Oleh:
Nama Lengkap
NIM.
Pembimbing:
Dr.
BAGIAN/SMF NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS ABULYATAMA
RSUD MEURAXA
BANDA ACEH
2018
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB IV KESIMPULAN ......................................................................... 28
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
2.1 Anatomi
Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri
karotis interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri karotis interna, setelah
memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak
melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosum, mempercabangkan
arteri oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri
serebri anterior dan arteri serebri media. Untuk otak, sistem ini memberi darah
bagi lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis. Sistem
vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri
subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis tranversalis di kolumna
vertebralis servikal, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu
mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada batas
medula oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi arteri basilaris, dan setelah
mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri
basilaris berakhir sebagai sepasang cabang: arteri serebri posterior, yang melayani
darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian medial lobus temporalis. Ke 3 pasang
arteri serebri ini bercabang-cabang menelusuri permukaan otak, dan
beranastomosis satu bagian lainnya. Cabang-cabang yang lebih kecil menembus
ke dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan cabang-cabang arteri
serebri lainya.1
Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3
sistem kolateral antara sistem karotis dan sitem vertebral, yaitu: Sirkulus Willisi,
yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh arteri serebri media kanan
dan kiri, arteri komunikans anterior (yang menghubungkan kedua arteri serebri
anterior), sepasang arteri serebri media posterior dan arteri komunikans posterior
(yang menghubungkan arteri serebri media dan posterior) kanan dan kiri.
Anyaman arteri ini terletak di dasar otak. Anastomosis antara arteri serebri interna
dan arteri karotis eksterna di daerah orbita, masing-masing melalui arteri
oftalmika dan arteri fasialis ke arteri maksilaris eksterna, hubungan antara sistem
1
2
vertebral dengan arteri karotis ekterna (pembuluh darah ekstrakranial). Selain itu
masih terdapat lagi hubungan antara cabang-cabang arteri tersebut, sehingga
menurut Buskrik tak ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan otak.
Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna, yang
mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena
eksterna yang terletak dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke
sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya melalui
vena-vena jugularis dicurahkan menuju ke jantung.1
3
2.2 Fisiologi
2.3 Definisi
2.4 Etiologi
2.6 Klasifikasi
2.7 Patofisiologi
influks kalsium yang mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya, sel yang mati ini
akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri lagi neuron-
neuron disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan. Neuron-neuron yang rusak juga
akan melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen molecules (seperti nitric
acida atau NO), yang akan merombak molekul lemak didalam membran sel,
sehingga membran sel akan bocor dan terjadilah influks kalsium. Stroke iskemik
menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang menyebabkan kematian sel.
Pembuluh darah
Oklusi
Iskemia
Hipoksia
Na & K influk
Retensi cairan
Oedem serebral
2.8 Diagnosis
1. Gambaran Klinis
a) Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami
defisit neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan
tingkat kesadaran. Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat
membedakan stroke hemoragik dan non hemoragik meskipun gejala
seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat kesadaran
lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejala umum
yang terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau
qudriparese, hilangnya penglihatan monokuler atau binokuler,
diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan kesadaran
tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri namun
umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya
gejala-gejala tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya
pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat mengganggu
dalam mencari gejala atau onset stroke seperti:
Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak
didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke).
Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk
mencari pertolongan.
Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke
seperti kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom,
ensefalitis, dan hiponatremia.2
b) Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke
ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang
menyerupai stroke, dan menentukan beratnya defisit neurologi yang
dialami. Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaaan kepala dan
leher untuk mencari tanda trauma, infeksi, dan iritasi menings.
10
2. Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan
mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia,
trombositosis, trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat
menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti
anemia.3
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang
memiliki gejala seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula
menunjukka penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan
ginjal). Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan
koagulopati pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika
digunakan terapi trombolitik dan antikoagulan. Biomarker jantung juga
penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan penyakit jantung
12
3. Gambaran Radiologi
a) CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik
dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non
hemoragik memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin.
Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi
anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan
lain yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma,
abses).3
2.9 Tatalaksana
14
Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca fase
akut:1
1. Fase Akut (hari ke 0 – 14 sesudah onset penyakit)
Sasaran pengobatan pada fase ini adalah menyelamatkan neuron yang
menderita jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang
menyertai tidak mengganggu/mengancam fungsi otak. tindakan dan obat
yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak
justru berkurang. Karena itu dipelihara fungsi optimal:1
Respirasi : jalan napas harus bersih dan longgar
Jantung : harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG
Tekanan darah : dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau
jangan sampai menurunkan perfusi otak
Gula darah : kadar gula yang tinggi pada fase akut tidak boleh
diturunkan secara drastis, terutama bila pasien memiliki diabetes
mellitus kronis
Balans cairan : bila pasien dalam keadaan gawat atau koma balans
cairan, elektrolit, dan asam basa darah harus dipantau
Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak
yang menderita di daerah iskemi (ischemic penumbra) masih menimbulkan
perbedaan pendapat. Obat-obatan yang sering dipakai untuk mengatasi
stroke iskemik akut:1
a) Mengembalikan reperfusi otak
1. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan
secara intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin
yaitu enzim proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin,
fibrinogen dan protein pembekuan lainnya. Pada penelitian NINDS
(National Institute of Neurological Disorders and Stroke) di
Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tida lebih dari 3 jam
setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan
10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya
diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-PA
15
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin,
dapat menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi
dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan
granul platelet, mengganggu fungsi membran platelet dengan
penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh
ADP dan antraksi platelet-platelet. Berdasarkan sejumlah 7 studi
terapi tiklopidin, disimpulkan bahwa efikasi tiklopidin lebih baik
daripada plasebo, aspirin maupun indofen dalam mencegah
serangan ulang stroke iskemik. Efek samping tiklopidin adalah
diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila obat
dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15
hari selama 3 bulan. Komplikasi yang lebih serius, tetapi jarang,
adalah purpura trombositopenia trombotik dan anemia aplastik.8
b) Anti-oedema otak
Untuk anti-oedema otak dapat diberikan gliserol 10% per infuse
1gr/kgBB/hari selama 6 jam atau dapat diganti dengan manitol 10%.
c) Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron
yang iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan
memperbaiki fungsi sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi.7
2. Fase Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasarn pengobatan dititiberatkan pada tindakan
rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.1
Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45
tahun, maka yang paing penting pada masa ini adalah upaya
membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental,
dengan fisioterapi, terapi wicara, dan psikoterapi.1
Terapi preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan
baru sroke, dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari
faktor-faktor resiko stroke seperti:
17
Pengobatan hipertensi
Mengobati diabetes mellitus
Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
Berolahraga teratur
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : Ny. N
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 58 tahun
Tanggal Lahir :1/7/1952
Alamat : Jantho Baru
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan :Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMA
Suku Bangsa : Aceh
No. RM :13-13-16
Tanggal Masuk :1/12/2019
3.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama
Penurunan Kesadaran
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dibawa ke IGD RSU Meuraxadengan keluhan Penurunan
Kesadaran sejak tadi pagi, pasien juga mengeluhkan lemah anggota
gerak sebelah kanan sejak 3 hari SMRS. Kelemahan pada tangan dan
kaki kanan dirasakan mendadak saat pasien bangun tidur. Pasien pernah
mengalami keluhan yang sama pada bulan Agustus 2018. Pasien juga
mengeluhkan nyeri kepala sebelah kanan, nyeri yang dirasakan hanya
beberapa kali. Riwayat hipertensi sejak 1 tahun yang lalu namun tidak
rutin minum obat, riwayat penyakit diabetes mellitus disangkal, terlihat
mulut merot ke arah kiri dan susah menelan.
18
19
a. Keadaan Umum
Kesadaran : E2M3V4
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Denyut nadi : 108 x/i, isi cukup, irama regular
Frekuensi Nafas : 24 x/i
Suhu : 36,8oC
b. Status Generalis
Kulit: Warna kulit kuning langsat, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor
kulit cukup, capilary refill kurang dari 2 detik dan teraba hangat.
Kepala:Normosefali, rambut berwarna putih distribusi merata
Mata:Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), RCL +/+, pupil isokor
3mm/3mm
Hidung : Deformitas (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), deviasi septum (-),
sekret (-/-)
Telinga :Normotia (+/+), nyeri tekan (-/-), nyeri tarik (-/-), sekret (-/-)
20
Mulut : Sudur bibir simetris, kering (-), sianosis (-), lidah berada di
tengah
Tenggorokan : Trismus (-), arkus faring simetris, hiperemis (-),uvula di
tengah
Pemeriksaan Leher
Inspeksi: Tidak terdapat tanda trauma maupun massa
Palpasi: Terdapat pembesaran KGB di leher sebelah kiri, tidak terdapat
deviasi trakea
Pemeriksaan Toraks
Jantung
Inspeksi: Tampak iktus kordis ± 2cm di bawah papilla mamae sinistra
Palpasi: Iktus kordis teraba kuat ± 2cm di bawah papilla mamae sinistra
Perkusi:
Batas atas kiri: ICS II garis parasternal sinsitra dengan bunyi redup
Batas atas kanan : ICS II garis parasternal dekstra dengan bunyi redup
Batas bawah kiri: ICS V ± 1cm medial garis midklavikula sinistra dengan
bunyi redup
Batas bawah kanan : ICS IV garis parasternal dekstra dengan bunyi redup
Auskultasi:Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Pemeriksaan Paru
Inspeksi : Dinding toraks simetris pada saat statis maupun dinamis,
retraksi (-), otot-otot pernapasan (-)
Palpasi: Simetris, vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri
Perkusi: Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi: Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi: Soepel, massa (-), pulsasi abnormal (-)
Auskultasi: Peristaltik (+) normal
Palpasi: Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Perkusi: Timpani pada seluruh lapang abdomen
Pemeriksaan Ekstremitas
21
Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis (-/-), ekstremitas
sebelah kiri tampak lemah, dengan kekuatan otot 1. Akral hangat (+/+),
odem (-/-)
c. Status Neurologis
GCS : E2M3V4
Pupil : isokor Ø (3mm/3mm)
Reflek cahaya langsung : (+/+)
Reflek cahaya tidak langsung : (+/+)
Tanda Rangsangan Meningeal
Kaku kuduk : - (tidak ditemukan tahanan pada tengkuk)
Brudzinski I : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
Brudzinski II : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
Kernig : -/- (tidak terdapat tahanan sblm mencapai 135º/tidak terdapat
tahanan sebelum mencapai 135º)
Laseque : -/- (tidak timbul tahanan sebelum mencapai 70 o/tidak timbul
tahanan sebelum mencapai 70o)
Nervus Kranialis
a. N.I (Nervus Olfaktorius)
Subjektif Normal
b. N. II (Optikus)
Jenis pemeriksaan Mata Kanan Mata Kiri
Isokor,
Pupil Isokor, 3mm
3mm
Baik ke Baik ke
Pergerakan bola mata
segala arah segala arah
Membuka mulut + +
Menggerakan rahang + +
Oftalmikus + +
Maxillaris + +
Mandibularis + +
Menoleh Baik
Motorik
Pergerakan : (+/+)
24
Kekuatan : 3333/5555
2222/5555
Tonus otot : Normotonus/Normotonus
Normotonus/Normotonus
Atrofi otot : Negatif
Sensorik
Sensasi Raba
Reflek Fisiologis
Biceps : (+/+)
Triceps : (+/+)
Patella : (+/+)
Achilles : (+/+)
Reflek Patologis
Tromner : (-/-)
Hoffman : (-/-)
Babinski : (-/-)
Chaddok : (-/-)
Gordon : (-/-)
Oppenheim : (-/-)
Schaefer : (-/-)
Fungsi Otonom
Miksi : Dalam batas normal
Defekasi : Dalam batas normal
25
3.4.2 Radiologi
EKG
Rate: 65 bpm
QRS duration : 70 ms
RR interval: 923 ms
27
Kesimpulan:
Normal Synus Rythm
3.6 Tatalaksana
Head up 30o
IVFD RL 26gtt/i
Inj. Piracetam 1 gr/12 jam
Inj. Antrain 1amp/12 jam
Inj. Mecobalamin 3amp/12 jam
Tebokon 2x1
Aspilet 1 x 160 mg
3.7 Prognosis
BAB V
KESIMPULAN
Stroke iskemik adalah suatu keadaan defisit neurologik fokal atau global
yang terjadi secara mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan
kematian, yang semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
karena berkurangnya suplai darah. Gejala klinis yang dapat ditemui pada stroke
yaitu tergantung pada area yang terkena, stroke iskemik pada lobus
28
29
30
13. AHA/ASA Guideline. Guideline for the early management of adults with
ischemic stroke. Stroke 2007; 38:1655-1711.