Anda di halaman 1dari 26

PRESENTASI KASUS

CORONARY ARTERY DISEASE NON-STEMI ANTERIOR

Pembimbing:

dr. Ismugi, Sp.JP

Disusun oleh:
Zakky Bramantyo 1820221080
Syifa Fauziah R 1820221108
Rany Binawan 1820221053
Anastasia Gardina M 1820221121

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT JANTUNG


FAKULTAS KEDOKTERAN UNVERSITAS PEMBANGUNAN
NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
RUMAS SAKIT BHAYANGKARA Tk. I R.S. SUKANTO
PERIODE 31 AGUSTUS – 23 OKTOBER 2020
BAB I
STATUS PASIEN

I.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. AH
Usia : 56 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Kumbang Dalam 5/6
Agama : Islam
Status : Menikah
Masuk RS : 24 September 2020 pukul 11.28 WIB

I.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama: Nyeri dada sejak 3,5 jam SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS POLRI pada tanggal 24 September 2020 pukul 11.28
WIB dengan keluhan utama nyeri dada sebelah kanan (+) sejak pukul 08.00 WIB.
Nyeri dada dirasakan oleh pasien tembus sampai ke punggung dan bahu, nyeri
dirasakan hilang timbul.
Pasien post terjatuh dari motor sebelum nyeri dada. Setelah terjatuh dari motor
lalu pingsan dan setelah sadar muntah 2x. Benjolan atau luka di kepala (-), hanya
luka lecet di lutut kiri. Tidak terdapat luka atau jejas di dada. Muntah darah (-)
Pasien memiliki riwayat hipertensi (+), diabetes (+), CAD (+) post pasang 1 ring
pada tahun 2014, kolestrol (+), konsumsi obat nitrokaf (+).
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat Hipertensi (+)
 Riwayat DM tipe II (+)
 Riwayat Penyakit Jantung (+) CAD  PCI 1 stent tahun 2014
 Riwayat Asma (-)
 Riwayat Penyakit Ginjal (-)

1
 Riwayat kolestrrol tinggi (+)

Riwayat Penyakit Keluarga


(-)
Riwayat Pengobatan
Obat nitrokaf
Riwayat Pribadi dan Sosial
(-)

I.3 PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran / GCS: Compos mentis
/E4M6V5 Tekanan Darah : 100/80 mmHg
Nadi : 86 kali per menit
Pernapasan : 20 kali per menit
Suhu : 36oC
Berat Badan : - Kg
Tinggi Badan : - cm
BMI : - m2/Kg

STATUS GENERALIS
Kepala
 Bentuk : Bulat, simetris, normocephal
 Kulit : Tidak ada kelainan
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
 Telinga : Bentuk normal, simetris
 Hidung : Bentuk normal, tidak deviasi, tidak ada pernapasan cuping
Hidung
Thorax
Bentuk normal, tidak ada retraksi maupun sikatrik, pergerakan dinding dada

2
simetris saat statis dan dinamis.
a. Jantung
o Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
o Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V line midclavicularis sinistra
o Perkusi : Batas jantung kanan : ICS IV line sternalis dextra.
Batas pinggang jantung : ICS III linea parasternalis sinistra.
Batas jantung kiri : ICS V line midclavicularis sinistra
o Auskultasi: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
b. Paru
o Inspeksi : Pergerakan dinding dada dan bentuk dada simetris kanan dan
kiri.
o Palpasi : Fremitus taktil dan vokal kanan dan kiri simetris, nyeri tekan (-),
edema (-), krepitasi (-)
o Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
o Auskultasi: Vesikular (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
o Inspeksi : Bentuk normal, simetris, sikatrik (-)
o Auskultasi : Bising usus normal
o Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), defans muscular (-), ascites (-), massa (0)
o Perkusi : Shifting dullness (-)
Ekstremitas
o Superior : Edema (-/-), sianosis (-), akral dingin (-), deformitas (-), capillary
refill time < 2 detik
o Inferior : Edema (-/-), sianosis (-), akral dingin (-), deformitas (- ), capillary
refill time < 2 detik

3
I.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium IGD RS Polri

Hematologi (Tanggal 24 September 2020 Pukul 12.36 WIB)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Hemoglobin 12.5* 13 - 16 g/dl

Lekosit 14.040* 5.000 - 10.000 /ul

Hematokrit 39* 40 - 48 %

Trombosit 244.000 150.000 - 400.000 /ul


Neutrofil Limfosit 10.21
Rasio
Neutrofil Absolut 12.150* 2.500-7.000 /ul
Limfosit Absolut 1.190 1.000-4.000 /ul
Kimia Klinik (Tanggal 24 September 2020 Pukul 14.17 WIB)
Ureum 27 10 - 50 mg/dl

Creatinin 1.1 0,5 - 1,5 mg/dl

Estimasi GFR 95 >90 ml/min/1.73


(CKD-EPI) m2

Glukosa darah sewaktu 94 < 200 mg/dl

CK-MB 28* <24 U/L

B. Pemeriksaan Laboratorium ICCU

Hematologi (Tanggal 25 September 2020 Pukul 19.42 WIB)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

4
PT (pasien) 9.7” 9.3” - 11.4”

PT (control) 9.3”

APTT (pasien) 36.5” 29.0” – 42”

APTT (control) 35.4”

C. EKG
Tanggal 24 September 2020 di IGD RS POLRI (Pertama)

Kesan :
Q patologis di lead V1, V2, dan V3
T inverted di lead V1, V2, V3, V4, V5 dan V6

Tanggal 25 September 2020 di ICCU (Kedua)

Kesan :

5
Q patologis di lead V1, V2, dan V3
T inverted di lead V1, V2, V3, V4, V5 dan V6.
Tanggal 26 September 2020 di ICCU (Ketiga)

Kesan :
Q patologis di lead V1, V2, dan V3
T inverted di lead V1, V2, V3, V4, dan V5.

Tanggal 27 September 2020 (Keempat)

D. Rotgen Thoraks
Tanggal 29 September 2020

Kesan:
o Kardiomegali (LVH)
o CTR 66.7%
o Tidak tampak kelainan radiologis
pada paru saat ini

6
E. Echocardiography & Doppler Echo
Tanggal 3 Mei 2019

Kesan:
o Dilatasi LV dengan penurunan EF = 42,7% (N=53%)
o Hipokinetik berat septal anterior, akinetik apikal
o E/A <1  gangguan fungsi diastolik tipe I
o Katup-katup dalam batas normal

7
F. Angioplasty Coroner (PCI)
Tanggal 23 Mei 2019

Kesan:
LAD: diameter rata-rata, stenosis 90% di mid
Kesimpulan:
Sukses PCI dengan 1 DES di LAD

I.5
RESUME

8
Pasien Tn. AH datang dengan keluhan nyeri dada sebelah kanan hingga ke
punggung dan bahu. Keluhan ini disertai dengan muntah 2x. Pasien memiliki
riwayat Hipertensi (+), DM tipe II (+), CAD  PCI 1 stent tahun 2014.
Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya kelainan. Hasil pemeriksaan
penunjang laboratorium hematologi rutin tertanggal 24 September 2020
menunjukkan Leukosit sebesar 14.040/ul dan hasil pemeriksaan enzim jantung di
tanggal yang sama menunjukkan CK-MB 28 U/L. Kesan hasil rontgen thoraks
menunjukkan kardiomegali (CTR 66.7%).
Hasil EKG yang dilakukan di IGD pada tanggal 24 September 2020
memperlihatkan adanya Q patologis di lead V1, V2, dan V3 serta T inverted di lead
V1, V2, V3, V4, V5 dan V6. Hasil EKG yang dilakukan di ICCU pada tanggal 25
September 2020 memperlihatkan adanya Q patologis di lead V1, V2, dan V3 serta T
inverted di lead V1, V2, V3, V4, V5 dan V6. Hasil EKG yang dilakukan pada
tanggal 26 September 2020 memperlihatkan adanya Q patologis di lead V1, V2, dan
V3 serta T inverted di lead V1, V2, V3, V4, dan V5. Hasil EKG yang dilakukan
pada tanggal 27 September 2020 memperlihatkan adanya Q patologis di lead V1,
V2, dan V3 serta T inverted di lead V2, V3, V4, dan V5. Hal ini mengartikan bahwa
terjadi perluasan old infark pada daerah anteroseptal dan iskemia pada daerah
anterior.

I.6 Follow Up

28 September 2020 12.00 WIB

S: Nyeri dada (-), muntah (-)

9
O : KU : Tampak sakit sedang (lemah)
Kesadaran : Composmentis (GCS 15 , E4, M6, V5)
Tekanan darah : 100/80 mmHg
Heart Rate : 86 kali per menit
Respiratory Rate: 20 kali per menit
Suhu : 36°C
SaO2 : 98%
Thoraks : Simetris, tidak ada retraksi

Ekstremitas : akral hangat, edema (-/-) berkurang, CRT < 2 detik


Leukosit : 14.040/ul (Tanggal periksa 24-09-2020)
CKMB : 28 U/L (Tanggal Periksa 24-09-2020)
EKG : Old Infark anteroseptal
Rontgen Thoraks: Kardiomegali (Tanggal Periksa 24-09-2020)

A : CAD NSTEMI
CHF
DM tipe II Terkontrol

P: Drip Lasix 1amp/24jam


Aspilet 1x80mg
Clopidogrel 1x75mg
Simvastatin 1x20mg
Bisoprolol 1x2.5mg
ISDN 3x5mg
Metformin 1x500mg

10
BAB II
TIJAUAN PUSTAKA

II.1 Pendahuluan
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan suatu masalah kardiovaskular yang
utama karena menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka kematian yang
tinggi. SKA ini merupakan salah satu penyakit tidak menular dimana terjadi perubahan
patologis atau kelainan dalam dinding arteri koroner yang dapat menyebabkan
terjadinya iskemik miokardium dan UAP (Unstable Angina Pectoris) serta Infark
Miokard Akut (IMA) seperti Non-ST Elevation Myocardial Infarct (NSTEMI) dan ST
Elevation Myocardial Infarct (STEMI).1
Pada tahun 2015, World Health Organization (WHO) melaporkan penyakit
kardiovaskuler menyebabkan 17,5 juta kematian atau sekitar 31% dari keseluruhan
kematian secara global dan yang diakibatkan sindrom koroner akut sebesar 7,4 juta.
Penyakit ini diperkirakan akan mencapai 23,3 juta kematian pada tahun 2030. 2,3
Di Indonesia angka mortalitas pada tahun 2012 adalah 680 dari 100.000
populasi. Berdasarkan Riskesdas tahun 2013 prevalensi penyakit jantung koroner di
Kalimantan Selatan dengan diagnosis dokter sebesar 0,5% dan diagnosis dokter atau
gejala sebesar 2,2%. Di Kota Banjarmasin, prevalensi penyakit jantung koroner
dengan diagnosis dokter sebesar 0,4% dan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala
sebesar 0,8%. 4

II.2 Faktor Risiko


Terjadinya sindrom koroner akut dihubungkan oleh beberapa faktor risiko
meliputi faktor yang tidak dapat dimodifikasi seperti umur, jenis kelamin, keturunan,
dan faktor yang dapat dimodifikasi seperti merokok, hipertensi, diabetes mellitus,
dislipidemia, dan obesitas.5,6 Faktor risiko yang menyebabkan terjadinya SKA ini telah
dijelaskan dalam Frammingham Heart Study dan studi-studi lainnya. Studi-studi ini
menjelaskan bahwa faktor resiko yang dapat dimodifikasilah yang berpengaruh kuat
terjadinya sindrom koroner akut.7

11
Faktor resiko yang tidak dapat dirubah:
o Jenis kelamin
o Usia
o Faktor keturunan
Faktor resiko yang dapat dirubah:
o Faktor resiko mayor:
 Kolesterol tinggi
 Hipertensi
 Merokok
 Diabetes
o Faktor resiko Minor:
 Obesitas
 Stress
 Kurang olahraga
Mengetahui karakteristik penderita sindrom koroner akut perlu untuk
intervensi pencegahan sehingga angka kejadian sindrom koroner akut dapat ditekan
karena banyaknya kerugian yang ditimbulkan seperti aritmia, syok kardiogenik,
perikarditis, henti jantung, gagal jantung, udema paru akut bahkan kematian apabila
tidak dipatuhi.4,8 Dengan diketahuinya karakteristik penderita SKA maka dapat
dilakukan pencegahan primer untuk meningkatkan kesehatan dan menurunkan faktor
risiko, pencegahan sekunder untuk menangani gejala dengan cepat secara optimal
sehingga mencegah keadaan yang lebih parah dan rehospitalisasi, serta pencegahan
tersier untuk mempertahankan kesehatan secara optimal melalui dukungan dan
kekuatan yang ada pada diri penderita.6

II.3 Etiopatogenesis
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh
darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi
plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan
diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah

12
trombus yang kaya trombosit (white thrombus). Trombus ini akan menyumbat liang
pembuluh darah koroner, baik secara total maupun parsial; atau menjadi mikroemboli
yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat
vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran
darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan iskemia miokardium.
Pasokan oksigen yang berhenti selama kurang-lebih 20 menit menyebabkan
miokardium mengalami nekrosis (infark miokard).1
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah
koroner. Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat
menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard). Akibat
dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas miokardium karena proses
hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang), disaritmia dan remodeling ventrikel
(perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel). Sebagian pasien SKA tidak mengalami
koyak plak seperti diterangkan diatas. Mereka mengalami SKA karena obstruksi dinamis
akibat spasme lokal dari arteri koronaria epikardial (Angina Prinzmetal). Penyempitan
arteri koronaria, tanpa spasme maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progesi plak atau
restenosis setelah Intervensi Koroner Perkutan(IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti
demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi pencetus terjadinya
SKA pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis.1

II.4 Non ST Elevation Myocard Infarct (NSTEMI)


Diagnosis angina pektoris tidak stabil (APTS/UAP) dan infark miokard non ST
elevasi (NSTEMI) ditegakkan atas dasar keluhan angina tipikal yang dapat disertai
dengan perubahan EKG spesifik, dengan atau tanpa peningkatan marka jantung. Jika
marka jantung meningkat, diagnosis mengarah NSTEMI, jika tidak meningkat,
diagnosis mengarah UAP. Sebagian besar pasien NSTEMI akan mengalami evolusi
menjadi infark miokard tanpa gelombang Q. dibandingkan dengan STEMI, prevalensi
NSTEMI dan UAP lebih tinggi, dimana pasien – pasien biasanya berusia lebih lanjut
dan memiliki lebih banyak komorbiditas. Selain itu, mortalitas awal NSTEMI lebih
rendah dibandingkan STEMI namun setelah 6 bulan, mortalitas keduanya berimbang
dan secara jangka panjang, mortalitas NSTEMI lebih tinggi.1

13
II.5 Manifestasi Klinis
Keluhan khas ialah nyeri dada retrosternal seperti diremas-remas, ditekan,
ditusuk, panas atau ditindih barang berat. Nyeri dada serupa dengan angina, tetapi
lebih intensif dan menetap (> 30 menit). Nyeri dapat menjalar ke lengan (umumnya
kiri), bahu, leher, rahang bahkan ke punggung dan epigastrium. Nyeri dapat disertai
perasaan mual-muntah, sesak, pusing, keringat dingin, berdebar-debar atau sinkope.
Nyeri berlangsung lebih lama dari angina pektoris biasa dan tidak responsif terhadap
nitrogliserin.1

II.6 Diagnosis
II.6.1 Anamnesis
Keluhan utama adalah sakit dada yang terutama dirasakan di daerah sternum,
tetapi bisa menjalar ke dada kiri atau kanan, ke rahang, ke bahu kiri dan kanan dan
pada satu atau kedua lengan. Biasanya digambarkan sebagai rasa tertekan, terhimpit,
diremas-remas, rasa berat atau panas, kadang-kadang penderita melukiskannya hanya
sebagai rasa tidak enak didada. Walaupun sifatnya dapat ringan sekali, tetapi rasa
sakit itu biasanya berlangsung lebih dari setengah jam, dan jarang ada hubungannya
dengan aktivitas serta tidak hilang dengan istirahat atau pemberian nitrat.12
Pada fase awal serangan jantung, pasien amat stres dan dapat berkeringat
dingin. Keadaan umum penderita membaik bila rasa sakit sudah dikendalikan dan
sering sekali dalam beberapa jam penderita terlihat baik. Volume dan laju denyut nadi
bisa normal, tetapi pada kasus berat nadi kecil dan cepat. Tekanan darah biasanya
menurun selama beberapa jam atau hari dan pelan-pelan kembali ke keadaan normal
dalam 2 atau 3 minggu, tetapi juga dapat menurun sampai terjadi hipotensi berat.12

II.6.2 Pemeriksaan Fisik


a.Keadaan Umum
Pasien tampak pucat, berkeringat, dan gelisah akibat aktivitas simpatis
berlebihan. Pasien juga tampak sesak. Demam derajat sedang (< 38 C) bisa
timbul setelah 12-24 jam pasca infark.13

14
b.Tanda Vital
Denyut Nadi dan Tekanan Darah Sinus takikardi (100-120 x/mnt)
terjadi pada sepertiga pasien, biasanya akan melambat dengan pemberian
analgesic yang adekuat. Denyut jantung yang rendah mengindikasikan adanya
sinus bradikardi atau blok jantung sebagai komplikasi dari infark. Peningkatan
TD moderat merupakan akibat dari pelepasan kotekolamin. Sedangkan jika
terjadi hipotensi maka hal tersebut merupakan akibat dari aktivitas vagus
berlebih, dehidrasi, infark ventrikel kanan, atau tanda dari syok kardiogenik.13

c.Pemeriksaan Thoraks
o Pemeriksaan Jantung: Terdangar bunyi jantung S4 dan S3, atau mur-mur.
Bunyi gesekan perikard jarang terdengar hingga hari ke dua atau ketiga
atau lebih lama lagi (hingga 6 minggu) sebagai gambatan dari sindrom
Dressler
o Pemeriksaan Paru: Ronkhi akhir pernafasan bisa terdengar, walaupun
mungkin tidak terdapat gambaran edema paru pada radiografi. Jika
terdapat edema paru, maka hal itu merupakan komplikasi infark luas,
biasanya anterior.13

II.6.3 Pemeriksaan Penunjang


a. Elektrokardiogram (EKG)
Perubahan pada Elektrokardiogram cukup spesifik, tetapi tidak peka
untuk diagnosa SKA pada fase dini.Walaupun diagnosis SKA tidak didasarkan
semata-mata dengan EKG, tetapi rekaman EKG sangat membantu diagnosis.
Gambaran EKG yang abnormal pada SKA selalu transien dan berevolusi,
karena itu diagnosis EKG ini tergantung pada observasi saat perubahan dengan
waktu (rekaman serial). Gambaran yang khas yaitu timbulnya depresi segmen
ST, inversi gelombang T, elevasi segmen ST dan melebar hingga menetapnya
gelombang Q. walaupun mekanisme pasti dari perubahan EKG ini belum
diketahui, diduga perubahan gelombang Q disebabkan oleh jaringan yang mati,

15
kelainan segmen ST karena injury otot dan kelainan-kelainan gelombang T
karena iskemia.13
Sadapan dimana gambaran infark terlihat tergantung pada lokasi.
Berdasarkan depresi ST, elevasi ST, T inversi dan gelombang Q patologis pada
sadapan EKG dapat dibagi menjadi:

Tabel 1 Elemen sadapan EKG

View of Depresi ST/ Q-wave / Elevasi A. Koroner


heart ST / T inversi

Anterosepta V1 dan V2 LAD


l
V3 dan V4 LAD
Anterior
V5 dan V6 LCX
Lateral
I, a VL, V1 – V6 LAD /
Anterior LCX
ekstrinsif I, a VL, V5 dan V6
LCX
High lateral V7 – V9 (V1, V2*)
LCX, PL
Posterior II, III, dan a VF
PDA
Inferior V 2R – V 4R
RCA
Right
ventrikel

* Gelombang R yang tinggi dan depresi ST di V 1 – V2 sebagi mirror image dari perubahan
sedapan V7-V9
LAD = Left Anterior Descending artery RCA = Right Coronary Artery
LCX = Left Circumflex PL = PosteriorDescending Artery

b.Laboratorium
o CK (Kreatinnin Fosfokinase)
Pada IMA konsentrasi dalam serum meningkat 6-8 jam setelah onset
infark, mencapai puncak setelah 24 jam dan turun kembali dalam waktu 3-
4 hari. Enzim ini juga banyak terdapat pada paru, otot skelet, otak, uterus,
sel, pencernaan dan kelenjar tiroid. Selain pada infark miokard, tingkat
abnormalitas tinggi terdapat pada penyakit otot, kerusakan cerebrovaskular
dan setelah latihan otot.13

16
o cTn (Cardiac Spesifik Troponin)
Terdapat dua jenis cTn yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat
setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24
jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I
setelah 5-10 hari.13
o SGOT (Serum Glutamic Oxalo-Acetic Transaminase)
Terdapat terutama di jantung, otot skelet, otak, hati dan ginjal
Dilepaskan oleh sel otot miokard yang rusak atau mati. Meningkat dalam
8-36 jam dan turun kembali menjadi normal setelah 3-4 hari.13
o LDH ( Lactat Dehidrogenase)
Enzim ini terdapat di jantung dan eritrosit dan tidak spesifik. Dapat
meninggi bila ada kerusakan jaringan tubuh. Pada IMA konsentrasi
meningkat dalam waktu 24-48 jam, mencapai puncaknya dalam 3-6 hari
dan bisa tetap abnormal 1-3 minggu. Isoenzimnya lebih spesifik.13
o CKMB
Meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak
dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari.13

II.7 Algoritma SKA

Gambar 1. Algoritma Penanganan SKA1 17


II.8 Terapi
II.8.1Tindakan Umum dan Langkah Awal
Tabel 2 Tindakan Umum dan Langkah Awal1
Rekomendasi
 Tirah baring
 Pengukuran saturasi oksigen perifer pada kasus SKA
 Oksigen diindikasikan pada pasien dengan hipoksemia(SaO2<90% atau PaO2 <60 mmHg)
 Oksigen rutin tidak direkomendasikan pada pasien dengan SaO2 ≥90%
 Aspirin 160-320 mg diberikan segera kepada semua pasien yang tidak diketahui
intoleransinya terhadap aspirin
 Aspirin tidak bersalut lebih terpilih mengingat absorbsi sublingual lebih cepat
 Dosis awal tricagrelol yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 2x90 mg/hari kecuali pada pasien IMA-EST yang direncanakan untuk
reperfusi menggunankan agen fibrinolitik

 Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 75 mg/hari
(pada pasien yang direncanakan untuk terapi reperfusi menggunankan agen fibrinolitik,
penghambat reseptor ADP yang diannjurkan oleh clopidogrel)
 Nitrogliserin(NTG) spray/tablet sublingual untuk pasien dengan nyeri dada yang masih
berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat
 Nitroglliserin intravena diberikkan kepada pasien yang tidak responsif dengan terapi 3
dosis NTG sublingual
 Morfin sulfaft 1-5 mg intravena, dapat diulang 10-30 menit, bagi pasien yang tidak
responsif dengan terapi 3 dosis NTG sublingual

II.8.2 Terapi Invasif


Tabel 3 Kriteria Risio untuk Menentukan Strategi Invasif pada IMA-NEST1
Risiko Sangat Tinggi
 instabilitas hemodinamik atau syok kardiogenik
 nyeri dada rekuren atau sedang berlangsung
 aritmia atau sedang berlangsung
 komplikasi mekanis IM
 gagal jantung akut
 perubahan gelombang ST-T yang dinamis rekuren, terutama dengan elevasi ST intermiten
Risiko Tinggi
 peningkatan atau pennurunan troponin
 perubahan gelombang ST atau T yang dinamis (simtomatis atau asimtomatis)

18
 skor GRACE>140
Risiko Intermediet
 DM insufisiensi ginjal (Egfr<60mL/menit/1.73 m2)
 LVEF <40% atau gagal jantung kongestif
 Angina pasca infark dini
 IKP atau BPAK
 Skor risiko GRACE >109 dan <140
Risiko Rendah
 Karakterisktik lain yang tidak disebutkan diatas

Tabel 4 Rekomendasi Waktu Melakukan Strategi Invasif1


Risiko Strategi Invasif
Risiko sangat tinggi Strategi invasif segera (<2 jam)
Risiko tinggi Strategi invasif dini (<24 jam)
Risiko intermediate Strategi invasif (≤72 jam)
Risiko rendah Tes stress non-invasif

II.8.3 Terapi Farmakologis


a. Anti Iskemia
Beta Blocker
Memiliki efek inotropic dan krootropik negatif sehingga dapat meningkatan suplai oksigen
dan menurunkan kebutuhan oksigen jantung. Betabolocker direkomendasikan bagi
NSTEMI, terutama dengan Riwayat hipertensi dan atau takikardia dan selama tidak ada
kontraindikasi
Nama Obat Dosis
Atenolol 50-200 mg/hari
Bisoprolol 10 mg/hari
Carvedilol 2x6,25 mg/hari, titrasi sampai maksimum 2x25 mg/hari
Metoprolol 50-200 mg/hari
Propanolol 2x20-80 mg/hari
Nitrat
Menyebabkan dilatasi vena yang mengakibatkan berkurangnya preload dan volume akhir
diastolik ventrikel kiri sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang. Efek lainnya
yaitu dilatasi pembuluh darah coroner.
Nama Obat Dosis
Isosorbid dinitrate Sublingual 2,5–15 mg (onset 5 menit)
Oral 15-80 mg/hari dibagi 2-3 dosis
(ISDN)
Intravena 1,25-5 mg/jam
Isosorbid 5 Oral 2x20 mg/hari
Oral (slow release) 120-240 mg/hari
mononitrate
Nitroglicerin Sublingual tablet 0,3-0,6 mg–1,5 mg
(trinitrin, TNT, Intravena 5-200 mcg/menit
glyceryl trinitrate)

19
CCB
Menyebabkan vasodilatasi arteri. CCB direkomendasikan untuk mengurangi gejala bagi
pasien yang telah mendapatkan nitrat dan beta blocker. CCB non-dihidropiridin
direkomendasikan untuk pasien NSTEMI yang kontraindikasi dengan betablocker
Nama Obat Dosis
Verapamil 180-240 mg/hari dibagi 2-3 dosis
Diltiazem 120-360 mg/hari dibagi 3-4 dosis
Nifedipine GITS (long 30-90 mg/hari
acting)
Amlodipine 5-10 mg/hari

b. Anti Platelet
Antiplatelet Dosis
Aspirin Dosis loading 150-300 mg, dosis pemeliharaan 75-100
mg
Ticagrelor Dosis loading 180 mg, dosis pemeliharaan 2x90
mg/hari
Clopidogrel Dosis loading 300 mg, dosis pemeliharaan 75 mg/hari

c. Anti Koagulan
Antikoagulan Dosis
Fondaparinuks 2,5 mg subkutan
Enoksaparin 1mg/kg, dua kali sehari
Heparin tidak terfraksi Bolus i.v. 60 U/g, dosis maksimal 4000 U.
Infus i.v. 12 U/kg selama
24-48 jam dengan dosis maksimal 1000 U/jam target
aPTT 11/2-2x kontrol

d.ACE-Inhibitor dan ARB


ACE Inhibitor
Dapat berguna dalam mengurangi remodeling dan menurunkan angka kematian penderita
pasca infark miokard yang disertai dengan gangguan fungsi sitolik jantung, dengan atau
tanpa gagal jantung klinis. Dapat digunakan jika tidak ada kontraindikasi.
Nama Obat Dosis
Captopril 2-3 x 6,25-50 mg
Ramipril 2,5-10 mg/hari dalam 1 atau 2 dosis
Lisinopril 2,5-20 mg/hari dalam 1 dosis
Enalapril 5-20 mg/hari dalam 1 atau 2 dosis
ARB
Diberikan pada pasien infark miokard yang intoleran terhadap ACE Inhibitor
Nama Obat Dosis
Candesartan 1 x 16 mg/hari

20
Valsartan 2 x 80 mg/hari

e. Statin
Statin
Harus diberikan segera setelah onset SKA untuk menstabilkan plak
Nama Obat Dosis
Simvastatin 1 x 20 mg (dinaikan menjadi 1 x 40 mg jika kadar LDL
diatas target)
Atorvastatin 1 x 20 mg (dinaikan menjadi 1 x 40 mg jika kadar LDL
diatas target)

II.8.4 Terapi pada Kondisi Khusus


a. Pada Pasien dengan Diabetes
Rekomendasi
Semua pasien IMA-NEST perlu diperiksa adanya dibetes, dan apabila diketahui riwayat
diabetes atau hiperglikemia, kadar gula darah perlu diawasi
Kadar gula darah perlu dijaga dari hiperglikemia (>180-200 mg/dl) dan hipoglikemia
(<90mg/dl)
Pemberian antitrombolitik pada pasien diabetes serupa dengan pasien non diabetik
Fungsi ginjal pada pasien diabetes perlu diperhatikan secara ketat setelah pemberian kontras
Pada pasien diabetes, disarankan untuk melakukan strategi invasif awal
Pembedahan BPAK lebih disarankan dibandingkan dengan IKP untuk pasien diabetik dengan
lesi di batang utama dan/atau penyakit multi pembuluh darah lain

b. Pada Pasien dengan Usia Lanjut


Rekomendasi
Pasien lanjut usia (>75 tahun) sering memiliki presentasi yang atipikal, sehingga perlu
diinvestigasi untuk IMA-NEST meskipun tingkat kecurigaan rendah
Pemilihan pegobatan untuk pasien lanjut usia dibuat dengan mempertimbangkan perkiraan
harapan hidup, komorbiditas, kualitas kehidupan, serta keinginan dan pilihan pasien
Pemilihan dengan dosis obat-obatan antitrombolitik perlu disesuaikan untuk mencegah
kejadian efek samping
Pertimbangkan strategi invasif awal dengan kemungkinan revaskularisasi dibuat berdasarkan
risiko dan manfaat

c. Pada Pasien dengan CKD


Rekomendasi
Pasien IMA-NEST dengan PGK perlu mendapatkan antitrombolitik yang sama dengan pasien
tanpa PGK dengan menyesuaikan dosis terkait tingkat disfungsi ginjal yang dimilki

21
d. Pada Pasien dengan Anemia
Rekomendasi
Hemoglobin baseline yang rendah merupakan penandai independen risiko iskemia dan
kejadian perdarahan sehingga pengukuran hemoglobin disarankan untuk statifikasi risiko
Tranfusi dadrah hanya disarankan untuk kasus-kasus status hemmodinamik yang terganggu
atau HB<8 g/dL atau Ht <25%

e. Pada Pasien dengan Fibrilasi Atrium


Rekomendasi
Jika tidak ada kontraindikasi, direkomendasikan untuk memberikan anti koagulan kepada
semua pasien
Pemeriksaan serial troponin dipertimbangkan untuk mendeteksi iskemik pada pasien dengan
AF respon ventrikel cepat

f. Pada pasien dengan Denyut ventrikular cepat


Rekomendasi
Kardioversi elektrik direkomendasikan pada instabilitas hemodinamik. Kardioversi elektrik
atau farmakologis dilakukan pada pasien dengan episode fibrilasi atrium pertama <48 jam
(atau pasien tanpa bukti trombus atrium kiri pada TOE) atau jika pasien mendapatkan anti
koagulan minimal selama 3 minggu
Penyekat beta intravena direkomendasikan untuk memperlambat respon ventrikel yang cepat
terhadap fibrilasi atrium pada pasien yang hemodinamiknya stabil
Pemberian glikkosida jantung intravena dapat dipertimbangkan untuk mengendalikan denyut
ventrikel jika respons terhadap penyekat beta tidak adekuat
CCB direkomendasikan bagi pasien dengan angina vasospastic

II.9 Manajemen Jangka Panjang dan Pencegahan Sekunder


a. Aspirin diberikan seumur hidup, apabila dapat ditoleransi pasien.
b. Pemberian penghambat reseptor ADP dilanjutkan selama 12 bulan kecuali bila
risiko perdarahan tinggi
c. Statin dosis tinggi diberikan sejak awal dengan tujuan menurunkan kolesterol LDL
<70 mg/dL.
d. Penyekat beta disarankan untuk pasien dengan penurunan fungsi sistolik ventrikel
kiri (LVEF ≤40%).

22
e. ACE-I diberikan dalam 24 jam pada semua pasien dengan LVEF ≤40% dan yang
menderita gagal jantung, diabetes, hipertensi, atau CKD, kecuali
diindikasikontrakan.
f. ACE-I juga disarankan untuk pasien lainnya untuk mencegah berulangnya kejadian
iskemik, dengan memilih agen dan dosis yang telah terbukti efikasinya.
g. ARB dapat diberikan pada pasien dengan intoleransi ACE-I, dengan memilih agen
dan dosis yang telah terbukti efikasinya.
h. Antagonis aldosteron disarankan pada pasien setelah MI yang sudah mendapatkan
ACE-I dan penyekat beta dengan LVEF ≤35% dengan diabetes atau gagal
jantung, apabila tidak ada disfungsi ginjal yang bermakna (kreatinin serum >2,5
mg/dL pada pria dan >2 mg/dL pada wanita) atau hyperkalemia.
i. Pasien juga disarankan menjalani perubahan gaya hidup terutama yang terkait
dengan diet dan berolahraga teratur

23
DAFTAR PUSTAKA

1. PERKI. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut Edisi 3. Jakarta: Centra


Communication. 2015
2. Susilo, C. Identifikasi Faktor Usia, Jenis Kelamin dengan Luas Infark Miokard Pada
Penyakit Jantung Koroner (PJK) di Ruang ICCU RSD DR. Soebandi Jember, The
Indonesian Journal Of Health Science; Vol.6(1). 2015
3. Tumade, B. Jim, E.L. & Joseph, V.F.F. Prevalensi Sindrom Koroner Akut di RSUP
Prof.Dr.R.D Kandou Manado Periode 1 Januari 2014, Jurnal e-Clinic (eCI); Vol4 (1).
2014
4. RISKESDAS Kementrian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS,
Jakarta, RI, Balitbang Kemenkes. 2013
5. Ghani, L., Susilawati, D.M. & Novriani, H. Faktor Risiko Dominan Penyakit Jantung
Koroner di Indonesia, Buletin Penelitian Kesehatan; Vol.44 (3). 2016
6. Indrawati, L. Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap, Persepsi, Motivasi, Dukungan
Keluarga dan Sumber Informasi Pasien Penyakit Jantung Koroner dengan Tindakan
Pencegahan Sekunder Faktor Risiko (Studi Kasus Di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta),
Jurnal Ilmiah WIDYA; Vol. 2 (3). 2014
7. Torry, S.R.V., Panda, A.L. & Ongkowijaya, J. Gambaran Faktor Risiko Penderita
Sindrom Koroner Akut, Jurnal E-Clinic; Vol.2 (1). 2014
8. Asikin, M., Nuralamsyah, M. & Susaldi. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Kardio
Vaskular, Jakarta, Erlangga. 2016
9. Perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam indonesia. Panduan Pelayanan Medik.
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006.
10. Hampton JR. Infark miokard akut anterior. dalam : Wahab S, Cendika R, Ramadhani
D. Dasar-dasar EKG. Jakarta : Pusat Penerbitan Buku Kedokteran EGC ; 2006
11. Brown CT. Penyakit Ateroslerotik Koroner. dalam : Price SA, Wilson LM.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2005

24
12. Alwi I. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. dalam : Sudoyo AW, Setiohadi B,
Setiani S. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2006
13. Sudoyo Aru, Satiyohadi Bambang, Idrus Alwi, Simadibrata Macellus, Setiati Siti.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2007.

25

Anda mungkin juga menyukai