Anda di halaman 1dari 13

Diagnosis

Dalam mendiagnosis gagal jantung akut, hal pertama yang harus dilakukan
ialah menghapus berbagai penyebab untuk gejala dan tanda-tanda pasien
(misalnya infeksi, anemia berat, gagal ginjal akut).

Gagal jantung akut biasanya bermanifestasi dengan kesulitan bernapas


dan/atau tanda-tanda kongesti (sindrom), seperti yang telah dijielaskan di atas.
Gejala dan tanda-tanda gagal jantung akut merefleksikan kelebihan cairan
pulmonal (kongesti pulmonal) atau sistemik (kongesti sistemik), seperti
misalnya:1

1. Manifestasi kelebihan cairan pulmonal (kongesti pulmonal)


hipertensi vena pulmonal yang dapat mengakibatkan edema paru dan
alveolar, kongesti paru, dispnea, orthopnea, rales, dan S3.
2. Manifestasi kelebihan cairan sistemik (kongesti sistemik) distensi
vena jugular dengan atau tanpa edema perifer, peningkatan berat badan
tubuh secara bertahap.

Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri akibat kongesti hemodinamik


mungkin dapat terjadi beberapa hari atau minggu sebelum terjadi kongesti
pulmonal atau sistemik, sehingga pasien diharuskan melakukan kunjungan rumah
sakit. Kongesti hemodinamik ini, dengan atau tanpa manifestasi klinis, mungkin
dapatt mempunyai efek buruk seperti iskemia jantung dan pembesaran ventrikel
kiri.1,2
Manifestasi gagal jantung akut juga merefleksikan akibat dari menurunnya
curah jantung dengan hipoperfusi perifer (jarang). Pasien dengan gagal jantung
akut dapat memiliki tekanan darah sistolik antara 90 hingga 140 mmHg atau >140
mmHg (gagal jantung akut hipertensif). Sedikit pasien (5-8%) memiliki tekanan
darah sistolik rendah (<90 mmHg; gagal jantung akut hipotensif), dan sering
dikaitkan dengan prognosis yang buruk, terutama apabila hipoperfusi juga
terlibat.1,2

Gejala dan tanda-tanda dari gagal jantung dapat dilihat pada Tabel 2.3
berikut:3

Tabel 1.1. Manifestasi Klinis Gagal Jantung3

Gejala Tanda
Tipikal Spesifik
 Sesak nafas  Peningkatan JVP
 Ortopneu I  Refluks hepatojugular
 Paroxysmal nocturnal dyspnoe  Suara jantung S3 (gallop)
 Toleransi aktifitas yang  Apex jantung bergeser ke lateral
berkurang  Bising jantung
 Cepat lelah
 Bengkak di pergelangan kaki
Atipikal Kurang Spesifik
 Batuk di malam / dini hari  Edema perifer
 Mengi  Krepitasi pulmonal
 Berat badan bertambah >  Suara pekak di basal paru pada
2kg/minggu perkusi
 Berat badan turun (gagal  Takikardia
jantung stadium lanjut)
 Perasaan kembung / begah  Nadi ireguler
 Nafsu makan menurun  Nafas cepat
 Perasaan bingung (terutama  Hapatomegali
pasien berusia lanjut)
 Depresi  Asites
 Berdebar  Kaheksia
 Pingsan

Diagnosis awal dari gagal jantung akut harus berdasarkan penilaian gejala-
gejala secara menyeluruh, menanyakan riwayat penyakit jantung, dan faktor-
faktor presipitasi kardiak atau non-kardiak, serta menilai gejala dan tanda-tanda
dari kongesti dan/atau hipoperfusi dari pemeriksaan fisik yang nantinya akan
dikoknfirmasi dengan pemeriksaan penunjang seperti EKG, rontgen toraks,
penilaian laboratorium (dengan biomarker spesifik), dan ekokardiografi. Inisiasi
terapi awal yang sesuai sangatlah penting pada pasien dengan gagal jantung akut.1
Uji diagnostik biasanya paling sensitif pada pasien gagal jantung dengan fraksi
ejeksi rendah. Uji diagnostik sering kurang sensitif pada pasien gagal jantung
dengan fraksi ejeksi dipertahankan. Ekokardiografi merupakan metode yang
paling berguna dalam melakukan evaluasi disfungsi sistolik dan diastolik.2,4
Gambar 1.1. Manajemen Awal Pasien dengan Gagal Jantung Akut.2
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan gagal


jantung akut adalah:2,3

1. Rontgen toraks

Rontgen toraks dapat membantu dalam diagnosis gagal jantung akut.


Temuan-temuan spesifik untuk gagal jantung akut termasuk kongesti vena
paru, efusi pleura, edema interstisial atau alveolar, dan kardiomegali, walau
hampir sekitar 20% dengan gagal jantung akut memiliki foto toraks yang
normal. Foto toraks juga berguna untuk mengidentifikasi penyebab gagal
jantung akut non-kardiak (misalnya pneumonia).

2. EKG

EKG jarang terlihat normal pada pasien dengan gagal jantung akut. EKG
juga membantu dalam mengidentifikasi penyebab kardiak atau faktor
presipitasi dari gagal jantung akut (misalnya fibrilasi atrial akut, infark miokard
akut). Namun, EKG memiliki nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis
gagal jantung.

3. Ekokardiografi

Ekokardiografi wajib dan harus dilakukan segera pada pasien dengan


hemodinamik yang tidak stabil (terutama dengan syok kardiogenik) dan pada
pasien dengan suspek abnormalitas struktural/fungsional dari kardiak
(komplikasi mekanik, regurgitasi katup akut). Pemeriksaan ekokardiografi
secara awal (dalam waktu 48 jam) juga dipertimbangkan untuk pasien-pasien
gagal jantung akut de novo dan pasien dengan fungsi jantung yang tidak
diketahui.

4. Tes laboratorium :
a. Tes natriuretic peptide (NP; peptide natriuretik)
Pasien yang datang ke departemen emergensi dengan dispnea akut dan
suspek gagal jantung akut harus dilakukan tes NP untuk membantu membedakan
gagal jantung akut dari penyebab nonkardiak (ambang batas BNP <100 pg/mL,
NT-proBNP <300 pg/mL). Konsentrasi NP yang normal sebelum pasien diobati
mempunyai nilai prediktif yang tinggi dan membuat kemungkinan gagal jantung
sebagai penyebab gejala-gejala yang dikeluhkan pasien menjadi sangat kecil.
Meskipun begitu, nilai NP yang meningkat belum tentu mengkonfirmasi diagnosis
gagal jantung akut. Kadar NP yang tetap tinggi walau dengan terapi optimal
mengindikasikan prognosis buruk. NP meningkat sebagai respon terhadap
peningkatan tekanan dinding ventrikel. NP mempunyai waktu paruh yang
panjang, penurunan tiba-tiba tekanan dinding ventrikel tidak langsung
menurunkan kadar NP.

b. Darah rutin

c. Urinalisis

d. Troponin jantung (I atau T)


Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal jantung akut jika
gambaran klinis disertai suspek sindrom koroner akut. Peningkatan ringan kadar
troponin jantung sering ditemukan pada gagal jantung berat dan selama episode
gagal jantung akut dekompensata pada penderita tanpa infark miokard
(mengindikasikan proses nekrosis atau cedera miosit).
e. Tes fungsi ginjal: Blood urea nitrogen (BUN), ureum, kreatinin, laju
filtrasi glomerulus.

f. Elektrolit (natrium, kalium)

g. Tes fungsi hepar


Tes fungsi hepar sering terganggu pada pasien dengan gagal jantung karena
perubahan hemodinamik (baik penurunan curah jantung ataupun peningkatan
kongesti vena). Fungsi hepar yang abnormal meningkatkan kemungkinan pasien
dengan prognosis yang buruk, sehingga perlu dilakukan manajemen yang optimal.

h. Thyroid Stimulating Hormone (TSH)

5. Pemeriksaan tambahan lain dipertimbangkan sesuai tampilan klinis


Gambar 1.2. Algoritma Diasgnostik Gagal Jantung.3
Tatalaksana Gagal Jantung Akut

Gambar 1.3. Algoritma Tatalaksana Gagal Jantung Akut 2016.2


Gambar 1.4. Algoritma terapi farmakologis pada pasien dengan gagal jantung
akut.3

 Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-I)


Obat-obat yang termasuk ACE-I berfungsi menghambat enzim mengubah
angiotensin I menjadi angiotensin II. ACE-I Termasuk juga dapat mengurangi
kejadian remodeling jantung serta retensi air dan garam yang akan menyebabkan
pengurangan volume intravascular dan perbaikian kondisi kongesti vascular
sistemik dan paru. ACE-I memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup,
mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung, dan
meningkatkan angka kelangsungan hidup. ACEI kadang-kadang menyebabkan
perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi simtomatik, batuk dan
angioedema (jarang), oleh sebab itu ACEI hanya diberikan pada pasien dengan
fungsi ginjal adekuat dan kadar kalium normal.1,3
 Beta blocker

Mekanisme kerja dari β-blocker sendiri yaitu dengan menghambat


adrenoseptor beta (beta-bloker) di jantung, pembuluh darah perifer sehingga efek
vasodilatasi tercapai. Beta bloker dapat memperlambat konduksi dari sel jantung
dan juga mampu meningkatkan periode refractory.
β-blocker memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi
perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan angka
kelangsungan hidup. β-blocker boleh diberikan pada pasien yang stabil secara
klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada kebutuhan inotropik i.v. dan
tidak ada tanda retensi cairan berat).
Kontra indikasi pemberian β-blocker adalah asma dan blok AV
(atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa pacu jantung
permanen), sinus bradikardia (nadi < 50 x/menit).1,3

 Angiotensin II Receptor type I Inhibitor (ARB)


Mekanisme ARB yaitu menghambat reseptor angiotensin II karna
angiotensin II dapat dibentuk oleh jalur selain ACE. Terapi dengan ARB
memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi angka perawatan
rumah sakit karena perburukan gagal jantung. Hasil akhirnya adalah efek
hemodinamik dan manfaat ARB untuk pasien gagal jantung mirip dengan ACE.
ARB direkomedasikan sebagai alternatif pada pasien intoleran ACEI.1,3
 Diuretik
Mekanisme kompensasi pada gagal jantung kongestif yaitu dengan
meningkatkan retensi air dan garam yang dapat menimbulkan edema baik
sistemik maupun paru. Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung
dengan tanda klinis atau gejala kongesti. Tujuan dari pemberian diuretik adalah
untuk mencapai status euvolemia (kering dan hangat) dengan dosis yang serendah
mungkin, yaitu harus diatur sesuai kebutuhan pasien, untuk menghindari dehidrasi
atau resistensi. Sebagain besar pasien mendapat terapi diuretik loop dibandingkan
tiazid karena efisiensi diuresis dan natriuresis lebih tinggi pada diuretik loop.1,3

Tabel 1.2. Dosis diuretik yang biasa digunakan pada pasien gagal jantung.13
Diuretik Dosis awal (mg) Dosis harian (mg)
Diuretik loop
Furosemide 20 – 40 40 – 240

Bumetanid 0.5 – 1 1–5


Tiazid
Hidroklorotoazid 25 12.5 – 100

Metolazon 2.5 2.5 – 10


Diuretik hemat kalium
Spironolakton (+ ACEI/ARB) 12.5 – 25 (+ ACEI/ARB) 50

(-ACEI/ARB) 50 (-ACEI/ARB) 100 – 200

 Digoksin

Digoxin merupakan golongan glikosida jantung yang mempunyai sifat


inotropik positif yang dapat membantu mengembalikan kontraktilitas dan
meningkatkan dari kerja jantung. Digoxin memiliki indeks terapi sempit yang
berarti dalam penggunaan dosis rendah sudah memberikan efek terapi. Oleh
karena itu, diperlukan kehati-hatian pada penggunaan digoxin dan diperlukan
monitoring ketat bila dikhawatirkan terjadi toksik. Pada pasien gagal jantung
dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat digunakan untuk memperlambat laju
ventrikel yang cepat, walaupun obat lain (seperti penyekat beta) lebih diutamakan.
Inisiasi pemberian digoksin.3
- Dosis awal: 0,25 mg, 1 x/hari pada pasien dengan fungsi ginjal normal.
Pada pasien usia lanjut dan gangguan fungsi ginjal dosis diturunkan menjadi
0,125 atau 0,0625 mg, 1 x/hari
- Periksa kadar digoksin dalam plasma segera saat terapi kronik. Kadar
terapi digoksin harus antara 0,6 - 1,2 ng/mL
- Beberapa obat dapat menaikan kadar digoksin dalam darah (amiodaron,
diltiazem, verapamil, kuinidin).
 Hydralazine dan isosorbit dinitrat (H-ISDN)

Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %,


kombinasi H-ISDN digunakan sebagai alternatif jika pasien intoleran terhadap
ACEI dan ARB seperti pasien dengan insufisiensi ginjal atau hiperkalemia (kelas
rekomendasi IIa, tingkatan bukti B).1,3

Tabel 1.3. Dosis obat yang biasa digunakan pada pasien jantung

Obat Dosis awal (mg) Dosis target (mg)


ACEI
Captopril 6.25 (3x/hari) 50 – 100 (3x/hari)

Enalapril 2.5 (2x/hari) 10 – 20 (2x/hari)

Ramipril 2.5 (1x/hari) 5 (2x/hari)


ARB
Candesartan 4/8 (1x/hari) 32 (1x/hari)

Valsartan 40 (2x/hari) 160 (2x/hari)


Antagonis aldosterone
Spironolakton 25 (1x/hari) 25 – 50 (1x/hari)
Penyekat beta
Bisoprolol 1.25 (1x/hari) 10 (1x/hari)

Carvedilol 3.125 (2x/hari) 25 – 50 (2x/hari)


Target pengobatan pada gagal jantung akut berupa:2

Gambar 1.5. Tujuan Pengobatan pada Gagal Jantung Akut


Daftar pustaka

1. Lilly LS. Pathophysiology of Heart Disease. Baltimore: Lippincott Williams


Wilkins. 2016:220-248.
2. Ponikowski P, Voors AA, Anker SD, Bueno H, Cleland JGF, Coats AJS, et
al. 2016 ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure. Eur Heart J. 2016;37(27):2129–200.
3. Siswanto, Bambang Budi, dkk. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung.
Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI).
2015.

Anda mungkin juga menyukai