Anda di halaman 1dari 17

Tugas

Ujian Akhir Semester


Hukum Institusi Keuangan Non Bank Syar’iah

Nama : Hilmi Hadad Alwi


NIM : 1183020045
Jur/Smt/Kls : HES/V/B
Dosen : Diah Siti Sa’diah, Hj. M.Ag.
Tanggal : 7 Desember 2020

1. Tulis 3 (tiga) POJK mengenai IKNB Syariah


• Peraturan terkait Kelembagaan dan Profesi IKNB Syariah
POJK No. 31/POJK.05/2016 Tentang Usaha Pergadaian

Sub Sektor : IKNB Syariah, Usaha Pergadaian

Jenis Regulasi : Peraturan OJK

Nomor Regulasi : 31/POJK.05/2016

Jumlah BAB dan Pasal : XIII BAB dan 65 Pasal

Tanggal Berlaku : 29 Juli 2016

• Peraturan terkait Produk IKNB Syariah


POJK No. 23/POJK.05/2015 Tentang Produk Asuransi dan Pemasaran
Produk Asuransi

Sub Sektor : IKNB Syariah, Produk Asuransi

Jenis Regulasi : Peraturan OJK


Nomor Regulasi : 23/POJK.05/2015

Jumlah BAB dan Pasal : IX BAB dan 63 Pasal

Tanggal Berlaku : 24 November 2015

• Peraturan terkait penyelenggaraan usaha IKNB Syariah


POJK No. 10/POJK.05/2019 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan
Pembiayaan Syariah Dan Unit Usaha Syariah Perusahaan Pembiayaan

Sub Sektor : IKNB Syariah, Lembaga Pembiayaan, Investasi, Jasa

Jenis Regulasi : Peraturan OJK

Nomor Regulasi : 10/POJK.05/2019

Jumlah BAB dan Pasal : XXVI BAB dan 118 Pasal

Tanggal Berlaku : 26 Februari 2019


2. Kemudian Anda Analisis

Analisis Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 31/POJK.05/2016 Tentang Usaha


Pergadaian

Berdasarkan UU No. 21 tahun 2011 tentang Otorita Jasa Keuangan (OJK), usaha pergadaian
merupakan lembaga jasa keuangan yang diatur dan berada dalam pengawasan OJK. Dalam
melaksanakan fungsi pengawasannya tersebut, OJK memerlukan payung hukum di bidang
usaha gadai. POJK No.31/POJK.05/2016 inilah yang menjadi landasan hukum bagi Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) dalam mengawasi usaha pergadaian di Indonesia.

Point – Point Utama Peraturan Otorita Jasa Keuangan (POJK) No. 31/POJK.05/2016 tentang
usaha pergadaian :

1. Seluruh badan hukum usaha pergadaian harus terdaftar dan memiliki izin usaha dari
OJK (POJK No.31/POJK.05/2016 pasal 5, pasal 8 dan pasal 9)

Peraturan OJK ini memuat kewajiban Perusahaan Pergadaian untuk mendaftar dan
mendapat izin usaha pergadaian dari OJK. Terkecuali Perusahaan Pergadaian Pemerintah
karena telah diawasi oleh OJK sebelum Peraturan OJK ini mulai berlaku. Oleh karena itu,
Perusahaan Pergadaian Pemerintah tidak perlu mengajukan lagi permohonan izin usaha
kepada OJK.

Permohonan pendaftaran pelaku usaha pegadaian diajukan kepada OJK paling lama 2 (dua)
tahun sejak Peraturan OJK diundangkan (POJK ini diundangkan sejak 1 agustus 2016).
Setelah terdaftar, perusahaan pergadaian wajib mengurus izin usaha perusahaan
pergadaian.

Bagi mereka yang belum mengantongi izin usaha pergadaian, OJK memberi kesempatan
untuk mengurus izin hingga batas waktu 29 juli 2019. Jika setelah tanggal tersebut
perusahaan pergadaian tidak mengurus izin usaha perusahaan pergadaian maka OJK akan
berkoordinasi dengan satuan tugas investasi untuk melakukan penindakan.

Pendaftaran Usaha Pergadaian (POJK No.31/POJK.05/2016 Pasal 5)

Permohonan pendaftaran Pelaku Usaha Pergadaian di sampaikan dengan melampirkan


dokumen sebagai berikut:

1) Akta pendirian badan usaha termasuk anggaran dasar berikut perubahannya (jika
ada) yang telah disahkan/disetujui oleh instansi yang berwenang.
2) Bukti identitas diri dan daftar riwayat hidup yang dilengkapi dengan pas foto
berwarna yang terbaru berukuran 4x6 cm dari pemilik kecuali koperasi, anggota
Direksi dan anggota Dewan Komisaris;
3) Surat keterangan domisili perusahaan dari instansi yang berwenang;
4) Bukti telah melakukan kegiatan usaha; dan
5) Foto unit layanan (outlet) berukuran 4R/5R.

OJK memberikan persetujuan atas permohonan pendaftaran paling lama 10 (sepuluh) Hari
sejak diterimanya dokumen permohonan pendaftaran secara lengkap dan sesuai dengan
persyaratan dalam Peraturan OJK ini.

Pelaku Usaha Pergadaian yang pendaftarannya di setujui akan memperoleh Tanda Bukti
Terdaftar. Yang dimaksud “tanda bukti terdaftar” yaitu surat yang menerangkan bahwa
perusahaan telah terdaftar pada OJK sebagai Pelaku Usaha Pergadaian, bagi yang
menjalankan kegiatan usaha secara konvensional atau Pelaku Usaha Pergadaian syariah,
bagi yang menjalankan seluruh kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah.

Tanda bukti terdaftar tersebut harus dicantumkan pada setiap kantor atau unit layanan gadai
(outlet).

Bagi pelaku Usaha Pergadaian yang telah terdaftar, wajib mengajukan permohonan izin
usaha sebagai Perusahaan Pergadaian dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak
Peraturan OJK diundangkan. Yaitu mengajukan izin usaha perusahaan pergadaian paling
lambat pada tanggal 31 Juli 2019.

Perizinan usaha perusahaan pergadaian (POJK No.31/POJK.05/2016 Pasal 9)

Permohonan perizinan usaha perusahaan pergadaian disampaikan dengan melampirkan


dokumen-dokumen sebagai berikut:

1) Akta pendirian badan usaha (PT atau koperasi) termasuk perubahan anggaran dasar
terakhir yang telah disahkan oleh instansi berwenang.
2) Data anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau DPS
3) Data pemegang saham atau anggota pendiri:
4) Fotokopi bukti pelunasan Modal Disetor
5) Struktur organisasi yang memuat susunan personalia yang paling sedikit memiliki
fungsi pemutus pinjaman, Penaksir, pelayanan Nasabah, dan administrasi
6) Rencana kerja untuk 1 (satu) tahun pertama
7) Bukti kesiapan operasional (kepemilikan atau penguasaan gedung dan kantor,
inventaris peralatan kantor, contoh surat bukti gadai dan formulir yang digunakan)
8) Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama perusahaan pergadaian
9) Bukti setor pelunasan biaya perizinan
10) Bukti sertifikat Penaksir yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi profesi atau pihak
lain yang ditunjuk OJK sebagai lembaga penerbit sertifikasi penaksir
11) Surat rekomendasi DPS dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia,
bagi perusahaan pergadaian yang akan menyelenggarakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah
12) Pedoman penerapan anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme.

Dalam hal permohonan izin usaha disetujui, OJK menetapkan keputusan pemberian izin
usaha sesuai lingkup wilayah usaha sebagai:

▪ Izin Usaha sebagai Perusahaan Pergadaian, bagi Perusahaan Pergadaian yang


menjalankan kegiatan usaha secara konvensional; atau

▪ Izin Usaha sebagai Perusahaan Pergadaian Syariah, bagi Perusahaan


Pergadaian yang menjalankan seluruh kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah

2. Badan hukum usaha gadai harus berbentuk PT atau koperasi (POJK


No.31/POJK.05/2016 Pasal 2)

Bentuk badan hukum Perusahaan Pergadaian adalah perseroan terbatas atau koperasi.

Bagi pelaku Usaha Pergadaian yang telah melakukan kegiatan Usaha Pergadaian sebelum
Peraturan OJK diundangkan, dapat mengajukan permohonan pendaftaran kepada OJK dan
dikecualikan dari ketentuan bentuk badan hukum, ketentuan lingkup wilayah usaha, dan
ketentuan permodalan.

3. Kepemilikan saham perusahaan pergadaian dilarang langsung atau tidak langsung


dimiliki oleh perseorangan dan atau badan usaha milik asing (POJK
No.31/POJK.05/2016 Pasal 2 dan pasal 3)

Perusahaan Pergadaian yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas, sahamnya hanya
dapat dimiliki oleh:

a) negara Republik Indonesia;


b) pemerintah daerah;
c) warga negara Indonesia; dan/atau
d) badan hukum Indonesia.

Perusahaan Pergadaian dilarang dimiliki baik secara langsung maupun tidak langsung oleh
warga negara asing dan/atau badan usaha yang sebagian atau seluruhnya dimiliki oleh
warga negara asing atau badan usaha asing, kecuali kepemilikan langsung maupun tidak
langsung tersebut dilakukan melalui bursa efek.

4. Model disetor perusahaan pergadaian ditetapkan berdasarkan lingkup wilayah


usaha yaitu kabupaten/kota atau provinsi. (POJK No.31/POJK.05/2016 Pasal 4)

Jumlah Modal Disetor Perusahaan Pergadaian ditetapkan paling sedikit:

a) Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), untuk lingkup wilayah usaha


kabupaten/kota; atau
b) Rp 2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah), untuk lingkup wilayah
usaha provinsi.

Modal Disetor tersebut harus disetor secara tunai dan penuh atas nama Perusahaan
Pergadaian pada salah satu bank umum atau bank umum syariah di Indonesia.

5. Lingkup kegiatan usaha perusahaan pergadaian meliputi : (POJK


No.31/POJK.05/2016 Pasal 13 ayat 1, 2 dan 3)
• Penyaluran Uang Pinjaman dengan jaminan berdasarkan hukum Gadai;
• Penyaluran Uang Pinjaman dengan jaminan berdasarkan fidusia;
• Pelayanan jasa titipan barang berharga; dan/atau
• Pelayanan jasa taksiran.
• kegiatan lain yang tidak terkait Usaha Pergadaian yang memberikan pendapatan
berdasarkan komisi (fee based income) sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan di bidang jasa keuangan; dan/atau
• Kegiatan usaha lain dengan persetujuan OJK.
• Kegiatan usaha tersebut di atas dapat dilakukan secara konvensional atau berdasarkan
Prinsip Syariah.
6. Jangka waktu peminjaman dengan jaminan (POJK No.31/POJK.05/2016 Pasal 24)

Jangka waktu pinjaman kepada Nasabah dengan jaminan berdasarkan hukum Gadai paling
lama 4 (empat) bulan. Dalam hal uang pinjaman dengan jaminan berdasarkan hukum Gadai
belum dilunasi sampai Dengan tanggal jatuh tempo, Perusahaan Pergadaian dapat melelang
Barang Jaminan.

7. Kewajiban – kewajiban yang harus dilaksanakan perusahaan pergadaian

Perusahaan Pergadaian wajib mencantumkan informasi secara jelas di setiap kantor atau
unit layanan (outlet) hal sebagai berikut: (POJK No.31/POJK.05/2016 Pasal 16)

• Nama dan/atau logo Perusahaan Pergadaian;


• Nomor dan tanggal izin usaha dan pernyataan bahwa Perusahaan Pergadaian diawasi
oleh OJK;
• Hari dan jam operasional; dan
• Tingkat bunga pinjaman atau imbal jasa/imbal hasil bagi Perusahaan Pergadaian yang
menyelenggarakan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah, dan biaya
administrasi.

POJK diterbitkan dengan mengedepankan azas keterbukaan dan perlindungan bagi


masyarakat.

POJK memang tidak mengatur besaran suku bunga usaha jasa gadai, namun OJK
mewajibkan pelaku usaha gadai untuk mencantumkan besaran bunga gadai yang dikenakan
di konter (gerai) jasa gadai sehingga masyarakat dapat memilih terlebih dahulu sebelum
menggadaikan barangnya.

Perusahaan Pergadaian wajib memiliki paling sedikit 1 (satu) orang Penaksir untuk
melakukan penaksiran atas Barang Jaminan pada setiap unit pelayanan (outlet). Penaksir
harus lulus sertifikasi penaksiran Barang Jaminan. (POJK No.31/POJK.05/2016 Pasal 19)

Perusahaan Pergadaian wajib memberikan nilai taksiran atas setiap Barang Jaminan kepada
Nasabah. Dalam rangka memenuhi kualitas penaksiran Barang Jaminan, Perusahaan
Pergadaian wajib menyediakan alat penaksir dan menetapkan daftar harga pasar barang
jaminan dengan nilai yang wajar. (POJK No.31/POJK.05/2016 Pasal 20)

Perusahaan Pergadaian wajib memenuhi nilai minimum perbandingan antara uang


pinjaman dan nilai taksiran barang jaminan dalam memberikan uang pinjaman kepada
nasabah, kecuali apabila nasabah menyatakan secara tertulis menghendaki uang pinjaman
yang lebih rendah. (POJK No.31/POJK.05/2016 Pasal 21)
Perusahaan Pergadaian wajib memiliki tempat penyimpanan Barang Jaminan berdasarkan
hukum Gadai dan barang titipan yang memenuhi persyaratan keamanan dan keselamatan.
Perusahaan Pergadaian wajib mengasuransikan Barang Jaminan berdasarkan hukum Gadai
dan barang titipan dalam rangka memitigasi risiko. (POJK No.31/POJK.05/2016 Pasal 22
ayat 1,2,3)

Perusahaan Pergadaian wajib menyerahkan Surat Bukti Gadai kepada nasabah pada saat
menerima Barang Jaminan. (POJK No.31/POJK.05/2016 Pasal 23)

8. Sanksi bagi perusahaan pegadaian yang melanggar aturan

Perusahaan Pergadaian yang tidak memenuhi ketentuan Peraturan OJK ini dikenakan
sanksi administratif berupa:

• Peringatan;
• Pembekuan kegiatan usaha;
• Pembatalan persetujuan penyelenggaraan sebagian kegiatan usaha berdasarkan Prinsip
Syariah;
• Pencabutan izin unit usaha syariah bagi Perusahaan Pergadaian Pemerintah; dan/atau
• Pencabutan izin usaha.

Perusahaan pergadaian yang mendaftar akan mendapatkan fasilitas yang optimal dari
pemerintah yaitu diberikan pelatihan manajemen pergadaian, diberikan kemudahan
memperoleh sumber pendanaan, dipermudah menjalin kerjasama dengan perusahaan
multifinance, dapat bergabung sebagai anggota asosiasi perusahaan pergadaian di
Indonesia, perusahaan yang terdaftar dan memiliki izin juga dipublikasikan di website OJK
sehingga masyarakat dapat memilih mengunakan perusahaan gadai yang telah terdaftar dan
diawasi OJK.

Catatan:

Pengertian Usaha Pergadaian adalah segala usaha menyangkut pemberian pinjaman


dengan jaminan barang bergerak, jasa titipan, jasa taksiran, dan/atau jasa lainnya, termasuk
yang diselenggarakan berdasarkan prinsip syariah (POJK No.31/POJK.05/2016 Pasal 1).

Dalam kitab undang – undang hukum perdata pasal 1150, yang dimaksud dengan
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh pihak yang mempunyai piutang (perusahaan gadai)
atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan oleh pihak yang berhutang
(nasabah) kepada pihak yang berpiutang. Pihak yang berhutang memberikan kekuasaan
kepada pihak yang mempunyai piutang untuk memiliki barang bergerak tersebut apabila
pihak yang berhutang tidak dapat melunasi kewajibannya pada saat berakhirnya jangka
waktu peminjamannya

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 23/POJK.05/2015 Tentang Produk Asuransi


dan Pemasaran Produk Asuransi

Perkembangan industri perasuransian saat ini cukup pesat sehingga mendorong Perusahaan
untuk mengembangkan Produk Asuransi yang semakin beragam dan kompleks. Selain itu, saat
ini Produk Asuransi yang merupakan bagian dari produk jasa keuangan mulai memiliki
karakteristik yang hampir sama dengan produk jasa keuangan lainnya seperti bank dan pasar
modal. Di samping itu, metode dan saluran pemasaran Produk Asuransi pun semakin
bervariasi. Banyaknya variasi dan kompleksitas atas Produk Asuransi dan saluran pemasaran
tersebut akan meningkatkan risiko yang dihadapi baik oleh Perusahaan maupun pemegang
polis, tertanggung, atau peserta

Kebutuhan akan Produk Asuransi yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat berpenghasilan
rendah mendorong perlunya pengaturan khusus mengenai Produk Asuransi Mikro. Peraturan
OJK ini mengatur karakteristik dan saluran pemasaran Produk Asuransi Mikro. Dengan
demikian, diharapkan Produk Asuransi Mikro dapat meningkatkan akses berbagai lapisan
masyarakat terhadap Produk Asuransi.

Ada tiga hal yang mendasari OJK merilis POJK dengan Nomor 23/POJK.05/2015 ini.

1) Semakin banyaknya produk asuransi dan cara pemasaran yang beragam dapat
meningkatkan risiko yang dihadapi perusahaan asuransi, pemegang polis, tertanggung
atau peserta
2) Sebagai bagian dari penerapan tata kelola yang baik atau good corporate governance
(gcg) dan menjaga praktik asuransi yang sehat pada perusahaan asuransi.
3) Meningkatkan akses masyarakat berpengasilan rendah serta mendukung perkembangan
asuransi mikro.
POJK ini, secara lengkap menjelaskan kewajiban perusahaan asuransi memiliki produk
asuransi yang terstandar. Hal ini terinci dalam Bab II Pasal 3. Misalnya, secara umum OJK
mewajibkan perusahaan asuransi harus memiliki produk asuransi yang sesuai dengan manfaat
yang dijanjikan. Selain itu polis asuransi yang diterbitkan tidak mengandung kata, frasa atau
kalimat yang menimbulkan penafsiran berbeda dan mempersulit pemegang polis mengurus
haknya.

Sementara khusus untuk produk asuransi yang mengandung investasi harus memenuhi tiga
kriteria. Antara lain:

1) memiliki proporsi perlindungan terhadap risiko kematian dan manfaat yang dikaitkan
dengan investasi.
2) memiliki masa pertanggungan tertentu.
3) memiliki startegi investasi spesifik.

Dalam POJK Nomor 23/POJK.05 2015 Tentang Produk Asuransi dan Pemasaran Produk
Asuransi ini turut menjabarkan polis standard yang diterbitkan perusahaan asuransi umum dan
jiwa.

Ada 15 aturan tekhnis dalam penyusunan polis asuransi yang dimuat dalam POJK tersebut
(Pasal 13 POJK No. 23/POJK.05/2015) Misalnya: polis asuransi harus memuat pemberlakuan
pertanggungan, uraian manfaat dan cara pembayaran premi. Tidak ketinggalan, tenggang
waktu pembayaran premi dan pencantuman kurs yang digunakan untuk polis asuransi dengan
mata uang asing wajib dimuat di dalam polis.

Hal lain yang juga dibahas adalah tentang penghentian pertanggungan, baik dari perusahaan
atau pemegang polis. Dalam polis tersebut, wajib mencantumkan syarat dan penyebabnya.
(Pasal 27 POJK No. 23/POJK.05/2015)

Berikut ini tentang tata cara pengajuan klaim termasuk bukti pendukung juga diwajibkan
tertulis di polis. Jika terjadi perselisihan antara perusahaan asuransi dan pemegang polis. Maka
dalam polis harus tertulis klausula penyelesaian perselisihan antara di dalam pengadilan
maupun di luar pengadilan (Pasal 18 POJK No. 23/POJK.05/2015).

Dalam POJK ini juga tegas menuntut perusahaan asuransi mampu menulis polis asuransi yang
dapat dibaca dan mudah dimengerti pemegang polis. Jika memang ada pengecualian atau
pembatasan penyebab resiko berdasarkan polis asuransi. Jadi, perusahaan asuransi wajib
menulisnya dalam bentuk huruf tebal atau miring, sehingga mudah diketahui oleh pemegang
polis (Pasal 19 POJK No. 23/POJK.05/2015).

Analisis Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10 /Pojk.05/2019 Tentang


Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan Syariah Dan Unit Usaha Syariah
Perusahaan Pembiayaan

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan


Syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS) Perusahaan Pembiayaan merupakan upaya
penyempurnaan dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2014 tentang
Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan Syariah.

Sebagai upaya penyempurnaan terhadap Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor


31/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan Syariah, terdapat materi
muatan yang disesuaikan dan/atau ditambahkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini,
antara lain:

1) Peningkatan peranan Perusahaan Pembiayaan Syariah dan UUS Perusahaan


Pembiayaan dalam perekonomian nasional, yaitu pembiayaan usaha produktif
minimum, perluasan kegiatan usaha, kerja sama pembiayaan, dan fintech 2.0 oleh
Perusahaan Pembiayaan Syariah dan UUS Perusahaan Pembiayaan.
2) Peningkatan pengaturan prudensial, yaitu penerbitan efek sebagai sumber pendanaan,
batasan insentif akuisisi pembiayaan syariah, dan pengendalian fraud dan strategi anti
fraud.
3) Peningkatan perlindungan konsumen, yaitu transparansi tingkat nisbah, margin,
dan/atau imbal jasa, larangan menggadaikan bukti agunan dan kewajiban pengembalian
bukti agunan, pemeliharaan bukti agunan, dan penarikan dan penjualan agunan.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini diharapkan dapat meningkatkan peran Perusahaan
Pembiayaan Syariah dan UUS Perusahaan Pembiayaan dalam mendorong pembangunan
nasional dengan menciptakan Perusahaan Pembiayaan yang lebih sehat, dapat diandalkan,
amanah, dan kompetitif secara umum dapat dilakukan dengan penyempurnaan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan mengenai Perusahaan Pembiayaan.
Point – Point Utama Peraturan Otorita Jasa Keuangan (POJK) No. 10/POJK.05/2019 tentang
Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan Syariah Dan Unit Usaha Syariah Perusahaan
Pembiayaan:

1. Jenis Kegiatan Usaha dan Cara Pembiayaan Syariah (pasal 2 POJK No.
10/POJK.05/2019)

Penyelenggaraan kegiatan pembiayaan syariah wajib memenuhi prinsip keadilan (‘adl),


keseimbangan (tawazun), kemaslahatan (maslahah), dan universalisme (alamiyah) serta
tidak mengandung gharar, maysir, riba, zhulm, risywah, dan objek haram.

2. Jenis Kegiatan Usaha Pembiayaan Syariah (pasal 4 POJK No. 10/POJK.05/2019)


meliputi:

Pembiayaan Jual Beli, adalah pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang melalui
transaksi jual beli sesuai dengan perjanjian pembiayaan syariah yang disepakati oleh para
pihak

Pembiayaan Investasi, adalah pembiayaan dalam bentuk penyediaan modal dengan


jangka waktu tertentu untuk kegiatan usaha produktif dengan pembagian keuntungan sesuai
dengan perjanjian pembiayaan syariah yang disepakati oleh para pihak.

Pembiayaan Jasa, adalah pemberian/penyediaan jasa baik dalam bentuk pemberian


manfaat atas suatu barang, pemberian pinjaman, dan/atau pemberian pelayanan dengan
dan/atau tanpa pembayaran imbal jasa (ujrah) sesuai dengan perjanjian pembiayaan syariah
yang disepakati oleh para pihak.

3. Pembiayaan Jual Beli dilakukan dengan menggunakan akad (pasal 5 POJK No.
10/POJK.05/2019)
• Murabahah
• Salam
• Istishna’
Pembiayaan Investasi dilakukan dengan menggunakan akad:
• Mudharabah
• Musyarakah
• Mudharabah Musytarakah
• Musyarakah Mutanaqishoh
Pembiayaan Jasa dilakukan dengan menggunakan akad:

• Ijarah
• Ijarah Muntahiyah Bittamlik
• Hawalah atau Hawalah bil Ujrah
• Wakalah atau Wakalah bil Ujrah
• Kafalah atau Kafalah bil Ujrah
• Ju’alah
• Qardh

Akad Kafalah atau Kafalah bil Ujrah sebagaimana dimaksud diatas hanya dapat dilakukan
oleh Perusahaan Syariah melalui gabungan dari beberapa akad.

4. Ketentuan Uang Muka Pembiayaan Syariah Kendaraan Bermotor (BAB IV POJK


No. 10/POJK.05/2019)

OJK memperbolehkan perusahaan syariah untuk menerapkan uang muka atau down
payment (DP) hingga 0 persen. Ketentuan DP 0 persen bersifat opsional bagi perusahaan
syariah yang kondisi keuangannya sehat, dapat mengambil manfaatnya ataupun tidak
mengambilnya. Berikut rinciannya:

Perusahaan syariah yang kondisi keuangannya sehat dan nilai Rasio Aset Produktif
Bermasalah (APB) Neto pembiayaan syariah lebih rendah atau sama dengan 1 persen, dapat
menerapkan DP sebagai berikut:

• Kendaraan bermotor roda dua atau tiga, minimal 0 persen dari harga jual kendaraan.
• Kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk tujuan produktif
dan non-produktif, minimal 0 persen dari harga jual kendaraan.

Perusahaan syariah yang kondisi keuangannya sehat dan nilai Rasio APB Neto pembiayaan
syariah lebih tinggi dari 1 persen dan lebih rendah atau sama dengan 3 persen, wajib
menerapkan DP sebagai berikut:

• Kendaraan bermotor roda dua atau tiga, minimal 5 persen.


• Kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk tujuan produktif,
minimal 5 persen.
• Kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk tujuan non-produktif,
minimal 10 persen.
Perusahaan syariah yang kondisi keuangannya sehat dan nilai Rasio APB Neto pembiayaan
syariah lebih tinggi dari 3 persen dan lebih rendah atau sama dengan 5 persen, wajib
menerapkan DP sebagai berikut:

• Kendaraan bermotor roda dua atau tiga, minimal 10 persen.


• Kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk tujuan produktif,
minimal 10 persen.
• Kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk tujuan non-produktif,
minimal 15 persen.

Perusahaan syariah yang tidak memenuhi kondisi keuangan yang sehat dan nilai Rasio APB
Neto pembiayaan syariah lebih rendah atau sama dengan 5 persen wajib menerapkan
besaran DP sebagai berikut:

Kendaraan bermotor roda dua atau tiga, minimal 15 persen.

Kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk tujuan produktif,
minimal 20 persen.

Kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk tujuan non-produktif,
minimal 25 persen.

Perusahaan syariah yang mempunyai nilai Rasio APB Neto pembiayaan syariah lebih
tinggi dari 5 persen wajib menerapkan besaran DP sebagai berikut:

• Kendaraan bermotor roda dua atau tiga, minimal 15 persen.


• Kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk tujuan produktif,
minimal 20 persen.
• Kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk tujuan non-
produktif, minimal 25 persen.

5. Batasan Insentif Pihak Ketiga (pasal 17 POJK No. 10/POJK.05/2019)

Sama halnya dengan pembiayaan konvensional, OJK juga mengatur tentang biaya insentif
akuisisi pembiayaan syariah kepada pihak ketiga.

Perusahaan syariah dilarang memberi biaya insentif akuisisi pembiayaan syariah kepada
pihak ketiga melebihi 17,5 persen dari nilai pendapatan yang akan diterima terkait dengan
pembiayaan syariah untuk setiap perjanjian pembiayaan syariah.
6. Transparansi Kegiatan Usaha (BAB VIII POJK No. 10/POJK.05/2019)

Menyangkut soal transparansi, OJK menyatakan seluruh perjanjian pembiayaan antara


perusahaan pembiayaan syariah atau perusahaan multifinance yang memiliki Unit Usaha
Syariah (UUS) dengan konsumen wajib dibuat secara tertulis. Dan salinan perjanjian
pembiayaan harus diserahkan oleh perusahaan syariah kepada konsumen selambatnya 3
bulan sejak tanggal perjanjian pembiayaan syariah.

Hal lain yang juga ditekankan oleh OJK ialah terkait dengan transparansi tingkat nisbah,
margin, imbal jasa, denda (ta’zir), dan/atau ganti rugi (ta`widh). Pasal 34 POJK
No.10/POJK.05/2019

Perusahaan syariah diwajibkan menjelaskan ilustrasi perhitungan pokok pembiayaan,


tingkat nisbah, margin, dan/atau imbal jasa selama jangka waktu pembiayaan syariah serta
ilustrasi pengenaan denda (ta’zir) dan/atau ganti rugi (ta`widh) kepada konsumen, bila
konsumen wanprestasi sebelum penandatanganan perjanjian pembiayaan syariah. Pasal 35
POJK No.10/POJK.05/2019

7. Kerja Sama Pembiayaan Syariah (BAB IX POJK No.10/POJK.05/2019)

OJK menegaskan, perusahaan syariah dapat bekerja sama dengan pihak lain melalui
pembiayaan penerusan (channeling) atau pembiayaan bersama (joint financing).

Kerja sama wajib dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
prinsip syariah.

Pihak lain tersebut adalah bank, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, lembaga
keuangan mikro, perusahaan syariah, perusahaan fintech, perusahaan modal ventura, yang
telah memperoleh izin usaha dan terdaftar di OJK.

Perusahaan syariah dilarang untuk melakukan kerja sama pembiayaan syariah dengan
pihak lain melalui skema pembiayaan penerusan dengan jaminan (channeling with
recourse) dan pembiayaan bersama dengan jaminan (joint financing with recourse).

8. Pemeliharaan dan Pengembalian Bukti Kepemilikan Atas Agunan (BAB X POJK


No.10/POJK.05/2019)

Untuk peningkatan perlindungan konsumen, OJK mewajibkan perusahaan syariah


menyimpan dan memelihara agunan hingga perjanjian pembiayaan berakhir. Serta
kewajiban pengembalian bukti agunan paling lambat 1 bulan sejak tanggal permintaan dari
konsumen.

OJK juga melarang perusahaan syariah menggadaikan dan/atau menjaminkan bukti agunan
kepada pihak lain.

9. Penarikan dan Penjualan Agunan Pasal 37 POJK No.10/POJK.05/2019

Masih terkait dengan perlindungan konsumen, OJK pun mengatur tentang penarikan dan
penjualan agunan.

Eksekusi agunan oleh perusahaan syariah harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

• Konsumen terbukti wanprestasi.


• Konsumen sudah diberikan surat peringatan, dan
• Perusahaan syariah memiliki sertifikat jaminan fidusia, sertifikat hak tanggungan,
dan/atau sertifikat hipotek.

Eksekusi agunan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-


undangan yang mengatur masing-masing agunan.

Ketika terjadi eksekusi agunan, perusahaan syariah diwajibkan menjelaskan kepada


konsumen informasi mengenai:

• Saldo aset produktif (outstanding principal) terutang


• Nisbah, margin, dan/atau imbal jasa pembiayaan syariah yang terutang
• Denda (ta’zir) yang terutang
• Ganti rugi (ta`widh) yang terutang, dan
• Mekanisme penjualan agunan dalam hal konsumen tidak menyelesaikan
kewajibannya.

Perusahaan syariah diwajibkan mengembalikan uang kelebihan dari hasil penjualan agunan
melalui pelelangan umum maupun penjualan agunan di bawah tangan kepada konsumen
dalam jangka waktu sesuai dengan perjanjian pembiayaan syariah.

10. Sumber Pendanaan Perusahaan Syariah BAB XV POJK No.10/POJK.05/2016

Hal lain yang diatur oleh OJK ialah terkait dengan sumber pendanaan perusahaan syariah.
Pendanaan bisa diperoleh dari berbagai sumber, selama tidak bertentangan dengan prinsip
syariah, yaitu:
• Melakukan penambahan Modal Disetor tidak melalui penawaran umum saham atau
penambahan modal kerja bagi UUS.
• Menerima pendanaan dari lembaga pemerintah, bank, industri keuangan non-bank,
lembaga, dan/atau badan usaha lain.
• Menerima pendanaan (pinjaman/qardh) subordinasi.
• Menerbitkan efek syariah melalui penawaran umum.
• Menerbitkan sukuk tidak melalui penawaran umum.
• Melakukan sekuritisasi aset produktif sesuai prinsip syariah dan peraturan perundang-
undangan.
• Memberikan pendanaan kepada UUS dari perusahaan pembiayaan induknya.

3. Jelaskan secara singkat harapan Anda untuk IKNBS kedepannya!


Saya berharap banyak untuk IKNB Syariah agar dapat menjadi salah satu pilar kekuatan
dalam menumbuh kembangkan perekonomian syariah di Indonesia dengan kita semua
senantiasa menggelorakan dan mempromosikan ekonomi dan keuangan syariah
diindonesia agar terus berkembang dan mencapai potensinya.
IKNB Syariah merupakan harapan masa depan Indonesia, karna dengan IKNB ini dapat
menjadi pilar kemandirian perekonomian rakyat menuju kesejahteraan. Pasalnya
ekonomi syariah merupakan suatu wujud praktis dari ekonomi kerakyatan, yang
menjadi sumber harapan masa depan bangsa.

Anda mungkin juga menyukai