Berdasarkan UU No. 21 tahun 2011 tentang Otorita Jasa Keuangan (OJK), usaha pergadaian
merupakan lembaga jasa keuangan yang diatur dan berada dalam pengawasan OJK. Dalam
melaksanakan fungsi pengawasannya tersebut, OJK memerlukan payung hukum di bidang
usaha gadai. POJK No.31/POJK.05/2016 inilah yang menjadi landasan hukum bagi Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) dalam mengawasi usaha pergadaian di Indonesia.
Point – Point Utama Peraturan Otorita Jasa Keuangan (POJK) No. 31/POJK.05/2016 tentang
usaha pergadaian :
1. Seluruh badan hukum usaha pergadaian harus terdaftar dan memiliki izin usaha dari
OJK (POJK No.31/POJK.05/2016 pasal 5, pasal 8 dan pasal 9)
Peraturan OJK ini memuat kewajiban Perusahaan Pergadaian untuk mendaftar dan
mendapat izin usaha pergadaian dari OJK. Terkecuali Perusahaan Pergadaian Pemerintah
karena telah diawasi oleh OJK sebelum Peraturan OJK ini mulai berlaku. Oleh karena itu,
Perusahaan Pergadaian Pemerintah tidak perlu mengajukan lagi permohonan izin usaha
kepada OJK.
Permohonan pendaftaran pelaku usaha pegadaian diajukan kepada OJK paling lama 2 (dua)
tahun sejak Peraturan OJK diundangkan (POJK ini diundangkan sejak 1 agustus 2016).
Setelah terdaftar, perusahaan pergadaian wajib mengurus izin usaha perusahaan
pergadaian.
Bagi mereka yang belum mengantongi izin usaha pergadaian, OJK memberi kesempatan
untuk mengurus izin hingga batas waktu 29 juli 2019. Jika setelah tanggal tersebut
perusahaan pergadaian tidak mengurus izin usaha perusahaan pergadaian maka OJK akan
berkoordinasi dengan satuan tugas investasi untuk melakukan penindakan.
1) Akta pendirian badan usaha termasuk anggaran dasar berikut perubahannya (jika
ada) yang telah disahkan/disetujui oleh instansi yang berwenang.
2) Bukti identitas diri dan daftar riwayat hidup yang dilengkapi dengan pas foto
berwarna yang terbaru berukuran 4x6 cm dari pemilik kecuali koperasi, anggota
Direksi dan anggota Dewan Komisaris;
3) Surat keterangan domisili perusahaan dari instansi yang berwenang;
4) Bukti telah melakukan kegiatan usaha; dan
5) Foto unit layanan (outlet) berukuran 4R/5R.
OJK memberikan persetujuan atas permohonan pendaftaran paling lama 10 (sepuluh) Hari
sejak diterimanya dokumen permohonan pendaftaran secara lengkap dan sesuai dengan
persyaratan dalam Peraturan OJK ini.
Pelaku Usaha Pergadaian yang pendaftarannya di setujui akan memperoleh Tanda Bukti
Terdaftar. Yang dimaksud “tanda bukti terdaftar” yaitu surat yang menerangkan bahwa
perusahaan telah terdaftar pada OJK sebagai Pelaku Usaha Pergadaian, bagi yang
menjalankan kegiatan usaha secara konvensional atau Pelaku Usaha Pergadaian syariah,
bagi yang menjalankan seluruh kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah.
Tanda bukti terdaftar tersebut harus dicantumkan pada setiap kantor atau unit layanan gadai
(outlet).
Bagi pelaku Usaha Pergadaian yang telah terdaftar, wajib mengajukan permohonan izin
usaha sebagai Perusahaan Pergadaian dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak
Peraturan OJK diundangkan. Yaitu mengajukan izin usaha perusahaan pergadaian paling
lambat pada tanggal 31 Juli 2019.
1) Akta pendirian badan usaha (PT atau koperasi) termasuk perubahan anggaran dasar
terakhir yang telah disahkan oleh instansi berwenang.
2) Data anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau DPS
3) Data pemegang saham atau anggota pendiri:
4) Fotokopi bukti pelunasan Modal Disetor
5) Struktur organisasi yang memuat susunan personalia yang paling sedikit memiliki
fungsi pemutus pinjaman, Penaksir, pelayanan Nasabah, dan administrasi
6) Rencana kerja untuk 1 (satu) tahun pertama
7) Bukti kesiapan operasional (kepemilikan atau penguasaan gedung dan kantor,
inventaris peralatan kantor, contoh surat bukti gadai dan formulir yang digunakan)
8) Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama perusahaan pergadaian
9) Bukti setor pelunasan biaya perizinan
10) Bukti sertifikat Penaksir yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi profesi atau pihak
lain yang ditunjuk OJK sebagai lembaga penerbit sertifikasi penaksir
11) Surat rekomendasi DPS dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia,
bagi perusahaan pergadaian yang akan menyelenggarakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah
12) Pedoman penerapan anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme.
Dalam hal permohonan izin usaha disetujui, OJK menetapkan keputusan pemberian izin
usaha sesuai lingkup wilayah usaha sebagai:
Bentuk badan hukum Perusahaan Pergadaian adalah perseroan terbatas atau koperasi.
Bagi pelaku Usaha Pergadaian yang telah melakukan kegiatan Usaha Pergadaian sebelum
Peraturan OJK diundangkan, dapat mengajukan permohonan pendaftaran kepada OJK dan
dikecualikan dari ketentuan bentuk badan hukum, ketentuan lingkup wilayah usaha, dan
ketentuan permodalan.
Perusahaan Pergadaian yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas, sahamnya hanya
dapat dimiliki oleh:
Perusahaan Pergadaian dilarang dimiliki baik secara langsung maupun tidak langsung oleh
warga negara asing dan/atau badan usaha yang sebagian atau seluruhnya dimiliki oleh
warga negara asing atau badan usaha asing, kecuali kepemilikan langsung maupun tidak
langsung tersebut dilakukan melalui bursa efek.
Modal Disetor tersebut harus disetor secara tunai dan penuh atas nama Perusahaan
Pergadaian pada salah satu bank umum atau bank umum syariah di Indonesia.
Jangka waktu pinjaman kepada Nasabah dengan jaminan berdasarkan hukum Gadai paling
lama 4 (empat) bulan. Dalam hal uang pinjaman dengan jaminan berdasarkan hukum Gadai
belum dilunasi sampai Dengan tanggal jatuh tempo, Perusahaan Pergadaian dapat melelang
Barang Jaminan.
Perusahaan Pergadaian wajib mencantumkan informasi secara jelas di setiap kantor atau
unit layanan (outlet) hal sebagai berikut: (POJK No.31/POJK.05/2016 Pasal 16)
POJK memang tidak mengatur besaran suku bunga usaha jasa gadai, namun OJK
mewajibkan pelaku usaha gadai untuk mencantumkan besaran bunga gadai yang dikenakan
di konter (gerai) jasa gadai sehingga masyarakat dapat memilih terlebih dahulu sebelum
menggadaikan barangnya.
Perusahaan Pergadaian wajib memiliki paling sedikit 1 (satu) orang Penaksir untuk
melakukan penaksiran atas Barang Jaminan pada setiap unit pelayanan (outlet). Penaksir
harus lulus sertifikasi penaksiran Barang Jaminan. (POJK No.31/POJK.05/2016 Pasal 19)
Perusahaan Pergadaian wajib memberikan nilai taksiran atas setiap Barang Jaminan kepada
Nasabah. Dalam rangka memenuhi kualitas penaksiran Barang Jaminan, Perusahaan
Pergadaian wajib menyediakan alat penaksir dan menetapkan daftar harga pasar barang
jaminan dengan nilai yang wajar. (POJK No.31/POJK.05/2016 Pasal 20)
Perusahaan Pergadaian wajib menyerahkan Surat Bukti Gadai kepada nasabah pada saat
menerima Barang Jaminan. (POJK No.31/POJK.05/2016 Pasal 23)
Perusahaan Pergadaian yang tidak memenuhi ketentuan Peraturan OJK ini dikenakan
sanksi administratif berupa:
• Peringatan;
• Pembekuan kegiatan usaha;
• Pembatalan persetujuan penyelenggaraan sebagian kegiatan usaha berdasarkan Prinsip
Syariah;
• Pencabutan izin unit usaha syariah bagi Perusahaan Pergadaian Pemerintah; dan/atau
• Pencabutan izin usaha.
Perusahaan pergadaian yang mendaftar akan mendapatkan fasilitas yang optimal dari
pemerintah yaitu diberikan pelatihan manajemen pergadaian, diberikan kemudahan
memperoleh sumber pendanaan, dipermudah menjalin kerjasama dengan perusahaan
multifinance, dapat bergabung sebagai anggota asosiasi perusahaan pergadaian di
Indonesia, perusahaan yang terdaftar dan memiliki izin juga dipublikasikan di website OJK
sehingga masyarakat dapat memilih mengunakan perusahaan gadai yang telah terdaftar dan
diawasi OJK.
Catatan:
Dalam kitab undang – undang hukum perdata pasal 1150, yang dimaksud dengan
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh pihak yang mempunyai piutang (perusahaan gadai)
atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan oleh pihak yang berhutang
(nasabah) kepada pihak yang berpiutang. Pihak yang berhutang memberikan kekuasaan
kepada pihak yang mempunyai piutang untuk memiliki barang bergerak tersebut apabila
pihak yang berhutang tidak dapat melunasi kewajibannya pada saat berakhirnya jangka
waktu peminjamannya
Perkembangan industri perasuransian saat ini cukup pesat sehingga mendorong Perusahaan
untuk mengembangkan Produk Asuransi yang semakin beragam dan kompleks. Selain itu, saat
ini Produk Asuransi yang merupakan bagian dari produk jasa keuangan mulai memiliki
karakteristik yang hampir sama dengan produk jasa keuangan lainnya seperti bank dan pasar
modal. Di samping itu, metode dan saluran pemasaran Produk Asuransi pun semakin
bervariasi. Banyaknya variasi dan kompleksitas atas Produk Asuransi dan saluran pemasaran
tersebut akan meningkatkan risiko yang dihadapi baik oleh Perusahaan maupun pemegang
polis, tertanggung, atau peserta
Kebutuhan akan Produk Asuransi yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat berpenghasilan
rendah mendorong perlunya pengaturan khusus mengenai Produk Asuransi Mikro. Peraturan
OJK ini mengatur karakteristik dan saluran pemasaran Produk Asuransi Mikro. Dengan
demikian, diharapkan Produk Asuransi Mikro dapat meningkatkan akses berbagai lapisan
masyarakat terhadap Produk Asuransi.
Ada tiga hal yang mendasari OJK merilis POJK dengan Nomor 23/POJK.05/2015 ini.
1) Semakin banyaknya produk asuransi dan cara pemasaran yang beragam dapat
meningkatkan risiko yang dihadapi perusahaan asuransi, pemegang polis, tertanggung
atau peserta
2) Sebagai bagian dari penerapan tata kelola yang baik atau good corporate governance
(gcg) dan menjaga praktik asuransi yang sehat pada perusahaan asuransi.
3) Meningkatkan akses masyarakat berpengasilan rendah serta mendukung perkembangan
asuransi mikro.
POJK ini, secara lengkap menjelaskan kewajiban perusahaan asuransi memiliki produk
asuransi yang terstandar. Hal ini terinci dalam Bab II Pasal 3. Misalnya, secara umum OJK
mewajibkan perusahaan asuransi harus memiliki produk asuransi yang sesuai dengan manfaat
yang dijanjikan. Selain itu polis asuransi yang diterbitkan tidak mengandung kata, frasa atau
kalimat yang menimbulkan penafsiran berbeda dan mempersulit pemegang polis mengurus
haknya.
Sementara khusus untuk produk asuransi yang mengandung investasi harus memenuhi tiga
kriteria. Antara lain:
1) memiliki proporsi perlindungan terhadap risiko kematian dan manfaat yang dikaitkan
dengan investasi.
2) memiliki masa pertanggungan tertentu.
3) memiliki startegi investasi spesifik.
Dalam POJK Nomor 23/POJK.05 2015 Tentang Produk Asuransi dan Pemasaran Produk
Asuransi ini turut menjabarkan polis standard yang diterbitkan perusahaan asuransi umum dan
jiwa.
Ada 15 aturan tekhnis dalam penyusunan polis asuransi yang dimuat dalam POJK tersebut
(Pasal 13 POJK No. 23/POJK.05/2015) Misalnya: polis asuransi harus memuat pemberlakuan
pertanggungan, uraian manfaat dan cara pembayaran premi. Tidak ketinggalan, tenggang
waktu pembayaran premi dan pencantuman kurs yang digunakan untuk polis asuransi dengan
mata uang asing wajib dimuat di dalam polis.
Hal lain yang juga dibahas adalah tentang penghentian pertanggungan, baik dari perusahaan
atau pemegang polis. Dalam polis tersebut, wajib mencantumkan syarat dan penyebabnya.
(Pasal 27 POJK No. 23/POJK.05/2015)
Berikut ini tentang tata cara pengajuan klaim termasuk bukti pendukung juga diwajibkan
tertulis di polis. Jika terjadi perselisihan antara perusahaan asuransi dan pemegang polis. Maka
dalam polis harus tertulis klausula penyelesaian perselisihan antara di dalam pengadilan
maupun di luar pengadilan (Pasal 18 POJK No. 23/POJK.05/2015).
Dalam POJK ini juga tegas menuntut perusahaan asuransi mampu menulis polis asuransi yang
dapat dibaca dan mudah dimengerti pemegang polis. Jika memang ada pengecualian atau
pembatasan penyebab resiko berdasarkan polis asuransi. Jadi, perusahaan asuransi wajib
menulisnya dalam bentuk huruf tebal atau miring, sehingga mudah diketahui oleh pemegang
polis (Pasal 19 POJK No. 23/POJK.05/2015).
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini diharapkan dapat meningkatkan peran Perusahaan
Pembiayaan Syariah dan UUS Perusahaan Pembiayaan dalam mendorong pembangunan
nasional dengan menciptakan Perusahaan Pembiayaan yang lebih sehat, dapat diandalkan,
amanah, dan kompetitif secara umum dapat dilakukan dengan penyempurnaan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan mengenai Perusahaan Pembiayaan.
Point – Point Utama Peraturan Otorita Jasa Keuangan (POJK) No. 10/POJK.05/2019 tentang
Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan Syariah Dan Unit Usaha Syariah Perusahaan
Pembiayaan:
1. Jenis Kegiatan Usaha dan Cara Pembiayaan Syariah (pasal 2 POJK No.
10/POJK.05/2019)
Pembiayaan Jual Beli, adalah pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang melalui
transaksi jual beli sesuai dengan perjanjian pembiayaan syariah yang disepakati oleh para
pihak
3. Pembiayaan Jual Beli dilakukan dengan menggunakan akad (pasal 5 POJK No.
10/POJK.05/2019)
• Murabahah
• Salam
• Istishna’
Pembiayaan Investasi dilakukan dengan menggunakan akad:
• Mudharabah
• Musyarakah
• Mudharabah Musytarakah
• Musyarakah Mutanaqishoh
Pembiayaan Jasa dilakukan dengan menggunakan akad:
• Ijarah
• Ijarah Muntahiyah Bittamlik
• Hawalah atau Hawalah bil Ujrah
• Wakalah atau Wakalah bil Ujrah
• Kafalah atau Kafalah bil Ujrah
• Ju’alah
• Qardh
Akad Kafalah atau Kafalah bil Ujrah sebagaimana dimaksud diatas hanya dapat dilakukan
oleh Perusahaan Syariah melalui gabungan dari beberapa akad.
OJK memperbolehkan perusahaan syariah untuk menerapkan uang muka atau down
payment (DP) hingga 0 persen. Ketentuan DP 0 persen bersifat opsional bagi perusahaan
syariah yang kondisi keuangannya sehat, dapat mengambil manfaatnya ataupun tidak
mengambilnya. Berikut rinciannya:
Perusahaan syariah yang kondisi keuangannya sehat dan nilai Rasio Aset Produktif
Bermasalah (APB) Neto pembiayaan syariah lebih rendah atau sama dengan 1 persen, dapat
menerapkan DP sebagai berikut:
• Kendaraan bermotor roda dua atau tiga, minimal 0 persen dari harga jual kendaraan.
• Kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk tujuan produktif
dan non-produktif, minimal 0 persen dari harga jual kendaraan.
Perusahaan syariah yang kondisi keuangannya sehat dan nilai Rasio APB Neto pembiayaan
syariah lebih tinggi dari 1 persen dan lebih rendah atau sama dengan 3 persen, wajib
menerapkan DP sebagai berikut:
Perusahaan syariah yang tidak memenuhi kondisi keuangan yang sehat dan nilai Rasio APB
Neto pembiayaan syariah lebih rendah atau sama dengan 5 persen wajib menerapkan
besaran DP sebagai berikut:
Kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk tujuan produktif,
minimal 20 persen.
Kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk tujuan non-produktif,
minimal 25 persen.
Perusahaan syariah yang mempunyai nilai Rasio APB Neto pembiayaan syariah lebih
tinggi dari 5 persen wajib menerapkan besaran DP sebagai berikut:
Sama halnya dengan pembiayaan konvensional, OJK juga mengatur tentang biaya insentif
akuisisi pembiayaan syariah kepada pihak ketiga.
Perusahaan syariah dilarang memberi biaya insentif akuisisi pembiayaan syariah kepada
pihak ketiga melebihi 17,5 persen dari nilai pendapatan yang akan diterima terkait dengan
pembiayaan syariah untuk setiap perjanjian pembiayaan syariah.
6. Transparansi Kegiatan Usaha (BAB VIII POJK No. 10/POJK.05/2019)
Hal lain yang juga ditekankan oleh OJK ialah terkait dengan transparansi tingkat nisbah,
margin, imbal jasa, denda (ta’zir), dan/atau ganti rugi (ta`widh). Pasal 34 POJK
No.10/POJK.05/2019
OJK menegaskan, perusahaan syariah dapat bekerja sama dengan pihak lain melalui
pembiayaan penerusan (channeling) atau pembiayaan bersama (joint financing).
Kerja sama wajib dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
prinsip syariah.
Pihak lain tersebut adalah bank, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, lembaga
keuangan mikro, perusahaan syariah, perusahaan fintech, perusahaan modal ventura, yang
telah memperoleh izin usaha dan terdaftar di OJK.
Perusahaan syariah dilarang untuk melakukan kerja sama pembiayaan syariah dengan
pihak lain melalui skema pembiayaan penerusan dengan jaminan (channeling with
recourse) dan pembiayaan bersama dengan jaminan (joint financing with recourse).
OJK juga melarang perusahaan syariah menggadaikan dan/atau menjaminkan bukti agunan
kepada pihak lain.
Masih terkait dengan perlindungan konsumen, OJK pun mengatur tentang penarikan dan
penjualan agunan.
Eksekusi agunan oleh perusahaan syariah harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
Perusahaan syariah diwajibkan mengembalikan uang kelebihan dari hasil penjualan agunan
melalui pelelangan umum maupun penjualan agunan di bawah tangan kepada konsumen
dalam jangka waktu sesuai dengan perjanjian pembiayaan syariah.
Hal lain yang diatur oleh OJK ialah terkait dengan sumber pendanaan perusahaan syariah.
Pendanaan bisa diperoleh dari berbagai sumber, selama tidak bertentangan dengan prinsip
syariah, yaitu:
• Melakukan penambahan Modal Disetor tidak melalui penawaran umum saham atau
penambahan modal kerja bagi UUS.
• Menerima pendanaan dari lembaga pemerintah, bank, industri keuangan non-bank,
lembaga, dan/atau badan usaha lain.
• Menerima pendanaan (pinjaman/qardh) subordinasi.
• Menerbitkan efek syariah melalui penawaran umum.
• Menerbitkan sukuk tidak melalui penawaran umum.
• Melakukan sekuritisasi aset produktif sesuai prinsip syariah dan peraturan perundang-
undangan.
• Memberikan pendanaan kepada UUS dari perusahaan pembiayaan induknya.