Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Sejak ditemukan pada 1981, hingga kini HIV/AIDS, prevalensinya terus meroket tak
terkendali, meski katanya telah ada program pencegahan HIV/AIDS. Saat ini, diperkirakan
penderita AIDS (Odha) di dunia mencapai 60 juta jiwa. Dan tak satu pun dari penderita AIDS
yang terbebas dari ancaman Human Immunodeficiency Virus (HIV). Sementara angka
kematian karena HIV ini mencapai 25 juta. "Meninggalnya penderita AIDS disebabkan
karena infeksi oportunistik dan bukan karena HIV itu sendiri," kata Prof. Dr. Herdiman
Theodorus Pohan, SpPD-KPTI, DTM&H, pada orasi pengukuhannya sebagai Guru Besar
Tetap dalam Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, di
Auditorium FKUI, 21 Januari lalu.

Menurutnya infeksi oportunistik didefinisikan sebagai suatu infeksiyang timbul akibat


penurunan kekebalan tubuh. Infeksi ini dicetuskan oleh mikroba maupun karena reaktivasi
infeksi laten, yang dalam keadaan normal terkendali oleh sistem kekebalan tubuh. Kehadiran
HIV di dalam tubuh pada awalnya tidak menunjukan gejala apapun. Namun, lambat laun
virus ini menggerogoti sistem imun sampai akhirnya bermanifestasi klinis. Gambaran klinis
penderita AIDS sangat bervariasi, dari gambaran klinis ringan hingga berat yang berpotensi
menyebabkan kematian. Penderita AIDS dapat mengalami infeksi oportunistik ataupun
mengalami keganasan/neoplasma sepertisarkoma kaposi atau limfoma yang berujung
kematian. Infeksi oportunistik menyebabkan kematian pada lebih dari 90 persen Odha.

4
1.2 Rumusan masalah

- apa pengertian dari infeksi oportunistik?

- apa saja infeksi oportunistik pada paru?

- konsep asuhan keperawatan pada infeksi oportunistik paru

1.3 Tujuan

- untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada IO paru

5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian infeksi oportunistik

Infeksi oportunistik (IO) adalah infeksi yang ambil kesempatan


(‘opportunity’) yang disediakan oleh kerusakan pada sistem kekebalan tubuh
untuk menimbulkan penyakit. Kerusakan pada sistem kekebalan tubuh ini adalah
salah satu akibat dari infeksi HIV, dan menjadi cukup berat sehingga IO timbul
rata-rata 7-10 tahun setelah kita terinfeksi HIV. Kerusakan pada sistem kekebalan
tubuh kita dapat dihindari dengan penggunaan terapi antiretroviral (ART)
sebelum kita mengalami IO. Namun, karena kebanyakan orang yang terinfeksi
HIV di Indonesia tidak tahu dirinya terinfeksi, timbulnya IO sering kali adalah
tanda pertama bahwa ada HIV di tubuh kita. Jadi, walaupun ART tersedia gratis
di Indonesia, masalah IO tetap ada, sehingga adalah penting kita mengerti apa itu
IO dan bagaimana IO dapat diobati dan dicegah. Dalam tubuh terdapat banyak
kuman – bakteri, protozoa, jamur dan virus. Saat sistim kekebalan anda bekerja
dengan baik, sistem tersebut mampu mengendalikan kuman-kuman ini. Tetapi
bila sistim kekebalan dilemahkan oleh penyakit HIV atau oleh beberapa jenis
obat, kuman ini mungkin tidak terkuasai lagi dan dapat menyebabkan masalah
kesehatan. Infeksi yang mengambil manfaat dari lemahnya pertahanan kekebalan
tubuh disebut "oportunistik". Kata "infeksi oportunistik" sering kali disingkat
menjadi "IO".

2.2 IO yang sering menyerang paru

A. PCP (Pneumonia Pneumocystis)

Pneumonia Pneumocystis (PCP) adalah infeksi oportunistik (IO) paling


umum terjadi pada orang HIV-positif. Tanpa pengobatan, lebih dari 85 persen
orang dengan HIV pada akhirnya akan mengembangkan penyakit PCP. PCP
menjadi salah satu pembunuh utama Odha. Namun, saat ini hampir semua

6
penyakit PCP dapat dicegah dan diobati. PCP disebabkan oleh jamur yang ada
dalam tubuh hampir setiap orang. Dahulu jamur tersebut disebut Pneumocystis
carinii, tetapi para ilmuwan kini menggunakan nama Pneumocystis jiroveci,
namun penyakit masih disingkatkan sebagai PCP.

Sistim kekebalan yang sehat dapat mengendalikan jamur ini. Namun, PCP
menyebabkan penyakit pada anak dan pada orang dewasa dengan
sistimkekebalan yang lemah. Jamur Pneumocystis hampir selalu
mempengaruhi paru, menyebabkan bentuk pneumonia (radang paru). Orang
dengan jumlah CD4 dibawah 200 mempunyai risiko paling tinggi mengalami
penyakit PCP. Orang dengan jumlah CD4 di bawah 300 yang telah mengalami
IO lain juga berisiko. Sebagian besar orang yang mengalami penyakit PCP
menjadi jauh lebih lemah, kehilangan berat badan, dan kemungkinan akan
kembali mengalami penyakit PCP lagi.

Tanda pertama PCP adalah sesak napas, demam, dan batuk tanpa dahak. Siapa
pun dengan gejala ini sebaiknya segera periksa ke dokter. Namun, semua Odha
dengan jumlah CD4 di bawah 300 sebaiknya membahas pencegahan PCP
dengan dokter, sebelum mengalami gejala apa pun.

Pencegahan PCP : Cara terbaik untuk mencegah PCP adalah dengan memakai
terapi antiretroviral (ART). Orang dengan jumlah CD4 di bawah 200 dapat
mencegah PCP dengan memakai obat yang juga dipakai untuk mengobati
PCP. ART dapat meningkatkan jumlah CD4 anda. Jika jumlah ini melebihi
200 dan bertahan begitu selama tiga bulan, mungkin anda dapat berhenti
memakai obat pencegah PCP tanpa risiko. Namun, karena pengobatan PCP
murah dan mempunyai efek samping yang ringan, beberapa peneliti
mengusulkanpengobatan sebaiknya diteruskan hingga jumlah CD4 di atas 300.
Anda harus berbicara dengan dokter anda sebelum anda berhenti memakai
obat apa pun yang diresepkan.

Pengobatan PCP : Selama bertahun-tahun, antibiotik dipakai untuk mencegah


PCP pada pasien kanker dengan sistim kekebalan yang lemah. Tetapi pada
1985 sebuah penelitian kecil menunjukkan bahwa antibiotik juga dapat
mencegah PCP pada Odha. Keberhasilan dalam pencegahan dan pengobatan
PCP sangat dramatis. Persentase Odha yang mengalami PCP sebagai penyakit

7
yang mendefinisikan AIDS dipotong kurang lebih separoh, seperti juga PCP
sebagai penyebab kematian Odha.Sayang, PCP masih umum pada orang yang
terlambat mencari pengobatan atau belum mengetahui dirinya terinfeksi.
Sebenarnya, 30-40 persen Odha akanmengembangkan PCP bila mereka
menunggu sampai jumlah CD4-nya kurang lebih 50. Obat yang dipakai untuk
mengobati PCP mencakup kotrimoksazol, dapson, pentamidin, dan atovakuon.
Kotrimoksazol (TMP/SMX) adalah obat anti-PCP yang paling efektif. Ini
adalah kombinasi dua antibiotik: trimetoprim (TMP) dan sulfametoksazol
(SMX). Dapson serupa dengan kotrimoksazol. Dapson kelihatan hampir
seefektif kotrimoksazol melawan PCP. Pentamidin adalah obat hirup yang
berbentuk aerosol untuk mencegah PCP. Pentamidin juga dipakai secara
intravena (IV) untuk mengobati PCP aktif.

Atovakuon adalah obat yang dipakai orang pada kasus PCP ringan atau sedang
yang tidak dapat memakai kotrimoksazol atau pentamidin.

Kotrimoksazol adalah obat yang paling efektif melawan PCP. Obat ini juga
murah, dan dipakai dalam bentuk pil, tidak lebih dari satu pil sehari. Namun,
bagian SMX dari kotrimoksazol merupakan obat sulfa dan hampir separo
orang yang memakainya mengalami reaksi alergi, biasanya ruam kulit,
kadang-kadang demam. Sering kali, bila penggunaan kotrimoksazol dihentikan
sampai gejala alergi hilang, lalu penggunaan dimulai kembali, masalah alergi
tidak muncul lagi.

Reaksi alergi yang berat dapat diatasi dengan cara desensitisasi. Pasien mulai
dengan dosis obat yang sangat rendah dan kemudian meningkatkan dosisnya
hingga dosis penuh dapat ditahan. Mengurangi dosis dari satu pil sehari
menjadi tiga pil seminggu mengurangi masalah alergi kotrimoksazol, dan
tampak sama berhasilnya. Karena masalah alergi yang disebabkan oleh
kotrimoksazol serupa dengan efek samping dari beberapa obat antiretroviral,
sebaiknya penggunaan kotrimoksazol dimulai seminggu atau lebih sebelum
mulai ART. Dengan cara ini, bila alergi muncul, penyebabnya dapat lebih
mudah diketahui.

Dapson menyebabkan lebih sedikit reaksi alergi dibanding kotrimoksazol, dan


harganya juga agak murah. Biasanya dapson dipakai dalam bentuk pil tidak

8
lebih dari satu pil sehari. Namun dapson kadang kala lebih sulit diperoleh di
Indonesia.Pentamidin memerlukan kunjungan bulanan ke klinik dengan
nebulizer, mesin yang membuat kabut obat yang sangat halus. Kabut ini
dihirup secara langsung ke dalam paru. Prosedur ini memakan waktu kurang
lebih 30-45 menit. Anda dibebani harga obat tersebut ditambah biaya klinik.
Pasien yang memakai pentamidin aerosol akan mengalami PCP lebih sering
dibanding orang yang memakai pil antibiotik.

B. Tuberkulosis (TB)

Tuberkulosis adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri. TB biasanya


mempengaruhi paru-paru, tapi kadang-kadang dapat juga mempengaruhi organ
tubuh lain, terutama pada Odha dengan jumlah CD4 di bawah 200. TB adalah
penyakit yang sangat parah di seluruh dunia. Hampir sepertiga penduduk dunia
terinfeksi TB, tetapi sistem kekebalan tubuh yang sehat biasanya dapat
mencegah penyakit aktif.

Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel. Tuberkel adalah tonjolan kecil dan
keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok
mengelilingi bakteri TB dalam paru. Ada dua jenis TB aktif. TB primer baru
terjadi setelahanda terinfeksi TB untuk pertama kali. Keaktifan kembali TB
terjadi pada orang yang sebelumnya terinfeksi TB. Jika sistem kekebalan
tubuhnya melemah, TB dapat lolos dari tuberkel dan mengakibatkan penyakit
aktif . Kebanyakan kasus TB pada orang dengan HIV diakibatkan keaktifan
kembali infeksi TB sebelumnya. TB aktif dapat menyebabkan gejala berikut:
batuk lebih dari tiga minggu; hilang berat badan; kelelahan terus menerus;
keringat basah kuyup pada malam hari; dan demam, terutama pada sore hari.
Gejala ini mirip dengan gejala yang disebabkan PCP, tetapi TB dapat terjadi
pada jumlah CD4 yang tinggi. TB ditularkan melalui udara, waktu seseorang
dengan TB aktif batuk atau bersin.

Anda dapat mengembangkan TB secara mudah jika anda pada tahap infeksi
HIV lanjut. Anda dapat terinfeksi TB pada jumlah CD4 berapa pun. TB dan
HIV: pasangan yang buruk . Banyak jenis virus dan bakteri hidup di tubuh
anda Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat mengendalikan kuman ini agar
mereka tidak menyebabkan penyakit. Jika HIV melemahkan sistem kekebalan,

9
kuman ini dapat mengakibatkan infeksi oportunistik (IO). Angka TB pada
Odha sering kali 40 kali lebih tinggi dibanding angka untuk orang yang
tidakterinfeksi HIV. Angka TB di seluruh dunia meningkat karena HIV. TB
dapat merangsang HIV agar lebih cepat menggandakan diri, dan memperburuk
infeksi HIV. Karena itu, penting bagi orang dengan HIV untuk mencegah dan
mengobati TB.

Cara mendiagnosis TB

Ada tes kulit yang sederhana untuk TB. Sebuah protein yang ditemukan pada
bakteri TB disuntik pada kulit lengan. Jika kulit anda bereaksi dengan
bengkak, itu berarti anda kemungkinan terinfeksi bakteri TB. Jika HIV atau
penyakit lain sudah merusak sistem kekebalan anda, anda mungkin tidak
menunjukkan reaksi pada tes kulit, walaupun anda terinfeksi TB. Kondisi ini
disebut 'anergi'. Oleh karena masalah ini, dan karena kebanyakan orang di
Indonesia sudah terinfeksi TB, jadi tes kulit sekarang jarang dipakai disini.
Jika anda anergi, pembiakan bakteri dari dahak (lihat alinea berikut) adalah
cara terbaik untuk diagnosis TB aktif.

Bila anda mempunyai gejala yang mungkin disebabkan oleh TB, dokter akan
minta anda menyediakan tiga contoh dahak untuk diperiksa, termasuk satu
yang anda diminta keluarkan dari paru pada pagi hari. Dokter juga mungkin
melakukan x-ray paru, dan mencoba membiakkan bakteri TB dari contoh
dahak anda. Tes ini mungkin memerlukan waktu empat minggu. Sulit untuk
mendiagnosis TB aktif terutama pada Odha, karena gejalanya mirip dengan
pneumonia, masalah paru lain, atau infeksi lain.

Pengobatan TB : Jika anda terinfeksi TB, tetapi tidak mengalami penyakit


aktif, kemungkinananda diobati dengan isoniazid (INH) untuk sedikitnya enam
bulan, atau dengan INH plus satu atau dua obat lain untuk tiga bulan. Sebuah
penelitian yang diterbitkan pada 2001 menunjukkan bahwa terapi kombinasi
lebih efektif dibandingkan INH sendiri. INH dapat menyebabkan masalah hati,
terutama pada perempuan.

Jika anda mengalami TB aktif, anda diobati dengan antibiotik. Karena bakteri
TB dapat menjadi kebal (resisten) terhadap obat tunggal, anda akan diberi
kombinasi antibiotik. Juga, TB sulit disembuhkan, dan obat tersebut harus

10
dipakai untuk sedikitnya enam bulan. Jika anda tidak memakai semua obat, TB
dalam tubuh anda mungkin jadi resistan dan obat tersebut akan menjadi tidak
efektiflagi. Ada jenis TB yang sudah resistan pada beberapa antibiotik. Ini
disebut TB yang resistan terhadap beberapa obat atau MDR-TB. Hingga saat
ini, Prevalensi MDR-TB di Indonesia belum jelas; surveillans akan segera
dilakukan oleh Depkes. Kendati masalah ini, lebih dari 90 persen kasus TB
dapat disembuhkandengan antibiotik.

Masalah obat : Beberapa antibiotik yang dipakai untuk mengobati TB dapat


merusak hati atau ginjal. Begitu juga beberapa obat antiretroviral yang dipakai
untuk memerangi HIV. Bisa jadi sulit untuk memakai obat untuk TB dan
HIVsekaligus. INH dapat menyebabkan neuropati perifer, seperti juga
beberapa ARV, jadi dapat terjadi masalah bila obat ini dipakai bersamaan. J
uga, banyak obat anti-HIV berinteraksi dengan obat yang dipakai untuk
memerangi TB. Rifampisin atau rifabutin umumnya dipakai untuk mengobati
TB. Obat ini dapat mengurangi kadar ARV dalam darah anda di bawah tingkat
yang diperlukan untuk mengendalikan HIV.

ARV dapat meningkatkan kadar obat TB ini pada tingkat yang mengakibatkan
efek samping yang berat. Rifampisin tidak boleh dipakai jika anda memakai
protease inhibitor (PI). Rifabutin dapat dipakai dalam beberapa kasus, tetapi
mungkin dosisnya harus diubah. Ada pedoman khusus untuk dokter jika anda
memakai obat untuk memerangi TB dan HIV sekaligus. Juga, jika jumlah CD4
anda di bawah 100, anda sebaiknya memakai rifabutin sedikitnya tiga kali
seminggu. Ini mengurangi risiko TB-nya menjadi resistan terhadap rifabutin.
Untuk alasan ini, TB biasanya disembuhkan sebelum ART dimulai. Namun
mungkin ini mustahil bila jumlah CD4 sangat rendah.

11
BAB 3

KONSEP ASKEP

Asuhan keperawatan bagi penderita penyakit HIV-AIDS merupakan tantangan


yang besar bagi perawat karena setiap sistem organ berpotensi untuk menjadi sasran infeksi
ataupun kanker. Disamping itu, penyakit ini akan dipersulit oleh komplikasi masalah
emosional, sosial dan etika. Rencana keperawatan bagi penderita AIDS harus disusun secara
individual untuk memenuhi kebutuhan masing-masing pasien ( Brunner dan suddarth, 2013).

Pengkajian pada pasien HIV AIDS meliputi:

1. Pengkajian

a. Identitas Klien

Meliputi : nama, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. MR.

b. Keluhan utama.

Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi respiratori ditemui keluahn utama
sesak nafas. Keluahn utama lainnya dirtemui pada pasien penyakit HIV AIDS, yaitu demam
yang berkepanjangan (lebih dari 3 bulan), diare kronis lebih dari 1 bulan berulang maupun
terus menerus, penurunan berat badan lebih dari 10%, batuk kronis lebih dari 1 bulan, infeksi
mulut dan tenggorokan disebabkan oleh jamur candida albikans,pembekakan kelenjar getah
bening diseluruh tubuh, munculnya herpes zooster berulang dan bercak-0bercak gatal
diesluruh tubuh.

c. Riwayat kesehatan sekarang.

Dapat ditemukan keluhan yang baisanuya disampaikan pasien HIV-AIDS adalah: pasien akan
mengeluhkan napas sesak (dispnea) bagi pasien yang memiliki manifestasi respiratori, batuk-
batuk, nyreri dada, dan demam, pasien akan mengeluhkan mual, dan diare serta penurunan
berat badan drastis.

d. Riwayat kesehatan dahulu

12
Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama. Adanya riwayat penggunaan
narkoba suntik, hubungan seks bebas atau berhubungan seks dengan penderita HIV/AIDS
terkena cairan tubuh penderita HIV/AIDS.

e. Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya anggota keluarga yang menderita penyakit HIV/
AIDS. Kemungkinan dengan adanya orang tua yang terinfeksi HIV. Pengakajian lebih lanjut
juga dilakukan pada riwayat pekerjaan keluarga, adanya keluarga bekerja ditempat hiburan
malam, bekerja sebagai PSK (pekerja seks komersial).

f. Pola aktifitas sehari-hari (ADL) meliputi :

 Pola presepsi dan tata laksanaan hidup sehat.

Biasanya pada pasien HIV/ AIDS akan mengalami perubahan atau gangguan pada personal
hygiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan BAK dikarenakan kondisi tubuh
yang lemah, pasien kesulitan melakukan kegiatan tersebut dan pasien biasanya cenderung
dibantu oleh keluarga atau perawat.

 Pola nutrisi

Biasanya pasien dengan HIV / AIDS mengalami penurunan nafsu makan, mual, muntah,
nyeri menelan, dan juga pasien akan mengalami penurunan berat badan yang cukup drastis
dalam jangka waktu singkat (terkadang lebih dari 10 % BB ).

 Pola eliminasi

Biasanya pasien mengalami diare, feses encer, disertai mucus berdarah

 Pola istrihat dan tidur

Biasanya pasien dengan HIV/ AIDS pola istrirahat dan tidur mengalami gangguan karena
adanya gejala seperti demam daan keringat pada malam hari yang berulang. Selain itu juga
didukung oleh perasaan cemas dan depresi terhadap penyakit.

 Pola aktifitas dan latihan

Biasanya pada pasien HIV/ AIDS aktifitas dan latihan mengalami perubahan. Ada beberapa
orang tidak dapat melakukan aktifitasnya seperti bekerja. Hal ini disebabkan mereka menarik
diri dari lingkungan masyarakat maupun lingkungan kerja, karena depresi terkait penyakitnya
ataupun karena kondisi tubuh yang lemah.
13
 Pola prespsi dan kosep diri

Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami perasaan mara, cemas, depresi dan stres.

 Pola sensori kognitif

Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami penurunan pengecapan dan gangguan


penglihatan. Pasien juga biasanya mengalami penurunan daya ingat, kesulitan berkonsentrasi,
kesulitan dalam respon verbal. Gangguan kognitif lain yang terganggu yaitu bisa mengalami
halusinasi.

 Pola hubungan peran

Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi perubahan peran yang dapat mengganggu
hubungan interpesonal yaitu pasien merasa malu atau harga diri rendah.

 Pola penanggulangan stres

Pada pasien HIV AIDS biasanya pasien akan mengalami cemas, gelisa dan depresi karena
penyakit yang dideritanya. Lamanya waktu perawtan, perjalanan penyakit yang kronik,
perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif
berupa marah, marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain, dapat menyebabkan
penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif dan adaptif.

 Pola reproduksi skesual

Pada pasien HIV AIDS pola reproduksi seksualitasnya terganggu karean penyebab utama
penularan penyakit adalah melalui hubungan seksual.

 Pola tata nilai dan kepercayaan

Pada pasien HIV AIDS tata nilai keyakinan pasien awalnya akan berubah, karena mereka
menganggap hal yang menimpa mereka sebagai balasan perbuatan mereka. Adanya status
perubahan kesehatan dan penurunan fungsi tubuh mempengaruhi nilai kepercayaan pasien
dalam kehidupan mereka dan agama

merupakan hal penting dalam hidup pasien.

g. Pemeriksaan fisik

 Gambaran umum : ditemukan pasien tampak lemah

 Kesdaran : composmentis kooperatif, sampai terjadi penurunan

14
tingkat kesadaran, apatis, somnolen, stupor bahkan koma.

 Vital sign :

TD; biasanya ditemukan dalam batas normal, nadi; terkadang ditemukan frekuensi nadi
meningkat, pernapasan : biasanya ditemukn frekuensi pernapasan meningkat, suhu; suhu
biasanya ditemukan meningkat krena demam, BB ; biasanya mengalami penrunan(bahkan
hingga 10% BB), TB; Biasanya tidak mengalami peningkatan (tinggi badan tetap).

 Kepala : biasanya ditemukan kulit kepala kering karena dermatitis seboreika.

 Mata : biasnay konjungtifa anemis , sce;era tidak ikterik, pupil isokor,refleks pupil
terganggu.

 Hidung : biasanya ditemukan adanya pernapasan cuping hidung

 Leher: kaku kuduk (penyebab kelainan neurologic karena infeksi jamur criptococus
neofarmns).

 Gigi dan mulutr : biasany ditemukan ulserasi dan adanya bercakbercak putih seperti
krim yang menunjukan kandidiasis.

 Jantung: Biasanya tidak ditemukan kelainan.

 Paru-paru : Biasanya terdapat nyeri dada pada pasien AIDS yang

disertai dengan TB napas pendek (cusmaul).

 Abdomen : Biasanya bising usus yang hiperaktif.

 Kulit : Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya tandatanda lesi (lesi
sarkoma kaposi).

 Ekstremitas : Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus oto menurun, akral dingin.

15
BAB 4

PENUTUP

a. Kesimpulan

Infeksi oportunistik didefinisikan sebagai suatu infeksi yang timbul akibat


penurunan kekebalan tubuh. Infeksi ini dicetuskan oleh mikroba maupun karena
reaktivasi infeksi laten, yang dalam keadaan normal terkendali oleh sistem kekebalan
tubuh. Kehadiran HIV di dalam tubuh pada awalnya tidak menunjukan gejala apapun.
Namun, lambat laun virus ini menggerogoti sistem imun sampai akhirnya
bermanifestasi klinis. Gambaran klinis penderita AIDS sangat bervariasi, dari
gambaran klinis ringan hingga berat yang berpotensi menyebabkan kematian.
Penderita AIDS dapat mengalami infeksi oportunistik ataupun mengalami
keganasan/neoplasma seperti sarkoma kaposi atau limfoma yang berujung kematian.
Infeksi oportunistik menyebabkan kematian pada lebih dari 90 persen Odha.

b. Saran

Kerusakan pada sistem kekebalan tubuh kita dapat dihindari dengan penggunaan
terapi antiretroviral (ART) sebelum kita mengalami IO. Namun, karena kebanyakan
orang yang terinfeksi HIV di Indonesia tidak tahu dirinya terinfeksi, timbulnya IO
sering kali adalah tanda pertama bahwa ada HIV di tubuh kita. Jadi, walaupun ART
tersedia gratis di Indonesia, masalah IO tetap ada, sehingga adalah penting kita
mengerti apa itu IO dan bagaimana IO dapat diobati dan dicegah

16
DAFTAR PUSTAKA

.Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Tuberkulosis. Jakarta: Kementrian Kesehatan


Republik Indonesia; 2016.

Ditjen PP&PL Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015. Jakarta: Direktoral
Jendral PP&PL; 2013.26.

WHO. Global Tuberculosis Control2015 21 November 2016. Available from:


apps.who.int/iris/bitstream/10665/191102/1/9789241565059_eng.pdf.

Ditjen P2MPL. Petunjuk Teknis Tata Laksana Klinis Ko-Infeksi TB-HIV. Kemenkes RI,.
2012

Gerald F, Houston. Tuberculosis:8 The disease in association with HI

17

Anda mungkin juga menyukai