Anda di halaman 1dari 36

Laporan Kasus

STROKE NON HEMORAGIK


Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
pada Bagian/SMF Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama
/RSUD Meuraxa Banda Aceh

Oleh:
Nama Lengkap
NIM.

Pembimbing:
Dr.

BAGIAN/SMF NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS ABULYATAMA
RSUD MEURAXA
BANDA ACEH
2018
KATA PENGANTAR

Laporan kasus dengan judul “Stroke Non-Hemoragik” inidiajukan sebagai


salah satu tugas dalam menjalani kepaniteraan klinik senior pada Bagian/SMF
Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama/RSUD Meuraxa Banda
Aceh.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing yaitu Dr.yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan dalam
menyelesaikan tugas ini.
Penulismenyadaribahwadalam laporan kasus
inimasihterdapatbanyakkekurangandankelemahan,baikdarisegipenyajianmaupund
arisegimateri.Olehkarenaitu,dengansegalakerendahanhatipenulismengharapkansar
ansertakritikyang bersifatmembangundariberbagaipihakdemipenyempurnaan
tulisan ini.
Banda Aceh,Desember 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ......................................................................................... i


KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 2


2.1 Anatomi ..................................................................................... 2
2.2 Fisiologi ...................................................................................... 4
2.3 Definisi ....................................................................................... 5
2.4 Etiologi ....................................................................................... 5
2.5 Faktor Risiko ............................................................................ 7
2.6 Klasifikasi .................................................................................. 7
2.7 Patofisiologi ............................................................................... 8
2.8 Diagnosis .................................................................................... 10
2.9 Tatalaksana ............................................................................... 15

BAB III LAPORAN KASUS .................................................................. 20


3.1 Identitas Pasien ......................................................................... 20
3.2 Anamnesis ................................................................................. 20
3.3 Pemeriksaan Fisik .................................................................... 21
3.4 Pemeriksaan Penunjang .......................................................... 24
3.4.1 Laboratorium ................................................................ 24
3.42 Radiologi ........................................................................ 25
3.5 Diagnosis .................................................................................... 26
3.6 Tatalaksana ............................................................................... 26
3.7 Prognosis ................................................................................... 27

iii
BAB IV KESIMPULAN ......................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 36

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Stroke adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai penyebab yang


disertai manifestasi klinis mayor, dan merupakan penyebab utama kecacatan dan
kematian di negara-negara berkembang. WHO mendefinisikan stroke sebagai
suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak (fokal atau
global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.(1)
Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah
penyakit jantung koroner dan kanker di negara-negara berkembang. Negara
berkembang juga menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh
dunia. Di Indonesia, prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1000 penduduk.
Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Aceh (16,6 per 1000
penduduk). Menurut Riskesdas tahun 2007, stroke bersama-sama dengan
hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit jantung lainnya, merupakan
penyakit tidak menular utama penyebab kematian di Indonesia.(1)
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, di Indonesia kejadian stroke
iskemik lebih sering ditemukan dibandingkan stroke hemoragik. Adapun faktor
resiko yang memicu tingginya angka kejadian stroke iskemik adalah faktor yang
tidak dapat dimodifikasi (contoh: usia, ras, gender, genetik) dan faktor yang dapat
dimodifikasi (contoh: obesitas, hipertensi, diabetes). Identifikasi faktor resiko
sangat penting untuk mengendalikan kejadian stroke di satu negara.(2)
Stroke iskemik/non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda
klinik yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau
lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang
menyebabkan cacat atau kematian.
Stroke non hemoragik sering diklasifikasin berdasarkan etiologinya yaitu
trombotik dan embolik. Untuk mendiagnosa suatu stroke non hemoragik
diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh dan teliti.
Pemeriksaan yang menjadi gold standar untuk mendiagnosa stroke non

1
2

hemoragik adalah CT-scan. Penting untuk membedakan gejala klinis stroke


hemoragik dan non hemoragik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri
karotis interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri karotis interna, setelah
memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak
melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosum, mempercabangkan
arteri oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri
serebri anterior dan arteri serebri media. Untuk otak, sistem ini memberi darah
bagi lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis. Sistem
vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri
subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis tranversalis di kolumna
vertebralis servikal, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu
mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada batas
medula oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi arteri basilaris, dan setelah
mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri
basilaris berakhir sebagai sepasang cabang: arteri serebri posterior, yang melayani
darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian medial lobus temporalis. Ke 3 pasang
arteri serebri ini bercabang-cabang menelusuri permukaan otak, dan
beranastomosis satu bagian lainnya. Cabang-cabang yang lebih kecil menembus
ke dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan cabang-cabang arteri
serebri lainya.1
Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3
sistem kolateral antara sistem karotis dan sitem vertebral, yaitu: Sirkulus Willisi,
yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh arteri serebri media kanan
dan kiri, arteri komunikans anterior (yang menghubungkan kedua arteri serebri
anterior), sepasang arteri serebri media posterior dan arteri komunikans posterior
(yang menghubungkan arteri serebri media dan posterior) kanan dan kiri.
Anyaman arteri ini terletak di dasar otak. Anastomosis antara arteri serebri interna
dan arteri karotis eksterna di daerah orbita, masing-masing melalui arteri
oftalmika dan arteri fasialis ke arteri maksilaris eksterna, hubungan antara sistem

1
2

vertebral dengan arteri karotis ekterna (pembuluh darah ekstrakranial). Selain itu
masih terdapat lagi hubungan antara cabang-cabang arteri tersebut, sehingga
menurut Buskrik tak ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan otak.
Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna, yang
mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena
eksterna yang terletak dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke
sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya melalui
vena-vena jugularis dicurahkan menuju ke jantung.1
3

2.2 Fisiologi

Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem


vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian
posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama 3 faktor.
Dua faktor yang paling penting adalah tekanan untuk memompa darah dari sistem
arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak. Faktor
ketiga, adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas darah dan koagulobilitasnya
(kemampuan untuk membeku).1 Dari faktor pertama, yang terpenting adalah
tekanan darah sistemik (faktor jantung, darah, pembuluh darah, dll), dan faktor
kemampuan khusus pembuluh darah otak (arteriol) untuk menguncup bila tekanan
darah sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya
akomodasi sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi pembuluh darah otak
(yang berfungsi normal bila tekanan sistolik antara 50-150 mmHg).1
Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di
antaranya seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap
diameter arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta
4

suasana jaringan yang asam (pH rendah), menyebabkan vasodilatasi, sebaliknya


bila tekanan darah parsial CO2 turun, PO2 naik, atau suasana pH tinggi, maka
terjadi vasokonstriksi. Viskositas/kekentalan darah yang tinggi mengurangi ADO.
Sedangkan koagulobilitas yang besar juga memudahkan terjadinya trombosis,
aliran darah lambat, akibat ADO menurun.1

2.3 Definisi

Menurut WHO (World Health Organization) 2005 stroke adalah suatu


gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala
klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat
langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan gangguan
peredaran darah otak non traumatik.
Stroke non hemoragik atauiskemik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda
klinik yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau
lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang
menyebabkan cacat atau kematian.1

2.4 Etiologi

Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering


disebabkan oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke
non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada
tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju otak
menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya kematian
neuron dan infark serebri.2
1. Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk
sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis
yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada
daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat
menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan
resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan
5

perlengketan platelet. Penyebab lain terjadinya trombosis adalah


polisetemia, anemia sickle sel, displasia fibromuskular dari arteri
serebral, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan
migren. Setiap proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga
dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma,
diseksi aorta thorasik, arteritis).2
2.5 Faktor Risiko

Pemeriksaan faktor resiko dengan cermat dapat memudahkan seorang


dokter untuk menemukan penyebab terjadinya stroke. Terdapat beberapa faktor
resiko stroke non hemoragik, yakni: 2,3
1. Usia lanjut (resiko meningkat setiap pertambahan dekade)
2. Hipertensi
3. Merokok
4. Penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri, dan
fibrilasi atrium kiri)
5. Hiperkolesterolemia
6. Riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler
Risiko stroke juga meningkat pada kondisi di mana terjadi peningkatan
viskositas darah dan penggunaan kontrasepsi oral pada pasien dengan resiko
tinggi mengalami stroke non hemoragik.2

2.6 Klasifikasi

Stroke non hemoragik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis: 1


1. Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan
peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological
Deficit (RIND).
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari
24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
3. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
6

4. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)


Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi
dimana sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi.
Dalam hal ini, kesadaran tidak terganggu

Berdasarkan subtipe penyebab :4


1. Stroke lakunar
Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan
sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-
kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah
oklusi aterotrombotik salah satu dari cabang-cabang penetrans sirkulus
Willisi, arteria serebri media, atau arteri vertebralis dan basilaris.
Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh-pembuluh ini menyebabkan
daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna. Gejala-gejala
yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman pembuluh yang
terkena menembus jaringan sebelum mengalami trombosis.
2. Stroke trombotik pembuluh besar
Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative
mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda
akibat stroke iskemik ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat
aliran kolateral di jaringan yang terkena. Stroke ini sering berkaitan
dengan lesi aterosklerotik.
3. Stroke embolik
Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke
yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik
mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya
serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Pasien dengan stroke
kardioembolik memiliki risiko besar menderita stroke hemoragik di
kemudian hari.
4. Stroke kriptogenik
Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa
penyebab yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostik
dan evaluasi klinis yang ekstensif.
7

2.7 Patofisiologi

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke non hemoragik, salah


satunya adalah aterosklerosis, dengan mekanisme thrombosis yang menyumbat
arteri besar dan arteri kecil, dan juga melalui mekanisme emboli. Pada stroke
iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak.
Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan
cara:
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi
aliran darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau
perdarahan aterom.
3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai
emboli.
4. Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma
yang kemudian dapat robek.
Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan
menyebabkan hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga. Bila
anoksia ini berlanjut sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel penyangganya
yaitu sel glia akan mengalami kerusakan ireversibel sampai nekrosis beberapa jam
kemudian yang diikuti perubahan permeabilitas vaskular disekitarnya dan
masuknya cairan serta sel-sel radang.
Di sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H+ dari
asidosis laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai rentensi air
yang timbul dalam empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini menyebabkan
daerah sekitar nekrosis mengalami gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan
tetapi jaringan otak masih hidup. Daerah ini adalah iskemik penumbra. Bila terjadi
stroke, maka di suatu daerah tertentu dari otak akan terjadi kerusakan (baik karena
infark maupun perdarahan). Neuron-neuron di daerah tersebut tentu akan mati,
dan neuron yang rusak ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan
membanjiri sel-sel disekitarnya. Glutamat ini akan menempel pada membran sel
neuron di sekitar daerah primer yang terserang. Glutamat akan merusak membran
sel neuron dan membuka kanal kalsium (calcium channels). Kemudian terjadilah
8

influks kalsium yang mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya, sel yang mati ini
akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri lagi neuron-
neuron disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan. Neuron-neuron yang rusak juga
akan melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen molecules (seperti nitric
acida atau NO), yang akan merombak molekul lemak didalam membran sel,
sehingga membran sel akan bocor dan terjadilah influks kalsium. Stroke iskemik
menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang menyebabkan kematian sel.

Pembuluh darah

Trombus/embolus karena plak ateromatosa, fragmen, lemak, udara, bekuan darah

Oklusi

Perfusi jaringan cerebral ↓

Iskemia

Hipoksia

Metabolisme anaerob Aktivitas elektrolit terganggu Nekrotik jaringan otak

Asam laktat ↑ Na & K pump gagal Infark

Na & K influk

Retensi cairan

Oedem serebral

Gg.kesadaran, kejang fokal, hemiplegia, defek medan penglihatan, a


9

2.8 Diagnosis

1. Gambaran Klinis
a) Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami
defisit neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan
tingkat kesadaran. Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat
membedakan stroke hemoragik dan non hemoragik meskipun gejala
seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat kesadaran
lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejala umum
yang terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau
qudriparese, hilangnya penglihatan monokuler atau binokuler,
diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan kesadaran
tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri namun
umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya
gejala-gejala tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya
pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat mengganggu
dalam mencari gejala atau onset stroke seperti:
 Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak
didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke).
 Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk
mencari pertolongan.
 Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
 Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke
seperti kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom,
ensefalitis, dan hiponatremia.2
b) Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke
ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang
menyerupai stroke, dan menentukan beratnya defisit neurologi yang
dialami. Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaaan kepala dan
leher untuk mencari tanda trauma, infeksi, dan iritasi menings.
10

Pemeriksaan juga dilakukan untuk mencari faktor resiko stroke seperti


obesitas, hipertensi, kelainan jantung, dan lain-lain.2
c) Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala
stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala
seperti stroke, dan menyediakan informasi neurologi untuk
mengetahui keberhasilan terapi. Komponen penting dalam
pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan
tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan
sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak
dan tulang belakang pun harus diperiksa dan tanda-tanda meningimus
pun harus dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus
dibedakan dengan Bell’s palsy di mana pada Bell’s palsy biasanya
ditemukan pasien yang tidak mampu mengangkat alis atau
mengerutkan dahinya.2,5
Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri yang
tersumbat:6

Sirkulasi terganggu Sensomotorik Gejala klinis lain


Sindrom Sirkulasi Anterior
A.Serebri media (total) Hemiplegia kontralateral Afasia global (hemisfer dominan),
(lengan lebih berat dari Hemi-neglect (hemisfer non-
tungkai) hemihipestesia dominan), agnosia, defisit
kontralateral. visuospasial, apraksia, disfagia
A.Serebri media (bagian Hemiplegia kontralateral Afasia motorik (hemisfer
atas) (lengan lebih berat dari dominan), Hemi-negelect
tungkai) hemihipestesia (hemisfer non-dominan),
kontralateral. hemianopsia, disfagia
A.Serebri media (bagian Tidak ada gangguan Afasia sensorik (hemisfer
bawah) dominan), afasia afektif (hemisfer
non-dominan), kontruksional
apraksia
A.Serebri media dalam Hemiparese kontralateral, Afasia sensoris transkortikal
tidak ada gangguan sensoris (hemisfer dominan), visual dan
atau ringan sekali sensoris neglect sementara
(hemisfer non-dominan)
11

A.Serebri anterior Hemiplegia kontralateral Afasia transkortikal (hemisfer


(tungkai lebih berat dari dominan), apraksia (hemisfer non-
lengan) hemiestesia dominan), perubahan perilaku dan
kontralateral (umumnya personalitas, inkontinensia urin dan
ringan) alvi
Sindrom Sirkulasi Posterior
A.Basilaris (total) Kuadriplegia, sensoris Gangguan kesadaran samapi ke
umumnya normal sindrom lock-in, gangguan saraf
cranial yang menyebabkan
diplopia, disartria, disfagia,
disfonia, gangguan emosi
A.Serebri posterior Hemiplegia sementara, Gangguan lapang pandang bagian
berganti dengan pola gerak sentral, prosopagnosia, aleksia
chorea pada tangan,
hipestesia atau anestesia
terutama pada tangan
Pembuluh Darah Kecil
Lacunar infark Gangguan motorik murni,
gangguan sensorik murni,
hemiparesis ataksik, sindrom
clumsy hand

2. Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan
mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia,
trombositosis, trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat
menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti
anemia.3
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang
memiliki gejala seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula
menunjukka penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan
ginjal). Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan
koagulopati pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika
digunakan terapi trombolitik dan antikoagulan. Biomarker jantung juga
penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan penyakit jantung
12

koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya hubungan anatara


peningkatan enzim jantung dengan hasil yang buruk dari stroke.3

3. Gambaran Radiologi
a) CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik
dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non
hemoragik memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin.
Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi
anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan
lain yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma,
abses).3

Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus


dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense
regional yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3
jam terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka diperlukan
pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain
terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign,
hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya
perberdaan gray-white matter.3
CT perfusion merupakan modalitas baru yang berguna untuk
mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan
pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat
diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di
daerah tersebut.3
13

Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT


angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek
pengisian arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari
pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu, CTA juga dapat
memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami
hipoperfusi memberikan gambaran hipodense.3
b) MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi
lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan
pemeriksaan MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta
waktu pemeriksaan yang agak panjang. Protokol MRI memiliki
banyak kegunaan untuk pada stroke akut.3

c) USG, EKG, Chest X-Ray


Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai
stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan
dupleks karotis. USG transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi
anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut termasuk di antaranya MCA,
arteri karotis intrakranial, dan arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan
ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien dengan stroke
non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli kardiogenik.
Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta
thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk
mengidentifikasi trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga
berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan foto
thoraks.3

2.9 Tatalaksana
14

Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca fase
akut:1
1. Fase Akut (hari ke 0 – 14 sesudah onset penyakit)
Sasaran pengobatan pada fase ini adalah menyelamatkan neuron yang
menderita jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang
menyertai tidak mengganggu/mengancam fungsi otak. tindakan dan obat
yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak
justru berkurang. Karena itu dipelihara fungsi optimal:1
 Respirasi : jalan napas harus bersih dan longgar
 Jantung : harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG
 Tekanan darah : dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau
jangan sampai menurunkan perfusi otak
 Gula darah : kadar gula yang tinggi pada fase akut tidak boleh
diturunkan secara drastis, terutama bila pasien memiliki diabetes
mellitus kronis
 Balans cairan : bila pasien dalam keadaan gawat atau koma balans
cairan, elektrolit, dan asam basa darah harus dipantau
Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak
yang menderita di daerah iskemi (ischemic penumbra) masih menimbulkan
perbedaan pendapat. Obat-obatan yang sering dipakai untuk mengatasi
stroke iskemik akut:1
a) Mengembalikan reperfusi otak
1. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan
secara intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin
yaitu enzim proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin,
fibrinogen dan protein pembekuan lainnya. Pada penelitian NINDS
(National Institute of Neurological Disorders and Stroke) di
Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tida lebih dari 3 jam
setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan
10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya
diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-PA
15

didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal. Efek


samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral, yang
diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat
telah mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996.7
2. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak
banyak artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu
berupa infark lakuner atau infark massif dengan hemiplegia.
Keadaan yang memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis
arteri basilaris, trombosis arteri karotis dan infark serebral akibat
kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai
terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian heparin
tersebut.7
3. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
 Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan
sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi
seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk
pencegahan stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai
dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Obat ini sering
dikombinasikan dengan dipiridamol. Aspirin harus diminum terus,
kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak
tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di
otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap
aktif. Ikatan protein plasma: 50-80%. Waktu paro (half time)
plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic
acid dan glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung pH.Sekitar 85%
dari obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis.
Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan,
hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye.8
 Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
16

Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin,
dapat menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi
dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan
granul platelet, mengganggu fungsi membran platelet dengan
penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh
ADP dan antraksi platelet-platelet. Berdasarkan sejumlah 7 studi
terapi tiklopidin, disimpulkan bahwa efikasi tiklopidin lebih baik
daripada plasebo, aspirin maupun indofen dalam mencegah
serangan ulang stroke iskemik. Efek samping tiklopidin adalah
diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila obat
dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15
hari selama 3 bulan. Komplikasi yang lebih serius, tetapi jarang,
adalah purpura trombositopenia trombotik dan anemia aplastik.8
b) Anti-oedema otak
Untuk anti-oedema otak dapat diberikan gliserol 10% per infuse
1gr/kgBB/hari selama 6 jam atau dapat diganti dengan manitol 10%.
c) Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron
yang iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan
memperbaiki fungsi sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi.7
2. Fase Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasarn pengobatan dititiberatkan pada tindakan
rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.1
 Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45
tahun, maka yang paing penting pada masa ini adalah upaya
membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental,
dengan fisioterapi, terapi wicara, dan psikoterapi.1
 Terapi preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan
baru sroke, dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari
faktor-faktor resiko stroke seperti:
17

 Pengobatan hipertensi
 Mengobati diabetes mellitus
 Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
 Berolahraga teratur
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. N
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 58 tahun
Tanggal Lahir :1/7/1952
Alamat : Jantho Baru
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan :Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMA
Suku Bangsa : Aceh
No. RM :13-13-16
Tanggal Masuk :1/12/2019

3.2 Anamnesis

a. Keluhan Utama
Penurunan Kesadaran
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dibawa ke IGD RSU Meuraxadengan keluhan Penurunan
Kesadaran sejak tadi pagi, pasien juga mengeluhkan lemah anggota
gerak sebelah kanan sejak 3 hari SMRS. Kelemahan pada tangan dan
kaki kanan dirasakan mendadak saat pasien bangun tidur. Pasien pernah
mengalami keluhan yang sama pada bulan Agustus 2018. Pasien juga
mengeluhkan nyeri kepala sebelah kanan, nyeri yang dirasakan hanya
beberapa kali. Riwayat hipertensi sejak 1 tahun yang lalu namun tidak
rutin minum obat, riwayat penyakit diabetes mellitus disangkal, terlihat
mulut merot ke arah kiri dan susah menelan.

18
19

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Terdapat riwayat Hipertensi sejak 20 tahun yang lalu.
Terdapat riwayat kolesterol tinggi
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku tidak ada keluarga yang mengalami hal yang serupa
dengan pasien. Riwayat hipertensi ada pada orang tua pasien. Riwayat
DM, asma, alergi, dan penyakit jantung pada keluarga disangkal.
e. Riwayat Pengobatan
Riwayat pengobatan disangkal
f. Riwayat Kebiasaan
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga

3.3 Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum
Kesadaran : E2M3V4
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Denyut nadi : 108 x/i, isi cukup, irama regular
Frekuensi Nafas : 24 x/i
Suhu : 36,8oC
b. Status Generalis
Kulit: Warna kulit kuning langsat, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor
kulit cukup, capilary refill kurang dari 2 detik dan teraba hangat.
Kepala:Normosefali, rambut berwarna putih distribusi merata
Mata:Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), RCL +/+, pupil isokor
3mm/3mm
Hidung : Deformitas (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), deviasi septum (-),
sekret (-/-)
Telinga :Normotia (+/+), nyeri tekan (-/-), nyeri tarik (-/-), sekret (-/-)
20

Mulut : Sudur bibir simetris, kering (-), sianosis (-), lidah berada di
tengah
Tenggorokan : Trismus (-), arkus faring simetris, hiperemis (-),uvula di
tengah
Pemeriksaan Leher
Inspeksi: Tidak terdapat tanda trauma maupun massa
Palpasi: Terdapat pembesaran KGB di leher sebelah kiri, tidak terdapat
deviasi trakea
Pemeriksaan Toraks
Jantung
Inspeksi: Tampak iktus kordis ± 2cm di bawah papilla mamae sinistra
Palpasi: Iktus kordis teraba kuat ± 2cm di bawah papilla mamae sinistra
Perkusi:
Batas atas kiri: ICS II garis parasternal sinsitra dengan bunyi redup
Batas atas kanan : ICS II garis parasternal dekstra dengan bunyi redup
Batas bawah kiri: ICS V ± 1cm medial garis midklavikula sinistra dengan
bunyi redup
Batas bawah kanan : ICS IV garis parasternal dekstra dengan bunyi redup
Auskultasi:Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Pemeriksaan Paru
Inspeksi : Dinding toraks simetris pada saat statis maupun dinamis,
retraksi (-), otot-otot pernapasan (-)
Palpasi: Simetris, vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri
Perkusi: Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi: Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi: Soepel, massa (-), pulsasi abnormal (-)
Auskultasi: Peristaltik (+) normal
Palpasi: Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Perkusi: Timpani pada seluruh lapang abdomen
Pemeriksaan Ekstremitas
21

Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis (-/-), ekstremitas
sebelah kiri tampak lemah, dengan kekuatan otot 1. Akral hangat (+/+),
odem (-/-)

c. Status Neurologis
GCS : E2M3V4
Pupil : isokor Ø (3mm/3mm)
Reflek cahaya langsung : (+/+)
Reflek cahaya tidak langsung : (+/+)
Tanda Rangsangan Meningeal
Kaku kuduk : - (tidak ditemukan tahanan pada tengkuk)
Brudzinski I : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
Brudzinski II : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
Kernig : -/- (tidak terdapat tahanan sblm mencapai 135º/tidak terdapat
tahanan sebelum mencapai 135º)
Laseque : -/- (tidak timbul tahanan sebelum mencapai 70 o/tidak timbul
tahanan sebelum mencapai 70o)
Nervus Kranialis
a. N.I (Nervus Olfaktorius)
Subjektif Normal

b. N. II (Optikus)
Jenis pemeriksaan Mata Kanan Mata Kiri

Tajam penglihatan (visus bedside) Normal Normal

Lapang pandang Normal Normal

Melihat warna Normal Normal

Fundus Okuli Tidak dilakukan


22

c. N.III, IV, VI (Nervus Okulomotorik, Trochlearis, Abduscens)


Jenis pemeriksaan Mata kanan Mata kiri

Isokor, 
Pupil Isokor,  3mm
3mm

Nistagmus Negatif Negatif

Baik ke Baik ke
Pergerakan bola mata
segala arah segala arah

Kedudukan bola mata Ortoforia Ortoforia

Reflek cahaya langsung & tidak langsung Positif Positif

Diplopia Negatif Negatif

Strabismus Negatif Negatif

Ptosis Positif Negatif

d. N.V (Nervus Trigeminus)


Jenis pemeriksaan Kanan Kiri

Membuka mulut + +

Menggerakan rahang + +

Oftalmikus + +

Maxillaris + +

Mandibularis + +

e. N. VII (Nervus Fasialis)


Jenis pemeriksaan Kanan Kiri

Perasaan lidah ( 2/3 anterior ) Baik Baik

Mengangkat Alis Baik Baik


23

Menutup mata Baik Baik

Menggembungkan pipi Baik Melemah

Menyeringai Baik Melemah

f. N.VIII (Nervus Vestibulokoklearis)


Jenis pemeriksaan Kanan Kiri

Tes pendengaran Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tes keseimbangan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

g. N. IX,X (Nervus Vagus)


Perasaan Lidah (1/3 belakang) Tidak Dilakukan

Refleks Menelan Tidak Baik

Refleks Muntah Tidak Baik

h. N.XI (Nervus Assesorius)


Mengangkat bahu Baik

Menoleh Baik

i. N.XII (Nervus Hipoglosus)


Atrofi Tidak ada

Fasikulasi Tidak ada

Motorik
Pergerakan : (+/+)
24

Kekuatan : 3333/5555
2222/5555
Tonus otot : Normotonus/Normotonus
Normotonus/Normotonus
Atrofi otot : Negatif

Sensorik
Sensasi Raba

Ekstremitas Kanan Atas Normal

Ekstremitas Kanan Bawah Normal

Ekstremitas Kiri Atas Hipoestesi

Ekstremitas Kiri Bawah Hipoestesi

Reflek Fisiologis
Biceps : (+/+)
Triceps : (+/+)
Patella : (+/+)
Achilles : (+/+)
Reflek Patologis
Tromner : (-/-)
Hoffman : (-/-)
Babinski : (-/-)
Chaddok : (-/-)
Gordon : (-/-)
Oppenheim : (-/-)
Schaefer : (-/-)
Fungsi Otonom
Miksi : Dalam batas normal
Defekasi : Dalam batas normal
25

3.4 Pemeriksaan Penunjang


3.4.1 Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 16 Maret 2018

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Darah Rutin
Hemoglobin 14,6 12,0-15,0 g/dl
Hematokrit 43 45-55 %
Eritrosit 5,4 4,7-6,1 x 106/mm3
Leukosit 10,2 4,5-10,5 x 103/mm3
Trombosit 513 150-450 x 103/mm3
Eosinofil 3 0–6%
Basofil 0 0–2%
Netrofil Batang 0 2–6%
Netrofil Segmen 67 50 – 70 %
Limfosit 24 20 – 40 %
Monosit 6 2–8%
Diabetes
Glukosa Darah Puasa 150 60 - 100 mg/dL
Ginjal-Hipertensi
Ureum 28 13 – 43 mg/dL
Kreatinin 1,14 0,51 – 0,95 mg/dL
Elektrolit
Natrium 142 132 – 146 mmol/L
Kalium 4,7 3,7 – 5,4 mmol/L
Clorida 109 98 – 106 mmol/L
Hati & Empedu
SGOT 74 < 31 U/L
SGPT 57 < 34 U/L

3.4.2 Radiologi

CT Scan kepala tampa kontras


26

CT Scan Kepala Tanpa Kontras tanggal 13 Maret 2018


Tampak area hypodens, batas tegas di sisi kanan cerebellum dan di lobus
frontotemporoparietal kanan.
Kesan: Infark pada cerebellum, kronik tromboemboli di lobus
frontotemporalparietal kanan sesuai territory ACA dan MCA kanan.

EKG

Rate: 65 bpm
QRS duration : 70 ms
RR interval: 923 ms
27

Kesimpulan:
Normal Synus Rythm

3.5 Diagnosis Kerja

Diagnosis klinis : Hemiparesis dextra + parese N VII sentral, N IX


dan N XII sentral
Diagnosis topik : Cerebellum dan lobus frontotemporoparietal kiri
Diagnosis etiologi : Stroke iskemik

3.6 Tatalaksana

 Head up 30o
 IVFD RL 26gtt/i
 Inj. Piracetam 1 gr/12 jam
 Inj. Antrain 1amp/12 jam
 Inj. Mecobalamin 3amp/12 jam
 Tebokon 2x1
 Aspilet 1 x 160 mg

3.7 Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam


Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

BAB V
KESIMPULAN

Stroke iskemik adalah suatu keadaan defisit neurologik fokal atau global
yang terjadi secara mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan
kematian, yang semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
karena berkurangnya suplai darah. Gejala klinis yang dapat ditemui pada stroke
yaitu tergantung pada area yang terkena, stroke iskemik pada lobus
28

frontotemporoparietal dapat menyebabkan terjadinya gangguan motorik


kontralateral.
Diagnosis stroke dapat ditegakkan pada gejala klinis dan pemeriksaan
penunjang Neuroimaging seperti CT Scan, MRI, dan angiografi. Penatalaksanaan
yang dapat diberikan pada stroke iskemik berupa antiplatelet, trombolitik,
antikoagulan, dan neuroprotektan. Hipertensi, dislipidemia, penyakit jantung
koroner yang menjadi faktor risiko stroke juga perlu ditatalaksana untuk
mencegah terjadinya stroke berulang. Prognosis stroke tergantung derajat
keparahan dan komplikasi yang timbul.
DAFTAR PUSTAKA

1. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang


gangguan peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta
Neurologi. Edisi ke-2. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press; 2005.
h.81-82.
2. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview
3. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan
Pemulihan Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.
4. Anonim. Mekanisme gangguan vaskular susunan saraf. Dalam: eds.
Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian
Rakyat; 2004. h. 274-8.
5. D. Adams. Victor’s. Cerebrovasculer diseases in Principles of Neurology 8
th Edition. McGraw-Hill Proffesional. 2005. Hal: 660-67
6. Bronstein SC, Popovich JM, Stewart-Amidei C. Promoting Stroke
Recovery. A Research-Based Approach for Nurses. St.Louis, Mosby-Year
Book, Inc., 1991:13-24.
7. Majalah Kedokteran Atma Jaya Vol. 1 No. 2 September 2002. Hal: 158-67.
8. Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul. Farmakoterapi stroke prevensi primer dan
prevensi sekunder dalam Farmakoterapi dalam Neurologi. Penerbit Salemba
Medika. Hal: 53-73.
9. Vitahealth. Hipertensi: Informasi Lengkap Untuk Penderita dan
Keluarganya. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama. 2004; 15-19.
10. Mahendra., Rachmawati. Atasi Stroke dengan Tanaman Obat. Niaga
Swadaya. Jakarta. 2004;23-14.
11. Coull B.M, et al. anticoagulants and Antiplatelet Agents in Acute Ischemic
Stroke. Report of the Joint Stroke Guideline Development Committee of the
American Academy of Neurology and the American Stroke Association (a
Division of the American Heart Association). Stroke. 2002;33;1934-1942.
12. Adams, HP. Et al. emergent Use of Anticoagulation for Treatment of Patient
With Ischemic Stroke. Stroke. 2002;33:856-861.

29
30

13. AHA/ASA Guideline. Guideline for the early management of adults with
ischemic stroke. Stroke 2007; 38:1655-1711.

14. International Citicoline on Acute Stroke: ICTUS, October 2006

Anda mungkin juga menyukai