Anda di halaman 1dari 3

NAMA : Ni Nengah Bela Ariyanti

NIM : 018060007
KELAS : A
RESUME MAKNA KREMASI MENURUT AGAMA HINDU

Kremasi merupakan proses pembakaran pada mayat. Pada ajaran agama Hindu dikenal
dengan istilah Ngaben. Ngaben berasal dari kata beya. Beya berarti bekal, yakni berupa jenis
upakara yang diperlukan dalam upacara ngaben  itu, kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi
biaya atau prabeya dalam bahasa Bali. Orang yang menyelenggarakan  beya dalam bahasa Bali
disebut meyanin. Kata ngaben, meyanin, sudah menjadi bahasa baku, untuk menyebutkan
upacara sawa wedhana. Jadi sesungguhnya tidak perlu lagi diperdebatkan akan asal usul itu.
Yang jelas ngaben adalah penyelenggaraan upacara untuk sawa bagi orang yang sudah
meninggal.
      Ngaben dalam bahasa Bali berkonotasi halus yang sering disebut dengan Palebon, yang
berasal dari kata lebu yang artinya prathiwi atau tanah. Palebon artinya
menjadikan prathiwi (abu). Untuk menjadikan tanah itu ada dua cara yaitu dengan cara
membakar dan menanam ke dalam tanah. Namun cara membakar adalah yang paling cepat.
Tempat untuk memproses menjadi tanah disebut pemasmian dan areal disebutnya
disebut tunon. Tunon berasal dari kata tunu yang berarti membakar.
Sedangkan pemasmian berasal darikatabasmi yang berarti hancur. Tunon  lain katanya
adalah setra atau sema. Setra artinya tegal. Sedangkan sema berasal dari kata smasama yang
berarti durga. Dewi Durga yang berstana di Tunon ini.
            Secara filosofis manusia terdiri dari dua unsur yaitu jasmani dan rohani. Menurut Agama
Hindu manusia itu terdiri dari tiga lapis yaitu: Stula Sarira, Suksma Sarira, dan Antahkarana
Sarira. Ketika manusia itu meninggal, suksma sarira dengan atmaakan pergi meninggalkan
badan, atma yang sudah begitu lama menyatu dengan sarira, atas kungkungan suksma
sarira sulit sekali meninggalkan badan itu. Padahal badan sudah tidak dapat difungsikan,
lantaran beberapa bagiannya sudah rusak. Hal ini merupakan penderitaan bagi atma.
            Untuk tidak terlalu lama atma terhalang perginya perlu badan kasarnya diupacarai untuk
mempercepat proses kembalinya, kepada sumbernya di alam, yaki Panca Mahabhuta, demikian
juga sang atma perlu dibuatkan upacara untuk pergi kea lam pitra dan memutuskan
keterikatannya dengan badan kasarnya. Proses inilah yang disebut ngaben. Jika
upacara ngaben tidak dilaksanakan dalam kurun waktu yang cukup lama, badan kasarnya akan
menjadi bibit penyakit, yang disebut bhuta cuwil, dan atmanya akan mendapatkan neraka, seperti
yang dijelaskan dalam Lontar Tattwa Loka Kretti (lampiran 5a):
“ yan wwang mati mapendhem ring prathiwi salawasya tan kinenan widhi-widhana, byakta
matemahan rogha ning bhuana, haro-haro gering mrana ring rat, atemahan gadgad”

Terjemahan:
“kalau orang mati ditanam pada tanah, selamanya tidak diupacarai diaben, sesungguhnya akan
menjadi penyakit bumi, kacau sakit merana di dunia, menjadi gadgad (tubuhnya)”

            Lahir, hidup, dan mati sudah menjadi hukum rta ( hukum Tuhan) yang terus bergilir
menimpa dan dialami oleh makhluk hidup termasuk manusia. Kelahiran dan kematian adalah
suatu konsep yang mendukung rotasi kehidupan ini, seharusnya diterima dengan lapang dada dan
tidak larut dalam kesedihan. Di dalam kitab suci Bhagawad Gita VIII.5 dinyatakan sebagai
berikut:

            “anta kale ca mam eva


                 Smaran muktva kalevaram
                 Yah prayati sa mad bhavam
                 Yati nasty atra samsayah.

Terjemahan:
Barang siapa pada waktu ajal tiba meninggalkan badan jasmani ini mengenang aku selalu,
sampai kepada-Ku, ini tak dapat diragukan lagi (Pudja, 2003:208).

            Kematian adalah suatu proses sakral atau suci yang masing-masing agama mempunyai
cara-cara sendiri untuk memberikan penghormatan terakhirnya sebagai manusia yang memiliki
peradaban budaya. Mati suatu proses kodrat dalam lingkaran kehidupan manusia yang disebut
dalam Tri Kona yaitu Uttpeti(lahir), Stiti(hidup), dan Pralina(mati). Kamatian tidak dapat
diduga, direncanakan dan diinginkan. Proses penghormatan pada orang yang meninggal adalah
ungkapan rasa bhakti terhadap para leluhur.
            Tujuan dari upacara ngaben adalah agar ragha sarira cepat dapat kembali kepada
asalnya, yaitu panca maha buthadi alam ini dan bagi atma dengan selamat dapat pergi ke alam
pitra. Oleh karenanya, ngaben sesuangguhnya tidak bisa ditunda-tunda. Mesti meninggal segera
harus diaben. Jadi Setelah orang meninggal atau mati dalam ajaran agama Hindu wajib
dilakukan upacara ngaben. 

Anda mungkin juga menyukai