Semester/kelas: 5/E
Nim: 11870514301
● Penerimaan pajak
Pajak sebagai sumber pendapatan utama dari sebuah negara. Sumber pendapatan negara
yang beradal dari pajak terbagi dalam tujuh sektor, yaitu pajak penghasilan, pajak
pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, pajak
ekspor, pajak perdagangan internasional serta bea masuk dan cukai
Besaran tarif pajak sudah ditentukan oleh undang-undang perpajakan yang berlaku.
Biasanya pajak dikenakan saat seseorang sudah memiliki penghasilan dengan besaran
tertentu.
Perusahaan yang melakukan monopoli dan oligopoli ekonomi. Salah satu sumber
pendapatan negara non pajak adalah keuntungan BUMN. Perusahaan bisa bersifat
monopoli berskala besar dan sebagian keuntungannya bisa disisihkan untuk
pembiayaan negara.
Harta telantar adalah harta peninggalan yang dianggap tidak ada seorangpun yang
mengajukan klaim atas barang itu. Dalam hal ini negara berhak mengumumkan
terlebih dahulu, jika tidak ada ahli waris maka harta tersebut menjadi milik negara.
Denda yang dijatuhkan untuk kepentingan umum. Denda ini berupa sitaan atau
pembayaran yang telah disepakati. Untuk barang biasanya dilakukan lelang,
kemudian hasilnya dimasukkan dalam kas negara.
Retribusi dan iuran. Retribusi sendiri merupakan dana yang dipungut berkaitan
dengan jasa negara.
● Hibah
Hibah merupakan pemberian yang diberikan kepada pemerintah tetapi bukan
bersifat pinjaman. Hibah bersifat sukarela dan diberikan tanpa ada kontrak khusus.
Selain itu, penerimaan yang berasal dari luar negeri juga masuk dalam pinjaman
program atau pinjaman proyek dengan jangka waktu tertentu.
Lembaga internasional yang pernah memberi bantuan pada Indonesia adalah Bank
Dunia (World Bank), Asean Development Bank (ADB), dan International Monetary
Fund (IMF).
● Pengeluaran negara
Pengeluaran negara atau pengeluaran pemerintah merupakan salah satu instrumen
dari kebijakan fiskal.
Selain itu untuk mencapai kesempatan kerja yang tinggi, stabilitas harga, serta
keseimbangan dalam neraca pembayaran.
Belanja pegawai, yaitu pengeluaran negara untuk keperluan gaji, tunjangan, uang
makan, serta biaya lainnya untuk pegawai negeri.
Belanja barang yaitu pengeluaran negara untuk membeli barang yang digunakan
oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintah.
Belanja rutin daerah yaitu pengeluaran negara untuk belanja pegawai dan non
pegawai pemerintah.
Bunga dan cicilan utang, pengeluaran pemerintah untuk membayar bunga dan
cicilan pokok pinjaman baik dari dalam maupun luar negeri.
Produksi
Secara langsung atau tidak langsung, pengeluaran negara memengaruhi sektor
produksi. Pengeluaran negara juga disebut sebagai faktor produksi lainnya,
disamping faktor produksi berupa modal, tenaga kerja, dan manajemen.
SDM tersebut memperbesar faktor produksi yang berupa tenaga kerja yang dapat
dimanfaatkan sektor produksi.
Distribusi
Secara langsung dan tidak langsung akan berpengaruh terhadap distribusi barang
dan jasa. Misalnya pengeluaran anggaran untuk membiayai fasilitas pendidikan,
paling tidak akan menambah keterampilan sejumlah orang.
Subsidi yang dikeluarkan pemerintah untuk barang dan jasa akan mempermudah
masyarakat yang berdaya beli rendah menjadi bisa membeli.
Pemerintah dapat memengaruhi pola distribusi pendapatan riil melalui penyediaan
keuntungan di satu pihak dan pengurangan pendapatan riil dari sektor swasta di lain
pihak.
Konsumsi
Secara langsung dan tidak langsung, pengeluaran pemerintah dapat mengubah atau
memperbaiki pola dan tingkat konsumen masyarakat terhadap barang dan jasa yang
disediakan pemerintah atau pasar.
Keseimbangan perekonomian
Dalam kebijakan fiskalnya, pemerintah dapat memperbaiki dan memelihara
keseimbangan perekonomian dan meningkatkan pendapatan nasionalnya melalui
target Produk Domestik Bruto (PDB)
2.) contoh contoh perusahaan negara yang berbentuk persero dan perum
contoh persero:
1. PT Pertamina
contoh bumn di indonesia pertamina
PT Pertamina (Persero) menjadi salah satu contoh BUMN paling terkenal. Dulunya
perusahaan ini dikenal dengan nama Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
Negara. Tugas Pertamina adalah untuk mengelola penambangan minyak dan gas bumi di
Indonesia.
2. PT Telekomunikasi Indonesia
3. PT Garuda Indonesia
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk adalah maskapai penerbangan nasional Indonesia yang
berstatus BUMN. Garuda Indonesia menyediakan layanan transportasi penerbangan
pesawat baik secara domestik maupun internasional. Garuda Indonesia dikenal sebagai
salah satu maskapai penerbangan terbaik di dunia.
PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau disingkat PT KAI adalah salah satu BUMN yang
bergerak di bidang transportasi. Tugas utama PT KAI adalah menyelenggarakan jasa
angkutan transportasi kereta api secara nasional, baik angkutan barang atau penumpang.
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI dikenal sebagai salah satu BUMN di
bidang perbankan. Bank BNI dikenal sebagai salah satu bank nasional yang banyak
memiliki nasabah. BNI juga menjadi bank komersial tertua yang ada di Indonesia sampai
saat ini.
7. PT Bank Mandiri
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk merupakan salah satu jenis BUMN lainnya yang bergerak di
bidang keuangan dan perbankan yang dikelola pemerintah. Bank Mandiri dikenal sebagai
bank terbesar di Indonesia dilihat dari jumlah aset, pinjaman dan deposit bank.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau Bank BRI juga termasuk bank BUMN
berikutnya. Sebagai salah satu bank BUMN, bank BRI juga termasuk salah satu bank milik
pemerintah yang terbesar di Indonesia yang memiliki jutaan nasabah.
9. PT Bio Farma
PT Bio Farma (Persero) merupakan contoh BUMN yang ada di Indonesia yang bergerak di
bidang kesehatan. Tugas Bio Farma adalah memproduksi vaksin dan antisera. Bio Farma
turut berkontribusi untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk Indonesia.
PT Dirgantara Indonesia (Persero) adalah jenis BUMN yang berfokus di sektor dirgantara
dan pertahanan. Dirgantara Indonesia ini menjadi satu-satunya perusahaan pesawat
terbang di Asia Tenggara. Dulunya perusahaan ini dikenal dengan nama Industri Pesawat
Terbang Nusantara atau IPTN.
Contoh PERUM
Perum BULOG
Perum Pegadaian
Perum DAMRI
Perum Perhutani
Perum Peruri
Perum Damri
Perum Perumnas
Perum PPD
Perusahaan Umum Jaminan Kredit Indonesia
Perum Percetakan Uang Republik Indonesia atau disingkat Perum PERURI
3.) permasalaha dalam perencanaan dan penganggaran di daerah dan negara serta
solusi nya
-Intervensi hak budget DPRD terlalu kuat dimana anggota DPRD sering mengusulkan
kegiatan-kegiatan yang menyimpang jauh dari usulan masyarakat yang dihasilkan dalam
Musrenbang.
-Pendekatan partisipatif dalam perencanaan melalui mekanisme musrenbang masih menjadi
retorika.
-Proses Perencanaan kegiatan yang terpisah dari penganggaran, Karena ketidakjelasan
informasi besaran anggaran, proses Musrenbang kebanyakan masih bersifat menyusun
daftar belanja (shopping list) kegiatan.
-Ketersediaan dana yang tidak tepat waktu.
-Breakdown RPJPD ke RPJMD dan RPJMD ke RKPD seringkali tidak nyambung (match).
-Kualitas RPJPD, RPJM Daerah dan Renstra SKPD seringkali belum optimal.
-Terlalu banyak “order” dalam proses perencanaan dan masing-masing ingin menjadi arus
utama misalnya gender mainstreaming, poverty mainstreaming, disaster mainstreaming dll.
-Koordinasi antar SKPD untuk proses perencanaan masih lemah sehingga kegiatan yang
dibangun jarang yang sinergis bahkan tidak jarang muncul egosektoral.
-SKPD yang mempunyai alokasi anggaran besar misal Dinas Pendidikan dan Dinas PU
seringkali tidak mempunyai tenaga perencana yang memadai.
-APBD kabupaten/Kota perlu evaluasi oleh Pemprop. Disisi lain Pemprop mempunyai
keterbatasan tenaga untuk melakukan evaluasi tersebut.
-Kualitas hasil Musrenbang Desa/Kecamatan seringkali rendah karena kurangnya Fasilitator
Musrenbang yang berkualitas. -Pedoman untuk Musrenbang atau perencanaan (misal
Permendagri 66 tahun 2007) cukup rumit (complicated) dan agak sulit untuk diterapkan
secara mentah-mentah di daerah pelosok pedesaan yang sebagian perangkat desa dan
masyarakatnya mempunyai banyak keterbatasan dalam hal pengetahuan, teknologi dll.
-Dalam praktek penerapan P3MD, pendekatan pemecahan masalah yang HANYA melihat
ke AKAR MASALAH saja dapat berpotensi menimbulkan bias dan oversimplifikasi terhadap
suatu persoalan.
Pertama, problem proporsi alokasi sebagaimana ditunjukan rasio antara belanja modal
(pembangunan) dan belanja aparatur (rutin). Hingga sewindu pelaksanaan desentralisasi,
desain politik alokasi anggaran di banyak daerah menunjukan minimnya peruntukan bagi
masyarakat, baik berupa dana pelayanan publik maupun investasi Pemda bagi bergeraknya
perekonomian. Hanya sekitar 20-30% APBD untuk belanja langsung bagi kepentingan
masyarakat dan sisa terbesarnya untuk membiayai birokrasi.
Kedua, problem kapasitas daya serap anggaran. Saat ini, sekitar 60% dana APBN kita
beredar di daerah (30% lewat skema transfer ditambah 30% berasal dari dana
dekonsentrasi, medebewind dan dana sektoral). Suatu jumlah uang beredar yang tentu
amat besar, sekaligus tanggung jawab yang besar pula. Namun sayang, sejauh ini Pemda
masih belum berkekuatan penuh menyerap anggaran yang ada, bahkan di sebagian daerah,
sisa dana ”diparkir” di perbankan berbentuk Sertifikat BI.
Perlu dicatat, adanya dana yang menganggur itu bukan lantaran daerah berkelebihan uang
atau pun sebagai hasil dari penghematan (efisiensi) anggaran. Sebaliknya, hal itu
menunjukan adanya dana yang terbengkelai, karena buruknya sistem perencanaan
anggaran, berbelitnya prosedur pengadaan barang/jasa pemerintah, lemahnya proses
legislasi di daerah, atau orientasi sempit pada PAD dari bunga simpanan SBI. Kinerja
instrumen fiskal semacam itu berakibat terbengkelainya pula program layanan publik dan
tentu sulit menjadi stimulan alternatif di tengah masih lesunya investasi sektor swasta.
Ketiga, selain kedua masalah di atas, hari-hari ini media massa juga gencar memberitakan
problem ketiga dalam manajemen keuangan daerah, yakni administrasi pelaporan
keuangan. Hal ini tentu tidak saja menyangkut problem akuntansi dan tata pembukuan,
tetapi lebih mendasar lagi mencerminkan politik kebijakan dan komitmen penegakan good
governance di daerah.
Alhasil, merujuk laporan BPK, setiap tahun terdapat tendensi memburuk dalam kualitas
pengelolaan dan laporan keuangan. Data terakhir (2009) menunjukan, hanya ada 21 daerah
yang memiliki status laporan wajar tanpa pengecualian, selebihnya: 249 daerah wajar
dengan pengecualian, 7 daerah berstatus disclaimer (tak memberikan pendapat) dan 10
daerah adverse (tak wajar).
Terkait masalah ini, sumber masalah utama adalah tidak efektifknya peran inspektorat (dulu
bernama Bawasda) di daerah. Institusi yang sejatinya dibentuk sebagai garda depan
jaminan tegaknya good governance dan menjadi instrumen strategis pemberantasan korupsi
ini justru mandul.
Institusi ini hanya diposisikan sebagai unsur penunjang, desain kelembagaannya gampang
terkooptasi oleh SKPD lainnya, ruang lingkup pengawasannya terbatas, tidak adanya
mekanisme sanksi dalam pengawasan, dan status aparatnya disinyalir sebagai orang
buangan yang mempengaruhi motivasi dan kapasitas kerja.
Padahal, keberadaan inspektorat ini mestinya bernilai strategis. Pertama, menjadi lembaga
preventif dan jaring pengaman internal sebelum datangnya pihak pengawas eksternal (BPK,
KPK, dll). Kedua, sebagai unit pengawas internal yang memiliki peluang terlibat sejak fase
perencanaan (input), pelaksanaan, capaian dan evaluasi kebijakan sehingga memungkinkan
deteksi dini dan koreksi langsung untuk menghindari kerusakan masif. Seandainya semua
ini dijalankan, bisa dipastikan mutu tata kelola dan tata pembukuan keuangan daerah tidak
lagi menjadi sasaran permanen kritikan publik dan temuan BPK.
solusi :
Isu manajemen keuangan daerah bukanlah semata urusan internal pemerintahan tetapi
mesti dilihat sebagai bentuk akuntabilitas vertikal kepada pusat sebagai sumber dana
perimbangan dan tanggung jawab politik kepada rakyat. Untuk itu, terhadap temuan
masalah, sanksi tegas harus diberikan, bila perlu lewat instrumen fiskal pula (pemotongan
DAU).
Opsi kuratif/represif ini saatnya mulai diterapkan pemerintah pusat kalau tidak mau masalah
tersebut menjadi beban permanen. Selain itu, langkah persiapan (preventif) mesti segera
menjadi program prioritas baik lewat penguatan kapasitas aparat perencana, pelaksana dan
pengawas keuangan maupun redesain kelembagaan institusi inspektorat.