Kematianku atas penjajahan Aku adalah remaja yang mati atas penjajahan hak untuk tetap hidup dalam kebahagiaan bagaimana tidak disaat aku berada dalam kesenangan untuk belajar dan berusaha menjadi pribadi yang lebih baik aku dihadapkan dengan suatu hal yang menurutku sangan lucu. Dimana saat itu aku dijodohkan dan dipaksa untuk menikah dengan seorang perempuan yang dianggap sangat baik untukku dan aku harus tetap hidup dan menghidupi seseorang yang hanya bermain-main dengan sebuah ikatan pernikahan sembari tetap kuliah demi mewujudkan cita-cita sederhana orang tua yang ingin melihat semua gambar anaknya diruangan tamu menggunakan toga. Bodohnya aku saat itu percaya dengan ucapan perempuan itu yang mengataakan bahwasanya dia siap menerima orang tuaku seperti orang tuanya juga siap untuk hidup bersama walaupun dengan keadaan materi yang kurang memadai, namun kenyataan yang aku hadapi tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan selang beberapa bulan perempuan itu memintaku untuk memilih dia atau orang tuaku juga dia selalu menuntut materialistis untuk hidup yang sangat berlebihan untuk hidup dengan gaya seorang ratu. Dan pada akhirnya kesanggupan untuk hidup bersama yang dimaksudkannya pun dihianiti olehnya sendiri, kalian kira tawaku sungguhan ? kalian kira jiwaku tidak kesepian ? kalian kira tangisku bersamaan ? tentu saja tidak setelah perpisahan tawaku hanya senjata yang kuanggap paling ampuh untuk menutupi luka dalam dada yang terpukul oleh rindu hingga lebam membiru, kaliankira dalam keramaian jiwaku ikut senang tidak jiwaku masih saja kesepian meskipun berada dalam keramaian, kau kira dia juga menangis atas perpisahan tentu saja tidak hanya aku yang menangis dia tetap bahagia sebab pernikahan hanyalah sebuah permainan baginya! Suatu ketika aku memilih untuk pergi dan tidak berada ditempat dimana aku pernah hidup seatap bersama disuatu desa didalam rumah yang diberikan ayahku untuk kami tinggali sendiri,aku memilih pergi dan melampiaskan nya dengan belajar dan berusaha ditempat dimana aku melanjutkan jenjang pendidikan untuk mewujudkan cita-cita orang tua yang sangat ingin melihat semua gambar anaknya menggunakan toga dalam ruang tamu. Neraka dalam kematian atas penjajahan hak untuk hidup bahagia bagiku adalah dimana saat peristiwa perpisahan itu terjadi perkataan yang dilontarkan oleh wanita itu sangat menyakiti perasaan ibu,ayah,dan seluruh keluargaku. Dan surga dalam kematian atas penjajahan hak untuk hidup bahagia atas peristiwa perpisahan itu adalah aku bisa terbebas dari seorang perempuan yang tidak bisa meneriwa orang tuaku seperti orang tuanya sendiri atau paling tidak menerima orang tuaku seperti aku menerima orang tuanya.