Anda di halaman 1dari 73

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

MATERNITAS PADA NY.K DENGAN KASUS PEB

DEPARTEMEN KEPERAWATAN MATERNITAS

Oleh :
LAILY NURHANITA
40220015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN

DEPARTEMEN KEPERAWATAN MATERNITAS

Nama Mahasiswa : Laily Nurhanita


NIM : 40220015
Nama Institusi : Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri

Kediri, November 2020


Mengetahui,
Dosen Pembimbing Kaprodi

Elly Isnaini, S.Kep, Ns., M.Kes Sri Wahyuni , S.Kep, Ns., M. Kep
NIK. NIK.
A. Konsep Pre Eklamsi Berat
1. Definisi
Pre – eklampsi adalah suatu sindrom klinik dalam kehamilan viable / usia
kehamilan > 20 minggu dan atau berat janin 500 gram yang ditandai
denganhypertensi, protein urine dan oedema ( Icemi,wahyu, 2013). Preeklampsi
berat (PEB) adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya
hipertensi dengan tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih yang disertai proteinuria
dan edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (akhir triwulan kedua sampai
triwulan ketiga) atau bisa lebih awal terjadi.

PEB adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan
nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menjukkan
tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya
biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih. (Nanda, 2012)

2. Klasifikasi Pre eklamsia

a. Pre eklamsia ringan

Pre eklamsia ringan ditandai dengan:

 Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi
berbaring terlentang; kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih dari tensi
baseline (tensi sebelum kehamilan 20 minggu); dan kenaikan sistolik
30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2
kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, atau berada dalam
interval 4-6 jam.
 Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; kenaikan berat badan 1 kg
atau lebih dalam seminggu.
 Proteinuria kuantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kualitatif 1 + atau 2 +
pada urin kateter atau midstream (aliran tengah).
b. Pre eklamsia berat
Pre eklamsia berat ditandai dengan:

 Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.


 Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
 Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .
 Adanya gangguan serebral atau kesadaran, gangguan visus atau
penglihatan, dan rasa nyeri pada epigastrium.

 Terdapat edema paru dan sianosis


 Kadar enzim hati (SGOT, SGPT) meningkat disertai ikterik.
 Perdarahan pada retina.
 Trombosit kurang dari 100.000/mm.

3. Etiologi

Penyebab pre-eklampsia belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap sebagai
"maladaptation syndrome" akibat penyempitan pembuluh darah secara umum yang
mengakibatkan iskemia plasenta (ari-ari) sehingga berakibat kurangnya pasokan
darah yang membawa nutrisi ke janin. Namun ada beberapa faktor predisposisi
terjadinya pre eklamsia, diantaranya yaitu:

a) Primigravida atau primipara mudab (85%).


b) Grand multigravida
c) Sosial ekonomi rendah.
d) Gizi buruk.
e) Faktor usia (remaja; < 20 tahun dan usia diatas 35 tahun).
f) Pernah pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya.
g) Hipertensi kronik.
h) Diabetes mellitus.
i) Mola hidatidosa.
j) Pemuaian uterus yang berlebihan, biasanya akibat dari kehamilan ganda
atau polihidramnion (14-20%).
k) Riwayat keluarga dengan pre eklamsia dan eklamsia (ibu dan saudara
perempuan).
l) Hidrofetalis.
m)Penyakit ginjal kronik.
n) Hiperplasentosis: mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, bayi
besar, dan diabetes mellitus.
o) Obesitas.
p) Interval antar kehamilan yang jauh.
4. Manifestasi Klinis
Menurut Trijatmo (2005), gejala subjektif pada preeklamsia yaitu :

a. Sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia.

b. Penglihatan kabur.

c. Nyeri di daerah epigastrium.

d. Mual atau muntah-muntah.

e. Tekanan darah akan meningkat lebih tinggi.

f. Edema dan proteinuria bertambah meningkat.

Selain gejala subjektif preeklamsia di atas, tanda dan gejala preeklamsia

ringan diantaranya:

a. Kenaikan tekanan darah sistolik 140 mmHg sampai kurang dari 160

mmHg; diastolik 90 mmHg sampai kurang dari 110 mmHg.

b. Proteinuria : didapatkannya protein di dalam pemeriksaan urin (air seni).

c. Edema (penimbunan cairan) pada betis, perut, punggung, wajah atau

tangan.

Sedangkan tanda dan gejala pada preeklamsia berat diantaranya :

a. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg.

b. Tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg.

c. Peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus (kuning).

d. Trombosit < 100.000/mm3.

e. Oliguria (jumlah air seni < 400 ml/24 jam).

f. Proteinuria (protein dalam air seni > 3 g/L).

g. Nyeri ulu hati.

h. Gangguan penglihatan atau nyeri kepala bagian depan yang berat.

i. Perdarahan di retina (bagian mata).


j. Edema (penimbunan cairan) pada paru.

k. Koma.

5. Patofisiologi

Pada preeklampsia terdapat penurunan aliran darah. Perubahan ini


menyebabkan prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia
uterus. Keadaan iskemia pada uterus, merangsang pelepasan bahan
tropoblastik yaitu akibat hiperoksidase lemak dan pelepasan renin uterus.
Bahan tropoblastik berperan dalam proses terjadinya endotheliosis yang
menyebabkan pelepasan tromboplastin. Tromboplastin yang dilepaskan
mengakibatkan pelepasan tomboksan dan aktivasi/ agregasi trombosit
deposisi fibrin. Pelepasan tromboksan akan menyebabkan terjadinya
vasospasme sedangkan aktivasi/agregasi trombosit deposisi fibrin akan
menyebabkan koagulasi intravaskular yang mengakibatkan perfusi darah
menurun dan konsumtif koagulapati. Konsumtif koagulapati mengakibatkan
trombosit dan faktor pembekuan darah menurun dan menyebabkan
gangguan faal hemostasis. Renin uterus yang di keluarkan akan mengalir
bersama darah sampai organ hati dan bersama- sama angiotensinogen
menjadi angiotensin I dan selanjutnya menjadi angiotensin II. Angiotensin II
bersama tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme.
Vasospasme menyebabkan lumen arteriol menyempit. Lumen arteriol yang
menyempit menyebabkan lumen hanya dapat dilewati oleh satu sel darah
merah. Tekanan perifer akan meningkat agar oksigen mencukupi kebutuhan
sehingga menyebabkan terjadinya hipertensi. Selain menyebabkan
vasospasme, angiotensin II akan merangsang glandula suprarenal untuk
mengeluarkan aldosteron. Vasospasme bersama dengan koagulasi
intravaskular akan menyebabkan gangguan perfusi darah dan gangguan
multi organ.

Gangguan multiorgan terjadi pada organ- oragan tubuh diantaranya otak,


darah, paru- paru, hati/ liver, renal dan plasenta. Pada otak akan dapat
menyebabkan terjadinya edema serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan
tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial yang meningkat menyebabkan
terjadinya gangguan perfusi serebral, nyeri dan terjadinya kejang sehingga
menimbulkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada darah akan terjadi
endotheliosis menyebabkan sel darah merah dan pembuluh darah pecah.
Pecahnya pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya pendarahan,
sedangkan sel darah merah yang pecah akan menyebabkan terjadinya
anemia hemolitik. Pada paru-paru, LADEP akan meningkat menyebabkan
terjadinya kongesti vena pulmonal, perpindahan cairan sehingga akan
mengakibatkan terjadinya edema paru. Edema paru akan menyebabkan
terjadinya gangguan pertukaran gas. Pada hati, vasokontriksi pembuluh
darah akan menyebabkan gangguan kontraktilitas miokard sehingga
menyebabkan payah jantung dan memunculkan diagnosa keperawatan
penurunan curah jantung. Pada ginjal, akibat pengaruh aldosteron, terjadi
peningkatan reabsorpsi natrium dan menyebabkan retensi cairan dan dapat
menyebabkan terjadinya edema sehingga dapat memunculkan diagnosa
keperawatan kelebihan volume cairan. Selin itu, vasospasme arteriol pada
ginjal akan meyebabkan penurunan GFR dan permeabilitas terhadap protein
akan meningkat. Penurunan GFR tidak diimbangi dengan peningkatan
reabsorpsi oleh tubulus sehingga menyebabkan diuresis menurun sehingga
menyebabkan terjadinya oligouri dan anuri. Oligouri atau anuri akan
memunculkan diagnosa keperawatan gangguan eliminasi urin. Permeabilitas
terhadap protein yang meningkat akan menyebabkan banyak protein akan
lolos dari filtrasi glomerulus dan menyenabkan proteinuria. Pada mata, akan
terjadi spasmus arteriola selanjutnya menyebabkan edema diskus optikus
dan retina. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya diplopia dan
memunculkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada plasenta penurunan
perfusi akan menyebabkan hipoksia/anoksia sebagai pemicu timbulnya
gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra
Uterin Growth Retardation serta memunculkan diagnosa keperawatan risiko
gawat janin.

Hipertensi akan merangsang medula oblongata dan sistem saraf


parasimpatis akan meningkat. Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi
traktus gastrointestinal dan ekstrimitas. Pada traktus gastrointestinal dapat
menyebabkan terjadinya hipoksia duodenal dan penumpukan ion H
menyebabkan HCl meningkat sehingga dapat menyebabkan nyeri epigastrik.
Selanjutnya akan terjadi akumulasi gas yang meningkat, merangsang mual
dan timbulnya muntah sehingga muncul diagnosa keperawatan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Pada ektremitas
dapat terjadi metabolisme anaerob yang menyebabkan ATP diproduksi
dalam jumlah yang sedikit yaitu 2 ATP dan pembentukan asam laktat.
Terbentuknya asam laktat dan sedikitnya ATP yang diproduksi akan
menimbulkan keadaan cepat lelah, lemah sehingga muncul diagnosa
keperawatan intoleransi aktivitas. Keadaan hipertensi akan mengakibatkan
seseorang kurang terpajan informasi dan memunculkan diagnosa
keperawatan kurang pengetahuan.
6. WOC
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan pre eklamsia yaitu
sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Laboratorium

1) Pemeriksaan Darah Lengkap dan Apusan Darah


a) Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal
hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr%).
b) Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%).
c) Trombosit menurun (nilai rujukan 150.000-450.000/mm3)
2) Urinalisis
Ditemukan protein dalam urine.
3) Pemeriksaan Fungsi Hati
a) Bilirubin meningkat (N= < 1 mg/dL).
b) LDH (laktat dehidrogenase) meningkat.
c) Aspartat aminomtransferase (AST) > 60 uL.
d) Serum Glutamat Pirufat Transaminase (SGPT) meningkat (N= 15-45
u/ml)
e) Serum Glutamat Oxaloacetic transaminase (SGOT) meningkat (N= <
31 u/ml)
f) Total protein serum menurun (N= 6,7 – 8,7 g/dL)
4) Tes Kimia Darah
Asam urat meningkat > 2,7 mg/dL, dimana nilai normalnya
yaitu 2,4 – 2,7 mg/dL

b. Pemeriksaan Radiologi
1) Ultrasonografi (USG).
Hasil USG menunjukan bahwa ditemukan retardasi
perteumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intrauterus lambat,
aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.

2) Kardiotografi
Hasil pemeriksaan dengan menggunakan kardiotografi
menunjukan bahwa denyut jantung janin lemah.

8. Penatalaksanaan
A. Pencegahan atau Tindakan preventif

a. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu secara teliti,


mengenali tanda- tanda sedini mungkin (pre-eklamsi ringan), lalu
diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih
berat.
b. Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre-eklemsi
kalau ada faktor-faktor predisposisi.
c. Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan,
serta pentingnya mengatur diet rendah garam, lemak, serta karbohidrat
dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang
berlebihan
B. Penatalaksanaan atau Tindakan kuratif
Tujuan utama penatalaksanaan atau penanganan adalah untuk mencegah
terjadinya pre-eklamsia berlanjut dan eklamsia, sehingga janin bisa lahir hidup
dan sehat serta mencegah trauma pada janin seminimal mungkin.
a. Penanganan pre eklamsia ringan
Pengobatan hanya bersifat simtomatis dan selain rawat inap, maka penderita
dapat dirawat jalan dengan skema periksa ulang yang lebih sering, misalnya 2
kali seminggu. Penanganan pada penderita rawat jalan atau rawat inap adalah
dengan istirahat ditempat, diit rendah garam, dan berikan obat-obatan seperti
valium tablet 5 mg dosis 3 kali sehari atau fenobarbital tablet 30 mg dengan
dosis 3 kali 1 sehari. Diuretika dan obat antihipertensi tidak dianjurkan, karena
obat ini tidak begitu bermanfaat, bahkan bisa menutupi tanda dan gejala pre-
eklampsi berat. Bila gejala masih menetap, penderita tetap dirawat
inap.Monitor keadaan janin : kadar estriol urin, lakukan aminoskopi, dan
ultrasografi, dan sebagainya.Bila keadaan mengizinkan, barulah dilakukan
induksi partus pada usia kehamilan minggu 37 ke atas.
b. Penanganan pre eklamsia berat
a) Pre eklamsia berat pada kehamilan kurang dari 37 minggu.
 Jika janin belum menunjukan tanda-tanda maturitas paru-paru dengan uji
kocok dan rasio L/S, maka penanganannya adalah sebagai berikut:
1) Berikan suntikan sulfas magnesikus dengan dosis 8 gr intramuskular
kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr itramuskular selama
tidak ada kontraindikasi.
2) Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas magnesikus
dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai kriteria pre-
eklamsia ringan kecuali ada kontraindikasi.
3) Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa, dan keadaan janin dimonitor, serta
berat badan ditimbang seperti pada pre eklamsia ringan, sambil
mengawasi timbulnya lagi gejala.
4) Jika dengan terapi diatas tidak ada perbaikan dilakukan terminasi
kehamilan dengan induksi partus atau tindakan lain tergantung
keadaan.
 Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda
kematangan paru janin, maka penatalaksanaan kasus sama
seperti pada kehamilan diatas 37 minggu.

b) Pre eklamsia berat pada kehamilan lebih dari 37 minggu.


1) Penderita dirawat inap

 Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi.


 Berikan diet rendah garam dan tinggi protein.

 Berikan suntikan sulfas magnesikus 8 gr intramuskular, 4 gr


digluteus kanan dan 4 gr digluteus kiri.
 Suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam.

 Syarat pemberian MgSO4 adalah refleks patella positif;


diuresis 100 cc dalam 4 jam terakhir; respirasi 16 kali per
menit, dan harus tersedia antidotumnya yaitu kalsium
glukonas 10% dalam ampul 10 cc.
 Infus dekstrosa 5% dan ringer laktat.

2) Berikan obat anti hipertensif : injeksi katapres 1 ampul IM dan


selanjutnya dapat diberikan tablet katapres 3 kali ½ tablet atau 2
kali ½ tablet sehari.
3) Diuretika tida diberikan kecuali bila terdapat edema umum,
edema paru dan kegagalan jantung kongestif. Untuk itu dapat
disuntikan 1 ampul IV lasix.
4) Segera setelah pemberian sulfas magnesikus kedua, dilakukan
induksi partus dengan atau tanpa amniotomi. Untuk induksi
dipakai oksitosin (pitosin atau sintosinon) 10 satuan dalam infus
tetes.
5) Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau forceps,
jadi ibu dilarang mengedan.
6) Jangan diberikan methergin postpartum, kecuali bila terjadi
perdarahan yang disebabkan atonia uteri.
7) Pemberian sulfas magnesikus, kalau tidak ada kontraindikasi,
kemudian diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam dalam 24
jam post partum.
8) Bila ada indikasi obstetrik dilakukan seksio sesarea.
9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan pre eklamsia tergantung pada
derajat pre eklamsia yang dialami. Namun yang termasuk komplikasi pre eklamsia
antara lain:
A. Komplikasi pada Ibu
 Eklamsia.
 Tekanan darah meningkat dan dapat menyebabkan perdarahan otak
dan gagal jantung mendadak yang berakibat pada kematian ibu.
 Gangguan fungsi hati: Sindrom HELLP (Hemolisis, Elevated, Liver,
Enzymes and Low Plateleted) dan hemolisis yang dapat
menyebabkan ikterik. Sindrom HELLP merupakan singkatan dari
hemolisis (pecahnya sel darah merah), meningkatnya enzim hati,
serta rendahnya jumlah platelet/trombosit darah. HELLP syndrome
dapat secara cepat mengancam kehamilan yang ditandai dengan
terjadinya hemolisis, peningkatan kadar enzim hati, dan hitung
trombosit rendah. Gejalanya yaitu mual, muntah, nyeri kepala, dan
nyeri perut bagian kanan atas.
 Solutio plasenta.
 Hipofebrinogemia yang berakibat perdarahan.
 Gangguan fungsi ginjal: oligo sampai anuria.
 Perdarahan atau ablasio retina yang dapat menyebabkan kehilangan
penglihatan untuk sementara.
 Aspirasi dan edema paru-paru yang dapat mengganggu pernafasan.
 Cedera fisik karena lidah tergigit, terbentur atau terjatuuh dari
tempat tidur saat serangan kejang.
 DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) atau kelainan
pembekuan darah.
B. Komplikasi pada Janin
 Hipoksia karena solustio plasenta.
 Terhambatnya pertumbuhan janin dalam uterus sehingga terjadi
peningkatan angka morbiditas dan mortalitas perinatal.
 Asfiksia mendadak atau asfiksia neonatorum karena spasme
pembuluh darah dan dapat menyebabkan kematian janin (IUFD).
 Lahir prematur dengan risiko HMD (Hyalin Membran Disease).
B. Asuhan Keperawatan Teori
A. PENGKAJIAN

1. Data Subjektif
1) Umur biasanya sering terjadi pada primigravida , < 20 tahun atau > 35
tahun
2) Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tekanan darah,
adanya edema, pusing, nyeri epigastrium, mual, muntah, penglihatan
kabur, pertambahan berat badan yang berlebihan yaitu naik > 1
kg/minggu, pembengkakan ditungkai, muka, dan bagian tubuh lainnya,
dan urin keruh dan atau sedikit (pada pre eklamsia berat < 400 ml/24 jam).
3) Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler
esensial, hipertensi kronik, DM.
4) Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa,
hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia
sebelumnya
5) Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok
maupun selingan
6) Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan
kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi
resikonya.
2. Data Objektif
A. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam.
2. Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, dan lokasi edema.
3. Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian
SM jika refleks positif.
4. Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal
distress. Selain itu, untuk pre eklamsia ringan tekanan darah pasien >
140/90 mmHg atau peningkatan sistolik > 30 mmHg dan diastolik >
15 mmHg dari tekanan biasa (base line level/tekanan darah sebelum
usia kehamilan 20 minggu). Sedangkan untuk pre eklamsia berat
tekanan darah sistolik > 160 mmHg, dan atau tekanan darah diastolik
> 110 mmHg.
B. Pemeriksaan Penunjang
1. Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2
kali dengan interval 4-6 jam
2. Laboratorium : proteinuria dengan kateter atau midstream (biasanya
meningkat hingga 0,3 gr/lt atau lebih dan +1 hingga +2 pada skala
kualitatif),
.
B. DIAGNOSA
1. Gangguan pola pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi-
perfusi akibat penimbunan cairan paru : adanya edema paru.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload dan
afterload.
3. Hipovolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
b. INTERVENSI
No Dx. Kep SLKI SIKI
1 Gangguan Setelah dilakukan Observasi :
tindakan keperawatan 1. Auskultasi bunyi nafafas
pola
3 x 24 jam diharapkan 2. Monitor adanya sumbatan
pertukaran defisit perawatan px jalan nafas
meningkat dengan 3. Monitor efektifitas terapi
gas
kriteria hasil: oksigen
berhubungan 1. Sianosi membaik 4. Monitor tingkat kecemasan
2. Napas cuping akibat terapi oksigen
dengan
hidung meurun 5.
ventilasi- 3. Gelisah menurun 6. Monitor tingkat kemandirian
7. Identifikasi kebutuhan alat
perfusi akibat
bantu kebersihan diri,
penimbunan berpakaian, berhias dan
makan
cairan paru :
adanya Terapeutik :
1. Atur interval pemantauan
edema paru. respirasi sesuai kondisi pasien
2. Pertahankan kepatenan jalan
nafas’
3. Bersihkan sekret pada mulut
hidung dan trakea jika perlu
Edukasi :
1. Kolaborasi penentuan dosis
oksigen

2 Penurunan Setelah dilakukan Observasi :


curah jantung tindakan keperawatan 8. Auskultasi bunyi nafafas
berhubungan 3 x 24 jam diharapkan 9. Monitor adanya sumbatan
dengan defisit perawatan px jalan nafas
perubahan meningkat dengan 10. Monitor efektifitas terapi
preload dan kriteria hasil: oksigen
afterload 4. Sianosi membaik 11. Monitor tingkat kecemasan
5. Napas cuping akibat terapi oksigen
hidung meurun 12.
6. Gelisah menurun 13. Monitor tingkat kemandirian
14. Identifikasi kebutuhan alat
bantu kebersihan diri,
berpakaian, berhias dan
makan
Terapeutik :
4. Atur interval
pemantauanrespirasi sesuai
kondisi pasien
5. Pertahankan kepatenan jalan
nafas’
6. Bersihkan sekret pada mulut
hidung dan trakea jika perlu
Edukasi :
Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
3 Intoleransi Setelah dilakukan Observasi :
aktifitas b/d tindakan keperawatan 1. Identifikasi gangguan fungsi
kelemahan di 3 x 24 jam diharapkan tubuh yang mengakibatkan
tandai dengan defisit perawatan px kelelahan
sianosis meningkat dengan 2. Monitor kelemahan fisik dan
kriteria hasil: emosional
1. Kemudahan dalam 3. Monitor pola dan jam tidur
aktifitas sehari-hari 4. Monitor tekanan darah
meningkat 5. Monitor pernafasan
2. Keluhan lelah 6. Monitor nadi
menurun Teraupetik :
3. Perasaan lemah 1. Sediakan lingkungan yang
menurun nyaman
2. Lakukan latihan gerak aktif /
pasif
3. Fasilitasi duduk disisi tempat
tidur
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan

1.
2.
3.

1.

4 HIipovolemia Setelah dilakukan Observasi :


berhubungan tindakan keperawatan 1. Identifikasi peyebab
dengan selama 3 x 24 jam hypervolemia
gangguan diharapkan 2. Monitor sttus hemodinamik
mekanisme keseimbangan cairan 3. Monitor intake dan output
regulasi meningkat dengan cairan
keriteria hasil : 4. Monitor efek samping diuretik
1. edema menurn Terapeutik :
2. asites menurun
3. berat badan 1. Timbang berat badan setiap
membaik hari pada waktu yang sama
2. Batasi asupan cairan dan garam
3. Tinggikan kepala tempat tiur
30-40o
Edukasi :
1. Ajarkan cara mengukur dan
mencatat asupan dan keluaran
cairan
2. Ajarkan cara membatasi
cairan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian diuretic
C. KONSEP POST PARTUM

A Definisi
Postpartum adalah masa pulih kembali seperti pra hamil yang dimulai setelah
partus selesai atau sampai kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat kandungan pulih
kembali seperti semula. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Sarwono,
2008).
Postpartum adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta
selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum
hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu (Siti Saleha, 2009).

Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas
(puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali
alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum adalah masa 6 minggu sejak bayi
lahir sampai organ-organ reproduksi sampai kembali ke keadaan normal sebelum hamil
( Bobak, 2010).

B Klasifikasi
Klasifikasi masa nifas atau post partum menurut Siti Saleha (2009) yaitu :
1. Puerpenium Dini
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Kondisi dimana pulihnya
seorang ibu sudah diperbolehkan berdiri dan berjalan. Pada masa ini sering terdapat
banyak masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri. Oleh karena itu, bidan
dengan teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran loche,
tekanan darah, dan suhu.
2. Puerpenium Intermedial (24 jam-1 minggu)
Kondisi kepulihan organ genital secara menyeluruh. Pada fase ini bidan
memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lochea
tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan,
serta ibu dapat menyusui dengan baik.
3. Remote Puerperium (1 minggu-6 minggu)
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sempurna terutama bila saat hamil atau
waktu persalinan mengalami komplikasi. Pada periode ini bidan tetap melakukan
perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta konseling KB.
C Manifestasi Klinis
1. Proses involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan, proses ini
dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus.
Uterus, pada waktu hamil penuh beratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi
menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah melahirkan dan 350 gr dua minggu
setelah lahir. Seminggu setelah melahirkan uterus berada di dalam panggul. Pada
masa pasca partum penurunan kadar hormon menyebabkan terjadinya autolisis,
perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan
yang terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah penyebap ukuran uterus sedikit
lebih besar setelah hamil.
2. Kontraksi
Selama 1-2 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang
dan menjadi tidak teratur. Untuk mempertahankan kontraksi uterus, suntikan
oksitosin secara intravena atau intramuskuler diberikan segera setelah plasenta
lahir.
3. Tempat plasenta
Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontraksi vaskular dan trombus
menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan bernodul tidak
teratur.
4. Lochea
 Lochea Rubra (cruenta) : Berisi darah segar dan sisa selaput ketuban, sel-sel
dari desidua, verniks kaseosa, lanugo dan mekonium.
 Lochea Sanguinolenta : Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir hari ke
3-7 pasca persalinan
 Lochea Serosa : berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14
pasca persalinan.
 Lochea Alba : cairan putih setelah 2 minggu.
 Lochea Purulenta : terjadi infeksi, keluaran cairan seperti nanah berbau busuk.
 Lochea stasis : lochea tidak lancar keluarnya
5. Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam pasca partum, serviks
memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk semula.
Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap edematosa, tipis, dan rapuh selama
beberapa hari setelah ibu melahirkan.
6. Vagina dan perineum
Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran
sebelum hami, 6-8 minggu setelah bayi lahir. Rugae atau bagian dari mukosa
lambung yang berlipat lipat akan kembali terlihat pada sekitar minggu keempat,
walaupun tidak akan semenonjol pada wanita nulipara.
7. Abdomen
Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan, abdomenya akan
menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti masih hamil. Diperlukan
sekitar 6 minggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan sebelum hami.
8. Payudara
Konsentrasi hormon yang menstimulasai perkembangan payudara selama wanita
hamil (esterogen, progesteron, human chorionik gonadotropin, prolaktin, krotison,
dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir.
 Ibu tidak menyusui
Kadar prolaktin akan menurun dengan cepat pada wanita yang tidak menyusui.
Pada jaringan payudara beberapa wanita, saat palpasi dilakukan pada hari kedua
dan ketiga. Pada hari ketiga atau keempat pasca partum bisa terjadi
pembengkakan. Payudara teregang keras, nyeri bila ditekan, dan hangat jika di
raba.
 Ibu yang menyusui
Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan suatu cairan kekuningan,
yakni kolostrum. Setelah laktasi dimula, payudara teraba hangat dan keras
ketika disentuh. Rasa nyeri akan menetap selama sekitar 48 jam. Susu putih
kebiruan dapat dikeluarkan dari puting susu.

D Patofisiologi
Dalam masa post partum / masa nifas, alat-alat genitalia interna maupun
eksterna akan berangsur – angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Perubahan alat alat genital ini dalam keseluruhannya disebut “involusi” disamping
involusi terjadi perubahan – perubahan penting yakni memokonsenterasi dan timbulnya
laktasi yang terakhir ini karena pengaruh lactogenetik hormon dari kelenjar – kelenjar
hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mama. Otot- otot uterus berkontraksi segera post
partum, pembuluh-pembuluh darah yang ada antara nyaman otot-otot uterus akan
terjepit, proses ini menghentikan perdarahan setelah plasenta lahir.
Perubahan – perubahan yang terdapat pada serviks ialah segera post partum
bentuk serviks agak menganga seperti corong, bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri
terbentuk semacam cincin. Perubahan – perubahan yang terdapat pada endometrium
ialah timbulnya trombosis, degenerasi dan nekrosis ditempat implantasi plasenta pada
hari pertama kira – kira setebal 2,5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat
pelepasan desudua basalis yang memakai waktu 2-3 minggu. Ligamen- ligamen dan
diafragma palus serta fasia yang merenggang sewaktu hamil dan partus setelah janin
lahir berangsur angsur kembali seperti sedia kala.

E Perubahan Fisologi dan Psikologis


Perubahan Fisologis (Suherni,2009)
1. Involusio uterus
Secara berangsur – angsur menjadi kecil (involusi) akhirnya kembali seperti
sebelum hamil, setelah plasenta lahir uterus merupakan alat yang keras, karena
kontraksi dan retraksi otot-ototnya. Fundus uteri  3 jari dibawah pusat. Selama 2
hari berikutnya, besarnya tidak seberapa berkurang tetapi sesudah 2 hari ini uterus
mengecil dengan cepat sehingga pada hari ke-10 tidak teraba dari luar. Setelah 6
minggu tercapainya lagi ukurannya yang normal.
2. Serviks
Setelah persalinan, bentuk serviks agak mengganggu seperti corong berwarna
merah kehitaman. Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat perlukaan-
perlukaan kecil setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim, setelah 2
jam dapat dilalui oleh 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari.

3. Payudara
Konsentrasi hormone yang menstimulasi perkembangan payudara selama wanita
hamil (estrogen, progesterone, HCG, prolaktin, kortisol dan insulin) menurun
dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu yang dibutuhkan hormone-hormon ini
untuk kembali ke kadar sebelum hamil sebagian ditentukan oleh apakah ibu
menyusui atau tidak.
4. Sistem Urinary
Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2-8 minggu, tergantung pada (1)
Keadaan/status sebelum persalinan (2) lamanya partus kala II dilalui (3) besarnya
tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan. Disamping itu, dari hasil
pemeriksaan sistokopik segera setelah persalinan tidak menunjukkan adanya edema
dan hyperemia diding kandung kemih, akan tetapi sering terjadi exstravasasi
(extravasation, artinya keluarnya darah dari pembuluh-pembuluh darah di dalam
badan) kemukosa.
5. Sistem Endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem endokrin,
terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses tersebut. Oksitosin
diseklerasikan dari kelenjer otak bagian belakang. Selama tahap ketiga persalinan,
hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan
kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi
ASI dan sekresi oksitosin. Hal tersebut membantu uterus kembali ke bentuk
normal. Pada wanita yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan pada
permulaan ada rangsangan folikel dalam ovarium yang ditekan. Pada wanita yang
tidak menyusui bayinya tingkat sirkulasi prolaktin menurun dalam 14-21 hari
setelah persalinan, sehingga merangsang kelenjer bawah depan otak yang
mengontrol ovarium kearah permulaan pola produksi estrogen dan progesteron
yang normal, pertumbuhan folikel, ovulasi, dan menstruasi. Selama hamil volume
darah normal meningkat walaupun mekanismenya secara penuh belum dimengerti.
Di samping itu, progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi
perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini sangat mempengaruhi
saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum dan vulva, serta
vagina.

6. Sistem gastrointestinal
Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan. Hal ini umumnya karena
makan padat dan kurangnya berserat selama persalinan. Seorang wanita dapat
merasa lapar dan siap menyantap makanannya dua jam setelah persalinan. Kalsium
sangat penting untuk gigi pada kehamilan dan masa nifas, dimana pada masa ini
terjadi penurunan konsentrasi ion kalsium karena meningkatnya kebutuhan kalsium
pada ibu, terutama pada bayi yang dikandungnya untuk proses pertumbuhan juga
pada ibu dalam masa laktasi.
7. Sistem muskuloskeletal
Beberapa gejala sistem muskuloskeletal yang timbul pada masa pasca partum
antara lain:
1) Nyeri punggung bawah
Nyeri punggung merupakan gejala pasca partum jangka panjang yang sering
terjadi. Hal ini disebabkan adanya ketegangan postural pada sistem
muskuloskeletal akibat posisi saat persalinan.
Penanganan: Selama kehamilan, wanita yang mengeluh nyeri punggung
sebaiknya dirujuk pada fisioterapi untuk mendapatkan perawatan. Anjuran
perawatan punggung, posisi istirahat, dan aktifitas hidup sehari-hari penting
diberikan. Pereda nyeri elektroterapeutik dikontraindikasikan selama kehamilan,
namun mandi dengan air hangat dapat menberikan rasa nyaman pada pasien.
2) Nyeri pelvis posterior
Nyeri pelvis posterior ditunjukan untuk rasa nyeri dan disfungsi area sendi
sakroiliaka. Gejala ini timbul sebelum nyeri punggung bawah dan disfungsi
simfisis pubis yang ditandai nyeri di atas sendi sakroiliaka pada bagian otot
penumpu berat badan serta timbul pada saat membalikan tubuh di tempat tidur.
Nyeri ini dapat menyebar ke bokong dan paha posterior.
Penanganan: pemakaian ikat (sabuk) sakroiliaka penyokong dapat
membantu untuk mengistirahatkan pelvis. Mengatur posisi yang nyaman saat
istirahat maupun bekerja, serta mengurangi aktifitas dan posisi yang dapat
memacu rasa nyeri.
3) Disfungsi simfisis pubis
Merupakan istilah yang menggambarkan gangguan fungsi sendi simfisis
pubis dan nyeri yang dirasakan di sekitar area sendi. Fungsi sendi simfisis pubis
adalah menyempurnakan cincin tulang pelvis dan memindahkan berat badan
melalui pada posisis tegak. Bila sendi ini tidak menjalankan fungsi semestinya,
akan terdapat fungsi/stabilitas pelvis yang abnormal, diperburuk dengan
terjadinya perubahan mekanis, yang dapat mrmpengaruhi gaya berjalan suatu
gerakan lembut pada sendi simfisis pubis untuk menumpu berat badan dan
disertai rasa nyeri yang hebat.
Penanganan: tirah baring selama mungkin; pemberian pereda nyeri;
perawatan ibu dan bayi yang lengkap; rujuk ke ahli fisioterapi untuk latihan
abdomen yang tepat; latihan meningkatkan sirkulasi; mobilisasi secara bertahap;
pemberian bantuan yang sesuai.
8. Lochea
Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam
masa nifas. Pada hari pertama dan kedua lochea rubra atau lochea cruenta, terdiri
atas darah segar bercampur sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, sisa-sisa
verniks kaseosa, lanugo dan mekonium.
 Lochea Rubra (cruenta) : Berisi darah segar dan sisa selaput ketuban, sel-sel
dari desidua, verniks kaseosa, lanugo dan mekonium.
 Lochea Sanguinolenta : Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir hari ke
3-7 pasca persalinan
 Lochea Serosa : berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14
pasca persalinan.
 Lochea Alba : cairan putih setelah 2 minggu.
 Lochea Purulenta : terjadi infeksi, keluaran cairan seperti nanah berbau busuk.
 Lochea stasis : lochea tidak lancar keluarnya.
9. Pembuluh Darah Rahim
Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh-pembuluh darah yang
besar, karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah yang banyak.
Bila pembuluh darah yang besar, tersumbat karena perubahan pada dindingnya dan
diganti oleh pembuluh-pembuluh yang kiri.
10. Vagina dan perineum
Setelah persalinan dinding perut akan longgar tetapi biasanya akan pulih
kembali dalam 6 minggu. Pada wanita yang asthenis / kehilangan kekuatan menjadi
diastasis dari otot-otot rectus abdominis sehingga sebagian dari dinding perut di
garis tengah terdiri dari perineum, fascia tipis dan kulit. Tempat yang lemah dan
menonjol kalau berdiri atau mengejan.
Perubahan vagina, vagina mengecil dan timbul rugae (lipatan-lipatan atau
kerutan-kerutan) kembali. Terjadi robekan perineum pada hampir semua persalinan
pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Bila ada laserasi jalan
lahir atau luka bekas episiotomi (penyayatan mulut serambi kemaluan untuk
mempermudah kelahiran bayi) lakukanlah penjahitan dan perawatan dengan baik.
11. Tanda-tanda Vital
Selama 24 jam pertama, suhu mungkin meningkat menjadi 38ºC, sebagai akibat
meningkatnya kerja otot, dehidrasi dan perubahan hormonal jika terjadi
peningkatan suhu 38ºC yang menetap 2 hari setelah 24 jam melahirkan, maka perlu
dipikirkan adanya infeksi seperti sepsis puerperalis (infeksi selama post partum),
infeksi saluran kemih, endometritis (peradangan endometrium), pembengkakan
payudara, dan lain-lain.
Dalam periode waktu 6-7 jam sesudah melahirkan, sering ditemukan adanya
bradikardia 50-70 kali permenit (normalnya 80-100 kali permenit) dan dapat
berlangsung sampai 6-10 hari setelah melahirkan. Takhikardia kurang sering
terjadi, bila terjadi berhubungan dengan peningkatan kehilangan darah dan proses
persalinan yang lama.
Selama beberapa jam setelah melahirkan, ibu dapat mengalami hipotensi
orthostatik (penurunan 20 mmHg) yang ditandai dengan adanya pusing segera
setelah berdiri, yang dapat terjadi hingga 46 jam pertama. Hasil pengukuran
tekanan darah seharusnya tetap stabil setelah melahirkan. Peningkatan tekanan
sisitolik 30 mmHg dan penambahan diastolik 15 mmHg yang disertai dengan sakit
kepala dan gangguan penglihatan, bisa menandakan ibu mengalami preeklamsia
dan ibu perlu dievaluasi lebih lanjut.
Fungsi pernafasan ibu kembali ke fungsi seperti saat sebelum hamil pada bulan
ke enam setelah melahirkan (Maryunani, 2009).
12. Endometrium
Timbul trombosis, degenerasi dan nekrosis, di tempat implantasi plasenta. Pada
hari-hari pertama, endometrium setebal 12,5 mm akibat pelepasan desidua dan
selaput janin.

Perubahan Psikologis
Adaptasi psikologis post partum menurut teori rubin dibagi dalam 3 periode yaitu
sebagai berikut ;
1. Periode Taking In
1) Berlangsung 1-2 hari setelah melahirkan
2) Ibu pasif terhadap lingkungan. Oleh karena itu, perlu menjaga komunikasi yang
baik.
3) Ibu menjadi sangat tergantung pada orang lain, mengharapkan segala sesuatru
kebutuhan dapat dipenuhi orang lain.
4) Perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan perubahan tubuhnya
5) Ibu mungkin akan bercerita tentang pengalamannya ketika melahirkan secara
berulang-ulang
6) Diperlukan lingkungan yang kondusif agar ibu dapat tidur dengan tenang untuk
memulihkan keadaan tubuhnya seperti sediakala. 
7) Nafsu makan bertambah sehingga dibutuhkan peningkatan nutrisi, dan
kurangnya nafsu makan menandakan ketidaknormalan proses pemulihan.
2. Periode Taking Hold
1) Berlangsung 3-10 hari setelah melahirkan
2) Pada fase ini ibu merasa khawatir akan ketidakmampuannya dalam merawat
bayi
3) Ibu menjadi sangat sensitive, sehingga mudah tersinggung. Oleh karena itu,
ibu membutuhkan sekali dukungan dari orang-orang terdekat
4) Saat ini merupakan saat yang baik bagi ibu untuk menerima berbagai
penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya. Dengan begitu ibu dapat
menumbuhkan rasa percaya dirinya.
5) Pada periode ini ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya,
misalkan buang air kecil atau buang air besar, mulai belajar untuk mengubah
posisi seperti duduk atau jalan, serta belajar tentang perawatan bagi diri dan
bayinya.
3. Periode Letting Go
1) Berlangsung 10 hari setelah melahirkan. 
2) Secara umum fase ini terjadi ketika ibu kembali ke rumah
3) Ibu menerima tanggung jawab sebagai ibu dan mulai menyesuaikan diri
dengan ketergantungan bayinya
4) Keinginan untuk merawat bayi meningkat
5) Ada kalanya ibu mengalami perasaan sedih yang berkaitan dengan bayinya,
keadaan ini disebut baby blues (Herawati Mansur, 2009).

F Penatalaksanaan
1. Setelah melahirkan pasien diberi KIE dan memilih program KB yang diinginkan
2. Observasi ketat 2 jam post partum
3. 2-5 jam pasca persalinan : Istirahat dan tidur tenang, usahakan mika miki
4. 6 jam setelah persalinan latihan duduk memberikan KIE kebersihan diri, cara
menyusui yang benar.
5. 7 – 8 jam latihan berdiri dan berjalan
6. Mobilisasi
Jelaskan bahwa latihan tertentu sangat membantu seperti :
 Dengan tidur terlentang dengan lengan disamping, menarik otot perut selagi
menarik nafas, tahan nafas ke dalam dan angkat dagu ke dada : tahan satu
hitungan sampai 5, rileks dan ulangi 10 x.
 Untuk memperkuat tonus otot vagina (latihan kegel).
 Berdiri dengan tungkai dirapatkan kencangkan otot-otot, pantat dan pinggul
dan tahan sampai 5 hitungan kendurkan dan ulangi latihan sebanyak 5 kali.
 Mulai mengerjakan 5 kali latihan untuk setiap gerakan setiap minggu naikkan
5 kali. Dan pada 6 minggu setelah persalinan ibu harus mengerjakan sebanyak
30 kali.
7. Diet
Ibu menyusui harus mengkonsumsi tambahan kalori 500 tiap hari. Makanan harus
diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang cukup. Pil
besi harus diminum minimal 40 hari pasca melahirkan. Minum sedikitnya 3 liter,
minum zat besi, minum kapsul vitamin A dengan dosis 200.000 unit.
8. Miksi hendaknya dapat dilakukan sendiri mungkin karena kandung kemih yang
penuh dapat menyebabkan perdarahan.
9. Defekasi
Buang air besar harus dapat dilakukan 3-4 hari pasca persalinan, bila tidak bisa
maka diberi obat peroral atau perektal atau klisma.
10. Perawatan Payudara
 Menjaga payudara tetap bersih dan kering terutama puting susu
 Menggunakan BH yang menyokong payudara
 Apabila puting susu lecet oleskan kolostrum atau ASI yang keluar pada sekitar
puting susu setiap kali selesai menyusui. Menyusui tetap dilakukan dari puting
susu yang tidak lecet.
 Apabila lecet berat dapat diistirahatkan selama 24 jam. ASI dikeluarkan dan
diminum dengan menggunakan sendok.
 Untuk menghilangkan nyeri ibu dapat minum parasetamol 1 tab setiap 4-6 jam.
 Apabila payudara bengkak akibat pembendungan ASI, lakukan :
1. Pengompresan payudara dengan menggunakan kain basah dan hangat
selama 5 menit.
2. Urut payudara dari arah pangkal menuju puting atau menggunakan sisir
untuk mengurut arah Z pada menuju puting.
3. Keluarkan ASI sebagian dari bagian depan payudara sehingga puting susu
menjadi lunak.
4. Susukan bayi setiap < 3 jam. Apabila tidak dapat menghisap seluruh ASI
sisanya dikeluarkan dengan tangan.
5. Letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui.
11. Memberikan informasi mengenai kapan waktu yang tepat untuk melakukan
hubungan suami istri kembali setelah post partum

G Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah lengkap
Memberikan informasi tentang jumlah dari sel – sel darah merah (RBC), sel-sel
darah putih (WBC), nilai hematokrin (HT), dan Hemoglobin (HB)
2. Pemeriksaan Urine
Pemeriksaan ini untuk mendeteksi kemungkinan adanya bakteri dalam urine seperti
strepcoccus
3. Pemeriksaan Payudara
Untuk mengetahui apakah terjadi inflamasi dan untuk mengetahui apakah
colostrum sudah keluar apa belum dan untuk mengetahui jumlah produksi ASI

H Komplikasi
1. Perdarahan
Perdarahan lanjut lebih dari 24 jam setelah melahirkan akan mengakibatkan syok
hemoragik dapat berkembang cepat. Tiga penyebab perdarahan anatara lain:
 Antonia Uteri
 Laserasi jalan lahir
 Ratensio Plasenta
2. Infeksi puerperalis dan endometritis
Infeksi saluran reproduksi selama masa post partum. Sedangkan endometritis
merupakan infeksi dalam uterus paling banyak disebabkan oleh infeksi puerperalis
3. Mastitis dan cake breast/ bendungan ASI
Infeksi pada payudara yang diakibatkan karena kesalahan tehnik menyusui dan
disebabkan oleh bakteri sedangkan cake breast payudara mengalami distensi dan
keras.
4. Infeksi Saluran Kemih.
Insiden ini mencapai 2-4% wanita post partum, pembedahan meningkat resiko
infeksi saluran kemih.
5. Post partum depresi
Kasus ini terjadi berangsur-angsur berkembang lambat sampai beberapa minggu.
Ibu bingung dan merasa takut pada dirinya. Tandanya anatara lain kurang
konsentrasi, kesepian tidak nyaman, perasaan cemas dll/
6. Baby blue syndrome
Perasaan sedih yang dibawa ibu sejak hamil yang berhubungan dengan kesulitan
ibu menerima kehadiran bayinya. Perubahan ini sebenarnya merupakan respon
alami dari keleahan pasca persalinan.

D. ASUHAN KEPRAWATAN TEORI

A Pengkajian
1. Biodata klien
Biodata klien berisi tentang : Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku, Agama,
Alamat, No. Medical Record, Nama Suami, Umur, Pendidikan, Pekerjaan , Suku,
Agama, Alamat, Tanggal Pengkajian.\
2. Keluhan utama
Hal-hal yang dikeluhkan saat ini dan alasan meminta pertolongan.
3. Riwayat haid
Umur Menarche pertama kali, Lama haid, jumlah darah yang keluar, konsistensi,
siklus haid, hari pertama haid terakhir, perkiraan tanggal partus.
4. Riwayat perkawinan
Kehamilan ini merupakan hasil pernikahan ke berapa ?
5. Riwayat obstetri
1) Riwayat kehamilan
Berapa kali dilakukan pemeriksaan ANC, Hasil Laboratorium : USG, Darah,
Urine, keluhan selama kehamilan termasuk situasi emosional dan impresi,
upaya mengatasi keluhan, tindakan dan pengobatan yang diperoleh.
2) Riwayat persalinan
a Riwayat persalinan lalu : Jumlah Gravida, jumlah partal, dan jumlah abortus,
umur kehamilan saat bersalin, jenis persalinan, penolong persalinan, BB
bayi, kelainan fisik, kondisi anak saat ini.
b Riwayat nifas pada persalinan lalu : Pernah mengalami demam, keadaan
lochia, kondisi perdarahan selama nifas, tingkat aktifitas setelah melahirkan,
keadaan perineal, abdominal, nyeri pada payudara, kesulitan eliminasi,
keberhasilan pemberian ASI, respon dan support keluarga.
c Riwayat persalinan saat ini : Kapan mulai timbulnya his, pembukaan, bloody
show, kondisi ketuban, lama persalinan, dengan episiotomi atau tidak,
kondisi perineum dan jaringan sekitar vagina, dilakukan anastesi atau tidak,
panjang tali pusat, lama pengeluaran placenta, kelengkapan placenta, jumlah
perdarahan.
d Riwayat New Born : apakah bayi lahir spontan atau dengan induksi/tindakan
khusus, kondisi bayi saat lahir (langsung menangis atau tidak), apakah
membutuhkan resusitasi, nilai APGAR skor, Jenis kelamin Bayi, BB,
panjang badan, kelainan kongnital, apakah dilakukan bonding attatchment
secara dini dengan ibunya, apakah langsung diberikan ASI atau susu
formula.
6. Riwayat KB & perencanaan keluarga
Kaji pengetahuan klien dan pasangannya tentang kontrasepsi, jenis kontrasepsi
yang pernah digunakan, kebutuhan kontrasepsi yang akan datang atau rencana
penambahan anggota keluarga dimasa mendatang.
7. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa lalu, bagaimana cara pengobatan yang
dijalani, dimana mendapat pertolongan. Apakah penyakit tersebut diderita sampai
saat ini atau kambuh berulang-ulang ?
8. Riwayat psikososial-kultural
Adaptasi psikologi ibu setelah melahirkan, pengalaman tentang melahirkan, apakah
ibu pasif atau cerewet, atau sangat kalm. Pola koping, hubungan dengan suami,
hubungan dengan bayi, hubungan dengan anggota keluarga lain, dukungan social
dan pola komunikasi termasuk potensi keluarga untuk memberikan perawatan
kepada klien. Adakah masalah perkawinan, ketidak mampuan merawat bayi baru
lahir, krisis keluarga. Blues : Perasaan sedih, kelelahan, kecemasan, bingung dan
mudah menangis. Depresi : Konsentrasi, minat, perasaan kesepian, ketidakamanan,
berpikir obsesif, rendahnya emosi yang positif, perasaan tidak berguna, kecemasan
yang berlebihan pada dirinya atau bayinya. Kultur yang dianut termasuk kegiatan
ritual yang berhubungan dengan budaya pada perawatan post partum, makanan
atau minuman, menyendiri bila menyusui, pola seksual, kepercayaan dan
keyakinan, harapan dan cita-cita.
9. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang diturunkan secara genetic,
menular, kelainan congenital atau gangguan kejiwaan yang pernah diderita oleh
keluarga.
10. Profil keluarga
Kebutuhan informasi pada keluarga, dukungan orang terdekat, sibling, type rumah,
community seeting, penghasilan keluarga, hubungan social dan keterlibatan dalam
kegiatan masyarakat.
11. Kebiasaan sehari-hari
1) Pola nutrisi : pola menu makanan yang dikonsumsi, jumlah, jenis makanan
(Kalori, protein, vitamin, tinggi serat), freguensi, konsumsi snack (makanan
ringan), nafsu makan, pola minum, jumlah, freguensi,.
2) Pola istirahat dan tidur : Lamanya, kapan (malam, siang), rasa tidak nyaman
yang mengganggu istirahat, penggunaan selimut, lampu atau remang-remang
atau gelap, apakah mudah terganggu dengan suara-suara, posisi saat tidur
(penekanan pada perineum).
3) Pola eliminasi : Apakah terjadi diuresis, setelah melahirkan, adakah
inkontinensia (hilangnya infolunter pengeluaran urin), hilangnya kontrol blas,
terjadi over distensi blass atau tidak atau retensi urine karena rasa talut luka
episiotomi, apakah perlu bantuan saat BAK. Pola BAB, freguensi, konsistensi,
rasa takut BAB karena luka perineum, kebiasaan penggunaan toilet.
4) Personal Hygiene : Pola mandi, kebersihan mulut dan gigi, penggunaan
pembalut dan kebersihan genitalia, pola berpakaian, tatarias rambut dan wajah.
5) Aktifitas : Kemampuan mobilisasi beberapa saat setelah melahirkan,
kemampuan merawat diri dan melakukan eliminasi, kemampuan bekerja dan
menyusui.
6) Rekreasi dan hiburan : Situasi atau tempat yang menyenangkan, kegiatan yang
membuat fresh dan relaks.
12. Sexual
Bagaimana pola interaksi dan hubungan dengan pasangan meliputi freguensi koitus
atau hubungan intim, pengetahuan pasangan tentang seks, keyakinan, kesulitan
melakukan seks, continuitas hubungan seksual. Pengetahuan pasangan kapan
dimulai hubungan intercourse pasca partum (dapat dilakukan setelah luka
episiotomy membaik dan lochia terhenti, biasanya pada akhir minggu ke 3).
Bagaimana cara memulai hubungan seksual berdasarkan pengalamannya, nilai
yang dianut, fantasi dan emosi, apakah dimulai dengan bercumbu, berciuman,
ketawa, gestures, mannerism, dress, suara. Pada saat hubungan seks apakah
menggunakan lubrikasi untuk kenyamanan. Posisi saat koitus, kedalaman penetrasi
penis. Perasaan ibu saat menyusui apakah memberikan kepuasan seksual. Faktor-
faktor pengganggu ekspresi seksual : bayi menangis, perubahan mood ibu,
gangguan tidur, frustasi yang disebabkan penurunan libido.
13. Konsep Diri
Sikap penerimaan ibu terhadap tubuhnya, keinginan ibu menyusui, persepsi ibu
tentang tubuhnya terutama perubahan-perubahan selama kehamilan, perasaan klien
bila mengalami opresi SC karena CPD atau karena bentuk tubuh yang pendek.
14. Peran
Pengetahuan ibu dan keluarga tentang peran menjadi orangtua dan tugas-tugas
perkembangan kesehatan keluarga, pengetahuan perubahan involusi uterus,
perubahan fungsi blass dan bowel. Pengetahan tentang keadaan umum bayi, tanda
vital bayi, perubahan karakteristik faces bayi, kebutuhan emosional dan
kenyamanan, kebutuhan minum, perubahan kulit.
Ketrampilan melakukan perawatan diri sendiri (nutrisi dan personal hyhiene,
payu dara) dan kemampuan melakukan perawatan bayi (perawatan tali pusat,
menyusui, memandikan dan mengganti baju/popok bayi, membina hubungan tali
kasih, cara memfasilitasi hubungan bayi dengan ayah, dengan sibling dan
kakak/nenek). Keamanan bayi saat tidur, diperjalanan, mengeluarkan secret dan
perawatan saat tersedak atau mengalami gangguan ringan. Pencegahan infeksi dan
jadwal imunisasi.
15. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum : Tingkat energi, self esteem, tingkat kesadaran.
2) BB, TB, LLA, Tanda Vital normal (RR konsisten, Nadi cenderung bradi cardy,
suhu 36,2-38, Respirasi 16-24)
3) Kepala : Rambut, Wajah, Mata (conjunctiva), hidung, Mulut, Fungsi
pengecapan; pendengaran, dan leher.
4) Breast : Pembesaran, simetris, pigmentasi, warna kulit, keadaan areola dan
puting susu, stimulation nepple erexi. Kepenuhan atau pembengkakan,
benjolan, nyeri, produksi laktasi/kolostrum. Perabaan pembesaran kelenjar
getah bening diketiak.
5) Abdomen : teraba lembut , tekstur Doughy (kenyal), musculus rectus
abdominal utuh (intact) atau terdapat diastasis, distensi, striae. Tinggi fundus
uterus, konsistensi (keras, lunak, boggy), lokasi, kontraksi uterus, nyeri,
perabaan distensi blas.
6) Anogenital : Lihat struktur, regangan, udema vagina, keadaan liang vagina
(licin, kendur/lemah) adakah hematom, nyeri, tegang. Perineum : Keadaan luka
episiotomy, echimosis, edema, kemerahan, eritema, drainage. Lochia (warna,
jumlah, bau, bekuan darah atau konsistensi , 1-3 hr rubra, 4-10 hr serosa, > 10
hr alba), Anus : hemoroid dan trombosis pada anus.
7) Muskoloskeletal : Tanda Homan, edema, tekstur kulit, nyeri bila dipalpasi,
kekuatan otot.
16. Pemeriksaan Laboratorium
1) Darah : Hemoglobin dan Hematokrit 12-24 jam post partum (jika Hb < 10 g%
dibutuhkan suplemen FE), eritrosit, leukosit, Trombosit.
2) Klien dengan Dower Kateter diperlukan culture urine.

B Diagnosa

1. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen pencedera fisik

2. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi

3. Ketidaknyamanan Pasca Partum berhubungan dengan involusi uterus


4. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
E. KONSEP SECTIO CAESAREA

A. PENGERTIAN
Istilah caesarea berasal dari kata kerja latin caedere yang berarti memotong atau
menyayat (Cunningham, 2006). Sectio caesarea adalah suatu pembedahan guna
melahirkan bayi melalui insisi pada dinding abdomen dan uterus (Oxorn, 2010).

B. TUJUAN SECTIO CAESAREA


Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya
perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. Sectio
caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya jika
perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta previa, sectio
caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada
placenta previa walaupun anak sudah mati.

C. JENIS – JENIS SECTIO CAESAREA


Menurut Cunningham (2006), jenis section caesarea dapat dibedakan menurut :
1. Jenis insisi abdomen :
a. Insisi vertical
b. Adalah insisi garis tengah infra umbilicus, merupakan jenis insisi yang paling
cepat dibuat. Insisi ini harus cukup panjang agar janin dapat lahir tanpa kesulitan,
sehinggga harus sesuai dengan tafsiran berat janin.
c. Insisi Transversal/melintang
d. Insisi dibuat setinggi garis rambut pubis dan diperluas sedikit melebihi batas
e. lateral otot rektus. insisi transversal memiliki keunggulan dalam hal kosmetik.
2. Menurut jenis insisi uterus :
a. Insisi caesarea klasik yaitu insisi vertikal kedalam korpus uterus diatas segmen
bawah uterus dan mencapai fundus uteri

b. Insisi caesarea transversal yaitu insisi dengan menyayat bagian segmen bawah
uterus yang harus dilakukan dengan hati-hati agar sayatan dapat memotong
seluruh ketebalan dinding uterus tetapi tidak melukai janin dibawahnya.
D. MANIFESTASI KLINIK
Persalinan dengan sectio caesaria, memerlukan perawatan yang lebih

komprehensif yaitu: perawatan post operatif dan perawatan post partum.

Menurut Prawirohardjo (2010), manifestasi klinis pada klien dengan post sectio caesarea,

antara lain :

a. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600-800 ml.

b. Terpasang kateter : urine jernih dan pucat.

c. Abdomen lunak dan tidak ada distensi.

d. Bising usus tidak ada.

e. Ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.

f. Balutan abdomen tampak sedikit noda.

g. Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan, berlebihan dan banyak.

E. ETIOLOGI / INDIKASI SC
Menurut Oxorn (2010), indikasi sectio caesarea lebih bersifat absolute dan relative.
Setiap keadaan yang tidak memungkinkan kelahiran lewat jalan lahir merupakan indikasi
absolute untuk sectio caesarea. Diantaranya adalah panggul sempit yang sangat berat dan
neoplasma yang menyumbat jalan lahir. Pada indikasi, kelahiran pervaginam bisa
terlaksana tetapi dengan keadaan tertentu membuat kelahiran lewat sectio caesarea akan
lebih aman bagi ibu, anak ataupun keduanya. Faktor-faktor yang menyebabkan perlunya
tindakan sectio caesarea yaitu :

1. Faktor ibu
a. Disporporsi fetopelvic, mencakup panggul sempit, fetus terlalu besar, atau adanya
ketidakseimbangan antara ukuran bayi dan ukuran pelvic.

b. Disfungsi uterus, mencakup kerja uterus yang tidak terkoordinasikan, inersia,


ketidakmampuan dilatasi cervix, partus menjadi lama.

c. Neoplasma
Neoplasma yang menyumbat pelvis menyebabkan persalinan normal tidak
mungkin dilakukan. Kanker invasif yang didiagnosa pada trimester ketiga dapat
diatasi dengan sectio caesarea yang dilanjutkan dengan terapi radiasi,
pembedahan radikal atau keduanya.

d. Riwayat sectio caesarea sebelumnya


Meliputi riwayat jenis insisi uterus sebelumnya, jumlah sectio caesarea
sebelumnya dan indikasi sectio caesarea sebelumnya. Pada sebagian negara besar
ada kebiasaan yang dilakukan akhir-akhir ini yaitu setelah prosedur sectio
caesarea dilakukan maka persalinan mendatang juga harus diakhiri dengan
tindakan sectio caesarea juga.

e. Plasenta previa sentralis dan lateralis


f. Abruptio plasenta
g. Toxemia gravidarum antara lain pre eklamsia dan eklamsia, hipertensi essensial
dan nephritis kronis.

h. Diabetes maternal
i. Infeksi virus herpes pada traktus genitalis.
2. Faktor janin
a. Gawat janin
Disebut gawat janin, bila ditunjukkan dengan adanya bradikardi berat atau
takikardi. Namun gawat janin tidak menjadi indikasi utama dalam peningkatan
angka sectio caesarea. Stimulasi oxytocin menghasilkan abnormalitas pada
frekuensi denyut jantung janin. Keadaan gawat janin pada tahap persalinan
memungkinkan dokter memutuskan untuk melakukan operasi. Terlebih apabila
ditunjang kondisi ibu yang kurang mendukung. Sebagai contoh, bila ibu
menderita hipertensi atau kejang pada rahim dapat mengakibatkan gangguan pada
plasenta dan tali pusar yaitu aliran darah dan oksigen kepada janin menjadi
terganggu. Kondisi ini dapat mengakibatkan janin mengalami gangguan seperti
kerusakan otak. Bila tidak segera ditanggulangi, maka dapat menyebabkan
kematian janin (Oxorn, 2010).

b. Ukuran Janin
Berat bayi lahir sekitar 4000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayi
sulit keluar dari jalan lahir. Umumnya pertumbuhan janin yang berlebihan
disebabkan sang ibu menderita kencing manis (diabetes mellitus). Bayi yang lahir
dengan ukuran yang besar dapat mengalami kemungkinan komplikasi yang lebih
berat daripada bayi normal karena sifatnya masih seperti bayi prematur yang tidak
bisa bertahan dengan baik terhadap persalinan yang lama (Oxorn, 2010).

c. Cacat atau kematian janin sebelumnya


Ibu-ibu yang pernah melahirkan bayi yang cacat atau mati dilakukan sectio
caesarea elektif.

d. Malposisi dan malpresentasi bayi


e. Insufisiensi plasenta
f. Inkompatibilitas rhesus, jika janin mengalami cacat berat akibat antibody dari ibu
Rh (-) yang menjadi peka dan bila induksi dan persalinan pervaginam tidak
berhasil maka tindakan sectio caesarea dilakukan.
g. Post mortem caesarean yaitu dilakukan pada ibu yang baru saja meninggal
bilamana bayi masih hidup.

F. PATOFISIOLOGI
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan
bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan
lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus
lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi
tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea
(SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas.
Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak
mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul
masalah defisit perawatan diri.

Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan


post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses
pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga
menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di
sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin
yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir,
daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat
dengan baik akan menimbulkan masalah resiko infeksi.

G. KONTRAINDIKASI
Menurut Oxorn, (2010) sectio caesarea tidak boleh dilakukan bila terdapat keadaan
sebagai berikut :

1. Bila janin sudah mati atau berada dalam keadaan yang jelek sehingga
kemungkinan hidup kecil. Dalam keadaan ini tidak ada alasan untuk melakukan
operasi berbahaya yang tidak diperlukan.
2. Bila jalan lahir ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas untuk sectio caesarea
extraperitoneal tidak tersedia.
3. Bila dokter dan tenaga asisten tidak berpengalaman atau memadai.

H. KOMPLIKASI
Menurut Oxorn (2010) komplikasi dari sectio caesarea adalah :
1. Perdarahan disebabkan karena :
a. Atonia Uteri
b. Pelebaran insisi uterus
c. Kesulitan mengeluarkan plasenta
d. Hematoma ligament latum (broad ligament)
2. Infeksi Puerperal (nifas)
a. Traktus genitalia
b. Insisi
c. Traktus urinaria
d. Paru-paru dan traktus respiratorius atas
3. Thrombophlebitis
4. Cidera, dengan atau tanpa fistula
a. Traktus urinaria
b. Usus
5. Obstruksi usus
a. Mekanis
b. Paralitik

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra
operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis / kultur urine
5. Pemeriksaan elektrolit

J. PENATALAKSANAAN POST SECTIO CAESAREA


Menurut Cunningham (2006) penatalaksanaan pasca operatif meliputi pemantauan
ruang pemulihan dan pemantauan di ruang rawat. Di ruang pemulihan jumlah
perdarahan pervagina harus dimonitor secara cermat, fundus uteri harus sering dipalpasi
untuk memastikan bahwa kontraksi uterus tetap kuat. Palpasi abdomen kemungkinan
besar akan menyebabkan nyeri yang hebat sehingga pasien dapat ditoleran dengan
pemberian analgetik.

a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa
diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah
tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.

b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan
jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air
putih dan air teh.

c. Mobilisasi
a) Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
b) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
c) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
d) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta
untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
e) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
f) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari
ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya
terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan
penderita.

e. Pemberian obat-obatan
a) Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat berbeda-beda setiap institusi
b) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1. Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
2. Oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3. Injeksi : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
c) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobion I vit. C

f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus
dibuka dan diganti

g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah,
nadi,dan pernafasan.

h. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak
menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa
banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.
II. KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan meliputi
distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps tali pust,
abrupsio plasenta dan plasenta previa.

a. Identitas atau biodata klien


Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status perkawinan,
pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register , dan diagnosa
keperawatan.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu:
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi, DM,
TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.

2) Riwayat kesehatan sekarang:


Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang keluar
pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.

3) Riwayat kesehatan keluarga:


Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC,
penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada
klien.

B. Pola-Pola Fungsi Kesehatan

1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara pencegahan,
penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan tubuhnya akan
menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari keinginan untuk
menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas pada
aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas
didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing selama masa
nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi
dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan
BAB.
5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya kehadiran
sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan orang lain.

7) Pola penanggulangan stress

Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas

8) Pola sensori dan kognitif

Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan nyeri perut
akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya
pengetahuan merawat bayinya
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih menjelang
persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri antara lain dan body
image dan ideal diri
10) Pola reproduksi dan social
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi dari
seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.
C. Pemeriksaan fisik

1) Kepala

Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya cloasma


gravidarum, dan apakah ada benjolan
2) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena adanya proses
menerang yang salah
3) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan kadang- kadang
keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang mengalami
perdarahan, sklera kunuing
4) Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah cairan yang
keluar dari telinga.
5) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang ditemukan
pernapasan cuping hidung
6) Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola mamae dan papila
mamae
7) Abdomen
Tampak insisi post op SC, namun pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae
masih terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
8) Genitalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat pengeluaran
mekonium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan menandakan adanya kelainan
letak anak.
9) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena rupture

10) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus,
karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
11) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat,
pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

D. Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada ibu post SC yaitu :.
1. Nyeri akut berhubungan dengan injury fisik jalan lahir.
2. Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal atau
familiar dengan sumber informasi tentang cara perawatan bayi.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelelahan sehabis bersalin
4. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi
No Diagnosa SLKI SIKI
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Observasi
berhubungan
intervensi selama 24 1. Identifikasi lokasi,
dengan injury
fisik jalan lahir. jam maka nyeri karakteristik, durasi, frekuensi,
menurun dengan kualitas, intensitas nyeri
kriteria hasil : 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri 3. Identifikasi respon nyeri non
menurun verbal
2. Meringis menurun 4. Identifikasi pengaruh nyeri
3. Gelisah menurun pada kualitas hidup
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi ras nyeri
2. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan stragtegi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
2. Jelaskan stragtegi meredakan
nyeri
3. Ajarkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2. Deficit Setelah dilakukan Observasi :
pengetahuan tindakan keperawatan 1. Identifikasi kesiapan dan
24 jam diharapkan kemampuan menerima
berhubungan
pengetahuan meningkat informasi
dengan kurang dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi faktor-faktor yang
1. Perilaku sesuai dapat meningkatkan dan
terpapar informasi
anjuran menurunkan motivasi hidup
2. Verbalisasi minat bersih dan sehat
dalm belajar Teraupetik
1. Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai kesepakatan
2. Berikan kesempatan untuk
bertanya
Edukasi :
1. Jelaskan faktor risiko yang
dapat mempengaruhi
kesehatan
2. Ajarkan perilaku yang bersih
dan sehat
3. Setelah dilakukan Observasi:
Resiko infeksi
berhubungan tindakan keperawatn
dengan luka 1. Monitor tanda dan gejala
selama 24 jam
operasi
infeksi local dan sistemik
diharpakan derajat
infeksi menurun dengan
Terapeutik:
kriteria hasil:
1. Batasi jumlah pengunjung
1. Nafsu makan
meningkat 2. Berikan perawatan kulitpada
lokasi edema
2. Demam menurun
3. Cuci tangan sebelum dan
3. Kemerahan
sesudah kontak dengan pasien
menurun
atu lingkungan pasien

4. Nyeri menurun
4. Edukasi

5. Kadar sel darah


5. Jelaskan tanda dan gejala
putih membaik
infeksi

6. Ajarkan cara mencuci tangan


yang benar

7. Ajarkan etika batuk


8. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka operasi

9. Anjurkan menigkatkan asupan


nutrisi

10.Anjurkan menigkatkan asupan


cairan

Kolaborasi:

1. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN MATERNITAS POST PARTUM

NAMA MAHASIWA : LAILY NURHANITA


NIM : 40220015

Tanggal masuk : 09 November 2020 Jam masuk : 10.00


Ruang/kelas : Anggrek/B No. RM : 123456
Pengkajian tanggal : 11 November 2020 Jam : 10.00

1. IDENTITAS
Nama pasien : Ny.K Nama suami : Tn.I
Umur : 23 Thn Umur : 26 Thn
Suku/Bangsa : Jawa Suku/Bangsa : Jawa
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Kediri Alamat : Kediri
Status perkawinan : Sah Penghasilan :..........................
Penghasilan :.........................

2. RIWAYAT KEPERAWATAN

a. Riwayat Kesehatan Sekatang


Diisi mulai gejala awal kemudian pengobatan apa?? Sampai dibawa kerumah sakit dan
juga saat pengkajian
Pada tanggal 9 November 2020 Ny.K dibawa oleh suaminya ke RSUD Gambiran kota
Kediri karena ingin melahirkan, karena Ny.K indikasi Pre Eklamsia Berat(PEB) Maka
dilakukan tindakan SC. Pada saat pengkajian tanggal 11 November Ny.K Post Partum
hari ke2 mengeluh ASI belum bisa keluar dengan lancar dan nyeri pada payudara saat
berusaha memberikan ASI ke bayinya. Ny.K merasa tidak berguna juga ketakutan
bagaimana jika ASI nya tetap tidak bisa keluar, dan selalu menanyakan pada perawat
tentang kondisi tubuhnya.

b. Riwayat kesehatan dahulu


Bisa dimasukkan riwayat penyakit yang berhubungan dengan maternitas ( kehamilan,
oersalinan, post partum dan gangguan reproduksi )
Pasien mengatakan tidak riwayat penyakit reproduksi sebelumnya.
Pasien mengatakan sebelumnya belum pernah di rawat di Rumah Sakit dan pasien
tidak mempunyai perilaku beresiko seperti merokok, konsumsi kafein, alkohol,
obat-obatan, dan praktek seks yang tidak aman

c. Riwayat kesehatan keluarga


Dlam riwayat kesehatan keluarga dimasukkan riwayat yang ada hubungannya dengan
maternitas misal dalam keluarga ada riwayat kehamilan gemeli atau tidak kemudian
dalam keluarga ada riwayat cancer atau tidak
Ibu Ny.K mempunyai riwayat Hipertensi

1. RIWAYAT OBSTETRI
A. Riwayat Menstruasi :

 Menarche : umur 13 thn.

 Siklus : teratur ( ) tidak ( )

 Banyaknya : 3-4kali gant pembalut per hari

 Lamanya : 5-7 hari

 HPHT : 02 Maret 2020

 Keluhan : pasien mengatakan tidak ada keluhan menstruasi


Masalah keperawatan: Tidak ada masalah
Kesimpulan ......................................................................................................................
...........................................................................................................................................
.......
B. Riwayat Kehamilan, persalinan, nifas yang lalu :
Anak Kehamilan Persalinan Komplikasi Nifas Anak
Ke
N T U peny jen Pe Pe Las In perdar Jenis bb pb
o a- mu ulit is no e ahan
ny feksi Ke
h r
lon ulit Ras
u keh lamin
g i
n a-
mil
an
1 - - -

Masalah keperawatan:..............................................................

C. GENOGRAM

Keterangan:

Masalah keperawatan:.............................................................

5. POST PARTUM SEKARANG


Riwayat persalinan sekarang …………………………..
Tipe persalinan : Spontan / Bantuan SC
Lama Persalinan :
Kala I : …………………. Jam
Kala II : …………………..Jam
Kala III : …………………..Jam
Kala IV : ………………….. Jam
6. RIWAYAT KELUARGA BERENCANA

 Melaksanakan KB : ( ) ya ( ) tidak

 Bila ya jenis kontrasepsi apa yang digunakan :


( ) IUD ( ) Pil ( ) suntik ( ) Implant
( ) lain – lain. Sebutkan ………………………………...

 Sejak kapan menggunakan kontrasepsi ………………....

 Masalah yang terjadi : …………………………………..


Kesimpulan
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………….

7. . KEBUTUHAN DASAR KHUSUS

1. Pola nutrisi
Keterangan Sebelum sakit Saat sakit/
selama sakit
Frekuensi 3x sehari 3xsehari ½
porsi
Jenis Nasi putih Bubur
Porsi
Total
konsumsi
Keluhan Tidak ada Tidak nafsu
keluhan makan

Makanan yang tidak disukai /alergi/pantangan :


( ) ada ( ) tidak ada
Bila ada sebutkan sebutkan : …………………………..
Masalah keperawatan:..................................................
Kesimpulan
.............................................................................................................................................
..............................................................................................................................

2. Pola eliminasi
BAK
Keterangan Sebelum Saat sakit
sakit
Frekuensi 3-4x 1-2x sehari
Pancaran
Jumlah
Bau amoniak Amoniak
Warna Kekuningan kekuningan
Keluhan saat BAK Tidak ada Tidak ada
keluhan keluhan
Total produksi urin

BAB
Keterangan Sebelum Saat sakit
sakit
Frekuensi 1x sehari 1xselama sakit
Konsistensi padat Sedikit lembek
Bau Khas tinja Khas tinja
Warna Kuning Kuing
keemasan keemasan
Keluhan saat BAB Tidak ada Takut BAB
keluhan

3. Pola personal Hygiene

a. Mandi

 Frekwensi : 2x/hari

 Sabun : Ya

b. Oral hygiene

 Frekwensi : 2x/hari

 Waktu : makan

c. Cuci rambut

 Frekwensi : 1 x/hari
 Shampo : ya

4. Pola istirahat dan tidur

 Lama tidur : 7-8 Jam /hari

 Kebiasaan sebelum tidur : Nonton Youtube


Pola aktifitas dan latihan

 Kegiatan dalam pekerjaan : …..……………………

 Waktu bekerja :
( ) Pagi ( ) sore ( ) Malam

 Olah raga : ( ) Ya ( ) Tidak


Jenisnya : ……………………………………………………...
Frekwensi : ………………………

 Kegiatan waktu luang : ………………………

 Keluhan dalam aktifitas : ………………………….

5. Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan

 Merokok : Tidak

 Minuman keras : Tidak

 Ketergantungan obat : Tidak

9. PEMERIKSAAN FISIK

 Keadaan umum : Baik Kesadaran : Composmetis

 Tekanan darah : 150/100 Nadi : 88 x/menit

 Respirasi : 20x/mnt Suhu : 36,6

 Berat badan : 70kg Tinggi badan : 159cm


Kepala

 Rambut : Warna , bersih atau tidak, rontok atau tidak

Hitam, kotor berkrtombe, rontok

 Alis : Mudah dicabut atau tidak

Tidak mudah dicabut


 Mata : Keadaan konjungtiva, sklera
Konjungtiva anemis

 Muka : Oedema atau tidak, khususnya di pagi hari


Tidak adaoedemea

 Hidung : Kebersihan, ada polip atau tidak


Bersih

 Mulut : Warna bibir, ada stomatitis atau tidak


Pink pucat tidak ada stomatitis

 Gigi : Kebersihan, ada karies atau tidak, ada ginggivitas atau tidak
Kotor ada karies gigi

 Telinga : Kesimetrisan, kebersihan, ada serumen atau tidak


Simetris, ada serumen sedikit

 Leher : Dikaji adakah pembesaran kelenjar thyroid, dan vena jugularis


Tidak ada pembesaran thyroid

 Dada dan axilla : ada pembesaran kelenjar limfe atau tidak


Tidak ada pembesaran limfe

 Mamae : masih teraba lunak pada hari I dan II post partum, mulai keluar
Kolustrum, hari III hangat dan berisi , hari IV keras dan produksi ASI meningkat
Hari ke-2 asi belum bias keluar,

 Puting : penonjolan puting , monthgomeri, pengeluaran colostrum


Colostrum belum bias keluar

 Abdomem : ada bekas luka Operasi atau tidak, adakah pembesaran hati dan lien
serta keadaan kandung kemih, adanya linea nigra, striae gravidarum, TFU, kontur kulit,
palpasi supra pubik untuk mendeteksi bladder distensi, kontraksi uterus
Adaluka bekas operasi SC, tidak ada pembesaran hati dan lien, TFU 2jari diatas PX

 Ekstermitas
Superior : Kesimetrisan, keadaan kuku ( bersih atau tidak, panjang atau
pendek, pucat atau tidak )
Bersih, pendek
Inferior : Keseimetrisan , keadaan kuku ( bersih atau tidak, panjang atau tidak,
pucat atau tidak, ada varices atau tidak ada tromboplebitis atau tidak )
Bersih, pendek tidak ada varises

 Genetalia
-Perinium : Intack, ruptur, episiotomi, tanda – tanda REEDA, jenis episiotomi
.
- Lochea
Rubra
- Rectum
.....................................................................................................
10. Data Penunjang

1. Laboratorium :…………………………………………………………

a. Hemoglobin 10,0 g/dl (11,7-16,2 g/dl)


b. Hematokrit 34,4 % (35-45 %)
c. Gula darah sewaktu 143 mg/dl (60-140 mg/dl)
d. HbsAg non reaktif
e. Golongan darah A dengan Rh (+),

2. Terapi yang didapat

11. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN


1. Nyeri Akut
2. Intoleransi Aktifitas
3. Deficit pengetahuan

A. DATA PENUNJANG
- HB
- HT
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI

ANALISA DATA
N ANALISA DATA ETIOLOGI MASALAH
O KEPERAWATAN
1. Ds : Insisi Jaringan Nyeri Akut berhubungan
-Pasien mengatakan nyeri dengan agen pencidera
didaerah luka jahitan. fisik
-Pasien mengatakan nyeri Terputusnya
didaerah sekitar luka jahitan kontinuitas jaringan
saat bergerak.
Do :
-Pasien tampak meringis Pengeluaran
kesakitan mediator nyeri
-Pasien tampak luka jahitan
pada pada abdomen.
P : nyeri karena jahitan post Merangsang neuro
SC. Reseptor
Q : cekit – cekit.
R : Nyeri didaerah luka jahitan.
S:3
T : Hilang timbul.
TTV:
TD: 150/90 mmHg
RR: 20x/mnt
N: 88x/mnt
S: 36,6
2. DS: Post SC Gangguan Mobilitas fisik
-pasien mengatakan aktifitas di berhubungan dengan
bantu keluarga General Anastesi efek agen farmakologis
-pasien mengeluh masih belum
bisa menggerakan anggota
badannya peurunan kesadaran
-pasien mengatakan cemas saat
mau menggerakan badanya Bedrest
DO:
- pasien tampak lemah
-TTV :
TD : 150/100 mmHg
N : 88 x / menit
Suhu : 36,7 oC
RR : 20x/mnt
3. DS : Post Sc Deficit pengetahuan
- Pasien mengatakan bahwa berubungan dengan
cemas dengan kondisinya Kurang terpapar kurang terpaparinformasi
yang sekarang karena asi informasi
belim bisa keluar
- Pasien merasa tidak Kesalahan
berguna juga ketakutan interprestasi
bagaimana jika ASI nya
tetap tidak bisa keluar Kurang pengetahuan
DO :
- Pasien sering bertanya terus
kepada perawat tentang
kondisinya
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI

INTERVENSI
N MASALAH LUARAN INTERVENSI
O KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut Setelah dilakukan  Manajemen nyeri
berhubungan dengan intervensi selama 3x8 Observasi
agen pencidera fisik jam maka nyeri menurun 1. Identifikasi lokasi,
dengan kriteria hasil : karakteristik, durasi,
1. Keluhan nyeri frekuensi, kualitas,
menurun intensitas nyeri
2. Meringis menurun 2. Identifikasi skala nyeri
3. Gelisah menurun 3. Identifikasi respon nyeri
4. Frekuensi nadi non verbal
membaik 4. Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas hidup
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi ras nyeri
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan stragtegi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu nyeri
2. Jelaskan stragtegi
meredakan nyeri
3. Ajarkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Observasi
intervensi selama 2 x 24 1. Identifikasi adanya nyeri
fisik berhubungan
diharapkan mobilitas atau keluhan fisik lainnya
dengan agen fisik meningkat dengan 2. Identifikasi toleransi fisik
kriteria hasil : melakukan pergerkan
farmakologis
1. Pergerakan 3. Monitor frekuensi jantung
ekstermitas dan tekanan darah sebelum
meningkat melakukan mobilisasi
2. Kekuatan otot 4. Monitor kondisi umum
meningkat selama mobilisasi
3. ROM meningkat Terapeutik
4. Kelemahan fisik 1. Fasilitasi aktivitas
menurun mobilisasi (mis: pagar
tempat tidur)
2. Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi
sederhana (mis: duduk
ditempat tidur, duduk
disisi tempat tidur,
pindah dari tempat tidur
ke kursi)
3. Deficit pengetahuan Setelah dilakukan  Edukasi kesehatan
berhubungan dengan tindakan keperawatan Observasi
kurang terpapar 1x24 jam diharapkan 1. Identifiksi kesiapan
informasi tingkat pengetahuan dan kemampuan
membaik dengan kriteria menerima informasi
hasil 2. Identifikai factor-faktor
: yang dapapt
1. Perilaku sesuai meningkatkan dan
anjuran meningkat menurunkan motivasi
2. Perilaku sesuai perilaku dan hidup
pengetahuan bersih dan sehat
meningkat Terapeutik
3. Persepsi yang keliru 1. Sediakan materi dan
terhadap masalah media pendidikan
menurun belajar
2. Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan
3. Berikan kesepatan unuk
bertanya
Edukasi
1. Jelaskan factor resiko
yang dapat
mempengaruhi
kesehatan
2. Ajarkan perilaku hidup
bersih dan sehat
3. Ajarkan strategi yng
dapat digunkan untuk
membantu
meningkatakan perilaku
hidup bersih dan sehat.
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


N TG JA IMPLEMENTASI EVALUASI PARAF
O L M
1. 1. Mengidentifikasi lokasi, S:
karakteristik, durasi, -Pasien mengatakan masih
frekuensi, kualitas, nyeri didaerah luka
intensitas nyeri jahitan.
2. Mengidentifikasi skala -Pasien mengatakan masih
nyeri nyeri didaerah sekitar luka
3. Mengidentifikasi respon jahitan saat bergerak.
nyeri non verbal O:
4. Mengidentifikasi -Pasien masih tampak
pengaruh nyeri pada meringis kesakitan
kualitas hidup -tampak luka jahitan pada
5. Memberikan teknik pada abdomen.
nonfarmakologis untuk P : nyeri karena jahitan
mengurangi ras nyeri post SC.
6. Mengontrol lingkungan Q : cekit – cekit.
yang memperberat rasa R : Nyeri didaerah luka
nyeri jahitan.
7. Mefasilitasi istirahat dan S:3
tidur T : Hilang timbul.
8. Mempertimbangkan TTV:
jenis dan sumber nyeri TD: 15\30/90 mmHg
dalam pemilihan RR: 20x/mnt
stragtegi meredakan N: 88x/mnt
nyeri S: 36,6
9. Menjelaskan penyebab, A: Masalah belum teratasi
periode dan pemicu P: Lanjutkan intervensi
nyeri
10. Menjelaskan stragtegi
meredakan nyeri
11. Mengajarkan memonitor
nyeri secara mandiri
12. Mengajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
13. mengkolaborasikan
pemberian analgetik
2. 1. Mengidentifikasi adanya S:
nyeri atau keluhan fisik
-pasien mengatakan
lainnya
2. Mengidentifikasi toleransi aktifitasnyamasih di bantu
fisik melakukan
keluarga
pergerkan
3. Memonitor frekuensi -pasien mengatakan sudah
jantung dan tekanan darah
sedikit bisa menggerakan
sebelum melakukan
mobilisasi anggota badannya
4. Memonitor kondisi umum
-pasien mengatakan masih
selama mobilisasi
5. Memfasilitasi aktivitas sedikit cemas saat mau
mobilisasi (mis: pagar
menggerakan badanya
tempat tidur)
6. Memfasilitasi melakukan O:
pergerakan, jika perlu
- pasien tampak lemah
7. Melibatkan keluarga
untuk membantu pasien -TTV :
dalam meningkatkan
TD : 150/100 mmHg
pergerakan
8. Menjelaskan tujuan dan N : 88 x / menit
prosedur mobilisasi
Suhu : 36,7 oC
9. Menganjurkan melakukan
mobilisasi dini RR : 20x/mnt
10. Mengajarkan
A: Masalah belum teratasi
mobilisasi sederhana
(mis: duduk ditempat P: Lanjutkan Intervensi
tidur, duduk disisi tempat
tidur, pindah dari tempat
tidur ke kursi)
3. 1. Mengidentifiksi kesiapan S:
dan kemampuan - Pasien masih cemas
menerima informasi dengan kondisinya
2. Mengidentifikai factor- yang sekarang karena
faktor yang dapapt asi belim bisa keluar
meningkatkan dan O :
menurunkan motivasi - Pasien masih sering
perilaku dan hidup bersih bertanya terus kepada
dan sehat perawat tentang
3. Menyediakan materi dan kondisinya
media pendidikan belajar A: Masalh belum teratasi
4. Menjadwalkan pendidikan P: Lanjutkan Intervensi
kesehatan sesuai
kesepakatan
5. Memberikan kesepatan
unuk bertanya
6. Menjelaskan factor resiko
yang dapat mempengaruhi
kesehatan
7. Mengajarkan perilaku
hidup bersih dan sehat
8. Mengajarkan strategi yng
dapat digunkan untuk
membantu meningkatakan
perilaku hidup bersih dan
sehat.
DAFTAR PUSTAKA

Sutherland ER, Kraft M, Crapo JD. Diagnosis and Treatment of Asthma. In : Crapo JD,
Glassroth J, Karlinsky JB, King TE, editors. Baum’s textbook of Pulmonary Diseases.

Supriyanto B, Wahyudin B. Patogenesis dan patofisiologi asma anak. Dalam: Rahajoe NN,
Supriyatno B, Setyanto DB, editor. Buku ajar respirologi anak. Edisi pertama. Jakarta : BP
Ikatan Dokter anak Indonesia 2010

Kleigman RM, Jenson HB, Marcdante KJ, Behrman RE. Asthma. In : Nelson Essentials
of Pediatrics. Fifth Edition. Philadelphia : Elsevier Saunders 2013; p 396-405.

Seventh edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins 2011

UKK Pulmonologi PP IDAI. Pedoman Nasional AsmaAnak. UKK Pulmonologi 2011

Nataprawira HM. Diagnosis Asma pada anak. Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto
DB, editor. Buku ajar respirologi anak. Edisi pertama. Jakarta : BP Ikatan Dokter anak
Indonesia 2012; h 105-19.

Kleigman RM, Jenson HB, Marcdante KJ, Behrman RE. Asthma. In : Nelson Essentials of
Pediatrics. Fifth Edition.

Depkes RI. Pedoman pengendalian asma. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2012.

Rahajoe NN. Tatalaksana jangka panjang asma pada anak. Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B,
Setyanto DB, editor. Buku ajar respirologi anak. Edisi pertama. Jakarta : BP Ikatan Dokter
anak Indonesia 2012

Anda mungkin juga menyukai