Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

HIV (Human Immunodeficiency Virus)

DI SUSUN OLEH :

FITA NURI AMBARWATI

30901700030

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2020
1. KONSEP DASAR :

A. Pengertian HIV
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu
jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih
tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda
yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh
manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya
berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan
sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada
orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi
HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus
bisa sampai nol).
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti
kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan
infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari
serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS melemahkan atau merusak
sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya berdatanganlah berbagai jenis
penyakit lain).
HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel atau
media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam kondisi AIDS,
apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan adanya
berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit maupun jamur. Keadaan infeksi ini
yang dikenal dengan infeksi oportunistik.
B. Etiologi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dianggap sebagai virus penyebab
AIDS. Virus ini termaksuk dalam retrovirus anggota subfamili lentivirinae. Ciri khas
morfologi yang unik dari HIV adalah adanya nukleoid yang berbentuk silindris dalam
virion matur. Virus ini mengandung 3 gen yang dibutuhkan untuk replikasi retrovirus
yaitu gag, pol, env. Terdapat lebih dari 6 gen tambahan pengatur ekspresi virus yang
penting dalam patogenesis penyakit. Satu protein replikasi fase awal yaitu protein Tat,
berfungsi dalam transaktivasi dimana produk gen virus terlibat dalam aktivasi
transkripsional dari gen virus lainnya. Transaktivasi pada HIV sangat efisien untuk
menentukan virulensi dari infeksi HIV. Protein Rev dibutuhkan untuk ekspresi protein
struktural virus. Rev membantu keluarnya transkrip virus yang terlepas dari nukleus.
Protein Nef menginduksi produksi khemokin oleh makrofag, yang dapat menginfeksi
sel yang lain.
Setelah virus masuk dalam tubuh maka target utamanya adalah limfosit CD4
karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Virus ini
mempunyai kemampuan untuk mentransfer informasi genetik mereka dari RNA ke
DNA dengan menggunakan enzim yang disebut reverse transcriptase. Limfosit CD4
berfungsi mengkoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting. Hilangnya
fungsi tersebut menyebabkan gangguan respon imun yang progresif.
C. Patofisiologi
Setelah infeksi primer, terdapat 4-11 hari masa antara infeksi mukosa dan viremia
permulaan yang dapat dideteksi selama 8-12 minggu. Selama masa ini, virus tersebar
luas ke seluruh tubuh dan mencapai organ limfoid. Pada tahap ini telah terjadi
penurunan jumlah sel-T CD4. Respon imun terhadap HIV terjadi 1 minggu sampai 3
bulan setelah infeksi, viremia plasma menurun, dan level sel CD4 kembali meningkat
namun tidak mampu menyingkirkan infeksi secara sempurna. Masa laten klinis ini
bisa berlangsung selama 10 tahun. Selama masa ini akan terjadi replikasi virus yang
meningkat. Diperkirakan sekitar 10 milyar partikel HIV dihasilkan dan dihancurkan
setiap harinya. Waktu paruh virus dalam plasma adalah sekitar 6 jam, dan siklus
hidup virus rata-rata 2,6 hari.
Limfosit T-CD4 yang terinfeksi memiliki waktu paruh 1,6 hari. Karena
cepatnya proliferasi virus ini dan angka kesalahan reverse transcriptase HIV yang
berikatan, diperkirakan bahwa setiap nukleotida dari genom HIV mungkin bermutasi
dalam basis harian.
Akhirnya pasien akan menderita gejala-gejala konstitusional dan penyakit
klinis yang nyata seperti infeksi oportunistik atau neoplasma. Level virus yang lebih
tinggi dapat terdeteksi dalam plasma selama tahap infeksi yang lebih lanjut. HIV yang
dapat terdeteksi dalam plasma selama tahap infeksi yang lebih lanjut dan lebih virulin
daripada yang ditemukan pada awal infeksi.
Infeksi oportunistik dapat terjadi karena para pengidap HIV terjadi penurunan
daya tahan tubuh sampai pada tingkat yang sangat rendah, sehingga beberapa jenis
mikroorganisme dapat menyerang bagian-bagian tubuh tertentu. Bahkan
mikroorganisme yang selama ini komensal bisa jadi ganas dan menimbulkan
penyakit.
D. Pathway
Virus HIV masuk

Permukaan limfosit CD4

Menyebar ke seluruh tubuh dan organ limfoid

Penurunan jumlah limfosit CD4

Imunosupresi menyerang sistem metabolisme tubuh

Dx.Kep : Risiko sistem respirasi sistem pencernaan


Infeksi

Dx.Kep : Diare
penurunan kekuatan otot pernafasan

Dx.Kep : ketidakefektifan pola nafas

E. Manifestasi Klinik

Menurut KPA (2007) gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala mayor
(umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi):

1. Gejala mayor:
a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
e. Demensia/ HIV ensefalopati
2. Gejala minor:
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Dermatitis generalisata
c. Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
d. Kandidias orofaringeal
e. Herpes simpleks kronis progresif
f. Limfadenopati generalisata
g. Retinitis virus Sitomegalo
Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER)
(2008), gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.
1. Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda
infeksi. Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit
kepala, sakit tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening.
Walaupun tidak mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat
menularkan virus kepada orang lain.

2. Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau
lebih. Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun
tubuh, penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis
seperti pembesaran kelenjar getah bening (sering merupakan gejala yang
khas), diare, berat badan menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek.
3. Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih
setelah terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut
akan berakhir pada penyakit yang disebut AIDS.
F. Penatalaksanaan
1. ARV ( Anti Retro Virus )
a. Pemberian ARV bertujuan untuk : mengendalikan replikasi HIV, memelihara
dan meningkatkan fungsi imunologis, meningkatkan sel CD4, menurunkan
komplikasi HIV
b. Pemberian ARV harus memperhatikan stadium klinis dan jumlah sel CD4
(untuk penderita dewasa) sebagai berikut:
1) Stadium lanjut ( AIDS ) tanpa memikirkan jumlah sel CD4 atau limfosit
total.
2) Stadium klinis III dengan jumlah sel CD4 <350/mmk untuk mendukung
pengambilan keputusan.
3) Stadium klinis I atau II dengan jumlah sel CD4 <200/mmk atau limfosit
total < 1.200/mmk.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Serologis
a. Tes antibody serum : Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan
ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan diagnosa
b. Tes blot western : Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus
(HIV)
c. Sel T limfosit :Penurunan jumlah total
d. Sel T4 helper ( CD 4 ) :Indikator system imun (jumlah <200 )
e. T8 ( sel supresor sitopatik ) :Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel
suppressor pada sel helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.
f. Kadar Ig : Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati
normal
2. Histologis : pemeriksaan sitologis urine, darah, feces, cairan spina, luka, sputum, dan
sekresi, untuk mengidentifikasi adanya infeksi : parasit, protozoa, jamur, bakteri,
viral.
3. Neurologis : EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
4. Sinar X dada ; Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial tahap lanjut atau adanya
komplikasi lain
2. KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Riwayat saat ini : terkait dengan gejala infeksi HIV/AIDS Klien sering datang
dengan gangguan sistem pernafasan / sistem pencernaan ( diare lama )
b. Riw. Masa lalu : klien sering mengalami infeksi ( demam ) yang hilang timbul,
penyakit pernafasan, saluran pencernaan ( kandidiasis oral s.d diare )
c. Faktor pencetus : Narkoba dengan injeksi, berhubungan sexual dengan
penderita, karena tranfusi, karena proses kelahiran ( pada pasien anak/bayi )
d. Pemeriksaan fisik :
1. Keadaan umum :kesadaran : composmentis s.d coma
2. Penurunan BB yang drastis
3. TTV : adanya nilai abnormal, adanya tanda infeksi, gangguan pernafasan &
gangguan sirkulasi
4. Lakukan pemeriksaan pada semua sistem tubuh,
5. Fokus utama pada keluhan saat ini
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan kekuatan otot pernafasan
2. Diare b.d proses infeksi
3. Risiko infeksi b.d imunodefisiensi seluler
C. Rencana Tindakan
a. Diagnosa 1 (ketidakefektifan pola nafas)
Tujuan : pola nafas normal
KH :
- tidak ada sesak nafas,
- tidak ada kelainan irama nafas
- tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan
Intervensi

1. Kaji TTV
2. Kaji irama pernafasan
3. Kaji ada tidaknya penggunaan otot bantu pernafasan
4. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan pasien
5. Ajarkan posisi semi fowler untuk mengoptimalkan pernafasan
6. Kolaborasi pemberian obat bronkodilator
b. Diagnosa 2 (Diare)
Tujuan : produk eliminasi fekal dapat berbentuk fisiologis
KH : Diare tidak ada
Intervensi
1. Monitor turgor kulit pasien
2. Berikan cairan infuse sesuai kebutuhan
3. Ajarkan pasien untuk tidak megonsumsi makanan yang bergas dan pedas.
4. Instruksikan pasien dan keluarga untuk mendokumentasikan produk feses
(volume, warna, frekuensi, dan konsistensi).
5. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam penentuan diet pasien
c. Diagnosa 2 (Risiko Infeksi)
Tujuan : Kontrol infeksi yang adekuat Kriteria hasil : Klien bebas dari tanda
dan gejala infeksi dan leukosit dalam rentang normal
Intervensi :
1) Pantau tanda-tanda infeksi
Rasional : untuk mengetahui ada tidaknya proses infeksi
2) Gunakan alat pelindung diri
Rasional : untuk mencegah penularan infeksi baik dari perawat ke pasien
begitu juga sebaliknya
3) Instruksikan untuk menjaga personal hygiene
Rasional : untuk melibatkan keluarga secara langsung dalam membatu
tugas perawat terutama dalam menjaga kebersihan diri pasien
4) Berikan terapi antibiotik bila perlu
Rasional : antibiotik dapat membunuh dan menghambat pertumbuhan
bakteri
DAFTAR PUSTAKA

Heather, Herdman T. 2015. DIAGNOSIS KEPERAWATAN Definisi & Klasifikasi 2015-


2017 Edisi 10. Jakarta : EGC.

Jayanti, Evi. 2008. “Pengertian HIV/AIDS”. Jakarta : FKM Universitas Indonesia.


lib.ui.ac.id/file?file=digital/125929-S-5471-Deskripsi%20dan-Literatur.pdf. diakses
pada tanggal 5 Oktober 2017.

Nurarif dan Hardhi Kusuma. 2015. APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN


DIAGNOSA MEDIS & NANDA (NORTH AMERICAN NURSING DIAGNOSIS
ASSOCIATION) NIC-NOC. Yogyakarta : Mediaction.

Nursalam dan Ninuk Dian. 2007. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERINFEKSI
HIV. Jakarta : Salemba Medika.

Putra, Septiawan. 2015. “LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP HIV / AIDSAPLIKASI


NANDA NIC NOC”.
https://www.academia.edu/19826782/ASKEP_HIV_AIDS_APLIKASI_NANDA_NIC_
NOC diakses pada tanggal 5 Oktober 2017.

Anda mungkin juga menyukai