Oleh :
LAILY NURHANITA
40220015
LAPORAN PENDAHULUAN
Elly Isnaini, S.Kep, Ns., M.Kes Sri Wahyuni , S.Kep, Ns., M. Kep
NIK. NIK.
A. Konsep Pre Eklamsi Berat
1. Definisi
Pre – eklampsi adalah suatu sindrom klinik dalam kehamilan viable / usia
kehamilan > 20 minggu dan atau berat janin 500 gram yang ditandai
denganhypertensi, protein urine dan oedema ( Icemi,wahyu, 2013). Preeklampsi
berat (PEB) adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya
hipertensi dengan tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih yang disertai proteinuria
dan edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (akhir triwulan kedua sampai
triwulan ketiga) atau bisa lebih awal terjadi.
PEB adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan
nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menjukkan
tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya
biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih. (Nanda, 2012)
Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi
berbaring terlentang; kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih dari tensi
baseline (tensi sebelum kehamilan 20 minggu); dan kenaikan sistolik
30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2
kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, atau berada dalam
interval 4-6 jam.
Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; kenaikan berat badan 1 kg
atau lebih dalam seminggu.
Proteinuria kuantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kualitatif 1 + atau 2 +
pada urin kateter atau midstream (aliran tengah).
b. Pre eklamsia berat
Pre eklamsia berat ditandai dengan:
3. Etiologi
Penyebab pre-eklampsia belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap sebagai
"maladaptation syndrome" akibat penyempitan pembuluh darah secara umum yang
mengakibatkan iskemia plasenta (ari-ari) sehingga berakibat kurangnya pasokan
darah yang membawa nutrisi ke janin. Namun ada beberapa faktor predisposisi
terjadinya pre eklamsia, diantaranya yaitu:
b. Penglihatan kabur.
ringan diantaranya:
a. Kenaikan tekanan darah sistolik 140 mmHg sampai kurang dari 160
tangan.
k. Koma.
5. Patofisiologi
b. Pemeriksaan Radiologi
1) Ultrasonografi (USG).
Hasil USG menunjukan bahwa ditemukan retardasi
perteumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intrauterus lambat,
aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.
2) Kardiotografi
Hasil pemeriksaan dengan menggunakan kardiotografi
menunjukan bahwa denyut jantung janin lemah.
8. Penatalaksanaan
A. Pencegahan atau Tindakan preventif
1. Data Subjektif
1) Umur biasanya sering terjadi pada primigravida , < 20 tahun atau > 35
tahun
2) Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tekanan darah,
adanya edema, pusing, nyeri epigastrium, mual, muntah, penglihatan
kabur, pertambahan berat badan yang berlebihan yaitu naik > 1
kg/minggu, pembengkakan ditungkai, muka, dan bagian tubuh lainnya,
dan urin keruh dan atau sedikit (pada pre eklamsia berat < 400 ml/24 jam).
3) Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler
esensial, hipertensi kronik, DM.
4) Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa,
hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia
sebelumnya
5) Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok
maupun selingan
6) Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan
kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi
resikonya.
2. Data Objektif
A. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam.
2. Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, dan lokasi edema.
3. Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian
SM jika refleks positif.
4. Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal
distress. Selain itu, untuk pre eklamsia ringan tekanan darah pasien >
140/90 mmHg atau peningkatan sistolik > 30 mmHg dan diastolik >
15 mmHg dari tekanan biasa (base line level/tekanan darah sebelum
usia kehamilan 20 minggu). Sedangkan untuk pre eklamsia berat
tekanan darah sistolik > 160 mmHg, dan atau tekanan darah diastolik
> 110 mmHg.
B. Pemeriksaan Penunjang
1. Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2
kali dengan interval 4-6 jam
2. Laboratorium : proteinuria dengan kateter atau midstream (biasanya
meningkat hingga 0,3 gr/lt atau lebih dan +1 hingga +2 pada skala
kualitatif),
.
B. DIAGNOSA
1. Gangguan pola pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi-
perfusi akibat penimbunan cairan paru : adanya edema paru.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload dan
afterload.
3. Hipovolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
b. INTERVENSI
No Dx. Kep SLKI SIKI
1 Gangguan Setelah dilakukan Observasi :
tindakan keperawatan 1. Auskultasi bunyi nafafas
pola
3 x 24 jam diharapkan 2. Monitor adanya sumbatan
pertukaran defisit perawatan px jalan nafas
meningkat dengan 3. Monitor efektifitas terapi
gas
kriteria hasil: oksigen
berhubungan 1. Sianosi membaik 4. Monitor tingkat kecemasan
2. Napas cuping akibat terapi oksigen
dengan
hidung meurun 5.
ventilasi- 3. Gelisah menurun 6. Monitor tingkat kemandirian
7. Identifikasi kebutuhan alat
perfusi akibat
bantu kebersihan diri,
penimbunan berpakaian, berhias dan
makan
cairan paru :
adanya Terapeutik :
1. Atur interval pemantauan
edema paru. respirasi sesuai kondisi pasien
2. Pertahankan kepatenan jalan
nafas’
3. Bersihkan sekret pada mulut
hidung dan trakea jika perlu
Edukasi :
1. Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
1.
2.
3.
1.
A Definisi
Postpartum adalah masa pulih kembali seperti pra hamil yang dimulai setelah
partus selesai atau sampai kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat kandungan pulih
kembali seperti semula. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Sarwono,
2008).
Postpartum adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta
selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum
hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu (Siti Saleha, 2009).
Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas
(puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali
alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum adalah masa 6 minggu sejak bayi
lahir sampai organ-organ reproduksi sampai kembali ke keadaan normal sebelum hamil
( Bobak, 2010).
B Klasifikasi
Klasifikasi masa nifas atau post partum menurut Siti Saleha (2009) yaitu :
1. Puerpenium Dini
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Kondisi dimana pulihnya
seorang ibu sudah diperbolehkan berdiri dan berjalan. Pada masa ini sering terdapat
banyak masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri. Oleh karena itu, bidan
dengan teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran loche,
tekanan darah, dan suhu.
2. Puerpenium Intermedial (24 jam-1 minggu)
Kondisi kepulihan organ genital secara menyeluruh. Pada fase ini bidan
memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lochea
tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan,
serta ibu dapat menyusui dengan baik.
3. Remote Puerperium (1 minggu-6 minggu)
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sempurna terutama bila saat hamil atau
waktu persalinan mengalami komplikasi. Pada periode ini bidan tetap melakukan
perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta konseling KB.
C Manifestasi Klinis
1. Proses involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan, proses ini
dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus.
Uterus, pada waktu hamil penuh beratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi
menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah melahirkan dan 350 gr dua minggu
setelah lahir. Seminggu setelah melahirkan uterus berada di dalam panggul. Pada
masa pasca partum penurunan kadar hormon menyebabkan terjadinya autolisis,
perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan
yang terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah penyebap ukuran uterus sedikit
lebih besar setelah hamil.
2. Kontraksi
Selama 1-2 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang
dan menjadi tidak teratur. Untuk mempertahankan kontraksi uterus, suntikan
oksitosin secara intravena atau intramuskuler diberikan segera setelah plasenta
lahir.
3. Tempat plasenta
Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontraksi vaskular dan trombus
menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan bernodul tidak
teratur.
4. Lochea
Lochea Rubra (cruenta) : Berisi darah segar dan sisa selaput ketuban, sel-sel
dari desidua, verniks kaseosa, lanugo dan mekonium.
Lochea Sanguinolenta : Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir hari ke
3-7 pasca persalinan
Lochea Serosa : berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14
pasca persalinan.
Lochea Alba : cairan putih setelah 2 minggu.
Lochea Purulenta : terjadi infeksi, keluaran cairan seperti nanah berbau busuk.
Lochea stasis : lochea tidak lancar keluarnya
5. Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam pasca partum, serviks
memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk semula.
Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap edematosa, tipis, dan rapuh selama
beberapa hari setelah ibu melahirkan.
6. Vagina dan perineum
Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran
sebelum hami, 6-8 minggu setelah bayi lahir. Rugae atau bagian dari mukosa
lambung yang berlipat lipat akan kembali terlihat pada sekitar minggu keempat,
walaupun tidak akan semenonjol pada wanita nulipara.
7. Abdomen
Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan, abdomenya akan
menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti masih hamil. Diperlukan
sekitar 6 minggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan sebelum hami.
8. Payudara
Konsentrasi hormon yang menstimulasai perkembangan payudara selama wanita
hamil (esterogen, progesteron, human chorionik gonadotropin, prolaktin, krotison,
dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir.
Ibu tidak menyusui
Kadar prolaktin akan menurun dengan cepat pada wanita yang tidak menyusui.
Pada jaringan payudara beberapa wanita, saat palpasi dilakukan pada hari kedua
dan ketiga. Pada hari ketiga atau keempat pasca partum bisa terjadi
pembengkakan. Payudara teregang keras, nyeri bila ditekan, dan hangat jika di
raba.
Ibu yang menyusui
Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan suatu cairan kekuningan,
yakni kolostrum. Setelah laktasi dimula, payudara teraba hangat dan keras
ketika disentuh. Rasa nyeri akan menetap selama sekitar 48 jam. Susu putih
kebiruan dapat dikeluarkan dari puting susu.
D Patofisiologi
Dalam masa post partum / masa nifas, alat-alat genitalia interna maupun
eksterna akan berangsur – angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Perubahan alat alat genital ini dalam keseluruhannya disebut “involusi” disamping
involusi terjadi perubahan – perubahan penting yakni memokonsenterasi dan timbulnya
laktasi yang terakhir ini karena pengaruh lactogenetik hormon dari kelenjar – kelenjar
hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mama. Otot- otot uterus berkontraksi segera post
partum, pembuluh-pembuluh darah yang ada antara nyaman otot-otot uterus akan
terjepit, proses ini menghentikan perdarahan setelah plasenta lahir.
Perubahan – perubahan yang terdapat pada serviks ialah segera post partum
bentuk serviks agak menganga seperti corong, bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri
terbentuk semacam cincin. Perubahan – perubahan yang terdapat pada endometrium
ialah timbulnya trombosis, degenerasi dan nekrosis ditempat implantasi plasenta pada
hari pertama kira – kira setebal 2,5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat
pelepasan desudua basalis yang memakai waktu 2-3 minggu. Ligamen- ligamen dan
diafragma palus serta fasia yang merenggang sewaktu hamil dan partus setelah janin
lahir berangsur angsur kembali seperti sedia kala.
3. Payudara
Konsentrasi hormone yang menstimulasi perkembangan payudara selama wanita
hamil (estrogen, progesterone, HCG, prolaktin, kortisol dan insulin) menurun
dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu yang dibutuhkan hormone-hormon ini
untuk kembali ke kadar sebelum hamil sebagian ditentukan oleh apakah ibu
menyusui atau tidak.
4. Sistem Urinary
Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2-8 minggu, tergantung pada (1)
Keadaan/status sebelum persalinan (2) lamanya partus kala II dilalui (3) besarnya
tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan. Disamping itu, dari hasil
pemeriksaan sistokopik segera setelah persalinan tidak menunjukkan adanya edema
dan hyperemia diding kandung kemih, akan tetapi sering terjadi exstravasasi
(extravasation, artinya keluarnya darah dari pembuluh-pembuluh darah di dalam
badan) kemukosa.
5. Sistem Endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem endokrin,
terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses tersebut. Oksitosin
diseklerasikan dari kelenjer otak bagian belakang. Selama tahap ketiga persalinan,
hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan
kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi
ASI dan sekresi oksitosin. Hal tersebut membantu uterus kembali ke bentuk
normal. Pada wanita yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan pada
permulaan ada rangsangan folikel dalam ovarium yang ditekan. Pada wanita yang
tidak menyusui bayinya tingkat sirkulasi prolaktin menurun dalam 14-21 hari
setelah persalinan, sehingga merangsang kelenjer bawah depan otak yang
mengontrol ovarium kearah permulaan pola produksi estrogen dan progesteron
yang normal, pertumbuhan folikel, ovulasi, dan menstruasi. Selama hamil volume
darah normal meningkat walaupun mekanismenya secara penuh belum dimengerti.
Di samping itu, progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi
perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini sangat mempengaruhi
saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum dan vulva, serta
vagina.
6. Sistem gastrointestinal
Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan. Hal ini umumnya karena
makan padat dan kurangnya berserat selama persalinan. Seorang wanita dapat
merasa lapar dan siap menyantap makanannya dua jam setelah persalinan. Kalsium
sangat penting untuk gigi pada kehamilan dan masa nifas, dimana pada masa ini
terjadi penurunan konsentrasi ion kalsium karena meningkatnya kebutuhan kalsium
pada ibu, terutama pada bayi yang dikandungnya untuk proses pertumbuhan juga
pada ibu dalam masa laktasi.
7. Sistem muskuloskeletal
Beberapa gejala sistem muskuloskeletal yang timbul pada masa pasca partum
antara lain:
1) Nyeri punggung bawah
Nyeri punggung merupakan gejala pasca partum jangka panjang yang sering
terjadi. Hal ini disebabkan adanya ketegangan postural pada sistem
muskuloskeletal akibat posisi saat persalinan.
Penanganan: Selama kehamilan, wanita yang mengeluh nyeri punggung
sebaiknya dirujuk pada fisioterapi untuk mendapatkan perawatan. Anjuran
perawatan punggung, posisi istirahat, dan aktifitas hidup sehari-hari penting
diberikan. Pereda nyeri elektroterapeutik dikontraindikasikan selama kehamilan,
namun mandi dengan air hangat dapat menberikan rasa nyaman pada pasien.
2) Nyeri pelvis posterior
Nyeri pelvis posterior ditunjukan untuk rasa nyeri dan disfungsi area sendi
sakroiliaka. Gejala ini timbul sebelum nyeri punggung bawah dan disfungsi
simfisis pubis yang ditandai nyeri di atas sendi sakroiliaka pada bagian otot
penumpu berat badan serta timbul pada saat membalikan tubuh di tempat tidur.
Nyeri ini dapat menyebar ke bokong dan paha posterior.
Penanganan: pemakaian ikat (sabuk) sakroiliaka penyokong dapat
membantu untuk mengistirahatkan pelvis. Mengatur posisi yang nyaman saat
istirahat maupun bekerja, serta mengurangi aktifitas dan posisi yang dapat
memacu rasa nyeri.
3) Disfungsi simfisis pubis
Merupakan istilah yang menggambarkan gangguan fungsi sendi simfisis
pubis dan nyeri yang dirasakan di sekitar area sendi. Fungsi sendi simfisis pubis
adalah menyempurnakan cincin tulang pelvis dan memindahkan berat badan
melalui pada posisis tegak. Bila sendi ini tidak menjalankan fungsi semestinya,
akan terdapat fungsi/stabilitas pelvis yang abnormal, diperburuk dengan
terjadinya perubahan mekanis, yang dapat mrmpengaruhi gaya berjalan suatu
gerakan lembut pada sendi simfisis pubis untuk menumpu berat badan dan
disertai rasa nyeri yang hebat.
Penanganan: tirah baring selama mungkin; pemberian pereda nyeri;
perawatan ibu dan bayi yang lengkap; rujuk ke ahli fisioterapi untuk latihan
abdomen yang tepat; latihan meningkatkan sirkulasi; mobilisasi secara bertahap;
pemberian bantuan yang sesuai.
8. Lochea
Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam
masa nifas. Pada hari pertama dan kedua lochea rubra atau lochea cruenta, terdiri
atas darah segar bercampur sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, sisa-sisa
verniks kaseosa, lanugo dan mekonium.
Lochea Rubra (cruenta) : Berisi darah segar dan sisa selaput ketuban, sel-sel
dari desidua, verniks kaseosa, lanugo dan mekonium.
Lochea Sanguinolenta : Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir hari ke
3-7 pasca persalinan
Lochea Serosa : berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14
pasca persalinan.
Lochea Alba : cairan putih setelah 2 minggu.
Lochea Purulenta : terjadi infeksi, keluaran cairan seperti nanah berbau busuk.
Lochea stasis : lochea tidak lancar keluarnya.
9. Pembuluh Darah Rahim
Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh-pembuluh darah yang
besar, karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah yang banyak.
Bila pembuluh darah yang besar, tersumbat karena perubahan pada dindingnya dan
diganti oleh pembuluh-pembuluh yang kiri.
10. Vagina dan perineum
Setelah persalinan dinding perut akan longgar tetapi biasanya akan pulih
kembali dalam 6 minggu. Pada wanita yang asthenis / kehilangan kekuatan menjadi
diastasis dari otot-otot rectus abdominis sehingga sebagian dari dinding perut di
garis tengah terdiri dari perineum, fascia tipis dan kulit. Tempat yang lemah dan
menonjol kalau berdiri atau mengejan.
Perubahan vagina, vagina mengecil dan timbul rugae (lipatan-lipatan atau
kerutan-kerutan) kembali. Terjadi robekan perineum pada hampir semua persalinan
pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Bila ada laserasi jalan
lahir atau luka bekas episiotomi (penyayatan mulut serambi kemaluan untuk
mempermudah kelahiran bayi) lakukanlah penjahitan dan perawatan dengan baik.
11. Tanda-tanda Vital
Selama 24 jam pertama, suhu mungkin meningkat menjadi 38ºC, sebagai akibat
meningkatnya kerja otot, dehidrasi dan perubahan hormonal jika terjadi
peningkatan suhu 38ºC yang menetap 2 hari setelah 24 jam melahirkan, maka perlu
dipikirkan adanya infeksi seperti sepsis puerperalis (infeksi selama post partum),
infeksi saluran kemih, endometritis (peradangan endometrium), pembengkakan
payudara, dan lain-lain.
Dalam periode waktu 6-7 jam sesudah melahirkan, sering ditemukan adanya
bradikardia 50-70 kali permenit (normalnya 80-100 kali permenit) dan dapat
berlangsung sampai 6-10 hari setelah melahirkan. Takhikardia kurang sering
terjadi, bila terjadi berhubungan dengan peningkatan kehilangan darah dan proses
persalinan yang lama.
Selama beberapa jam setelah melahirkan, ibu dapat mengalami hipotensi
orthostatik (penurunan 20 mmHg) yang ditandai dengan adanya pusing segera
setelah berdiri, yang dapat terjadi hingga 46 jam pertama. Hasil pengukuran
tekanan darah seharusnya tetap stabil setelah melahirkan. Peningkatan tekanan
sisitolik 30 mmHg dan penambahan diastolik 15 mmHg yang disertai dengan sakit
kepala dan gangguan penglihatan, bisa menandakan ibu mengalami preeklamsia
dan ibu perlu dievaluasi lebih lanjut.
Fungsi pernafasan ibu kembali ke fungsi seperti saat sebelum hamil pada bulan
ke enam setelah melahirkan (Maryunani, 2009).
12. Endometrium
Timbul trombosis, degenerasi dan nekrosis, di tempat implantasi plasenta. Pada
hari-hari pertama, endometrium setebal 12,5 mm akibat pelepasan desidua dan
selaput janin.
Perubahan Psikologis
Adaptasi psikologis post partum menurut teori rubin dibagi dalam 3 periode yaitu
sebagai berikut ;
1. Periode Taking In
1) Berlangsung 1-2 hari setelah melahirkan
2) Ibu pasif terhadap lingkungan. Oleh karena itu, perlu menjaga komunikasi yang
baik.
3) Ibu menjadi sangat tergantung pada orang lain, mengharapkan segala sesuatru
kebutuhan dapat dipenuhi orang lain.
4) Perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan perubahan tubuhnya
5) Ibu mungkin akan bercerita tentang pengalamannya ketika melahirkan secara
berulang-ulang
6) Diperlukan lingkungan yang kondusif agar ibu dapat tidur dengan tenang untuk
memulihkan keadaan tubuhnya seperti sediakala.
7) Nafsu makan bertambah sehingga dibutuhkan peningkatan nutrisi, dan
kurangnya nafsu makan menandakan ketidaknormalan proses pemulihan.
2. Periode Taking Hold
1) Berlangsung 3-10 hari setelah melahirkan
2) Pada fase ini ibu merasa khawatir akan ketidakmampuannya dalam merawat
bayi
3) Ibu menjadi sangat sensitive, sehingga mudah tersinggung. Oleh karena itu,
ibu membutuhkan sekali dukungan dari orang-orang terdekat
4) Saat ini merupakan saat yang baik bagi ibu untuk menerima berbagai
penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya. Dengan begitu ibu dapat
menumbuhkan rasa percaya dirinya.
5) Pada periode ini ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya,
misalkan buang air kecil atau buang air besar, mulai belajar untuk mengubah
posisi seperti duduk atau jalan, serta belajar tentang perawatan bagi diri dan
bayinya.
3. Periode Letting Go
1) Berlangsung 10 hari setelah melahirkan.
2) Secara umum fase ini terjadi ketika ibu kembali ke rumah
3) Ibu menerima tanggung jawab sebagai ibu dan mulai menyesuaikan diri
dengan ketergantungan bayinya
4) Keinginan untuk merawat bayi meningkat
5) Ada kalanya ibu mengalami perasaan sedih yang berkaitan dengan bayinya,
keadaan ini disebut baby blues (Herawati Mansur, 2009).
F Penatalaksanaan
1. Setelah melahirkan pasien diberi KIE dan memilih program KB yang diinginkan
2. Observasi ketat 2 jam post partum
3. 2-5 jam pasca persalinan : Istirahat dan tidur tenang, usahakan mika miki
4. 6 jam setelah persalinan latihan duduk memberikan KIE kebersihan diri, cara
menyusui yang benar.
5. 7 – 8 jam latihan berdiri dan berjalan
6. Mobilisasi
Jelaskan bahwa latihan tertentu sangat membantu seperti :
Dengan tidur terlentang dengan lengan disamping, menarik otot perut selagi
menarik nafas, tahan nafas ke dalam dan angkat dagu ke dada : tahan satu
hitungan sampai 5, rileks dan ulangi 10 x.
Untuk memperkuat tonus otot vagina (latihan kegel).
Berdiri dengan tungkai dirapatkan kencangkan otot-otot, pantat dan pinggul
dan tahan sampai 5 hitungan kendurkan dan ulangi latihan sebanyak 5 kali.
Mulai mengerjakan 5 kali latihan untuk setiap gerakan setiap minggu naikkan
5 kali. Dan pada 6 minggu setelah persalinan ibu harus mengerjakan sebanyak
30 kali.
7. Diet
Ibu menyusui harus mengkonsumsi tambahan kalori 500 tiap hari. Makanan harus
diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang cukup. Pil
besi harus diminum minimal 40 hari pasca melahirkan. Minum sedikitnya 3 liter,
minum zat besi, minum kapsul vitamin A dengan dosis 200.000 unit.
8. Miksi hendaknya dapat dilakukan sendiri mungkin karena kandung kemih yang
penuh dapat menyebabkan perdarahan.
9. Defekasi
Buang air besar harus dapat dilakukan 3-4 hari pasca persalinan, bila tidak bisa
maka diberi obat peroral atau perektal atau klisma.
10. Perawatan Payudara
Menjaga payudara tetap bersih dan kering terutama puting susu
Menggunakan BH yang menyokong payudara
Apabila puting susu lecet oleskan kolostrum atau ASI yang keluar pada sekitar
puting susu setiap kali selesai menyusui. Menyusui tetap dilakukan dari puting
susu yang tidak lecet.
Apabila lecet berat dapat diistirahatkan selama 24 jam. ASI dikeluarkan dan
diminum dengan menggunakan sendok.
Untuk menghilangkan nyeri ibu dapat minum parasetamol 1 tab setiap 4-6 jam.
Apabila payudara bengkak akibat pembendungan ASI, lakukan :
1. Pengompresan payudara dengan menggunakan kain basah dan hangat
selama 5 menit.
2. Urut payudara dari arah pangkal menuju puting atau menggunakan sisir
untuk mengurut arah Z pada menuju puting.
3. Keluarkan ASI sebagian dari bagian depan payudara sehingga puting susu
menjadi lunak.
4. Susukan bayi setiap < 3 jam. Apabila tidak dapat menghisap seluruh ASI
sisanya dikeluarkan dengan tangan.
5. Letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui.
11. Memberikan informasi mengenai kapan waktu yang tepat untuk melakukan
hubungan suami istri kembali setelah post partum
G Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah lengkap
Memberikan informasi tentang jumlah dari sel – sel darah merah (RBC), sel-sel
darah putih (WBC), nilai hematokrin (HT), dan Hemoglobin (HB)
2. Pemeriksaan Urine
Pemeriksaan ini untuk mendeteksi kemungkinan adanya bakteri dalam urine seperti
strepcoccus
3. Pemeriksaan Payudara
Untuk mengetahui apakah terjadi inflamasi dan untuk mengetahui apakah
colostrum sudah keluar apa belum dan untuk mengetahui jumlah produksi ASI
H Komplikasi
1. Perdarahan
Perdarahan lanjut lebih dari 24 jam setelah melahirkan akan mengakibatkan syok
hemoragik dapat berkembang cepat. Tiga penyebab perdarahan anatara lain:
Antonia Uteri
Laserasi jalan lahir
Ratensio Plasenta
2. Infeksi puerperalis dan endometritis
Infeksi saluran reproduksi selama masa post partum. Sedangkan endometritis
merupakan infeksi dalam uterus paling banyak disebabkan oleh infeksi puerperalis
3. Mastitis dan cake breast/ bendungan ASI
Infeksi pada payudara yang diakibatkan karena kesalahan tehnik menyusui dan
disebabkan oleh bakteri sedangkan cake breast payudara mengalami distensi dan
keras.
4. Infeksi Saluran Kemih.
Insiden ini mencapai 2-4% wanita post partum, pembedahan meningkat resiko
infeksi saluran kemih.
5. Post partum depresi
Kasus ini terjadi berangsur-angsur berkembang lambat sampai beberapa minggu.
Ibu bingung dan merasa takut pada dirinya. Tandanya anatara lain kurang
konsentrasi, kesepian tidak nyaman, perasaan cemas dll/
6. Baby blue syndrome
Perasaan sedih yang dibawa ibu sejak hamil yang berhubungan dengan kesulitan
ibu menerima kehadiran bayinya. Perubahan ini sebenarnya merupakan respon
alami dari keleahan pasca persalinan.
A Pengkajian
1. Biodata klien
Biodata klien berisi tentang : Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku, Agama,
Alamat, No. Medical Record, Nama Suami, Umur, Pendidikan, Pekerjaan , Suku,
Agama, Alamat, Tanggal Pengkajian.\
2. Keluhan utama
Hal-hal yang dikeluhkan saat ini dan alasan meminta pertolongan.
3. Riwayat haid
Umur Menarche pertama kali, Lama haid, jumlah darah yang keluar, konsistensi,
siklus haid, hari pertama haid terakhir, perkiraan tanggal partus.
4. Riwayat perkawinan
Kehamilan ini merupakan hasil pernikahan ke berapa ?
5. Riwayat obstetri
1) Riwayat kehamilan
Berapa kali dilakukan pemeriksaan ANC, Hasil Laboratorium : USG, Darah,
Urine, keluhan selama kehamilan termasuk situasi emosional dan impresi,
upaya mengatasi keluhan, tindakan dan pengobatan yang diperoleh.
2) Riwayat persalinan
a Riwayat persalinan lalu : Jumlah Gravida, jumlah partal, dan jumlah abortus,
umur kehamilan saat bersalin, jenis persalinan, penolong persalinan, BB
bayi, kelainan fisik, kondisi anak saat ini.
b Riwayat nifas pada persalinan lalu : Pernah mengalami demam, keadaan
lochia, kondisi perdarahan selama nifas, tingkat aktifitas setelah melahirkan,
keadaan perineal, abdominal, nyeri pada payudara, kesulitan eliminasi,
keberhasilan pemberian ASI, respon dan support keluarga.
c Riwayat persalinan saat ini : Kapan mulai timbulnya his, pembukaan, bloody
show, kondisi ketuban, lama persalinan, dengan episiotomi atau tidak,
kondisi perineum dan jaringan sekitar vagina, dilakukan anastesi atau tidak,
panjang tali pusat, lama pengeluaran placenta, kelengkapan placenta, jumlah
perdarahan.
d Riwayat New Born : apakah bayi lahir spontan atau dengan induksi/tindakan
khusus, kondisi bayi saat lahir (langsung menangis atau tidak), apakah
membutuhkan resusitasi, nilai APGAR skor, Jenis kelamin Bayi, BB,
panjang badan, kelainan kongnital, apakah dilakukan bonding attatchment
secara dini dengan ibunya, apakah langsung diberikan ASI atau susu
formula.
6. Riwayat KB & perencanaan keluarga
Kaji pengetahuan klien dan pasangannya tentang kontrasepsi, jenis kontrasepsi
yang pernah digunakan, kebutuhan kontrasepsi yang akan datang atau rencana
penambahan anggota keluarga dimasa mendatang.
7. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa lalu, bagaimana cara pengobatan yang
dijalani, dimana mendapat pertolongan. Apakah penyakit tersebut diderita sampai
saat ini atau kambuh berulang-ulang ?
8. Riwayat psikososial-kultural
Adaptasi psikologi ibu setelah melahirkan, pengalaman tentang melahirkan, apakah
ibu pasif atau cerewet, atau sangat kalm. Pola koping, hubungan dengan suami,
hubungan dengan bayi, hubungan dengan anggota keluarga lain, dukungan social
dan pola komunikasi termasuk potensi keluarga untuk memberikan perawatan
kepada klien. Adakah masalah perkawinan, ketidak mampuan merawat bayi baru
lahir, krisis keluarga. Blues : Perasaan sedih, kelelahan, kecemasan, bingung dan
mudah menangis. Depresi : Konsentrasi, minat, perasaan kesepian, ketidakamanan,
berpikir obsesif, rendahnya emosi yang positif, perasaan tidak berguna, kecemasan
yang berlebihan pada dirinya atau bayinya. Kultur yang dianut termasuk kegiatan
ritual yang berhubungan dengan budaya pada perawatan post partum, makanan
atau minuman, menyendiri bila menyusui, pola seksual, kepercayaan dan
keyakinan, harapan dan cita-cita.
9. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang diturunkan secara genetic,
menular, kelainan congenital atau gangguan kejiwaan yang pernah diderita oleh
keluarga.
10. Profil keluarga
Kebutuhan informasi pada keluarga, dukungan orang terdekat, sibling, type rumah,
community seeting, penghasilan keluarga, hubungan social dan keterlibatan dalam
kegiatan masyarakat.
11. Kebiasaan sehari-hari
1) Pola nutrisi : pola menu makanan yang dikonsumsi, jumlah, jenis makanan
(Kalori, protein, vitamin, tinggi serat), freguensi, konsumsi snack (makanan
ringan), nafsu makan, pola minum, jumlah, freguensi,.
2) Pola istirahat dan tidur : Lamanya, kapan (malam, siang), rasa tidak nyaman
yang mengganggu istirahat, penggunaan selimut, lampu atau remang-remang
atau gelap, apakah mudah terganggu dengan suara-suara, posisi saat tidur
(penekanan pada perineum).
3) Pola eliminasi : Apakah terjadi diuresis, setelah melahirkan, adakah
inkontinensia (hilangnya infolunter pengeluaran urin), hilangnya kontrol blas,
terjadi over distensi blass atau tidak atau retensi urine karena rasa talut luka
episiotomi, apakah perlu bantuan saat BAK. Pola BAB, freguensi, konsistensi,
rasa takut BAB karena luka perineum, kebiasaan penggunaan toilet.
4) Personal Hygiene : Pola mandi, kebersihan mulut dan gigi, penggunaan
pembalut dan kebersihan genitalia, pola berpakaian, tatarias rambut dan wajah.
5) Aktifitas : Kemampuan mobilisasi beberapa saat setelah melahirkan,
kemampuan merawat diri dan melakukan eliminasi, kemampuan bekerja dan
menyusui.
6) Rekreasi dan hiburan : Situasi atau tempat yang menyenangkan, kegiatan yang
membuat fresh dan relaks.
12. Sexual
Bagaimana pola interaksi dan hubungan dengan pasangan meliputi freguensi koitus
atau hubungan intim, pengetahuan pasangan tentang seks, keyakinan, kesulitan
melakukan seks, continuitas hubungan seksual. Pengetahuan pasangan kapan
dimulai hubungan intercourse pasca partum (dapat dilakukan setelah luka
episiotomy membaik dan lochia terhenti, biasanya pada akhir minggu ke 3).
Bagaimana cara memulai hubungan seksual berdasarkan pengalamannya, nilai
yang dianut, fantasi dan emosi, apakah dimulai dengan bercumbu, berciuman,
ketawa, gestures, mannerism, dress, suara. Pada saat hubungan seks apakah
menggunakan lubrikasi untuk kenyamanan. Posisi saat koitus, kedalaman penetrasi
penis. Perasaan ibu saat menyusui apakah memberikan kepuasan seksual. Faktor-
faktor pengganggu ekspresi seksual : bayi menangis, perubahan mood ibu,
gangguan tidur, frustasi yang disebabkan penurunan libido.
13. Konsep Diri
Sikap penerimaan ibu terhadap tubuhnya, keinginan ibu menyusui, persepsi ibu
tentang tubuhnya terutama perubahan-perubahan selama kehamilan, perasaan klien
bila mengalami opresi SC karena CPD atau karena bentuk tubuh yang pendek.
14. Peran
Pengetahuan ibu dan keluarga tentang peran menjadi orangtua dan tugas-tugas
perkembangan kesehatan keluarga, pengetahuan perubahan involusi uterus,
perubahan fungsi blass dan bowel. Pengetahan tentang keadaan umum bayi, tanda
vital bayi, perubahan karakteristik faces bayi, kebutuhan emosional dan
kenyamanan, kebutuhan minum, perubahan kulit.
Ketrampilan melakukan perawatan diri sendiri (nutrisi dan personal hyhiene,
payu dara) dan kemampuan melakukan perawatan bayi (perawatan tali pusat,
menyusui, memandikan dan mengganti baju/popok bayi, membina hubungan tali
kasih, cara memfasilitasi hubungan bayi dengan ayah, dengan sibling dan
kakak/nenek). Keamanan bayi saat tidur, diperjalanan, mengeluarkan secret dan
perawatan saat tersedak atau mengalami gangguan ringan. Pencegahan infeksi dan
jadwal imunisasi.
15. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum : Tingkat energi, self esteem, tingkat kesadaran.
2) BB, TB, LLA, Tanda Vital normal (RR konsisten, Nadi cenderung bradi cardy,
suhu 36,2-38, Respirasi 16-24)
3) Kepala : Rambut, Wajah, Mata (conjunctiva), hidung, Mulut, Fungsi
pengecapan; pendengaran, dan leher.
4) Breast : Pembesaran, simetris, pigmentasi, warna kulit, keadaan areola dan
puting susu, stimulation nepple erexi. Kepenuhan atau pembengkakan,
benjolan, nyeri, produksi laktasi/kolostrum. Perabaan pembesaran kelenjar
getah bening diketiak.
5) Abdomen : teraba lembut , tekstur Doughy (kenyal), musculus rectus
abdominal utuh (intact) atau terdapat diastasis, distensi, striae. Tinggi fundus
uterus, konsistensi (keras, lunak, boggy), lokasi, kontraksi uterus, nyeri,
perabaan distensi blas.
6) Anogenital : Lihat struktur, regangan, udema vagina, keadaan liang vagina
(licin, kendur/lemah) adakah hematom, nyeri, tegang. Perineum : Keadaan luka
episiotomy, echimosis, edema, kemerahan, eritema, drainage. Lochia (warna,
jumlah, bau, bekuan darah atau konsistensi , 1-3 hr rubra, 4-10 hr serosa, > 10
hr alba), Anus : hemoroid dan trombosis pada anus.
7) Muskoloskeletal : Tanda Homan, edema, tekstur kulit, nyeri bila dipalpasi,
kekuatan otot.
16. Pemeriksaan Laboratorium
1) Darah : Hemoglobin dan Hematokrit 12-24 jam post partum (jika Hb < 10 g%
dibutuhkan suplemen FE), eritrosit, leukosit, Trombosit.
2) Klien dengan Dower Kateter diperlukan culture urine.
B Diagnosa
A. PENGERTIAN
Istilah caesarea berasal dari kata kerja latin caedere yang berarti memotong atau
menyayat (Cunningham, 2006). Sectio caesarea adalah suatu pembedahan guna
melahirkan bayi melalui insisi pada dinding abdomen dan uterus (Oxorn, 2010).
b. Insisi caesarea transversal yaitu insisi dengan menyayat bagian segmen bawah
uterus yang harus dilakukan dengan hati-hati agar sayatan dapat memotong
seluruh ketebalan dinding uterus tetapi tidak melukai janin dibawahnya.
D. MANIFESTASI KLINIK
Persalinan dengan sectio caesaria, memerlukan perawatan yang lebih
Menurut Prawirohardjo (2010), manifestasi klinis pada klien dengan post sectio caesarea,
antara lain :
E. ETIOLOGI / INDIKASI SC
Menurut Oxorn (2010), indikasi sectio caesarea lebih bersifat absolute dan relative.
Setiap keadaan yang tidak memungkinkan kelahiran lewat jalan lahir merupakan indikasi
absolute untuk sectio caesarea. Diantaranya adalah panggul sempit yang sangat berat dan
neoplasma yang menyumbat jalan lahir. Pada indikasi, kelahiran pervaginam bisa
terlaksana tetapi dengan keadaan tertentu membuat kelahiran lewat sectio caesarea akan
lebih aman bagi ibu, anak ataupun keduanya. Faktor-faktor yang menyebabkan perlunya
tindakan sectio caesarea yaitu :
1. Faktor ibu
a. Disporporsi fetopelvic, mencakup panggul sempit, fetus terlalu besar, atau adanya
ketidakseimbangan antara ukuran bayi dan ukuran pelvic.
c. Neoplasma
Neoplasma yang menyumbat pelvis menyebabkan persalinan normal tidak
mungkin dilakukan. Kanker invasif yang didiagnosa pada trimester ketiga dapat
diatasi dengan sectio caesarea yang dilanjutkan dengan terapi radiasi,
pembedahan radikal atau keduanya.
h. Diabetes maternal
i. Infeksi virus herpes pada traktus genitalis.
2. Faktor janin
a. Gawat janin
Disebut gawat janin, bila ditunjukkan dengan adanya bradikardi berat atau
takikardi. Namun gawat janin tidak menjadi indikasi utama dalam peningkatan
angka sectio caesarea. Stimulasi oxytocin menghasilkan abnormalitas pada
frekuensi denyut jantung janin. Keadaan gawat janin pada tahap persalinan
memungkinkan dokter memutuskan untuk melakukan operasi. Terlebih apabila
ditunjang kondisi ibu yang kurang mendukung. Sebagai contoh, bila ibu
menderita hipertensi atau kejang pada rahim dapat mengakibatkan gangguan pada
plasenta dan tali pusar yaitu aliran darah dan oksigen kepada janin menjadi
terganggu. Kondisi ini dapat mengakibatkan janin mengalami gangguan seperti
kerusakan otak. Bila tidak segera ditanggulangi, maka dapat menyebabkan
kematian janin (Oxorn, 2010).
b. Ukuran Janin
Berat bayi lahir sekitar 4000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayi
sulit keluar dari jalan lahir. Umumnya pertumbuhan janin yang berlebihan
disebabkan sang ibu menderita kencing manis (diabetes mellitus). Bayi yang lahir
dengan ukuran yang besar dapat mengalami kemungkinan komplikasi yang lebih
berat daripada bayi normal karena sifatnya masih seperti bayi prematur yang tidak
bisa bertahan dengan baik terhadap persalinan yang lama (Oxorn, 2010).
F. PATOFISIOLOGI
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan
bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan
lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus
lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi
tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea
(SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas.
Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak
mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul
masalah defisit perawatan diri.
G. KONTRAINDIKASI
Menurut Oxorn, (2010) sectio caesarea tidak boleh dilakukan bila terdapat keadaan
sebagai berikut :
1. Bila janin sudah mati atau berada dalam keadaan yang jelek sehingga
kemungkinan hidup kecil. Dalam keadaan ini tidak ada alasan untuk melakukan
operasi berbahaya yang tidak diperlukan.
2. Bila jalan lahir ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas untuk sectio caesarea
extraperitoneal tidak tersedia.
3. Bila dokter dan tenaga asisten tidak berpengalaman atau memadai.
H. KOMPLIKASI
Menurut Oxorn (2010) komplikasi dari sectio caesarea adalah :
1. Perdarahan disebabkan karena :
a. Atonia Uteri
b. Pelebaran insisi uterus
c. Kesulitan mengeluarkan plasenta
d. Hematoma ligament latum (broad ligament)
2. Infeksi Puerperal (nifas)
a. Traktus genitalia
b. Insisi
c. Traktus urinaria
d. Paru-paru dan traktus respiratorius atas
3. Thrombophlebitis
4. Cidera, dengan atau tanpa fistula
a. Traktus urinaria
b. Usus
5. Obstruksi usus
a. Mekanis
b. Paralitik
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra
operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis / kultur urine
5. Pemeriksaan elektrolit
a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa
diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah
tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan
jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air
putih dan air teh.
c. Mobilisasi
a) Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
b) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
c) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
d) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta
untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
e) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
f) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari
ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya
terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan
penderita.
e. Pemberian obat-obatan
a) Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat berbeda-beda setiap institusi
b) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1. Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
2. Oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3. Injeksi : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
c) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobion I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus
dibuka dan diganti
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah,
nadi,dan pernafasan.
h. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak
menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa
banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.
II. KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan meliputi
distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps tali pust,
abrupsio plasenta dan plasenta previa.
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara pencegahan,
penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan tubuhnya akan
menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari keinginan untuk
menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas pada
aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas
didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing selama masa
nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi
dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan
BAB.
5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya kehadiran
sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan orang lain.
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan nyeri perut
akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya
pengetahuan merawat bayinya
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih menjelang
persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri antara lain dan body
image dan ideal diri
10) Pola reproduksi dan social
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi dari
seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.
C. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
10) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus,
karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
11) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat,
pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
D. Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada ibu post SC yaitu :.
1. Nyeri akut berhubungan dengan injury fisik jalan lahir.
2. Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal atau
familiar dengan sumber informasi tentang cara perawatan bayi.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelelahan sehabis bersalin
4. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi
No Diagnosa SLKI SIKI
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Observasi
berhubungan
intervensi selama 24 1. Identifikasi lokasi,
dengan injury
fisik jalan lahir. jam maka nyeri karakteristik, durasi, frekuensi,
menurun dengan kualitas, intensitas nyeri
kriteria hasil : 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri 3. Identifikasi respon nyeri non
menurun verbal
2. Meringis menurun 4. Identifikasi pengaruh nyeri
3. Gelisah menurun pada kualitas hidup
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi ras nyeri
2. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan stragtegi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
2. Jelaskan stragtegi meredakan
nyeri
3. Ajarkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2. Deficit Setelah dilakukan Observasi :
pengetahuan tindakan keperawatan 1. Identifikasi kesiapan dan
24 jam diharapkan kemampuan menerima
berhubungan
pengetahuan meningkat informasi
dengan kurang dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi faktor-faktor yang
1. Perilaku sesuai dapat meningkatkan dan
terpapar informasi
anjuran menurunkan motivasi hidup
2. Verbalisasi minat bersih dan sehat
dalm belajar Teraupetik
1. Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai kesepakatan
2. Berikan kesempatan untuk
bertanya
Edukasi :
1. Jelaskan faktor risiko yang
dapat mempengaruhi
kesehatan
2. Ajarkan perilaku yang bersih
dan sehat
3. Setelah dilakukan Observasi:
Resiko infeksi
berhubungan tindakan keperawatn
dengan luka 1. Monitor tanda dan gejala
selama 24 jam
operasi
infeksi local dan sistemik
diharpakan derajat
infeksi menurun dengan
Terapeutik:
kriteria hasil:
1. Batasi jumlah pengunjung
1. Nafsu makan
meningkat 2. Berikan perawatan kulitpada
lokasi edema
2. Demam menurun
3. Cuci tangan sebelum dan
3. Kemerahan
sesudah kontak dengan pasien
menurun
atu lingkungan pasien
4. Nyeri menurun
4. Edukasi
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI
1. IDENTITAS
Nama pasien : Ny.K Nama suami : Tn.I
Umur : 23 Thn Umur : 26 Thn
Suku/Bangsa : Jawa Suku/Bangsa : Jawa
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Kediri Alamat : Kediri
Status perkawinan : Sah Penghasilan :..........................
Penghasilan :.........................
2. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. RIWAYAT OBSTETRI
A. Riwayat Menstruasi :
Masalah keperawatan:..............................................................
C. GENOGRAM
Keterangan:
Masalah keperawatan:.............................................................
Melaksanakan KB : ( ) ya ( ) tidak
1. Pola nutrisi
Keterangan Sebelum sakit Saat sakit/
selama sakit
Frekuensi 3x sehari 3xsehari ½
porsi
Jenis Nasi putih Bubur
Porsi
Total
konsumsi
Keluhan Tidak ada Tidak nafsu
keluhan makan
2. Pola eliminasi
BAK
Keterangan Sebelum Saat sakit
sakit
Frekuensi 3-4x 1-2x sehari
Pancaran
Jumlah
Bau amoniak Amoniak
Warna Kekuningan kekuningan
Keluhan saat BAK Tidak ada Tidak ada
keluhan keluhan
Total produksi urin
BAB
Keterangan Sebelum Saat sakit
sakit
Frekuensi 1x sehari 1xselama sakit
Konsistensi padat Sedikit lembek
Bau Khas tinja Khas tinja
Warna Kuning Kuing
keemasan keemasan
Keluhan saat BAB Tidak ada Takut BAB
keluhan
a. Mandi
Frekwensi : 2x/hari
Sabun : Ya
b. Oral hygiene
Frekwensi : 2x/hari
Waktu : makan
c. Cuci rambut
Frekwensi : 1 x/hari
Shampo : ya
Waktu bekerja :
( ) Pagi ( ) sore ( ) Malam
Merokok : Tidak
9. PEMERIKSAAN FISIK
Gigi : Kebersihan, ada karies atau tidak, ada ginggivitas atau tidak
Kotor ada karies gigi
Mamae : masih teraba lunak pada hari I dan II post partum, mulai keluar
Kolustrum, hari III hangat dan berisi , hari IV keras dan produksi ASI meningkat
Hari ke-2 asi belum bias keluar,
Abdomem : ada bekas luka Operasi atau tidak, adakah pembesaran hati dan lien
serta keadaan kandung kemih, adanya linea nigra, striae gravidarum, TFU, kontur kulit,
palpasi supra pubik untuk mendeteksi bladder distensi, kontraksi uterus
Adaluka bekas operasi SC, tidak ada pembesaran hati dan lien, TFU 2jari diatas PX
Ekstermitas
Superior : Kesimetrisan, keadaan kuku ( bersih atau tidak, panjang atau
pendek, pucat atau tidak )
Bersih, pendek
Inferior : Keseimetrisan , keadaan kuku ( bersih atau tidak, panjang atau tidak,
pucat atau tidak, ada varices atau tidak ada tromboplebitis atau tidak )
Bersih, pendek tidak ada varises
Genetalia
-Perinium : Intack, ruptur, episiotomi, tanda – tanda REEDA, jenis episiotomi
.
- Lochea
Rubra
- Rectum
.....................................................................................................
10. Data Penunjang
1. Laboratorium :…………………………………………………………
A. DATA PENUNJANG
- HB
- HT
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
ANALISA DATA
N ANALISA DATA ETIOLOGI MASALAH
O KEPERAWATAN
1. Ds : Insisi Jaringan Nyeri Akut berhubungan
-Pasien mengatakan nyeri dengan agen pencidera
didaerah luka jahitan. fisik
-Pasien mengatakan nyeri Terputusnya
didaerah sekitar luka jahitan kontinuitas jaringan
saat bergerak.
Do :
-Pasien tampak meringis Pengeluaran
kesakitan mediator nyeri
-Pasien tampak luka jahitan
pada pada abdomen.
P : nyeri karena jahitan post Merangsang neuro
SC. Reseptor
Q : cekit – cekit.
R : Nyeri didaerah luka jahitan.
S:3
T : Hilang timbul.
TTV:
TD: 150/90 mmHg
RR: 20x/mnt
N: 88x/mnt
S: 36,6
2. DS: Post SC Gangguan Mobilitas fisik
-pasien mengatakan aktifitas di berhubungan dengan
bantu keluarga General Anastesi efek agen farmakologis
-pasien mengeluh masih belum
bisa menggerakan anggota
badannya peurunan kesadaran
-pasien mengatakan cemas saat
mau menggerakan badanya Bedrest
DO:
- pasien tampak lemah
-TTV :
TD : 150/100 mmHg
N : 88 x / menit
Suhu : 36,7 oC
RR : 20x/mnt
3. DS : Post Sc Deficit pengetahuan
- Pasien mengatakan bahwa berubungan dengan
cemas dengan kondisinya Kurang terpapar kurang terpaparinformasi
yang sekarang karena asi informasi
belim bisa keluar
- Pasien merasa tidak Kesalahan
berguna juga ketakutan interprestasi
bagaimana jika ASI nya
tetap tidak bisa keluar Kurang pengetahuan
DO :
- Pasien sering bertanya terus
kepada perawat tentang
kondisinya
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
INTERVENSI
N MASALAH LUARAN INTERVENSI
O KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri
berhubungan dengan intervensi selama 3x8 Observasi
agen pencidera fisik jam maka nyeri menurun 1. Identifikasi lokasi,
dengan kriteria hasil : karakteristik, durasi,
1. Keluhan nyeri frekuensi, kualitas,
menurun intensitas nyeri
2. Meringis menurun 2. Identifikasi skala nyeri
3. Gelisah menurun 3. Identifikasi respon nyeri
4. Frekuensi nadi non verbal
membaik 4. Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas hidup
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi ras nyeri
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan stragtegi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu nyeri
2. Jelaskan stragtegi
meredakan nyeri
3. Ajarkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Observasi
intervensi selama 2 x 24 1. Identifikasi adanya nyeri
fisik berhubungan
diharapkan mobilitas atau keluhan fisik lainnya
dengan agen fisik meningkat dengan 2. Identifikasi toleransi fisik
kriteria hasil : melakukan pergerkan
farmakologis
1. Pergerakan 3. Monitor frekuensi jantung
ekstermitas dan tekanan darah sebelum
meningkat melakukan mobilisasi
2. Kekuatan otot 4. Monitor kondisi umum
meningkat selama mobilisasi
3. ROM meningkat Terapeutik
4. Kelemahan fisik 1. Fasilitasi aktivitas
menurun mobilisasi (mis: pagar
tempat tidur)
2. Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi
sederhana (mis: duduk
ditempat tidur, duduk
disisi tempat tidur,
pindah dari tempat tidur
ke kursi)
3. Deficit pengetahuan Setelah dilakukan Edukasi kesehatan
berhubungan dengan tindakan keperawatan Observasi
kurang terpapar 1x24 jam diharapkan 1. Identifiksi kesiapan
informasi tingkat pengetahuan dan kemampuan
membaik dengan kriteria menerima informasi
hasil 2. Identifikai factor-faktor
: yang dapapt
1. Perilaku sesuai meningkatkan dan
anjuran meningkat menurunkan motivasi
2. Perilaku sesuai perilaku dan hidup
pengetahuan bersih dan sehat
meningkat Terapeutik
3. Persepsi yang keliru 1. Sediakan materi dan
terhadap masalah media pendidikan
menurun belajar
2. Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan
3. Berikan kesepatan unuk
bertanya
Edukasi
1. Jelaskan factor resiko
yang dapat
mempengaruhi
kesehatan
2. Ajarkan perilaku hidup
bersih dan sehat
3. Ajarkan strategi yng
dapat digunkan untuk
membantu
meningkatakan perilaku
hidup bersih dan sehat.
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
Sutherland ER, Kraft M, Crapo JD. Diagnosis and Treatment of Asthma. In : Crapo JD,
Glassroth J, Karlinsky JB, King TE, editors. Baum’s textbook of Pulmonary Diseases.
Supriyanto B, Wahyudin B. Patogenesis dan patofisiologi asma anak. Dalam: Rahajoe NN,
Supriyatno B, Setyanto DB, editor. Buku ajar respirologi anak. Edisi pertama. Jakarta : BP
Ikatan Dokter anak Indonesia 2010
Kleigman RM, Jenson HB, Marcdante KJ, Behrman RE. Asthma. In : Nelson Essentials
of Pediatrics. Fifth Edition. Philadelphia : Elsevier Saunders 2013; p 396-405.
Nataprawira HM. Diagnosis Asma pada anak. Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto
DB, editor. Buku ajar respirologi anak. Edisi pertama. Jakarta : BP Ikatan Dokter anak
Indonesia 2012; h 105-19.
Kleigman RM, Jenson HB, Marcdante KJ, Behrman RE. Asthma. In : Nelson Essentials of
Pediatrics. Fifth Edition.
Depkes RI. Pedoman pengendalian asma. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2012.
Rahajoe NN. Tatalaksana jangka panjang asma pada anak. Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B,
Setyanto DB, editor. Buku ajar respirologi anak. Edisi pertama. Jakarta : BP Ikatan Dokter
anak Indonesia 2012