Disusun Oleh :
Kelompok 3
2020
1
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................3
A. Latar Belakang....................................................................................................3
B. Tujuan Umum.....................................................................................................5
C. Tujuan Khusus....................................................................................................5
BAB II TINJAUANPUSTAKA........................................................................................6
A. Konsep Dasar.....................................................................................................6
1. Pengertian..........................................................................................................6
2. Etiologi................................................................................................................6
3. Patofisiologi........................................................................................................7
4. Penatalaksanaana..............................................................................................9
4. Diagnosa keperawatan?...................................................................................17
5. Intervensi Keperawatan?..................................................................................17
BAB IV PENUTUP......................................................................................................23
A. Kesimpulan............................................................................................................23
B. Saran................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................24
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker payudara menjadi salah satu penyebab kematian utama di dunia
dan di Indonesia. Kanker ini dapat terjadi pada usia kapan saja dan
menyerang wanita umur 40-50 tahun, tapi saat ini sudah mulai ditemukan
pada usia 18 tahun (American Cancer Society, 2011). Kanker adalah salah
satu penyebab utama kematian di seluruh dunia. Dari total 58 juta kematian di
seluruh dunia pada tahun 2005, kanker menyumbang 7,6 juta (atau 13%) dari
seluruh kematian. Kanker Payudara menyebabkan 502.000 kematian per
tahun. Lebih dari 70% dari semua kematian akibat kanker pada tahun 2005
terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Kematian
akibat kanker terus meningkat, dengan 9 juta orang diperkirakan meninggal
karena kanker pada tahun 2015 dan 11,4 juta meninggal pada tahun 2030
(Parkway Cancer Centre, 2011).
Pada tahun 2008 di Indonesia, jumlah kasus kanker payudara sebesar
36,2% atau sebanyak 39.831 kasus, dengan jumlah kematian 18,6 per
100.000 penduduk (ChartBin, 2011). Pada tahun 2010 menurut data WHO
terakhir yang dipublikasikan pada bulan April 2011, kematian akibat kanker
payudara di Indonesia mencapai 20.052 atau sebesar 1,41%, dengan tingkat
kejadian sebesar 20,25 per 100.000 penduduk Indonesia dan menempati
urutan 45 di dunia (Indonesia Health Profile, 2011). Jumlah kasus kanker
payudara pada tahun 2005 di Provinsi Jawa Tengah, sebanyak 3.884 atau
(36,83%) dari 10.546 kasus kanker. Kasus penyakit kanker yang ditemukan di
Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2009 sebesar 24.204 kasus lebih sedikit
dibandingkan dengan tahun 2008 sebanyak 27.125 kasus, terdiri dari Ca.
servik 9.113 kasus (37,65%), Ca. mamae 12.281 kasus (50,74%), Ca. hepar
2.026 (8,37%), dan Ca. paru 784 kasus (3,24%). Prevalensi kanker payudara
di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2009 sebesar 0,037% dan tertinggi di
Kota Surakarta sebesar 0,637% (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah,
2010).
3
Jumlah yang diperkirakan 50% penderita kanker payudara di Indonesia
datang memeriksakan penyakit kanker yang dideritanya sudah pada stadium
lanjut. Deteksi dini kanker payudara merupakan langkah awal yang baik untuk
mengetahui adanya penyakit kanker payudara sedini mungkin, yaitu dengan
Periksa payudara Sendiri (SADARI). Keterlambatan deteksi dini ini
kemungkinan disebabkan karena kurangnya pengetahuan wanita tentang
deteksi dini kanker payudara (Indonesian Cancer Fondation, 2011)
Kurangnya pengetahuan dan fakta tentang kanker payudara karena
rendahnya tingkat pendidikan. Wanita tidak tahu cara mengakses informasi
yang akurat tentang kanker payudara. Mayoritas perempuan tidak tahu
rentang usia saat mamografi sebaiknya dilakukan juga tidak tahu potensinya
dalam mendeteksi kanker payudara dini (Aylin dkk, 2005).
Dalam jurnal Oxford Annals of Oncology (2010), ketika seseorang
dinyatakan menderita kanker, maka akan terjadi beberapa tahapan reaksi
emosional dan salah satunya yang sering terjadi adalah depresi.
Menyediakan informasi bagi pasien merupakan faktor penentu penting bagi
kepuasan pasien dan juga dapat mempengaruhi kualitas kesehatan, tingkat
kecemasan dan tingkat depresi penderita kanker. Depresi sering kurang
terdiagnosis karena banyak faktor, termasuk kurangnya penyediaan
pengetahuan tentang penilaian teknik dan pilihan pengobatan (Schwartz dkk,
2009).
Menurut Miller (2008), sebanyak 16%-25% pasien menderita kanker
sekaligus depresi. Setelah pasien terdiagnosa kanker payudara pada tahun
pertama, 48% wanita mengalami kecemasan dan depresi. Dampak depresi
pada penderita kanker tidak hanya pada penderitanya saja, tetapi juga bisa
berakibat pada keluarganya, yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas
hidup penderita bila penanganannya tidak adekuat.
Konginan A (2008) menyebutkan, faktor risiko yang mempengaruhi
terjadinya depresi pada pasien kanker diantaranya stadium lanjut,
pengendalian nyeri dan keluhan yang tidak baik, riwayat depresi sebelumnya,
alkoholik, gangguan endokrin, gangguan neurologik, dan obat-obatan salah
satunya kemoterapi. Sedangkan Miller, (2008), mengungkapkan faktor risiko
terjadinya depresi diantaranya adalah pernah mengalami depresi atau
gangguan pikiran sebelumnya, sulit dalam menerima atau menyesuaikan diri
4
dengan diagnosa kanker, usia masih muda, memiliki masalah dengan alcohol
dan narkoba, kanker terjadi ketika sedang mengalami kejadian lain yang
menimbulkan stres, tidak mendapatkan dukungan keluarga atau dukungan
sosial, sebelumnya pernah mengalami pengalaman buruk ketika anggota
keluarga yang lain atau teman dekatnya mengidap kanker, tidak memiliki
keyakinan terhadap efektifitas dari perawatan, perubahan fisik atau cacat fisik,
perawatan yang bisa menimbulkan efek samping yang tidak menyenangkan
Dari uraian di atas, penulis berminat untuk mengetahui lebih lanjut
mengenai kejadian Ca Mamae atau kanker payudara dari mulai pengertian
sampai asuhan keperawatan untuk pasien ca mamae.
B. Tujuan Umum
A. Menurunkan angka kematian kanker payudara
B. Meningkatan kualitas hidup penderita kanker payudara.
C. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi ca mamae,
2. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi dan factor resiko ca mamae,
3. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi ca mamae.
4. Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan medis ca mamae
5. Mahasiswa dapat mengetahui konsep keperawatan paliatif.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Kanker merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh
perubahan sel-sel tubuh menjadi sel yang abnormal dan pertumbuhannya
di luar kendali. Ketika sel kanker pertama kali ditemukan di payudara,
maka hal itu disebut kanker payudara. Sel-sel pada kanker payudara
biasanya membentuk tumor yang sering terlihat pada pemeriksaan x-ray
atau sering dirasakan berupa benjolan pada payudara (Diahpradnya Oka
Partini, Niryana, dan Anda Tusta Adiputra 2018)
Kanker payudara adalah sekelompok sel tidak normal pada
payudara yang terus tumbuh berlipat ganda. Pada akhirnya sel-sel ini
menjadi bentuk benjolan di payudara (Yulianti 2016). Kanker payudara
(KPD) merupakan keganasan pada jaringan payudara yang dapat berasal
dari epitel duktus maupun lobulusnya (Nasional 2015).
Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang sering
terjadi pada perempuan di Indonesia. Kanker payudara memiliki kontribusi
sebesar 30% dan merupakan jenis kanker yang paling mendominasi di
Indonesia, mengalahkan kanker leher rahim atau kanker serviks yang
berkontribusi sebesar 24%(Ayu, Dewi, dan Hendrati 2015).
2. Etiologi
Etiologi dari penyakit kanker payudara belum dapat dijelaskan.
Namun, banyak penelitian yang menunjukkan adanya beberapa faktor
yang berhubungan dengan peningkatan resiko atau kemungkinan untuk
terjadinya kanker payudara. Faktor risiko pada pasien ini adalah pasien
memiliki faktor keluarga yaitu kakak kandung mengalami hal yang serupa,
pada studi genetik ditemukan bahwa kanker payudara berhubungan
dengan gen tertentu. Apabila terdapat Breast Cancer Susceptibility Gene
6
1 (BRCA) 1, yaitu suatu gen kerentanan terhadap kanker payudara,
probabilitas untuk terjadi kanker payudara sebesar 60% pada umur 50
tahun dan sebesar 85% pada umur 70 tahun namun pada pasien ini tidak
dilakukan pemeriksaan tersebut karena keterbatasan alat dan biaya.
Pasien juga mengalami haid pertama kali pada usia 9 tahun (menarche
dini) hal ini dapat mengakibatkan pasien mendapat paparan estrogen
terlalu dini, pasien juga belum hamil dan menyusui dan hal hal tersebut
mengakibatkan faktor resiko dari terjadinya Karsinoma mammae yang
pada pasien ini (Humaera et al. 2017)
Fase awal kanker payudara adalah asimtomatik (tanpa ada gejala
dan tanda). Adanya benjolan atau penebalan pada payudara merupakan
tanda dan gejala yang paling umum, sedangkan tanda dan gejala tingkat
lanjut kanker payudara meliputi kulit cekung, retraksi atau deviasi puting
susu dan nyeri, nyeri tekan atau rabas khususnya berdarah dari puting.
Kulit tebal dengan pori-pori menonjol sama dengan kulit jeruk dan atau
ulserasi pada payudara merupakan tanda lanjut dari penyakit. Jika ada
keterlibatan nodul, mungkin menjadi keras, pembesaran nodul limfa
aksilaris membesar dan atau nodus supraklavikula teraba pada daerah
leher. Metastasis yang luas meliputi gejala dan tanda seperti anoreksia
atau berat badan menurun, nyeri pada bahu, pinggang, punggung bagian
bawah atau pelvis, batu menetap, gangguan pencernaan, pusing,
penglihatan kabur dan sakit kepala (Arafah dan Notobroto 2018)
Stadium dalam kanker merupakan deskripsi mengenai kondisi kanker
agar dapat ditentukan cara pengobatan yang tepat. Pada kanker
payudara, dikenal stadium dini yang dimulai sebelum terjadinya kanker
hingga stadium II, serta stadium lanjut yang terdiri dari stadium III dan
stadium IV. Stadium kanker payudara ketika pertama kali ditemukan
digunakan untuk memperkirakan penanganan secara tepat sehingga
merupakan penentu keberhasilan dari pengobatan kanker payudara
tersebut (Ayu, Dewi, dan Hendrati 2015).
3. Patofisiologi
Penyebab timbulnya kanker payudara belum diketahui secara pasti,
namun bersifat multifaktorial atau banyak faktor. Beberapa hal yang dapat
7
menjadi penyebab kanker payudara, yaitu adanya kelemahan genetik
pada sel tubuh sehingga mempermudah timbulnya sel kanker, iritasi dan
infl amasi kronis yang selanjutnya dapat berkembang menjadi kanker,
radiasi sinar matahari dan sinar-x, senyawa kimia, seperti afl atoxin B1,
asbestos, nikel, arsen, arang, tarr, asap rokok, kontrasepsi oral, dan
sebagainya, serta makanan yang bersifat karsinogenik, misalnya
makanan kaya karbohidrat yang diolah dengan digoreng, ikan asin, dan
sebagainya (Ayu et al., 2015). Adapun faktor risiko terjadinya kanker
payudara, yaitu usia > 50 tahun, adanya riwayat kanker payudara pada
keluarga, obesitas, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, pemakaian
alat kontrasepsi hormonal dalam jangka waktu yang lama, paparan
radiasi, tidak pernah melahirkan atau melahirkan pertama kali pada usia
lebih dari 35 tahun, serta tidak menyusui. Menopause yang terlambat,
yaitu pada usia > 50 tahun, dan menarche dini, yaitu usia pertama kali
mengalami menstruasi < 12 tahun juga merupakan faktor risiko dari
kanker payudara (Depkes RI, 2014).
Gejala umum kanker payudara menurut Suryaningsih dan Sukaca
(2009) adalah adanya benjolan pada payudara yang dapat diraba dan
biasanya semakin mengeras, tidak beraturan, serta terkadang
menimbulkan nyeri. Gejala lain yang tampak, misalnya perubahan bentuk
dan ukuran, kerutan pada kulit payudara sehingga tampak menyerupai
kulit jeruk, adanya cairan tidak normal berupa nanah, darah, cairan encer,
atau air susu pada ibu tidak hamil atau tidak sedang menyusui yang
keluar dari puting susu. Gejala kanker payudara umumnya juga tampak
dari adanya pembengkakan di salah satu payudara, tarikan pada puting
susu atau puting susu terasa gatal, serta nyeri. Pada kanker payudara
stadium lanjut, dapat timbul nyeri tulang, pembengkakan lengan, ulserasi
kulit, atau penurunan berat badan (Suryaningsih dan Sukaca, 2009).
Pertumbuhan jaringan payudara dipengaruhi oleh beberapa hormon, yaitu
hormon prolaktin, hormon pertumbuhan, hormon progesteron, serta
hormon estrogen (Suryaningsih dan Sukaca, 2009). Paparan hormon
estrogen secara berlebihan dapat memicu pertumbuhan sel secara tidak
normal pada bagian tertentu (Dinkes Provinsi Sumatera Barat, 2014).
8
Mekanisme terjadinya kanker payudara oleh paparan estrogen masih
menjadi kontroversi karena terjadinya kanker payudara oleh paparan
estrogen belum diketahui secara pasti disebabkan karena stimulasi
estrogen terhadap pembelahan sel epitel atau karena disebabkan oleh
estrogen dan metabolitnya yang secara langsung bertindak sebagai
mutagen (Sandra, 2011). Tingginya paparan estrogen dapat disebabkan
oleh beberapa keadaan, yaitu tidak pernah melahirkan atau melahirkan
pertama kali pada usia lebih dari 35 tahun, tidak menyusui, menopause
pada usia > 50 tahun, pemakaian kontrasepsi hormonal dalam jangka
waktu yang lama, serta menarche pada usia < 12 tahun.
4. Penatalaksanaana
a. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Humaera et al., 2017) penatalksaan pada pasien kanker
payudara didahului dengan pemeriksaan fisik untuk mendiagnosis
karsinoma mammae yaitu mencakup pemeriksaan fisik menyeluruh
(sesuai pemeriksaan rutin) dan pemeriksaan kelenjar mammae. Dari
inspeksi, amati ukuran, simetris kedua mammae, perhatikan apakah
ada benjolan tumor atau perubahan patologik kulit (misal cekungan,
kemerahan, udem, erosi, nodul satelit, dan lain-lain). Perhatikan
kedua papila mammae apakah simetri, ada retraksi, distorsi, erosi,
dan kelainan lain. Palpasi umumnya dalam posisi berbaring, juga
dapat kombinasi duduk dan baring.
Waktu periksa rapatkan keempat jari, gunakan ujung dan perut jari
berlawanan arah jarum jam atau searah jarum jam. Kemudian dengan
lembut pijat areola mammae. Papila mamae, lihat apakah keluar
sekret. Jika terdapat tumor, harus secara rinci periksa dan catat
lokasi, ukuran, konsistensi, kondisi batas, permukaan mobilitas, dan
nyeri tekan. Ketika memeriksa apakah tumor melekat ke dasarnya,
harus meminta lengan pasien sisi lesi bertolak pinggang, agar m.
Pektoralis mayor berkerut. Jika tumor dan kulit atau dasar melekat,
mobilitas terkekang, kemungkinan kanker sangat besar. Jika terdapat
sekret papila mammae, harus buat sediaan apus untuk pemeriksaan
sitologi. Pemeriksaan kelenjar limfe regional paling baik posisi duduk.
Ketika memeriksa aksila kanan, dengan tangan kiri topang siku kanan
9
pasien, dengan ujung jari kiri palpasi seluruh fosa aksila secara
berurutan.
Waktu memeriksa fosa aksila kiri sebaliknya, dan terakhir periksa
kelenjar supraklavikular.5 Pada status generalis, selain tanda vital
perlu juga diperiksa performance status penderita. Karena payudara
dipengaruhi oleh faktor hormonal antara lain estrogen dan
progesteron maka sebaiknya pemeriksaan payudara dilakukan saat
pengaruh hormon ini seminimal mungkin, yaitu setelah lebih kurang
satu minggu dari hari pertama menstruasi. Dengan pemeriksaan fisik
yang baik dan teliti, ketepatan pemeriksaan untuk kanker payudara
secara klinis cukup tinggi. Pemeriksaan kelenjar getah bening
regional aksila sebaiknya dalam posisi duduk karena dalam posisi ini
fossa aksila jatuh ke bawah sehingga mudah untuk diperiksa dan
lebih banyak yang dapat dicapai. Pada pemeriksaan aksila kanan,
tangan kanan penderita diletakkan atau dijatuhkan lemas di
tangan/bahu kanan pemeriksa dan aksila diperiksa dengan tangan kiri
pemeriksa. Diraba kelompok kelenjar getah bening mammae eksterna
di bagian anterior dan di bawah tepi m.pektoralis aksila; Kelenjar
getah bening subskapularis di posterior aksila; Kelenjar getah bening
sentral di bagian pusat aksila; dan Kelenjar getah bening apikal di
ujung atas fossa aksilaris. Pada perabaan ditentukan ukuran,
konsistensi, jumlah, apakah terfiksasi satu sama lain atau ke jaringan
sekitarnya. Supra dan infraklavikula serta leher utama, bagian bawah
dipalpasi dengan cermat dan teliti. Selain payudara dan kelenjar
getah bening , organ lain yang ikut diperiksa adalah paru, tulang,
hepar, dan otak untuk mencari metastase jauh. Sedangkan
untukpemeriksaan penunjang yaitu Mammografi Kelebihan mamografi
adalah dapat menampilkan nodul yang sulit dipalpasi atau terpalpasi
atipikal menjadi gambar, dapat menemukan lesi mammae yang tanpa
nodul namun terdapat bercak mikrokalsifikasi, dapat digunakan untuk
analisis diagnostik dan rujukan tindak lanjut. Ketepatan diagnostik
sekitar 80%.8,10 Pemeriksaan penunjang lain yang dapat mendukung
diagnosis karsinoma mammae adalah USG, MRI mammae,
pemeriksaan dan biopsi. Terapi hormonal terutama mencakupbedah
10
dan terapi hormon. Terapi hormonal bedah terutama adalah
ooforektomi (disebut juga kastrasi) terhadap wanita pramenopause,
sedangkan adrenalektomi dan hipofisektomi sudah ditinggalkan.
Terapi hormonal Medikamentosa yang digunakan di klinis yang
terutama adalah obat antiestrogen. Tamoksifen merupakan penyekat
reseptor estrogen, mekanisme utamanya adalah berikatan dengan
reseptor estrogen secara kompetitif, menyekat transmisi informasi ke
dalam sel tumor sehingga berefek terapi. Tamoksifen juga memiliki
efek mirip estrogen, berefek samping trombosis vena dalam,
karsinoma endometrium dan lain-lain. Sehingga perlu diperhatikan
dan diperiksa secara berkala.3,11,12 Setiap pasien dengan benjolan
pada bagian dada dan memiliki faktor resiko terhadap Karsinoma
mammae dan dilakukan pemeriksaan fisik hingga pemeriksaan
penunjang mengarah ke carcinoma mamae harus segera di rujuk ke
rumah sakit yang memiliki spesialis bedah dan fasiltas yang memadai
hal ini dikarenakan perlunya persiapan operasi yang harus dilakukan
untuk tatalaksana pasien ini.
Terapi yang dilakukan pada pasien ini diberikan medikamentosa
dan non medikamentosa, untuk non medikamentosa dengan kondisi
rawat inap di bangsal bedah RSAM. Pemasangan threeway kateter
dilakukan, diet lunak, tirah baring dan dilakukannya persiapan operasi
untuk medikamentosa pasien diberikan kemoterapi. Pengobatan
kemoterapi adalah pengobatan sistemik yang menggunakan obat-
obat sitostatika melalui aliran sistemik, selain itu pasien diberikan
IVFD RL gtt xx/menit, seftriaxon 1 gr/12 jam, ranitidin amp/12 jam dan
ketorolac 3mg/ 8 jam.13-15 Pemberian ranitidin adalah suatu histamin
antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja histamin secara
kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi
asamlambung.Pada pemberian i.m./i.v. kadar dalam serum yang
diperlukan untuk menghambat 50% perangsangan sekresi asam
lambung adalah 36–94 mg/mL. Kadar tersebut bertahan selama 6–8
jam. Ranitidin diabsorpsi 50% setelah pemberian oral. Konsentrasi
puncak plasma dicapai 2–3 jam setelah pemberian dosis 150 mg.
Absorpsi tidak dipengaruhi secara nyata oleh makanan dan antasida.
11
Waktu paruh 2½–3 jam pada pemberian oral, Ranitidin diekskresi
melalui urin.Injeksi i.m.: 50 mg (tanpa pengenceran) tiap 6–8 jam.
Pemberian ranitidine pada pasien ini dikarenaka pasien sempat
mengeluhkan perut merasa tak nyaman dan sakit disekitar ulu hati
sehingga diberikan dosis 1 amp/12 hal ini kurang sesuai dengan
kepustakaan.16,17 Ketorolac ampul ditujukan untuk pemberian injeksi
intramuskular atau bolus intravena.
Dosis untuk bolus intravena harus diberikan selama minimal 15
detik. Ketorolac ampul tidak boleh diberikan secara epidural atau
spinal. Mulai timbulnya efek analgesia setelah pemberian IV maupun
IM serupa, kira- kira 30 menit, dengan maksimum analgesia tercapai
dalam 1 hingga 2 jam. Durasi median analgesia umumnya 4 sampai 6
jam. Dosis sebaiknya disesuaikan dengan keparahan nyeri dan
respon pasien. Lamanya terapi pemberian dosis harian multipel yang
terus- menerus secara intramuskular dan intravena tidak boleh lebih
dari 2 hari karena efek samping dapat meningkat pada penggunaan
jangka panjang. Dosis awal Ketorolac yang dianjurkan adalah 10 mg
diikuti dengan 10– 30 mg tiap 4 sampai 6 jam bila diperlukan, hal ini
kurang sesuai dengan terapi yang diberikan pada pasien ini sehingga
terapi medikamentosa pada pasien ini kurang tepat.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Berbagai penatalaksanaan keperawatan untuk pasien kanker
payudara berdasarkan hasil literature terdiri dari : intervensi, program,
dan skrining. Intervensi yang dapat diaplikasikan pada pasien kanker
payudara terdiri dari intervensi yang dapat menurunkan kecemasan,
nyeri, kelelahan, gejala menoupouse, meningkatkan kualitas hidup,
hasil pemeriksaan fisik, aktivitas fisik, mengatasi mual Program -
program untuk pasien kanker payudara terdiri dari : program untuk
pemenuhan nutrisi, aktivititas fisik untuk menurunkan mucositis dan
limpadema, PIE (untuk meningkatkan pengetahuan, teknik perawatan
dan meningkatkan ketidaknyamanan) (Solehati et al., 2020).
Penatalaksanaan keperawatan untuk pasien kanker payudara
selanjunya itu skrining untuk mengrtahui masalah-masalah pasien
dengan kanker payudara. Intervensi– intervensi untuk
12
penatalaksanaan keperawatan untuk pasien kanker payudara dalam
menurunkan gejala psikologis (kecemasan, depresi) pada pasien
kanker payudara terdiri dari : latihan baduanjin, self- care toolkit
(SCT), Mind Body Skills Groups (MBSGs), terapi music, perawatan
suportif dan Complementary Integrative Medicine (CIM), Mindfulness
Based Stress Reduction (Ying et al, 2019; Stoerker et al, 2019; Arem
et al, 2019; Karadag, Ugur, & Cetinayak, 2019; Klafke et al, 2019;
Langacher et al, 2018). Intervensi untuk menurunkan kecemasan dan
meningkatkan hasil pemeriksaan yaitu latihan baduanjin dan Self-care
toolkit (SCT).
1) Self-care toolkit (SCT) berisi pemutar MP3 dengan file audio
teknik pikiran tubuh terbimbing (pernapasan, otot progresif
relaksasi, meditasi terbimbing dan self- hypnosis) dan gelang
antinausea akupresur. Menurut penelitian Stoerkel et al (2018)
Penurunan kecemasan secara signifikan pada kelompok SCT
selama periode intervensi, Kelompok SCT mengalami nyeri lebih
sedikit setelah operasi (p=0,008) dan pasca oprasi ESR (dari
pada kelompok (p = 0.0197) dari pada kelompok TAU. Penurunan
signifikan secara klinis dalam terjadi kecemasan.
2) Mind Body Skills Groups (MBSGs) dilakukan 2 jam selama 9
minggu oleh terapis yang terlatih. Menurut Arem et al (2019)
MBSGs efektif dalam mengurangi hyperarousal, dan stress.
Intervensi delivered mind body ini layak diterima untuk terapi BCS
(breast cancer survivors) berdasarkan qualitative feedback.
Sedangkan menurut penelitian Lengacher et al (2018) bahwa
terapi MBSR dapat menurunkan stres, kecemasan, dan kelelahan
karena terapi MBSR dapat mengurangi kadar hormone kortisol
(hormone stress) dan sitokin IL-6 level setelah 6 minggu pada
penderita kanker payudara
3) Menurut Eyigor et al (2018) Yoga efektif dan aman untuk
mengurangi rasa sakit (baik bahu dan lengan) dan dapat
meningkatkan kualitas hidup pada pasien dengan kanker
payudara dengan skor QOL fungsional dan gejala dari pasien
dalam kelompok yoga menunjukkan peningkatan yang signifikan
13
pada bulan 5 dibandingkan dengan baseline (p:0,01, dan p:0,03)
serta pengobatan menunjukkan signifikansi dalam skor gejala (p:
0,03). Sedangkan menurut Cramer et al (2015) Yoga yang
dikombinasikan dengan meditasi sebagai intervensi
komplementer yang aman dan efektif untuk menurunkan gejala
menopause pada penderita kanker payudara dan efeknya
tampaknya bertahan selama 3 bulan
4) Intervensi selanjutnya untuk meningatkan kualitas hidup pasien
kanker payudara yaitu dengan memberikan perawatan rutin dan
diberikan edukasi. Edukasi diberikan selama pendidikan 90 menit
dilakukan setiap minggu. Topik tentang : kanker payudara, aspek
emosional dari kepedulian, penyesuaian peran pengasuh dan
strategi komunikasi. Physical activity (PA) dan sesi diskusi, pasien
menerima latihan 2x per minggu, pendidikan Physical activity (PA)
dan sesi diskusi selama 8 minggu. Perawatan pasca operasi
standar dan latihan yoga menggunakan DVD : menggerakan
lengan dan bahu dilakukan 1 jam selama 10 minggu dan 6 bulan
pasca operasi.
18
2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring) dan
kemungkinan lebih sering jika klien diposisikan miring ke sisi
bagian tubuh yang terganggu;
3) Inspeksi kulit secara teratur terutama di atas benjolan tulang.
Secara perlahan masase setiap area kemerahan. Beri bantuan
sesuai kebutuhan;
II. Terapi latihan kontrol otot meliputi
1) Mulai latihan rentang gerak aktif atau pasif ke semua
ekstremitas;
2) Ajarkan latihan seperti latihan kuadriseps atau gluteal,
meremas bola karet, dan ekstensi jari tangan dan atau tungkai
bawah serta kaki;
3) Bantu klien mengembangkan keseimbangan saat duduk
(seperti meninggikan kepala tempat tidur);
4) Tetapkan tujuan dengan klien atau orang dekat untuk
meningkatkan partisipasi dalam aktivitas, latihan, dan
perubahan posisi, dan melaksanakan aktivitas ADL pasien;
5) Ajarkan klien untuk melakukan peregangan atau aktifitas fisik
secara bertahap sesuai toleransi;
6) Ajarkan teknik relaksasi lima jari. Intevensi yang terakhir adalah
dengan Kolaborasi: Konsultasikan dengan ahli terapi fisik
mengenai latihan aktif, resistif, dan ambulasi klien. Setelah
dilakukan pengkajian 3x24 jam masalah keperawatan
hambatan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil kelelahan
berkurang, meningkatnya aktifitas fisik.
c. Intervensi keperawatan kurang pengetahuan pasien terkait masalah
kesehatan yang dialami:
I. Pengetahuan penyakit Aktifitas;
1) Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya;
2) Jelaskan tentang proses penyakit (tanda dan gejala),
identifikasi kemungkinan penyebab.
3) Jelaskan tentang program pengobatan dan alternatif
pengobantan;
19
4) Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin digunakan
untuk mencegah komplikasi;
5) Diskusikan tentang terapi dan pilihannya;
6) Eksplorasi kemungkinan sumber yang bisa
digunakan/mendukung;
7) instruksikan kapan harus ke pelayanan;
8) Tanyakan kembali mengenai pengetahuan klien tentang
penyakitnya, prosedur perawatan dan pengobatan.
20
melakukan teknik relaksasi yang bertujuan untuk
merelaksasikan otototot secara progresif.
BAB III
PEMBAHASAN
21
sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau
fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga
berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan. Ansietas adalah kondisi emosi dan
pengalaman subyektif individu terhadap onjek yang tidak jelas dan spesifik akibat
antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk
menghadapi ancaman. Gangguan citra tubuh adalah perubahan persepsi tentang
penampilan, struktur dan fungsi fisik individu. Deficit pengetahuan adalah ketiadaan
atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu. Gangguan
integritas kulit/jaringan adalah kerusakan kulit (dermis atau epidermis) atau jaringan
(membrane mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi, dan
ligament). Deficit nutrisi adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme.
22
keluarga dalam pemberian pendidikan kesehatan dan nyeri, dorong keluarga untuk
membantu pasien dalam merubah perilaku kesehatan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kanker payudara merupakan salah satu penyakit degenerative yang endemic
pada wanita hampir diseluruh dunia yang disebabkan oleh berbagai macam
factor,diantaranya faktor lifestyle dan gizi. Setiap orang di dunia ini memiliki
resiko untuk terkena kanker payudara, walaupun wanita lebih berresiko
daripada laki-laki. Oleh karena itu, sangat diperlukan pencegahan dini dimulai
dari diri sendiri dengan SADARI, memperbaiki pola makan/gizi dan gaya
hidup/lifestyle. Karena menurut penelitian World Cancer Research Fund
(WCRF), memperbaiki gizi dan lifestyle dapat mencegah kanker payudara hingga
42%.
B. Saran
Dari pembahasan yang telah diuraikan diatas, penulis memberi saran
agar setiap wanita dan laki-laki hendaknya menjaga kesehatan dengan
mengurangi atau menjauhi factor resiko yang bisa menyebabkan kanker payudara dan
menjaga/memperbaiki pola makan/gizi serta gaya hidup. Pencegahan
hendaknya dilakukan sejak dini, sebab kebanyakan kanker payudara
berkembang dalam jangka waktu yang lama, dan sering kali terlambat
dideteksi karena jarang munculnya gejala pada stadium awal. Dalam proses
promotif, preventif dan protektif ini hendaknya ada kerjasama antara individu,
23
keluarga, masyarakat, dan pemerintah serta komponen lainnya demi
menurunkan prevalensi di Indonesia mengingat kemungkinan kecil untuk
sembuh total jika sudah terkena penyakit ini.
DAFTAR PUSTAKA
Arafah, Alvita Brilliana R., dan Hari Basuki Notobroto. 2018. “Faktor Yang
Berhubungan Dengan Perilaku Ibu Rumah Tangga Melakukan Pemeriksaan
Payudara Sendiri (Sadari).” The Indonesian Journal of Public Health 12(2): 143.
Ayu, Gusti, Triara Dewi, dan Lucia Yovita Hendrati. 2015. “Analisis risiko kanker
payudara berdasar riwayat pemakaian kontrasepsi hormonal dan usia.” Jurnal
Berkala Epidemiologi, Vol. 3, No. 1 Januari 2015: 12–23 3: 12–23.
Diahpradnya Oka Partini, Putu, I Wayan Niryana, dan Putu Anda Tusta Adiputra.
2018. “Karakteristik kanker payudara usia muda di Subbagian Bedah Onkologi
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah tahun 2014-2016.” Intisari Sains Medis 9(1):
76–79.
Yulianti, Iin. 2016. “Faktor-Faktor Risiko Kanker Payudara (Studi Kasus Pada
Rumah Sakit Ken Saras Semarang).” 4.
Ayu, G. et al. (2015) ‘Analisis risiko kanker payudara berdasar riwayat pemakaian
24
kontrasepsi hormonal dan usia’, Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 3, No. 1
Januari 2015: 12–23, 3, pp. 12–23.
Putri, M. E., & Rahayu, U. (2019). Pemberian Asuhan Keperawatan secara Holistik
pada Pasien Post Operasi Kanker Payudara. Media Karya Kesehatan, 195-
197.
Alimul Aziz H, 2007. Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisis Data.
Jakarta : Salemba Medika
Bylander, A., dkk. 2007. Journal of Children Microbiology
Djaafar, Z.A., Helmi, Restuti, R.D., 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala & Leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Revai, R, et al. 2007. Incidence of Acute Otitis Media and Sinusitis Complicating
Upper Respiratory Tract Infection. Journal of The American Academy
Pediatrics
Rahajoe, N. 2012. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: Balai Penerbit IDAI
25
26