanan kesehatan bagi peserta
program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam pasal 13 sampai dengan pasal
31, sistem pembayaran pelayanan kesehatan pada pasal 32, kendali mutu dan
kendali biaya dalam pasal 33 sampai pasal 38, pelaporan dan utilization review
pada pasal 39, ketentuan peralihan dalam pasal 40 dan pasal 41, serta ketentuan
penutup pada pasal 42 dan pasal 43.

Dengan demikian, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang


dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN). Sistem Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui
mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory)
berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN). Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi
dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar
kesehatan masyarakat yang layak.
Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dibagi menjadi dua
kepesertaan atau target group yaitu, yakni pekerja yang bekerja kepada
penyelenggara negara diantaranya calon pegawai negeri sipil, pegawai negeri
sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, pegawai pemerintah bukan
pegawai negeri, prajurit siswa TNI, dan peserta didik Polri. Sedangkan yang
kedua yakni pekerja di badan uasaha swasta atau bukan pegawai pemerintah.
Demi memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan peserta program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN), perlu ada penyelenggara pelayanan kesehatan.

Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua fasilitas kesehatan


tingkat pertama dan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan. Sehubungan
dengan itu, maka perlu adanya kerja sama antara fasilitas kesehatan dengan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Untuk dapat melakukan kerja
sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, fasilitas
kesehatan harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Menteri Kesehatan No. 71 Tahun 2013 pasal 2 ayat (2) bahwa “Rumah Sakit
Kelas D Pratama atau yang setara” dan pasal 5 ayat (2) yang berbunyi “BPJS
Kesehatan dalam melakukan kerja sama dengan Fasilitas Kesehatan juga harus
mempertimbangkan kecukupan antara jumlah Fasilitas Kesehatan dengan jumlah
peserta yang harus dilayani.

Polemik Jaminan Kesehatan Nasional yang saat ini dikelola oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terus berlanjut. Integrasi atau
singkronisasi Jamkesda ke JKN lebih jauh diatur dalam Permenkes nomor 28
tahun 2014 tentang pedoman pelaksanaan JKN. Permenkes tersebut merupaka
turunan dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SSJN) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Poliklinik di Rumah Sakit Regional Wahidin Sudirohusodo, Makassar,


Sulawesi Selatan, rata-rata merawat 16 ribu pasien per bulan yang 80 persen di
antaranya adalah peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). memasuki
bulan ketiga penerapan program JKN setelah program layanan kesehatan
ditangani Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), animo masyarakat untuk
menggunakan program JKN cukup besar. Pasca dilakukan integrasi program
Jaminan Kesehatan Daerah (jamkesda) ke JKN secara nasional, kini masyarakat
mulai mengeluhkan pelaksanaannya. Masalah yang masih sering timbul adalah
data masyarakat miskin dan kurang mampu yang akan didaftarkan dalam program
JKN yang iurannya akan ditanggung oleh Pemerintah.

Keluhan masyarakat lainnya antara lain belum semua masyarakat miskin


didaftarkan atau salah sasaran yaitu sebenarnya mampu tapi didaftarkan. Hal yang
paling mendasar yang menjadi permasalahan, yakni belum terintegrasinya satu
paham petugas kesehatan, mulai dari tingkat atas hingga bawah. Petugas
kesehatan tingkat puskesmas dan rumah sakit misalnya, belum mengerti betul
penerapan sistem ini. Sehingga sering terjadinya kesalahpahaman tentang
pelaksanaan JKN ini. Contoh kasus yang pernah terjadi yaitu salah seorang pasien
rawat inap terpaksa dipulangkan, pasalnya BPJS hanya menaggung tiga hari rawat
inap. Selain itu, ada juga permintaan obat dari pasien yang tidak masuk dalam
daftar obat yang ditanggung JKN dan ada juga stok obat sudah tak ada.

Atas pemilihan lokasi serta berbagai permasalahan yang muncul sejak


kebijakan tersebut diimplementasikan membuat peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Tinjauan Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan
Nasional Berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional Di Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan”.

Kehidupan adalah sesuatu yang pasti dijalani oleh seseorang yang terlahir
di dunia ini. Hidup itu sendiri adalah hak asasi manusia, wajib dijunjung tinggi
keberadaannya oleh setiap orang agar terlindungi dari gangguan lingkungan
sekitarnya termasuk gangguan kesehatan. Demi kelangsungan hidup, manusia
dibekali akal dan sumber daya lingkungan sehingga dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya termasuk aspek kesehatan. Manusia sebagai mahluk hidup memiliki
keterbatasan dalam mempertahankan hidupnya, sehingga menjadi rentan terhadap
gangguan kesehatan. Upaya kesehatan yang dilakukannya tidak mampu mengatasi
masalah yang dihadapinya. Salah satu hambatan dalam kehidupan, manusia
mengalami masalah kesehatan, terkait dengan ketidakmampuan mendapatkan
pelayanan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah karena adanya keterbatasan
pembiayaan kesehatan yang dimilikinya.

Hak hidup bagi setiap warga negara untuk kesehatan dan kesejahteraan
adalah hak asasi manusia yang diakui oleh setiap negara di dunia, termasuk
Indonesia. Hak Asasi tersebut tercantum dalam deklarasi Perserikatan Bangsa-
Bangsa tahun 1948, pasal 25 Ayat (1) menyatakan bahwa “setiap orang berhak
atas derajat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan
keluarganya termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan
kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan dan berhak atas jaminan pada
saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut
atau keadaan lainnya yang mengakibatkan kekurangan nafkah, yang berada di luar
kekuasaannya”

Pemerintah sebagai penyelenggara Negara, memiliki peran utama dalam


pembangunan kesehatan, tujuan utamanya adalah memberikan perlindungan dan
pemenuhan kebutuhan setiap warga negara agar tercipta derajat kesehatan
masyarakat secara merata adil dan berkesinambungan diseluruh wilayah Republik
Indonesia. Dalam konteks pembagunan kesehatan, negara melalui pemerintah
menyediakan pelayanan kesehatan, yang dapat diakses oleh masyarakat. Dalam
kenyataannya tidak seluruh masyarakat mampu memenuhi kebutuhannya karena
adanya keterbatasan yang dimilikinya. Demikian juga peran negara mengalami
keterbatasan dalam pemerataan pelayanan kesehatan sehingga tidak semua wagra
negara dapat menerima pelayanan kesehatan tersebut. Adanya keterbatasan
keuangan masyarakat, tidak meratanya pelayanan, sulitnya akses ketempat
pelayanan, minimnya ketersediaan fasilitas kesehatan, terbatasnya sumber daya
kesehatan dan semakin berkurangnya ketersediaan dana pemerintah maka hal ini
memaksa masyarakat dan pemerintah untuk mencari alternatif lain dalam
pemenuhan kebutuhan kesehatan, salah satunya melalui program jaminan
kesehatan nasional (JKN).

Melihat minimnya kemampuan masyarakat dan terbatasnya dana


kesehatan yang disediakan oleh negara, maka setelah berakhirnya Perang Dunia II
pemerintah beberapa negara mulai melakukan rekayasa manajemen pembiayaan
kesehatan melalui pengembangan asuransi kesehatan sebagai jaminan sosial bagi
penduduk utamanya bagi penduduk kurang mampu untuk mencapai Universal
Health Coverage. Dalam sidang ke 58 tahun 2005 di Jenewa, World Health
Assembly (WHA) menggaris bawahi perlunya pengembangan sistem pembiayaan
kesehatan yang menjamin tersedianya akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan dan memberikan perlindungan kepada mereka terhadap risiko
keuangan. WHA ke 58 mengeluarkan resolusi yang menyatakan, pembiayaan
kesehatan yang berkelanjutan melalui Universal Health Coverage diselenggarakan
melalui mekanisme asuransi kesehatan sosial. WHA juga menyarankan kepada
WHO agar mendorong negara-negara anggota untuk mengevaluasi dampak
perubahan sistem pembiayaan kesehatan terhadap pelayanan kesehatan ketika
mereka bergerak menuju Universal Health Coverage.

Di Indonesia, falsafah dan dasar negara Pancasila terutama sila ke-5 juga
mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Hak ini juga termaktub dalam UUD 45
pasal 28H dan pasal 34, dan diatur dalam UU No. 23/1992 yang kemudian diganti
dengan UU 36/2009 tentang Kesehatan. Dalam UU 36/2009 ditegaskan bahwa
setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber
daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu, dan terjangkau. Sebaliknya, setiap orang juga mempunyai kewajiban
turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial.

Saat ini pilihan jaminan kesehatan nasional yang di programkan oleh


pemerintah sebagai jawaban atas masalah tersebut. Hadirnya asuransi kesehatan
selama ini belum memberikan jaminan terpenuhinya pelayanan kesehatan,
termasuk saat ini dengan adanya program jaminan kesehatan nasional yang
berlaku sejak 1 Januari 2014 sebagai program nasional, masih mengalami banyak
permasalahan dalam pengelolaannya. Ketidaksiapan pemerintah, masyarakat,
profider dan BPJS berakibat lahirnya masalah dalam pelayanan kesehatan.
Perlunya peningkatan peran negara dan masyarakat dalam pelayanan kesehatan,
melalui upaya reformasi pelayanan kesehatan dan pengkajian mendalam dalam
pengelolaan Jaminan kesehatan nasional.

Untuk mendukung pelaksanaan tersebut, Kementerian Kesehatan


memberikan prioritas kepada jaminan kesehatan dalam reformasi kesehatan.
Kementerian Kesehatan tengah mengupayakan suatu regulasi berupa Peraturan
Menteri, yang akan menjadi payung hukum untuk mengatur antara lain pelayanan
kesehatan, pelayanan kesehatan tingkat pertama, dan pelayanan kesehatan rujukan
tingkat lanjutan. Peraturan Menteri juga akan mengatur jenis dan plafon harga alat
bantu kesehatan dan pelayanan obat dan bahan medis habis pakai untuk Peserta
Jaminan Kesehatan Nasional.

Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu


Zekerheid atau cauti.Zekerheid atau Cauti mencakup secara umum cara-cara
kreditur menjamin dipenuhi tagiahannya, disamping tanggung jawab umum
debitur terhadap barang-barangnya. Istilah jaminan juga dikenal dengan agunan,
yang dapat dijumpai dalam pasal 1131 dan pasal 1132 KUHPerdata, dan
penjelasan pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor & Tahun 1992 Tentang Perbankan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, jaminan maupun agunan memiliki
persamaan makna yakni “Tanggungan”.

Pengertian Jaminan terdapat dalam SK Direksi Bank Indonesia Nomor


23/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 yaitu “Suatu Keyakinan kreditur bank atas
kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan”.1
Definisi diatas hampir sama dengan definisi yang dikemukakan oleh M.Bahsan
yang berpendapat bahwa jaminan adalah “Segala sesuatu yang diterima kreditur
dan diserahkan debitur untuk menjamin suatu utang piutang dalam masyarakat”.2
Sedangkan pengertian agunan diatur dalam pasal 1 angka 23 Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yaitu “Jaminan Pokok yang diserahkan
debitur dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan
prinsip syari’ah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia”.

Berdasar UU No.40 tahun 2004 tentang SJSN, manfaat Jaminan


Kesehatan Nasional terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu manfaat medis berupa
pelayanan kesehatan dan manfaat non medis meliputi akomodasi dan ambulans.
Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional dimaksudkan mencakup pelayanan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan
medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis.

1. Terjadinya Jaminan

Terjadinya atau Lahirnya jaminan dapat disebabkan karena Undang-


Undang dan juga karena Perjanjian.

a) Jaminan yang lahir karena Undang-Undang

Merupakan jaminan yang ditunjuk keberadaannya oleh Undang-


Undang, tanpa ada perjanjian dari para pihak, sebagaimana yang diatur
dalam pasal 1131 KUHPerdata, Seperti jaminan umum, hak privilege
dan hak retensi.

b) Jaminan yang lahir karena perjanjian

Merupakan jaminan yang terjadi karena adanya perjanjian antara pihak


sebelumnya, seperti Gadai, Fidusia, Hipotik, dan Hak Tanggungan.

2. Penggolongan jaminan berdasarkan objek atau bendanya adalah :

a) Jaminan dalam bentuk benda bergerak

Dikatakan benda bergerak karena sifatnya yang bergerak dan dapat


dipindahkan atau dalam Undang-Undang dinyatakan sebagai benda
bergerak, misalnya pengikatan hak terhadap benda bergerak.Jaminan
dalam bentuk benda bergerak dibedakan atas benda bergerak
berwujud, pengikatannya dengan gadai dan fidusia, sedangkan benda
bergerak yang tidak berwujud pengikatannya dengan gadai, cessie dan
account revecieble.

b) Jaminan dalam bentuk benda tidak bergerak

Merupakan jaminan yang berdasarkan sifatnya tidak bergerak dan


tidak dapat dipindah-pindahkan, sebagaimana yang diatur dalam
KUHPerdata.Pengikatan terhadap jaminan dalam bentuk benda
bergerak berupa hak tanggungan.

a. Pentingnya Jaminan Kesehatan

Potensi sakit itu pasti akan dialami oleh setiap orang. Manusia dibawah
tekanan alam, dalam kelangsungan hidupnya senantiasa berinteraksi dengan
lingkungan sekitarnya. Interaksi tersebut memungkinkan terjadinya peristiwa
penularan penyakit dan gangguan kesehatan yang dapat berakibat pada
kesakitan, kecatatan bahkan kematian. Dampak lain pada kehidupan adalah
hilangnya pendapatan, produktifitas, berkurangnya kesehjatraan dan
ketidaknyamanan hidup. Olehnya itu setiap orang terus meningkatkan kualitas
hidupnya melalui upaya kesehatan baik perorangan maupun komunitas.

Seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi serta globalisasi maka


kebutuhan akan pelayanan kesehatan juga meningkat. Hal ini ditandai dengan
lahirnya temua-temuan baru teknologi kedokteran yang diperlukan dalam
pengobatan dan pencegahan penyakit. Kemajuan ini akan membantu manusia
mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialami selama ini. Berbagai penyakit
yang sulit disembuhkan, kini dengan hadirnya teknologi kesehatan menjadi
lebih mudah diatasi. Penemuan dan pemanfaatan teknologi modern tidaklah
mudah diciptakan, memerlukan keahlian dan biaya yang cukup tinggi dalam
pengoperasiaanya, hal ini menuntut ketersediaan sumber daya yang memadai
baik tenaga maupun biaya. Operasionalisasi pelayanan teknologi modern masa
kini belum seluruhnya dapat dimanfaatkan secara baik dipelayanan kesehatan
mengingat keterbatasan dana dalam penyediaannya. Dampak pada pelayanan
kesehatan adalah mengurangi akses pemenuhan kebutuhan Pelayanan
kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan tersebut hanya dinikmati sebagian
orang yang memiliki kemampuan dari segi finansial, sementara masyarakat
miskin dan tidak mampu, terus jauh dari pelayanan kesehatan.

Demikian pula reformasi pelayanan kesehatan, menuntut pelaku kesehatan


dan pemerintah untuk menata ulang pelayanan kesehatan yang ditawarkan
kepada customer. Lahirnya reformasi pelayanan kesehatan salah satunya
didasari oleh peningkatan peran negara dan masyarakat dalam pembangunan
kesehatan. Peran negara dituntut lebih optimal dalam regulasi dan pembiayaan
kesehatan agar tercipta keadilan, kesinambungan dan akses pelayanan yang
bermutu dan dapat diterima oleh masyarakat. Peran masyarakat juga dituntut
untuk mendukung jaminan kesehatan melalui kepesertaan wajib dan
memenuhi kewajiban membayar iuran jaminan kesehatan nasional. Hal ini
akan mendorong keterpaduan dan ketersediaan pembiayaan kesehatan secara
menyeluruh, sehingga pelayanan kesehatan dimasa datang tetap terus
dilakukan.

Dengan lahirnya kebijakan JKN akan memberikan manfaat diantaranya


sebagai berikut. Pertama, memberikan manfaat yang komprehensif dengan
premi terjangkau. Kedua, asuransi kesehatan sosial menerapkan prinsip
kendali biaya dan mutu. Itu berarti peserta bisa mendapatkan pelayanan
bermutu memadai dengan biaya yang wajar dan terkendali, bukan “terserah
dokter” atau terserah “rumah sakit”. Ketiga, asuransi kesehatan sosial
menjamin sustainabilitas (kepastian pembiayaan pelayanan kesehatan yang
berkelanjutan). Keempat, asuransi kesehatan sosial memiliki portabilitas,
sehingga dapat digunakan di seluruh wilayah Indonesia. Oleh sebab itu, untuk
melindungi seluruh warga, kepesertaan asuransi kesehatan sosial/ JKN bersifat
wajib.
b. Peraturan Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional

Jaminan Kesehatan merupakan salah satu dari 5 (lima) jaminan


sosial seperti yang diamanatkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jaminan Kesehatan tersebut
dinamakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang penyelenggaraannya
dilaksanakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
sebagaimana amanat Undang- Undang No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS.
Berikut adalah daftar peraturan perundangan yang menjadi acuan dalam
pelaksanaan JKN;

1. Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial


Nasional (SJSN).

2. Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara


Jaminan Sosial.

3. Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan


Iuran Jaminan Kesehatan.

4. Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.

5. Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2013 tentang Perubahan Peraturan


Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.

6. Peraturan Presiden No. 107 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan


Tertentu Berkaitan Dengan Operasional Kementerian Pertahanan, TNI
dan POLRI.

7. Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan


Kesehatan Jaminan Kesehatan Nasional.

8. Peraturan Menteri Kesehatan RI No 69 Tahun 2013 tentang Standar


Tarif Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan dalam Penyelenggaraan
Program Jaminan Kesehatan.
9. Peraturan BPJS Kesehatan No. 1 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Jaminan Kesehatan.

10. Surat Edaran Menteri Kesehatan RI No. HK/Menkes/31/I/2014 tentang


Pelaksanaan Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan
dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.

11. Surat Edaran Menteri Kesehatan RI No. HK/Menkes/32/I/2014 tentang


Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan dalam
Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.

c. Sejarah Lahirnya Lembaga Fidusia

Fidusia, menurut asal kata berasal dari kata 'fi'des" yang berarti
kepercayaan.Sejakzaman Romawi lembaga fidusia telah dikenal oleh
masyarakat Romawi, dimana ada dua bentuk Jaminan fidusia yaitu
fidusia cum creditore dan fidusia cum amico yang timbul dari
perjanjian yang disebut dengan pacium fiduciae yang kemudian diikuti
dengan penyerahan hak atau in iure cession.

Fidusia dalam bentuk fiducia cum creditore, seorang debitur akan


mengalihkan kepemilikan atas suatu benda kepada kreditur sebagai
Jaminan atau utangnya dengan suatu perjanjian bahwa benda jaminan
akan beralih kembali pada debitur apabila ia telah melunasi seluruh
utangnya. Dengan fithicia cum creditorsini kreditur diberi kewenangan
yang lebih besar yaitu sebagai pemilik dari barang yang diserahkan
sebagai jaminan.

Debitur percaya bahwa kreditur tidak akan menyalahgunakan


wewenang yang diberikan itu, akan tetapi ia hanya mempunyai
kekuatan moral, bukan kekuatan hukum. Sehingga bila kreditur tidak
mau mengembalikan hak milik atas barang yang diserahkan sebagai
jaminan, maka debitur tidak dapat berbuat apa-apa sedangkan bentuk
fidusia yang lain yaitu fidusia cum amino contracta yang artinya janji
kepercayaan yang dibuat dengan teman. Dalam fiducia cum amino
contracta ini kewenangan diserahkan kepada pihak penerima, namun
kepentingan tetap ada pada pihak pemberi.

Sejarah fidusia di Negeri Belanda, khusus Landmark yang menjadi


acuan sekaligus momentum dianggap lahir dan diakuinya lembaga
hukum fidusia, yaitu kasus Bier Brouwerij Arrest (1929), yang pada
prinsipnya sama halnya dengan fidusia yang terjadi pada hukum
Roma-M. Munir Fuady, menyatakan:

“Perkara pada kasus tersebut adalah perkara antara curator


kepailitan dari Pieter Bos yang sebagai debitur dari kilang bir,
kemudian jatuh pailit dengan kilang bir sebagai kreditur. Dalam kasus
tersebut dimana seorang penjual bir yang ingin menggunakan isi kedai
penjualan minuman keras sebagai jaminan utang, tetapi tidak dapat
menyerahkan barang-barang tersebut kepada kreditur berhubung
barang tersebut masih diperlukan oleh debitur untuk tetap terns
menjalankan bisnisya, untuk itulah digunakan konstruksi hukum
fidusia".

Ketika perkaraitu diajukan di pengadilan Leewarden (Rechtbank


Leewarden), maka pengadilan dalam keputusannya tertanggal 4
November 1926 menolak tuntutan dari kilang bir dan dalam
rekonvensi menyatakan bahwa perjanjian tersebut batal atas dasar,
bahwa pihak hanyalah pura-pura menutup perjanjian, yang sebenarnya
mereka telah menutup perjanjian gadai, dan karena perjanjian itu
bertentangan dengan ketentuan Pasal 1197 ayat (2) BW (Pasal 1152
ayat (2) KUHPerdata) harus dianggap tidak ada.

Putusan HR dalam Bier Brouweri Arrest mengakui jaminan fidusia


dengan pertimbangan sebagai berikut :
a) Perjanjian fidusia tidak bertentangan dengan aturan tentang gadai,
karena maksud para pihak tersebut bukanlah untuk- membuat
pengikatan gadai;

b) Perjanjian fidusia tidak bertentangan dengan paritas creditorium,


karena perjanjian tersebut mengenai barang-barang milik Heinaken
(kreditur), bukan barang milik bos (debitur);

c) Perjanjian fidusia tersebut tidak bertentangan dengan asaz


kepatutan;

d) Perjanjian tersebut tidak merupakan penyeludupan hukum yang


tidak diperbolehkan."

Melihat dari kasus di atas dapat diketahui bahwa didalam Arrest


tersebut adanya penyerahan hak milik dari debitur kepada kreditur, dan
pada saat yang sama pula barang-barang inventaris itu dipinjam-
pakaikan oleh kreditur (sebagai pemilik baru) kepada debitur. Didalam
penyerahan hak milik debitur kepada kreditur, maupun pada
penyerahan pinjam pakai dari kreditur ke debitur, benda jaminan tetap
saja berada dalam kekuasaan debitur.Penyerahan seperti ini disebut
penyerahan secara conslitutum possessorium.

Di dalam perjanjian jaminan secara fidusia pihak pemberi fidusia


tidak menyerahkan benda jaminannya kepada penerima fidusia, tetapi
penerima fidusia menerima penyerahan hak milik atas benda dengan
dasar kepercayaan. Dikatakan dengan kepercayaan, karena benda milik
pemberi fidusia sama sekali tidak berada pada tangan penerima fidusia.
Secara de facto masih dikuasai oleh debitur (pemberi fidusia)
sedangkan secara de yore benda tersebut sudah dikuasai oleh kreditur
(penerima fidusia).

Meskipun secara de facto benda tersebut masih dikuasai oleh


pemberi fidusia, tidak berarti memberi fidusia dapat sewenang-wenang
menggadaikan, ataupun menjual benda tersebut kepada pihak lain.
Demikian juga sebaliknya, penerima fidusia bukan pemilik benda
jaminan, sebab sewaktu-waktu sesuai dengan isi perjanjian
pemberifidusia dapat melunasi utangnya, sehingga barang
dikembalikan kepada pemberi fidusia.

Indonesia merupakan salah satu negara bekas jajahan Belanda,


dengan demikian sebagai konsekuensi logisnya hampir semua system
perundang- undangan yang berlaku di Negara Belanda juga diterapkan
di Indonesia.Salah satunya adalah penggunaan BW atau yang sekarang
yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata) yang berlaku secara resmi pada tanggal 30 April
1947.Pada saat itulah semua gejolak perkembangan di bidang hukum
yang terjadi di Negeri Belanda juga turut terasa di Indonesia.

Krisis dalam bidang hukum jaminan ini dimulai ketika terjadinya


kemunduran usaha perkebunan yang melanda, baik Negara-negara
Eropa (Belanda) maupun Indonesia yang pada waktu itu disebut
Hindia Belanda.Di Negeri Belanda diatasi dengan perjanjian, jual-beli
dengan hak membeli kembali, yang akhirnya ditetapkan, sebagai
jaminan penyerahan hak milik secara kepercayaan atau
fidusia.Sedangkan untuk Indonesia pembentuk Undang-Undang
mengatasinya dengan membuat peraturan tentang ikatan panen atau
oogsherband (Stb. 1886 No.57).Oogstverband ini jaminan untuk
meminjamkan uang yang diberikan atas panenan yang akan diperoleh
suatu perkebunan.

Berdasarkan kenyataan di atas, dapat dimungkinkan untuk


mengadakan jaminan atas barang-barang bergerak atau setidaknya
kemudian menjadi barang-barang bergerak, sedangkan barang-barang
itu tetap berada dalam, kekuasaan debitur.Akan tetapi hal yang
demikian hanya mungkin dilakukan dalam bidang yang terbatas,
sehingga dalam bidang lainnya seperti perdagagan tetap, belum ada
pemecahan masalah. Adanya keputusan Hooggerecdhts Hoft tanggal
18 Agustus 1932 bataafsche petroleum maatschappy (indsche
tjichshrift van het rechts dee No. 136),

maka timbul keputusan-keputusan yang dapat dicatat sebagai


lembaga jaminan secara fidusia. yaitu :

a) Keputusan pengadilan tinggi Surabaya tanggal 22 Maret 1951 No.


158/1950/ Pdt yang berbunyi : penyerahan milik secara
kepercayaan hanya boleh mengenai barang bergerak, karena
penyerahan milik tersebut diperbolehkan sebagai kesempatan bagi
pihak yang berkepentingan untuk mengadakan lain dari perjanjian
gadai yang diatur dalam titel ke XX itu;

b) Keputusan Mahkamah Agung tanggal I September 1971 No. 372


K/Sip/ 1970 yang berbunyi penyerahan hak milik mutlak sebagai
jaminan oleh pihak ketiga, hanya berlaku untuk benda-benda
bergerak.

Perkembangan dalam tata hukum Indonesia, putusan-putusan


tersebut di atas merupakan yurisprudensi. Perkembangan lebih lanjut
adalah dengan adanya Undang-Undang No. 16 Tahun 1985 tentang
Rumah Susun yang menentukan bahwa tanah tempat bangunan berdiri,
serta benda lainnya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah
tersebut dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani fidusia, jika
tanah hak pakai atas tanah negara. Setelah kurun waktu yang cukup
lama, maka pada tanggal 30 September 1999 barulah muncul Undang-
Undang yang mengatur lembaga jaminan fidusia yaitu Undang-
Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) adalah program Pemerintah yang
bertujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi
seluruh rakyat Indonesia untuk dapat hidup sehat, produktif dan sejahtera.
Kesehatan adalah hak dasar setiap orang, dan semua warga negara berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan. UUD 1945 mengamanatkan bahwa jaminan
kesehatan bagi masyarakat, khususnya yang miskin dan tidak mampu, adalah
tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah. Pada UUD 1945 Perubahan, Pasal
34 ayat 2 menyebutkan bahwa negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pemerintah menjalankan UUD 1945 tersebut dengan mengeluarkan UU


No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) untuk
memberikan jaminan sosial menyeluruh bagi setiap orang dalam rangka
memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak menuju terwujudnya masyarakat
Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur. Sesuai dengan UU No 40 Tahun
2004, SJSN diselenggarakan dengan mekanisme Asuransi Sosial dimana setiap
peserta wajib membayar iuran guna memberikan perlindungan atas risiko sosial
ekonomi yang menimpa peserta dan/ atau anggota keluarganya. SJSN mencakup
adanya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang merupakan bentuk komitmen
pemerintah terhadap pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat Indonesia
seluruhnya.

Seiring dengan dimulainya JKN per 1 Januari 2014, semua program


jaminan kesehatan yang telah dilaksanakan pemerintah tersebut (Askes PNS, JPK
Jamsostek, TNI, Polri, dan Jamkesmas), diintegrasikan ke dalam satu Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan). Sama halnya dengan
program Jamkesmas, pemerintah bertanggungjawab untuk membayarkan iuran
JKN bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu yang terdaftar sebagai peserta
Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah badan


hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah peleburan 4 (empat) badan usaha
milik negara menjadi satu badan hukum, 4 (empat) badan usaha yang dimaksud
adalah PT TASPEN, PT JAMSOSTEK, PT ASABRI, dan PT ASKES. Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial ini berbentuk seperti asuransi, nantinya semua
warga indonesia diwajibkan untuk mengikuti program ini. Dalam mengikuti
program ini peserta BPJS di bagi menjadi 2 kelompok, yaitu untuk mayarakat
yang mampu dan kelompok masyarakat yang kurang mampu.

Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling
singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. Peserta JKN
terdiri dari Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Peserta Non Penerima
Bantuan Iuran (Non PBI).12 Secara singkat jaminan sosial diartikan sebagai
bentuk perlindungan sosial yang menjamin seluruh rakyat agar dapat
mendapatkan kebutuhan dasar yang layak.

Jaminan sosial merupakan perlindungan yang diberikan oleh masyarakat


bagi anggota-anggotanya untuk resiko-resiko atau peristiwa- peristiwa tertentu
dengan tujuan, sejauh mungkin, untuk menghindari peristiwa-peristiwa tersebut
yang dapat mengakibatkan hilangnya atau turunnya sebagian besar penghasilan,
dan untuk memberikan pelayanan medis dan/atau jaminan keuangan terhadap
konsekuensi ekonomi dari terjadinya peristiwa tersebut, serta jaminan untuk
tunjangan keluarga dan anak.
b. Konsep Asuransi Kesehatan
a. Sejarah Asuransi Kesehatan Di Indonesia

Bila kita berpijak dari catatan sejarah pembangunan asuransi kesehatan di


indonesa, maka sesungguhnya perjalanan penyelenggaraan asuransi di dunia
termasuk di indonesia sudah cukup tua. Di indonesia sendiri perjalanan asuransi
masih tergolong muda dibanding dengan beberapa negara lain di dunia. Pada
dasarnya penyelenggaraan asuransi itu setua peradaban manusia di dunia.
Lahirnya asuransi dalam perspektif sejarah dimulai karena adanya keterbatasan
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik secara perorangan maupun
kelompok. Keterbatasan yang dimaksud adalah lemahnya kemampuan masyarakat
dalam memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan dan terbatasnya dana kesehatan
yang disediakan oleh pemerintah.

Dalam perjalanan pembangunan asuransi kesehatan di indoensia dapat


dilihat dari upaya perasuransian kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah.
Seperti yag ditulis oleh Thabrany, (2012) yang mangatakan bahwa, sesungguhnya
pemerintah Indonesia mulai memperkenalkan prinsip asuransi sejak tahun 1947.
Pada waktu itu Pemerintah mewajibkan semua perusahaan untuk
mengasuransikan karyawannya terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Setelah kestabilan politik relatif tercapai, di tahun 1960 pemerintah mencoba
memperkenalkan lagi konsep asuransi kesehatan melalui undang-undang Pokok
Kesehatan tahun 1960 yang meminta Pemerintah mengembangkan ‘dana sakit’
dengan tujuan untuk menyediakan akses pelayanan kesehatan untuk seluruh
rakyat.

Lebih lanjut Thabrany mengatakan bahwa pada tahun 1967, Menteri


Tenaga Kerja (Menaker) mengeluarkan Surat Keputusan untuk mendirikan dana
mirip dengan konsep Health Maintenance Organization (HMO) atau Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) yang berkembang kemudian guna
mewujudkan amanat undang-undang kesehatan tahun 1960 tersebut.
Dari catatan PT Askes (Persero) sejarah singkat penyelenggaraan program
Asuransi Kesehatan di indonesia adalah sebagai berikut : (www.taspen.com)

Tahun 1968 :

Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang secara jelas mengatur


pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri dan Penerima Pensiun (PNS dan
ABRI) beserta anggota keluarganya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 230
Tahun 1968. Menteri Kesehatan membentuk Badan Khusus di lingkungan
Departemen Kesehatan RI yaitu Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan
Kesehatan (BPDPK), dimana oleh Menteri Kesehatan RI pada waktu itu (Prof. Dr.
G.A. Siwabessy) dinyatakan sebagai embrio Asuransi Kesehatan Nasional.

Tahun 1984 :

dan agar dapat dikelola secara profesional, Pemerintah menerbitkan


Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1984 tentang Pemeliharaan Kesehatan
bagi Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun (PNS, ABRI dan Pejabat Negara)
beserta anggota keluarganya. Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun
1984, status badan penyelenggara diubah menjadi Perusahaan Umum Husada
Bhakti.

Tahun 1991:

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991, kepesertaan


program jaminan pemeliharaan kesehatan yang dikelola Perum Husada Bhakti
ditambah dengan Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarganya.
Disamping itu, perusahaan diijinkan memperluas jangkauan kepesertaannya ke
badan usaha dan badan lainnya sebagai peserta sukarela.

Tahun 1992:

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 status Perum


diubah menjadi Perusahaan Perseroan (PT Persero) dengan pertimbangan
fleksibilitas pengelolaan keuangan, kontribusi kepada Pemerintah dapat
dinegosiasi untuk kepentingan pelayanan kepada peserta dan manajemen lebih
mandiri.

Tahun 2005:

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor


1241/Menkes/XI/2004 PT Askes (Persero) ditunjuk sebagai penyelenggara
Program Jaminan Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin (PJKMM). PT Askes
(Persero) mendapat penugasan untuk mengelola kepesertaan serta pelayanan
kesehatan dasar dan rujukan.

Tahun 2008 :

(PJKMM) menjadi Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).


PT Askes (Persero) berdasarkan Surat Menteri Kesehatan RI Nomor
112/Menkes/II/2008 mendapat penugasan untuk melaksanakan Manajemen
Kepesertaan Program Jamkesmas yang meliputi tatalaksana kepesertaan,
tatalakasana pelayanan dan tatalaksana organisasi dan manajemen. Sebagai tindak
lanjut atas diberlakukannya Undang-undang Nomor 40/2004 tentang SJSN PT
Askes (Persero) pada 6 Oktober 2008 PT Askes (Persero) mendirikan anak
perusahan yang akan mengelola Kepesertaan Askes Komersial. Berdasarkan Akta
Notaris Nomor 2 Tahun 2008 berdiri anak perusahaan PT Askes (Persero) dengan
nama PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia yang dikenal juga dengan sebutan PT
AJII

Tahun 2009:

Pada tanggal 20 Maret 2009 berdasarkan Surat Keputusan Menteri


Keuangan Nomor Kep-38/KM.10/2009 PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia
selaku anak perusahaan dari PT Askes (Persero) telah memperoleh ijin
operasionalnya. Dengan dikeluarkannya ijin operasional ini maka PT Asuransi
Jiwa Inhealth Indonesia dapat mulai menyelenggarakan asuransi kesehatan bagi
masyarakat.

Tahun 2011:
Terkait UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
di tahun 2011, PT Askes (Persero) resmi ditunjuk menjadi Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) yang meng-cover jaminan kesehatan seluruh rakyat
Indonesia yang tertuang dalam UU BPJS Nomor 24 tahun 2011.

b. Pengertian Asuransi

Untuk memudahkan pemahaman lebih dalam tentang asurasi maka


terlebih dahulu mengetahui pengertian dari asurasi itu sendiri. Dalam pengertian
sederhana asuransi diartikan sebagai upaya memindahkan tanggungan risiko yang
mungkin timbul kepada pihak tertentu dengan membayar sejumlah iuran.

Definisi Asuransi menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2


Tahun 1992 tentang usaha perasuransian Bab 1, Pasal 1 : "Asuransi atau
Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi
asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab
hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul
dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran
yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan."

Asuransi dapat diartikan sebagai upaya mengalihkan tanggung jawab


risiko yang mungkin dihadapi kepada pihak lain dengan membayar premi.
Walaupun tidak diharapkan dalam kehidupannya, manusia sering diharapkan pada
suatu resiko. Untuk itu, mereka selalu berusaha mengurangi atau bahkan
menghindari sama sekali dari risiko yang mungkin menimpanya. (Thabrani, 2001)

Menurut Thabrani, (2001) beberapa prakondisi yang diperlukan agar


konsep asuransi dapat berfungsi, yaitu :

1. Adanya ketidakpastian akan terjadinya kerugian

2. Hal yang diasuransikan dapat diukur dalam nilai uang


3. Jumlah peserta cukup banyak

4. Kerugian yang potensial terjadi jumlahnya cukup besar

5. Ada cara untuk menanggung resiko secara bersama-sama. Risiko-risiko


yang mungkin akan menimpa manusia adalah sebagai berikut: (Thabrani,
2001)

6. Risiko terkena penyaki tatau cacat

7. Risiko mati, setup yang hidup pasti mati. Hanya waktu kematian itu yang
tidak dapat ditentukan sebelumnya, apakah kita akan mati di usia dini
ataukah di usia lanjut. Agar kematian sewaktu-waktu tidak
menyengsarakan anak dan istri, perlu ada upaya untuk memberikan
tinggalan harta bagi mereka.

8. Risiko hari tua, secara alamiah manusia semakin tua semakin berkurang
kemampuannya dalam bekerja.

9. Risiko kehilangan, misalnya hilangan barang akibat kecurian, kecelakaan


dan kebakaran.

10. Risiko rusak, misalnya rusak akibat kecelakaan, kebakaran, dan bencana
alam, banjir, angin ribut, gempa burni.

11. Risiko atas laba yang diharapkan, misalnya laba yang sudah diperkirakan
akan diterima hilang akibat suatu peristiwa. Jadi, yang hilang selain nilai
barang sebesar harga pokok pembelian, juga laba yang diharapkan dapat
diperoleh atau biasa disebut laba khayal.

12. Risiko susut, yaitu berkurangnya berat barang karena sifat barang itu
sendiri.

c. Unsur-Unsur Asuransi

Pada dasarnya asuransi memiliki unsur-unsur berikut;


1) Pembayaran iuran

Dalam pengelolaan asuransi, tertanggung menyerahkan iuran kepada pihak


tertanggung sesuai dengan kesepakatan. Kesepakatan tersebut mengatur
besarnya iuran, waktu pembayaran, dan denda atas keterlambatan
pembayaran.

2) Adanya penggantian kerugian

Iuran asuransi akan digunakan pada saat terjadi kerugian yang dialami
oleh pihak tertanggung

3) Adanya pihak tertanggung dan pihak penanggung

Dalam kegiatan asuransi, terdapat dua pihak yang terlibat di dalamnya.


Tertanggung sebagai pihak yang mengasuransikan tanggungan dan pihak
penanggung sebagai pihak yang menanggung jaminan.

4) Adanya peristiwa yang tidak dapat ditentukan sebelumnya

Secara kodrat, manusia berada dibawah tekanan alam. Kejadian buruk


setiap saat akan menimpa manusia. Peristiwa ini sulit diprediksi kapan,
dimana dan siapa saja yang akan mengalami kejadian tersebut.

5) Adanya risiko yang mungkin menimpa

Setiap kejadian baik besar atau kecil akan membawa dampak pada
kehidupan. Dampak yang harus dihindari adalah kerugian yang akan
dialami seseorang. Risiko inilah akan menjadi perhatian untuk
dipertanggungkan pada asuransi

d. Prinsip Dasar Asuransi

Prinsip-Prinsip asurasi : (Thabrani, 2001)

Insurable Interest (Kepentingan Yang Dipertanggungkan). Seseorang


dikatakan memiliki kepentingan atas obyek yang diasuransikan apabila orang
tersebut menderita kerugian keuangan seandainya terjadi musibah yang
menimbulkan kerugian atau kerusakan atas obyek tersebut. Kepentingan keuangan
ini memungkinkan peserta asuransi mengasuransikan harta benda atau
kepentingannya.

Utmost Good Faith (Kejujuran Sempurna). Yang dimaksudkan adalah


bahwa peserta asuransi berkewajiban memberitahukan sejelas-jelasnya dan teliti
mengenai segala fakta-fakta penting yang berkaitan dengan obyek yang
diasuransikan. Prinsip inipun menjelaskan risiko-risiko yang dijamin maupun
yang dikecualikan, segala persyaratan dan kondisi pertanggungan secara jelas
serta teliti.

Indemnity (Indemnitas). Apabila obyek yang diasuransikan terkena


musibah sehingga menimbulkan kerugian maka pihak asuransi akan memberi
ganti rugi untuk mengembalikan posisi keuangan peserta asuransi setelah terjadi
kerugian menjadi sama dengan sesaat sebelum terjadi kerugian. Dengan demikian
peserta asuransi tidak berhak memperoleh ganti rugi lebih besar daripada kerugian
yang diderita peserta asuransi.

Subrogation (Subrogasi). Prinsip subrogasi diatur dalam pasal 284 kitab


Undang-Undang Hukum Dagang, yang berbunyi: "Apabila seorang penanggung
telah membayar ganti rugi sepenuhnya kepada tertanggung, maka penanggung
akan menggantikan kedudukan tertanggung dalam segala hal untuk menuntut
pihak ketiga yang telah menimbulkan kerugian pada tertanggung".

Contribution (Kontribusi). Peserta asuransi dapat saja mengasuransikan


harta benda yang sama pada beberapa perusahaan asuransi. Namun bila terjadi
kerugian atas obyek yang diasuransikan maka secara otomatis berlaku prinsip
kontribusi.

Proximate Cause (Kausa Proksimal). Apabila kepentingan yang


diasuransikan mengalami musibah atau kecelakaan, maka pertama-tama pihak
asuransi akan mencari sebab-sebab yang aktif dan efisien yang menggerakkan
suatu rangkaian peristiwa tanpa terputus sehingga pada akhirnya terjadilah
musibah atau kecelakaan tersebut.

e. Fungsi Asuransi

Fungsi Asuransi : (Thabrani, 2001)

1) Memberi jaminan agar kemungkinan kerugian yang diderita dapat


diperkecil atau ditutup.

2) Mendorong perkembangan dunia usaha, dengan mengurangi kekuartiran


kerugian yang fatal. Menurut motif ekonomi, sebagai perjanjian khusus,
pertanggungan berarti:

3) Pihak tertanggung (yang membayar premi, yang tertanggung) sadar bahwa


ada ancaman bahaya terhadap yang dipertanggungan (harta kekayaan, jiwa
raganya).

4) Sadar bahwa bahaya tersebut dapat merugikan dan kerugian tersebut dapat
mempengaruhi secara ekonomis, mempengaruhi organisasi atau
perusahaan dirinya dan keluarganya.

5) Apabila kerugian itu terjadi, tertanggung merasa berat memikulnya, oleh


karena memerlukan bantuan pihak lain untuk turut menanggungnya atau
mengambil alih ancaman beban kerugian tersebut dan sanggup membayar
kontra prestasi yang biasa disebut premi.

f. Tujuan Asuransi

Tujuan asuransi : (Thabrani, 2001)

1) Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang


diderita satu pihak

2) Meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan


pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang
memakan banyak tenaga, waktu dan biaya.
3) Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang
jumlahnya tertentu dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian
yang timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti.

4) Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan
jaminan perlindungan atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang.

5) Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan
dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk
asuransi jiwa

6) Menutup Loss of Earning Power seseorang atau badan usaha pada saat ia
tidak dapat berfungsi (bekerja)

g. Manfaat Asuransi

Asuransi yang dimiliki memberi manfaat bagi penggunanya yaitu;

1) Manfaat penyimpanan Manfaat penyimpanan dalam artian, dana yang


diasuransikan memiliki nilai finansial yang dapat digunakan kembali.

2) Manfaat Perlindungan Manfaat perlindungan dalam artian, dana yang


diasuransikan memiliki nilai polis asuransi, sehingga pihak tertanggung
akan aman dari risko yang timbul kedepannya.

3) Manfaat distribusi Biaya dan Manfaat. Semakin besar risiko kerugian yang
timbul maka semakin besar pula premi pertanggungan dari pihak
penanggung polis.

4) Manfaat Kepastian. Manfaat ini untuk mengurangi konsekwensi yang


tidak pasti dari suatu keadaan yang merugikan yang bakal terjadi, sehingga
biaya dari kerugian tersebut menjadi pasti atau relatif lebih pasti.

h. Jenis Risiko Pengasuransian

Jenis risiko yang dapat diasuransikan meliputi;


1) Risiko tersebut sesuatu yang pasti terjadi, misalnya kematian, kesakitan,
kecelakaan dan lain sebagainya.

2) Risiko yang timbul diluar kendali manusia. Misalnya bencana alam,


kecelakaan

3) Kerugian yang timbul diterima secara rasional. Misalnya, kecelakaan


menyebabkan cacat dan orang tersebut tidak dapat lagi bekerja Kerugian
yang dipertanggungkan dapat dinilai dengan mata uang.

4) Iuran asuransi memiliki nilai yang wajar.

5) Tertanggung harus memiliki kepentingan yang dapat diasuransikan.

i. Sifat-Sifat Asuransi

Asuransi memiliki beberapa sifat asuransi sebagai berikut;

1) . Terjadinya aktifitas usaha

Risiko akan menderita macam-macam itulah yang menimbulkan


pikiran untuk memperkecil risiko itu dengan jalan asuransi, yaitu
memperoleh jaminan dari pihak lain, bahwa kerugian itu akan ditutup,
dengan si terjamin memberikan uang kepada pihak penjamin atau yang
menanggung. Uang tersebut akan tetap menjadi milik pihak yang
menanggung, apabila kemudian ternyata peristiwa yang dimaksud itu tidak
terjadi atau dengan kata lain membayar premi.

2) Asuransi sebagai gejala hokum

Asuransi atau pertanggungan selaku gejala hukum di Indonesia


baik dalam pengertian maupun dalam bentuknya yang terlihat pada waktu
sekarang ini, berawal dari Hukum Barat.

j. Benefit/Paket Jaminan
Pada umumnya paket jaminan yang ditawarkan oleh perusahaan asuransi adalah
sebagai berikut:

a) . Rawat Inap di rumah Sakit, yang terdiri dari:

a) Biaya rawat inap, masa rawat inap biasanya bervariasi dari maksimum
60 hari sampai dengan 365 hari setahun.

b) Penggantian biaya ruang perawatan dan makanan .

c) Biaya pelayanan dan bahan medis lain.

d) Biaya pelayanan intensif (ICU).

e) Biaya penunjang medic.

b) Rawat Jalan.

Asuransi yang memberikan biaya pengobatan rawat jalan oleh dokter


umum dan dokter spesialis maupun biaya obat dan pemeriksaan penunjang
dengan plafon tertentu per kali atau per tahun.

c) Asuransi Kecelakaan Diri.

Asuransi kecelakan diri merupakan kombinasi asuransi kesehatan dan jiwa


karena jaminan yang diberikan tidak hanya terbatas pada biaya pengobatan
apabila terjadi kecelakaan, tetapi juga jaminan cacat dan jaminan kematian
akibat kecelakaan.

a) Asuransi harta benda dan properti.

Asuransi yang memberikan jaminan terhadap harta benda dan


properti yang dianggap bernilai atas risiko kehilangan, kerusakan maupun
tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga.

b) Asuransi Perjalanan
Asuransi yang memberikan jaminan bagi penduduk yang
melakukan perjalanan untuk tujuan pekerjaan atau liburan yang meliputi
jaminan biaya perawatan/pengobatan selama perjalanan yang diberikan
dalam bentuk uang tunai, biaya evakuasi medis, santunan cacat, dan
santunan kematian.

c) Asuransi Kesehatan Pensiun

Asuransi yang memberikan jaminan pelayanan kesehatan bagi pensiunan.

k. Jenis-Jenis Asuransi

Ada dua elemen utama terselenggaranya asuransi yaitu ada pembayaran


premi dan ada benefit (manfaat atau paket jaminan). Kedua elemen inilah yang
mengikat kedua belah pihak, tertanggung dan penanggung. Pada hakikatnya
dalam asuransi, secara umum, para pihak memiliki hak dan kewajiban
sebagaimana layaknya sebuah kontrak. Tertanggung merupakan orang yang
mempunyai kewajiban membayar premi. Dalam bentuk program Jamsostek,
Askes, dan JPKM tertanggung disebut peserta. Di dalam asuransi kesehatan
tradisionil sering disebut pemegang polis (policy holder) dan tertanggung.
Sebetulnya ada perbedaan antara pemegang polis dengan tertanggung.

Pemegang polis berkewajiban membayar premi sedangkan tertanggung


(dalam asuransi berbentuk managed care sering disebut anggota atau member)
orang yang dijamin yang tidak selalu harus yang membayar premi. Asuradur
adalah orang atau badan yang telah menerima premi dan karenanya mempunyai
kewajiban membayarkan atau menanggung manfaat asuransi. Dalam JPKM yang
dikembangkan Depkes asuradur ini disebut Badan Penyelenggara JPKM yang
disingkat Bapel (Thabrany, 2001).
Secara umum asuransi sosial dengan asuransi komersial dapat dibedakan
dalam hal sebagai berikut:

Asuransi Sosial (Public Asuransi Komersial


Insurence) (Private Insurence)
Penyelenggara Sifat  Pemerintah  Swasta
kepesertaan Sifat  Wajib  Sukarela
pengelolaan Besarnya  Not for profit  For profit
premi  Proporsional terhadap
gaji

Benefit/paket jaminan  Sama bagi semua  Proporsional terhadap


Produk peserta pertanggungan
 Satu dan tidak  Berbeda sesuai
bervariasi besarnya premi
 Memenuhi kebutuhan  Banyak dan
bervarisai
 Egaliter, social
Konsep pemasaran
 Tidak ada  Memenuhi
Keadilan/equity Seleksi
 Muda-tua, kaya- permintaan
bias Redistribusi
miskin, sehat-Sakit  Liberter, individual
 Sangat tinggi  Adverse atau
favourable
 Sehat-sakit
Kemampuan kendali
biaya  Sangat rendah

Asuransi Sosial (Social Insurence)

Dalam Undang-Undang No. 2/92 tentang asuransi disebutkan bahwa


program asuransi sosial adalah program asuransi yang diselenggarakan secara
wajib berdasarkan suatu undang-undang, dengan tujuan untuk memberikan
perlindungan dasar bagi kesejahteraan masyarakat. Dalam undang-undang ini
disebutkan bahwa program asuransi sosial hanya dapat diselenggarakan oleh Bada
Usaha Milik Negara (pasal 14).
Namun demikian tidak penjelasan lebih rinci tentang asuransi sosial dalam
UU tersebut (Thabrany, 2001). Tujuan penyelenggaraan asuransi sosial adalah
terpenuhinya kebutuhan penduduk atau populasi tertentu, yang tanpa asuransi
sosial kemungkinan besar mereka tidak mampu memenuhinya sendiri-sendiri.
Atau jika mereka secara sukarela membeli asuransi, mereka tidak sanggup atau
tidak punya disiplin cukup untuk membeli.

Sesuatu yang sifatnya wajib harus diatur oleh yang paling kuasa. Dalam
kehidupan bernegara, yang paling kuasa adalah undang-undang yang dibuat oleh
wakil rakyat. Itulah sebabnya, sebuah asuransi sosial yang memenuhi syarat
haruslah diatur berdasarkan undang-undang. Di Indonesia salah satu contoh
asuransi sosial yang diatur dalam UU adalah jaminan pemeliharaan kesehatatan
dalam UU No. 3/1992 tentang Jamsostek. Manfaat/paket jaminan juga ditetapkan
UU, umumnya relatif sama bagi seluruh peserta dengan tujuan memenuhi
kebutuhan para peserta. Demikian juga dengan premi, besarnya umumnya
proporsional terhadap pendapatan/gaji. Karena sifatnya yang wajib dan mirip
dengan pengenaan pajak, maka pengelolaan asuransi sosial harus not for profit
(nirlaba).

Keunggulan, penyelenggaraan asuransi sosial mempunyai banyak


keunggulan mikro dan makro, antara lain : (Thabrani, 2001)

1) Tidak terjadi bias seleksi, khususnya adverse selection atau anti seleksi
karena semua orang paling tidak dalam suatu kelompok tertentu seperti
PNS atau pegawai swasta diwajibkan ikut. Hal ini memungkinkan sebaran
risiko yang baik sehingga perkiraan klaim/biaya dapat dihitung lebih
akurat.

2) Redistribusi/cross subsidi luas (equty egaliter) karena semua orang ikut


baik yang kaya-miskin, muda-tua, sehat-sakit.

3) Pool besar karena semua harus ikut maka kumpulan anggota /pool menjadi
besar sehingga prediksi berbagai kejadian semakin akurat (Law of the
large number)
4) Menyumbang pertumbuhan ekonomi dengan penempatan dana cadangan
pada portofolio investasi seperti obligasi, deposito, dan pemegang saham.

5) Administrasi sederhana karena asuransi sosial menghasilkan produk


tunggal yang sama bagi seluruh peserta.

6) Biaya administrasi murah karena tidak memerlukan rancangan paket terus


menerus yang membutuhkan biaya yang mahal untuk pemasaran dan
pengumpulan serta analisis data.

7) Memungkinkan pengenaan tarif PPK yang seragam.

8) Memungkinkan kendali biaya dengan buying power.

9) Memungkinkan semua penduduk tercakup.

Kelemahan, selain berbagai keunggulan yang dapat dinikmati masyarakat,


asuransi sosial tidak terlepas dari berbagai kelemahan, antara lain: (Thabrani,
2001)

1) Pilihan terbatas, karena diwajibkan dan dikelola oleh pemerintah, maka


peserta tidak memilki pilihan asuradur, PPK dan produk yang diinginkan.

2) Manajemen kurang kreatif/responsif karena produk asuransi sosial


cenderung tunggal dan seragam.

3) Pelayanan seragam, karenanya kurang diminati terutama penduduk kelas


menegah keatas yang mempunyai kecenderungan ingin dibedakan.
Pelayanan seragam juga menyebabkan waktu tunggu yang lama sehingga
kurang menarik bagi penduduk kelas atas.

4) Banyak PPK yang tidak begitu suka karena tarif seragam atau model
pembayarannya kurang memaksimalkan keuntungan dirinya.

Asuransi Komersial (Commerce Insurence)


Berbeda dengan asuransi sosial, asuransi komersial berbasis kepada
kepesertaan sukarela. Kata komersial berasal dari bahasa inggris commerce yang
berarti berdagang. Dalam berdagang tentu tidak boleh ada paksaan bahwa
seseorang harus membeli barang/jasa tersebut. Agar seorang pedagang atau
perusahaan dapat menjual barang/ jasanya, maka ia harus bekerja keras
memperoleh informasi barang/jasa apa yang diminati (ada demand) oleh
masyarakat.

Kalau seorang pedagang menjual barang yang tidak diminati masyarakat,


maka barang/jasa yang dijualnya tidak akan laku dan ia akan rugi. Sebaliknya jika
pedagang tersebut menjual barang/jasa yang diminati masyarakat, maka ia bisa
menjual barang/jasa tersebut dalan jumlah besar dan ia akan memperoleh laba
yang besar pula. Karenanya asuransi komersial biasanya dikelola oleh perusahaan
for profit (pencari laba) (Thabrany, 2001).

Tujuan utama penyelenggaraan asuransi komersial adalah untuk


memenuhi keinginan (demand) perorangan yang beragam. Dengan demikian,
perusahaan akan merancang berbagai produk, bahkan dapat mencapai ribuan jenis
produk yang sesuai dengan permintaan masyarakat dengan motif mencari laba
atau untung. Premi untuk asuransi ini disesuaikan dengan benefit/paket jaminan
yang ditanggung. Asuransi in memmfasilitasi equity liberter (you get what you
pay for). Mereka yang miskin sudah pasti tidak akan mampu membeli paket
asuransi yang luas. Karena itu, asuransi kesehatan komersial tidak akan mampu
mecakup seluruh penduduk.

Keunggulan dari penyelenggaraan asuransi komersial dapat dirangkum


sebagai berikut: (Thabrani, 2001)

1) Memenuhi kebutuhan unik seseorang atau sekelompok orang. Karena sifat


asuransi komersial yang memenuhi demand, maka perusahaan asuransi
komersial akan bereaksi cepat terhadap deman atau perubahan demand
dari sekelompok orang.
2) Merangsang pertumbuhan ekonomi. Besarnya keuntungan yang dapat
dijanjikan oleh asuransi dapat merangsang investor untuk menanam
modalnya di sektor ini.

3) Kepuasan peserta relatif tinggi, karena asuransi komersial sangat fleksibel


dalam menyusun paket jaminan dan banyaknya pelaku menimbulkan
persaingan walaupun harus dibayar dengan premi yang lebih mahal.

4) Memberikan pilihan bagi konsumen baik dalam pemilihan perusahaan


asuransi maupun jenis produk dan paket jaminan yang diinginkan.
Kelemahan dari penyelenggaraan asuransi komersial, antara lain:
(Thabrani, 2001)

5) Pool relatif kecil. Karena sifatnya yang komersial dan sukarela, maka
kumpulan orang yang ikut asuransi komersial tidak akan mampu
menyamai asuransi sosial.

6) Memerlukan manajemen yang kompleks, karena produknya sangat


beragam.

7) Memfasilitasi Equity liberter karena premi yang dibayar untuk asuransi


komersial disesuaikan dengan risiko kelompok dimana orang tersebut
berada.

8) Biaya administrasi tinggi karena harus melakukan riset pasar, upaya


pemasaran dan penjualan, dan harus membayar deviden atas laba yang
ditargetkan pemegang saham.

9) Tidaka bisa mencapai cakupan universal karena tidak semua orang mampu
membayar premi yang mahal.

l. Golongan Asuransi Sosial

Secara umum penggolongan asuransi di Indonesia dikelompokkan


menjadi;
1) PT. Asuransi Kesehatan Indonesia

PT. Askes Indonesia (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara


yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan
pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS
dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan
Badan Usaha lainnya. PT. Askes Indonesia merupakan salah satu perusahaan
asuransi sosial yang menyelenggarakan asuransi kesehatan kepada para
anggotanya yang utamanya merupakan para pegawai negeri baik sipil maupun
non-sipil. Anak-anak mereka juga dijamin sampai dengan usia 21 tahun. Para
pensiunan beserta istri ataupun suami juga dijamin seumur hidup. Produk
asuransi yang dikembangkan oleh PT.

Askes Indonesia dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:

a) Asuransi kesehatan sosial, yaitu asuransi yang memberikan jaminan


pemeliharaan kesehatan kepada seluruh Pegawai Negeri Sipil, Penerima
Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta
keluarganya dan Badan Usaha milik pemerintah lainnya. Jenis Produknya
antara lain:

 Asuransi kesehatan sosial wajib, yaitu asuransi yang memberikan


jaminan pemeliharaan kesehatan bagi pegawai negeri, pensiunan
pegawai negeri beserta keluarganya.

 PJKMM, asuransi yang memberikan jaminan kesehatan bagi


masyarakat miskin berdasarkan surat Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor 1241/MENKES/SK/XI/2004 dan Nomor
56/MENKES/SK/I/2005, yang menunjuk PT. Askes Indonesia sebagai
Penyelenggara Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin
(PJKMM).

b) Asuransi kesehatan sukarela, yaitu asuransi kesehatan yang


diselenggarakan bagi peserta sukarela berdasarkan pada Peraturan
Pemerintah nomor 69 tahun 1991 dan Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun
1992, untuk memperluas cakupan kepesertaannya kepada pegawai badan
usaha dan badan lainnya secara sukarela. Jenis produknya antara lain:

 Askes Diamond, yaitu jaminan pemeliharaan kesehatan bagi


kelompok/group yang berlaku Nasional dan Internasional dengan
manfaat pelayanan Standar Plus di PPK eksklusif (RS Pondok
Indah, RS Metropolitan Medical Center - MMC) dan PPK Luar
Negeri (Mount Elizabeth di Singapura dan Mounth Hospital Perth
di Australia)serta PPK Lain yang ditunjuk.

 Askes Platinum, yaitu jaminan pemeliharaan kesehatan bagi


kelompok/group yang berlaku Nasional dengan manfaat pelayanan
Standar Plus di PPK eksklusif (RS Pondok Indah, RS Metropolitan
Medical Center - MMC) dan atau PPK lain yang ditunjuk.

 Askes Gold, yaitu Jaminan pemeliharaan kesehatan bagi


kelompok/group yang berlaku Nasional dengan manfaat pelayanan
Standar Plus di PPK yang ditunjuk.

 Askes Silver, yaitu jaminan pemeliharaan kesehatan bagi


kelompok/group yang berlaku Nasional dengan manfaat pelayanan
Standar di PPK yang ditunjuk.

 Askes Blue, yaitu jaminan pemeliharaan kesehatan bagi


kelompok/group yang berlaku Regional dengan manfaat pelayanan
Standar di PPK yang ditunjuk.

 Askes Alba, yaitu jaminan pemeliharaan kesehatan bagi


kelompok/group yang berlaku lokal dengan manfaat pelayanan
Standar di PPK yang ditunjuk.

2) PT. Jamsostek (Persero)


Penyelenggara program jaminan sosial merupakan salah satu tangung
jawab dan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi
kepada masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan Negara,
Indonesia seperti halnya berbagai Negara berkembang lainnya,
mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan funded social security,
yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada
masyarakat pekerja di sektor formal.

Seperti halnya dengan PT. Askes Indonesia, produk yang dikembangkan


oleh PT. Jamsostek bersifat asuransi sosial, antara lain:

a) Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, yaitu salah satu program Jamsostek


yang membantu tenaga kerja dan keluarganya mengatasi masalah
kesehatan. Mulai dari pencegahan, pelayanan di klinik kesehatan, rumah
sakit, kebutuhan alat bantu peningkatan pengetahuan, dan pengobatan,
secara efektif dan efisien. Setiap tenaga kerja yang telah mengikuti
program JPK akan diberikan KPK (Kartu Pemeliharaan Kesehatan)
sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

Jenis pelayanan kesehatan yang dapat diperoleh melalui program JPK:

 Pelayanan dari dokter umum dan dokter gigi. Dokter umum dan
dokter gigi bisa anda pilih sendiri sesuai dengan fasilitas yang
ditunjuk sebagai dokter keluarga.

 Obat-obatan dan penunjang Diagnostik. Obat-obatan diberikan


sesuai kebutuhan medis, dengan standar obat JPK JAMSOSTEK
dan penunjang diagnostik sesuai ketentuan.

 Pelayanan Kesejahteraan ibu dan anak. Berupa pelayanan


imunisasi dasar (BCG, DPT, Polio), pelayanan KB
(IUD,vasektomi, tubektomi, suntik.)
 Pelayanan Dokter Spesialis. Untuk ke Dokter Spesialis, anda harus
membawa surat rujukan dari dokter PPK tingkat I yang ditunjuk.

 Rawat Inap. Bila diperlukan rawat inap, JPK menyediakan fasilitas


rumah sakit yang telah ditunjuk. Dilayani pada kelas II RS
Pemerintah atau kelas III RS Swasta. Rawat Inap diberikan selama
60 hari dalam satu tahun, termasuk 20 hari pelayanan pada
ICU/ICCU.

 Pelayanan Persalinan. Berlaku untuk pelayanan persalinan pertama


sampai persalinan ketiga saja, bagi tenaga kerja berkeluarga, JPK
memberikan bantuan biaya persalinan sebesar maksimum
Rp.400.000,00 per anak.

 Pelayanan Gawat Darurat.

Untuk mendapatkan pelayanan ini melalui fasilitas yang ditunjuk JPK


JAMSOSTEK langsung, tanpa surat rujukan.

1) Jaminan Hari Tua, yaitu program ditujukan sebagai pengganti


terputusnya penghasilan tenaga kerja karena meninggal, cacat, atau
hari tua dan diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua. Program
Jaminan Hari Tua memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang
dibayarkan pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 tahun atau telah
memenuhi persyaratan tertentu.

Iuran Program Jaminan Hari Tua :

 Ditanggung Perusahaan = 3,7%

 Ditanggung Tenaga Kerja = 2 %

Kemanfaatan Jaminan Hari Tua adalah sebesar akumulasi iuran


ditambah hasil pengembangannya. Jaminan Hari Tua akan
dikembalikan / dibayarkan sebesar iuran yang terkumpul ditambah
dengan hasil pengembangannya, apabila tenaga kerja :

 Mencapai umur 55 tahun atau meninggal dunia, atau cacat total


tetap

 Mengalami PHK setelah menjadi peserta sekurang-kurangnya 5


tahun dengan masa tunggu 6 bulan

 Pergi keluar negeri tidak kembali lagi, atau menjadi


PNS/ABRI.

2) Jaminan Kecelakaan Kerja.

Kecelakaan kerja termasuk penyakit akibat kerja merupakan resiko


yang harus dihadapi oleh tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya.
Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilan yang
diakibatkan oleh adanya resiko - resiko sosial seperti kematian atau cacat
karena kecelakaan kerja baik fisik maupun mental, maka diperlukan
adanya jaminan kecelakaan kerja. Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja
merupakan tanggung jawab pengusaha sehingga pengusaha memiliki
kewajiban untuk membayar iuran jaminan kecelakaan kerja yang berkisar
antara 0,24% s/d 1,74% sesuai kelompok jenis usaha.

Perincian besarnya iuran berdasarkan kelompok jenis usaha


sebagaimana tercantum pada iuran.

a) Biaya Transport (Maksimum)

 Darat Rp. 150.000,-

 Laut Rp. 300.000,-

 Udara Rp. 400.000,-

b) Sementara tidak mampu bekerja


 4 bulan pertama 100 upah

 4 bulan kedua 75 % upah

 Selanjutnya 50 % upah

c) Biaya Pengobatan/Perawatan

 Rp 8.000.000,(maksimum)

d) Santunan Cacat

 Sebagian-tetap % tabel x 70 bulan upah

 Total-tetap

- Sekaligus 70 % x 70 bulan upah


- Berkala (2 tahun) Rp. 200.000,- per bulan

 Kurang fungsi % kurang fungsi x % tabel x 70 bulan upah.


e) Santunan Kematian

 Sekaligus 60 % x 70 bulan upah

 Berkala (2 tahun) Rp. 200.000,- per bulan *

 Biaya pemakaman Rp. 1.500.000,- *

f) Biaya Rehabilitasi: Patokan harga RS Suharso, Surakarta, ditambah 40 %

 Prothese anggota badan

 Alat bantu (kursi roda)

g) Penyakit akibat kerja, Tiga puluh satu jenis penyakit selama hubungan
kerja dan 3 tahun setelah putus hubungan kerja.

Iuran

- Kelompok I : 0.24 % dari upah sebulan;


- Kelompok II : 0.54 % dari upah sebulan;

- Kelompok III : 0.89 % dari upah sebulan;

- Kelompok IV : 1.27 % dari upah sebulan;

- Kelompok V : 1.74 % dari upah sebulan;

sesuai dengan PP Nomor 64 tahun 2005

3) Jaminan Kematian,

yaitu jaminan kematian yang diperuntukkan bagi ahli waris


tenaga kerja yang menjadi peserta Jamsostek yang meninggal bukan
karena kecelakaan kerja. Jaminan Kematian diperlukan sebagai upaya
meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman
maupun santunan berupa uang. Pengusaha wajib menanggung iuran
Program Jaminan Kematian sebesar 0,3 % dengan jaminan kematian yang
diberikan adalah Rp 7.5 Juta terdiri dari Rp 6 juta santunan kematian dan
Rp 1.5 juta uang pemakaman * dan santunan berkala.

Program ini memberikan manfaat kepada keluarga tenaga kerja seperti

a) Santunan Kematian Rp. 6.000.000,-

b) Biaya Pemakaman Rp. 1.500.000,-

c) Santunan Berkala sebesar Rp. 200.000,-

bulan (selama 24 bulan) *) sesuai dengan PP Nomor 64 Tahun 2005

3) PT. Jasa Raharja.

PT. Jasa Raharja merupakan satu-satunya Badan Usaha Milik Negara


(BUMN) yang bergerak dalam asuransi sosial khususnya asuransi kecelakaan.
PT. Jasa Raharja memberikan santunan kepada penumpang alat angkutan
umum akibat kecelakaan dan santunan kepada kecelakaan lalu-lintas jalan
baik santunan berupa biaya perawatan maupun santunan kematian bagi korban
yang meninggal dunia.

c. Jaminan Asuransi Kesehatan

a. Pengertian Asuransi

Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu


Zekerheid atau cauti.Zekerheid atau Cauti mencakup secara umum cara-cara
kreditur menjamin dipenuhi tagiahannya, disamping tanggung jawab umum
debitur terhadap barang-barangnya. Istilah jaminan juga dikenal dengan agunan,
yang dapat dijumpai dalam pasal 1131 dan pasal 1132 KUHPerdata, dan
penjelasan pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor & Tahun 1992 Tentang Perbankan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, jaminan maupun agunan memiliki
persamaan makna yakni “Tanggungan”.

Pengertian Jaminan terdapat dalam SK Direksi Bank Indonesia Nomor


23/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 yaitu “Suatu Keyakinan kreditur bank atas
kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan”
Definisi diatas hampir sama dengan definisi yang dikemukakan oleh M.Bahsan
yang berpendapat bahwa jaminan adalah “Segala sesuatu yang diterima kreditur
dan diserahkan debitur untuk menjamin suatu utang piutang dalam masyarakat”.

Sedangkan pengertian agunan diatur dalam pasal 1 angka 23 Undang-


Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yaitu “Jaminan Pokok yang
diserahkan debitur dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan
berdasarkan prinsip syari’ah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia”.

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) merupakan sebuah Sistem Jaminan Sosial
yang diberlakukan di Indonesia. Jaminan Sosial ini merupakan salah satu bentuk
perlindungan sosial yang diselenggarakan oleh Negara Republik Indonesia guna
menjamin warga negaranya untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar yang layak,
sebagaimana dalam Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Manusia (HAM) tahun
1948 dan konvensi ILO No. 102 tahun 1952 (Kemenkes RI, 2012).

Peraturan Menteri Kesehatan No 28 tahun 2014 tentang Pedoman


Pelaksanaan Program JKN menyatakan bahwa puskesmas sebagai penyedia
pelayanan kesehatan tingkat pertama memberikan pelayanan kesehatan yang
komprehensif (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative). Puskesmas sebagai
FKTP mempunyai peran strategis dan keunggulan dalam mendukung
terlaksananya JKN dibandingkan dengan praktik dokter, dan klinik swasta.

Hal ini disebabkan karena penyelenggaraan puskesmas yang berdasarkan


prinsip paradigma sehat, pertanggungjawaban wilayah, kemandirian masyarakat,
pemerataan, teknologi tepat guna serta keterpaduan dan kesinambungan sehingga
puskesmas berfungsi sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan
kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan pusat pelayanan kesehatan strata
pertama.

Sistem rujukan berjenjang merupakan salah satu upaya yang dilakukan


dalam penguatan pelayanan primer, sebagai upaya untuk penyelenggaraan kendali
mutu dan biaya. Peningkatan kerjasama fasilitas kesehatan merupakan salah satu
strategi pengendalian mutu dan biaya pelayanan kesehatan (BPJS Kesehatan,
2016). Sistem rujukan berjenjang merupakan salah satu upaya peningkatan
kerjasama antar fasilitas kesehatan.

Jaminan merupakan tanggungan atas pinjaman yang diterima atau garansi


atau janji seseorang untuk menanggung utang atau kewajiban tersebut tidak
terpenuhi. Istilah jaminan berasal dari bahasa Belanda yaitu zekerheid atau cautie,
yang artinya cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, di samping
pertanggungan jawab umum debitur terhadap barang barangnya.

Setiap orang di dunia selalu menghadapi resiko lingkungan yang dapat


merugikan kesehatan, seperti penyakit, kematian, kecelakaan atau bencana alam
yang pelayanannya menggunakan biaya yang besar. Fungsi asuransi kesehatan
akan melindungi individu atau keluarga dengan menyediakan pembayaran
manfaat dari resiko yang terjadi akibat penyakit atau bencana tersebut. Jaminan
adalah sesuatu benda atau barang yang dijadikan sebagai tanggungan dalam
bentuk pinjaman uang. Jaminan menurut kamus diartikan sebagai tanggungan
Pelayanan kesehatan meliputi fasilitas jasa dan supply yang luas.

Jaminan terhadap biaya kesehatan bervariasi dan banyak paket asuransi


kesehatan yang ditawarkan di pasaran. Beroperasi dalam pasaran yang kompetitif,
industri asuransi kesehatan swasta telah mengembangkan jaminan asuransi
kesehatan yang luas untuk memenuhi kebutuhan konsumen.

b. Jenis Dan Model Jaminan Asuransi

Saat ini dikenal beberapa jenis jaminan asuransi diantaranya;

1) Jaminan kesehatan.

2) Jaminan kematian.

3) Jaminan hari tua.

4) Jaminan kecelakaan.

5) Jaminan pension.

6) Jaminan kebakaran.

7) Jaminan pendidikan.

8) Jaminan Kendaraan.

9) Dll

Beberapa sumber lain, jenis asuransi diantaranya;

a) Jaminan Biaya Medis

Asuradur menawarkan jaminan biaya medis ke dalam pasar kelompok


maupun individual. Tujuan dari pada jaminan untuk melindungi peserta dan
anggota keluarga dari biaya perawatan kedokteran. Ada 2 tipe utama dari
jaminan biaya medis yaitu: paket medis utama dan bedah-rumah sakit.

b) Asuransi medis utama

Paket asuransi medis utama menyediakan jaminan yang luas dan


perlindungan dasar dari biaya medis yang besar, tidak terduga dan tidak
terbiayai. Paket ini memayungi hampir semua biaya medis sampai dengan
maksimum manfaat. Paket ini mungkin mengandung batasan internal dari
manfaat tertentu dapat berupa per prosedur, kategori service dan biasanya
merupakan subjek deductible dan coinsurance.

Ada 2 mekanisme dasar dari asuransi medis utama untuk pembayaran


pembiayaan jaminan yaitu supplemental dan komprehensif. Medis utama
komprehensif lebih sering.

c) Asuransi medis utama supplemental

Asuransi medis utama supplemental menjamin pembiayaan tertentu yang


tidak dibayarkan oleh paket dasar dari manfaat medico surgical rumah sakit.
Setelah deductible dipenuhi, paket medis utama supplemental menjamin
pembiayaan yang tersisa biasanya sebesar 80%. Total biaya yang dibayar oleh
peserta adalah jumlah deductible ditambah persentase biaya yang tidak
dibayar oleh formula pembayaraan oleh asuransi medis utama supplemental.

d) Medis utama komprehansif

utama komprehansif Paket medis utama komprehensif


menggunakan satu formula pembayaran untuk menjamin total biaya tanpa
membedakan antara pembayaran yang dijamian oleh paket dasar dan yang
dijamian oleh paket medis utama.

Fitur dari medis utama komprehensif adalah rancangan paket


sederhana dan pencegahan jaminan yang tumpang tindih. Ukuran, tipe dan
aplikasi deductible; jaminan penuh dari pembiayaan tertentu dan batas
pembiayaan disabilitasi yang menjadi tanggung jawab peserta ditentukan
oleh kelompok peserta dan paket underwriting asuradur.

e) Fitur paket medis utama

paket medis utama Kedua paket suplemental dan komprehensif


mempunyai kesamaan provisi seperti deductible, coinsurance, manfaat
maksimum, dan jaminan pembiyaan. Banyak tipe dari supply dan jasa
medis yang berasal dari dokter, osteopatis, dan praktek medis yamg
dikenal sebagai terapi fisik merupakan paket pelayanan yang umum.
Sebagai tambahan paket mungkin juga memberikan jaminan pembiayaan
fasilitas perawatan terlatih sebagaimana juga jaminan pada pelayanan
kesehatan rumah, dan pembiayaan perawatan hospite.

Deductible merupakan jumlah biaya yang ditanggung yang harus


dibayar oleh pihak tertanggung sebelum tujangan tersebut menjadi
tanggungan pemberi jaminan. Tujuan utama dari deductible adalah
membuat biaya premi lebih rendah dengan pencegahan utilisasi yang tidak
diperlukan dan menghilangkan klaim kecil dan pembiayaan untuk
menangani hal tersebut.

f) Overall Maksimum

Setiap polis medis utama mempunyai batas pembayaran manfaat


maksimum oleh asuradur. Pembayaran maksimum dapat tertulis sabagai
all cause atau per cause. Biaya jaminan Paket medis utama menyediakan
jaminan untuk supply dan jasa pelayanan medis spesefik.

Berikut adalah jasa pelayanan yang umum terdapat pada paket :

1) Pelayanan jasa profesional dokter dan praktisi medis yang dikenal


lainnya

2) Biaya rumah sakit untuk ruangan semi privat dan jasa penting lainnya
serta supply
3) Terapi fisik

4) Pelayanan perawatan ruti

5) Pusat bedah ambulatory

6) Anastesi dan administrasinya

7) Diagnostic sinar X dan prosedur laboratorium

8) Sinar X dan radium terapi

9) Skrining mammography

10) Oksigen dan obat lainnya atau gas pengobatan dan administrasinya

11) Trasfusi darah, dan termasuk biaya darah

12) Obat dan obat yang mengunakan resep dokter

13) Jasa ambulan local

14) Penyewaan alat kedokteran yang dibutuhkan untuk pengobatan

15) Anggota badan artificial (tangan, kaki palsu), atau prostetik lainnya

16) Pembalut gibs, pembalut lengan patah, trusses, braces, dan crutches;

17) Sewa kursi roda atau tempat tidur tipe rumah sakit

Limitasi dan pengecualian umum

Paket asuransi juga mengeluarkan atau membatasi jasa dan supply. Provisi
yang mengeliminasi jaminan untuk resiko tertentu disebut pengecualian.
Sesuatu jaminan yang dibatasi pada area tertentu disebut limitasi pada jaminan
kesehatan gigi sering tertulis pada jangka waktu asuransi atau basis pertahun.

Paket biaya medis biasanya mengeluarkan atau membatasi manfaat


sebagai berikut :
1) Pelayanan yang berasal dari pemerintah atau setiap agen pemerintah

2) Kesakitan dan kecelakaan akibat kerja

3) Bedah kosmetik

4) Kondisi pre-existing

5) Pengobatan dan perawatan gigi

6) Kelainan sendi rahang

7) Refraksi mata dan pembelian atau penyesuaian kaca mata atau alat
bantu pendengaran

8) Transportasi (kecuali untuk jasa ambulan lokal)

9) Pemeriksaan kesehatan atau cek up periodic

10) Kelainan mental atau nervous

11) Custodial care

12) Subluxation dan manipulasi badan

13) Pembiayaan di luar besaran manfaat yang diizinkan

14) Item selektif

15) Luka yang terjadi akibat perang yang diumumkan atau tidak
diumumkan termasuk serangan angakatan bersenjata atau pertahanan
karena agresi.

g) Asuransi bedah rumah sakit

Asuradur paket bedah rumah sakit yang bermacam-macam yang


bervariasi pada jaminan pembiayaan dan tingkat jaminan yang diberikan
oleh asuransi. Polis yang lengkap termasuk :

1) Biaya kamar dan biaya yang berkaitan dengannya


2) Macam-macam biaya rumah sakit lainnya

3) Pasien rawat jalan, diasnotik sinar X dan biaya laboratorium

4) Biaya bedah

5) Biaya kebidanan dan biaya dokter rumah sakit

Biaya kamar dan biaya yang berkaitan dengannya

Biaya utama dari rumah sakit adalah biaya kamar dan biaya yang
berkaitan dengannya, dan biaya perawatan. Manfaat ini umumnya
dipertimbangkan sebagai provisi manfaat dasar dari polis bedah rumah
sakit. Luasnya variasi maksimum biaya yang ditawarkan oleh asuradur
membuat peserta asuransi dapat memilih paket yang memenuhi kebutuhan
mereka dan keluarganya. Sejumlah kebutuhan akan bervariasi tergantung
dimana peserta asuransi tinggal.

Macam-macam biaya rumah sakit lainnya

Biaya rumah sakit untuk supply dan jasa yang dibutuhkan yang diberikan
selama rawat inap dijamin oleh provisi macam-macam biaya rumah sakit.
Supply dan jasa yang paling umum termasuk;

1) Jasa laboratorium

2) Pemeriksaan sinar X

3) Obat resep dan obat lainnya

4) Surgical dressings; dan

5) Ruang operasi

Selanjutnya provisi macam-macam biaya rumah sakit menjamin


pembiayaan rumah sakit untuk jasa spesialistik yang diberikan oleh tenaga
profesional rumah sakit seperti; ahli patologi, ahli radiologi, dan ahli
anastesi. Biaya untuk jasa ambulan profesional kadang-kadang dijamin
pada provisi ini.

Rawat jalan, diasnostik sinar X dan biaya laboratorium

Banyak praktek dokter dilengkapi dengan peralatan rutin sinar X


dan pemeriksaan laboratorium yang membantu mendiagnosa kondisi
tertentu. Maksimum pembayaran pada provisi ini dapat dibatasi dari $
200-$ 500 untuk setiap kesakitan ataupun luka. Walaupun demikian
sejumlah polis mungkin mengizinkan pembayaran sampai maksimum
manfaat yang sering berjumlah beberapa ribu dolar.

Biaya bedah

Jaminan ini memberikan manfaat terhadap pembiayaan tindakan


operasi oleh dokter. Salah satu elemen utama dari provisi ini adalah tarif
bedah untuk prosedur bedah yang umum. Daftar tarif dan atau pembayaran
maksimum yang akan dibayar asuradur berdasarkan tingkat kesulitan
operasi.

Manfaat bedah dibayar tanpa memperhatikan di mana tindakan


operasi oleh dokter. Banyak tindakan bedah saat ini dilaksanakan dengan
basis rawat jalan pada pusat bedah atau prakter dokter dan tidak
membutuhkan rawat inap di rumah sakit. Pasien ini tidak harus
dimasukkan ke dalam rumah sakit untuk mendapatkan jaminan bedah.

Kebanyakan polis meminta atau mengharuskan pendapat ahli


bedah lain untuk rawat inap elektif dan bedah rawat jalan. Jika pasien
mendapatkan bedah elektif tanpa mencari pendapat ahli bedah lainnya
(second opinion) paket mungkin tidak membayar manfaat bedah atau
dapat juga membayar dengan tingkat lebih rendah.

Biaya kebidanan (maternitas)


Polis bedah rumah sakit sering menjamin sebagian dari pada biaya
pasien kebidanan. Manfaat mungkin otomatis atau ditawarkan sebagai
jaminan yang optional. Tipe manfaat kebidanan memberikan jaminan
hanya jika konsepsi terjadi lebih dari sejumlah hari tertentu, biasanya 30
hari setelah tanggal efektif polis. Alternatif lain, manfaat martenitas
merupakan subjek periode waktu tunggu selama 10 bulan dari tanggal
efektif polis.

Sejumlah Negara bagian membuat undang-undang yang


mewajibkan maternitas harus dijamin sebagai mana kondisi sakit atau
sehat. Undang-undang federal yang baru HIPA 1996 melarang pengunaan
setiap jenis periode tunggu spesifik untuk manfaat martenitas.

Biaya dokter di rumah sakit

Provisi manfaat biaya dokter di rumah sakit membayar untuk biaya


dokter non bedah selama di rumah sakit. Polis membatasi jumlah uang
yang harus dibayar untuk jasa setiap kunjungan dokter Dan membatasi
jumlah kunjungan yang akan dibayar selama waktu rawat inap.

Biaya eligible

Sebagai paket medis utama, polis bedah rumah sakit berisi definisi
tentang biaya eligible dan tarif yang biasa dan umum untuk mereka.
Provisi juga berisi pengecualian dan limitasi. Banyak pengecualian sama
dengan pengecualian pada polis bedah rumah sakit. Yang paling sering
adalah kondisi pre-axiting, luka karena perbuatan sendiri yang disengaja
dan luka selama tugas aktif militer atau perang.

h) Jaminan supplemental

Asuradur menawarkan kesehatan supplemental untuk pasar


kelompok dan individual. Jaminan ini memberikan semacam buah pikiran
kepada peserta yang mengetahui bahwa mereka dijamin untuk biaya yang
tidak terduga disebabkan karena sakit dan luka.
Jaminan supplemental dilarang untuk :

1) Mengisi kesenjangan dari jaminan biaya medis (contohnya deductible,


coinsurance, biaya disabilitasi maksimum)

2) Menyediakan manfaat tambahan seperti gigi, obat resep dan jaminan


mata

3) Menjamin biaya tambahan sebab akibat sakit atau kecelakaan yang


serius

Berikut jaminan suplemental diuraikan : indemnitas rumah sakit,


gigi, obat resep, mata, kematian, dan cacat karena kecelakaan, biaya
kecelakaan medis, penyakit spesifik, suplemen medicare dan asuransi
kecelakaan perjalanan.

i) Asuransi Obat Resep

Asuransi obat resep menjamin pembiayaan obat melalui resep yang


dibuat oleh dokter, sangat kecil atau tanpa biaya dari peserta. Hampir
semua paket ditawarkan melalui perusahaan pada basis kelompok. Ada 2
paket dasar : penggatian biaya dan jasa.

Paket penggantian biaya

Pada paket penggantian biaya, biasanya individu membayar obat


resep terlebih dahulu dan menyampaikan biaya tersebut kepada asuradur
dalam bentuk formulir klaim yang dilengkapi oleh ahli farmasi atau
peserta. Pembayaran dilakukan kapada individu berdasarkan penentuan
asuradur yang berbasis biaya biasa dan umum.

Paket jasa

Pada paket jasa, pembayaran jaminan untuk jasa dan produk yang
dijamin oleh asuransi, dibayar oleh asuradur langsung kepada PPK tanpa
peserta mengisi formulir klaim. Obat resep meliputi jumlah besar dari
klaim kecil-kecil dan membutuhkan jaringan ekstensif dari apotik.
Biasanya administrator pihak ketiga mengelola paket untuk asuradur sebab
mereka dapat menekan biaya melalui volume yang besar dan standarisasi
formulir dan prosedur.

Pembatasan dan pengecualian

Berikut biaya yang biasanya dikeluarkan dari paket obat resep :

1) Semua tipe alat seperti jarum suntik dan plester obat

2) Obat kontrasepsi, imunisasi, serum, darah, atau plasma darah,


makanan suplemen, bahan kecantikan atau kosmetik

3) Obat yang diberikan kepada peserta yang sedang dirawat inap di


rumah sakit atau fasilitas perawatan lain.

4) Resep yang melampaui jumlah hari supply seperti supply 90 hari jika
didapatkan melalui lis dari apotik jaringan dan supply 30 hari dari
apotik lainnya.

j) Asuransi kesehatan perawatan mata

Asuransi kesehatan mata dirancang untuk memberikan manfaat untuk jasa


perawatan mata preventif dan korektif. Biasanya paket ini digabung
melengkapi jaminan kesehatan dasar kelompok. Tujuan utuma untuk
mandorong pemeriksaan mata secara periodik sehingga korektif yang cocok
dapat dilakukan. Pada hampir semua program perawatan mata, jasa pelayanan
harus diberikan oleh dokter mata atau optometris.

Manfaat biaya perawatan mata menyediakan penggantian biaya untuk:

1) Pemeriksaan mata

2) Single vision, lensa bifocal dan trifocal


3) Lensa kontak

4) Alat Bantu lainnya untuk subnormal penglihatan seperti lensa


lenticular

5) Gagang kaca mata ( limitasi dalam jumlah dolar karena variasi harga
sangat tinggi )

Pembatasan dan Pengecualian

Untuk mencegah over utilisasi, paket mata mungkin membatasi jaminan


hanya satu kali pemeriksaan dan satu pasang lensa untuk 12 bulan dan 1
pasang gagang kaca mata untuk setiap 2 tahun. Berikut jasa yang umumnya
merupakan pengecualian :

1) Pengobatan medis atau bedah

2) Sun Glasses

3) Lensa tinted

4) Kacamata pengaman

5) Duplikasi karena pecah atau hilang

k) Asuransi Biaya Medis Kecelakaan

Asuradur menawarkan banyak tipe polis biaya medis kecelakaan


suplemental. Umumnya jaminan hanya diterapkan jika pembiayaan terjadi dalam
waktu yang spesifik ( biasanya 3 atau 6 bulan ) dari waktu terjadinya kecelakaan.
Manfaat adalah subyek dari maksimum keseluruhan manfaat untuk setiap satu
kecelakaan.

Sejumlah asuradur menawarkan paket medis kecelakaan individual yang


melampaui tingkat benefit ini. Sejumlah paket mempunyai deductible yang kecil,
yang lain membayar setiap dolar yang dibayarkan. Manfaat, apakah kelompok
atau individual, menjamin pengobatan yang diperlukan setelah terjadinya
kecelakaan.

Biasanya manfaatnya sebagai berikut :

1) Pengobatan oleh dokter


2) Pelayanan rumah sakit

3) Registered nursing care (RN)

4) Pemeriksaan X-ray dan laboratorium

l) Asuransi Penyakit Spesifik

Tipe yang paling umum dari polis penyakit spesifik adalah asuransi kanker
yang merupakan porsi pasar yang paling besar. Banyak asuradur menawarkan satu
atau lebih polis asuransi kanker kepada individu atau keluarga untuk memenuhi
kebutuhan mereka akan proteksi kanker suplemental. Asuransi kanker dibeli
untuk mengisi kesenjangan pada asuransi kesehatan ( contoh : deductible,
coinsurance dan biaya yang tidak dijamin).

Polis juga menyediakan perlindungan terhadap pengeluaran tambahan


seperti makanan, dan penginapan ketika perjalanan ke kota lain untuk pengobatan,
pembiayaan perawatan anak, dan biaya transport yang berhubungan dengan
pengobatan pasien kanker.
d. Resiko Underwriting Asuransi Kesehatan

a. Pengertian Underwriter

Kata Underwriter berasal dari bahasa asing yang berarti penanggung.Bila


kata ini diterjemahkan dalam proses asuransi maka underwriter berarti
pihak/lembaga yang menjalankan tugas menerima iuran dari tertanggung dan
berkewajiban menanggung jaminan pihak tertanggung bila terjadi kerugian.

Asuransi kesehatan adalah sebuah jenis produk asuransi yang secara khusus
menjamin biaya kesehatan atau perawatan para anggota asuransi tersebut jika
mereka jatuh sakit atau mengalami kecelakaan. Secara garis besar ada dua jenis
perawatan yang ditawarkan perusahaan-perusahaan asuransi. rawat inap (in-
patient treatment) dan rawat jalan (out-patient treatment), Produk asuransi
kesehatan diselenggarakan baik oleh perusahaan asuransi sosial, perusahaan
asuransi jiwa, maupun juga perusahaan asuransi umum.

Underwriter adalah seseorang yang bertugas untuk melakukan seleksi


terhadap calon nasabah yang mengajukan diri untuk mendapatkan manfaat
asuransi, misalnya asuransi jiwa, asuransi kesehatan, maupun produk lainnya.
Pelaku yang melakukan seleksi tersebut adalah agen atau bagian-bagian internal
dari suatu perusahaan asuransi.

Dari pengertian tersebut maka dapat diambil kesimpulan;

1. Ada pihak penanggung

2. Ada Penerimaan premi

3. Ada kewajiban penanggung mengganti jaminan bila terjadi kerugian yang


dialami pihak tertanggung

Perusahaan asuransi adalah perusahaan yang menjual jasa berupa janji


untuk membayar kerugian yaitu klaim yang diajukan oleh pemegang polis (biasa
disebut Tertanggung) yang bisa terjadi bisa juga tidak terjadi. Diawal berdirinya
perusahaan asuransi konsep tolong menolong dijalankan, dalam arti pihak yang
rugi secara gotong royong dibantu oleh beberapa orang yang tidak mengalami
kerugian.

b. Unsur Underwriter

 Underwrite Pertama

Orang yang melakukan underwrite pertama sebenarnya adalah


agen asuransi jiwa. Jadi, agen asuransi tidak hanya menjual polis. Agen
asuransi jiwa juga menjadi orang yang pertama kali menentukan dan
mengidentifikasi secara sederhana kemungkinan risiko calon nasabahnya.

 Financial Underwrite

Tugas dari seorang analis yang melakukan financial underwriting


adalah membantu calon nasabah untuk menentukan program asuransi apa
yang paling sesuai dengan nasabah. Analis akan menyesuaikannya dengan
kemampuan secara finansial dan sesuai kebutuhan calon nasabah.

 Medical Underwrite

Medical underwrite dilakukan oleh orang yang merekomendasikan


apakah calon nasabah layak untuk masuk dalam produk asuransi jiwa atau
tidak. Hal ini didasarkan pada kondisi kesehatan dari calon nasabah
tersebut.

Underwriter memiliki unsur sebagai berikut;

1. Adanya lembaga sebagai wadah

2. Adanya kegiatan administrasi pengelolaan

3. Adanya jaminan

4. Adanya kewajiban

5. Adanya hak dan kewenangan


6. Adanya tempat usaha

7. Adanya kepemilikan sumber daya

8. Adanya regulasi kelembagaan

9. Adanya badan hukum

10. Adanya konsep ikatan kerja

c. Underwriter Asuransi Kesehatan

Underwriter memiliki Tanggung jawab asuransi kesehatan meliputi ;

1. Jaminan pemeliharaan kesehatan

2. Jaminan pelayanan rawat jalan

3. Jaminan pelayanan rawat inap

4. Jaminan pelayanan penunjang medis

5. Jaminan pelayanan rujukan

6. Jaminan pelayanan obat dan alat kesehatan

7. Jaminan pelayanan darah

8. Jaminan pelayanan ambulans

9. Jaminan pelayanan darurat medis dan lain-lain

d. Tugas Underwriter

Underwriter adalah fungsionaris bagian Tehnik/Underwriting, yang


mempunyai tugas pokok untuk ;

1. Menganalisa risiko yang ditawarkan.

2. Menetapkan terms & conditions


3. Menetapkan besarnya premi yang mencerminkan tingkat risiko yang akan
ditanggungnya

Dalam melakukan aktivitas akseptasi risiko, underwriter melakukannya


dengan prosedur akseptasi sebagai berikut :

1. Mengumpulkan semua data-data/informasi yang berhubungan dengan


risiko yang ditawarkan, yaitu fakta-fakta penting yang harus diberitahukan
oleh calon tertanggung, baik dengan cara mengisi SPPA, lisan maupun
dengan cara-cara yang lain.

2. Underwriter sebagai figur perorangan yang mewakili asuransi sebagai


figur Perusahaan

Asuransi, menyusun fakta-fakta penting tersebut dengan urutan :

a) Faktor-faktor yang memberikan gambaran umum tingkatan akseptasi


dan kelompok risiko-risiko yang dapat diaksep.

b) Faktor identifikasi yang tidak dapat dirubah dan halmana tidak


dimungkinkan asuradur untuk melakukan akseptasi.

c) Faktor-faktor yang dapat dirubah dan asuradur hanya dapat melakukan


akseptasi apabila faktor-faktor tersebut telah dirubah/diperbaiki.

d) Faktor yang membuat risiko lebih besar tetapi dapat diaksep dengan
premi yang lebih tinggi.

3. Asuradur tidak perlu meminta informasi tambahan lebih jauh, apabila


sudah diketahui faktor yang tidak bisa dirubah dan faktor mana tidak
memungkinkan asuradur untuk melakukan akseptasi risiko tersebut.

4. Bila semua aspek telah dianalisa, asuradur dapat memutuskan akseptasi


dengan menetapkan kondisi-kondisi yang dikehendaki atau menolak risiko
yang ditawarkan.
Fungsi-fungsi utama dari underwriter asuransi kesehatan
perorangan adalah :

a) Menilai dan memilih pendaftar asuransi kesehatan;

b) Menentukan apakah sebuah aplikasi harus disetujui dan, jika disetujui,


apa dasar persetujuan itu; serta

c) Memelihara komunikasi yang cukup antara tenaga lapangan

e. Faktor-Faktor Seleksi Risiko

Faktor-faktor seleksi resiko dalam melakukan underwriting usaha yang


baru sangat berbeda dengan asuransi kesehatan kelompok dan individual. Ketika
mengevaluasi kelompok yang baru (seringkali sebuah kasus ditransfer dari
perusahaan asuransi lain), underwriter mengasimilasi dan mempertimbangkan
semua informasi yang relevan. Faktor-faktor yang paling penting adalah :

1. Ukuran kelompok

2. Industrinya

3. Komposisi kelompok

4. Lokasi kelompok

5. Paket asuransi

6. Pembagian biaya

7. Fasilitas administratif pemegang polis

8. Pengalaman dan cakupan sebelumnya, termasuk perubahan dalam


manfaat-manfaat atau tarif selama periode tertentu;

9. Perjanjian komisi

10. Persistensi yang diperkirakan


11. Kemampuan untuk memenuhi kewajiban finansial (terutama pada
rekening-rekening yang besar)

Kebanyakan perusahaan asuransi mencoba untuk mengontrol bahaya-


bahaya yang tampak dalam kelompok kecil dengan menggunakan peraturan-
peraturan underwriting khusus seperti :

1. Membatasi manfaat-manfaat yang dapat diperoleh untuk menstandarkan


paket; atau

2. Mengaplikasikan limitasi atau eksklusif kondisi yang telah ada


sebelumnya yang membatasi cakupan selama periode tertentu, biasanya
satu tahun, untuk kondisi yang langsung ditangani secepatnya sebelum
cakupan efektif.

f. Sumber Informasi Underwriting

Underwriters menggunakan sejumlah sumber informasi untuk


mengevaluasi apakah sebuah kelompok atau seorang individu merupakan resiko
yang dapat diterima. Sumber ini berbeda untuk asuransi kelompok dan individual.

Untuk underwriting asuransi kelompok, faktor-faktor berikutlah yang


digunakan untuk mengumpulkan informasi :

1. Permintaan untuk proposal;

2. Kartu pendaftaran;

3. Laporan inspeksi;

4. Pernyataan finansial dan laporan kredit;

5. Informasi federal disclosure;

6. Informasi agen atau broker, dan

7. Representatif kelompok
Permintaan untuk Proposal

Permintaan untuk proposal dan formulir-formulir lainnya memberikan


informasi underwriting, termasuk data karyawan dan riwayat klaim. Contohnya,
mereka memberikan jumlah karyawan yang memenuhi syarat, yang berguna
untuk menentukan apakah ada jumlah partisipasi yang cukup dalam paket.
Mengidentifikasi kelas-kelas yang tidak termasuk juga membantu menentukan
apakah ada seleksi adverse terhadap paket.

Permintaan untuk proposal juga biasanya menyediakan riwayat asuransi


sebelumnya, yang membantu underwriter menentukan stabilitas resiko. Karena
biaya tahun pertama yang tinggi dalam penjualan dan penerbitan kelompok,
perusahaan asuransi mencari kelompok yang diharapkan akan tetap terasuransi
selama beberapa tahun.

Permintaan untuk proposal yang menunjukkan bahwa kelompok telah


berganti asuransi beberapa kali selama tahuntahun terakhir.

1. Aplikasi

2. Pernyataan agen

3. Pemeriksaan kesehatan atau paramedis

4. Pernyataan dokter yang bertugas

5. Laporan inspeksi

6. MID

7. Inc. (Biro Informasi Kesehatan)

8. DIRS (Sistem Arsip Disabilitas Pendapatan)

Aplikasi

Bagian utama dari aplikasi asuransi individual adalah alat dasar


yang digunakan oleh underwriter, merupakan fondasi untuk keputusan
underwriter menyediakan cakupan yang diminta, untuk memodifikasinya,
atau untuk mencoba mendapatkan informasi lagi atau menolak aplikasi itu
seluruhnya. Walaupun agen biasanya yang bertanya dan mengisi jawaban
pada aplikasi, aplikator harus menandatanganinya.

Aplikasi itu termasuk sebuah pernyataan bahwa pendaftar telah


menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan jujur dan secara lengkap
menurut pengetahuan dan kepercayaannya. Sebuah formulir aplikasi,
ditandatangani oleh pendaftar, juga disertakan pada aplikasi. Formulir ini
mengizinkan underwriter untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan
dari sumber luar. Format aplikasi dan kedalaman serta arah pertanyaannya
tergantung perusahaan asuransi dan fungsinya.

Jika digunakan hanya untuk satu jenis asuransi, maka


pertanyaanpertanyaan pada aplikasi hanya akan mendapatkan informasi
yang dianggap relevan untuk underwriting asuransi itu. Namun, jika
aplikasi itu untuk beberapa tipe cakupan, maka pertanyaan-pertanyaan itu
akan dirancang untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk
underwriting berbagai cakupan itu.

Perusahaan asuransi disabilitas juga menyimpan kopi dari


pengembalian pajak pendaftar yang paling baru. Dengan informasi ini,
perusahaan asuransi dapat mengetahui secara pasti jumlah cakupan
disabilitas yang diminta pendaftar merupakan jumlah dimana ia
terkualifikasi di bawah peraturan partisipasi dan terbitan perusahaan
asuransi.

Pertanyaan Agen

Sebagian besar perusahaan asuransi menyediakan kertas kosong


dibelakang aplikasi mereka untuk komentar agen, seperti berapa lama dan
berapa baik mereka telah mengenal pendaftar.

Agen juga mungkin diminta untuk mengindikasikan :


1. Pengetahuan mengenai informasi apapun tentang pendaftar yang tidak
termasuk dalam aplikasi tetapi mungkin akan memiliki resiko seleksi

2. Nilai net pendaftar, pendapatan tahunan, dan pendapatan dari sumber


selain pekerjaan.

Agen yang memberitahu underwriter tentang kondisi khusus


penjualan atau masalah khusus yang tidak akan diidentifikasikan akan
mendapatkan kepercayaan underwriter. Sering komentar agen akan
menjelaskan situasi yang sering dipertanyakan atau tidak jelas berdasarkan
informasi dari sumber lain.

Pernyataan Dokter yang Bertugas

Jika dalam aplikasi atau laporan pemeriksa kesehatan tercatat


riwayat kesehatan yang serius atau dipertanyaan, underwriter akan
meminta laporan dari dokter yang bertugas atau rumah sakit. Ini disebut
pernyataan dokter yang bertugas (APS). Tipe laporan ini merupakan
sumber informasi yang paling baik untuk deskripsi riwayat kesehatan yang
akurat.

Underwriter harus mengetahui untuk apa tepatnya pendaftar


diobati, tanggal pengobatan, lamanya pengobatan, dokter konsultan, jika
akan dan apakah telah sembuh total. Kebanyakan kondisi kesehatan
dimana para pendaftar dirawat tidak memberikan masalah. Namun,
beberapa kondisi lebih mungkin menyebabkan klaim tambahan karena
kecelakaan atau sakit yang tidak berhubungan. Epilepsy, contohnya,
menaikkan kemungkinan sebuah luka, dan hipertensi atau obesitas dapat
menyebabkan atau memperlama sebuah disabilitas.

Laporan Inspeksi

Sebuah laporan inspeksi adalah laporan sebuah investigasi seorang


pendaftar yang dilakukan oleh sebuah agensi tanggungan yang khusus
bertugas dalam investigasi asuransi. Laporannya, biasanya ditulis,
mencakupan faktor-faktor relevan seperti pekerjaan, status keuangan, dan
riwayat kesehatan. Perusahaan inspeksi hampir setua industri asuransi itu
sendiri, dan laporan inspeksi merupakan alat-alat underwriting yang
berharga.

Baik perusahaan inspeksi maupun perusahaan asuransi telah


menyadari sifat rahasia informasi yang didapat dan telah membuat
prosedur-prosedur yang melindungi individu yang terlibat.

MIB, Inc.

MIB, Inc, (sebelumnya Biro Informasi Kesehatan) adalah sistem


untuk tukar menukar informasi underwriting diantara perusahaan asuransi
yang underwriting asuransi jiwa dan kesehatan. Merupakan asosiasi
dengan lebih dari 700 anggota di Amerika dan Canada. Untuk
mendapatkan keanggotaan penuh dalam asosiasi, sebuah perusahaan
asuransi harus memiliki seorang direktur kesehatan dan menjual asuransi
kesehatan.

Karena persyaratan keanggotaan ini, beberapa perusahaan asuransi


yang menspesifikasi pada asuransi kesehatan saja tidak dapat menjadi
anggota. Salah satu tujuan utama MIB adalah untuk mendeteksi atau
mengetahui penipuan dalam perolehan asuransi oleh mereka yang
mungkin tidak memasukkan atau mencoba untuk menutup fakta-fakta
penting untuk determinasi resiko asuransi yang akurat, baik, dan masuk
akal.

MIB bertanggung jawab atas pemeliharaan daftar cacat kesehatan


dan nonmedikal yang penting bagi penerbitan. Daftar ini direview secara
terus-menerus untuk memastikan relevansinya pada proses penerbitan.
Informasi MIB tidak mengindikasikan tindakan apa yang mungkin diambil
oleh suatu perusahaan anggota yang melapor atau jumlah asuransi yang
diaplikasikan atau terbitkan. Hanya perusahaan anggotalah yang dapat
menyerahkan laporan kepada MIB, dan hanya dalam hubungan dengan
informasi yang ditemukan ketika melakukan underwriting sebuah

Prinsip ini berjalan secara sukarela karena ada pendapat nasib


buruk bisa menimpa siapa saja secara bergantian. Dalam
perkembangannya dilakukan perapihan sistem asuransi ini, dimana konsep
iuran sukarela dihitung lebih teknik berupa premi. Asuransi menganut
prinsip "the law of large number" yaitu semakin besar jumlah pemegang
polis maka distribusi risiko menjadi semakin kecil. Bisnis asuransi yang
awalnya dijalankan secara konvensional sekarang memasuki era teknologi
modern mengikuti perkembangan jaman.
e. Pemasaran Asuransi Kesehatan

a. Pengertian Pemasaran

Pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk


menciptakan, mengomunikasikan dan memberikan nilai kepada pelanggan dan
untuk mengelola hubungan-hubungan pelanggan dengan cara yang
menguntungkan organisasi dan pihak pelanggan. Menurut Panji Anoraga,
pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan rencana penetapan harga,
promosi, dan distribusi dari ide-ide, barang-barang, dan jasa-jasa untuk
menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan-tujuan individu dan
organisasional.

Menurut Kotler, pemasaran adalah sekumpulan aktivitas manusia yang


ditujukan untuk memfasilitasi dan melaksanakan pertukaran. Sedangkan menurut
Baker, pemasaran berkaitan dengan penciptaan dan pemeliharaan hubungan yang
saling menguntungkan. Adapun pendapat lain tentang pemasaran, Peter Drucker
mengatakan bahwa pemasaran bukanlah sekedar perluasan penjualan, pemasaran
meliputi keseluruhan bisnis, dan harus dilihat dari sudut pelanggan.

Hanya pemasaran dan inovasilah yang menghasilkan uang, kegiatan


lainnya adalah merupakan pos biaya saja. Dikatakan pemahaman Drucker ini
merupakan peletakan sendi dasar pemasaran sebagai bisnis kunci dalam
perusahaan.

Sedangkan definisi pemasaran menurut William J. Stanton adalah suatu


system keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang ditunjukan untuk
merencanakan, menentukan price, mempromosikan, dan mendistribusikan barang
dan jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun
pembeli potensial.

Jadi yang dimaksud dengan pemasaran adalah sekumpulan aktivitas


manusia yang melakukan suatu kegiatan mempromosikan barang atau jasa antara
penjual dan pembeli yang saling menguntungkan satu sama lain.
Dalam pengertian sederhana pemasaran adalah aktifitas pemasar untuk
menggerakan bisnis guna memenuhi kebutuhan dan permintaan pasar akan barang
dan atau jasa, menetapkan harga, mendistribusikan, serta mempromosikannya
melalui proses pertukaran agar memuaskan konsumen dan mencapai tujuan
perusahaan.

Pemasaran asuransi adalah aktiftas bisnis asuransi melalui kegiatan


perencanaan, penentuan produk, harga, pasar, tempat, promosi, strategi pemasaran
dan distribusi produk asuransi kepada calon peserta asuransi, yang dapat
memuaskan keinginan dan mencapai pasar sasaran serta tujuan perusahaan.

b. Dasar Pemasaran Asuransi

Marketing Asuransi memiliki makna seorang atau kelompok yang


memiliki tanggung jawab untuk memperkenalkan dan memberitahu klient
serta membuka jalan dari klient tersebut untuk mengembangkan usaha dan
meningkatkan penjualan dari produk-produk asuransi yang dimiliki.
Dikarenakan Produk asuransi ini sendiri berbeda-beda dari mulai asuransi
perorangan maupun asuransi untuk coorporate (perusahaan), maka dari itu
akan dibeberkan secara mendetail mengenai tugas dan tanggung jawab
marketing asuransi dibawah ini.

Seorang marketing asuransi biasanya dibekali dengan pelatihan khusus


dari asuransi terkait agar benar-benar memahami prouk yang dia pasarkan.
Dalam hal ini, tugas utama dari seorang marketing adalah memberitahukan
orang lain mengenai pengetahuannya itu.

Biasanya seorang marketing memiliki list daftar nama dan kandidat yang
harus di follow up, alias didatangi untuk diberikan penerangan dan penawaran
terkait produk asuransi yang dimiliki. Jika yang dijual produk asuransi perorangan
seperti asuransi jiwa atau asuransi rumah, maka seorang marketing asuransi akan
mendatangi calon kandidat terkait untuk melakukan pertemuan serta menawarkan
produk asuransi tersebut. Yaitu :
a) Memperluas jaringan pemasaran
b) Memberikan penerangan mengenai produk asuransi yang dipasarkan
c) Melakukan follow up terhadap klient
d) Menjaga hubungan baik dengan klient
e) Berorientasi pada target yang telah dilakukan perusahaan

Kegiatan pemasaran asuransi dikenal enam konsep aktifitas pemasaran berupa;

1. Konsep produksi

Konsep produksi berpendapat bahwa konsumen akan menyukai


produk yang tersedia dimana-mana dan harganya murah. Konsep ini
berorientasi pada produksi dengan mengerahkan segenap upaya untuk
mencapai efesiensi produk tinggi dan distribusi yang luas.

2. Konsep produk

Konsep produk mengatakan bahwa konsumen akan menyukai


produk yang menawarkan mutu, performansi dan ciri-ciri yang terbaik.
Tugas manajemen disini adalah membuat produk berkualitas, karena
konsumen dianggap menyukai produk berkualitas tinggi dalam
penampilan dengan ciri – ciri terbaik.

3. Konsep penjualan

Konsep penjualan berpendapat bahwa konsumen, dengan dibiarkan


begitu saja, organisasi harus melaksanakan upaya penjualan dan promosi
yang agresif

4. Konsep pemasaran

Konsep pemasaran mengatakan bahwa kunsi untuk mencapai


tujuan organisasi terdiri dari penentuan kebutuhan dan keinginan pasar
sasaran serta memberikan kepuasan yang diharapkan secara lebih efektif
dan efisien dibandingkan para pesaing.

5. Konsep pemasaran social

Konsep pemasaran sosial berpendapat bahwa tugas organisasi


adalah menentukan kebutuhan, keinginan dan kepentingan pasar sasaran
serta memberikan kepuasan yang diharapkan dengan cara yang lebih
efektif dan efisien daripasda para pesaing dengan tetap melestarikan atau
meningkatkan kesejahteraan konsumen dan masyarakat.

6. Konsep Pemasaran Global

Pada konsep pemasaran global ini, manajer eksekutif berupaya


memahami semua faktorfaktor lingkungan yang mempengaruhi pemasaran
melalui manajemen strategis yang mantap. Tujuan akhirnya adalah
berupaya untuk memenuhi keinginan semua pihak yang terlibat dalam
perusahaan.

c. Sistem Pemasaran Asuransi

Dalam suatu Perusahaan Asuransi sebagai Penanggung risiko, secara


umum pembagian tugas, wewenang dan tanggung-jawab para fungsionarisnya
dalam struktur Organisasi, dengan pembagian pokok sebagai berikut :

a. bagian Pemasaran atau Marketing

b. bagian Tehnik atau Underwriting

c. bagian Keuangan dan Umum (Finance & General Affair)

Dalam suatu perusahaan asuransi sebagai penanggung risiko, secara umum


pembagian tugas, wewenang dan tanggung-jawab para fungsionarisnya dalam
struktur organisasi, dengan pembagian pokok sebagai berikut :

1. Bagian Pemasaran atau Marketing


2. Bagian Tehnik atau Underwriting

3. Bagian Keuangan dan Umum

Bagian Pemasaran

Agar asuransi dapat terjual dengan baik kepada customer, maka


bagian pemasaran merancang sistem pemasaran yang handal dan tangguh.
Pengelolaan sistem pemasaran didorong untuk mempertemukan kebutuhan
dan keinginan customer dengan persediaan produk asuransi suatu
perusahaan. Salah satu cara pemasaran produk asuransi adalah;

a) Direct Metod, pemasaran dilakukan langsung kepada customer.

Sistem pemasaran denga metode ini dimana penangung menemui


langsung calon tertanggung, tanpa melalui perantara.

b) Indirect metod, pemasaran secara tidak langsung dilakukan melalui


agen atau pialang asuransi (Agent or Broker)

Sistem pemasaran denga metode ini dimana penangung tidak menemui


langsung calon tertanggung, namum melalui perantara. Pihak perantara
dalam pemasaran asuransi diantaranya ;

i. Agen
Agen sebagai pihak yang ditunjuk atau dibentuk oleh
perusahaan untuk melakukan tugas perwakilan dalam
pelayanan asuransi pada customer
ii. Pialang asuransi (broker).
Menurut UU no. 2 tahun 1992 pialang asuransi adalah
perusahaan yang memberikan jasa keperantaraan dalam
penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian ganti-rugi
asuransi dengan bertindak untuk kepentingan Tertanggung.
d. Fungsi Pemasaran Asuransi

Survey Pasar
Survey pasar meliputi analisis kebutuhan pasar serta besarnya
kompetisi dalam pasar tersebut. Juga diteliti lokasi kantor yang layak serta
proyeksi hasil penjualan.

Kerangka Produk

Kerangka produk adalah berupa gambaran umum tentang pasar


yang menjadi sasaran (jenis dan besarnya kelompok, area geografis,
industri, tingkat sosial ekonomi, dll). Kerangka produk juga
menggambarkan ciri-ciri pokok yang membedakan satu produk dari
produk lainnya, estimasi awal biaya yang diperlukan untuk
mengembangkan produk tersebut dan daftar santunan-santunan yang dapat
dikembangkan dari kegiatan tersebut

Analisis Pasar.

Analisis pasar meneliti apakah suatu produk sesuai dengan rencana


pengembangan produk dan juga menelaah apakah produk baru tersebut
berkaitan dengan produk lain yang telah dijual perusahaan di pasar.
Analisis pasar juga memperkirakan kemampuan dan keahlian yang
diperlukan dalam pengembangan produk dan mempertimbangkan apakah
sistim distribusi dan administrasi yang ada mampu menangani produk
tersebut. Yang juga penting adalah analisis pengaruh faktor-faktor
eksternal seperti misalnya konsumer, penyedia pelayanan kesehatan,
pemerintah dan kompetitor.

Desain dan Pengembangan Produk

Desain dan pengembangan produk termasuk hal-hal sebagai berikut :

1. Mengisi dan menyampaikan formulir kontrak kepada departemen


asuransi negara bagian

2. Menetapkan skala tarif dan komisi

3. Menetapkan batas-batas underwriting, syarat-syarat dan pedoman.


4. Menyusun pedoman underwriting program latihan lapangan dan brosur
pemasaran untuk peserta dan agen.

5. Melakukan modifikasi terhadap sistim pengolahan data dan sistem


administrasi (pengusulan, rating, penagihan, akuntansi, proses
penyusunan santunan serta mempertahankan intensitas kegiatan
administratif yang sudah berjalan).

Pengenalan Produk

Produk tersebut kemudian diperkenalkan oleh bagian penjualan.


Kepada rekanan kemudian disampaikan brosur-brosur, promosi penjualan,
informasi tentang keunggulan produk, pedoman-pedoman penjualan,
poster, bahan-bahan untuk melatih agen, dan kalau perlu disampaikan tape
film video atau rekaman.

Biasanya perusahaan asuransi memberi gaji kepada perwakilan


kelompok, ditambah dengan insentif atau bonus kalau kinerjanya
melampaui target atau kuota yang direncanakan. Adanya bonus atau
insentif ini bervariasi antara perusahaan. Ada yang sama sekali tidak
memberikan bonus dan ada pula perusahaan dimana pendapatan pokok
“group representatives” tersebut justru terutama diperoleh dari bonus.

Konsultan Jaminan Asuransi Karyawan

Konsultan jaminan asuransi karyawan adalah perorangan atau


perusahaan yang mengkhususkan diri dalam membuat desain, penjualan
dan jasa pelayanan asuransi karyawan.

1. Underwritting di lapangan dan seleksi resiko awal

2. Pelayanan kepada peserta, memberikan penjelasan dan memberi


nasihat tentang perubahan santunan

3. Hubungan masyarakat, memberikan kesan yang baik tentang


perusahaan asuransi kepada konsumer.
Kompensasi kepada agen

Para agen yang bergerak dalam bidang produk asuransi kesehatan


kelompok dan individu mendapat pembayaran terutama dalam bentuk
komisi.

Kompensasi untuk asuransi kesehatan kelompok

Perusahaan asuransi yang menawarkan asuransi kesehatan


kelompok biasanya mendapat komisi atas dasar penjualan dan jasa yang
berhasil mereka jual. Ada dua jenis komisi yang digunakan yaitu (1)
komisi tinggi-rendah dan (2) komisi tetap. Jenis komisi lainnya bagi
penjual asuransi kesehatan kelompok adalah : ”override commission”,
“vesting” dan pembayaran langsung dari klien.

Komisi tinggi-rendah dan komisi bertingkat

Komisi tinggi rendah memberikan komisi yang lebih tinggi untuk tahun
pertama diikuti dengan komisi yang lebih rendah untuk tahun-tahun
berikutnya. Komisi tetap memberikan jumlah komisi yang sama untuk
setiap tahun. Komisi tetap ini semakin banyak diterapkan. Dalam tempo
sekitar sepuluh tahun ke dua jenis komisi tersebut biasanya memberikan
jumlah komisi yang sama (dengan asumsi besar premi tidak berubah dan
peserta tetap bertahan selama sepuluh tahun).

“Vesting”

Komisi “vesting” diberikan kepada agen underwriting atau kepada


pemilik agen tersebut terlepas dari apakah agen tersebut tetap bekerja di
perusahaan asuransi atau tidak. Cara “vesting” ini berbeda antara
perusahaan-perusahaan asuransi. Namun ada kecenderungan asuransi
kelompok meninggalkan cara ini. Umumnya komisi tersebut dibayarkan
hanya kalau agen underwriting tetap memberikan jasa pelayanan kepada
para peserta dan tetap bekerja di bawah kontrak dengan perusahaan
asuransi.
Cara pemberian kompensasi lainnya

Kadang-kadang perusahaan asuransi kesehatan kelompok


melakukan negosiasi dengan kliennya secara langsung dalam menentukan
besarnya pembayaran, yang tergantung kepada jenis pelayanan yang
diberikan. Misalnya mereka melakukan negosiasi untuk pembayaran tetap
setiap bulan atau setiap tahun atau per karyawan.

Cara seperti ini banyak ditemukan pada perusahaan yang bertindak


sebagai TPA atau perwakilan kelompok klien yang besar-besar. Kadang-
kadang perwakilan kelompok juga mendapat bonus. Bonus ditetapkan
sejumlah prosentase premi, baik premi untuk tahun pertama atau premi
tahun pertama plus premi tahun-tahun berikutnya. Besarnya bonus
berkisar antara 10 sampai 50% dari gaji perwakilan kelompok, kadang-
kadang dengan batas maksimum sama dengan besarnya gaji.

Bonus tersebut bisa digabung dengan gaji dan dianggap sebagai


kompensasi total, dan dipergunakan untuk menentukan jumlah tunjangan
yang akan diberikan kepada perwakilan kelompok.

Kompensasi dalam asuransi kesehatan perorangan

Perusahaan asuransi memberikan kompensasi kepada agen yang


menjual asuransi kesehatan perorangan melalui sistem komisi. Kadang-
kadang juga diberikan biaya pelatihan untuk agen yang baru memulai
kariernya, ditambah dengan tunjangan kesejahteraan tertentu.

Cara lain pemberian kompensasi

Perusahaan asuransi perorangan menggunakan berbagai cara untuk


memberi kompensasi kepada tenaga-tenaga pemasaran produknya, mulai
dari pemberian uang tunai dan tunjangan kesejahteraan sampai bonus atas
kinerjanya.
Biaya pelatihan. Ada perusahaan asuransi yang memberikan biaya
pelatihan untuk agen yang baru bekerja. Agen baru tersebut diberikan gaji
akan tetapi harus menghasilkan target premi atau target komisi untuk bisa
memperoleh gaji tersebut. Cara seperti ini bisa berlangsung selama
beberapa bulan sampai beberapa tahun.

Dana untuk biaya pengembangan. Banyak agen asuransi umum


yang bekerja atas dasar kontrak kerja sama dengan perusahaan asuransi
dan mendapat dana untuk biaya pengembangan.

Dana ini biasanya didasarkan atas dua faktor; beberapa banyak produk
yang terjual oleh agen tersebut dan berapa lama penjualan tersebut bisa
bertahan. Tujuan cara pemberian dana seperti ini adalah untuk menutupi
biaya overhead perusahaan agen tersebut.

Tunjangan kesejahteraan. Agen full time yang kinerjanya mencapai


target minimum perusahaan asuransi biasanya mendapat asuransi
kesehatan dan asuransi jiwa, yang disponsori oleh perusahaan asuransi
tempat ia bekerja.

Sering juga agen tersebut mendapat asuransi hari tua. Dalam hal
ini, baik perusahaan asuransi maupun agen tersebut memberi kontribusi
premi asuransi hari tuanya secara bersama-sama. Agen full time yang
mendapat tunjangan kesejahteraan biasanya juga menjadi peserta program
Social Security yang dilaksanakan oleh perusahaan asuransi bersangkutan.

Agen atau karyawan tersebut membayar 50% dari pajak Social


Security dan sisanya (50%) akan dibayar dari kompensasi yang akan
diperoleh agen tersebut. Kesepakatan, kampanye penjualan dan
penghargaan. Kompensasi ini diberikan kepada agen yang kinerjanya
mencapai atau melebihi standar kinerja tertentu. Demikian juga
kompensasi diberikan kepada agen kalau kampanye penjualan yang
dilakukannya dapat target tertentu dan ini tujuannya adalah untuk
memotivasi agen untuk bekerja maksimum.
e. Proses Penjualan

Proses penjualan asuransi kelompok dan perorangan terdiri dari


beberapa unsur yang sama. Proses tersebut terdiri dari langkah-langkah
tertentu seperti mencari prospek sampai transaksi penjualan dan pelayanan
klien setelah terjadi penjualan. Namun masing-masing langkah tersebut
berbeda untuk asuransi kelompok dan asuransi perorangan.

Penjualan asuransi kesehatan kelompok

Pengembangan prospek

Perwakilan asuransi kesehatan kelompok umumnya mencari calon


peserta melalui agen dan broker serta menghabiskan waktu cukup banyak
untuk memanfaatkan prospek tersebut sebagai sumber usaha (bisnis)

1. Gambaran singkat atau outline setiap jaminan yang dimasukkan dalam


paket jaminan

2. Tarif dan premi untuk setiap cakupan jaminan

3. Asumsi-asumsi dan persyaratan dalam melakukan underwriting


sehubungan dengan jaminan yang diusulkan.

4. Gambaran biaya program tersebut, biasanya mencakup kurun waktu 3


sampai 5 tahun.

5. Informasi tentang kekuatan dan kinerja keuangan perusahaan asuransi


tersebut termasuk daftar hubungan kerjanya dengan perusahaan
peserta.

Presentasi proposal

Konsultan penyusunan santunan bagi karyawan serta broker skala


besar biasanya meminta semua proposal langsung disampaikan kepada
mereka, untuk dianalisis dan selanjutnya memberikan rekomendasi kepada
klien. Hal ini juga dilakukan oleh broker yang lebih kecil. Namun
biasanya broker dan agen berskala kecil biasanya mengharapkan
keterlibatan perwakilan kelompok dalam melakukan presentasi proposal
tersebut kepada klien.

Hal-hal umum yang dipertimbangkan dalam melakukan evaluasi


proposal tersebut adalah kemampuan, pengalaman dan reputasi perusahaan
asuransi bersangkutan. Kemudian, hal khusus yang dipertimbangkan
adalah rumusan rencana jaminan yang ditawarkan oleh perusahaan
asuransi tersebut, sejauh mana rencana jaminan tersebut akan dipenuhi
atau diwujudkan, serta posisi tarif dan biaya yang ditawarkan
dibandingkan dengan perusahaan asuransi lain.

Santunan yang ada sekarang. Kalau sistem jaminan yang ada


sekarang akan diserahkan kepada perusahaan asuransi yang baru, maka
perlu dilakukan pendaftaran kembali meskipun tidak ada perubahan lain
yang dilakukan. Pendaftaran ulang ini perlu dilakukan dengan
pertimbangan sebagai berikut :

1. Kembali mengingatkan karyawan tentang adanya jaminan tersebut

2. Agar karyawan lebih mengenal perusahaan asuransi yang baru

3. Karyawan akan patuh membayar premi kalau satu saat premi tersebut
dinaikkan.

Setelah pendaftaran ulang selesai dilakukan, perwakilan kelompok


mengirimkan formulir layanan yang sudah ditanda tangani, kartu peserta
dan premi bulan pertama kepada perusahaan asuransi atau kantau
cabangnya dilapangan.

Ini diperlukan untuk pengesyahan kepesertaan, pemberian


sertifikat kepesertaan dan bahan-bahan administrasi lainnya. Perwakilan
kelompok, biasanya ditemani oleh agen atau broker, menyampaikan
bahan-bahan tersebut kepada klien dan menjelaskan semua aspek tentang
administrasi, termasuk.
a) Telepon langsung

agen langsung memberikan penawaran kepada prospek melalui


telepon tanpa memberi tahu sebelumnya.

b) Pendekatan melalui telepon

sebelum melakukan pertemuan untuk mengajukan penawaran


penjualan, agen menelepon prospek untuk menumbuhkan
minatnya.

c) Surat perkenalan

agen mengirim surat kepada prospek untuk menjelaskan kenapa ia


ingin mengadakan kunjungan, diikuti dengan telepon untuk
mengatur pertemuan guna wawancara.

d) Rujukan pemegang polis

kenalan dekat agen dan prospek membuat perjanjian untuk


mempertemukan agen dan prospek, atau agen mengirim surat
pendahuluan dan dalam surat tersebut dicantumkan nama sejumlah
klien yang merekomendir agen tersebut menemui prospek
bersangkutan. Klien tersebut adalah orang yang dikenal oleh
prospek bersangkutan.

Hasil terakhir yang disebutkan diatas sangat penting artinya


menunjang kegiatan agen, yaitu memanfaatkan pengaruh pemegang polis
dalam mendukung kegiatan penjualan oleh agen. Pengaruh semacam ini
juga bisa diperoleh dari pengacara, akuntan, banker dan developer, yang
umumnya mempunyai jaringan relasi yang cukup luas serta reputasi yang
dipercayai.
Fact finding

Setelah berhasil melakukan pendekatan, agen mulai melakukan


wawancara. Tujuannya adalah untuk memperoleh informasi tentang
kebutuhan prospek. Kebutuhan tersebut dapat diketahui dari jawaban atas
dua pertanyaan pokok berikut :

1. Apa jenis asuransi kesehatan yang telah dimiliki prospek bersangkutan

2. Apakah ada kesenjangan atau yang kurang dalam asuransi tersebut


yang perlu dilengkapi agar diperoleh perlindungan penuh bagi prospek
bersangkutan.

Setelah jawaban atas kedua pertanyaan tersebut diperoleh, maka


kebutuhan prospek bersangkutan dapat digolongkan dalam tiga kategori
pasar yang telah disebutkan dimuka, yaitu : primer permanen, primer
sementara atau suplemen.

Kalau jawabannya adalah bahwa prospek tersebut termasuk dalam


pasar primer permanen dan tidak termasuk dalam salah satu asuransi
kelompok serta tidak dilindungi oleh asuransi pemerintah, maka santunan
yang ditawarkan harus termasuk pelayanan dasar atau pelayanan rumah
sakit dan bedah yang komprehensif, yang besarnya sesuai dengan biaya
pelayanan rumah sakit di wilayah setempat. Selain itu, juga perlu
dimasukkan santunan biaya tindakan medis besar dan kompensasi
pendapatan yang cukup untuk menunjang kebutuhan hidup sehari-hari
prospek bersangkutan.

Prospek tersebut mungkin juga membutuhkan santunan untuk


sementara. Banyak santunan asuransi kelompok menetapkan syarat sudah
bekerja selama 30, 60 atau 90 sebelum seorang karyawan boleh menjadi
peserta asuransi kelompok.

Dalam situasi demikian, prospek yang bersangkutan hanya


memerlukan asuransi sementara selama masa tersebut, sampai tiba saatnya
ia boleh menjadi peserta asuransi kelompok. Jawaban prospek bisa juga
menunjukkan bahwa ia memerlukan cakupan suplementer (pelengkap),
meskipun ia sudah menjadi peserta asuransi kelompok.
f. Jaminan Kesehatan Nasional

a. Pengertian Jaminan Kesehatan Nasional

Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar


peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang
yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Peserta
BPJS diwajibkan melakukan pembayaran iuran setiap bulannya.

JKN diharapkan pembiayaan pelayanan kesehatan masyarakat


dilaksanakan dalam sistem asuransi dan JKN menjadi sistem jaminan yang
bersifat wajib bagi seluruh masyarakat. Dengan adanya JKN, masyarakat yang
sakit akan merasakan dampak layanan kesehatan yang mereka terima sebagai
peserta JKN yaitu pemeriksaan, perawatan, dan pengobatan dijamin oleh
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Jumlah peserta JKN sampai dengan Oktober 2016 tercatat jumlah peserta
JKN sebesar 169,5 juta jiwa atau kurang lebih 66,11% dari total penduduk
tahun 2016 sebesar 256,5 juta jiwa. Jumlah fasilitas kesehatan yang telah
bekerja sama dengan BPJS kesehatan untuk melayani peserta JKN berjumlah
25.828 fasilitas kesehatan terdiri dari 20.531 Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP), 2.001 Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan
(FKRTL), 2.047 Apotek, 956 Optika dan 256 Laboratorium (Widiarini, dan
Sahputri, 2016).

Iuran Jaminan Kesehatan sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur


oleh peserta BPJS kesehatan, pemberi kerja atau pemerintah untuk program
jaminan kesehatan (Perpres No. 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan).
Berdasarkan peraturan peraturan BPJS kesehatan yang sudah diatur oleh UU
RI No 24 Tahun 2011 Tentang BPJS kesehatan mengenakan sanksi
administratif kepada peserta BPJS kesehatan yang tidak memenuhi
kewajibanya (Kemenkes, 2013:26).
Upaya untuk meningkatkan pembayaran iuran tersebut BPJS kesehatan
menerapkan pilot project perluasan channel PPOB (Payment Point Online
Bank) BPJS Kesehatan telah dilakukan sejak 6 Agustus 2015 melalui
kerjasama dengan 4 mitra bank BPJS Kesehatan, yaitu Mandiri, BNI, BRI,
BTN, BCA.

Mekanisme PPOB ini terbilang efektif dan diminati banyak masyarakat.


Terbukti sejak diluncurkannya sistem PPOB pada awal Oktober 2015 lalu,
jumlah transaksi pembayaran iuran peserta BPJS Kesehatan melalui
mekanisme PPOB ini telah mencapai 1.816.343 transaksi pembayaran. Kerja
sama juga dilakukan dengan pihak minimarket seperti indomaret dan alfamart
(BPJS Kesehatan, 2015). Upaya ini dilakukan semata untuk meningkatkan
pembayaran iuran BPJS kesehatan secara mudah dan rutin. Salah satu mitra
BPJS kesehatan dalam melakukan pembayaran iuran setiap bulan adalah
perbankan. BRI merupakan salah satu perbankan yang terdapat di kabupaten
Banyuwangi. Pemilihan BRI sebagai objek penelitian dikarenakan BRI
memiliki unit dengan jangkauan layanan yang sampai ke pelosok sehingga
memudahkan nasabah dalam menggunakan fasilitas perbankan. Berdasarkan
pada data dari BRI Cabang Genteng Banyuwangi selama dua tahun terakhir
menunjukkan bahwa pada tahun 2015 peserta BPJS kesehatan yang
melakukan pembayaran di teller sebesar 2.710 peserta BPJS kesehatan, dan
ATM sebesar 4.762 peserta BPJS kesehatan.

Pada tahun 2016 mengalami penurunan, peserta BPJS kesehatan yang


melakukan pembayaran di teller sebesar 1.366 peserta BPJS kesehatan
menurun sebesar 98.4%, dan ATM sebesar 4.085 peserta BPJS kesehatan
menurun mencapai 16.6%. Hasil wawancara dengan petugas, keadaan ini
dikarenakan peserta BPJS kesehatan tidak puas dengan pembayaran di Bank.
b. Dasar-Dasar Hukum

Dasar-dasar hukum dalam penyelenggaraan program BPJS ini adalah :

 Undang – Undang

- Undang-Undang No 40 Tahun 2004 tentang SJSN

- Undang-Undang No 24 Tahun 2011 tentang BPJS

 Peraturan Pemerintah

- Peraturan Pemerintah No. 90 Tahun 2013 tentang pencabutan


Peraturan Pemerintah 28/2003 tentang subsidi dan iuran
pemerintah dalam penyelenggaraan asuransi kesehatan bagi
Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan penerima pensiun.

- Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 2013 tentang hubungan antara


setiap Badan Penyelenggara Jaminan Sosia (BPJS)l.

- Peraturan Pemerintah No. 86 Tahun 2013 tentang tata cara


pengenaan sanksi administratif kepada pemberi kerja selain
penyelenggara negara dan setiap orang, selain pemberi kerja,
pekerja dan penerima bantuan iuran dalam penyelenggaraan
Jaminan Sosial (Jamsos). Peraturan Pemerintah No. 87 Tahun 2013
tentang tatacara pengelolaan aset Jaminan Sosial (Jamsos)
kesehatan.

- Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2013 tentang perubahan atas


perpres no. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan (Jamkes).

- Peraturan Presiden No. 109 Tahun 2013 tentang penahapan


kepesertaan program Jaminan Sosial (Jamsos).

- Peraturan Presiden No. 108 Tahun 2013 tentang bentuk dan isi
laporan pengelolaan program Jaminan Sosial (Jamsos).
- Peraturan Presiden No. 107 Tahun 2013 tentang pelayanan
kesehatan tertentu berkaitan dengan kegiatan operasional
kementerian pertahanan, TNI, dan Kepolisian NRI.

- Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan


(Jamkes).

c. Fungsi BPJS

Pada pasal 5 ayat (2) UU No.24 Tahun 2011 disebutkan fungsi BPJS
adalah :

 Berfungsi dalam menyelenggarakan program jaminan kesehatan

 Berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan kecelakaan


kerja, program jaminan kematian, program jaminan pensiun dan
jaminan hati tua

d. Tugas BPJS

Dalam melaksanakan fungsi-fungsinya sebagaimana tersebut diatas BPJS


bertugas untuk:

 Melakukan dan atau menerima pendaftaran peserta.

 Mengambil dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja.

 Menerima bantuan iuran dari Pemerintah.

 Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta.

 Mengumpulkan dan mengelola data peserta program Jaminan Sosial


(Jamsos).

 Membayarkan manfaat dan atau membiayai pelayanan kesehatan


sesuai dengan ketentuan program Jaminan Sosial (Jamsos).
 Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program Jaminan
Sosial (Jamsos) kepada peserta dan masyarakat.

Maka tugas-tugas BPJS meliputi pendaftaran kepesertaan dan pengelolaan


data kepesertaan, pemungutan, pengumpulan iuran termasuk menerima
bantuan iuran dari Pemerintah, pengelolaan Dana jaminan Sosial, pembayaran
manfaat dan/atau membiayai pelayanan 11 kesehatan dan tugas penyampaian
informasi dalam rangka sosialisasi program Jaminan Sosial (Jamsos) dan
keterbukaan informasi. Tugas-tugas pendaftaran kepesertaan dapat
dilaksanakan secara pasif dalam arti menerima pendaftaran atau secara aktif
dalam arti mendaftarkan peserta.

e. Wewenang

Dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagaimana dimaksud di atas BPJS


berwenang:

 Menagih pembayaran Iuran.

 Menempatkan Dana Jaminan Sosial (Jamsos) untuk investasi jangka


pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek
likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan
mendapatkan hasil yang memadai.

 Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan


pemberi kerja dalam memanuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional.

 Membuat kesepakatan dengan Fasilitas Kesehatan (Faskes) mengenai


besar pembayaran Fasilitas Kesehatan (Faskes) yang mengacu pada
standar tarif yang diputuskan oleh Pemerintah.

 Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan Fasilitas Kesehatan


(Faskes).
 Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja
yang tidak memenuhi kewajibannya.

 Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang atas


ketidakpatuhannya akan membayar iuran atau akan memenuhi
kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

 Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka pelaksanaan


program Jaminan Sosial (Jamsos).

Kewenangan menagih pembayaran Iuran dalam arti meminta pembayaran


dalam hal terjadi penunggakan, kemacetan, atau kekurangan pembayaran,
kewenangan melakukan pengawasan dan kewenangan mengenakan sanksi
administratif yang diberikan kepada BPJS memperkuat kedudukan BPJS
sebagai badan hukum publik. Sedangkan pada program jaminan kematian
dilaksanakan secara nasional sesuai dengan prinsip asuransi sosial dengan
tujuan untuk memberikan santunan kematian yang dibayarkan kepada ahli
waris peserta yang meninggal dunia.

f. Prinsip BPJS

Prinsip-prinsip dasar BPJS ialah sesuai dengan apa yang dirumuskan oleh
UU SJSN Pasal 19 ayat 1 yaitu jaminan kesehatan yang diselenggarakan
secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas.
Maksud dari prinsip-prinsip asuransi sosial adalah :

 Kegotongroyongan antara si kaya dan miskin, yang sehat dan sakit,


yang tua dan muda, serta yang beresiko tinggi dan rendah.

 Kepesertaan yang bersifat wajib dan tidak selaktif.

 Iuran berdasarkan presentase upah atau penghasilan.

 Bersifat nirlaba
Sedangkan prinsip ekuitas adalah kesamaan dalam memperoleh pelayanan
sesuai dengan kebutuhan medis yang terikat dengan besaran iuran yang
dibayarkan. Kesamaan dalam memperoleh pelayanan adalah kesamaan
jangkauan finansial ke pelayanan kesehatan yang merupakan bagian dari
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan masuk dalam program pemerintah
pada tahun 2014..

Untuk memudahkan pemahaman pembaca tentang jaminan kesehatan


nasional, beberapa pengertian yang patut diketahui terkait dengan asuransi
tersebut adalah :

1. Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang


bersifat wajib dari peserta, guna memberikan perlindungan kepada
peserta atas risiko sosial ekonomi yang menimpa mereka dan atau
anggota keluarganya (UU SJSN No.40 tahun 2004).

2. Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah tata cara penyelenggaraan


program Jaminan Sosial oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

3. Jaminan Sosial adalah bentuk perlindungan sosial untuk menjamin


seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang
layak.

Dengan demikian, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang


dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN). Sistem Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui
mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib berdasarkan
UndangUndang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem
asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan
masyarakat yang layak.
Berikut ini beberapa kelebihan sistem asuransi sosial di banding dengan
asuransi komersial:

Asuransi Sosial Asuransi Komersial


1. Kepesertaan bersifat wajib (untuk 1. Kepesertaan bersifat sukarela
semua penduduk
2. Non Profit 2. Profit
3. Manfaat komprehensif 3. Manfaat sesuai dengan premi yang
dibayarkan.
berpotensi mencakup 100% penduduk (universal coverage) dan relatif dapat
menekan peningkatan biaya pelayanan kesehatan.

Adapun keuntungan program JKN bagi negara adalah;

1. Mencegah tertundanya pelayanan kesehatan utamanya masyarakat miskin


dan tidak mampu

2. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan kesehatan

3. sMenekan peningkatan anggaran kesehatan

4. Untuk memudahkan pengendalian mutu dan anggaran kesehatan

5. Meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan

6. Meningkatkan equity pelayanan kesehatan

7. Adanya subsidi silang antara kaya miskin, sehat dan sakit

8. Mendorong terciptanya cakupan kesehatan semesta

9. Terciptanya kepastian pembiayaan pelayanan kesehatan berkelanjutan

10. Meningkatkan manfaat pelayanan kesehatan secara komprehensif baik


promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif.

11. Portabilitas nasional : peserta tetap mendapatkan jaminan kesehatan yang


berkelanjutan meskipun peserta berpindah tempat tinggal atau tempat
bekerja dalam wilayah NKRI.
g. Transformasi Bpjs

Sejak berlakunya Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang


Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, hal ini memiliki konsekwensi pada
sistem jaminan kesehatan di Indonesia. Beberapa penyelenggaran jaminan
kesehatan seperti PT ASKES (Persero), PT ASABRI (Persero), PT
JAMSOSTEK (Persero), dan PT TASPEN (Persero) akan mengalami
transformasi menjadi satu badan pengelola yaitu BPJS.

Dampak terbitnya UU BPJS telah menetapkan PT ASKES untuk


bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan dan PT JAMSOSTEK akan
bertransformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Salah satu permasalahan
yang dihadapi adalah UU BPJS belum mengatur mekanisme transformasi
PT ASABRI dan PT TASPEN (Persero) dan mendelegasikan
pengaturannya ke Peraturan Pemerintah.

Dalam UU BPJS tersebut di amanatkan dilakukannya


pembentukan dua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, BPJS Kesehatan
dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan program
jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia termasuk orang asing
yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia.
BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan
kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian bagi
seluruh pekerja Indonesia termasuk orang asing yang bekerja di Indonesia
paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia.

Sebelumnya BUMN Persero penyelenggara jaminan sosial terdiri


dari PT ASKES, PT ASABRI, PT JAMSOSTEK, dan PT TASPEN,
adalah badan hukum privat yang dirikan sesuai ketentuan UU No. 19
Tahun 2003 Tentang BUMN dan tatakelolanya tunduk pada ketentuan
yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Saat berlakunya JKN diharapkan agar BPJS merepresentasikan Negara
dalam mewujudkan hak konstitusional warga Negara atas jaminan sosial
dan hak atas pengidupan yang layak.

Penyelenggaraan jaminan sosial berbasis kepada hak konstitusional


setiap orang dan sebagai wujud tanggung jawab Negara sebagaimana
diamanatkan dalam UUD Negara RI Tahun 1945 Pasal 28 H ayat (3) dan
Pasal 34 ayat (2). Penyelenggaraan sistem jaminan sosial berdasarkan asas
antara lain asas kemanusiaan yang berkaitan dengan martabat manusia.

BPJS mengemban misi perlindungan finansial untuk terpenuhinya


kehidupan dasar warga Negara dengan layak. Yang dimaksud dengan
kebutuhan dasar hidup adalah kebutuhan esensial setiap orang agar dapat
hidup layak, demi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. T

ransformasi BUMN Persero menjadi BPJS bertujuan untuk


memenuhi prinsip dana amanat dan prinsip nir laba SJSN, di mana dana
yang dikumpulkan oleh BPJS adalah dana amanat peserta yang dikelola
oleh BPJS untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi peserta.
Sebagai badan hukum privat, BUMN Persero tidak didirikan oleh
penguasa Negara dengan Undang-Undang, melainkan ia didirikan oleh
perseorangan selayaknya perusahaan umum lainnya, didaftarkan pada
notaris dan diberi keabsahan oleh Kementerian Hukum dan HAM.

Menteri mendirikan persero setelah berkonsultasi dengan Presiden


dan setelah dikaji oleh Menteri Teknis dan Menteri Keuangan.

Sebagai badan hukum privat, keempat BUMN Persero tersebut


tidak memiliki kewenangan publik yang seharusnya dimiliki oleh badan
penyelenggara jaminan sosial. Hambatan utama yang dialami oleh
keempat BUMN Persero adalah ketidakefektifan penegakan hukum
jaminan sosial karena ketiadaan kewenangan untuk mengatur, mengawasi
maupun menjatuhkan sanksi kepada peserta.
Sebaliknya, BPJS selaku badan hukum publik memiliki kekuasaan
dan kewenangan untuk mengatur publik melalui kewenangan membuat
peraturanperaturan yang mengikat publik. Sebagai badan hukum publik,
BPJS wajib menyampaikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan
tugasnya kepada pejabat publik yang diwakili oleh Presiden.

BPJS menyampaikan kinerjanya dalam bentuk laporan pengelolaan


program dan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan
publik kepada Presiden, dengan tembusan kepada DJSN, paling lambat 30
Juni tahun berikutnya. Perubahan terakhir dari serangkaian proses
transformasi badan penyelenggara jaminan sosial adalah perubahan
budaya organisasi.

Reposisi kedudukan peserta dan kepemilikan dana dalam tatanan


penyelenggaraan jaminan sosial mengubah perilaku dan kinerja badan
penyelenggara. Pasal 40 ayat (2) UU BPJS mewajibkan BPJS memisahkan
aset BPJS dan aset Dana Jaminan Sosial. Pasal 40 ayat (3) UU BPJS
menegaskan bahwa aset Dana Jaminan Sosial bukan merupakan aset
BPJS. Penegasan ini untuk memastikan bahwa Dana Jaminan Sosial
merupakan dana amanat milik seluruh peserta yang tidak merupakan aset
BPJS.

BPJS merupakan badan hukum publik karena memenuhi


persyaratan sebagai berikut:

1. Dibentuk dengan Undang-Undang (Pasal 5 UU BPJS)

2. Berfungsi untuk menyelenggarakan kepentingan umum, yaitu


Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang berdasarkan asas
kemanusiaan, manfaat dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia (Pasal 2 UU BPJS)

3. Diberi delegasi kewenangan untuk membuat aturan yang


mengikat umum (Pasal 48 ayat (3) UU BPJS)
4. Bertugas mengelola dana publik, yaitu dana jaminan sosial
untuk kepentingan peserta (Pasal 10 huruf d UU BPJS)

5. Berwenang melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas


kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memenuhi
kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan jaminan sosial nasional (Pasal 11 huruf c UU BPJS)

6. Bertindak mewakili Negara RI sebagai anggota organisasi atau


lembaga internasional (Pasal 51 ayat (3) UU BPJS)

7. Berwenang mengenakan sanksi administratif kepada peserta


atau pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya (Pasal
11 huruf f UU BPJS).

h. Prinsip-Prinsip Jaminan Kesehatan Nasional

Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistem


Jaminan Sosial Nasional (SJSN) berikut:

1. Prinsip kegotong royongan.

Gotong royong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip


dalam hidup bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam
kebudayaan kita. Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta
yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang
sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan peserta yang
sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN
bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu. Dengan
demikian, melalui prinsip gotong royong jaminan sosial dapat
menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Prinsip nirlaba.

Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan


Sosial (BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit
oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-
besarnya kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari
masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya,
akan di manfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.

3. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan


efektivitas.

Prinsip prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan


pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil
pengembangannya.

4. Prinsip portabilitas

Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan


jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka
berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

5. Prinsip kepesertaan bersifat wajib.

Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi


peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat
wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan
kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan
penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di
sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi
peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat.

6. Prinsip dana amanat.

Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan


kepada badanbadan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya
dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan
peserta.

7. Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial.

Dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk


sebesarbesar kepentingan peserta.

i. Pembiayaan

Pembiayaan Jaminan kesehatan nasional dapat diuraikan sebagai


berikut : (Kemenkes, 2013)

1. Iuran

Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan


secara teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk
program Jaminan Kesehatan (pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang
Jaminan Kesehatan).

2. Pembayar Iuran Bagi Peserta PBI

iuran dibayar oleh Pemerintah, bagi Peserta Pekerja Penerima


Upah, Iurannya dibayar oleh Pemberi Kerja dan Pekerja, bagi Peserta
Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja iuran
dibayar oleh Peserta yang bersangkutan. Besarnya Iuran Jaminan
Kesehatan Nasional ditetapkan melalui Peraturan Presiden dan ditinjau
ulang secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi,
dan kebutuhan dasar hidup yang layak.

3. Pembayaran Iuran

Setiap Peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan


berdasarkan persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau
suatu jumlah nominal tertentu (bukan penerima upah dan PBI).
Setiap Pemberi Kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya,
menambahkan iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan
membayarkan iuran tersebut setiap bulan kepada BPJS Kesehatan
secara berkala (paling lambat tanggal 10 setiap bulan). Apabila tanggal
10 (sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari
kerja berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran JKN dikenakan
denda administratif sebesar 2% (dua persen) perbulan dari total iuran
yang tertunggak dan dibayar oleh Pemberi Kerja.

Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja


wajib membayar iuran JKN pada setiap bulan yang dibayarkan paling
lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan kepada BPJS Kesehatan.
Pembayaran iuran JKN dapat dilakukan diawal. BPJS Kesehatan
menghitung kelebihan atau kekurangan iuran JKN sesuai dengan Gaji
atau

Upah Peserta. Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan


pembayaran iuran, BPJS Kesehatan memberitahukan secara tertulis
kepada Pemberi Kerja dan/atau Peserta paling lambat 14 (empat belas)
hari kerja sejak diterimanya iuran. Kelebihan atau kekurangan
pembayaran iuran diperhitungkan dengan pembayaran Iuran bulan
berikutnya. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran
iuran diatur dengan Peraturan BPJS Kesehatan.

4. Cara Pembayaran Fasilitas Kesehatan BPJS Kesehatan akan membayar


kepada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama dengan Kapitasi.

Untuk Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan, BPJS


Kesehatan membayar dengan sistem paket INA CBG’s. Semua
Fasilitas Kesehatan meskipun tidak menjalin kerja sama dengan BPJS
Kesehatan wajib melayani pasien dalam keadaan gawat darurat, setelah
keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien dapat dipindahkan, maka
fasilitas kesehatan tersebut wajib merujuk ke fasilitas kesehatan yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

5. Pertanggungjawaban BPJS Kesehatan

BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas


pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas)
hari sejak dokumen klaim diterima lengkap. Besaran pembayaran
kepada Fasilitas Kesehatan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara
BPJS Kesehatan dan asosiasi Fasilitas Kesehatan di wilayah tersebut
dengan mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan.

Dalam hal tidak ada kesepakatan atas besaran pembayaran, Menteri


Kesehatan memutuskan besaran pembayaran atas program JKN yang
diberikan. Asosiasi Fasilitas Kesehatan ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan. Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan
tugasnya,

BPJS Kesehatan wajib menyampaikan pertanggungjawaban dalam


bentuk laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan
(periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember). Laporan yang telah
diaudit oleh akuntan publik dikirimkan kepada Presiden dengan
tembusan kepada DJSN paling lambat tanggal 30 Juni tahun
berikutnya.

j. Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional

Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional terdiri atas 2 (dua) jenis,


yaitu manfaat medis berupa pelayanan kesehatan dan manfaat non medis
meliputi akomodasi dan ambulans.

Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian


pelayanan: (Kemenkes, 2013)
1. Penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan
mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih
dan sehat.

2. Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri


Pertusis Tetanus dan HepatitisB (DPTHB), Polio, dan Campak.

3. Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi,


dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi
keluarga berencana. Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi
dasar disediakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

4. Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk


mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko
penyakit tertentu.

Meskipun manfaat yang dijamin dalam JKN bersifat komprehensif, masih


ada manfaat yang tidak dijamin meliputi:

a) Tidak sesuai prosedur

b) Pelayanan di luar Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan


BPJS;

c) Pelayanan bertujuan kosmetik

d) General checkup, pengobatan alternative

e) Pengobatan untuk mendapatkan keturunan, pengobatan impotensi;

f) Pelayanan kesehatan pada saat bencana

g) Pasien Bunuh Diri /Penyakit yang timbul akibat kesengajaan untuk


menyiksa diri sendiri/ Bunuh Diri/Narkoba.

k. Badan Penyelenggara
Unsur-unsur penyelenggaraan dalam Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) meliputi:

a) Regulator

Yang meliputi berbagai kementerian/lembaga terkaitantara


lain Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Kementerian
Kesehatan, Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial,
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Dalam
Negeri, dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).

b) Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)


adalah seluruh penduduk Indonesia, termasuk orang asing yang
bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah
membayar iuran.

c) Pemberi Pelayanan Kesehatan

Pemberi Pelayanan Kesehatan adalah seluruh fasilitas


layanan kesehatan primer (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama)
dan rujukan (Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut)

d) Badan Penyelenggara

Badan Penyelenggara adalah badan hukum publik yang


menyelenggarakan program jaminan kesehatan sebagaimana yang
ditetapkan oleh UndangUndang Nomor 24 Tahun 2011 tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

1. Organisasi BPJS

Organisasi BPJS Kesehatan terdiri atas Dewan Pengawas dan


Direksi. Dewan Pengawas terdiri atas 7 (tujuh) orang anggota yang
terdiri dari 2 (dua) orang unsur Pemerintah, 2 (dua) orang unsur
Pekerja, 2 (dua) orang unsur Pemberi Kerja, 1 (satu) orang unsur
Tokoh Masyarakat. Direksi terdiri atas paling sedikit 5 (lima) orang
anggota yang berasal dari unsur profesional.

2. Fungsi, Tugas, Wewenang, Hak, Dan Kewajiban BPJS

Kesehatan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan.


Dalam melaksanakan fungsinya BPJS bertugas untuk:

a)Melakukan dan/atau menerima pendaftaran Peserta

b) Memungut dan mengumpulkan Iuran dari Peserta dan Pemberi


Kerja

c)Menerima Bantuan Iuran dari Pemerintah

d) Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan Peserta

e)Mengumpulkan dan mengelola data Peserta program Jaminan Sosial

f) Membayarkan Manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan


sesuai dengan ketentuan program Jaminan Sosial

g) Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program


Jaminan Sosial kepada Peserta dan masyarakat.

Dalam melaksanakan tugasnya, BPJS Kesehatan


berwenang untuk:

a) Menagih pembayaran Iuran

b) Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka


pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek
likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil
yang memadai

c) Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan


Peserta dan Pemberi Kerja dalam memenuhi kewajibannya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
jaminan sosial nasional

d) Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai


besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada
standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah

e) Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas


kesehatan

f) Mengenakan sanksi administratif kepada Peserta atau Pemberi


Kerja yang tidak memenuhi kewajibannya

g) Melaporkan Pemberi Kerja kepada instansi yang berwenang


mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar Iuran atau
dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan;dan h. Melakukan kerja sama
dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program
Jaminan Sosial.

Dalam melaksanakan kewenangannya, BPJS Kesehatan


berhak untuk:

a) Memperoleh dana operasional untuk penyelenggaraan program


yang bersumber dari Dana Jaminan Sosial dan/atau sumber
lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan

b) Memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan


program Jaminan Sosial dari DJSN setiap 6 (enam) bulan.

Dalam melaksanakan tugasnya, BPJS Kesehatan


berkewajiban untuk:

a) Memberikan nomor identitas tunggal kepada Peserta


b) Mengembangkan aset Dana Jaminan Sosial dan aset BPJS
untuk sebesar-besarnya kepentingan Peserta

c) Memberikan informasi melalui media massa cetak dan


elektronik mengenai kinerja, kondisi keuangan, serta kekayaan
dan hasil pengembangannya

d) Memberikan Manfaat kepada seluruh Peserta sesuai dengan


Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

e) Memberikan informasi kepada Peserta mengenai hak dan


kewajiban untuk mengikuti ketentuan yang berlaku;

f) Memberikan informasi kepada Peserta mengenai prosedur


untuk mendapatkan hak dan memenuhi kewajibannya

g) Membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktik


aktuaria yang lazim dan berlaku umum

h) Melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang


berlaku dalam penyelenggaraan Jaminan Sosial

i) Melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi


keuangan, secara berkala 6 (enam) bulan sekali kepada
Presiden dengan tembusan kepada DJSN.

l. Pengorganisasian

1. Lembaga Penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

(Kemenkes, 2013)

JKN diselenggarakan oleh BPJS yang merupakan badan hukum


publik milik Negara yang bersifat non profit dan bertanggung jawab
kepada Presiden. BPJS terdiri atas Dewan Pengawas dan Direksi. Dewan
Pengawas terdiri atas 7 (tujuh) orang anggota: 2 (dua) orang unsur
Pemerintah, 2(dua) orang unsur Pekerja, 2 (dua) orang unsur Pemberi
Kerja, 1 (satu) orang unsur Tokoh Masyarakat.

Dewan Pengawas tersebut diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.


Direksi terdiri atas paling sedikit 5 (lima) orang anggota yang berasal dari
unsur profesional. Direksi sebagaimana dimaksud diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden.

Fungsi, Tugas, dan Wewenang Dewan Pengawas

Dalam melaksanakan pekerjaannya, Dewan Pengawas mempunyai


fungsi, tugas, dan wewenang pelaksanaan tugas BPJS dengan uraian
sebagai berikut:

(Kemenkes, 2013)

a) Fungsi Dewan Pengawas

adalah melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas BPJS.

b) Dewan Pengawas bertugas untuk

melakukan pengawasan atas kebijakan pengelolaan BPJS dan kinerja


Direksi; melakukan pengawasan atas pelaksanaan pengelolaan dan
pengembangan Dana Jaminan Sosial oleh Direksi; memberikan saran,
nasihat, dan pertimbangan kepada Direksi mengenai kebijakan dan
pelaksanaan pengelolaan BPJS; dan menyampaikan laporan
pengawasan penyelenggaraan Jaminan Sosial sebagai bagian dari
laporan BPJS kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN.

c) Dewan Pengawas berwenang untuk

menetapkan rencana kerja anggaran tahunan BPJS;mendapatkan


dan/atau meminta laporan dari Direksi; mengakses data dan informasi
mengenai penyelenggaraan BPJS; melakukan penelaahan terhadap
data dan informasi mengenai penyelenggaraan BPJS; dan memberikan
saran dan rekomendasi kepada Presiden mengenai kinerja Direksi.

Fungsi, Tugas, dan Wewenang Direksi Dalam menyelenggarakan


JKN, Direksi BPJS mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang sebagai
berikut :

(Kemenkes, 2013)

a) Direksi berfungsi melaksanakan penyelenggaraan kegiatan operasional


BPJS yang menjamin Peserta untuk mendapatkan Manfaat sesuai
dengan haknya.

b) Direksi bertugas untuk:melaksanakan pengelolaan BPJS yang


meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi;
mewakili BPJS di dalam dan di luar pengadilan;

c) Menjamin tersedianya fasilitas dan akses bagi Dewan Pengawas untuk


melaksanakan fungsinya.

Direksi berwenang untuk:

a) Melaksanakan wewenang BPJS

b) Menetapkan struktur organisasi beserta tugas pokok dan fungsi, tata


kerja organisasi, dan sistem kepegawaian

c) Menyelenggarakan manajemen kepegawaian BPJS termasuk


mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan pegawai BPJS serta
menetapkan penghasilan pegawai BPJS; mengusulkan kepada Presiden
penghasilan bagi Dewan Pengawas dan Direksi

d) Menetapkan ketentuan dan tata cara pengadaan barang dan jasa dalam
rangka penyelenggaraan tugas BPJS dengan memperhatikan prinsip
transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas
e) Melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS paling banyak Rp
100.000.000.000 (seratus miliar rupiah) dengan persetujuan Dewan
Pengawas; melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS lebih dari
Rp 100.000.000.000 (seratus miliar rupiah) sampai dengan Rp
500.000.000.000 (lima ratus miliar rupiah) dengan persetujuan
Presiden

f) Melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS lebih dari Rp


500.000.000.000 (lima ratus miliar rupiah) dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Ketentuan mengenai tata


cara pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Direksi diatur dengan
Peraturan Direksi. Persyaratan untuk menjadi Dewan Pengawas dan
Dewan Direksi diatur dalam UU Nomor 24 tahun 2011.

2. Hubungan Antar Lembaga

BPJS melakukan kerja sama dengan lembaga pemerintah, lembaga


lain di dalam negeri atau di luar negeri dalam rangka meningkatkan
kualitas penyelenggaraan program Jaminan Sosial (JKN). (Kemenkes,
2013)

3. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan Jaminan Kesehatan


Nasional merupakan bagian dari sistem kendali mutu dan biaya. Kegiatan
ini merupakan tanggung jawab Menteri Kesehatan yang dalam
pelaksanaannya berkoordinasi dengan Dewan Jaminan Kesehatan
Nasional. (Kemenkes, 2013)

4. Pengawasan
Pengawasan terhadap BPJS dilakukan secara eksternal dan internal.
Pengawasan internal oleh organisasi BPJS meliputi: a. Dewan pengawas;
dan b. Satuan pengawas internal. Sedangkan Pengawasan eksternal
dilakukan oleh: a. DJSN; dan b. Lembaga pengawas independen.
(Kemenkes, 2013)

5. Tempat dan kedudukan BPJS

Kantor Pusat BPJS berada di ibu kota Negara, dengan jaringannya di


seluruh kabupaten/kota
g. Pembiayaan Jaminaan Kesehatan Nasional

a. Definisi Pembiayaan Kesehatan

Biaya jaminan kesehatan adalah besarnya dana dan alokasi yang harus
disediakan oleh pemerintah dan masyarakat dalam penyelenggaraaan upaya
pelayanan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan pelayanan
kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat.

Secara umum pembiayaan jaminan kesehatan dapat dikelompokkan


menjadi;

1. Profider Penyedia

Pelayanan Kesehatan menyediakan biaya yang cukup agar


pelayanan kesehatan yang ditawarkan dapat terlaksana dengan baik.
Biaya Pelayanan kesehatan yang dimaksud meliputi biaya promotif,
prefentif, kuratif dan rehabilitatif. Penyedia pelayanan kesehatan
tersebut meliputi pemernitah dan swasta

2. Pelanggan Jasa Pelayanan

Penyediaan dana pengguna jasa kesehatan adalah besarnya dana


yang harus dimiliki oleh pengguna untuk dapat memanfaatkan jasa
pelayanan. Dana tersebut digunakan untuk membayar tarif pelayanan
kesehatan, pembelian obat-obatan, dan biaya transportasi.

b. Sumber Pembiayaan Jaminan Kesehatan

Bila melihat peran negara, swasta dan masyarakat dalam pelayanan


kesehatan.

maka sesungguhnya sumber pembiayaan kesehatan tersebut dapat


dikelompokkan dalam 3 sumber;
1. Pembiayaan Bersumber dari pemerintah

Pembiayaan kesehatan secara total menjadi tanggungjawab


pemerintah sebagai penyelenggara negara, yang pengalokasiannya
melalui program pembangunan kesehatan yang tertuang dalam
anggaran belanja negara untuk periode tertentu. Biasanya anggaran
tersebut telah mendapat persetujuan dari DPR. Pada pelayanan
kesehatan, diwujudkan pada program kesehatan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Penerima pelayanan kesehatan umumnya tidak
dipungut biaya pelayanan. Pada negara yang kondisi keuangannya
belum baik, sistem ini sulit dilaksanakan karena memerlukan dana
yang sangat besar.

2. Pembiayaan Bersumber dari masyarakat

Pembiayaan kesehatan bersumber masyarakat, dimana biaya


kesehatan disediakan oleh masyarakat dan swasta. Pada metode ini
masyarakat dan swasta didorong berperan aktif secara mandiri dalam
penyelenggaraan maupun pemanfaatan pelayanan kesehatan. Hal ini
memberikan dampak adanya pelayanan-pelayanan kesehatan yang
dilakukan oleh pihak swasta, dengan fasilitas dan penggunaan alat-alat
berteknologi tinggi disertai peningkatan biaya pemanfaatan atau
penggunaannya oleh pihak pemakai jasa layanan kesehatan tersebut.
Contohnya CSR atau Corporate Social Reponsibility) dan pengeluaran
rumah tangga baik yang dibayarkan tunai atau melalui sistem asuransi.

3. Pembiayaan bersumber Bantuan dari luar negeri

Pembiayaan pelayanan kesehatan dialokasikan dari negara


pendonor atau lembaga badan kemanusiaan kepada negara tertentu
untuk program kesehatan spesifik dan terbatas. Biasanya anggaran
kesehatan yang disediakan untuk mengatasi masalah sosial spesifik
yang dihadapi oleh masyarakat, termasuk penanganan penyakit global.
Misalnya bantuan dana dari luar negeri untuk penanganan HIV dan
virus H5N1 yang diberikan oleh WHO kepada negara-negara
berkembang (termasuk Indonesia)

4. Pembiayaan kombinasi anggaran dari pemerintah dan masyarakat

Pembiayaan bersumber pemerintah dan masyarakat dimana dana


kesehatan selain disediakan oleh pemerintah, masyarakat pun berperan
dalam penyediaan dana kesehatan. Metode pembiayaan ini dilakukan
karena adanya keterbatasan penyediaan pembiayaan kesehatan dari
pemerintah. Tingginya biaya kesehatan yang dibutuhkan ditanggung
sebagian oleh pemerintah dengan menyediakan layanan kesehatan
bersubsidi. Sistem ini juga menuntut peran serta masyarakat dalam
memenuhi biaya kesehatan yang dibutuhkan dengan mengeluarkan
biaya tambahan.

c. Jenis Pembiayaan Kesehatan

Secara umum jenis pembiayaan kesehatan dikelompokkan menjadi


dua kategori yaitu;

1. Biaya pelayanan Medis

Biaya pelayanan ini ditujukan untuk penyelenggaraan pelayanan


kesehatan yang bersifat medis dalam rangka pengobatan dan
penyembuhan penyakit

2. Biaya pelayanan kesehatan komunitas

Biaya pelayanan ini ditujukan untuk penyelenggaraan pelayanan


kesehatan yang bersifat komunitas untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan serta untuk mencegah penyakit.

d. Pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional


a) Sumber Pendanaan

Sumber pendanaan dalam penyelenggaraan JKN berasal dari iuran


peserta PBI dan bukan PBI.

a) Iuran Peserta PBI dibayar oleh Pemerintah.

b) Iuran Peserta Bukan PBI:

 Pekerja Penerima Upah dibayar oleh Pekerja dan Pemberi


Kerja.

 Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja dibayar oleh


peserta yang bersangkutan.

b) Mekanisme Pembayaran

a) Mekanisme Pembayaran Iuran

Mekanisme pembayaran iuran peserta kepada BPJS


Kesehatan disesuaikan dengan kepesertaan yang terdaftar di BPJS
Kesehatan.

 Iuran bagi peserta PBI dibayarkan oleh Pemerintah Pusat


melalui Kementerian Kesehatan kepada BPJS Kesehatan.

 Iuran bagi peserta yang didaftarkan oleh Pemerintah


Daerah dibayarkan oleh Pemerintah Daerah dengan besaran
iuran minimum sama dengan besar iuran untuk peserta PBI.

 Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima


Upah dibayar oleh pemberi kerja dan pekerja dengan
ketentuan sebagai berikut:

i. Pemberi kerja memungut iuran dari pekerja dan


membayar iuran yang menjadi tanggung jawab pemberi
kerja kemudian iuran disetorkan ke BPJS Kesehatan.
ii. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagai
pemberi kerja menyetorkan iuran kepada BPJS
Kesehatan melalui rekening kas negara dengan tata cara
pengaturan penyetoran dari kas negara kepada BPJS
Kesehatan sebagaimana diatur oleh Kementerian
Keuangan.

 Iuran bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan


Peserta Bukan Pekerja dibayarkan oleh peserta sendiri
kepada BPJS Kesehatan sesuai dengan kelas perawatannya.

 Iuran bagi penerima pensiun, veteran, dan perintis


kemerdekaan dibayar oleh pemerintah kepada BPJS
Kesehatan.

b) Mekanisme Pembayaran ke Fasilitas Kesehatan

BPJS Kesehatan akan membayar kepada FKTP dengan


Kapitasi dan Non Kapitasi. Untuk FKRTL, BPJS Kesehatan akan
membayar dengan sistem paket INA CBG’s dan di luar paket INA
CBGs.

c) Mekanisme Pembayaran Kapitasi

Pembayaran Kapitasi oleh BPJS Kesehatan didasarkan pada


jumlah peserta yang terdaftar di FKTP sesuai dengan data BPJS
Kesehatan. Pembayaran kapitasi kepada FKTP dilakukan oleh
BPJS Kesehatan setiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan
berjalan. Sebelum diundangkannya Peraturan Presiden (PERPRES)
Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana
Kapitasi JKN pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik
Pemerintah Daerah dan Peraturan Menteri Kesehatan
(PERMENKES) Nomor 19 Tahun 2014 tentang Penggunaan Dana
Kapitasi JKN Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan dan Dukungan
Biaya Operasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik
Pemerintah Daerah, pembayaran Dana Kapitasi oleh BPJS ke
FKTP Pemerintah Daerah langsung ke Dinas Kesehatan Kab/Kota
yang selanjutnya disetor ke Kas Daerah (KASDA) atau langsung
dari BPJS Kesehatan ke Kas Daerah sebagai penerimaan daerah.

Sejak diundangkannya Perpres 32/2014 dan Permenkes


19/2014 dana Kapitasi langsung dibayarkan oleh BPJS Kesehatan
ke FKTP milik Pemerintah Daerah.

d) Mekanisme Pembayaran Klaim Non Kapitasi

Pembayaran klaim non Kapitasi pelayanan JKN oleh BPJS


Kesehatan di FKTP milik Pemerintah Daerah dilakukan sesuai
ketentuan yang berlaku. Pembayaran klaim non kapitasi di FKTP
milik Pemerintah Daerah meliputi:

 pelayanan ambulan

 pelayanan obat program rujuk balik

 pemeriksaan penunjang pelayanan program rujuk balik;

 pelayanan skrining kesehatan tertentu termasuk pelayanan


terapi krio

 rawat inap tingkat pertama

 pelayanan kebidanan dan neonatal yang dilakukan oleh bidan


atau dokter

 pelayanan KB berupa MOP/vasektomi

 kompensasi pada daerah yang belum tersedia fasilitas


kesehatan yang memenuhi syarat

 pelayanan darah di FKTP


 pelayanan gawat darurat di fasilitas kesehatan yang tidak
bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

e) Mekanisme Pembayaran INA CBGs

Pembayaran pelayanan kesehatan dengan menggunakan


sistem INA CBGs terhadap FKRTL berdasarkan pada pengajuan
klaim dari FKRTL baik untuk pelayanan rawat jalan maupun untuk
pelayanan rawat inap. Klaim FKRTL dibayarkan oleh BPJS
Kesehatan paling lambat 15 hari setelah berkas klaim diterima
lengkap. Pengaturan lebih lanjut tentang sistem paket INA CBGs
di atur lebih lanjut dalam Petunjuk Teknis INA CBGs.

f) Mekanisme Pembayaran di luar paket INA CBGs

Pembayaran pelayanan kesehatan dengan menggunakan


sistem di luar paket INA CBGs terhadap FKRTL berdasarkan pada
ketentuan Menteri Kesehatan.

3. Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana

1) Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)

FKTP yang belum menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan (PPK)


Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

 Dana Kapitasi

- Pengelolaan dan pemanfataan dana kapitasi mulai bulan


Januari sampai dengan bulan April tahun 2014 dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
pengelolaan keuangan daerah.

- Untuk memanfaatkan kembali Dana Kapitasi yang telah


disetorkan ke Kas Daerah oleh FKTP Milik Pemerintah
Daerah, maka Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus; (1)
mengusulkan adanya peraturan kepala daerah untuk
pemanfaatan dana tersebut; (2) membuat dan mengusulkan
dalam bentuk program dan kegiatan pada RKA-DPA SKPD
Dinas Kesehatan.

- Dalam hal pemerintah daerah belum menetapkan bendahara


dan rekening dana kapitasi JKN dan BPJS membayar dana
kapitasi ke rekening lama, maka dana kapitasi tersebut harus
disetor ke kas daerah.

- Setelah pemerintah daerah menetapkan bendahara dan rekening


dana kapitasi JKN, dinas kesehatan mengusulkan kepada dinas
PPKAD untuk melakukan reklas/pemindahbukuan dana
kapitasi dari BUD ke masingmasing rekening dana kapitasi
JKN FKTP sesuai dengan dana kapitasi yang diterima oleh
FKTP.

- Dalam melakukan pembagian jasa pelayanan, pemerintah


daerah dapat menambah variabel antara lain kinerja, status
kepegawaian, dan masa kerja sesuai dengan kondisi daerah
yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan.

- Dalam menghitung jumlah/nilai setiap tenaga dilakukan secara


proporsional dengan melakukan elaborasi variabel jenis
ketenagan dan/atau jabatan dengan variabel kehadiran.

- Alokasi Dana Kapitasi untuk dukungan biaya operasional


pelayanan kesehat an dimanfaatkan untuk; (1) obat, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai; dan (2) kegiatan
operasional pelayanan kesehatan lainnya

- Dukungan kegiatan operasional pelayanan kesehatan lainnya,


meliputi:
i. upaya kesehatan perorangan berupa kegiatan promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif lainnya. Untuk kegiatan
ini dana yang ada antara lain dapat dibelanjakan seperti
biaya makan-minum, Jasa profesi Narasumber, foto copy
bahan, service ringan alat kesehatan, perjalanan.

ii. kunjungan rumah dalam rangka upaya kesehatan


perorangan. Dana yang ada antara lain dapat dibelanjakan
seperti perjalanan, uang harian.

iii. operasional untuk puskesmas keliling. Dana yang ada


antara lain dapat dibelanjakan seperti Bahan Bakar Minyak
(BBM), penggantian Oli, suku cadang kendaraan pusling.

iv. bahan cetak atau alat tulis kantor; dan/atau

v. administrasi keuangan dan sistem informasi. Dana yang ada


antara lain dapat dibelanjakan seperti perjalanan, uang
harian, foto copy bahan, belanja piranti keras dan piranti
lunak dalam mendukung implementasi sistem informasi
JKN, biaya operasional sistem informasi.

vi. Penggunaan Dana Kapitasi untuk dukungan biaya


operasional pelayanan kesehatan sebagaimana tersebut di
atas dilaksanakan tetap mengacu pada ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.

2) Dana Non Kapitasi

 Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Non Kapitasi Jaminan


Kesehatan Nasional pada FKTP Milik Pemerintah Daerah
mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
pengelolaan keuangan daerah.
 Dana Non Kapitasi yang telah disetorkan ke Kas Daerah oleh
FKTP dapat dimanfaatkan kembali dengan cara Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota harus; (1) mengusulkan adanya
peraturan kepala daerah untuk pemanfaatan dana tersebut; (2)
membuat dan mengusulkan dalam bentuk program dan
kegiatan pada RKA-DPA SKPD Dinas Kesehatan.

3) FKTP BLUD

Untuk FKTP BLUD mekanisme pengelolaan dan


pemanfaatan dana baik kapitasi maupun non kapitasi sepenuhnya
dilakukan berdasarkan ketentuan BLUD.

4) FKTP lainnya milik Pemerintah

 Untuk FKTP lainnya milik Pemerintah mekanisme pengelolaan


dan pemanfaatan dana kapitasi akan diatur tersendiri melalui
Peraturan Menteri Keuangan.

 Dana Kapitasi yang diterima oleh FKTP milik Pemerintah


dimanfaatkan seluruhnya untuk: pembayaran jasa pelayanan
kesehatan; dan dukungan biaya operasional pelayanan
kesehatan

 Dana kapitasi yang digunakan untuk Jasa Pelayanan


dialokasikan antara 40% - 60% dari total pengembalian dana
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan sisanya
dimanfaatkan untuk dukungan biaya operasional pelayanan
kesehatan

 Sedangkan mekanisme pengelolaan dan pemanfaatan dana non


kapitasi sepenuhnya dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan yang berlaku.
5) Klinik Pratama dan Dokter/Dokter Gigi Praktik Pemanfaatan dan
Pertanggungjawaban dana JKN baik kapitasi dan non kapitasi di
Klinik Pratama dan Dokter/Dokter Gigi Praktik sepenuhnya
dilakukan atas ketentuan pada Klinik Pratama/Dokter/Dokter Gigi
Praktik.

6) Bidan Jejaring dari FKTP Pada penyelenggaraan JKN Bidan


sebagai pemberi pelayanan kebidanan dan neonatal merupakan
jejaring dari FKTP yang telah bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan. Dalam rangka pembinaan administrasi terhadap Bidan
sebagai jejaring, maka FKTP di luar milik Pemerintah Daerah
dapat mengenakan biaya pembinaan dengan besaran maksimal
10% dari total klaim.

Dalam hal disuatu daerah Bidan berjejaring dengan FKTP


milik Pemerintah Daerah, klaim dilakukan melalui FKTP milik
Pemerintah Daerah. Setelah dibayar oleh BPJS FKTP Milik
Pemerintah Daerah segera membayarkan secara utuh kepada Bidan
Jejaring sesuai dengan besaran klaim terhadap pelayanan yang
diberikan.

7) Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan

 Mekanisme Pemanfaatan:

i. Rumah Sakit/Balai Non BLU/Non BLUD.

Dana hasil pembayaran klaim, bagi Rumah Sakit/Balai


milik pemerintah/pemerintah daerah yang belum berstatus
BLU/BLUD, pengelolaan dan pemanfaatannya disesuaikan
dengan ketentuan perundangan.

ii. Rumah Sakit/Balai BLU/BLUD.


Dana hasil pembayaran klaim, bagi Rumah Sakit/Balai
milik pemerintah/pemerintah daerah yang berstatus
BLU/BLUD, pengelolaan dan pemanfaatannya mengikuti
ketentuan BLU/BLUD.

iii. Rumah Sakit Swasta/Klinik Utama

Dana h as il pem ba ya ran k lai m ,bagi Rumah Sakit


Swasta/Klinik Utama pengaturannya diserahkan kepada
fasilitas kesehatan tersebut.

 Besaran jasa pelayanan kesehatan di FKRTL milik Pemerintah


dalam kisaran 30 - 50% (tiga puluh sampai dengan lima puluh
persen) dari total pendapatan fasilitas kesehatan tersebut.
Sedangkan untuk fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan
milik swasta pengaturannya diserahkan kepada fasilitas
kesehatan tersebut.

Sesuai UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 25


ayat (1) bahwa bunga bank dan/atau jasa giro yang diperoleh Pemerintah
merupakan Pendapatan Negara/Daerah.
h. Pelayanan Kepersertaan JKN

a. Pengertian Kepesertaan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kepesertaan yang berasal dari


kata “peserta” merupakan definisi dari pengikut atau sedang terikat pada
kegiatan tertentu. Kamus besar bahasa Indonesia Peserta adalah orang yang
ikut serta atau yang mengambil bagian (misalnya dalam kongres, seminar,
lokakarya, dan pertandingan), (Depdiknas, 2008). Peserta adalah setiap orang,
termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia,
yang telah membayar iuran, (Presiden RI, 2004)

Pelayanan kesehatan bagi peserta yang dijamin oleh BPJS Kesehatan


terdiri dari Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama, dan Pelayanan Kesehatan
Rujukan Tingkat Lanjutan, Pelayanan Kesehatan bagi peserta dilaksanakan
secara berjenjang sesuai dengan kebutuhan medis dimulai dari fasilitas tingkat
pertama. Sebagaimana tercantum dalam Permenkes RI No.71 Tahun 2013
tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional.

Berdasarkan panduan praktis pelayanan kebidanan dan neonatal BPJS


Kesehatan Tahun 2004, JKN merupakan upaya untuk menjamin dan
melindungi proses kehamilan, persalinan, pasca persalinan, penanganan
pendarahan pasca keguguran dan pelayanan Keluarga Berencana (KB) pasca
salin pada fasilitas kesehatan tingkat pertama.

Pelayanan kebidanan dan neonatal dapat dimanfaatkan pada Fasilitas


Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang terdiri dari Puskesmas, Klinik
Pratama dan Dokter praktek perorangan yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan. Fasilitas kesehatan tingkat pertama dapat melakukan klaim non
kapitasi pada BPJS Kesehatan, untuk mengajukan klaim persalinan FKTP
harus memasukkan data pelayanan dan identitas peserta dalam aplikasi
Primary Care (PCare), dilanjutkan dengan mencetak Formulir Pengajuan
Klaim (FPK), disertakan rekapitulasi pelayanan dan kuitansi. Klaim persalinan
diajukan paling lambat tanggal 10 pada bulan berikutnya.
b. Fungsi Pelayanan Kepesertaan

Beberapa fungsi pelayanan kepesertaan ;

1) Penentuan tujuan kepesertaan

2) Penetapan persyaratan kepesertaan

3) Penetapan standar prosedur pelayanan kepesertaan

4) Penyediaan infrastruktur kepesertaan

5) Rekrutmen kepesertaan

6) Vefikasi dokumen kepesertaan

7) Penerbitan kartu kepesertaan

8) Penanganan keluhan kepesertaan

c. Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional

Kepesertaan JKN bersifat wajib. Semua rakyat Indonesia secara


bertahap diharapkan masuk dan bergabung dalam program JKN ini.
Mengapa kepesertaan harus wajib? Pertama alasan logisnya, Jika ini tak
diwajibkan dapat dipastikan banyak orang yang tidak ikut karena mereka
merasa sehat dan belum butuh sebuah jaminan kesehatan. Namun, jika
nantinya mereka sudah sakit-sakitan dan merasa butuh jaminan kesehatan
baru mereka ikut jaminan kesehatan ini.

Tentu hal ini sangat menganggu stabilitas program. Alasan kedua,


dalam dunia asuransi kita mengenal istilah the law of large number
(hukum bilangan besar). Semakin besar jumlah peserta yang ikut dalam
suatu asuransi maka prediksi resiko sakit akan semakin stabil. Pembagian
resiko juga akan menjadi semakin merata.

Alasan ketiga, mencegah JKN ini sebagai produk inferior (mutu


rendahan). Ya jika ini tak diwajibkan. Tentu akan terbentuk persepsi
bahwa JKN ini hanya barang murahan saja, (Kemenkes RI, 2013).
Kepesertaan yang ditanggung jaminan kesehatan nasional untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan meliputi ; Peserta Penerima Bantuan
Iuran (PBI) dan Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran (Non-PBI).
Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir
miskin dan orang tidak mampu.

Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran (NonPBI) meliputi ;

1) Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, terdiri atas :


Pegawai Negeri Sipil; Pejabat Negara, Pegawai Pemerintah Non
Pegawai Negeri; Pegawai swasta; dan g. Pekerja yang tidak termasuk
huruf a sampai dengan huruf f yang menerima Upah.

2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, terdiri atas


pekerja di luar hubungan kerja dan pekerja mandiri.

3) Bukan Pekerja dan anggota keluarganya, terdiri atas : Investor;


Pemberi Kerja; Penerima pensiun; Veteran; Perintis Kemerdekaan; dan
Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e
yang mampu membayar iuran, (BPJS RI, 2013) Penerima Bantuan
Iuran Jaminan Kesehatan yang selanjutnya disebut PBI Jaminan
Kesehatan adalah Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu sebagai
peserta program jaminan kesehatan.

Fakir Miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai


sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata
pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan
dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya. Orang
Tidak Mampu adalah orang yang mempunyai sumber mata
pencaharian, gaji atau upah, yang hanya mampu memenuhi kebutuhan
dasar yang layak namun tidak mampu membayar Iuran bagi dirinya
dan keluarganya.
Pasal 2, PP RI No 101 tahun 2012 mengatakan bahwa
penyelenggaraan Jaminan Kesehatan meliputi: a. kepesertaan; b. iuran
kepesertaan; c. penyelenggara pelayanan kesehatan; d. kendali mutu
dan kendali biaya; dan e. pelaporan dan utilization review, (Predsiden
RI, 2012).

Pendaftaran Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan dilakukan


oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan mendaftarkan jumlah nasional PBI Jaminan Kesehatan yang
telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) sebagai
peserta program Jaminan Kesehatan kepada BPJS Kesehatan. Pasal 8
BPJS kesehatan wajib memberikan nomor identitas tunggal kepada
peserta Jaminan Kesehatan yang telah didaftarkan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan,
(Kemenkes RI, 2014)

d. Prinsip Kepesertaan

Keterkaitan Penerapan Pedoman/Kebijakan Pelayanan Kepesertaan


dengan terpenuhinya prinsip-prinsip Good Pension Fund Governance
dapat dirinci sebagai berikut :

1) Transparansi (Tranparenency)

Keterbukaan dan transparansi dalam melaksanakan proses


pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan
informasi atau dalam bekerja sama dengan pihak lain sangat berperan
penting dalam pelaksanaan kegiatan Pelayanan Kepesertaan. Untuk itu,
pengelolaan Pelayanan Kepesertaan harus dilaksanakan dengan tingkat
keterbukaan dan transparansi penuh, antara lain melalui pengelolaan
semua data dan informasi yang harus dilakukan dengan sebaik-
baiknya, berdasarkan ketentuan yang diatur dan ditetapkan dalam
Pedoman/Kebijakan Pelayanan Kepesertaan.
2) Akuntabilitas (Accountability)

Pedoman / Kebijakan Pelayanan Kepesertaan yang baku dan selalu


dipatuhi, akan menjamin adanya kejelasan fungsi, peranan,
kemampuan dan kompetensi dari para Pengelola kepesertaan.

3) Tanggungjawab (Responsibility)

Penetapan dan penerapan Pedoman / Kebijakan Pelayanan


Kepesertaan akan dapat memberikan jaminan adanya kesadaran
tentang tanggungjawab yang harus diemban dan dilaksanakan dengan
baik oleh seluruh jajaran kepesertaan, khususnya dalam memenuhi
kepentingan Peserta.

4) Kemandirian (Independency)

Pedoman / Kebijakan Pelayanan Kepesertaan mengatur dan


menetapkan antara lain batasan-batasan dan syarat kemandirian bagi
para pengelola kepesertaan dalam hal pelayanan Kepesertaan, sesuai
fungsi, tugas dan tanggungjawab serta wewenang masingmasing.

5) Kesetaraan / Kewajaran (Fairness)

Kesetaraan dan Kewajaran mendasari semua perhitungan,


pernyataan, dan pencatatan serta pelaporan dari seluruh komponen
kegiatan Kepesertaan, dan hal tersebut sangat ditekankan didalam
Pedoman / Kebijakan Pelayanan Kepesertaan Keadilan dan kesetaraan
di dalam memenuhi hak-hak Peserta.

e. Jenis Kepesertaan

Kepesertaan BPJS Kesehatan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Peserta


Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran
(Non-PBI), menurut panduan praktis (Kemenkes RI, 2014)

1) Kepesertaan PBI (Perpres No 101 Tahun 2011)


a) Kriteria Peserta PBI

 Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong


fakir miskin dan orang tidak mampu.

 Kriteria Fakir Miskin dan orang tidak mampu ditetapkan oleh


menteri di bidang sosial setelah berkoordinasi dengan menteri
dan /atau pimpinan lembaga terkait

 Kriteria Fakir Miskin dan Orang tidak mampu sebagaimana


dimaksud menjadi dasar bagi lembaga yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang statistik untuk melakukan
pendataan

 Data Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu yang telah diverifikasi
dan divalidasi sebagaimana dimaksud, sebelum ditetapkan sebagai
data terpadu oleh Menteri di bidang sosial, dikoordinasikan terlebih
dahulu dengan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan dan menteri dan/atau pimpinan
lembaga terkait.

 Data terpadu yang ditetapkan oleh Menteri dirinci menurut provinsi


dan kabupaten/kota.

 Data terpadu sebagaimana dimaksud menjadi dasar bagi penentuan


jumlah nasional PBI Jaminan Kesehatan.

 Data terpadu sebagaimana dimaksud, disampaikan oleh Menteri di


bidang sosial kepada menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan dan DJSN

 Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang


kesehatan mendaftarkan jumlah nasional PBI Jaminan Kesehatan
yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud sebagai peserta
program Jaminan Kesehatan kepada BPJS Kesehatan
 Penetapan jumlah PBI Jaminan Kesehatan pada tahun 2014
dilakukan dengan menggunakan hasil Pendataaan Program
Perlindungan Sosial tahun 2011.

 Jumlah peserta PBI Jaminan Kesehatan yang didaftarkan ke BPJS


Kesehatan sejumlah 86,4 juta jiwa.

b) Perubahan Data Peserta PBI

 Penghapusan data fakir miskin dan orang tidak mampu yang


tercantum sebagai PBI Jaminan Kesehatan karena tidak lagi
memenuhi keriteria

 Penambahan data Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu untuk


dicantumkan sebagai PBI Jaminan Kesehatan karena memenuhi
kriteria Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu.

 Perubahan data PBI Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud


diverifikasi dan divalidasi oleh Menteri di bidang sosial

 Perubahan data ditetapkan oleh Menteri di bidang sosial setelah


berkoordinasi dengan Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan dan Menteri dan/atau pimpinan
lembaga terkait.

 Verifikasi dan validasi terhadap perubahan data PBI Jaminan


Kesehatan sebagaimana dimaksud dilakukan setiap 6 (enam) bulan
dalam tahun anggaran berjalan.

 Penduduk yang sudah tidak menjadi Fakir Miskin dan sudah


mampu, wajib menjadi peserta Jaminan Kesehatan dengan
membayar Iuran.

2) Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran (Non-PBI)


Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan sebagaimana yang
dimaksud merupakan peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang
tidak mampu yang terdiri atas (sesuai Perpres No 12 Tahun 2013):

a) Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, terdiri atas:

 Pegawai Negeri Sipil

 Anggota TNI

 Anggota Polri

 Pejabat Negara

 Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri

 Pegawai swasta

 Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang


menerima Upah.

b) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, terdiri atas


pekerja di luar hubungan kerja dan pekerja mandiri.

c) Bukan Pekerja dan anggota keluarganya, terdiri atas :

 Investor

 Pemberi Kerja

 Penerima pension

 Veteran

 Perintis Kemerdekaan

 Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e


yang mampu membayar iuran.
 Penerima Pensiun sebagaimana yang dimaksud terdiri atas:

 Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pension

 Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pension

 Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pension

 Penerima pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c

 Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun


sebagaimana yang dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d
yang mendapat hak pension

 Pekerja sebagaimana yang dimaksud termasuk warga negara asing


yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan

 Jamingan Kesehatan bagi Pekerja warga negara Indonesia yang


bekerja di luar negeri diatur dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan tersendiri.

 Anggota keluarga sebagaimana dimaksud meliputi:

 Istri atau suami yang sah dari Peserta

 Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari
Peserta, dengan kriteria

- Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai


penghasilan sendiri

- Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25


(dua puluh lima) tahun yag masih melanjutkan pendidikan
formal

 Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan dapat mengikutsertakan


anggota keluarga yang lain.
f. Pentahapan Kepesertaan (Perpres No 111 Tahun 2013)

Pentahapan kepesertaan Jaminan Kesehatan nasional menurut panduan


praktis, (Kemenkes RI, 2014)

1) Kepesertaan Jaminan Kesehatan bersifat wajib dan dilakukan secara


bertahap sehingga mencakup seluruh penduduk

a) Pentahapan sebagaimana dimaksud dilakukan sebagai berikut :

1. Tahap pertama mulai tanggal 1 Januari 2014, paling sedikit


meliputi:

o PBI Jaminan Kesehatan

o Anggota TNI/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian


Pertahanan dan anggota keluarganya

o Anggota Polri/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Polri dan


anggota keluarganya

o Peserta asuransi kesehatan Perusahaan Persero (Persero)


Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES) dan anggota
keluarganya

o Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Perusahaan Persero


(Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja

b) Tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk


sebagai Peserta BPJS Kesehatan paling lambat pada tanggal 1
Januari 2019

g. Ketentuan Peserta Pemutusan Hubungan Kerja (Phk) Dan Cacat Total

Ketentuan peserta pemutusan PHK dan cacat total menurut panduan


praktis (Pasal 7 & 8 Perpres No 12 Tahun 2013), (Kemenkes RI, 2014)
1. Peserta yang mengalami PHK tetap memperoleh hak manfaat Jaminan
Kesehatan paling lama 6 (enam) bulan sejak di PHK tanpa membayar
iuran.

2. Peserta sebagaimana tersebut di atas yang telah bekerja kembali wajib


memperpanjang status kepesertaannya dengan membayar iuran

3. Dalam hal peserta sebagaimana dimaksud di atas tidak bekerja kembali


dan tidak mampu, berhak menjadi peserta PBI Jaminan Kesehatan

4. Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan yang mengalami cacat total


tetap dan tidak mampu, berhak menjadi Peserta PBI Jaminan
Kesehatan

5. Penetapan cacat total tetap, dilakukan oleh dokter yang berwenang.

6. Perubahan status kepesertaan dari Peserta PBI Jaminan Kesehatan


menjadi bukan Peserta PBI Jaminan Kesehatan dilakukan melalui
pendaftaran ke BPJS Kesehatan dengan membayar iuran pertama.

7. Perubahan status kepesertaan dari bukan Peserta PBI Jaminan


Kesehatan menjadi Peserta PBI Jaminan Kesehatan dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundanganundangan

h. Hak Dan Kewajiban Peserta

Hak dan kewajiban peserta menurut panduan praktis (Kemenkes RI, 2014)

a) Hak Peserta

 Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh pelayanan


kesehatan

 Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta


prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
 Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan

 Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau


tertulis ke Kantor BPJS Kesehatan.

b) Kewajiban Peserta

 Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yang


besarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku

 Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan,


perceraian, kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas
kesehatan tingkat pertama

 Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan


oleh orang yang tidak berhak

 Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan.

i. IURAN (Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2013)

Iuran Jaminan kesehatan nasional menurut panduan praktis (Kemenkes RI,


2014)

a) Iuran Peserta PBI

Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan


serta penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah sebesar Rp
19.225,00 (sembilan belas ribu dua ratus dua puluh lima rupiah) per
orang per bulan.

b) Iuran Peserta Bukan PBI

1. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah


yang terdiri atas Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI, Anggota
Polri, Pejabat Negara, dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai
Negeri sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan.

2. Iuran sebagaimana dimaksud pada poin 1 (satu) dibayar dengan


ketentuan sebagai berikut:

 3% (tiga persen) dibayar oleh Pemberi Kerja; dan

 2% (dua persen) dibayar oleh Peserta.

Kewajiban Pemberi Kerja dalam membayar iuran


sebagaimana dimaksud di atas, dilaksanakan oleh:

 Pemerintah untuk Iuran Jaminan Kesehatan bagi Pegawai


Negeri Sipil Pusat, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat
Negara, dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri Pusat

 Pemerintah Daerah untuk Iuran Jaminan Kesehatan bagi


Pegawai Negeri Sipil Daerah dan Pegawai Pemerintah Non
Pegawai Negeri Daerah.

3. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah


selain Peserta sebagaimana dimaksud di atas yang dibayarkan
mulai tanggal 1 Januari 2014 sampai dengan 30 Juni 2015 sebesar
4,5% (empat koma lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan
dengan ketentuan:

 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja

 0,5% (nol koma lima persen) dibayar oleh Peserta.

4. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta sebagaimana dimaksud di


atas yang dibayarkan mulai tanggal 1 Juli 2015 sebesar 5% (lima
persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan:

 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja


 1% (satu persen) dibayar oleh Peserta.

j. Perubahan Data Kepesertaan

Perubahan data kepesertaan jaminan kesehatan nasional menurut panduan


praktis (Kemenkes RI, 2014)

1. Peserta melapor ke BPJS Kesehatan dan akan mendapatkan


penggantian kartu apabila terjadi hal-hal berikut ini :

a) Kartu Peserta hilang, dengan membawa surat pernyataan hilang


dari yang bersangkutan (bermaterai cukup) dan menunjukan KTP
atau Kartu Keluarga yang berlaku.

b) Kartu Peserta rusak / data pada kartu salah, dengan menyerahkan


kartu peserta yang rusak / data salah dan menunjukkan Kartu
Tanda Penduduk (KTP) asli.

2. Peserta melapor ke BPJS Kesehatan tanpa mendapatkan penggantian


kartu apabila terjadi hal-hal berikut ini :

a) Pindah Puskesmas/Dokter Keluarga/Dokter Gigi, Dapat dilakukan


minimal setelah 3 (tiga) bulan peserta terdaftar pada
Puskesmas/Dokter Keluarga/Dokter Gigi sebelumnya dan mengisi
Formulir Perubahan Data Peserta (FPDP) dan menunjukkan
Asli/foto copy Kartu Peserta.

b) Pindah Tempat Tinggal, dapat Mengisi Formulir Perubahan Data


Peserta (FPDP) dan menunjukkan : Asli Kartu Peserta dan Asli
KTP atau surat keterangan pindah domisili.

c) Pindah Tempat Bekerja, dapat mengisi Formulir Perubahan Data


Peserta (FPDP) dan menunjukkan : Asli Kartu Peserta dan Asli SK
mutasi/pindah tempat bekerja.
d) Perubahan Golongan Kepangkatan, dapat mengisi Formulir
Perubahan Data Peserta (FPDP) dan menunjukkan : asli Kartu
Peserta dan asli SK kenaikan Golongan Kepangkatan.

e) Perubahan Jenis Kepesertaan (PNS aktif menjadi Penerima


Pensiun), dapat mengisi Formulir Perubahan Data Peserta (FPDP)
dan menunjukkan : asli Kartu Peserta, asli SK Pensiun.

f) Perubahan Daftar Susunan Keluarga karena ; 1). Pernikahan, dapat


Mengisi Formulir Perubahan Data Peserta (FPDP) dan
menunjukkan : Foto copy Surat Nikah, Foto copy daftar gaji yang
dilegalisir (bagi PNS aktif), Pas foto berwarna terbaru bagi
Isteri/Suami ukuran 3 cm x 4 cm sebanyak 1 (satu) lembar, Foto
copy akte kelahiran anak/surat keterangan kelahiran/akta dari
pengadilan negeri apabila terjadi penambahan anak maupun anak
angkat. 2). Pergantian anak ; Bagi Pekerja Penerima Upah, jumlah
anak yang dijamin maksimal 3 (tiga) orang.

Apabila terdapat pengurangan jumlah anak karena sudah


menikah/telah mempunyai penghasilan sendiri/meninggal dapat
digantikan anak lain, dengan melampirkan Pasfoto berwarna
terbaru ukuran 3 cm x 4 cm sebanyak 1 (satu) lembar bagi anak
yang menggantikan (kecuali bagi anak usia Balita) dan
menyerahkan kartu peserta anak yang akan digantikan serta
menunjukkan : Foto copy akte kelahiran anak / surat keterangan,
kelahiran anak yang menggantikan, Asli / Foto copy kartu
keluarga, Fotocopy daftar gaji yang dilegalisir.

g) Pengurangan peserta karena ; 1). Meninggal Dunia ; Foto copy


Surat Keterangan Kematian dan Menyerahkan kartu peserta yang
meninggal dunia. 2). Perceraian ; Surat penetapan akta perceraian
dari Pengadilan dan Menyerahkan asli kartu peserta isteri / suami.
k. Prosedur Pendaftaran Peserta Bpjs Kesehatan Secara Online

Saat ini pihak BPJS telah meningkatkan akses pelayanan kepesertaan JKN
kepada masyarakat. Tujuannya adalah memberikan kemudahan dan
kenyamanan pelayanan kepada calon peserta. Olehnya itu salah satu cara
mendapatkan pelayanan kepesertaan JKN adalah dengan menggunakan
metode pendaftaran sistem ONLINE. Metode ini diberlakukan dengan tujuan
mempermudah masyarakat dan mengurangi antrian di tempat-tempat
pendaftaran BPJS, dan peserta ke kantor BPJS saat pengambilan kartu
anggota. Dengan demikian tidak akan mengganggu waktu calon peserta dan
proses akan lebih cepat.

Beberapa keuntungan pendaftaran kepesertaan sistem online diantaranya


adalah menghindari antrian, penghematan biaya transportasi, mempercepat
proses pemasukan data, dan validitas data terjamin karena dilakukan sendiri
oleh peserta

Cara daftar BPJS secara online dan syarat-syarat apa saja yang harus di
siapkan sebelum mendaftar, adalah sebagai berikut:

1. KK (kartu keluarga)

2. KTP (kartu tanda penduduk) yang masih belaku

3. Kartu NPWP Jika ada 4. No HP dan alamat Email

Adapun langkah pendaftaran sistem online adalah sebagai berikut:

a) Buka alat web

BPJS resmi di http://bpjs-kesehatan.go.id

b) Pilih menu

Layanan Peserta, dan klik pada Sub Menu Pendaftaran Peserta

c) Setelah memasuki halaman pendaftaran BPJS online


Klik Pendaftaran yang terdapat di bagian kanan bawah.

d) Setelah itu maka akan muncul form pendaftaran

untuk diisi sesuai dengan data diri KTP dan lain-lain yang tadi sudah
anda siapkan disiapkan. Adapun data diri yang harus anda isi adalah:
nama, alamat, tempat tanggal lahir, nomor handphone, alamat email,
kantor cabang BPJS terdekat anda dimana nantinya anda akan
mengambil kartu BPJS, dan datadata lain yang diperlukan.

Keterangan untuk nilai iuran anggota non-PBI (Bukan Penerima


Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan): Kelas 1/ orang = Rp 59.500/bulan
Kelas 2/ orang = Rp 42.500/bulan Kelas 3/ orang = Rp 25.500/bulan

e) Sesudah melengkapi data silahkan simpan data anda.

Saat data sudah tersimpan makan dalam waktu dekat anda akan
menerima pemberitahuan melalui alamat email yang tadi anda
daftarkan yang berisi Nomor Registrasi (Virtual Account Number).
f) Setelah menerima nomer registrasi, silahkan print Formulir
Pendaftaran yang sudah diisi beserta dengan Virtual Account Number.

Data tersebut akan digunakan untuk kelengkapan dokumen pada saat


pengambilan kartu BPJS di kantor BPJS.

g) Lakukan pembayaran

sejumlah uang yang tertera ke bank yang telah ditunjuk oleh pihak
BPJS Kesehatan dengan menyertakan virtual account dan uang. Dan
jangan lupa untuk mendapatkan bukti pembayaran saat anda
membayar iuran baik di ATM maupun

h) Setelah itu

anda bisa mengambil kartu BPJS pada alamat kantor cabang BPJS di
propinsi anda sesuai dengan tanggal yang sudah tercantum. Sekaligus
membayar iuran pertama.
Kelengkapan yang harus dibawa saat mengambil kartu BPJS, dengan
metode pendaftaran online adalah sebagai berikut:

- KTP asli dan fotocopy

- otocopy KK (Kartu Keluarga)

- Fotocopy Surat Nikah

- 2 lembar Foto berwarna ukuran 3×4

- Formulir Pendaftaran yang tadi didapatkan dari registrasi online

- Lembar Virtual Account Number yang tadi didapatkan dari registrasi


online

Pembayar iuran jaminan kesehatan dibedakan atas (Perpres RI No 111


tahun 2013):

 Bagi Peserta PBI, iuran dibayar oleh pemerintah pusat. Untuk iuran
Jaminan Kesehatan bagi penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah
Daerah dibayar oleh Pemda.

 Bagi Peserta Pekerja Penerima Upah, iurannya dibayar oleh Pemberi Kerja
dan Pekerja.

 Bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja
iuran dibayar oleh Peserta yang bersangkutan.

 Besarnya Iuran Jaminan Kesehatan Nasional ditetapkan melalui Peraturan


Presiden dan ditinjau ulang secara berkala sesuai dengan perkembangan
sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak. Setiap Peserta
wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase
dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau suatu jumlah nominal
tertentu (untuk bukan penerima upah dan PBI). Berikut tata cara
pembayaran iuran jaminan kesehatan (Perpres RI No. 111 tahun 2013):

 Setiap Pemberi Kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya,


menambahkan iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan
membayarkan iuran tersebut setiap bulan kepada BPJS kesehatan
secara berkala (paling lambat tanggal 10 setiap bulan). Apabila tanggal
10 (sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari
kerja berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran JKN dikenakan
denda Administratif sebesar 2% (dua persen) perbulan dari total iuran
yang tertunggak paling banyak untuk waktu 3 bulan dan dibayar oleh
Pemberi Kerja. Jika melebihi 3 bulan maka penjaminan dapat
diberhentikan sementara.

 Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja


wajib membayar iuran JKN pada setiap bulan yang dibayarkan paling
lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan kepada BPJS kesehatan.
Pembayaran iuran JKN dapat dilakukan di awal.

 BPJS kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran JKN


sesuai dengan Gaji atau Upah Peserta. Dalam hal terjadi kelebihan atau
kekurangan pembayaran iuran, BPJS kesehatan memberitahukan
secara tertulis kepada Pemberi Kerja dan / atau Peserta paling lambat
14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya iuran. Kelebihan atau
kekurangan pembayaran iuran diperhitungkan dengan pembayaran
iuran bulan berikutnya.

 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran iuran diatur


dengan Peraturan BPJS kesehatan. Besaran iuran dalam jaminan
kesehatan dibedakan atas jenis kepesertaannya sebagai berikut
 Peserta Pekerja Penerima Upah

 Ruang perawatan Kelas I.

Batas paling tinggi Gaji atau Upah per bulan yang


digunakan sebagai dasar perhitungan besaran Iuran Jaminan
Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16D (Perpres No 19 tahuan 2016) dan
Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16C (Perpres No 111 tahuan 2013) ayat
(1) sebesar Rp 8.000.000,00 (delapan juta rupiah). Peserta
Pekerja Penerima Upah selain Pegawai Negeri Sipil dan
penerima pensiun Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan
golongan ruang II beserta anggota keluarganya; 2. Anggota
TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai
Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta
anggota keluarganya; Anggota Polri dan penerima pensiun
Anggota Polri yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan
ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya;
dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri dengan Gaji atau
Upah sampai dengan Rp 4.000.000,00 (empat juta rupiah);

 Ruang Perawatan kelas II

Peserta Pekerja Penerima Upah selain Pejabat Negara dan


anggota keluarganya; Pimpinan dan anggota DPRD beserta
anggota keluarganya; Pegawai Negeri Sipil dan penerima
pensiun Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III dan golongan
ruang IV beserta anggota keluarganya; Anggota TNI dan
penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai Negeri
Sipil golongan ruang III dan golongan ruang IV beserta
anggota keluarganya; Anggota Polri dan penerima pensiun
Anggota Polri yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan
ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota keluarganya;
Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota
keluarganya; janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran
atau Perintis Kemerdekaan; dan Pegawai Pemerintah Non
Pegawai Negeri dengan Gaji atau Upah di atas Rp 4.000.000,00
(empat juta rupiah) sampai dengan Rp 8.000.000,00 (delapan
juta rupiah);

 Iuran bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta


Bukan Pekerja dibedakan menjadi tiga yaitu:

o sebesar Rp 25.500,00 (dua puluh lima ribu lima ratus


rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di
ruang perawatan Kelas III.

o sebesar Rp 51.000,00 (lima puluh satu ribu rupiah) per


orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang
perawatan Kelas II.

o sebesar Rp 80.000,00 (delapan puluh ribu rupiah) per orang


per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan
Kelas I (Perpres No 28 Tahun 2016)

 Konsep Kepuasan

Menurut Kotler (1997:40) dalam Rangkuti (2003:23) kepuasan pelanggan


adalah ”a persons feeling of pelasure or disappointment resulting from
comparing a product’s received performance (or outcome) in relations to the
person’s expectation” perasaan senang atau kecewa seseorang sebagai hasil
dari perbandingan antara persepsi atau produk yang dirasakan dan
diharapkan. Kepuasan pelanggan merupakan usaha yang dilakukan oleh
sebuah perusahaan agar produk atau jasa yang dipasarkan dapat memuaskan
berbagai kebutuhan pelanggan. Kepuasan pelanggan merupakan ukuran
seberapa baik perusahaan tersebut dalam melaksanakan suatu bisnis.
Kepuasan sendiri merupakan fungsi kinerja dan harapan. Jika kinerja
memenuhi harapan, pelanggan akan puas.

Sebaliknya jika kinerja tidak memenuhi harapan, maka pelanggan akan


merasa tidak puas Kepuasan pelanggan merupakan respon pelanggan
terhadap kesesuaian harapan sebelum menerima pelayanan dan setelah
pelayanan yang diterima pelanggan (Muninjaya, 2011). Kepuasan merupakan
tanggapan pelanggan dengan terpenuhinya kebutuhan dan harapan
(Koentjoro, 2007). Konsep dan teori mengenai kepuasan pelanggan telah
berkembang pesat dan telah mampu diklasifikasikan atas beberapa
pendekatan. Salah satu pendekatan yang paling populer yang berhubungan
dengan kepuasan pelanggan adalah teori The Expectancy Disconfirmation
Model dari Zeithaml (1990:167).

Teori ini menekankan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan ditentukan oleh


suatu proses evaluasi pelanggan, dimana persepsi tersebut mengenai hasil
suatu jasa atau jasa dibandingkan dengan standar yang diharapkan. Proses
inilah yang disebut dengan proses diskonfirmasi.

 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan

Kepuasan pelanggan didefinisikan sebagai respon pelanggan terhadap


ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja actual
yang dirasakannya setelah pemakaian. Menurut Rangkuti (2003:31-35)
terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan,
antara lain:

 Nilai

Nilai didefinisikan sebagai pengkajian secara menyeluruh manfaat dari


suatu produk, yang didasarkan pada persepsi pelanggan atas apa yang
telah diterima oleh pelanggan dan yang telah diberikan oleh produk
tersebut.
 Daya Saing

Suatu produk dikatakan memiliki daya saing apabila produk tersebut


memiliki keunggulan produk yang dibutuhkan oleh pelanggan.
Keunggulan suatu produk atau jasa terletak pada keunikan serta kualitas
pelayanan produk jasa tersebut kepada pelanggan.

 Persepsi Pelanggan

Persepsi pelanggan didefinisikan sebagai proses dimana individu


memilih, mengorganisasikan, serta mengartikan stimulus yang diterima
melalui alat inderanya menjadi suatu makna.

 Harga

Harga yang rendah menimbulkan persepsi produk atau jasa tidak


berkualitas. Harga yang rendah menimbulkan persepsi pembeli tidak
percaya kepada penjual. Sebaliknya, harga yang tinggi menimbulkan
persepsi produk tersebut berkualitas dan menimbulkan penjual tidak
percaya kepada pembeli.

 Tahap Pelayanan Kepuasan

pelanggan ditentukan oleh berbagai jenis pelayanan yang didapatkan


oleh pelanggan selama ia menggunakan beberapa tahapan pelayanan
tersebut. Ketidakpuasan yang didapatkan pada tahap awal pelayanan
menimbulkan persepsi berupa kualitas pelayanan yang buruk untuk
tahapan pelayanan yang selanjutnya.

 Situasi Pelayanan

Situasi pelayanan berkaitan dengan kondisi internal pelanggan,


sehingga mempengaruhi kinerja pelayanan. Kinerja pelayanan
ditentukan oleh pelayanan, proses pelayanan, dan lingkungan fisik di
mana pelayanan diberikan. Ketiga hal tersebut akan mempengaruhi
persepsi pelanggan terhadap suatu pelayanan.

 Tingkat Kepentingan

Pelanggan Tingkat kepentingan pelanggan didefinisikan sebagai


keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk jasa
yang akan dijadikannya standar acuan dalam menilai kinerja produk
jasa tersebut. Menurut Wijono (2000:13) kepuasan pelanggan rumah
sakit atau organisasi pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh banyak
faktor, antara lain bersangkutan dengan:

a) Pendekatan dan perilaku petugas, perasaan pasien terutama saat


pertama kali datang.

b) Mutu informasi yang diterima, seperti apa yang dikerjakan, apa


yang dapat diharap.

c) Prosedur perjanjian.

d) Waktu tunggu.

e) Fasilitas umum yang tersedia.

f) Fasilitas perhotelan yang diterima pasien seperti mutu makanan,


privacy, dan pengaturan kunjungan.

g) Outcome terapi dan perawatan yang diterima

Menurut Hall dan Dorman dalam Pohan (2006), kepuasan pasien


dipengaruhi oleh faktor lingkungan fisik gedung maupun penampilan
petugas, kejelasan informasi, perhatian petugas terhadap masalah psikososial
pasien, pengaturan sistem layanan kesehatan untuk memberi kemudahan
pasien, kompentensi petugas dengan konsisten terhadap standar layanan
kesehatan, akses, biaya layanan kesehatan dan kesinambungan layanan
kesehatan.
Disebutkan juga bahwa kepuasan pasien dipengaruhi oleh reliability,
assurance, humanitas, responsiveness, tangible, aksesibilitas, empati, sumber
biaya, diagnostik dan karakteristik pasien (Budijanto & Suharmiati, 2007).
Dapat disimpulkan bahwa kepuasan pasien dipengaruhi oleh banyak faktor
atau merupakan konsep multi dimensi.

 Metode Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Pemantauan dan pengukuran terhadap kepuasan pelanggan menjadi hal yang


sangat essensial bagi suatu perusahaan atau organisasi. Hal ini dikarenakan
langkah pengukuran kepuasan pelanggan dapat memberikan umpan balik dan
masukan bagi keperluan pengembangan dan implementasi strategi
peningkatan kepuasan pelanggan (Tjiptono dan Diana, 2003:104). Pada
prinsipnya kepuasan pelanggan dapat diukur dengan berbagai macam metode
dan teknik. Menurut Kotler (1994:41-43) dalam Tjiptono (2003:104-105)
metode yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan antara
lain:

a) Sistem keluhan dan saran

Memberikan kesempatan bagi pelanggan untuk menyampaikan saran,


keluhan, dan pendapat mereka mengenai produk/jasa. Metode ini
bersifat pasif sehingga agak sulit mendapatkan gambaran lengkap
mengenai kepuasan/ketidakpuasan pelanggan. Tidak semua pelanggan
yang tidak puas lantas beralih produk/penyedia jasa lain dan tidak
akan membeli lagi produk/jasa perusahaan tersebut. Upaya
mendapatkan saran dari pelanggan juga sulit diwujudkan terlebih bila
perusahaan tidak memberikan timbal balik yang memadai kepada
mereka yang telah bersusah payah berpikir menyumbangkan ide untuk
perusahaan.

b) Ghost shopping
Metode ini dilakukan dengan cara mempekerjakan orang untuk
berperan sebagai pelanggan/pembeli potensial produk perusahaan dan
pesaing. Selanjutnya pelanggan tersebut menyampaikan temuan-
temuan mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan
pesaing berdasarkan pengalaman dalam membeli produk tersebut.

c) Lost customer analysis

Metode ini dilakukan dengan cara perusahaan berusaha menghubungi


pelanggannya yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih
pemasok. Yang diharapkan adalah akan diperoleh informasi penyebab
terjadinya hal tersebut. Informasi ini akan sangat bermanfaat bagi
perusahaan untuk meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan.

d) Survei kepuasan pelanggan

Metode ini sering digunakan oleh peneliti mengenai kepuasan


pelanggan. Metode ini dilakukan dengan penelitian survei baik
melalui pos, telepon, maupun wawancara langsung dengan pelanggan
(Tjiptono, 2003:105). Metode survei kepuasan pelanggan dapat
dilakukan dengan cara berikut:

- Pengukuran dapat dilakukan secara langsung melalui pertanyaan


kepada pelanggan dengan ungkapan sangat tidak puas, cukup
puas, puas, dan sangat puas.

- Responden diberi pertanyaan mengenai seberapa besar mereka


mengharapkan suatu atribut tertentu dan seberapa besar yang
mereka rasakan.

- Responden diminta untuk menuliskan masalah-masalah yang


mereka hadapi yang berkaitan dengan penawaran dari perusahaan
dan diminta untuk menuliskan perbaikan-perbaikan yang mereka
sarankan.
- Responden diminta meranking elemen atau atribut penawaran
berdasarkan derajat kepentingan setiap elemen seberapa baik
kinerja perusahaan pada masing-masing elemen (Rangkuti,
2003:24-25).

 Dimensi Kepuasan

Menurut Tjiptono (2002: 54) kepuasan konsumen dapat


menciptakan kesetiaan dan loyalitas konsumen kepada perusahaan yang
memberikan kualitas memuaskan.

Menurut Walker (2001:35) mengatakan bahwa perusahaan yang


mengutamakan kualitas pelayanan yang baik akan memberikan dampak
yang positif terhadap kepuasan pelanggan. Kualitas memberikan suatu
dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat
dengan perusahaan. Dalam jangka panjang, ikatan seperti ini
memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan
pelanggan serta kebutuhan mereka. Parasuraman dan Beryy dalam
Muninjaya (2011) telah melaksanakan penelitian dan mengidentifikasi
lima dimensi dalam menilai pelayanan. Kelima dimensi karakteristik
layanan.

 Bukti langsung (tangibles)

bahwa pelayanan kesehatan dapat dirasakan oleh para penggunanya


secara langsung dengan menggunakan inderanya (mata, telinga dan
rasa) untuk menilai mutu layanan kesehatan yang diterima meliputi
ketersediaan sarana dan prasarana, kebersihan dan kenyamanan
ruang penerimaan pasien, ketersediaan sarana komunikasi, tempat
parkir, penampilan staf yang rapi, menarik dan bersih.

 Kehandalan (reliability)
meliputi kemampuan memberikan pelayanan dengan segera,
terpercaya, akurat, sesuai dengan yang telah dijanjikan dan bersikap
simpati kepada pelanggan.

 Daya tanggap (responsiveness)

yaitu keinginan dan kemampuan dalam memberikan pelayanan yang


tanggap, cepat, tepat waktu dan tidak lama kepada pelanggannya.

 Jaminan (assurance)

yaitu kriteria yang berkaitan dengan pengetahuan, kesopanan dan


kepercayaan pelanggan kepada petugas. Dimensi ini meliputi
keramahan, kompetensi teknis dan keamanan.

 Empati (empathy)

yaitu kriteria yang berkaitan dengan kepedulian dan perhatian


kepada setiap pelanggan, memahami kebutuhan mereka dan bisa
dihubungi pelanggan yang membutuhkan bantuan

Menurut Johnson dalam Purwoko (2000:208)) kepuasan seorang


pelanggan dapat terlihat dari tingkat penerimaan pelanggan yang
didapatkan. Tanda dari kepuasan tersebut diidentifikasi sebagai berikut: (1)
senang atau kecewa atas perlakuan atau pelayanan yang diterima, (2)
mengeluh atau mengharap atas perlakuan yang semestinya diperoleh, (3)
tidak membenarkan atau menyetujui sesuatu yang bertautan dengan
kepentingannya, (4) menghendaki pemenuhan kebutuhan dan keinginan atas
berbagai pelayanan yang diterima.

Keempat tanda tersebut di atas akan berbeda-beda sesuai dengan


bentuk pelayanan jasa yang diterima. Menurut Keagen dalam buku karya
Tjiptono (2004:24) mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan ditentukan
oleh dua hal yaitu keluhan dan harapan pelanggan terhadap jasa yang
diterima.
Apabila menerima perlakuan yang baik, sesuai dan memuaskan
pelanggan akan merasa terpenuhi harapannya, ditandai dengan adanya
perasaan senang. Sedangkan apabila penerimaan perlakuan kurang baik,
tidak sesuai, memberi kesan negatif dan tidak memuaskan, dianggap bahwa
pelayanan yang diberikan tidak sesuai harapan, yang menyebabkan
pelanggan mengeluh, keluhan tersebut menandakan bahwa pelanggan
merasa kecewa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Saat ini pilihan jaminan kesehatan nasional yang di programkan oleh


pemerintah sebagai jawaban atas masalah tersebut. Hadirnya asuransi kesehatan
selama ini belum memberikan jaminan terpenuhinya pelayanan kesehatan,
termasuk saat ini dengan adanya program jaminan kesehatan nasional yang
berlaku sejak 1 Januari 2014 sebagai program nasional, masih mengalami banyak
permasalahan dalam pengelolaannya. Ketidaksiapan pemerintah, masyarakat,
profider dan BPJS berakibat lahirnya masalah dalam pelayanan kesehatan.
Perlunya peningkatan peran negara dan masyarakat dalam pelayanan kesehatan,
melalui upaya reformasi pelayanan kesehatan dan pengkajian mendalam dalam
pengelolaan Jaminan kesehatan nasional.

Definisi Asuransi menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2


Tahun 1992 tentang usaha perasuransian Bab 1, Pasal 1 : "Asuransi atau
Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi
asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab
hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul
dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran
yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan." Asuransi dapat diartikan sebagai upaya mengalihkan
tanggung jawab risiko yang mungkin dihadapi kepada pihak lain dengan
membayar premi.

Walaupun tidak diharapkan dalam kehidupannya, manusia sering


diharapkan pada suatu resiko. Untuk itu, mereka selalu berusaha mengurangi atau
bahkan menghindari sama sekali dari risiko yang mungkin menimpanya.
(Thabrani, 2001)
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Yakin I A, Nurhabibah E. 2020. ANALISIS KINERJA UNDERWRITER


DALAM MENENTUKAN CALON PESERTA PADA PRODUK
ASURANSI MOBILKOE (Studi Pada PT Asuransi Umum Bumiputera
1967 Cabang Serang). 6(1): 67-82

Perdani A W C. 2019. UPDATING DATA PENERIMA BANTUAN IURAN


DAERAH (PBID) KABUPATEN LUMAJANG. 1-90

Suhadi. ASURANSI KESEHATAN (DISERTAI KONSEP DAN


IMPLEMENTASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL). Makassar

Anda mungkin juga menyukai